BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Saat ini radiografi sefalometri merupakan salah satu alat yang penting di bidang ortodonti untuk klinisi dan penelitian.1 Para klinisi menggunakan radiografi sefalometri tidak hanya untuk memprediksi pertumbuhan kraniofasial, akan tetapi untuk diagnosis, rencana perawatan, dan mengevaluasi kasus-kasus ortodontik yang meliputi skeletal dan dental.2-5 Selain itu, radiografi sefalometri dapat membantu dalam mengevaluasi keefektifan prosedur perawatan ortodontik dan perubahan pertumbuhan dentofasial setelah perawatan.6,7 Tweed mengembangkan suatu analisis untuk membantu dalam perencanaan perawatan, preparasi penjangkaran, dan menentukan prognosis dari suatu kasus ortodontik. Tweed menggunakan tiga garis atau bidang yang membentuk segitiga diagnostik yaitu bidang Frankfurt Horizontal, bidang mandibula, dan garis yang ditarik sepanjang gigi insisivus bawah. Sudut-sudut yang dibentuk antara lain Frankfurt mandibular incisor angle (FMIA), Frankfurt mandibular angle (FMA), dan Incisal mandibular plane angle (IMPA).8 Tweed mengemukakan nilai normal FMA, FMIA, dan IMPA berturut-turut adalah 25°, 65°, dan 90°.9 Pada penelitian yang dilakukan oleh Bhattarai dan Shrestha pada etnis Nepal, diperoleh bahwa nilai rata-rata FMA, FMIA, dan IMPA berturut-turut adalah 28°, 56°, dan 96°. Pada etnis Nepal tidak ada perbedaan yang signifikan antara pria dan wanita.8 Penelitian yang sama juga pernah dilakukan oleh Hashim dan AlBalkhi pada etnis Saudi. Pada penelitian tersebut diperoleh bahwa nilai FMA, FMIA, dan IMPA berturut-turut adalah 35,4°, 51,5°, dan 93,1°. Hasil penelitian yang dilakukan kemudian dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Iwasawa dkk., pada studi di Jepang tahun 1977. Mereka menemukan bahwa nilai FMA lebih tinggi pada etnis Saudi dimana ini menunjukkan bahwa orang Saudi memiliki mandibula yang lebih vertikal dan retrusi. Sedangkan nilai FMIA dan IMPA lebih tinggi pada etnis Jepang. Perbedaan ini menunjukkan bahwa setiap etnis mempunyai nilai normalnya sendiri. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai analisis sefalometri pada setiap etnik yang ada agar dapat diperoleh nilai normal pada masing-masing etnik sehingga diagnosis dan perencanaan perawatan akan lebih baik.10 Penelitian mengenai gambaran morfologi wajah pada ras Deutro Melayu pernah dilakukan oleh Jessalyn dengan menggunakan segitiga Tweed. Pada penelitian ini didapatkan bahwa rata-rata sudut FMA, FMIA, dan IMPA berturut-turut adalah 28,09°, 56,29°, dan 95,62° Nilai FMA dan IMPA pada ras Deutro Melayu lebih tinggi daripada ras Kaukasoid sedangkan nilai FMIA lebih rendah daripada ras Kaukasoid. Hal ini disebabkan karena inklinasi insisivus bawah ras Deutro Melayu cenderung lebih proklinasi daripada ras Kaukasoid. Namun demikian, tidak ada perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan.11 Penduduk Indonesia terdiri dari kelompok Melayu Tua (Proto Melayu) dan Melayu Muda (Deutro Melayu). Bangsa Melayu tua/ Proto Melayu merupakan ras mongoloid yang memiliki ciri-ciri antara lain kulit sawo matang, rambut lurus, badan tinggi ramping, bentuk mulut dan hidung sedang.12 Bangsa ini menyebar di Sulawesi Selatan (suku Toraja), Lombok (suku Sasak), Kalimantan Tengah (suku Dayak), Sumatera Barat (suku Nias), Sumatera Utara (suku Batak), dan Sumatra Selatan (suku Kubu).12,13 Suku Batak merupakan salah satu suku yang banyak dijumpai di wilayah Sumatera Utara. Oleh karena penelitian ini belum pernah dilakukan pada suku Batak, maka penulis tertarik melakukan penelitian ini. 1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Berapakah rerata nilai FMA, FMIA, dan IMPA pada mahasiswa FKG USU suku Batak? 1.2.2 Berapakah rerata nilai FMA, FMIA, dan IMPA pada mahasiswa FKG USU suku Batak laki-laki dan perempuan? 1.2.3 Apakah ada perbedaan rerata nilai FMA, FMIA, dan IMPA pada mahasiswa FKG USU suku Batak antara laki-laki dan perempuan? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Untuk mengetahui rerata nilai FMA, FMIA, dan IMPA pada mahasiswa FKG USU suku Batak. 1.3.2 Untuk mengetahui rerata nilai FMA, FMIA, dan IMPA pada mahasiswa FKG USU suku Batak pada laki-laki dan perempuan. 1.3.3 Untuk mengetahui perbedaan rerata nilai FMA, FMIA, dan IMPA pada mahasiswa FKG USU suku Batak antara laki-laki dan perempuan. 1.4 Manfaat penelitian 1.4.1 Untuk membantu dalam diagnosis dan penentuan rencana perawatan khususnya pada suku Batak. 1.4.2 Sebagai sumbangan ilmiah bagi praktisi ortodonti.