BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan

advertisement
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkembangan Globalisasi dan Teknologi terus terjadi terutama pada
tahun-tahun terakhir ini, dimana dampaknya sangat jelas terlihat di segala bidang
termasuk bidang perekonomian dunia, hal ini didukung oleh peningkatan
teknologi dan komunikasi yang semakin pesat. Sejalan dengan perkembangan
tersebut,
semakin
meningkat
pula
upaya
berbagai
perusahaan
untuk
mengembangkan usaha agar dapat memasuki pasar global serta menghadapi
persaingan yang ada didalamnya.
Perusahaan dalam mengembangkan usahanya memerlukan dana sehingga
dalam rangka pemenuhan kebutuhan dana tersebut perusahaan berupaya
melakukan kegiatan-kegiatan untuk dapat meraih dana, seperti: mencari pinjaman
atau tambahan, mencari partner untuk melakukan penggabungan usaha, menjual
perusahaan atau menutup/mengurangi sebagian kegiatan usaha. (Sitompul,
2004:10).
Penerbitan saham di pasar modal telah menjadi salah satu alternatif serta
pertimbangan yang menarik bagi perusahaan guna memperoleh dana tambahan
untuk kegiatan ekspansi atau operasi perusahaan bukan hanya bagi perusahaan,
bagi investor pasar modal juga menjadi salah satu alternatif untuk menanamkan
modalnya (berinvestasi) dengan membeli sejumlah efek dengan harapan akan
memperoleh keuntungan yang disebut dengan initial return dari hasil kegiatan
tersebut.
1
Selama beberapa waktu terakhir, pasar modal di Indonesia mengalami
peningkatan sehingga semakin banyak saham-saham perusahaan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia (BEI). Hal ini mengakibatkan meningkatkan jumlah saham
di pasar modal sehingga investor dapat memilih saham yang akan dibelinya,
keadaan ini tentu memerlukan strategi tertentu untuk membeli saham yang
sekiranya akan menguntungkan dan saham-saham yang dijual pada pasar perdana
dapat menjadi pilihan untuk berinvestasi.
Kegiatan
perusahaan
untuk
menjual
sebagian
sahamnya
kepada
masyarakat luas termasuk investor melalui pasar modal disebut dengan Penawaran
Umum (Go Public), perusahaan penerbit saham disebut emiten atau investee dan
pembeli saham disebut investor. Penjualan saham oleh perusahaan yang dilakukan
untuk pertama kali disebut sebagai Initial Public Offering (IPO) atau penawaran
umum perdana. Istilah go public (Penawaran Umum) tidak lain adalah istilah
hukum yang ditujukan bagi kegiatan suatu emiten untuk memasarkan dan
menawarkan dan akhirnya menjual efek-efek yang diterbitkannya, baik dalam
bentuk saham, obligasi atau efek-efek lainnya. Berikut Penawaran umum perdana
perusahaan pada tahun 2010-2014, seperti yang terlihat pada Tabel 1.1:
Tabel 1.1
Perusahaan yang melakukan Initial Public Offering
Tahun 2010-2014
No
1.
2.
3.
4.
5.
Tahun
2010
2011
2012
2013
2014
Total
Sumber : www.idx.co.id
Jumlah Perusahaan IPO
23
25
22
30
23
123
2
Berdasarkan Tabel 1.1 dapat dilihat, bahwa tahun 2010 sampai 2011,
terjadi peningkatan jumlah perusahaan yang melakukan penawaran perdananya di
pasar modal Indonesia yaitu berjumlah 23 dan 25, sedangkan tahun 2012
mengalami penurunan namun tidak terlalu drastis hanya berjumlah 22 perusahaan
saja. Pada tahun 2013 perusahaan yang melakukan penawaran perdana semakin
meningkat yaitu ada 30 perusahaan. Sementara itu pada tahun 2014, perusahaan
yang menawarkan saham perdananya berjumlah 23. Adanya kondisi seperti ini
menunjukkan bahwa setiap tahunnya ada perusahaan yang terus berkembang
karena dengan melakukan penawaran perdana perusahaan memperoleh tambahan
dana agar dapat melakukan perluasan (ekspansi) usahanya.
Menurut Handayani (2008) dalam jurnal, transaksi penawaran umum
perdana atau IPO dilakukan oleh emiten (perusahaan go public) untuk pertama
kalinya dilaksanakan di pasar perdana (primary market) dengan tujuan agar
perusahaan mendapatkan dana sebesar saham yang ditawarkan, kemudian
diperjualbelikan di pasar sekunder (secondary market) yang bertujuan untuk
menyelenggarakan perdagangan saham yang sudah ada di tangan investor,
sehingga investor yang ingin menjual atau membeli sejumlah saham terlaksana.
Melalui kegiatan IPO diharapkan akan berakibat pada membaiknya
prospek perusahaan yang terjadi karena ekspansi yang akan dilakukan dan
membaiknya prospek perusahaan akan membuat harga saham yang ditawarkan
menjadi lebih tinggi. Selain itu, melalui kegiatan go public dapat menaikkan
modal perusahaan serta menciptakan suatu pasar publik dimana pendiri dan
pemegang saham lain mengkonversi sebagian besar saham mereka dalam bentuk
3
tunai dengan segera pada suatu saat dimasa depan dan juga meningkatkan
publikasi yang memainkan peran pelengkap bagi sebagian perusahaan.
Suyatmin dan Sujadi (2006) dalam jurnal menyatakan, permasalahan yang
dihadapi perusahaan ketika melakukan penawaran saham perdana di pasar modal
adalah penentuan besarnya harga penawaran perdana. Di satu pihak perusahaan
ingin menerapkan harga jual tinggi agar memperoleh penerimaan dari hasil
penawaran (proceeds) yang tinggi pula, di sisi lain harga saham yang mahal
mempengaruhi minat investor untuk membeli saham tersebut, dan mahalnya harga
saham mengakibatkan saham yang ditawarkan menjadi kurang menarik karena
investor ingin mendapatkan initial return dari selisih antara harga saham di pasar
sekunder dengan pembelian saham di pasar perdana tersebut, sehingga kondisi ini
tidak menguntungkan bagi emiten, karena emiten telah mengorbankan return
yang seharusnya didapat. Adanya initial return mengindikasikan terjadi fenomena
underpricing di pasar perdana.
Apabila harga saham pada pasar perdana lebih rendah dibandingkan
dengan harga saham pada pasar sekunder pada hari pertama, maka akan terjadi
fenomena harga rendah di penawaran perdana yang disebut underpricing.
Underpricing harga saham tergantung dari permintaan dan penawaran pada hari
pertama saham tersebut ditransaksikan di bursa. Harga yang dipergunakan bisa
menggunakan offering price (Harga IPO) atau closing price pada transaksi hari
pertama di pasar sekunder. Bila harga yang ditawarkan ke publik pada pasar
perdana adalah sebesar Rp. 395 per saham dan pada hari pertama saham tersebut
ditransaksikan dengan harga penutupan sebesar Rp. 550 per saham maka harga
4
saham ini dianggap underpricing. Artinya, harga wajar perusahaan adalah harga
permintaan dan penawaran sebesar Rp.550.
Menurut Beatty (1989) dalam jurnal, kondisi underpricing menimbulkan
dampak yang berbeda bagi perusahaan dan investor. Perusahaan akan tidak
diuntungkan apabila terjadi underpricing karena dana yang diperoleh dari go
public tidak maksimum. Sedangkan bila terjadi overpricing investor yang akan
merugi karena mereka tidak menerima initial return yaitu keuntungan yang
diperoleh pemegang saham karena perbedaan harga saham yang dibeli di pasar
perdana saat IPO dengan harga jual yang bersangkutan di hari pertama di pasar
sekunder.
Berikut tabel perhitungan 5 (lima) data perusahaan yang mengalami
underpricing dari 76 sampel yang digunakan pada tahun 2010 sampai 2014:
Tabel 1.2
Data Underpricing, Total Aktiva, Kapitalisasi Pasar dan ROA
pada 5 (lima) Perusahaan yang underpricing tahun 2010-2014
No.
Perusahaan
Harga
IPO
Closing
Price
Jumlah
saham yang
ditawarkan
1.
Minna Padi
Investama
Tbk
Bekasi Fajar
Industrial
Estate Tbk
Wismilak Inti
Makmur Tbk
Waskita
Karya
(Persero) Tbk
Saraswati
Griya Lestari
Tbk
395
550
300.000.000
170
285
650
2.
3.
4.
5.
Total
Asset
(juta)
Kapitalisasi
Pasar
(Rp)
ROA
256,373
1,404,000,000
4.86 %
1.765.000.000
1.643,945
6,366,000,000
7.27 %
800
629.962.000
1.207,751
1,596,000,000
6.40 %
380
445
3.082.315.000
8.366,244
4,335,000,000
3.04 %
185
200
550.000.000
607,000,000,000
-1,89%
733,883
Sumber:www. idx.co.id dan www.yahoofinance.com
5
Pada Tabel 1.2 dapat dilihat kondisi underpricing yang terjadi pada 5
(lima) perusahaan yang underpriced pada tahun 2010-2014 dimana harga IPO
yang ditawarkan pada hari I di pasar perdana lebih rendah dari harga penutupan
(closing price) saham pada saat hari I diperdagangkan di pasar sekunder. Investor
yang membeli saham pada IPO selalu menginginkan harga sahamnya mengalami
peningkatan di pasar sekunder terutama pada hari pertama agar investor
memperoleh pengembalian saham. Tingkat pengembalian saham pada hari
pertama dikenal dengan tingkat pengembalian awal (initial return). Namun karena
kondisi underpricing yang terjadi pada pasar modal di Indonesia, seperti terlihat
pada Tabel 1.2, sudah tentu dapat merugikan perusahaan yang go public, karena
dana yang diperoleh dari publik tidak maksimal akibatnya investor dapat merugi
karena tidak menerima initial return.
Initial Return adalah return yang diperoleh dari aktiva di penawaran
perdana mulai dari saat dibeli di pasar primer sampai pertama kali didaftarkan di
pasar sekunder. Pembelian aktiva, misalnya saham di pasar primer belum dapat
dijual sampai aktiva tersebut terdaftar di pasar sekunder, seetelah masuk di pasar
sekunder, saham tersebut mulai diperdagangkan dalam bentuk jual beli
(Jogiyanto, 2000:33).
Terjadinya kondisi ini pada umunya disebabkan oleh berbagai faktor baik
melalui rasio keuangan (ROA, DER,ROE) ataupun non-keuangan (harga saham,
jumlah saham, total aktiva yang dimiliki dan kapitalisasi pasar, dan lain-lain)
seperti pada Tabel 1.1.
6
Fenomena underpricing terjadi karena adanya beberapa faktor, yang
pertama underpricing yang sengaja dilakukan untuk menarik investor di pasar
perdana. Selain itu, untuk memberikan keuntungan kepada underwriter dan faktor
selanjutnya adalah karena adanya informasi asimetri. Informasi Asimetri bisa
terjadi antara emiten dan penjamin emisi maupun antar investor. Untuk
mengurangi adanya informasi asimetri maka dilakukanlah penerbitan prospektus
oleh perusahaan. Prospektus memuat rincian informasi serta fakta material tentang
penawaran umum emiten baik berupa informasi yang sifatnya keuangan maupun
non keuangan (Suyatmin dan Sujadi, 2004).
Penelitian tentang tingkat underpricing merupakan hal yang menarik bagi
peneliti keuangan untuk mengevaluasi secara empiris perilaku investor dalam
pembuatan keputusan investasi di pasar modal. Riset-riset sebelumnya mengenai
tingkat underpricing (initial return) telah banyak dilakukan di bursa saham
Indonesia maupun luar negeri. Dalam penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti
terdahulu tersebut, tingkat underpricing sangat banyak dipengaruhi oleh faktorfaktor dan dari beberapa penelitian tersebut terdapat perbedaan hipotesis pada
beberapa variabel diantaranya, jumlah saham yang ditawarkan, ukuran
perusahaan, kapitalisasi pasar dan profitabilitas perusahaan.
Seperti penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2008) menyatakan,
perusahaan dengan skala usaha yang besar dan tingkat pertumbuhan yang tinggi
diharapkan akan memberikan tingkat keuntungan yang tinggi maka akan
menawarkan saham dengan nilai besar. Demikian pula sebaliknya, perusahaan
kecil yang baru berdiri dengan tingkat pertumbuhan usaha yang relatif kecil maka
7
akan menawarkan saham dengan nilai kecil. Dengan demikan semakin besar
jumlah saham yang ditawarkan (shared offered) kapada masyarakat maka tingkat
ketidakpastiannya akan semakin kecil yang pada akhirnya akan menurunkan
tingkat underpricing saham. Penelitian ini juga dilakukan yang dilakukan Aini
(2009) dan Suyatmin dan Sujadi (2006) menyatakan variabel OFFER berpengaruh
positif signifikan terhadap tingkat underpricing sedangkan Diananingsih (2002)
menyatakan variabel OFFER berpengaruh negatif terhadap tingkat underpricing.
Faktor ukuran perusahaan (issue of size) juga berperan dalam memberikan
keyakinan untuk investor maupun underwriter dalam menilai harga saham
sehingga tingkat underpricing dapat diperkecil. Hal ini juga diteliti oleh
Sjahruddin dan Fahtoni (2012), Ghozali dan Mansyur (2002), menemukan bahwa
ukuran perusahaan tidak terbukti secara signifikan mempengaruhi underpricing
dengan arah negatif. Sedangkan penelitian oleh Kusumawati dan Sudento (2005)
serta Yolana dan Martani (2005) menemukan bahwa ukuran perusahaan
berpengaruh signifikan negatif terhadap underpricing.
Faktor Kapitalisasi Pasar (Market Capitalization) juga menjadi salah satu
faktor yang mempengaruhi seperti penelitian yang dilakukan oleh Bansal dan
Khana (2012) yang menyatakan bahwa kapitalisasi pasar berpengaruh secara
positif dan signifikan terhadap tingkat underpricing.
Faktor
profitabilitas
(ROA)
dianggap
berpengaruh
karena
ROA
menunjukkan tingkat kemampulabaan perusahaan terhadap aset yang dimilikinya
sehingga semakin tinggi nilai ROA maka investor maupun underwriter akan dapat
menilai lebih harga saham perusahaan tersebut yang dapat memperkecil tingkat
8
underpricing. Suyatmin & Sujadi (2006) menyatakan variabel ROA berpengaruh
negatif signifikan terhadap tingkat underpricing. Sedangkan Setianingrum (2005)
menyatakan variabel ROA berpengaruh positif terhadap tingkat underpricing.
Meskipun studi tentang underpricing telah banyak, namun penelitian ini
masih
dianggap
masalah
yang
menarik
untuk
diteliti
karena
adanya
ketidakkonsistenan hasil penelitian. Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis
tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi tingkat underpricing saham khususnya pada perusahaan yang
melakukan penawaran umum perdana (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Periode waktu penelitian yang digunakan adalah tahun 2010-2014. Sesuai dengan
latar belakang yang telah dikemukakan, maka penulis mengambil judul: Analisis
Tingkat Underpricing Saham Pada Saat Penawaran Umum Perdana Di
Bursa Efek Indonesia.
1.2. Rumusan Masalah
Berbagai penelitian terdahulu juga telah dilakukan untuk mengkaji
fenomena underpricing, namun terdapat perbedaan terhadap hasil penelitianpenelitian
tersebut
mengenai
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
tingkat
underpricing saham. Ketidakkonsistenan tersebut menimbulkan permasalahan.
Untuk menjawab faktor-faktor apakah yang mempengaruhi tingkat underpricing¸
maka diajukan rumusan masalah untuk penelitian ini:
1. Apakah jumlah saham yang ditawarkan (shared offered), ukuran perusahaan
(issue of size), Kapitalisasi Pasar (Market Capitalization) dan Profitabilitas
9
Perusahaan berpengaruh secara simultan terhadap tingkat Underpricing saham
pada saat Penawaran Umum Perdana (Initial Public Offering)?
2. Apakah jumlah saham yang ditawarkan (shared offered), ukuran perusahaan
(issue of size), Kapitalisasi Pasar (Market Capitalization) dan Profitabilitas
Perusahaan berpengaruh secara parsial terhadap tingkat Underpricing saham
pada saat Penawaran Umum Perdana (Initial Public Offering)?
1.3. Tujuan Penelitian
Sehubungan dengan masalah tersebut, penelitian ini bertujuan untuk:
1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh dari jumlah saham yang
ditawarkan (shared offered), ukuran perusahaan (issue of size), Kapitalisasi
Pasar (Market Capitalization) dan Profitabilitas Perusahaan berpengaruh
secara simultan terhadap tingkat Underpricing saham pada saat Penawaran
Umum Perdana (Initial Public Offering).
2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh dari jumlah saham yang
ditawarkan (shared offered), ukuran perusahaan (issue of size), Kapitalisasi
Pasar (Market Capitalization) dan Profitabilitas Perusahaan berpengaruh
secara parsial terhadap tingkat Underpricing saham pada saat Penawaran
Umum Perdana (Initial Public Offering).
1.4.Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi para:
1. Kalangan Akademis
Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah referensi
yang memberikan informasi untuk menambah pengetahuan dan dijadikan
10
acuan untuk mengadakan penelitian serupa di masa yang akan datang,
khususnya mengenai tingkat underpricing pada penawaran saham perdana
perusahaan di Bursa Efek Indonesia ( BEI ).
2. Investor
Bagi investor maupun calon investor penelitian ini diharapkan sebagai sumber
informasi dalam menentukan strategi investasi di pasar modal serta untuk
pengambilan keputusan investasi.
3. Perusahaan
Bagi perusahaan (emiten) diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi underpricing
saham, yang mendukung demi keberhasilan dalam melakukan IPO.
11
Download