model pelatihan ketrampilan usaha terpadu bagi petani penggarap

advertisement
MODEL PELATIHAN KETRAMPILAN USAHA TERPADU BAGI
PETANI PENGGARAP LAHAN PERHUTANI DI DUSUN
KAWEDEGAN, DESA BALONGGEBANG, KECAMATAN GONDANG,
KABUPATEN NGANJUK SEBAGAI UPAYA PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT
Oleh:
Lena Elitan1), Lodovicus Lasdi1), Anastasia Septawulandari Hartono1)
E-mail: [email protected]
1)
Fakultas Bisnis Unika Widya Mandala Surabaya
ABSTRACT
This research is motivated by the living conditions of smallholder forestry land in Dusun
Kawedegan, Desa Balonggebang, Kecamatan Gondang, Kabupaten Nganjuk that besides the
level of education is low, and also they do not have a fixed income. Perhutani land peasant
farming sweet potatoes and crops. Sweet potato is a healthy diet for people with diabetes
mellitus (DM).
The objective of this study is to find out a model of skills training in an integrated effort as
empowering farming communities in developing entrepreneurship skills. The approach used in
the study is an action research. Research model of integrated business skills training for
farmers as community empowerment are implemented through two forms of activity in two
years. In the first year, the researchers conducted a qualitative exploration, and in the second
year it will be proceed by doing experimental design.
This paper focuses on the discussion of exploratory study with exploring and collecting
information about the needs of development, specifically in the context of economic
development in dusun kawedegan which are still dominated by the agricultural sector.
Villagers in Dusun Kawedegan hope that the function and role of microfinance institutions is
a venture capital provider. One of the outputs of this activity is the formation of Microfinance
Institutions (MFIs) to enhance access to finance for smallholder land PERHUTANI.
Smallholder land PERHUTANI seeks funding support to start developing a business
independently. On 1 September 2013, MFIs in the form of a credit union (CU) was established
in Dusun Kawedegan, Desa Balonggebang, Kecamatan Gondang, Kabupaten Nganjuk. Credit
union is one of the methodologies to create effective economic empowerment of the people as
well as to establish trust and mobilize the grassroots base to support rural development
program.
Keywords: Small holder forestry, skills training, community empowerment.
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur
pembangunan perekonomian nasional. Sektor ini merupakan sektor yang tidak mendapatkan
perhatian secara serius dari pemerintah dalam pembangunan bangsa. Mulai dari proteksi,
kredit hingga kebijakan lain tidak satu pun yang menguntungkan bagi sektor ini. Programprogram pembangunan pertanian yang tidak terarah tujuannya bahkan semakin
menjerumuskan sektor ini pada kehancuran. Meski demikian sektor ini merupakan sektor yang
sangat banyak menampung luapan tenaga kerja dan sebagian besar penduduk kita tergantung
padanya.
BPS (2009) membagi kabupaten di Indonesia berdasar kantong-kantong kemiskinan
ke dalam tiga kategori, kelompok satu artinya kabupaten dengan keluarga sangat miskin,
kelompok dua artinya kabupaten dengan keluarga miskin, dan kelompok tiga artinya
kabupaten dengan keluarga miskin. Kabupaten Nganjuk yang merupakan bagian dari Provinsi
Jawa Timur, termasuk kelompok dua. Dusun Kawedegan, Desa Balonggebang, Kecamatan
Gondang, merupakan salah satu kantong kemiskinan di Kabupaten Nganjuk. Desa tersebut
merupakan sebuah dusun kecil di tepi hutan jati. Kondisi tanahnya kurang subur dan banyak
mengandung kapur. Tanah-tanah pertanian sangat mengandalkan hujan. Jika tidak, maka
pengairan untuk pertanian dilakukan dengan membeli air pada pemilik sumur-sumur bor, itu
berarti hal ini hanya bisa dilakukan oleh petani-petani yang mempunyai cukup modal.
Tanaman pertanian yang dikembangkan di sini antara lain padi, ubi jalar, jagung, lombok,
bawang merah, melon dan palawija.
Masyarakat desa tersebut memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Selain karena
biaya, kesadaran akan pentingnya pendidikan juga masih sangat kurang. Sebagian besar
masyarakat adalah buta huruf, bukan hanya para orang tua, generasi mudanya pun masih ada
yang buta huruf. Kalau pun ada yang sekolah, paling tinggi hanya lulus Sekolah Dasar.
Kehidupan perekonomian masyarakat berada di bawah garis kemiskinan dan pada umumnya
bekerja sebagai buruh tani, pencari kayu bakar dan daun jati di hutan. Hanya sebagian kecil
saja yang memiliki lahan pertanian sendiri, dan itu pun hanya sepetak kecil. Sementara
masyarakat yang merantau ke kota, bekerja sebagai buruh pabrik dan pembantu rumah tangga.
Kondisi seperti ini tentu disebabkan karena kemiskinan, rendahnya tingkat pendidikan, dan
tidak adanya keterampilan khusus yang mereka miliki.
Dari berbagai keterbatasan sumberdaya sekitar hutan sebagaimana ungkapkan diatas,
globalisasi dalam berbagai aspek sosial ekonomi pada kenyataannya telah menjadi ancaman
serius bagi usaha pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat petani. Walaupun
disadari pula menjadi peluang jika dapat diwujudkan suatu pembinaan kepada masyarakat
seperti melalui pelatihan keterampilan secara terpadu dari berbagai elemen. Kegiatan pelatihan
keterampilan secara terpadu akan mampu membantu masyarakat dalam menemukan mata
pencaharian dan kemampuan berwirausaha sesuai potensi lingkungan untuk meningkatkan
pendapatan atau kesejahteraan petani.
Penelitian-penelitian terdahulu yang telah melakukan investigasi terkait pelatihan
petani dalam upaya pemberdayaan masyarakat menunjukkan perlunya sebuah model pelatihan
ketrampilan usaha terpadu berbasis kewirausahaan. Penelitian Sukarta (2010) tentang
pengaruh lingkungan, sifat kewirausahaan, dan motivasi wirausaha terhadap pembelajaran
wirausaha serta kinerja usaha. Penelitian ini dilakukan pada usaha peternak ayam ras pedaging
di Kabupaten Tabanan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pembelajaran wirausaha dan
pertumbuhan usaha dipengaruhi secara langsung dan signifikan oleh motivasi usaha,
pembelajaran wirausaha memberikan pengaruh secara langsung kepada kinerja usaha.
Penelitian model pelatihan keterampilan usaha terpadu bagi petani sebagai upaya
pemberdayaan masyarakat dilaksanakan melalui dua bentuk kegiatan dalam dua tahun. Tahun
pertama peneliti melakukan eksplorasi yang bersifat kualitatif, dan tahun kedua melakukan
experimental design. Kegiatan studi eksplorasi meliputi 1) Meneliti dan mengumpulkan
informasi tentang kebutuhan pengembangan, 2) merencanakan prototipe komponen yang akan
dikembangkan termasuk mendefinisikan jenis keterampilan usaha yang akan dikembangkan,
merumuskan tujuan, menentukan urutan kegiatan dan membuat skala pengukuran (instrumen
penelitian), 3) mengembangkan prototipe awal untuk dijadikan model, 4) melakukan validasi
model konseptual kepada para ahli atau praktisi. Kegiatan tahun kedua meliputi 1) melakukan
ujicoba terbatas terhadap model awal, 2) merevisi model awal, berdasarkan hasil ujicoba dan
analisis data, 3) melakukan uji coba secara luas, 4) melakukan revisi akhir atau penghalusan
model, apabila peneliti dan pihak terkait menilai proses dan produk yang dihasilkan model
belum memuaskan. Makalah ini memfokuskan pada hasil tahap satu studi yang sudah
dilakukan.
1.2. Perumusan Masalah
Keterbatasan kemampuan yang dialami masyarakat sekitar hutan adalah akibat
sebelumnya kurang diberdayakan dalam pengelolaan hutan bersama masyarakat (PHBM),
sehingga menjadi penyebab kemiskinan bagi petani di desa hutan. Ketidakmampuan
masyarakat pedesaan yang identik dengan kemiskinan selalu relevan dengan tingkat
pendidikan, kesehatan, dan gizi sehingga menyebabkan rendahnya produktivitas kerja.
Keluarga petani di Dusun Kawedegan, Desa Balonggebang, Kecamatan Gondang,
Kabupaten Nganjuk termasuk dalam kategori keluarga pra sejahtera. Keadaan ini membuat
mereka tidak mempunyai modal untuk membuka usaha atau untuk mengembangkan usahausaha pertanian lainnya. Lahan yang dimiliki sendiri pun terpaksa dikerjakan dengan cara
sesederhana mungkin. Misalnya karena keterbatasan air, tanaman yang seharusnya disiram 2
kali sehari, hanya mampu disiram 2 hari sekali atau hanya dengan mengandalkan air hujan
saja. Pupuk yang dibeli untuk tanaman juga yang paling murah atau kualitas rendah, bahkan
seringkali tidak dipupuk sama sekali. Keluarga yang tidak memiliki lahan, bekerja sebagai
buruh tani hanya berdasarkan panggilan para pemilik lahan dan biasanya mencari tambahan
penghasilan dengan mencari kayu bakar, daun jati, kepompong ulat jati, belalang, bekicot di
hutan. Semuanya itu hanya bersifat musiman. Tidak jarang para buruh tani tersebut harus
menganggur.
Secara umum masalah yang ingin dikaji dalam penelitian ini adalah “Bagaimana
model pelatihan keterampilan usaha terpadu bagi petani penggarap lahan Perhutani sebagai
upaya alih komoditas di Dusun Kawedegan, Desa Balonggebang, Kecamatan Gondang,
Kabupaten Nganjuk?” Berangkat dari permasalahan tersebut, kemudian dirinci dalam
beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut : Bagaimana kondisi masyarakat petani dan
lingkungan pertanian Dusun Kawedegan, Desa Balonggebang, Kecamatan Gondang,
Kabupaten Nganjuk yang dijadikan sebagai sasaran pelatihan keterampilan usaha terpadu
dengan jenis ubi, palawija, mengolahnya dan wirausaha?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menemukan model pelatihan
keterampilan usaha terpadu yang efektif dalam memecahkan persoalan yang dihadapi
masyarakat agraris pasca diberlakukannya larangan menggarap lahan perhutani dengan
komoditas tertentu. Tujuan penelitian tersebut dapat diperinci untuk: Memperoleh data tentang
kondisi masyarakat petani dan lingkungan pertanian Dusun Kawedegan, Desa Balonggebang,
Kecamatan Gondang, Kabupaten Nganjuk yang akan dijadikan sebagai sasaran pelatihan
keterampilan usaha terpadu dengan jenis tanaman ubi, palawija, mengolahnya dan wirausaha.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. State of the Art Penelitian
Penelitian-penelitian yang telah dilakukan tentang pelatihan usaha dan
kewirausahaan yang telah dilakukan semakin menguatkan bukti bahwa peran ketrampilan
usaha dan wirausaha dapat memberdayakan masyarakat desa khususnya petani. Penelitian
Sukatra (2010) tentang pengaruh lingkungan, sifat kewirausahaan, dan motivasi wirausaha
terhadap pembelajaran wirausaha serta kinerja usaha. Penelitian ini dilakukan pada usaha
peternak ayam ras pedaging di Kabupaten Tabanan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
melihat signifikansi pengaruh baik langsung maupun tidak langsung dari masing-masing
variabel eksogen terhadap variabel endogen, dalam hal ini variabel pembelajaran wirausaha
dan pertumbuhan usaha. Responden dari penelitian ini adalah pemilik atau pengelola langsung
dari usaha dengan jumlah sampel sebanyak 130 unit usaha yang diambil dengan menggunakan
metode Stratified Random Sampling. Data dianalisis dengan menggunakan Path analysis
(Analisis Jalur).
Sukatra (2010) mengemukakan bahwa lingkungan jauh tidak memberikan dukungan
yang positif bagi pertumbuhan usaha, sedangkan lingkungan industri dan internal cukup baik.
Lingkungan usaha tidak berpengaruh secara langsung terhadap pembelajaran wirausaha.
Lingkungan usaha memiliki pengaruh langsung yang signifikan terhadap motivasi usaha,
Lingkungan usaha tidak berpengaruh terhadap pembentukan sifat kewirausahaan, sifat
kewirausahaan mempengaruhi pembelajaran wirausaha dan motivasi usaha secara langsung,
namun terhadap pertumbuhan usaha pengaruhnya tidak secara langusng. Pembelajaran
wirausaha dan pertumbuhan usaha dipengaruhi secara langsung dan signifikan oleh motivasi
usaha, pembelajaran wirausaha memberikan pengaruh secara langsung kepada kinerja usaha.
Penelitian Udayani (2010) tentang hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan
keberhasilan usaha agribisnis (kasus pada usaha peternakan ayam ras pedaging di Bali).
Penelitian ini membahas mengenai bagaimana kadar jiwa kewirausaaan peternak ayam ras
pedaging di Bali, bagaimana hubungan antara jiwa kewirausahaan, kemampuan penerapan
usaha agribisnis, dan karakteristik peternak, dengan keberhasilan usaha agribisnis ayam ras
pedaging, serta bagaimana pengaruh jiwa kewirausahaan, kemampuan penerapan usaha
agribisnis, karakteristik peternak, dengan keberhasilan usaha agribisnis ayam ras pedaging,
serta menganalisis pangaruh jiwa kewirausahaan, kemampuan penerapan usaha agribisnis, dan
karakteristik peternak, terhadap keberhasilan usaha agribisnis ayam ras pedaging.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara jiwa
kewirausahaan dengan kemampuan penerapan usaha agribisnis. Terdapat hubungan yang kuat
antara jiwa kewirausahaan dengan karakteristik peternak dan hubungan antara kemampuan
penerapan usaha agribisnis dengan karakteristik peternak, jiwa kewirausahaan dengan
keberhasilan usaha agribisnis. Di samping itu, diberikan juga bukti bahwa terdapat hubungan
antara kemampuan penerapan usaha agribisnis dengan keberhasilan usaha agribisnis.
Saputro (2009) meneliti tentang karakteristik wirausaha peternak kambing perah di
kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-Mei 2009 pada
peternakan kambing perah di Kabupaten Bogor. Responden penelitian sebanyak tujuh
responden yang merupakan peternak kambing perah di Kabupaten Bogor. Penentuan
responden secara judgement sampling dan snowball sampling. Karakteristik wirausaha yang
diteliti adalah kepercayaan diri, berorientasi tugas dan hasil, keberanian terhadap risiko,
kepemimpinan, keorisinilan, dan berorientasi masa depan. Metode pengumpulan data
menggunakan teknik observasi, wawancara, dan pengisian kuesioner. Metode pengolahan data
menggunakan analisis deskriptif dan statistika deskriptif. Hasil ini menunjukkan bahwa
Karakteristik wirausaha yang menonjol pada peternak tamatan SMA adalah orientasi masa
depan sedangkan pada peternak tamatan pendidikan tinggi adalah keberanian terhadap risiko.
Karakteristik wirausaha yang paling menonjol pada peternak pemula adalah berorientasi tugas
dan hasil, sementara pada peternak sedang adalah kepemimpinan Karakteristik wirausaha yang
paling menonjol pada peternak usia dewasa awal adalah keberanian terhadap risiko. Sementara
karakteristik wirausaha yang paling menonjol pada peternak usia dewasa madya adalah
kepercayaan diri, dan peternak usia dewasa akhir adalah kepemimpinan.
Sudirman (2005) mneliti tentang pelatihan usaha terpadu bagi petani PERHUTANI.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa model pelatihan keterampilan usaha terpadu bagi
masyarakat petani hortikultura penggarap lahan Perhutani di Kabupaten Bandung, telah
mampu memberikan solusi kepada masyarakat untuk menemukan kembali mata
pencahariannya. Masyarakat petani yang semula hanya bertanam jenis sayuran, kini mampu
berkembang dan beralih ke jenis komoditas lain seperti; bertani pisang, beternak sapi, beternak
kelinci, dan berjual beli.
Anwar (2004), melalui penelitian Pengembangan Model Pembelajaran Keterampilan
Berbasis Sosial Budaya Bagi Perempuan Nelayan, memberikan bukti bahwa dalam kegiatan
pembelajaran dan pelatihan diawali dengan prosespenyadaran. Kalau sebelumnya masyarakat
selalu tertutup, ternyata setelah ikut pelatihan masyarakat menjadi terbuka dan mau menerima
ide-ide baru yang dikembangkan. Dalam model pembelajarannya perempuan nelayan
diberikan beberapa macam pelatihan keterampilan, hasilnya masyarakat mampu menerapkan
keterampilan menjadi mata pencaharian. Masyarakat menjadi terampil memanfaatkan potensi
lingkungan untuk dikembangkan dan dijadikan sebagai tambahan penghasilan keluarga.
3. METODE PENELITIAN
3.1. Metode Pelaksanaan
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan Kaji Tindak. Kajian
penelitian yang digunakan dalam penelitan ini bersifat deskriptif analitik. Melalui penelitian
yang bersifat deskriptif secara garis besar memiliki dua tujuan; Pertama, untuk mengetahui
potensi dan pengembangan sumberdaya yang ada, atau frekuensi terjadinya aspek fenomena
sosial tertentu. Kedua, untuk mendeskripsikan secara terperinci tentang fenomena sosial
tertentu. Hipotesis dalam penelitian ini tanpa menggunakan rumusan yang begitu ketat,
walaupun adakalanya menggunakan hipotesis, namun bukan untuk diuji dengan statistik
secara mendalam (Singarimbun dan Efendi, 1987:4). Sedangkan secara analitik, analisisnya
menggunakan metode yang bertujuan untuk menguji hasil secara statistik, dan hasilnya
berfungsi untuk memperkuat jawaban secara deskriptif sesuai permasalahan yang diajukan
dalam penelitian. Secara umum kajian penelitian ini bertujuan untuk melihat hasil dari
pelatihan yang telah dilaksanakan, yaitu untuk mengetahui perbedaan antara peserta pelatihan
sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan keterampilan.
3.2 Prosedur Penelitian
Penelitian model pelatihan keterampilan usaha terpadu bagi petani sebagai upaya
pemberdayaan masyarakat dilaksanakan melalui dua bentuk kegiatan dalam dua tahun. Tahun
pertama peneliti melakukan eksplorasi yang bersifat kualitatif, dan tahun kedua melakukan
experimental design. Kegiatan studi eksplorasi dilakukan dengan meneliti dan mengumpulkan
informasi tentang kebutuhan pengembangan. Studi eksplorasi di tahun pertama penelitian
terdiri dari empat tahap dan diringkas dalam 2 tahapan utama yaitu studi pendahuluan dan
Penyusunan Model Konseptual. Makalah ini menekankan pada hasil studi eksploratori
pendahuluan dan tindakan awal hasil eksploratori. Sebagai bentuk penelitian yang
menggunakan desain deskriptif analitik, penulis melakukan ekplorasi dengan mengumpulkan
data deskriptif sebanyak mungkin dan menuangkannya dalam bentuk laporan dan uraian.
Sedang kegiatan analitik dilakukan sepanjang proses penelitian. Seiring dengan kegiatan
ekplorasi juga dilakukan kajian kepustakaan sesuai dengan topik yang akan diteliti seperti : (1)
mengkaji dan menetapkan teori utama yang digunakan sebagai dasar kajian seperti teori
pelatihan keterampilan usaha terpadu dan teori kewirausahaan, (2) mengkaji dan menetapkan
konsep dari teori-teori pokok sebagai dasar pembuatan model seperti; teori-teori pelatihan,
teori pembelajaran dan teori pemberdayaan.
Pada kegiatan ekplorasi dalam studi pendahuluan dibagi menjadi tiga tahapan :
1) Persiapan; pada tahap ini peneliti mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan
untuk mengadakan studi pendahuluan seperti pengurusan surat izin kelapangan, dan
berbagai instrumen yang diperlukan dalam kegiatan penelitian. Dalam tahap persiapan
juga dilakukan pengembangan instrumen identifikasi seperti ; (a) pedoman wawancara
dan daftar isian untuk petani, daftar isian diberikan untuk memperoleh data dan
informasi yang berkenaan dengan identitas diri, karakteristik petani seperti ; minat,
bakat, keterampilan, masalah serta kebutuhan belajar calon sasaran program, (b)
pedoman wawancara untuk instansi/dinas terkait dan calon tutor.
2) Survey pendalaman; dalam kegiatan ini, peneliti melakukan pengamatan dan
pencatatan kondisi obyek penelitian, mengidentifikasi masalah, melakukan survey
kebutuhan pelatihan dan konfirmasi hasil survey dengan Kepala desa di Dusun
Kawedegan, Desa Balonggebang, Kecamatan Gondang, Kabupaten Nganjuk. Tujuan
survey pendalaman adalah untuk mengumpulkan dan memeriksa data yang tepat, dan
sesubjektif mungkin mengenai kondisi objek penelitian dan dilakukan secara
sistematik. Dari data-data yang terkumpul kemudian dianalisis dan ditafsirkan untuk
memeperbaiki kondisi yang telah ada. Setelah hasil survey mengenai gambaran umum
kondisi masyarakat petani penggarap di Dusun Kawedegan, Desa Balonggebang,
Kecamatan Gondang, Kabupaten Nganjuk diperoleh, peneliti selanjutnya melakukan
interview dangan bantuan interview guide terhadap beberapa pejabat dan instansi
terkait sehubungan dengan kegiatan penelitian yang dilakukan. Tujuan interview untuk
mengetahui rencana tindakan atau program yang akan dikembangkan di di Dusun
Kawedegan, Desa Balonggebang, Kecamatan Gondang, Kabupaten Nganjuk
khususnya terhadap masyarakat petani penggarap lahan Perhutani. Dari hasil survey
pendalaman yang dilakukan peneliti, hasilnya dapat menjawab perumusan
permasalahan (khusus) yaitu: (a) bagaimana kondisi objektif yang tengah dialami
masyarakat petani penggarap lahan Perhutani di Dusun Kawedegan, Desa
Balonggebang, Kecamatan Gondang, Kabupaten Nganjuk, (b) bagaimana sistem
pembinaan atau pelatihan yang pernah ada, dan (c) apakah pelatihan keterampilan
usaha terpadu diperlukan oleh masyarakat di Dusun Kawedegan, Desa Balonggebang,
Kecamatan Gondang, Kabupaten Nganjuk.
3) Analisis kebutuhan; dilakuan untuk menemukan kebutuhan pelatihan yang sesuai bagi
masyarakat petani hortikultura di desa Suntenjaya yang bersifat praktis dan aplikatif.
Kegiatan analisis kebutuhan dilakukan sebelum menentukan jenis pelatihan, yaitu
dengan membahas hasil kegiatan wawancara dengan calon peserta pelatihan, dan
diperkuat dari masukan hasil wawancara dengan kepala desa, tokoh masyarakat
setempat, dan pihak Perhutani Jawa Timur. Pada tahap analisis kebutuhan yang diteliti
meliputi; (a) analisis kemampuan yang telah dimiliki petani saat ini, (b) analisis
masalah dan kebutuhan yang diharapkan dalam pelatihan, dan (c) analisis potensi
sumberdaya yang dapat dikembangkan. Dari hasil analisis atau pengkajian tersebut
peneliti akan dapat menentukan jenis pelatihan yang dibutuhkan dalam
mengembangkan kemampuan berusaha.
4. TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Profil Partisipan
Sembilan belas orang telah berpartisipasi dalam Focus Group Discussion, Bidang
Usaha: ternak (sapi, kambing, itik, mentog), makanan dan minuman, Petani Toga, Petani
Brambang, eceran dan pedagang keliling. Petani tidak memiliki akses pasaryang baik.
Tabel 4.1.
Cakupan Pemasaran
Strategi Pemasaran
a. Melakukan riset kecil-kecilan
b. Membuat rencana pemasaran
c. Pengembangan produk untuk menarik pelanggan yang belum digarap
d. Membuat harga kompetitif
e. Meminta pendapat pelanggan ata produk tersebut
f. Mengundang orang untuk datang ke tempat usaha
g. Membuat produk yang unik
h. Membuat pesan dan materi pemasaran
i. Lain-lain
4.2 Hasil Sharing Umum Pengalaman Pelaku UMKM
Tidak jarang pelaku UMKM mengalami kerugian usaha. Untuk produk pertanian
harga yang diberikan oleh tengkulak sangat rendah, terbelit hutang di KUD sehingga
keuntungan yang diharapkan tidak diperoleh. Untuk usaha yang lain sulitnya memasarkan
produk karena tidak mengetahui akses pasar.. Ketakutan kegagalam selalu menghatui pelaku
usaha. Resistensi zona nyaman antara bruh tani juga menghambat peluang bertumbuhnya
usaha pemberdayaan masyaeakat di dusun kawedegan.
4.3. Permasalahan dan Hambatan Berwirausaha
Peran pemerintah daerah agar UMKM dapat lebih berkembang berbagai bidang
nampaknya belum menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan, program-program yang
dibuat kurang menyentuh sasaran bagi pelaku usahanya, selain itu kebijakan yang dibuat juga
banyak yang tidak dilanjuti dalam tindakan yang nyata, sehingga terkesan hanya bisa membuat
tetapi sulit dalam implentasinya. Selain itu, fenomena kurang berkembangnya wirausaha di
kawedegan pada umumnya juga tidak terlepas dari permasalahan yang berasal dari faktor
internal perusahaan maupun eksternal lingkungan usaha, sehingga akibatnya pembenahan
menjadi semakin kompleks dan menuntut kita semua untuk mengelola kompleksitas tersebut
secara bersama-sama.
Masalahnya kemudian, bagaimana agar kita dapat mendorong supaya pelaku usaha
dan calon wirausaha UMKM tidak kehilangan arah, memiliki motivasi dan keuletan yang
tinggi. Mengingat pembinaan dan pengembangan UMKM merupakan salah satu kegiatan di
bidang ekonomi yang memiliki arti strategis dalam rangka untuk memberdayakan masyarakat
dusun kawedegan tanpa menghilangkan kearifan dan potensi local. Hal ini dapat memberikan
sumbangan yang cukup berarti dalam penciptaan lapangan usaha, perluasan kesempatan kerja
serta penyerapan tenaga kerja dan peningkatan pendapatan yang pada akhirnya dapat
memberikan kesejahtraan masyarakat.
Untuk dapat merealisasikan tujuan tersebut memang tidak mudah, diperlukan
pembinaan dan pengembangan UMKM secara terus menerus dan berkesinambungan dengan
kebijakan yang dinamis serta sesuai kondisi serta aspirasi pelaku usahanya. Hal ini
dikarenakan bukan menjadi rahasia bahwa para pelaku usaha di daerah, utamanya kelompok
UMKM tidak mempunyai suara, dan jarang yang dapat memperjuangkan kepentingannya
secara profesional.
Permasalahan dan hambatan wirausaha dan penggalian potensi usaha dusun
Kawedegan yang dilakukan dengan membentuk Focus Group ditabulasikan dalam Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Permasalan dan Hambatan UKMK
1
2
3
4
5
6
7
8
4.4.
Permasalahan dan Hambatan
Lemahnya Jaringan Usaha dan Kemampuan Penetrasi Pasar Usaha kecil
Terbatasnya Sarana dan Prasarana Usaha Kurangnya informasi yang berhubungan dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
Sebagian besar produk industri kecil memiliki ciri atau karakteristik sebagai pertanian,
peternakan, dan makanan minuman dengan jangka ketahanan yang relatif pendek
Terbatasnya Akses Pasar Terbatasnya akses pasar akan menyebabkan produk yang dihasilkan
tidak dapat dipasarkan secara kompetitif namun terikat pada tengkulak (untuk produk
pertanian)
Terbatasnya Akses Informasi Selain akses pembiayaan, UKM juga menemui kesulitan dalam
hal akses terhadap informasi.
Kekurangan modal mengakibatkan UKM tidak bisa bertahan hidup
Terbatasnya ketersediaan bahan baku (pupuk dengan harga mahal)
Terbatasnya pengetahuan mendapatkan tambahan modal.
Peluang Usaha dan Wirausaha Petani Dusun Kawedegan Nganjuk
Secara ringkas peluang UMKK di Kawedegan dari hasil diskusi yang dilakukan dengan
membentuk Focus Group ditabulasikan dalam Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Peluang UKMK
1
2
3
4
5
6
7
8
9
4.5.
Peluang UMKM
Penerimaan masyarakat terhadap produk UMKM secara umum
Peluang inovasi
Mendapatkan pelatihan dari lembaga pengembangan UMKM
Peluang usaha terbuka luas melihat potensi usaha dan potensi pasar.
Bantuan kredit bagi UMKM
Membuka peluang untuk diversifikasi usaha dan pengolahan produk pertanian lokal.
Wadah organisasi-organisasi UMKM memberikan peluang sharing pengalaman dan ajang
saling belajar.
Banyak program-program radio atau televisi yang memberikan wawasan dan ide untuk
pengembangan UMKM.
Pembentukan koperasi dan pembinaan wirausaha secara berkesinambungan
Analisis SWOT Wirausaha di Kawedegan
Salah satu hal yang membuat suatu bisnis Usaha kecil maju dan menuai hasil yang
baik adalah pada perencanaan usaha yang matang. Salah satu kiat sukses bisnis berada pada
perencanaan usaha yang didasarkan pada analisa terhadap beberapa faktor yang akan
berpengaruh pada kelangsungan usaha bisnis yang dijalani. Analisa bisnis ini memegang
peranan yang cukup penting bagi usaha kecil. Biasanya analisis terhadap faktor-faktor
tersebut diabaikan oleh pelaku usaha kecil. Bisa dimaklumi bisnis usaha kecil biasanya
dijalankan menurut “naluri”, meski banyak yang sukses berbisnis dengan cara tersebut namun
alangkah baiknya jika dilandasi oleh analisa dan perencanaan yang matang, evaluasi
perkembangan bisnis, perbaikan, inovasi, analisa persaingan usaha dan lain-lain.
Dalam kelangsungan usaha bisnis, ada dua hal yang dapat mempengaruhi
keberhasilan usaha. Pertama faktor internal dan kedua faktor eksternal. Analisa SWOT
dipergunakan untuk mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang penting dalam
mencapai tujuan. Faktor internal; kekuatan dan kelemahan internal organisasi bisnis. Faktor
eksternal; ancaman dan peluang yang ada pada lingkungan eksternal organisasi bisnis.
Dengan mengetahui kelemahan-kelemahan yang dimiliki perusahaan, segera
melakukan antisipasi agar kelemahan tersebut tidak menimbulkan kegagalan suatu usaha.
Setelah dianalisa kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh bisnis, sedapat mungkin segera
mengambil langkah-langkah untuk menanggulangi kelemahan tersebut. Contoh sederhana,
jika kelemahan adalah pada faktor produksi yang lamban karena alat produksi yang sudah
cukup udzur tentu harus diatasai dengan mengganti alat produksi yang lebih baru. Atau
melakukan modifikasi alat yang lebih efisien dan efektif.
Kekuatan yang dimiliki adalah potensi yang perlu ditonjolkan dan dijadikan modal
mencapai keberhasilan. Misalnya kita memiliki produk yang memiliki kualitas di atas rata-rata
produk sejenis, ini bisa dipergunakan sebagai bahan dalam pendekatan promosi. Peluang
sama halnya dengan Kekuatan merupakan hal positif dari sisi luar yang perlu ditangkap dan
dijadikan landasan untuk menjalankan roda bisnis. Salah satu contoh, misalkan ada peluang
pasar permintaan terhadap suatu produk sangat besar. Ini adalah peluang yang perlu segera
ditangkap untuk dijadikan ladang bisnis.
Banyaknya peluang suatu usaha sudah pasti akan diikuti dengan banyaknya pesaing
yang bergerak dalam bisnis yang sama. Hal ini memunculkan ancaman bagi usaha kita.
Ancaman pesaing semacam ini perlu diantisipasi dengan beberapa langkah. Misalnya dengan
meningkatkan mutu produk, variasi produk atau metode pemasaran yang lebih baik. Sedapat
mungkin meminimalkan kelemahan dan ancaman tetapi memperkuat kekuatan dan potensi.
Pendekatan analisis SWOT membantu UMKM mengetahui potensi diri, kekuatan,
kelemahan sekaligus peluang dan ancaman yang ada di sekeliling bisnis. Dengan begitu kita
bisa melakukan rencana strategis terhadap bisnis. Melakukan analisis SWOT merupakan salah
satu Kiat Sukses Bisnis yang bisa ditempuh.
Tabel 4.4. SWOT UMKM Dusun Kawedegan Nganjuk
Kekuatan
 Pemberdayaan ekonomi kemasyarakatan
 Harga yang kompetitif
 Ketersediaan pangsa pasar sehingga potensi
produk untuk diterima pasar masih tinggi
 Tenaga kerja yang motivasi dan kejujuran







Peluang
Pasar masih terbuka
Penerimaan masyarakat terhadap produk
UKM
Mendapatkan pelatihan dari lembaga
pengembangan UKMK
Peluang usaha terbuka luas.
Bantuan kredit bagi UKMK
Kemungkinan efisiensi produksi.
Membuka peluang untuk diversifikasi.
Kelemahan
 Lemahnya Jaringan Usaha dan
Kemampuan Penetrasi Pasar Usaha kecil
 Terbatasnya Sarana dan Prasarana Usaha
 Kurangnya informasi yang berhubungan
dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi,
 Terbatasnya Akses Informasi Selain akses
pembiayaan,
 Kekurangan modal mengakibatkan UKM
tidak bisa bertahan hidup
 Terbatasnya ketersediaan bahan baku
pupuk bagi petani
 Terbatasnya pengetahuan mendapatkan
tambahan modal.
Tantangan
 Sebagian besar produk industri kecil
memiliki ciri atau karakteristik sebagai
produk-produk dan pertanian dengan
ketahanan yang pendek.
 Terbatasnya Akses Pasar Terbatasnya
akses pasar akan menyebabkan produk
yang dihasilkan tidak dapat dipasarkan
secara kompetitif
 Ketatnya persaingan usaha dengan pelaku
di luar dusun Kawedegan.
4.6.
Strategi Pengembangan UMKM
Berbagai cara dapat ditempuh untuk pengembangan UMKM dan Wirausaha di dusun
Kawedegan antara lain adalah:
Keterlibatan dalam Value Chains
Value chain didefinisikan sebagai aktifitas-aktifitas yang diperlukan untuk membawa
produk atau jasa dari mulai konsep, proses produksi, sampai pengiriman barang/ jasa ke
konsumen. UMKM bisa berperan sebagai partner perusahaan besar dalam rantai ini.
Hubungan ini dapat sangat menguntungkan kedua belah pihak karena karakteristik UMKM
yang lebih fleksibel dan biaya transaksi yang murah karena lebih dekat dengan konsumen dan
keputusan yang lebih cepat sementara perusahaan besar memanfaatkan ukurannya yang besar
(economic of scale). Misalnya para petani sebaiknya tidak tergantung pada tengkulak dalam
menjual produk pertaniannya.
Mengembangkan Niche Market
Mengembangkan niche market merupakan salah satu strategi penting bagi UKM.
Dalam strategi ini UMKM memilih untuk menjadi pemain dalam produk yang sangat spesifik.
Dengan menerapkan strategi ini, UMKM bukan saja dapat berkompetisi dengan perusahaan
besar tapi juga dapat meraih pasar. Dalam suatu industri dengan diferensiasi produk,
pertumbuhan UMKM sangat tergantung pada kemampuan menciptakan niche market dan
menghindari head-on competition
Networking
Networking adalah link, baik formal maupun informal. Dalam era global, network
antar perusahaan dapat membantu UMKM untuk berkompetisi secara sejajar dengan
perusahaan besar. Network juga dapat mempercepat proses pembelajaran. Mereka dapat
memfasilitasi konfigurasi hubungan dengan supplier yang memungkinkan perusahaanperusahaan berinovasi dan meningkatkan efisiensi dengan kegiatan kolaborasi. Fakta
membuktikan bahwa hubungan komunitas memainkan peranan penting di dalam network
bisnis. Kesamaan latar belakang budaya, kepercayaan dan prilaku memudahkan para anggota
dari kelompok etnis memprediksi dan memahami tingkah laku dan kebutuhan anggota lainnya.
Network berbasis sosial memberikan jalan bagi perusahaan-perusahaan untuk
mencari partner bisnis, termasuk di dalamnya asosiasi dagang dan industri yang dapat
memberikan keuntungan yang tidak dapat diperoleh UMKM secara sendiri-sendiri. Kolaborasi
UMKM dalam sebuah netwok dapat memudahkan kesempatan, misalnya untuk keikutsertaan
dalam pameran, mengadakan kontak dengan produsen atau konsumen, upgrade teknologi,
pengembangan produk baru, peningkatan standar produk dan untuk menangkis ancaman pasar
global.
Akses Pendanaan bagi Petani Penggarap Lahan PERHUTANI Dusun Kawedegan, Desa
Balonggebang, Kecamatan Gondang, Kabupaten Nganjuk
Salah satu output dari kegiatan ini adalah pembentukan Lembaga Keuangan Mikro
(LKM) untuk memperkuat akses pendanaan bagi petani penggarap lahan PERHUTANI Dusun
Kawedegan, Desa Balonggebang, Kecamatan Gondang, Kabupaten Nganjuk. Para petani
penggarap lahan PERHUTANI ini berupaya mendapat dukungan dana untuk mulai
mengembangkan usaha secara mandiri. Pada 1 September 2013 LKM berbentuk credit union
(CU) di Dusun Kawedegan, Desa Balonggebang, Kecamatan Gondang, Kabupaten Nganjuk
terbentuk. Credit union adalah salah satu metodologi penguatan ekonomi rakyat yang efektif
untuk membangun kepercayaan dan memobilisasi basis akar rumput untuk mendukung
program pembangunan pedesaan.
Mengapa harus CU menjadi pilihan pengelolaan keuangan masyarakat desa, bukan
bank komersial? Persoalannya bukan semata-mata rakyat sulit mendapatkan akses kredit di
bank disebabkan birokrasi dan persyaratan yang rumit, tapi karena di dalam kegiatan CU
terdapat semangat ikatan pemersatu. Prinsip-prinsip yang harus dibangun dalam CU adalah
keterbukaan, kepercayaan dan kebersamaan. Dengan keterbukaan pada semua hal mengenai
keuangan di CU diharapkan muncul kepercayaan yang pada akhirnya bisa membangun dan
memperkuat kebersamaan. Kegiatan CU dilaksananakan dalam upaya untuk melakukan
penguatan modal sosial dan keuangan di masyarakat dengan harapan dapat mendukung
penerapan kegiatan wirausaha masyarakat petani penggarap.
Secara spesifik dalam konteks pembangunan ekonomi pedesaan yang masih
didominasi oleh sektor pertanian, potensi yang dapat diperankan LKM dalam memacu
pertumbuhan ekonomi sangat besar. Setidaknya ada lima alasan untuk mendukung argumen
tersebut. Pertama, LKM umumnya berada atau minimal dekat dengan kawasan pedesaan
sehingga dapat dengan mudah diakses oleh petani/pelaku ekonomi di desa. Kedua,
Petani/masyarakat desa lebih menyukai proses yang singkat dan tanpa banyak prosedur.
Ketiga, Karakteristik usaha tani umumnya membutuhkan platfond kredit yang tidak terlalu
besar sehingga sesuai dengan kemampuan finansial LKM. Keempat, dekatnya lokasi LKM
dan petani memungkinkan pengelola LKM memahami betul karakteristik usaha tani sehingga
dapat mengucurkan kredit secara tepat waktu dan jumlah; dan Kelima , Adanya keterkaitan
socio-cultural serta hubungan yang bersifat personal-emosional diharapkan dapat mengurangi
sifat moral hazard dalam pengembalian kredit.
Harapan atau keinginan masyarakat desa di Dusun Kawedegan, Desa Balonggebang,
Kecamatan Gondang, Kabupaten Nganjuk, fungsi dan peranan lembaga keuangan mikro
adalah sebagai penyedia modal usaha. Selain sebagai penyedia modal usaha, sekitar 59,65%
responden menyebutkan bahwa LKM dapat difungsikan sebagai lembaga penyedia jasa
simpan pinjam, dan hanya sekitar 29,82% yang menyebutkan LKM sebagai lembaga yang
mengumpulkan dana dari masyarakat. Dalam implementasinya LKM dianggap lebih efisien
dari lembaga keuangan lain karena kedekatannya kepada masyarakat yang dilayani. Kedekatan
ini akan mengurangi biaya-biaya transaksi. LKM dalam operasional juga memberikan fasilitas
bantuan non keuangan. Misalnya bantuan untuk membuat rencana usaha, pencatatan dan
pembukuan keuangan kelompok.
Tabel 4.5. Fungsi dan Peranan Lembaga Keuangan Mikro Menurut Sektor Pekerjaan
Masyarakat
No.
Pekerjaan
Mengumpulkan
Dana Masyarakat
Menyediakan
Modal Usaha
Jasa simpan
pinjam
1
2
3
Petani
Pedagang
Pegawai/Guru/Pensiuna
n
Industri
Jumlah
12
17
2
34
34
6 5. 7 7
31
28
2Jumlah 34 81 68
7
81
71, 05 %
68
59,65%
4
3
34
29, 82 %
7
Peranan LKM menurut sebagian besar masyarakat yang bekerja di sektor industri,
lebih penting sebagai penyedia modal jasa simpan pinjam, sedangkan sebagai lembaga
pengumpul dana masyarakat hanya sebagian kecil yang menyebutkan. Di satu sisi LKM
memiliki keunggulan yang relatif tidak dimiliki oleh bank umum, yaitu: lokasinya yang dapat
dijangkau nasabah pengusaha kecil dan mikro, memiliki fleksibelitas/keluwesan dalam
melakukan transaksi dengan nasabah yang oleh masyarakat dianggap tidak bankable, dan lebih
memahami budaya masyarakat setempat karena keberadaannya secara psikologis atau
kekeluargaan antara pengelola LKM dengan anggotanya.
KESIMPULAN
Hasil temuan studi ini masih merupakan hasil studi eksploratori pendahuluan yang
perlu ditindaklanjuti dengan berbagai tindakan selain upaya pembentukan lembaga keuangan
mikro. Masyarakat dusun Kawedegan memerlukan pendampingan dan berbagai pelatihan
yang diperlukan. Model pelatihan terpadu saat ini sedang disusun oleh tim untuk memberikan
pelatihan tepat untuk meningkatkan kemampuan manajerial masyarakat yang berpartisipasi
dalam program ini. Selain itu upaya peningkatan kesejahteraan juga sangat tergantung kepada
kemauan masyarakat untuk berubah, bekerja lebih keras dan belajar dari pengalaman,
pelatihan dan praktek-praktek baru yang selama ini belum diterapkan.
Salah satu output pertama dari kegiatan ini adalah pembentukan Lembaga Keuangan
Mikro (LKM) untuk memperkuat akses pendanaan bagi petani penggarap lahan PERHUTANI
Dusun Kawedegan, Desa Balonggebang, Kecamatan Gondang, Kabupaten Nganjuk. Para
petani penggarap lahan PERHUTANI ini berupaya mendapat dukungan dana untuk mulai
mengembangkan usaha secara mandiri. Hal ini diharapkan menjadi mesin penggerak awal
untuk membuat perekonomian dusun Kawedegan mulai bergerak menuju kemajuan.
BIBLIOGRAFI
Adimihardja, K., dan H. Hikmat. 2001. Participatory Research Appraisal: Pengabdian dan
Pemberdayaan Masyarakat. Humaniora Utama Press, Bandung.
Anwar. (2004). Pengembangan Model Pengelolaan Pembelajaran Keterampilan Berbasis
Sosial Budaya bagi Perempuan Nelayan. (Studi Perubahan Sosial Melalui Introduksi
Teknologi pada Keluarga Nelayan Suku Bajo di Kabupaten Kendari). Disertasi. UPI
Bandung.
Fiedman, P.G and Yarbrough, E.A. 1985. Training Strategis From Start to Finish. PrenticeHall., Englewood Cliffs, Nes Jersey.
Gilkey, R. et al. (1985). Definisi Teknologi Pendidikan. Diterjemahkan oleh Yusufhadi
Miarso dkk. Jakarta: Rajawali.
Goad, T. W.(1982). Delivering Effective Training. San Diego. California, Inc.: University
Associates.
Halim, A., dan M. M. Ali. 1993. Training and Profesional Development.[Online]:http://www.fao.org/docrep/W5830E/w5830e0h.htm. (12 Juni 2004).
Jhingan, M. L. 1999. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Rajawali Pers: Jakarta.
Knowles, M.S. (1986). The Adult Learner A Neglected Species. Third Edition. Houston: Gulf
Publishing Company.
Linton, R. (1984). The Study of Man (Antropology Suatau Penyeldikan Manusia).
Diterjemahkan oleh Firmansyah. Bandung: Jemmars.
Mayo, P and Du Bois, PH. (1987). The Complete Book of Training. California University,
CSU.
Moebyarto. 1985. Peluang Kerja dan Berusaha di Pedesaan. BPEE. Yogyakarta.
Moekijat. 1993. Evaluasi Pelatihan dalam rangka Peningkatan Produktivitas. Bandung:
Mandar Maju.
Nadler, L. (1982). Designing Training Programs: The Critical Events Model, London:
Addison Wesley Publishing Company.
Perum Perhutani, 2001, Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat, Jakarta.
Prasetijo, A. 2003. Akses Peran Serta Komuniti Lokal dan Pengeloaan Sumber Daya Alam
dalam Akses perta Masyarakat. Penerbit ICD: Jakarta.
Prijono dan Pranarka. 1996. Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan, dan Implementasi. Jakarta.
Santoso, P 2002. Merubah Watak Negara. LAPPERA. Pustaka Utama, Yogyakarta.
Saputro, Dani Sudibyo. 2009. Analisis Karakteristik Wirausaha Peternak Kambing Perah di
Kabupaten Bogor Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Ekonomi Manajemen Institut
Pertanian Bogor.
Siagian, S. P. 1998. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.
Simamora,H. 1995. Manajemen Sumberdaya Manusia. Jakarta.
Soemahamijaya,S.(1997).Membina Sikap Mental Wiraswasta.Jakarta:Gunung Jati.
Sudirman. 2005. Model Pelatihan Keterampilan Usaha Terpadu Bagi Petani Sebagai Upaya
Alih Komoditas”. (Studi Terhadap Petani Penggarap Lahan Perhutani di Desa
Suntenjaya Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung). Disertasi. UPI Bandung.
Sudjana, H.D. 1996. Pendidikan Luar Sekolah, Wawasan Sejarah Perkembangan Falsafah &
Teori Pendukung Azas. Bandung: Nusantara Press.
Sukarta. 2010. Pengaruh lingkungan, sifat kewirausahaan, dan motivasi wirausaha terhadap
pembelajaran wirausaha serta kinerja usaha. Tesis. Unud: Denpasar
Sumantri, S. 2000. Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Fakultas Psikologi
Unpad: Bandung.
Sumodiningrat, G. 1997. Pembangunan Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat. PT. Bina
Rena Pariwara, Jakarta.
Teguh, A. S. 2004. Kemitraan dan Model-model Pemberdayaan. Penerbit Gaya Media,
Yogyakarta.
Tjiptono, F. dan Diana, A. 1998. Total Quality Management. Yogyakarta: Andi offset.
Udayani, R. 2010. Hubungan Antara Jiwa Kewirausahaan dengan Keberhasilan Usaha
Agribisnis (Kasus pada Usaha Peternakan Ayam Ras Pedaging di Bali). Tesis. Unud:
Denpasar.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2004. Tentang Kehutanan. Bandung:
Fokusmedia.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999. Tentang Kehutanan. Jakarta: PT.
Mitra Info.
Yoder, D. (1962). Personal Principles and Policies, Printice Hall Inc, Maruzen Company Ltd,
Second Edition.
Download