BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Penyakit kronik merupakan suatu kondisi dimana terjadi keterbatasan pada kemampuan fisik, psikologis, sosial dan spiritual dalam melakukan aktivitas fungsional yang terjadi dalam jangka waktu lama, yang memerlukan pendekatan serta pengobatan khusus (Schloman, et al dalam Potts, 2007). Salah satu dari penyakit kronis yang menyita banyak perhatian adalah Diabetes melitus (Depkes RI, 2012). Diabetes melitus merupakan kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (American Diabetes Association, 2013; Perkeni, 2006). Hiperglikemia kronik pada penderita diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi, atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama pada organ mata, ginjal, saraf jantung dan pembuluh darah (Sudoyo et al, 2006). Diabetes melitus (DM) dibedakan menjadi diabetes melitus tipe 1 (DMT1) yang disebabkan kurangnya insulin secara absolut akibat proses autoimun dan diabetes melitus tipe 2 (DMT2) yang disebabkan oleh kelainan dalam resistensi insulin, 90-95% kasus DM merupakan DMT2 (Smeltzer & Bare 2008). Penyakit DM ditandai dengan gejala khas berupa 3P, yaitu poliuria (banyak berkemih), polidipsia (banyak minum), polifagia (banyak makan). Selain naiknya kadar gula darah, meningkatnya frekuensi berkemih disebabkan glukosa yang diekskresikan mengikat banyak air, akibatnya adalah timbul rasa haus, 1 2 kehilangan energi, berat badan yang turun serta rasa letih (Tjay & Rahardja, 2007). Menurut International Diabetes Foundation (IDF) pada tahun 2012 penderita DM di seluruh dunia mencapai 371 juta jiwa, 90% diantaranya merupakan kasus DMT2, angka dan kematian penderita DMT2 mencapai 4,6 juta jiwa. Apabila fenomena tersebut terus terjadi, diperkirakan penderita DMT2 di dunia pada tahun 2030 dapat mencapai 497 juta jiwa (IDF, 2013). Global status report on NCD World Health Organization (WHO) tahun 2010 melaporkan bahwa 60% penyebab kematian semua umur di dunia adalah karena penyakit tidak menular. DMT2 menduduki peringkat ke-6 sebagai penyebab kematian. Pada Tahun 2030 diperkirakan DMT2 menempati urutan ke-7 penyebab kematian dunia, sedangkan untuk di Indonesia diperkirakan pada tahun 2030 memiliki penyandang DMT2 (diabetisi) sebanyak 21,3 juta jiwa (Depkes RI, 2012). Selain di tingkat dunia dan Indonesia prevalensi DMT2 juga mengalami peningkatan di Provinsi Bali. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Bali tercatat bahwa penderita DMT2 di Denpasar pada tahun 2012 mencapai 1.416 jiwa dan data terakhir pada tahun 2013 tercatat penderita DMT2 mencapai 1941 jiwa (Dinkes Provinsi Bali, 2013). Tujuan utama dari penatalaksanaan diabetes melitus adalah menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah untuk mengurangi risiko terjadinya komplikasi (Sudoyo et al, 2006). Untuk mencegah komplikasi dari DMT2 diperlukan pengontrolan terapeutik, pengobatan yang tepat dan kontrol medis secara teratur (Golien et al dalam Ronquillo et al, 2003). 3 Hal lain yang perlu mendapatkan perhatian khusus terhadap penderita DMT2 adalah pada aspek sosial pada penderita DMT2 yang merupakan kenyataan bahwa DMT2 merupakan penyakit kronis yang mempunyai aspek psikologis, sosial dan prilaku yang besar. Ketika seorang penderita DMT2 harus mengatasi penyakitnya, mereka sebetulnya dihadapkan pada kondisi psikologis diri yang tidak mudah, sehingga dukungan dari lingkungan sosial termasuk keluarga sangat diperlukan dalam melakukan manajemen diri dan penyakitnya. Oleh karena itu, aspek sosial sangat perlu dicermati bagi penderita DMT2, salah satunya dukungan keluarga (Hasanat, 2010). Selain itu WHO menyatakan bahwa dukungan sosial adalah bagian dari faktor interpersonal yang mempengaruhi kepatuhan pasien dalam menjalankan perawatan DM (WHO, 2003). Salah satu sumber dukungan sosial bagi pasien DM adalah keluarga. Moran et al, 1997 dalam Seragih 2011, menyatakan dukungan keluarga berpengaruh penting dalam pelaksanaan pengobatan berbagai jenis penyakit kronis, sedangkan menurut Bosworth (2009) dukungan keluarga sangat berpengaruh terhadap kesehatan mental anggota keluarganya. Dukungan keluarga sebagai sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap pasien yang sakit berupa dukungan informasional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental dan dukungan emosional. Berbagai bentuk kehidupan keluarga menunjukan berbagai kemampuan untuk menyediakan dukungan yang diperlukan selama masa dimana permintaannya besar. Penyakit kronis seperti DMT2 biasanya menuntut pengorbanan ekonomi, sosial, psikologis yang lebih besar dari keluarga (Friedman dkk, 2010). Adam et al, (2006) meneliti 4 tentang hubungan faktor dukungan keluarga terhadap kontrol metabolik menunjukkan bahwa fungsi keluarga dalam manajemen DMT1 berhubungan dengan kontrol metabolik (0,01), dengan p≤0,05. Dengan demikian kesimpulan penelitian ini adalah pentingnya dukungan keluarga terhadap manajemen perawatan DMT1 dan akan berpengaruh terhadap pengontrolan metabolik. Penelitian yang dilakukan oleh Goz et al (2007) menyatakan bahwa pada pasien DM diperlukan pengontrolan terhadap metabolik yang dapat mempengaruhi gaya hidup pasien seperti dalam menggunakan terapi obat, makanan, latihan dan pengukuran gula darah. Hal ini dapat dicapai dengan adanya partipasi atau keterlibatan dari anggota keluarga. Mengingat terapi dan perawatan DM memerlukan waktu yang panjang tentunya bisa menimbulkan kebosanan dan kejenuhan pada pasien DM. Ketaatan pasien DM dalam pengobatan, diet, dan latihan jasmani tentunya akan mengakibatkan keberhasilan dalam mengelola kontrol kadar gula darah dalam batas normal. Di Indonesia, khususnya di Bali tipe keluarga pada umumnya adalah keluarga besar (extended family). Keluarga besar adalah keluarga inti ( suami, istri dan anak kandung atau anak angkat) ditambah dengan keluarga lain yang mempunyai hubungan darah, misalnya kakek, nenek, paman dan bibi ( Allender & Spradley, 2001 dalam Achjar 2010). Hasil studi pendahuluan tanggal 26 Oktober 2013 di Puskesmas II Denpasar Barat didapatkan bahwa, angka kunjungan pasien DMT2 mengalami peningkatan. Pada tahun 2012 angka kunjungan mencapai 578 kali dan pada 2013 angka pasien DMT2 mencapai 624 kali kunjungan. 5 Berdasarkan hasil wawancara terhadap 10 pasien DMT2 didapatkan 6 responden menyatakan penyebab tidak terkontrolnya kadar gula darah adalah sibuk dalam pekerjaan, kurangnya pengaturan diet, kurangnya aktifitas fisik dan tidak adanya dukungan dari orang-orang terdekat meliputi dalam mengontrol gula darah. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil pemeriksaan gula darah sewaktu yang tertulis dalam buku berobat pasien yang telah diwawancara penulis, gula darah responden cenderung tidak stabil. Sedangkan hasil wawancara mengenai dukungan keluarga, 7 dari 10 responden menyatakan bahwa dukungan keluarga yang berperan penting dalam proses manajemen DMT2, baik itu dari pengobatan, aktifitas fisik dan yang paling penting memberikan support secara psikologis dalam pengaturan kadar gula darah namun mereka mengatakan dukungan keluarga yang mereka peroleh tidak optimal dikarenakan kesibukan dari anggota keluarga mereka masing-masing. Hal tersebut dibuktikan dengan pernyataan responden yang menyatakan bahwa jarangnya anggota keluarga untuk menasehati taat untuk melakukan aktivitas fisik dan memeriksakan status kesehatan. Adanya fakta yang diperoleh ini menimbulkan ketertarikan penulis untuk mengetahui lebih lanjut mengenai hubungan antara dukungan keluarga dengan kadar gula darah pasien DM tipe 2 di Puskesmas II Denpasar Barat. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang, dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu: “Adakah hubungan antara Dukungan Keluarga terhadap Kadar Gula Darah pada pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas II Denpasar Barat”. 6 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini dibedakan menjadi tujuan umum dan tujuan khusus, yaitu: 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga terhadap kadar gula darah pada penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas II Denpasar Barat. 1.3.2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi dukungan keluarga pada penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas II Denpasar Barat. b. Mengidentifikasi kadar gula darah penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas II Denpasar Barat. c. Menganalisis hubungan dukungan keluarga dengan kadar gula darah pada penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas II Denpasar Barat 1.4 Manfaat 1.4.1 Manfaat secara Teoritis Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan di bidang keperawatan medikal bedah khususnya dalam pengontrolan kadar gula darah pada penderita DMT2 melalui pendekatan dukungan keluarga. 1.4.2 Manfaat secara Praktik a. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai sumber informasi dalam melaksanakan pemberian pendidikan kesehatan kepada keluarga pasien tentang 7 pentingnya dukungan keluarga dalam mengontrol kadar gula darah pasien Diabetes melitus tipe 2. b. Hasil penelitian ini diharapakan dapat menjadi sumber informasi kepada keluarga pasien Diabetes melitus tipe 2 tentang pentingnya dukungan keluarga untuk pengontrolan kadar gula darah.