triwulan i-2016 - Bank Indonesia

advertisement
TRIWULAN
I-2016
KATA PENGANTAR
Tugas Bank Indonesia berdasarkan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004 adalah menetapkan dan
melaksanakan kebijakan moneter serta mengatur dan menjaga kelancaran sistem
pembayaran. Pelaksanaan tugas pokok tersebut ditujukan untuk mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah.
Sejalan dengan undang-undang tersebut, keberadaan Kantor Bank Indonesia di
daerah merupakan bagian dari jaringan kerja Kantor Pusat Bank Indonesia yang berperan
sebagai pelaksana kebijakan Bank Indonesia dan tugas-tugas pendukung lainnya di daerah.
Sebagai jaringan kerja Kantor Pusat Bank Indonesia di bidang ekonomi dan moneter,
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara berperan memberikan masukan
dengan menyusun dan menerbitkan suatu produk yaitu Kajian Ekonomi Regional yang pokok
bahasannya terdiri atas Perkembangan Ekonomi, Perkembangan Inflasi Regional, Kinerja
Perbankan dan Sistem Pembayaran Provinsi Maluku Utara dan Prospek Ekonomi. Kajian ini
diolah berdasarkan data dan informasi di daerah untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan
kebijakan moneter Bank Indonesia dan diharapkan dapat menjadi salah satu bahan informasi
bagi penentu kebijakan di daerah.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih menemui beberapa
kendala. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati kami senantiasa mengharapkan
kritik dan saran serta kerjasama dari semua pihak agar kualitas dan manfaat laporan ini
menjadi lebih baik di waktu yang akan datang.
Akhirnya, kepada pihak-pihak yang membantu tersusunnya laporan ini, kami
sampaikan penghargaan dan ucapkan terima kasih.
Ternate, 17 Mei 2016
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI MALUKU UTARA
Dwi Tugas Waluyanto
Kepala Perwakilan
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GRAFIK
i
iii
iv
v
INDIKATOR EKONOMI DAN PERBANKAN PROVINSI MALUKU UTARA
vii
RINGKASAN UMUM
ix
BAB I
PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
1.1 Kondisi Umum
1.2 Perkembangan PDRB dari Sisi Permintaan
1.3 Perkembangan Ekonomi dari Sisi Penawaran
1
2
2
9
Boks
PEMBANGUNAN EKONOMI MALUKU UTARA YANG MERATA DAN
INKLUSIF
A
Latar Belakang
B
Pengembangan Pusat Pertumbuhan Ekonomi Baru di Maluku Utara
C
KEK Morotai sebagai Motor Akselerasi Pertumbuhan Maluku Utara
D
Kesimpulan dan Rekomendasi
15
BAB II
KEUANGAN PEMERINTAH
2.1 Struktur APBD
2.2 Realisasi Pendapatan APBD
2.3 Realisasi Belanja APBD
2.4 Rekening Pemerintah
25
26
27
29
31
BAB III
INFLASI DAERAH
3.1 Kondisi Umum
3.2 Perkembangan Inflasi Kota Ternate
3.3 Faktor-Faktor Penggerak Inflasi
3.4 Koordinasi Pengendalian Inflasi di Maluku Utara
33
34
35
39
43
BAB IV
KINERJA PERBANKAN DAN PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
4.1 Kinerja Perbankan
4.2 Stabilitas Sistem Keuangan
4.3 Perkembangan Sistem Pembayaran
45
46
53
56
BAB V
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
5.1 Perkembangan Ketenagakerjaan
5.2 Nilai Tukar Petani (NTP)
5.3 Persepsi Tingkat Kesejahteraan
63
64
65
67
BAB VI
PROSPEK PEREKONOMIAN
6.1 Prospek Pertumbuhan Ekonomi
6.2 Outlook Inflasi Daerah
69
70
73
15
16
20
23
DAFTAR TABEL
1
Tabel
Boks
Tabel
Tabel
Tabel
1.1
Pertumbuhan dan Andil PDRB Sisi Penggunaan
3
1
2
3
Penjelasan Pengelompokkan Kawasan Strategis Maluku Utara
Tahapan Pembangunan Infrastruktur dalam Kawasan
Tahapan Pembangunan Infrastruktur dan Fasilitas Penunjang Luar
Kawasan
Sembilan Langkah Pengembangan Destinasi Pariwisata Morotai
18
21
22
Realisasi Pendapatan APBD Lingkup Provinsi Maluku Utara Triwulan I2016
Realisasi Belanja APBD Lingkup Provinsi Maluku Utara Triwulan I-2016
28
Tabel
2
Tabel
4
Tabel
2.2
3
Tabel
3.1
Tabel
3.2
Tabel
3.3
Tabel
3.4
2.1
Tabel
3.5
Tabel
3.6
Laju Inflasi Tahunan (yoy) Kota Ternate Menurut Kelompok Barang dan
Jasa (%)
Andil Inflasi Tahunan (yoy) Kota Ternate Menurut Sub Kelompok Barang
dan Jasa
Komoditas Pendorong & Penahan Laju Inflasi Bulanan (yoy) Kota
Ternate
Laju Inflasi Triwulanan (qtq) Kota Ternate Menurut Kelompok Barang dan
Jasa (%)
Komoditas Pendorong & Penahan Laju Inflasi Bulanan (mtm) Kota
Ternate
Program Pengendalian Inflasi akhir tahun TPID Provinsi Maluku Utara
dan Kota Ternate
23
31
36
36
37
37
39
43
4
Tabel
Tabel
Tabel
4.1
4.2
4.3
Kegiatan Sosialisasi CCKUR & 3D dan Kas Keliling Triwulan I-2016
Perkembangan Cek/BG Kosong
Perkembangan RTGS Maluku Utara
58
60
61
5
Tabel
Tabel
5.1
5.2
Perkembangan Ketenagakerjaan di Maluku Utara Februari (ribu jiwa)
Nilai Tukar Petani (NTP) Wilayah Sulampua
64
66
iv
DAFTAR GRAFIK
1
Grafik
Grafik
1.1
1.2
Grafik
Grafik
Grafik
Grafik
Grafik
Grafik
Grafik
Grafik
Grafik
Grafik
Grafik
Grafik
Grafik
Grafik
Grafik
Grafik
Grafik
1.3
1.4
1.5
1.6
1.7
1.8
1.9
1.10
1.11
1.12
1.13
1.14
1.15
1.16
1.17
1.18
1.19
Grafik
1.20
Grafik
Grafik
Grafik
Grafik
1.21
1.22
1.23 Perkembangan Tingkat Penghunian Kamar
1.24 Perkembangan Kunjungan Wisatawan Mancanegara
Boks
Gambar 1
Gambar 2
Struktur PDRB Sisi Penggunaan pada Triwulan I-2016
Perkembangan Indeks Ketepatan Waktu Pembelian Barang Tahan
Lama
Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen
Perkembangan Pendapatan Rumah Tangga
Perkembangan Kredit Konsumsi Lokasi Proyek
Perkembangan Konsumsi Semen
Perkembangan PMA di Maluku Utara
Perkembangan PMDN di Maluku Utara
Perkembangan DPK Pemerintah
Perkembangan Volume Ekspor Luar Negeri
Perkembangan Nilai Ekspor Luar Negeri
Perkembangan Volume Impor Luar Negeri
Perkembangan Nilai Impor Luar Negeri
Andil Pertumbuhan Sektoral PDRB Sisi Penawaran Triwulan I-2016
Perkembangan Sektoral PDRB Sisi Penawaran
Struktur PDRB Sisi Penawaran
Jumlah Tangkapan Ikan
Perkembangan Harga Komoditas Kopra
Perkembangan Volume Muat Barang di Pelabuhan Ahmad Yani
Ternate
Perkembangan Volume Bongkar Barang di Pelabuhan Ahmad Yani
Ternate
Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) BI Prov. Malut
Perkembangan Industri Manufaktur Mikro dan Kecil Maluku Utara
4
5
5
5
5
6
6
6
7
8
8
8
8
9
9
10
11
11
12
12
13
13
14
14
16
17
Gambar 4
Pemetaan Sektor Utama PDRB Kabupaten/Kota di Maluku Utara
Pemetaan Kawasan Strategis dalam RTRW Provinsi Maluku Utara
2013-2033
Peta Jalan Raya dan Infrastruktur Perhubungan Provinsi Maluku
Utara
Rencana Pengembangan KEK Morotai Tahap I
2
Grafik
Grafik
Grafik
Grafik
Grafik
2.1
2.2
2.3
2.4
2.5
Perubahan Struktur APBD Akun Pendapatan Tahun 2015 dan 2016
Perubahan Struktur APBD Akun Belanja Tahun 2015 dan 2016
Perbandingan Sisi Pendapatan Realisasi APBD 2015 dan 2016
Perbandingan Sisi Realisasi APBD 2015 dan 2016
Perkembangan DPK Pemda di Perbankan Maluku Utara
26
27
29
30
32
3
Grafik
Grafik
Grafik
3.1
3.2
3.3
Laju Inflasi Tahunan (yoy) Kota Ternate & Nasional
Disagregasi Inflasi Maluku Utara
Andil Inflasi Tahunan Berdasarkan Kelompok Komoditas
34
35
35
Gambar 3
19
21
Grafik
Grafik
Grafik
Grafik
Grafik
3.4
3.5
3.6
3.7
3.8
4
Grafik
Grafik
Grafik
Grafik
Grafik
Grafik
Grafik
Grafik
4.1
4.2
4.3
4.4
4.5
4.6
4.7
4.8
Laju Inflasi Bulanan (mtm) Kota Ternate & Nasional
Pergerakan Harga Emas Internasional
Nilai Ikan Tangkap
Volume Ikan Tangkap
Pergerakan harga Premium dan Solar
38
40
41
41
42
Perkembangan Aset Bank Umum di Maluku Utara (miliar rupiah)
Perkembangan DPK (miliar rupiah)
Perkembangan Kredit di Maluku Utara (miliar rupiah)
Perkembangan LDR Bank Umum di Maluku Utara
Perkembangan Bank Syariah
Perkembangan BPR/BPRS
Perkembangan NPL Perbankan
Perkembangan Transaksi Tunai di Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Prov. Malut
4.9 Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)
4.10 Perkembangan Kliring Maluku Utara
46
47
49
50
52
53
54
56
Grafik
Grafik
5.1
5.2
Perkembangan NTP Maluku Utara
NTP Tiap Subsektor di Maluku Utara
65
66
6
Grafik
6.1
Perkembangan PDRB Malut dan Nasional Serta Proyeksinya
70
Grafik
Grafik
57
59
5
vi
INDIKATOR EKONOMI DAN PERBANKAN
PROVINSI MALUKU UTARA
A. Inflasi dan PDRB
112.16
114.28
8.80
9.75
117.01
5.40
122.30
9.34
121.04
123.67
124.73
128.50
127.64
7.92
8.22
6.60
5.70
4.14
4,684.0
4,743.5
4,858.7
4,919.2
4,921.5
5,051.5
5187.67 5216.852 5,171.80
1,151.2
1,171.6
1,175.3
1,155.8
1177.54
1198.36
1201.63
506.6
458.3
477.1
487.7
510.94
536.95
514.94
493.01
488.1
260.0
257.0
264.5
272.9
274.68
275.61
271.62
273.75
303.9
3.2
3.5
4.1
4.6
4.06
4.36
4.22
5.13
4.4
4.2
4.3
4.4
4.5
4.45
4.57
4.69
4.86
4.8
290.0
302.1
299.4
315.1
308.73
321.96
342.67
356.52
348
805.0
828.9
865.5
878.1
888.47
908.70
935.35
926.65
944.3
257.0
262.3
273.9
274.9
275.68
286.53
292.17
293.00
297
1161.34 1,188.90
21.0
21.0
21.3
21.6
21.08
21.71
21.84
23.33
24.6
193.4
200.1
210.1
209.5
216.08
219.13
224.31
227.84
236.1
130.2
136.0
131.1
151.7
146.29
139.94
150.30
158.11
161.1
5.4
5.5
5.7
5.7
5.78
5.84
6.03
6.29
6.3
16.0
16.1
16.6
16.4
16.63
16.82
17.29
17.86
18
745.2
773.9
795.2
818.0
760.43
792.17
862.16
923.87
811.9
159.6
163.3
169.6
166.8
165.55
170.95
183.05
187.16
179.4
99.2
101.9
105.7
106.8
105.07
107.04
112.88
114.79
110.6
36.8
37.7
39.2
39.1
40.02
40.84
42.52
43.37
44.6
21.84
3.26
1.30
3.10
1.28
2.86
4.10
2.93
6.90
647.55
5.25
2.51
6.52
2.62
5.82
8.23
5.58
11.25
1.18
2.58
4.55
6.40
20.81
10.05
3.04
27.80
70.23
0.31
2.68
3.84
5.67
14.19
2.28
16.65
43.16
111.90
B.Perbankan
6,461.5
5,080.1
2,942.7
1,183.2
954.2
4,712.9
1,279.7
2,950.5
482.7
92.77
1,351.2
272.0
740.4
338.8
3.08
viii
6,650.5
5,355.7
2,821.0
1,509.2
1,025.5
4,819.2
1,263.1
3,069.6
486.5
89.98
1,405.9
336.7
726.5
342.7
2.95
6,783.5
5,571.7
2,956.6
1,528.5
1,086.6
4,937.6
1,311.3
3,150.4
475.9
88.62
1,390.2
300.5
744.4
345.3
2.93
7,147.6
5,216.8
3,270.2
839.1
1,107.5
5,066.9
1,328.6
3,273.1
465.2
97.13
1,398.9
345.0
729.3
324.6
2.29
7,105.4
5,743.1
3,001.2
1,485.5
1,256.4
5,202.9
1,370.4
3,369.7
462.8
90.59
1,427.7
355.4
728.3
344.0
2.53
7,439.8
6,236.4
3,073.0
1,836.7
1,326.7
5,428.0
1,457.2
3,501.8
469.0
87.04
1,519.7
370.7
762.3
386.8
2.33
7,728.8
6,522.3
3,371.8
1,710.1
1,440.4
5,524.2
1,453.2
3,605.1
465.9
84.70
1,563.9
372.0
798.1
393.8
2.07
8,120.1
6,229.5
3,742.3
1,222.8
1,264.4
5,685.8
1,473.2
3,738.0
474.6
91.27
1,614.5
417.7
793.8
403.0
1.83
8,078.5
6,501.5
1,671.9
3,425.4
1,404.1
5,833.1
1,493.4
3,867.2
472.5
89.72
1,599.6
463.1
788.7
347.8
1.91
Ringkasan Umum
Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Perekonomian Maluku Utara pada triwulan I tumbuh sebesar 5,09% (yoy),
lebih rendah dari pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang sebesar 6,05%
(yoy). Meski melambat, pertumbuhan ekonomi Maluku Utara pada triwulan laporan lebih
tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional yang tercatat sebesar 4,92% (yoy).
Pertumbuhan pada triwulan I-2016 utamanya didorong oleh sektor perdagangan besar
dan eceran, sektor administrasi pemerintahan, dan sektor konstruksi yang masing-masing
memiliki andil sebesar 1,13%, 1,05%, dan 0,80%.
Dari sisi penggunaan, perlambatan pertumbuhan ekonomi bersumber dari
penurunan konsumsi Pemerintah yang sesuai dengan pola musimannya. Selain itu,
pembentukan modal tetap bruto juga mengalami perlambatan dibandingkan triwulan
sebelumnya. Sementara dari sisi penawaran, perlambatan pertumbuhan terjadi pada
sebagian besar sektor perekonomian. Meski pertumbuhan ekonomi mengalami
perlambatan, hampir semua sektor masih menunjukkan pertumbuhan tahunan yang
positif, kecuali sektor Pertambangan & Penggalian.
Keuangan Pemerintah
Pada triwulan I-2016, realisasi pendapatan pemerintah mencapai 24,22%
dari total anggaran dan secara nominal meningkat 31,98% (yoy) dibanding periode
yang sama pada tahun sebelumnya. Hingga triwulan I-2016 realisasi belanja APBD
Provinsi Maluku Utara baru sebesar 14,81%. Namun demikian, secara nominal jumlah
realisasi belanja pemerintah daerah hingga akhir triwulan laporan menunjukkan
peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan triwulan I-2015 lalu, yakni meningkat
sebesar 80,90% (yoy).
Pada anggaran pendapatan, kenaikan anggaran terutama bersumber dari
pendapatan transfer sebesar 20,80% (yoy). Kenaikan juga terjadi pada anggaran
belanja seiring adanya kenaikan pada anggaran pendapatan. Kenaikan terbesar terdapat
pada belanja modal yaitu sebesar 49,96% (yoy).
ix
Inflasi Daerah
Seiring meningkatnya inflasi administered prices dan inflasi inti, laju
kenaikan harga barang dan jasa secara tahunan di Provinsi Maluku Utara pada
triwulan I-2016 tercatat sebesar 5,45% (yoy). Angka ini lebih tinggi dibandingkan inflasi
triwulan sebelumnya sebesar 4,52% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi di Kota Ternate
juga lebih tinggi dibandingkan Nasional.
Inflasi pada triwulan I-2016 relatif lebih baik dibandingkan dengan inflasi
triwulan yang sama pada tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 7,92% (yoy).
Dibandingkan dengan inflasi tahun kalender sebelumnya yang tercatat sebesar -1,03%
(ytd) per triwulan I-2015, inflasi tahun kalender pada triwulan I-2016 tercatat lebih tinggi
dengan pencapaian sebesar -0,15% (ytd).
Kinerja Perbankan dan Perkembangan Sistem
Pembayaran
Secara umum kinerja perbankan di Maluku Utara pada triwulan I-2016 masih
tumbuh
positif,
meski
menunjukkan
adanya
perlambatan
sejalan
dengan
pertumbuhan ekonomi yang juga melambat pada triwulan I-2016. Namun demikian,
fungsi intermediasi perbankan dan penghimpunan dana tercatat masih berada pada level
yang tinggi. Total aset bank umum di Provinsi Maluku Utara pada triwulan I-2016 tercatat
sebesar Rp8,09 triliun. Secara tahunan, aset perbankan Malut tumbuh sebesar 13,70%
(yoy) lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 13,61% (yoy).
Dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun perbankan yang beroperasi di
Maluku Utara pada posisi akhir triwulan I-2016 tercatat sebesar Rp 6,50 triliun, lebih
tinggi dari triwulan sebelumnya yang sebesar Rp 6,23 triliun. Namun demikian,
secara tahunan, pertumbuhan DPK melambat dari 19,41% (yoy) pada triwulan IV-2015,
menjadi sebesar 13,82% (yoy) pada triwulan I-2016.
Dari sisi penyaluran kredit, jumlah kredit yang disalurkan oleh perbankan di
Maluku Utara pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp5,83 triliun atau sebesar
12,11% (yoy), melambat tipis dari triwulan sebelumnya yang tumbuh 12,22% (yoy).
Perlambatan terutama dipengaruhi oleh menurunnya kredit modal kerja. Dengan
perkembangan tersebut, peran intermediasi perbankan yang diukur melalui tingkat LDR
(Loans to Deposit Ratio) masih berada di level yang tinggi yakni 89,72%, sedikit
melambat dari triwulan sebelumnya yang mencapai 91,27%.
x
Dari sisi stabilitas sistem keuangan, ketahanan sektor korporasi maupun
rumah tangga masih relatif baik yang terindikasi dari rasio NPL yang berada pada
level yang rendah. Rasio NPL pada triwulan laporan tercatat hanya sebesar 1,91%,
sedikit meningkat dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 1,83%.
Pada sisi intermediasi perbankan, kredit UMKM yang disalurkan perbankan
Malut pada triwulan laporan tercatat Rp1,60 triliun. Jumlah tersebut mengalami
pertumbuhan sebesar 12,03% (yoy) pada triwulan I-2016, lebih rendah dari triwulan
sebelumnya yang tumbuh sebesar 15,41% (yoy). Perlambatan salah satunya didorong
oleh melemahnya pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2016.
Pada triwulan laporan, transaksi tunai yang melalui Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Maluku Utara mengalami net inflow sebesar Rp190,85 miliar.
Sementara itu, ditengah laju pertumbuhan ekonomi yang mengalami perlambatan,
transaksi kliring justru mengalami peningkatan pertumbuhan sebesar 13,35% (yoy),
namun demikian, transaksi RTGS terkontraksi 10,73% (yoy). Penerapan batas nilai
nominal transaksi RTGS yang diwajibkan diatas Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) per transaksi terhitung mulai tanggal 16 November 2015 sampai dengan 30 Juni
2016 sesuai Surat Edaran Bank Indonesia No.17/753/DPSP, secara signifikan
memberikan tekanan pada pertumbuhan jumlah transaksi RTGS. Meskipun transaksi
baik tunai maupun nontunai terindikasi melambat, kualitas transaksi masih sangat
terjaga dengan sedikitnya temuan uang palsu dan rendahnya rasio cek/BG kosong
pada triwulan laporan.
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Kesejahteraan masyarakat masih terjaga di tengah perlambatan ekonomi.
Berdasarkan data BPS, jumlah angkatan kerja pada bulan Februari 2016 tercatat sebesar
530,7 ribu orang, bertambah 11,7 ribu orang atau 2,25% (yoy). Sementara, dari sisi
kesejahteraan petani, Nilai Tukar Petani (NTP) Maluku Utara tercatat sebesar 104,94
atau tumbuh 2,29% (yoy) dibanding triwulan sebelumnya. Sejalan dengan menurunnya
tingkat pengangguran dan masih optimisnya persepsi masyarakat mengenai kinerja
perekonomian Maluku Utara pada triwulan I-2016, terdapat kemungkinan adanya
penurunan jumlah penduduk miskin di Maluku Utara. Meski pada triwulan laporan belum
tersedia rilis data perkembangan kemiskinan di Maluku Utara.
xi
Prospek Perekonomian
Perekonomian Maluku Utara pada triwulan II-2016 diperkirakan tumbuh
meningkat dari triwulan laporan dan berada pada kisaran 5,4% - 6,1% (yoy) dengan
kecenderungan bias ke atas. Dari sisi permintaan, permintaan domestik masih menjadi
penggerak utama ekonomi Malut. Sementara itu, kegiatan ekspor diprediksi mengalami
peningkatan sebagai efek lanjutan dari mulai beroperasinya smelter di Pulau Gebe dan
adanya kenaikan produksi kopra.
Dari sisi penawaran, sektor pertambangan akan mengalami perbaikan, seiring
mulai meningkatnya kapasitas produksi dari PT Antam dan rencana produksi di smelter
Gebe. Sektor pertanian diprediksi akan mengalami peningkatan, seiring masuknya masa
panen tanaman bahan pangan dan bumbu-bumbuan. Sementara itu, sektor perdagangan
besar dan eceran ditengarai akan memberikan andil yang cukup signifikan, seiring
masuknya bulan Ramadhan dan hari raya Idul Fitri di triwulan II-2016 ini.
Sementara,
laju
inflasi
kota
Ternate
selama
triwulan
mendatang
diperkirakan akan berada pada trend peningkatan di kisaran 5,82%±1 (yoy) dengan
kecenderungan bias ke atas. Inflasi tersebut diperkirakan lebih tinggi dari tingkat inflasi
nasional. Peningkatan inflasi di triwulan mendatang, diprediksi karena efek psikologis
menjelang masuknya bulan Ramadhan dan hari raya Idul Fitri. Selain itu, masih
tertahannya nilai tukar Rupiah di level tinggi juga akan memberikan dampak pada harga
berbagai produk manufaktur seperti sandang, elektronik, dan makanan olahan
diperkirakan meningkat karena bahan bakunya berasal dari impor. Selanjutnya,
peningkatan konsumsi masyarakat menjelang bulan Ramadhan dan Idul Fitri yang tidak
dibarengi dengan peningkatan produksi lokal provinsi, ditengarai akan turut mengerek
harga.
xii
Pertumbuhan
Yoy Tw I
“Perekonomian Maluku Utara Tumbuh diatas
Pertumbuhan Ekonomi Nasional”

Perekonomian Maluku Utara pada triwulan I tumbuh sebesar
5,09% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan pada triwulan
sebelumnya yang sebesar 6,05% (yoy). Meski melambat,
pertumbuhan ekonomi Maluku Utara pada triwulan laporan
lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional yang
tercatat sebesar 4,92% (yoy).

Perlambatan terutama dipengaruhi oleh terus menurunnya
harga komoditas nikel yang mempengaruhi kinerja sektor
pertambangan serta aktivitas investasi baru sektor swasta. Di
samping itu, realisasi belanja pemerintah khususnya belanja
modal pada awal tahun 2016 relatif rendah.
1
PERTUMBUHAN EKONOMI
“Masjid Al Munawwar, Ternate”
Courtesy :Tim Liputan PSBI Maluku Utara
5,09%
Pertumbuhan
QtQ Tw I
-0,86%
PERTUMBUHAN EKONOMI
1.1 Kondisi Umum
Pertumbuhan ekonomi Maluku Utara pada triwulan I-2016 mengalami perlambatan
dibandingkan triwulan IV-2015. Ekonomi Maluku Utara tumbuh melambat dari 6,05% (yoy) pada
triwulan sebelumnya menjadi 5,09% (yoy) pada triwulan laporan. Secara triwulanan, ekonomi
Maluku Utara mengalami kontraksi sebesar 0,86% (qtq), jauh lebih rendah dibandingkan
pertumbuhan triwulanan pada periode yang sama pada tahun 2015 yang tercatat sebesar
0,05% (qtq).
Dari sisi permintaan, perlambatan pertumbuhan ekonomi bersumber dari belum
optimalnya realisasi belanja modal pemerintah. Di samping itu, pertumbuhan investasi swasta
baru juga melambat akibat turunnya harga komoditas unggulan dan tingginya ketidakpastian
ekonomi pada periode mendatang.
Dari sisi penawaran, perlambatan pertumbuhan terjadi pada sebagian besar sektor
perekonomian. Sektor Pertambangan & Penggalian mengalami kontraksi dengan pertumbuhan
tahunan tercatat sebesar -4,46% (yoy). Sementara itu, seiring masih rendahnya realisasi
anggaran belanja pemerintah, sektor konstruksi dan sektor administrasi pemerintah tercatat
mengalami perlambatan.
1.2 Perkembangan PDRB dari Sisi Permintaan
Dari sisi permintaan (penggunaan), melambatnya pertumbuhan ekonomi pada triwulan
laporan dipengaruhi oleh pengeluaran konsumsi Pemerintah dan pembentukan modal tetap
bruto yang melambat. Melambatnya komponen investasi (PMTB) juga berpengaruh pada
komponen perubahan inventori yang pertumbuhannya Selain itu, meningkatnya impor luar
negeri pada triwulan laporan juga memberikan andil pada melambatnya pertumbuhan ekonomi
di triwulan laporan.
Konsumsi lembaga non profit yang melayani rumah tangga tumbuh sebesar 7,75% (yoy)
pada triwulan I-2016, melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar
8,33% (yoy). Melambatnya pertumbuhan pada komponen dimaksud ditengarai terjadi seiring
dengan berakhirnya Pilkada yang dilaksanakan pada triwulan IV-2015. Selain itu, sudah
merupakan pola musiman bahwa komponen LNPRT melambat di awal tahun.
2
PERTUMBUHAN EKONOMI
Pembentukan Modal Tetap Bruto yang menunjukkan tingkat investasi di daerah tumbuh
melambat dari 12,22% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 10,66% (yoy) pada triwulan laporan.
Adapun tingginya tingkat impor barang dari luar negeri juga memberikan dampak pada
pertumbuhan ekonomi yang melambat di triwulan I-2016.
Pada triwulan laporan, pertumbuhan tertinggi terjadi pada komponen ekspor luar negeri
yakni sebesar 501,00% (yoy). Komponen ini juga memberikan andil pertumbuhan cukup
signifikan yakni sebesar 1,79% (yoy). Komponen lainnya yang memiliki andil cukup besar pada
pertumbuhan triwulan laporan adalah konsumsi rumah tangga yang tumbuh 5,90% (yoy)
dengan andil 3,51%.
Dengan perkembangan tersebut, struktur perekonomian Maluku Utara dari sisi
permintaan (penggunaan) pada triwulan I-2016 masih didominasi oleh konsumsi, khususnya
konsumsi rumah tangga yang memiliki pangsa sebesar 59,96%, meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya yang sebesar 58,47%. Sementara, pangsa investasi (PMTB) juga
mengalami peningkatan dari 29,24% menjadi 29,60%. Di lain sisi, masih tingginya
ketergantungan Maluku Utara terhadap pasokan dari luar provinsi menyebabkan terjadinya
impor netto antar daerah sehingga menjadi pangsa negatif sebesar 11,26% bagi struktur
perekonomian Maluku Utara.
Pertumbuhan (%)
Andil (%)
Tw IV 2015 Tw I 2016 Tw IV 2015 Tw I 2016
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga
4.34
5.90
2.58
3.51
Pengeluaran Konsumsi LNPRT
8.33
7.75
0.1
0.09
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
23.96
12.14
7.95
3.3
Pembentukan Modal Tetap Bruto
12.22
10.66
3.38
3
Perubahan Inventori
-78.08
325.00
9.74
0.87
Ekspor Luar Negeri
63.13
501.00
0.35
1.79
Impor Luar Negeri
306.24
153.62
-5.16
-7.45
Net Ekspor Antar Daerah
164.43
0.25
-12.89
-0.03
6.05
5.09
P D R B
Komponen
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Tabel 1.1 Pertumbuhan dan Andil PDRB Sisi Penggunaan
3
PERTUMBUHAN EKONOMI
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Grafik 1.1 Struktur PDRB Sisi Penggunaan pada Triwulan I-2016
1.2.1 Konsumsi Masyarakat dan LNPRT
Konsumsi rumah tangga pada triwulan laporan tercatat terakselerasi, dari 4,34% (yoy)
pada triwulan IV-2015 menjadi 5,90% (yoy) pada triwulan laporan. Sementara, kondisi pada
konsumsi lembaga non profit yang melayani rumah tangga (LNPRT) yang pada triwulan ini
tumbuh 7,75% (yoy), mengalami perlambatan dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar
8,33% (yoy). Dengan demikian, konsumsi masyarakat kembali memberikan andil terbesar
dalam pertumbuhan ekonomi Maluku Utara yakni sebesar 3,51%.
Meningkatnya konsumsi rumah tangga pada triwulan laporan dapat dilihat dari
optimisnya masyarakat dengan keadaan ekonomi saat ini yang terpotret dari Indeks Tendensi
Konsumen dengan nilai sebesar 100,45 serta Indeks Ekonomi Saat Ini yang menunjukkan
peningkatan dari 104,00 di triwulan sebelumnya menjadi 108,00 pada triwulan laporan. Selain
itu, meningkatnya konsumsi rumah tangga di awal tahun juga merupakan pola musiman dimana
banyak masyarakat yang membelanjakan uangnya untuk keperluan perumahan. Hal ini
tercermin dari meningkatnya indeks ketepatan waktu pembelian barang kebutuhan tahan lama
dari 95,00 di triwulan IV-2015 menjadi 110,00 di triwulan I-2016.
Perkembangan optimisme masyarakat yang tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen
menunjukkan adanya penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan IV-2015,
Indeks Keyakinan Konsumen tercatat sebesar 114,5, sementara pada triwulan laporan menurun
menjadi 113,3.
4
PERTUMBUHAN EKONOMI
Sumber : Survei Konsumen BI dan BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Grafik 1.2 Perkembangan Indeks Ketepatan Waktu
Sumber : Survei Konsumen BI, diolah
Grafik 1.3 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen
Pembelian Barang Tahan Lama
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Sumber : LBU, diolah
Grafik 1.4 Perkembangan Pendapatan Rumah Tangga
Grafik 1.5 Perkembangan Kredit Konsumsi Lokasi Proyek
Ditinjau dari sisi sistem pembayaran, konsumsi rumah tangga yang tumbuh meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya sejalan dengan pertumbuhan volume transaksi kliring dari
5.132 kali di triwulan sebelumnya menjadi 5.190 kali di triwulan laporan. Selain itu, kredit
konsumsi di Maluku Utara pada triwulan laporan tumbuh sebesar 12,84% (yoy), angka
pertumbuhan yang sama dengan triwulan sebelumnya.
5
PERTUMBUHAN EKONOMI
1.2.2 Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)
Pertumbuhan investasi atau modal tetap domestik bruto (PMTB) pada triwulan I-2016
tercatat sebesar 10,66% (yoy). PMTB tumbuh lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang
tumbuh 12,22% (yoy). Harga komoditas unggulan Maluku Utara (kecuali kopra) yang terus
mengalami penurunan menyebabkan para pelaku usaha cenderung menunda kegiatan
investasi barunya.
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia (ASI)
Grafik 1.6 Perkembangan Konsumsi Semen
Melambatnya perkembangan kegiatan investasi juga terindikasi dari total volume
pengadaan semen di Maluku Utara yang melambat dibandingkan triwulan sebelumnya, yakni
sebesar 8,36% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar
21,01% (yoy).
Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal
Grafik 1.7 Perkembangan PMA di Maluku Utara
Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal
Grafik 1.8 Perkembangan PMDN di Maluku Utara
Pada triwulan laporan, perkembangan investasi di Maluku Utara banyak berasal dari
luar negeri khususnya terkait dengan proyek pengembangan smelter. Berdasarkan data BKPM,
nilai penanaman modal asing di Maluku Utara pada triwulan laporan tumbuh 56,12% (yoy) jauh
6
PERTUMBUHAN EKONOMI
lebih rendah dari pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang mencapai 397,29% (yoy).
Sampai akhir triwulan laporan, terdapat 77 proyek yang dikerjakan di Maluku Utara dimana
hanya 2 proyek yang berasal dari penanam modal dalam negeri.
1.2.3 Pengeluaran Pemerintah
Secara tahunan, konsumsi pemerintah pada triwulan I 2016 tumbuh 12,14% (yoy) lebih
rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 23,96% (yoy). Menurunnya
konsumsi pemerintah di triwulan laporan merupakan pola musiman serta masih terbatasnya
pembelian pemerintah di awal tahun.
Belum maksimalnya konsumsi pemerintah di awal tahun dapat dilihat dari jumlah DPK
Pemerintah Daerah di perbankan. Kembali tingginya jumlah DPK Pemerintah Daerah di awal
tahun menunjukkan bahwa dana pemerintah masih belum sepenuhnya digunakan. Secara
nominal, DPK Pemerintah Daerah pada tahun 2016 menunjukkan angka tertinggi dalam tiga
tahun terakhir. Penjelasan lebih lanjut terkait pengeluaran pemerintah ini dapat dilihat pada bab
keuangan pemerintah.
Sumber : LBU, diolah
Grafik 1.9 Perkembangan DPK Pemerintah
1.2.4 Kegiatan Ekspor – Impor
Neraca perdagangan Maluku Utara secara keseluruhan (antar daerah dan luar negeri)
pada triwulan laporan menunjukkan impor netto sebesar Rp1,08 triliun, menurun 17,58% (qtq)
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Secara tahunan, impor netto mengalami perbaikan
dari sebelumnya sebesar 197,36% (yoy) menjadi 34,91 % (yoy). Penurunan ini menjadi salah
satu penahan perlambatan ekonomi pada triwulan laporan.
7
PERTUMBUHAN EKONOMI
Penurunan impor netto terutama dipengaruhi oleh adanya ekspor nikel yang mulai
dilakukan pada triwulan laporan. Kembali normalnya tingkat produksi lokal khususnya untuk
komoditas hortikultura setelah sebelumnya sempat menurun di akhir tahun menjadi faktor
pendorong perlambatan impor netto daerah yang tercatat sebesar 0,25% (yoy).
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Grafik 1.10 Perkembangan Volume Ekspor Luar Negeri
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Grafik 1.11 Perkembangan Nilai Ekspor Luar Negeri
Pada triwulan I-2016, volume ekspor luar negeri dalam data PDRB tercatat naik sebesar
137,17% (qtq). Secara tahunan ekspor luar negeri tumbuh 501,00% (yoy), jauh lebih tinggi
dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh 63,13% (yoy). Tingginya ekspor pada triwulan
laporan dikarenakan adanya smelter milik perusahaan tambang yang sudah beroperasi pada
awal tahun sehingga dapat mengekspor nikel yang sudah diolah pada triwulan laporan. Volume
ekspor pada triwulan laporan adalah sebesar 11,25 ribu ton atau tumbuh sebesar 329,01%
(yoy).
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Grafik 1.12 Perkembangan Volume Impor Luar Negeri
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Grafik 1.13 Perkembangan Volume Ekspor Luar Negeri
Seiring dengan melambatnya kegiatan investasi baru pada awal tahun 2016, nilai impor
luar negeri tumbuh melambat dari 334,65% (yoy) menjadi 237,45% (yoy). Akibat efek
pelemahan rupiah pada tahun 2015 serta turunnya harga nikel, para pelaku usaha belum
8
PERTUMBUHAN EKONOMI
memutuskan aktivitas investasi baru. Barang impor yang tiba pada triwulan laporan umumnya
adalah hasil kontrak pada tahun 2015.
Sama halnya dengan triwulan-triwulan sebelumnya, berdasarkan data BPS Provinsi
Maluku Utara, komoditas impor luar negeri didominasi barang dari besi atau baja, dan mesin.
Impor luar negeri tersebut terutama akan digunakan untuk pembangunan smelter dan
pembangkit listrik. Walaupun secara nominal mengalami penurunan, volume impor luar negeri
tercatat sebesar 111 ribu ton atau tumbuh 688,36% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan
sebelumnya sebesar 661,36% (yoy).
1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Penawaran
Pada triwulan laporan, pertumbuhan perekonomian Maluku Utara, dari sisi penawaran,
terutama didukung oleh sektor perdagangan besar dan eceran; reparasi mobil dan sepeda
motor yang memberikan andil terbesar yakni 1,13% atau lebih dari 22% pemicu pertumbuhan
pada triwulan tersebut. Sektor lainnya yang memberikan andil besar pada pertumbuhan triwulan
laporan yakni sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib (1,05%)
dan sektor konstruksi (0,80%).
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Grafik 1.14 Andil Pertumbuhan Sektoral PDRB Sisi Penawaran Triwulan I-2016
9
PERTUMBUHAN EKONOMI
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Grafik 1.15 Perkembangan Sektoral PDRB Sisi Penawaran
Adapun perlambatan pertumbuhan pada triwulan laporan terutama bersumber dari
kontraksi
sektor
pertambangan
serta
melambatnya
pertumbuhan
sektor
administrasi
pemerintah dan sektor konstruksi. Turunnya harga nikel dan belum optimalnya realisasi belanja
modal pemerintah menjadi penyebab rendahnya pertumbuhan ekonomi pada triwulan laporan.
Meskipun fluktuasi pertumbuhan sektoral terus terjadi, namun secara umum, struktur
perekonomian Maluku Utara di triwulan I-2016 masih didominasi oleh sektor pertanian,
kehutanan, dan perikanan yang menyumbang 22,99% dari total PDRB. Sementara itu, sektor
perdagangan besar dan eceran yang memiliki andil paling besar dalam pertumbuhan pada
triwulan laporan memiliki pangsa sebesar 18,26%. Sektor administrasi pemerintahan yang juga
merupakan sektor utama memiliki pangsa sebesar 15,70%, sedikit menurun akibat pola
musiman di awal tahun. Sementara itu, sektor lainnya memiliki pangsa dibawah 50%.
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Grafik 1.16 Struktur PDRB Sisi Penawaran
10
PERTUMBUHAN EKONOMI
1.3.1 Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pada triwulan I-2016, sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan tumbuh sebesar
0,96% (yoy) lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang mencapai 0,48% (yoy). Adanya panen
komoditas hortikultura seperti cabai dan bawang merah serta komoditas rempah-rempah
seperti cengkih dan pala di triwulan laporan memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan
pada sektor ini. Harga kopra yang meningkat hingga 37,31% (yoy) pada bulan Maret 2016 juga
memicu aktivitas panen komoditas kelapa.
Namun demikian, kendala produksi yang terjadi pada subsektor perikanan menghambat
pertumbuhan sektor ini pada triwulan laporan. El Nino yang terjadi pada tahun 2015 dirasakan
dampaknya hingga triwulan I-2016. Jumlah tangkapan ikan di perairan Maluku Utara menurun
karena tidak banyak ikan yang berenang di dekat permukaan laut akibat suhu air laut yang
masih relatif tinggi. Hal ini tercermin dari laporan hasil tangkapan ikan PPN. Pertumbuhan
jumlah tangkapan ikan pada triwulan laporan tercatat sebesar 15,33% (yoy), turun dari triwulan
sebelumnya yang tumbuh sebesar 42,73% (yoy).
Sumber : PPN Kota Ternate, diolah
Grafik 1.17 Jumlah Tangkapan Ikan
Sumber : Bloomberg, diolah
Grafik 1.18 Perkembangan Harga Komoditas Kopra
1.3.2 Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan
Sepeda Motor
Sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor tumbuh
sebesar 6,28% (yoy) pada triwulan I-2016, lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan sebelumnya
yang hanya mencapai 5,53% (yoy). Akselerasi ini seiring dengan pertumbuhan konsumsi rumah
tangga yang juga mengalami peningkatan. Di samping itu, adanya peningkatan produksi
11
PERTUMBUHAN EKONOMI
komoditas ekspor dari sektor perkebunan telah memacu aktivitas perdagangan untuk keperluan
ekspor sehingga meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya.
Sumber : PT. Pelindo Cabang Ternate
Grafik 1.19 Perkembangan Volume Muat Barang di
Pelabuhan Ahmad Yani Ternate
Sumber : PT. Pelindo Cabang Ternate
Grafik 1.20 Perkembangan Volume Bongkar Barang
di Pelabuhan Ahmad Yani Ternate
Tumbuhnya sektor perdagangan besar dan eceran terkonfirmasi dari kegiatan bongkar
muat di pelabuhan Ahmad Yani. Total volume bongkar selama triwulan laporan tercatat
mencapai 145,09 ribu ton atau tumbuh 26,19% (yoy) setelah pada triwulan sebelumnya tercatat
sebesar 142,99 ribu ton. Sementara itu, total volume muat mencapai 5,72 ribu ton tumbuh
23,58% (yoy) setelah mengalami penurunan pada triwulan sebelumnya sebesar 11,64% (yoy).
1.3.3 Sektor Industri Pengolahan
Sektor industri pengolahan pada triwulan I-2016 tumbuh sebesar 10,64% (yoy), lebih
tinggi dari triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 0,30% (yoy). Peningkatan tersebut
didorong oleh membaiknya performa industri pengolahan makanan dan minuman seiring
dengan meningkatnya konsumsi rumah tangga.
Kinerja industri pengolahan yang meningkat, juga dikonfirmasi dari hasil Survei Kegiatan
Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara. Pada triwulan I-2016, secara
umum kegiatan usaha menunjukkan peningkatan dengan pencapaian Saldo Bersih Tertimbang
(SBT) sebesar 3,67% setelah sebelumnya sempat menurun pada triwulan IV. Dimana, salah
satu penyumbang terbesar peningkatan kegiatan usaha tersebut adalah Sektor Industri
Pengolahan (naik dengan pencapaian SBT 3,52% pada triwulan I-2016). Selain itu,
Pertumbuhan Industri manufaktur mikro dan kecil di Maluku Utara juga menunjukkan
12
PERTUMBUHAN EKONOMI
pertumbuhan tahunan sebesar 23,76% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya
yang tercatat sebesar 18,24% (yoy).
Sumber : BPS Maluku Utara, diolah
Grafik 1.21 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) BI
Grafik 1.22 Perkembangan Industri Manufaktur Mikro
Prov. Malut
dan Kecil Maluku Utara
1.3.5 Sektor Pertambangan dan Sektor Lainnya
Sektor pertambangan pada triwulan laporan menunjukan terjadinya kontraksi sebesar
4,47% (yoy) setelah tumbuh pada sebesar 1,10% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Kontraksi
terutama dipicu oleh turunnya produksi nikel salah satu perusahaan tambang terbesar di
Maluku Utara dari 100.000 ton/bulan menjadi 83.000 ton per bulan karena rendahnya harga
nikel.
Sementara itu, perusahaan tambang emas terbesar di Maluku Utara juga sempat
menghentikan produksinya pada triwulan laporan. Kondisi ini disebabkan oleh insiden
runtuhnya salah satu terowongan tambang bawah tanah milik perusahaan tersebut. Dengan
demikian, aktivitas difokuskan pada perbaikan dan penyelamatan pegawai yang terjebak pada
terowongan tersebut.
Sementara itu, sektor lainnya yang menjadi sumber pertumbuhan adalah sektor
konstruksi dan sektor penyediaan akomodasi dan makan minum. Sektor konstruksi tercatat
tumbuh 12,72% (yoy), melambat dari triwulan sebelumnya sebesar 13,13% (yoy) seiring
rendahnya realisasi belanja modal pemerintah di awal tahun sehingga masih sedikit proyek
infrastruktur yang dikerjakan. Sementara itu, adanya peristiwa Gerhana Matahari Total (GMT) di
bulan Maret 2016 berkontribusi pada sektor akomodasi dan makan minum sehingga tumbuh
sebesar 16,71% (yoy) lebih tinggi dari triwulan sebelumnya sebesar 7,77% (yoy).
13
PERTUMBUHAN EKONOMI
Grafik 1.23 Perkembangan Tingkat Penghunian Kamar
Grafik 1.24 Perkembangan Kunjungan Wisatawan
Mancanegara
14
PEMBANGUNAN EKONOMI MALUKU UTARA
YANG MERATA DAN INKLUSIF
A. Latar Belakang
Provinsi Maluku Utara terdiri dari dua kota dan delapan kabupaten, yang memiliki
karakteristik kepulauan. Berdasarkan andil perekonomian pada tahun 2014, Kota Ternate
masih mendominasi dengan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) sebesar Rp24,05
miliar atau pangsa sebesar 25,93% terhadap Provinsi Maluku Utara. Diikuti oleh Kabupaten
Halmahera Utara dengan pangsa 15,47% dan Kabupaten Halmahera Selatan dengan
pangsa 15,25% di peringkat kedua dan ketiga. Sementara, Kabupaten Pulau Taliabu
sebagai kabupaten paling muda di Provinsi Maluku Utara, memiliki pangsa paling kecil,
yakni sebesar 3,59%. Secara struktur ekonomi, selama kurun waktu setidaknya 7 tahun
terakhir, Provinsi Maluku Utara masih didominasi oleh Sektor Pertanian, Kehutanan,
Perikanan (25,10%); Sektor Perdagangan Besar dan Eceran (17,79%); serta Sektor
Administrasi Pemerintah (16,12%).
Hingga rilis terakhir BPS pada tahun 2014, PDRB Kota Ternate masih mendominasi
pangsa PDRB Provinsi Maluku Utara. Keberadaan suatu kota, berfungsi sebagai pusat
pertumbuhan ekonomi (Glasson, 2010). Namun demikian, sebagai satu provinsi yang baru,
Maluku Utara perlu untuk mengembangkan pusat-pusat ekonomi baru guna melaksanakan
pemerataan pembangunan ekonomi.
Pada awal pembentukannya, Provinsi Maluku Utara terdiri dari Kabupaten Maluku
Utara, Kabupaten Halmahera Tengah, dan Kota Ternate. Seiring perkembangan
kemampuan ekonomi, sosial dan budaya, serta pertimbangan lainnya pada tahun 2003
terjadi pemekaran, dimana Kabupaten Maluku Utara berkembang menjadi Kabupaten
Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Barat, Kabupaten Halmahera Selatan, dan
Kabupaten Kepulauan Sula. Kemudian Kabupaten Halmahera Tengah, pecah menjadi
Kabupaten Halmahera Tengah, Kabupaten Halmahera Timur, dan Kota Tidore Kepulauan.
Selanjutnya, pada tahun 2008, Kabupaten Halmahera Utara pecah menjadi Kabupaten
Halmahera Utara dan Kabupaten Pulau Morotai. Terakhir, pada tahun 2012, Kabupaten
Pulau Taliabu mekar dari bagian Kabupaten Kepulauan Sula.
Dinamika perkembangan wilayah yang relatif cepat, karakteristik wilayah yang
berupa kepulauan, dan masih minimnya infrastruktur yang menghubungkan satu wilayah
dengan wilayah yang lain, menempatkan Maluku Utara sebagai provinsi dengan PDRB yang
paling kecil di Indonesia. Interkonektivitas menjadi hambatan utama dalam mengeksplorasi
dan mengoptimalisasi kekayaan Maluku Utara. Namun demikian, pada perencanaan
15
pengembangan wilayah, Pemerintah Provinsi Maluku Utara telah melakukan pemetaan dan
pengelompokan kawasan guna mengembangan pusat-pusat ekonomi baru di Maluku Utara.
B. Pengembangan Pusat Pertumbuhan Ekonomi Baru di Maluku Utara
Berdasarkan struktur ekonomi masing-masing kabupaten dan kota di Provinsi
Maluku Utara, tergambar potensi-potensi ke-ekonomi-an utama dari masing masing wilayah
tersebut. Tiga besar sektor penyumbang PDRB pada masing-masing kabupaten kota
tercermin dalam gambar berikut:
Keterangan:
Sektor Pertanian,
Kehutanan, dan Perikanan
Sektor Perdagangan
Besar dan Eceran
Sektor Administrasi
Pemerintahan
Sektor Pertambangan
dan Penggalian
Sektor Transportasi
dan Pergudangan
Sumber: BPS Maluku Utara, diolah
Gambar 1. Pemetaan Sektor Utama PDRB Kabupaten/Kota di Maluku Utara
Dalam pemetaan sektor utama penyumbang PDRB kabupaten/kota di Maluku Utara,
tergambar bahwa Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan, serta Sektor Administrasi
Pemerintahan, masih mendominasi struktur perekonomian di masing-masing wilayah
tersebut. Lebih jauh lagi, dalam struktur APBD Provinsi Maluku Utara dan kabupaten/kota
sumber pendapatan utama berasal dari transfer pemerintah pusat, oleh karenanya di
16
seluruh wilayah di Maluku Utara, Sektor Administrasi Pemerintah masih mendominasi.
Kabupaten/kota di Maluku Utara bukan tidak punya potensi PAD yang mampu memberikan
andil pada pendapatan daerah, namun apabila dikupas lebih jauh mengenai potensi-potensi
utama kabupaten/kota di Maluku Utara maka akan diperoleh gambaran mengenai aneka
keunggulan wilayah yang sangat potensial untuk dikembangkan, sehingga dapat
menjadikannya sebagai pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru.
Dalam RPJPD 2005-2025, dijabarkan bahwa Maluku Utara memiliki visi untuk
mewujudkan masyarakat yang damai, mandiri, adil, dan sejahtera yang berorientasi pada
sumberdaya laut dan kepulauan. Provinsi Maluku Utara, melalui RTRW 2013-2033, juga
telah mencanangnya adanya sepuluh kawasan strategis di Maluku Utara yang diharapkan
menjadi sumber-sumber pertumbuhan ekonomi di Provinsi Maluku Utara. Pencanangan
kawasan strategis tersebut diharapkan sebagai bentuk pemerataan pembangunan dan
pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru. Pengembangan kawasan tersebut,
secara umum terbagi menjadi kawasan strategis untuk kepentingan pertumbuhan ekonomi,
fungsi sosial dan budaya, pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi, dan
untuk fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.
f
h
a
g
e
d
i
c
j
b
Sumber: BAPPEDA Provinsi Maluku Utara, 2016
Gambar 2. Pemetaan Kawasan Strategis dalam RTRW Provinsi Maluku Utara 2013-2033
17
No.
Pengelompokkan Kawasan
a Kawasan Ternate, Tidore, Sidangoli dan Sofifi
b
Kawasan Kepulauan Sula, yang meliputi Pulau
Sulabesi, Pulau Mangoli dan Pulau Taliabu
c Kawasan Pulau Bacan
Fokus Pengembangan
kawasan strategis dari sudut
kepentingan perekonomian;
dengan pengembangan pada
pemerintahan, sektor pendidikan dan
industri
sektor perkebunan dan kehutanan
sektor industri perikanan dan industri
pengolahan kayu serta kehutanan
d
Kawasan Halmahera bagian Selatan meliputi
sektor perkebunan
Kecamatan Gane Barat dan Kecamatan Gane Timur
e
Kawasan Strategis Weda meliputi Weda dan
sekitarnya
f
Kawasan Strategis Morotai
Kawasan Perbatasan dan Pulau Kecil yaitu Haltim,
Halteng dan Pulau Jiew
h Kawasan Strategis Halut, Halbar dan Haltim
i Kawasan Pulau Gebe
j Kawasan Pulau Obi
g
pengembangan kegiatan (eksploitasi)
pertambangan nikel
sektor Pertahanan Keamanan,
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan
Pariwisata
pengembangan Pariwisata dan Hankam
sektor pertanian tanaman pangan
perbaikan kualitas lingkungan
sektor pertambangan
Sumber: BAPPEDA Provinsi Maluku Utara, 2016
Tabel 1. Penjelasan Pengelompokkan Kawasan Strategis Maluku Utara
Dalam upaya percepatan pengembangan kawasan strategis tersebut, Pemerintah
Provinsi Maluku Utara berfokus untuk meningkatkan konektivitas antar wilayah melalui
pembangunan jalan penghubung antar kabupaten di Pulau Halmahera, dan jalan lingkar di
pulau-pulau utama, antara lain Pulau Morotai, Pulau Obi, Pulau Sulabesi, Pulau Taliabu, dan
Pulau Mangoli. Jalan penghubung tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi
ekonomi dalam rangka pemerataan pembangunan.
Selain pembangunan infrastruktur jalan raya, Pemerintah Provinsi Maluku Utara juga
mengusulkan pembukaan rute baru penyeberangan ferry, baik yang menghubungkan antar
wilayah dalam Provinsi Maluku Utara maupun dengan wilayah lain di provinsi tetangga.
Dalam perencanaannya, pembangunan infrastruktur perhubungan bertujuan selain untuk
meningkatkan konektivitas antar pulau dan antar gugus pulau, tetapi juga untuk
mengintegrasikan jaringan jalan dan penyeberangan, peningkatan pelayanan bandara dan
pelabuhan laut, melayani kawasan strategis dan rawan bencana, membuka akses wilayah
terisolir/terpencil/tertinggal, dan meningkatkan pelayanan perbatasan negara. Upaya-upaya
tersebut, perlu dilaksanakan secara selaras, terintegrasi, dan menyeluruh, sehingga akan
terjadi multiplier effect yang saling menguatkan antara perencanaan kawasan dengan
proses pembangunan yang sedang berlangsung.
18
Sumber: Dinas PU Provinsi Maluku Utara, 2016
Gambar 3. Peta Jalan Raya dan Infrastruktur Perhubungan Provinsi Maluku Utara
Peningkatan infrastruktur dan pengembangan kawasan strategis, dimaksudkan untuk
melakukan pemerataan pembangunan dan pengembangan pusat-pusat ekonomi baru di
Maluku Utara. Kota Ternate, yang saat ini menjadi wilayah yang paling tinggi pertumbuhan
ekonominya serta memiliki pangsa yang paling besar pada PDRB Provinsi Maluku Utara,
harus
terus
dijaga
pertumbuhannya
agar
stabil
dan
inklusif.
Namun
demikian,
pengembangan pusat ekonomi baru, sesuai dengan perspektif kawasan strategis juga perlu
dilakukan percepatan, sehingga pembangunan ekonomi Maluku Utara akan berlangsung
lebih ekspansif. Kabupaten Halmahera Utara dan Kabupaten Halmahera Selatan, yang juga
memiliki pangsa besar pada PDRB Malut dan dibarengi dengan pertumbuhan yang tinggi,
diharapkan akan semakin maju dengan adanya perbaikan infrastruktur dan perencanaan
19
kawasan yang sesuai dengan potensi utamanya tersebut. Selain itu, penetapan Pulau
Morotai sebagai Kawasan Ekonomi Khusus dan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional,
serta adanya perbaikan-perbaikan infrastruktur yang tengah berlangsung, juga diharapkan
mendorong pertumbuhan ekonomi Kabupaten Pulau Morotai yang lebih cepat lagi.
Sehingga, Maluku Utara akan memiliki pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru, tanpa harus
terlalu banyak menggantungkan pertumbuhan pada sektor ekstraktif (pertambangan dan
penggalian) yang saat ini tengah terpuruk.
C. KEK Morotai sebagai Motor Akselerasi Pertumbuhan Maluku Utara
Kabupaten Pulau Morotai merupakan wilayah pemekaran dari Kabupaten Halmahera
Utara pada tahun 2008. Secara geografis, kabupaten ini memiliki wilayah seluas 2314,9 km 2
dimana, 90% wilayahnya merupakan desa pesisir. Pada tahun 2014, PDRB atas dasar
harga berlaku (ADHB) Kabupaten Morotai tercatat sebesar Rp968,14 miliar atau memiliki
pangsa sebesar 4,03% terhadap PDRB Provinsi Maluku Utara. Dengan struktur ekonomi
didominasi oleh sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan (49,17%) dan sektor
Perdagangan Besar dan Eceran (18,26%). Kabupaten Pulau Morotai merupakan salah satu
kawasan perbatasan di Indonesia yang memiliki nilai historis sebagai pangkalan udara
sekutu pada masa perang dunia II dahulu. Selain itu, kabupaten ini memiliki potensi kelautan
yang besar dan berpotensi menjadi pintu gerbang Indonesia menuju Asia Pasifik. Oleh
karenanya, melalui PP No. 50 tahun 2014, Pulau Morotai ditetapkan sebagai Kawasan
Ekonomi Khusus, yang terdiri atas zona pengolahan ekspor, zona logistik, zona industri, dan
zona pariwisata.
Berdasarkan data dari Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus, untuk
mengembangkan KEK Morotai, setidaknya diperlukan investasi senilai Rp6,8 triliun. Namun
demikian, potensi nilai investasi yang dapat diperoleh dari KEK Morotai apabila telah
beroperasi tidak kurang dari Rp67,87 triliun hingga tahun 2025. Tentu dengan adanya
potensi ekonomi yang demikian besar, Morotai berpotensi menjadi pusat pertumbuhan
ekonomi baru di Provinsi Maluku Utara, dan mampu menjadi pendorong peningkatan PDRB
Provinsi Maluku Utara yang saat ini memiliki PDRB terkecil di Indonesia.
Dalam perkembangan pembangunan KEK Morotai, tidak sedikit tantangan yang
dihadapi. Dari target luas kawasan 1.101,6 hektar, hingga tahun 2016 baru sekitar 300
hektar lahan yang dibebaskan. Dinamika politik lokal dan keseriusan dari pemerintah pusat
menjadi tantangan. Hal tersebut mengingat, pemberian sertifikat hak guna bangunan yang
lebih luas dari 15 hektar menjadi kewenangan menteri. KEK Morotai sendiri, ditargetkan
dibangun secara bertahap dalam kurun waktu kurang lebih 30 tahun.
20
Sumber: BKPM Kabupaten Pulau Morotai, 2016
Gambar 4. Rencana Pengembangan KEK Morotai Tahap I
Selama kurun waktu pasca penetapan, yakni tahun 2014 hingga saat ini, awal tahun
2016, telah terealisasi beberapa milestone pengembangan KEK, antara lain pembangunan
infrastruktur dalam kawasan dan infrastruktur dan fasilitas penunjang luar kawasan.
Gambaran pembangunan yang telah dan sedang berlangsung, sebagaimana tercantum
dalam tabel berikut.
Waktu
Pelaksanaan
Kegiatan
Pembangunan batas KEK tahap I;
Pembangunan pintu gerbang kawasan;
Pembangunan gedung dan penyediaan peralatan kantor pengelola
dan administrator
Pembangunan infrastruktur kawasan tahap I (200 ha):
Jalan
Drainase
Jaringan Listrik
Jaringan Telekomunikasi
Jaringan Distribusi Air Bersih
Instalasi Pengolahan Air Limbah
Pembangunan Pembangkit Listrik
Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Bersih
Pembangunan Fasilitas Sosial dan Fasilitas Umum
Penyusunan Estate Regulation
Desember 2015
Desember 2015
Desember 2015
Juni 2016
Juni 2016
Juni 2016
Juni 2017
Desember 2015
Juni 2016
Januari 2016
Sumber: BKPM Kabupaten Pulau Morotai, 2016
Tabel 2. Tahapan Pembangunan Infrastruktur dalam Kawasan
21
Waktu
Penanggungjawab
Pelaksanaan
Kegiatan
Pengembangan Pelabuhan Daruba-Wayabula:
Perpanjangan dermaga multi purpose Daruba sepanjang 100
Peningkatan peralatan bongkar muat peti kemas di Daruba
Pembangunan lapangan penumpukan peti kemas di Daruba
Revitalisasi fasilitas pergudangan di Daruba
Penambahan fasilitas bea cukai di Daruba
Penambahan fasilitas karantina di Daruba
Revitalisasi bangunan administrasi kepelabuhanan dan
fasilitas ruang tunggu penumpang di Daruba
Penambahan fasilitas perparkiran di Daruba
Penyusunan Rencana Induk Pelabuhan Daruba-Wayabula
Pembangunan pelabuhan Wayabula
Peningkatan Jalan Daruba-Wayabula-Sopi-Bere Bere
Pengembangan Bandar Udara
Kesepakatan penggunaan Bandar Udara TNI AU untuk
penerbangan sipil
2016
2016
2016
2016
2016
2016
Kem. Perhubungan
Kem. Perhubungan
Kem. Perhubungan
Kem. Perhubungan
Kem. Perhubungan
Kem. Perhubungan
2016
Kem. Perhubungan
2016
2016
2018
2016
Kem. Perhubungan
Kem. Perhubungan
Kem. Perhubungan
Kem. PUPR
MoU antara KASAU TNI AU, Dirjen
Perhubungan Udara, dan Gubernur
Maluku Utara pada tanggal 2
Februari 2012 Nomor
Perjama/12/II/2012, Nomor
HK.201/I/8/DRJU-2012, Nomor
2/PKS-MU/2012
Telah dibentuk Unit Pelayanan
Bandar Udara (UPBU) Morotai
pada September 2014
on progress
Revitalisasi sistem keselamatan penerbangan sipil
Dimonim Air per Februari 2016
Penyelenggaraan penerbangan perintis Ternate - Morotai PP
Wings Air per April 2016
Pembentukan Unit Pelayanan Teknis Bandar Udara Leo
Wattimena
Sumber: BKPM Kabupaten Pulau Morotai, 2016
Tabel 3. Tahapan Pembangunan Infrastruktur dan Fasilitas Penunjang Luar Kawasan
Guna mendorong percepatan pembangunan dan memperbesar dampak mulplier
effect diperlukan upaya serius dari Dewan Kawasan KEK di daerah bersama dengan Badan
Pengelola, yang dalam hal ini adalah PT Jababeka Morotai. Dewan Kawasan KEK yang
diketuai oleh Gubernur Maluku Utara, perlu mendorong percepatan proses pembebasan
lahan dan pengurusan hak guna bangunan, sehingga tahapan pembangunan tidak
terhambat. Selain itu, upaya promosi investasi juga perlu gencar dilaksanakan, disamping
penyiapan infrastruktur yang harus segera disiapkan. Hingga awal 2016, setidaknya telah
terdapat tujuh perusahaan yang siap berinvestasi di KEK Morotai dengan nilai investasi
diperkirakan sebesar Rp5,7 triliun. Namun demikian, para investor tersebut masih
menunggu kepastian mengenai pembebasan lahan dan kesiapan infrastruktur dasar.
Disamping fokus pembangunan kawasan ekonomi khusus, Pulau Morotai juga
ditetapkan sebagai salah satu dari 10 destinasi pariwisata prioritas nasional. Branding
Morotai saat ini tengah diperkuat dengan dilakukannya berbagai upaya promosi baik di
dalam maupun luar negeri. Selain itu, juga dilakukan upaya-upaya penyiapan infrastruktur
pendukung seperti akses transportasi, telekomunikasi, dan kelistrikan. Upaya menggenjot
pariwisata di Morotai, tengah dilaksanakan oleh lintas instansi. Upaya tersebut, merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari upaya pengembangan Pulau Morotai sebagai suatu
Kawasan Ekonomi Khusus.
22
No
Perihal
ATRAKSI
1 Festival Budaya
2 Festival Desa Pesisir
3 Wonderful Morotai
AKSES
Penanggung Jawab
Progres/Target
PT Jababeka Morotai Mar-16
PT Jababeka Morotai Mei-16
PT Jababeka Morotai September – Oktober 2016
1
Bandara Leo Wattimena Kemenhub
2
Pelabuhan Laut Daruba
Kemenhub
& Wayabula
3
Peningkatan jalan
lingkar luar Morotai
Kemen PU-PR
Penerbangan ke Morotai dari 1x
menjadi 2x per minggu,
triwulan II-2016.
Penyebrangan feri TobeloMorotai pp dari 4x (Senin, Rabu,
Jumat, Sabtu) menjadi 5x per
minggu, triwulan III-2016
Ruas BereBere - Sofi 6 km,
Desember 2016
Ruas Sofi - Wayabula 20 km,
Desember 2016
AMENITAS
1
Listrik
2
Air
3
Telekomunikasi dan
Hotel
Pembangunan pembangkit listrik
50MW, triwulan IV-2016
Jaringan distribusi sekunder,
Kemen PU-PR
triwulan IV-2016
Pembangunan 20 kamar,
PT Jababeka Morotai
triwulan IV-2016
PT Jababeka Morotai
Sumber: BKPM Kabupaten Pulau Morotai, 2016
Tabel 4. Sembilan Langkah Pengembangan Destinasi Pariwisata Morotai
D. Kesimpulan dan Rekomendasi
Provinsi Maluku Utara memiliki potensi ekonomi yang besar, namun belum dioptimalkan.
Pangsa PDRB Provinsi Maluku Utara, masih didominasi oleh Kota Ternate yang menjadi lokasi pusat
pembangunan, pusat ekonomi, dan pusat perdagangan dan jasa. Pemerataan pembangunan dan
pembentukan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru perlu dipercepat, tanpa meninggalkan pusat
pertumbuhan ekonomi yang telah ada.
Kabupaten Halmahera Utara dan Kabupaten Halmahera Selatan, dengan potensi perikanan,
pertanian, dan pertambangan yang dimilikinya, memiliki potensi untuk berkembang menjadi pusat
pertumbuhan ekonomi baru di Provinsi Maluku Utara. Namun demikian, wilayah-wilayah lain juga
memiliki potensi yang tidak kalah besarnya. Pengembangan sepuluh kawasan strategis yang
dicanangkan oleh Pemerintah Provinsi Maluku Utara, diharapkan menjadi pedoman umum
pengembangan kewilayahan berbasis keunggulan setempat. Kawasan yang terintegrasi dan saling
mendukung guna mengakselerasi pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat
Maluku Utara.
Pembangunan infrastruktur konektivitas antar wilayah menjadi langkah besar strategis yang
diharapkan akan mampu mengakselerasi perkembangan kawasan strategis dan pemerataan
pembangunan ekonomi. Ketergantungan terhadap sektor ekstraktif pertambangan dan penggalian,
diharapkan dapat diminimalkan seiring peningkatan pangsa sektor-sektor lain yang terakselerasi
sebagai dampak dari perbaikan konektivitas antar wilayah dan optimalisasi kawasan strategis.
23
Selain itu, pengembangan Pulau Morotai sebagai kawasan ekonomi khusus, diharapkan
menjadi motor penggerak utama akselerasi pertumbuhan ekonomi di Provinsi Maluku Utara. Potensi
nilai ekonomi yang sebesar Rp67,87 triliun perlu dijadikan pelecut motivasi bagi para pemangku
kepentingan di Maluku Utara. Calon-calon investor yang sudah berkomitmen untuk berinvestasi di
KEK Morotai harus dijaga ekspekstasinya, baik oleh Dewan Kawasan di daerah maupun pusat
melalui minimasi hambatan-hambatan birokratif yang dilaksanakan seiring dengan percepatan upaya
peningkatan kualitas infrastruktur. KEK Morotai sesuai dengan tagline-nya diharapkan menjadi “The
Window of East Indonesia” dan menjadi “Singapura baru” di timur Indonesia.
24
Realisasi Pendapatan
Tw I-2016
24,22%
“Kinerja realisasi pendapatan maupun belanja
pemerintah mengalami peningkatan”

Pada
triwulan
I-2016,
realisasi
pendapatan
Realisasi Belanja
Tw I-2016
pemerintah
mencapai 24,22% dari total anggaran dan secara nominal
14,81%
meningkat 31,98% (yoy) dibanding periode yang sama pada
tahun sebelumnya.

Hingga triwulan I-2016 realisasi belanja APBD Provinsi Maluku
Utara baru sebesar 14,81%. Namun demikian, secara nominal
jumlah realisasi belanja pemerintah daerah hingga akhir
triwulan
laporan
menunjukkan
peningkatan
yang
cukup
signifikan dibandingkan triwulan I-2015 lalu, yakni meningkat
sebesar 80,90% (yoy).
2
KEUANGAN PEMERINTAH
“Festival Teluk Jailolo”
Courtesy : wisataindonesia.co.id
25
KEUANGAN PEMERINTAH
2.1 Struktur APBD
Anggaran pendapatan Pemprov Maluku Utara dalam APBD 2016 adalah sebesar
Rp2,24 triliun atau meningkat 22,61% dari anggaran pendapatan pada APBD 2015. Sementara
itu, anggaran belanja pada APBD 2016 tercatat sebesar Rp2,34 triliun atau meningkat 28,34%
dari anggaran belanja tahun sebelumnya.
Pada anggaran pendapatan, kenaikan anggaran terutama bersumber dari pendapatan
transfer sebesar 20,80% (yoy). Pendapatan transfer adalah pendapatan yang didapatkan dari
pemerintah pusat sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku. Secara struktur
pendapatan transfer ini masih menjadi sumber pendapatan terbesar pemerintah Maluku Utara
yaitu sebesar 81,35% pada APBD 2016, dikarenakan Pendapatan Asli Daerah (PAD) belum
dapat menjadi tonggak utama keuangan daerah mengingat belum optimalnya penyerapan
pajak, masih rendahnya pendapatan perusahaan daerah, serta dampak penerapan UU Minerba
pada sektor pertambangan nikel di Maluku Utara. Namun demikian, rencana perolehan PAD
Maluku Utara meningkat 13,81% (yoy) dibandingkan pada anggaran tahun sebelumnya.
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Maluku Utara
Grafik 2.1 Perubahan Struktur APBD Akun Pendapatan Tahun 2015 dan 2016
26
KEUANGAN PEMERINTAH
Kenaikan juga terjadi pada anggaran belanja seiring adanya kenaikan pada anggaran
pendapatan. Kenaikan terbesar terdapat pada belanja modal yaitu sebesar 49,96% (yoy).
Kenaikan pada nominal belanja modal tersebut menjadi harapan meningkatnya pembangunan
sarana publik/infrastruktur pada tahun berjalan. Secara struktural, pangsa dari anggaran belanja
tidak mengalami banyak perubahan. belanja operasional masih mendominasi struktur belanja
dengan pangsa sebesar 63,72%.
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Maluku Utara
Grafik 2.2 Perubahan Struktur APBD Akun Belanja Tahun 2015 dan 2016
2.2 Realisasi Pendapatan APBD
Jumlah total realisasi pendapatan daerah Pemerintah Provinsi Maluku Utara, hingga
akhir triwulan I-2016 sebesar Rp542,85 miliar atau 24,22% dari total target anggaran
pendapatan 2016 yang sebesar Rp2.241,17 miliar. Secara persentase realisasi, besaran pada
triwulan I-2016 ini lebih besar dari triwulan I-2015 lalu, yakni tumbuh sebesar 31,98% (yoy).
Berdasarkan komponen pembentuknya, realisasi tertinggi pendapatan Pemerintah
Provinsi Maluku Utara berasal dari komponen Transfer Pemerintah Pusat-Dana Alokasi Umum
sebesar 50,54%, diikuti Dana Penyesuaian yang menyumbang sebesar 12,36% dari total
pendapatan. Masih terbatasnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Provinsi Maluku Utara,
menyebabkan struktur APBD Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten dan Kota di Maluku
27
KEUANGAN PEMERINTAH
Utara, khusunya di sisi pendapatan, masih didominasi oleh dana perimbangan dari pemerintah
pusat.
Meski secara umum realisasi komponen pendapatan pada triwulan I-2016 lebih tinggi
dibandingkan dengan dengan tahun sebelumnya, realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan
Pendapatan Lain-lain mengalami penurunan apabila dibandingkan dengan periode yang sama
di tahun 2015.
Tabel 2.1 Realisasi Pendapatan APBD Lingkup Provinsi Maluku Utara Tahun 2016 – data per 31 Maret 2016
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Maluku Utara
Realisasi PAD hingga akhir triwulan I-2016 baru mencapai 5,71%, pencapaian tersebut
lebih rendah dari realisasi periode yang sama di tahun 2015 yang sebesar 17,08%. Kondisi
tersebut ditengarai disebabkan oleh perusahaan tambang nikel masih beroperasi terbatas,
seiring pembangunan smelter yang terus berlangsung. Lesunya aktivitas perusahaan tambang
ini diikuti dengan berhentinya perusahaan-perusahaan pendukung sektor pertambangan seperti
jasa sewa alat berat, jasa angkut, jasa pengiriman, jasa restoran dan akomodasi, serta
perusahaan pendukung lainnya. Pelemahan pada sektor-sektor dimaksud, menyebabkan
lesunya pemasukan daerah utamanya dari pajak, yang hingga triwulan I-2016 ini masih belum
terdapat realisasi. Pendapatan retribusi daerah, meski sudah terdapat realisasi namun
pencapaiannya masih lebih rendah daripada tahun sebelumnya.
28
KEUANGAN PEMERINTAH
Sementara itu, berkat komitmen yang tinggi dari pemerintah pusat, realisasi komponen
pendapatan transfer menunjukkan kinerja yang lebih tinggi. Komponen pendapatan yang
menguasai 81,35% dari keseluruhan anggaran pendapatan ini, mencatatkan realisasi sebesar
28,72%, lebih tinggi dari pencapaian pada periode yang sama di tahun 2015 sebesar 23,81%.
Secara nominal realisasi pendapatan transfer meningkat 45,69% (yoy).
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Maluku Utara
Grafik 2.3 Perbandingan Sisi Pendapatan Realisasi APBD Tahun 2015 dan Tahun 2016
2.3 Realisasi Belanja APBD
Total realisasi belanja daerah sampai dengan akhir triwulan I-2016 mencapai Rp346,81
miliar atau 14,81% dari total anggaran belanja yang sebesar Rp2.341,52 miliar. Jumlah realisasi
tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan realisasi belanja pada triwulan I-2015 lalu yang hanya
sebesar 3,12%. Secara nominal, realisasi belanja pada triwulan I-2016 ini juga meningkat
80,90% (yoy), peningkatan ini utamanya disumbang oleh Belanja Operasi yang terealisasi
sebesar 10,98% dari total anggaran belanja.
Pada komponen Belanja Operasi, sumbangan realisasi khususnya bersumber dari
Belanja Pegawai yang sudah terealisasi sebesar Rp90,83 miliar atau 3,88% dari total anggaran
belanja, dan Belanja Hibah yang terealisasi sebesar Rp100,48 miliar atau 4,29% dari total
29
KEUANGAN PEMERINTAH
anggaran belanja. Belanja hibah tersebut, secara spesifik merupakan realisasi alokasi Dana
BOS ke seluruh sekolah di Maluku Utara.
Realisasi Belanja Operasi yang meningkat sebesar 51,95 (yoy) mendorong tingginya
realisasi di triwulan laporan. Selain itu, realisasi Belanja Modal yang juga sangat ekspansif di
triwulan I-2016 ini, yakni meningkat dari hanya Rp93,4 juta di triwulan I-2015 menjadi Rp89,61
miliar di triwulan laporan. Realisasi Belanja Jalan, Irigasi, dan Jaringan memberikan sumbangan
realisasi Belanja Modal sebesar 7,07%, disusul Belanja Bangunan dan Gedung (3,01%) dan
Belanja Peralatan dan Mesin (1,40%). Secara pola musiman realisasi belanja pemerintah di
awal tahun akan berada pada level rendah, kemudian akan mulai digenjot di triwulan II dan III.
Namun demikian, realisasi pada triwulan I-2016 yang sudah cukup ekspansif, diharapkan
memberikan multiplier effect pada pertumbuhan ekonomi daerah secara lebih awal, yang saat
ini pengaruh proyek-proyek pemerintah masih cukup besar pada struktur ekonomi Maluku Utara
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Maluku Utara
Grafik 2.4 Perbandingan Sisi Realisasi APBD Tahun 2015 dan Tahun 2016
30
KEUANGAN PEMERINTAH
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Maluku Utara
Tabel 2.2 Realisasi Belanja APBD Lingkup Provinsi Maluku Utara Triwulan I-2016 – data per 31 Maret 2016
2.4 Rekening Pemerintah
Dana pemerintah daerah yang tersimpan di perbankan hingga akhir triwulan I-2016
tercatat sebesar Rp1.099,64 miliar. Sesuai dengan siklusnya jumlah tersebut meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar Rp167,58 miliar. Peningkatan terjadi seiring
meningkatnya realisasi pendapatan pemerintah daerah yang bersumber dari transfer
pemerintah pusat. Secara tahunan, dana milik pemerintah daerah tersebut tumbuh 25,48%
(yoy) setelah pada triwulan sebelumnya terkontraksi sebesar 25,07% (yoy). Peningkatan yang
cukup signifikan ini disebabkan karena lebih awalnya realisasi transfer dana dari pemerintah
pusat ke pemerintah daerah.
Dana pemerintah daerah yang tersimpan dalam bentuk giro tercatat tumbuh 47,56%
(yoy) setelah pada triwulan sebelumnya turun sebesar 24,93% (yoy). Sementara itu, simpanan
likuid lainnya yakni tabungan tercatat terkontraksi sebesar 8,49% (yoy) dan simpanan dalam
bentuk deposito terkontraksi sebesar 28,36% (yoy).
31
KEUANGAN PEMERINTAH
Sumber : Data Perbankan
Grafik 2.5 Perkembangan DPK Pemda di Perbankan Maluku Utara (dalam miliar rupiah)
32
Inflasi yoy
Tw I
5,45%
“Tekanan Inflasi pada triwulan I-2016 meningkat”
Inflasi qtq
Tw IV
Seiring meningkatnya inflasi administered prices dan inflasi inti,
laju kenaikan harga barang dan jasa secara tahunan di Provinsi
Maluku Utara pada triwulan I-2016 tercatat sebesar 5,45%
(yoy). Angka ini lebih tinggi dibandingkan inflasi triwulan
sebelumnya sebesar 4,52% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi
di Kota Ternate juga lebih tinggi dibandingkan Nasional.
3
INFLASI
-0,15%
INFLASI
3.1 Kondisi Umum
Inflasi Kota Ternate sebagai kota inflasi Maluku Utara meningkat pada triwulan I-2016.
Inflasi pada triwulan I-2016 tercatat sebesar 5,45% (yoy). Angka ini lebih tinggi dibandingkan
inflasi triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 4,52% (yoy). Pencapaian inflasi ini juga lebih
tinggi dibandingkan inflasi nasional yang tumbuh sebesar 4,45% (yoy).
Inflasi pada triwulan I-2016 relatif lebih baik dibandingkan dengan inflasi triwulan yang
sama pada tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 7,92% (yoy). Dibandingkan dengan inflasi
tahun kalender sebelumnya yang tercatat sebesar -1,03% (ytd) per triwulan I-2015, inflasi tahun
kalender pada triwulan I-2016 tercatat lebih tinggi dengan pencapaian sebesar -0,15% (ytd).
12
Malut
Nasional
10
Malut
8
5.45
6
Nasional
4
4.45
2
0
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3
2012
2013
2014
2015
2016
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Grafik 3.1 Laju Inflasi Tahunan (yoy) Kota Ternate & Nasional
Turunnya tekanan inflasi pada triwulan laporan dibandingkan triwulan sebelumnya
terutama dipengaruhi oleh turunnya tekanan inflasi IHK yang volatile food. Kembali normalnya
harga makanan seperti ikan segar dan buah-buahan setelah meningkat tajam pada triwulan
sebelumnya karena pola musiman.
Di sisi lain, kelompok administered prices dan inflasi inti pada triwulan laporan tetap
menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan berikutnya. Kelompok inflasi inti tumbuh
sebesar 5,93% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar
4,00% (yoy), karena tekanan dari komoditas subkelompok kesehatan. Sementara itu, kelompok
34
INFLASI
administered prices tumbuh sebesar 6,08% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan
triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar -0,02% (yoy).
Grafik 3.2 Disagregasi Inflasi Maluku Utara
3.2 Perkembangan Inflasi Kota Ternate
3.2.1 Inflasi Tahunan (yoy)
Inflasi Provinsi Maluku Utara pada triwulan laporan tercatat sebesar 5,45% (yoy) lebih
tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat pada angka 4,52% (yoy).
Meningkatnya tekanan inflasi terutama disebabkan oleh menguatnya inflasi administered prices
yang terutama berasal dari kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan serta inflasi inti
yang didorong oleh kelompok kesehatan.
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Grafik 3.3 Andil Inflasi Tahunan Berdasarkan Kelompok Komoditas
35
INFLASI
Pemicu meningkatnya tekanan inflasi tahunan adalah meningkatnya tingkat harga yang
terjadi pada kelompok perumahan, air, listrik, gas & bahan bakar. Meningkatnya biaya
kebutuhan pembangunan rumah seperti besi beton dan pasir yang masing-masing tercatat
sebesar 30,34% (yoy) dan 14,06% (yoy) ditambah adanya kenaikan biaya tukang yang terjadi
musiman sebesar 10,72% (yoy) menjadi salah satu pendorong meningkatnya inflasi pada
triwulan laporan. Selain itu, adanya penyesuaian harga kontrak rumah di awal tahun yang
meningkat sebesar 13,64% (yoy) ikut meningkatkan tekanan inflasi pada kelompok tersebut.
Tabel 3.1 Laju Inflasi Tahunan (yoy) Kota Ternate Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)
Kelompok Barang dan Jasa
I
II
2013
III
IV
I
II
2014
III
IV
I
2015
II
III
IV
2016
I
Andil
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara , diolah
Peningkatan tekanan inflasi lainnya yang cukup signifikan terjadi pada kelompok
transpor, komunikasi, & jasa keuangan yakni dari -2,90% (yoy) menjadi 5,59% (yoy). Kondisi ini
dipicu oleh kebijakan kenaikan tarif parkir di tempat-tempat umum di Kota Ternate oleh
Pemerintah. Adanya kenaikan harga angkutan kota di masyarakat yang terjadi di awal tahun
juga berpengaruh pada peningkatan tekanan inflasi.
Tabel 3.2 Andil Inflasi Tahunan (yoy) Kota Ternate Menurut Sub Kelompok Barang dan Jasa
Inflasi
Barang & Jasa Tw IV
2015
Inflasi
Tw I
2016
Andil
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara , diolah
36
Inflasi
Barang & Jasa Tw IV
2015
Inflasi
Tw I
2016
Andil
INFLASI
Tabel 3.3 Komoditas Pendorong dan Penahan Inflasi (yoy) Kota Ternate
Komoditas Pendorong Inflasi
Komoditas Penahan Inflasi
87.50%
50.00%
25.00%
-12.61%
-6.30%
-2.28%
86.32%
85.01%
84.62%
-27.18%
-22.82%
-20.26%
53.10%
52.50%
50.54%
-33.70%
-32.79%
-25.28%
3.2.2 Inflasi Triwulanan (qtq)
Inflasi triwulan laporan menunjukkan deflasi sebesar 0,15% (qtq) jauh lebih rendah
dibandingkan triwulan IV-2015 yang mengalami inflasi sebesar 2,49% (qtq). Siklus inflasi
triwulanan pada periode ini mengalami siklus yang normal seperti pada tahun-tahun
sebelumnya dimana terjadi deflasi di awal tahun akibat telah terjadinya lonjakan inflasi yang
terjadi cukup tinggi di akhir tahun. Adapun angka deflasi triwulanan ini lebih rendah
dibandingkan rata-rata inflasi triwulanan Kota Ternate selama tiga tahun terakhir yang sebesar
0,80% (qtq).
Tabel 3.4 Laju Inflasi Triwulanan (qtq) Kota Ternate Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)
Kelompok Barang dan Jasa
2013
I
II
2014
III
IV
I
II
2015
III
IV
I
2016
II
III
IV
I
Andil
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara , diolah
Menurunnya tekanan inflasi pada triwulan laporan terutama dipengaruhi oleh kembali
normalnya tingkat harga setelah mengalami inflasi yang cukup tinggi di penghujung tahun 2015.
Turunnya tingkat harga kelompok volatile food sebesar 7,76% (qtq) merupakan dampak dari
turunnya harga bahan pangan seperti ikan dan sayuran yang sempat tinggi karena adanya
gangguan pasokan yang merupakan dampak dari El Nino.
37
INFLASI
3.2.3 Inflasi Bulanan (mtm)
Selama triwulan laporan, kota Ternate selalu mengalami inflasi dengan tren yang
fluktuatif. Pada bulan Januari 2016, Kota Ternate mengalami inflasi sebesar 0,52% (mtm) dan
kemudian pada bulan Februari 2016 terjadi deflasi sebesar 0,95% (mtm). Pada Maret 2016 ,
kota Ternate kembali mengalami inflasi yang mencapai 0,05% (mtm).
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Grafik 3.4 Laju Inflasi Bulanan (mtm) Kota Ternate & Nasional
Bahan makanan terutama ikan dan sayuran masih mendominasi karakteristik inflasi
ketiga bulan tersebut. Penyumbang inflasi seperti komoditas ikan cakalang dan tomat beberapa
kali ditemukan sebagai faktor penyebab inflasi pada triwulan ini dan seringkali menjadi
penyumbang inflasi yang utama. Kenaikan bahan makanan yang tergolong volatile food
beberapa bulan inilah yang berkontribusi pada fluktuasi inflasi triwulanan.
Tingginya inflasi pada bulan Januari 2016 disebabkan oleh adanya penyesuaian harga
pasca inflasi akhir tahun di Kota Ternate. Kondisi ini menyebabkan lonjakan inflasi pada
subkelompok biaya tempat tinggal dan jasa kesehatan. Subkelompok biaya tempat tinggal
tercatat mengalami inflasi sebesar 4,55% (mtm) jauh lebih tinggi dari bulan Desember 2015
yang mengalami inflasi sebesar 0,15% (mtm). Sementara itu, subkelompok jasa kesehatan
tercatat mengalami inflasi sebesar 5,11% (mtm) lebih tinggi dari bulan sebelumnya sebesar
0,00% (mtm).
Selama triwulan I-2016, inflasi lebih terkendali pada bulan Februari 2016 yang mencatat
deflasi pada triwulan ini yakni sebesar 0,95% (mtm). Normalnya kembali harga bahan pangan
setelah sebelumnya sempat meningkat akibat El Nino tercermin dari penurunan harga pada
38
INFLASI
subkelompok ikan segar, ikan diawetkan, dan sayur-sayuran. Subkelompok ikan segar
mengalami deflasi sebesar 12,26% (mtm) dan diikuti oleh subkelompok ikan diawetkan sebesar
14,02% (mtm). Komoditas yang harganya turun signifikan pada bulan Februari 2016 adalah
ikan cakalang dan malalugis. Adapun sayur-sayuran yang turun sebesar 11,66% (mtm)
didorong oleh penurunan harga tomat sayur yang deflasi sebesar 41,09% (mtm).
Pada bulan Maret 2016, komoditas hasil laut mengalami kenaikan harga dengan
kenaikan rata-rata hingga 4 persen namun dibarengi dengan penurunan harga di bidang
perumahan dan transportasi berujung pada inflasi bulan Maret sebesar 0,28% (mtm). Masih
rendahnya tingkat tangkapan ikan dari beberapa bulan ke belakang menyebabkan harga
komoditas hasil laut tetap tinggi. Data PPN menunjukan hasil tangkapan ikan bulan Maret 2016
hanya mencapai 364 ton atau turun 28,70% dari bulan sebelumnya. Dengan kondisi tersebut
inflasi subkelompok ikan segar mencapai 4,82% (mtm), paling tinggi diantara subkelompok
lainnya.
Tabel 3.5 Komoditas Pendorong & Penahan Laju Inflasi Bulanan (mtm) Kota Ternate
FEBRUARI
JANUARI
No.
1
2
3
4
5
Komoditas
Andil mtm
KONTRAK RUMAH
1.03%
TUKANG BUKAN MANDOR 0.38%
BAWANG MERAH
0.10%
TARIP LISTRIK
0.08%
ROKOK KRETEK FILTER
0.07%
No.
1
2
3
4
5
Komoditas
BAWANG MERAH
CABAI MERAH
BAWANG PUTIH
KANGKUNG
ROKOK PUTIH
MARET
Andil mtm
0.09%
0.05%
0.05%
0.04%
0.04%
No.
1
2
3
4
5
Komoditas
CAKALANG/SISIK
MALALUGIS/SOHIRI
CABAI RAWIT
BAWANG PUTIH
PISANG
Andil mtm
0.10%
0.05%
0.04%
0.03%
0.02%
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
3.3 Faktor-faktor Penggerak Inflasi
Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya, tekanan inflasi secara tahunan
melemah baik pada kelompok administered prices dan volatile food, serta core inflation.
3.3.1 Faktor Fundamental
 Core inflation
Tekanan inflasi yang dialami kelompok core inflation pada triwulan laporan kembali
meningkat menjadi 5,93% (yoy) setelah pada triwulan sebelumnya sempat mengalami
penurunan dari 4,00% (yoy) pada penyesuaian harga pada produk manufaktur yang
terpengaruh oleh nilai tukar yang sempat melemah di semester 2 tahun 2015. Kebijakan ini
menyebabkan harga produk manufaktur baik sandang, olahan pangan, ataupun bahan
39
INFLASI
bangunan ataupun harga produk jasa baik kesehatan relatif meningkat di triwulan pertama
2016. Kondisi ini serupa dengan kondisi di triwulan yang sama tahun 2015.
Meningkatnya konsumsi masyarakat dibarengi dengan peningkatan harga yang
dilakukan oleh pelaku usaha. Komoditas di bidang perumahan mengalami kenaikan yang
signifikan dikarenakan adanya penyesuaian harga oleh pelaku usaha di bidang tersebut serta
banyaknya masyarakat yang melakukan pembelian perabot di awal tahun. Sementara itu, harga
emas mampu menahan peningkatan tekanan inflasi secara tahunan di kelompok ini meski
harganya meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya.
Sumber : World Bank
Grafik 3.5 Pergerakan Harga Emas Internasional
3.3.2 Non Fundamental
 Volatile food
Tekanan inflasi kelompok volatile food tahunan pada triwulan I 2016 menurun tajam dari
10,83% (yoy) menjadi 3,42% (yoy). Penurunan tekanan inflasi terjadi hampir pada seluruh
subkelompok kecuali bumbu-bumbuan dan daging & hasil-hasilnya..
Tekanan inflasi berkurang paling besar pada subkelompok sayur-sayuran dari 38,83%
(yoy) di triwulan sebelumnya menjadi 6,55% (yoy) di triwulan laporan. Penurunan tekanan
inflasi terjadi hampir di semua komoditas pada subkelompok dimaksud, di antaranya adalah
tomat sayur yang termasuk sering muncul sebagai komoditas penyumbang inflasi.
40
INFLASI
Penurunan harga pada subkelompok sayur-sayuran merupakan dampak dari kembali
normalnya harga sayur-sayuran setelah pada triwulan sebelumnya meningkat cukup tajam
akibat El Nino. Tingginya suhu membuat komoditas sayur-sayuran gagal panen sehingga
pasokan terbatas, baik dari dalam dan luar Provinsi Maluku Utara. Namun demikian, terdapat
beberapa komoditas yang dapat bertahan dari kenaikan suhu tersebut sehingga persediaan
dan harga jualnya dapat terjaga.
Sumber: PPN Kota Ternate, diolah
Sumber: PPN Kota Ternate, diolah
Grafik 3.6 Nilai Ikan Tangkap
Grafik 3.7 Volume Ikan Tangkap
Selain sayuran, subkelompok ikan segar juga menjadi salah satu penyumbang pada
menurunnya tekanan inflasi volatile food year on year pada triwulan laporan dengan
pencapaian inflasi tahunan sebesar 0,47% (yoy), turun dari 18,64% (yoy) pada triwulan
sebelumnya. Setelah mengalami kekurangan pasokan pada triwulan sebelumnya karena El
Nino dan kondisi perairan yang kurang kondusif untuk melaut, Berdasarkan data PIPP yang
mewakili hasil tangkapan nelayan, hasil tangkapan ikan pada triwulan I 2016 dilaporkan
mencapai 1.48 ton, menurun dibandingkan tangkapan triwulan sebelumnya sebesar 1.95 ton.
Namun demikian, kondisi ini lebih baik dibandingkan triwulan yang sama pada tahun
sebelumnya yang jumlah produksinya hanya sebesar 1,29 ton.
 Administered prices
Inflasi yang dialami oleh kelompok administered prices pada akhir triwulan I 2016
tercatat meningkat dari deflasi 0,02% (yoy) menjadi inflasi 6,08% (yoy). Tercatat inflasi
triwulanan pada periode laporan sebesar 0,05% (qtq), menurun dari triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 0,16% (qtq). Peningkatan tekanan terutama terjada pada komoditas
administered prices yang berada pada subkelompok transpor.
41
INFLASI
Sumber: Pertamina, diolah
Grafik 3.8 Pergerakan harga Premium dan Solar
Kenaikan inflasi administered prices terutama dipengaruhi oleh meningkatnya tarif
angkot yang tercatat sebesar 25,00% (yoy) setelah pada triwulan sebelumnya sempat
mengalami deflasi sebesar 16,67% (yoy). Penurunan harga BBM yang terjadi di awal tahun
tidak berpengaruh pada tarif angkot karena Pemerintah Daerah tidak segera menerbitkan SK
penyesuaian tarif angkot. Adanya penyesuaian tarif parkir oleh Pemerintah Kota Ternate juga
turut memberikan sumbangsih pada kenaikan tekanan inflasi pada subkelompok transportasi.
Harga tiket pesawat di Ternate juga meningkat akibat libur panjang di akhir tahun 2015 dan
berlangsung hingga awal tahun 2016 sehingga meningkatkan tekanan inflasi pada komoditas
angkutan udara.
Komoditas rokok putih, rokok kretek, dan rokok kretek filter juga ikut memperkuat
tekanan inflasi pada kelompok administered prices. Subkelompok tembakau dan minuman
beralkohol mengalami peningkatan tekanan inflasi dari 4,72% (yoy) pada triwulan sebelumnya
menjadi 8,27% (yoy) pada triwulan laporan. Peningkatan tekanan inflasi pada subkelompok ini
ditengarai merupakan dampak dari dinaikkannya cukai rokok sebesar 11,19% oleh Pemerintah
di awal tahun 2016.
Meski secara triwulanan kenaikan harga kelompok administered prices tidak setinggi
triwulan sebelumnya, namun perlu diperhatikan bahwa tekanan inflasi pada triwulan laporan
menunjukkan peningkatan meski harga BBM telah diturunkan oleh Pemerintah.
42
INFLASI
3.4 Koordinasi Pengendalian Inflasi di Maluku Utara
Selama triwulan I 2016, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Maluku Utara
dan TPID Kota Ternate telah melaksanakan sosialisasi pembentukan TPID di Kabupaten/Kota.
Hal ini dilakukan mengingat belum semua Kabupaten/Kota di Maluku Utara membentuk TPID.
Dengan
melakukan
sosialisasi
tersebut,
diharapkan
seluruh
Kabupaten/Kota
dapat
berkoordinasi dalam menjaga tingkat kenaikan harga di Maluku Utara, baik dari sisi penawaran
maupun sisi permintaan.
Selain itu, pada triwulan laporan juga telah melakukan perancangan roadmap
pengendalian inflasi untuk tahun 2016. Penyusunan roadmap tersebut dilakukan untuk
menentukan apa saja tantangan yang dihadapi dalam satu tahun ke depan serta langkahlangkah yang perlu dilakukan untuk menghadapi tantangan tersebut dalam rangka menjaga
tingkat harga selama satu tahun ke depan agar tetap sesuai dengan target.
No
Koordinator
Kegiatan
1
TPID Provinsi Maluku Utara
Sosialisasi pembentukan TPID Kabupaten/Kota
2
TPID Provinsi Maluku Utara
Penyusunan roadmap pengendalian inflasi
Tabel 3.6 Program Pengendalian Inflasi akhir tahun TPID Provinsi Maluku Utara dan Kota Ternate
43
“Kinerja perbankan Maluku Utara melambat”

Pertumbuhan
DPKyoy Tw I-2016
Secara umum kinerja perbankan di Maluku Utara pada
triwulan I-2016 masih tumbuh positif, meski menunjukkan
adanya
perlambatan,
sejalan
dengan
pertumbuhan
ekonomi yang juga melambat pada triwulan I-2016.
Namun demikian, fungsi intermediasi perbankan dan
13,82%
%
Penyaluran kredit
yoy Tw I-2016
penghimpunan dana tercatat masih berada pada level
yang tinggi.

12,11%
Dari sisi stabilitas sistem keuangan, ketahanan sektor
korporasi maupun rumah tangga masih relatif baik yang
terindikasi dari rasio NPL yang berada pada level yang
rendah dan cenderung mengalami penurunan.
4
KINERJA PERBANKAN &
PEKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
“Pantai Sulamadaha, Ternate”
Courtesy : jalan2.com
45
PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN
4.1 Kinerja Perbankan
4.1.1 Perkembangan Aset Perbankan
Total aset bank umum di Provinsi Maluku Utara pada triwulan I-2016 tercatat sebesar
Rp8,09 triliun. Secara tahunan, aset perbankan Malut tumbuh sebesar 13,70% (yoy) lebih tinggi
dari triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 13,61% (yoy).
AKTIVA PERBANKAN
Sumber : LBU, diolah
Grafik 4.1 Perkembangan Aset Bank Umum di Maluku Utara (miliar rupiah)
Secara umum, perlambatan tipis pertumbuhan aktiva perbankan di Malut utamanya
disumbang oleh pertumbuhan aktiva bank persero dan bank swasta nasional yang melambat
selama triwulan I-2016, seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup kontraktif. Hal
tersebut tercermin dari melambatnya pertumbuhan DPK dari 19,41% (yoy) pada triwulan IV2015 menjadi 13,20% (yoy) pada triwulan I-2016. Namun demikian, ditengah berbagai
perlambatan tersebut stabilitas sistem keuangan (SSK) tetap terjaga.
Menilik dari segi kepemilikan, pada triwulan I-2016 ini kinerja perbankan, baik bank milik
pemerintah (BUMN) maupun bank swasta nasional menunjukkan pertumbuhan yang melambat.
Perbankan BUMN di Maluku Utara tumbuh melambat sebesar 15,00% (yoy) dibandingkan
dengan pertumbuhan triwulan lalu yang sebesar 16,37% (yoy). Sementara perbankan swasta
nasional tumbuh melambat sebesar 7,35% (yoy) dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar
46
PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN
10,12% (yoy). Perlambatan perekonomian global, yang berdampak pada perekonomian
nasional dan daerah menjadi pemicu melambatnya aksi ekspansif perbankan.
Sementara, berdasarkan jenis operasinya, pertumbuhan perbankan konvensional masih
menunjukkan kinerja yang lebih ekspansif daripada perbankan syariah, serta menunjukkan
pertumbuhan yang positif. Aset perbankan konvensional tercatat tumbuh sebesar 13,97% (yoy)
meningkat triwulan lalu yang sebesar 13,82% (yoy). Sementara itu, perbankan syariah tumbuh
melambat dari
9,84% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 8,61% (yoy) pada triwulan
laporan.
4.1.2 Intermediasi Perbankan
Dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun perbankan yang beroperasi di Maluku Utara
pada posisi akhir triwulan I-2016 tercatat sebesar Rp 6,50 triliun, lebih tinggi dari triwulan
sebelumnya yang sebesar Rp 6,23 triliun. Namun demikian, secara tahunan, pertumbuhan
DPK melambat dari 19,41% (yoy) pada triwulan IV-2015, menjadi sebesar 13,82% (yoy)
pada triwulan I-2016.
DPK PERBANKAN
Sumber : LBU, diolah
Grafik 4.2 Perkembangan DPK (miliar rupiah)
Jumlah simpanan tabungan pada akhir triwulan I-2016 mencapai Rp3,42 triliun, atau
meningkat 36,73% (qtq). Secara tahunan, tabungan tumbuh melambat sebesar 14,13% (yoy)
sedikit lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 14,44% (yoy).
Melambatnya pertumbuhan tabungan salah satunya dipengaruhi oleh efek meningkatnya inflasi
47
PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN
pada awal tahun 2016 sehingga porsi penghasilan masyarakat yang digunakan untuk konsumsi
meningkat yang berdampak pada porsi untuk simpanan menjadi menurun
Sementara itu, simpanan giro pada akhir triwulan laporan mencapai Rp1,67 triliun,
tumbuh melambat sebesar 12,55% (yoy) dibanding triwulan sebelumnya yang mencapai
45,72% (yoy). Perlambatan simpanan giro ini dipengaruhi oleh menurunnya giro sektor swasta.
Melambatnya perekonomian Maluku Utara pada triwulan I-2016 ini menyebabkan menurunnya
pendapatan pelaku usaha, sehingga simpanan giro di sektor ini berkurang. Di samping itu,
turunnya BI rate secara bertahap yang berlangsung pada awal hingga akhir triwulan I-2016,
mendorong sektor swasta untuk melikuidasi simpanannya, sehingga pertumbuhan DPK secara
umum melambat.
Simpanan deposito juga tercatat mengalami perlambatan, meski masih tumbuh positif.
Pada akhir triwulan laporan, jumlah simpanan dalam bentuk deposito tercatat sebesar Rp1,40
triliun atau tumbuh 11,76% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan pada triwulan
sebelumnya yang sebesar 14,17% (yoy).
Dari sisi penyaluran kredit, jumlah kredit yang disalurkan oleh perbankan di Maluku
Utara pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp5,83 triliun atau meningkat 2,59% (qtq). Secara
tahunan, penyaluran kredit tumbuh 12,11% (yoy), melambat dari triwulan sebelumnya yang
tumbuh 12,22% (yoy). Perlambatan terutama dipengaruhi oleh menurunnya kredit modal kerja.
Kredit modal kerja tercatat tumbuh 8,97% (yoy), terkontraksi dari triwulan sebelumnya
yang tumbuh 10,88% (yoy). Masih terbatasnya pertumbuhan perekonomian Malut pada triwulan
I-2016, sebagaimana pola musiman yang rutin terjadi, memberikan tekanan pada pertumbuhan
kredit modal kerja. Namun demikian, kredit investasi dan kredit konsumsi masih tercatat tumbuh
positif.
Kredit investasi tercatat tumbuh 2,09% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan
sebelumnya yang tumbuh sebesar 2,02% (yoy). Kredit investasi yang tercatat tumbuh positif
selama dua triwulan terakhir, merupakan suatu pencapaian yang baik bagi perbankan Malut,
pasalnya pada September 2014 hingga September 2015 kredit investasi tercatat mengalami
penurunan yang cukup signifikan. Pertumbuhan kredit investasi didorong oleh hampir seluruh
sektor, utamanya sektor pertanian, sektor perikanan, dan sektor listrik, gas, dan air yang
masing-masing tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 13,18% (yoy), 55,09% (yoy), dan
2700,93% (yoy). Meningkatnya pertumbuhan kredit investasi seiring dengan membaiknya
ekspektasi pelaku usaha terhadap perekonomian ke depan terkait dengan beberapa kebijakan
48
PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN
pemerintah seperti pembangunan tol laut, paket insentif KEK (termasuk KEK Morotai), mulai
beroperasinya sebagian smelter, dan berbagai rencana pembangunan infrastruktur.
Sumber : LBU, diolah
Grafik 4.3 Perkembangan Kredit di Maluku Utara (miliar rupiah)
Kredit konsumsi yang menguasai 66,30% dari total keseluruhan kredit, tercatat tumbuh
14,77%, meningkat dari pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang mencapai 14,43% (yoy).
Nilai tukar rupiah yang berangsung-angsur menguat terhadap dollar AS, mendorong adanya
peningkatan konsumsi masyarakat untuk pembelian properti, kendaraan roda dua, dan
beberapa jenis perlengkapan rumah tangga, sehingga hal tersebut mendorong terjadinya
peningkatan penyaluran kredit konsumsi.
Meningkatnya kredit konsumsi tergambar dari peningkatan pinjaman untuk kepemilikan
furnitur dan peralatan rumah tangga yang tumbuh 498,62% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan
triwulan sebelumnya yang sebesar 32,33% (yoy), pinjaman untuk kepemilikan flat atau
apartemen s.d tipe 21 yang tumbuh 109,65% (yoy), meningkat dari triwulan sebelumnya
99,84% (yoy), serta pinjaman untuk pemilikan ruko atau rukan yang tercatat tumbuh sebesar
51,02% (yoy), lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yang tercatat hanya sebesar 14,77%
(yoy).
Dengan perkembangan tersebut, peran intermediasi perbankan yang diukur melalui
tingkat LDR (Loans to Deposit Ratio) masih berada di level yang tinggi yakni 89,72%, meski
sedikit melambat dari triwulan sebelumnya yang mencapai 91,27%.
49
PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN
Sumber : LBU, diolah
Grafik 4.4 Perkembangan LDR Bank Umum di Maluku Utara
4.1.3 Perkembangan Bank Syariah
Perbankan syariah secara umum memiliki pangsa aset sebesar 4,88% dari total
seluruh perbankan di Maluku Utara. Pangsa tersebut meskipun masih kecil, namun memiliki
kecenderungan secara perlahan terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Lambatnya
perkembangan perbankan syariah di Maluku Utara ditengarai karena masih minimnya
preferensi masyarakat Maluku Utara untuk menggunakan layanan bank tersebut. Lebih jauh
lagi, hal tersebut disebabkan masih terbatasnya jaringan baik kantor maupun ATM, sehingga
belum banyak bisa diakses oleh masyarakat.
Aset perbankan syariah Maluku Utara pada triwulan I-2016 tercatat sebesar Rp393,98
miliar. Secara tahunan, volume usaha perbankan syariah pada triwulan laporan tumbuh 8,61%
(yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang tumbuh 9,84% (yoy). Perlambatan secara
umum terjadi di seluruh perbankan, baik konvensional maupun syariah. Namun demikian,
kinerja penyaluran pembiayaan dan penghimpunan dana mengalami peningkatan dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya.
Pada triwulan ini kinerja penyaluran pembiayaan perbankan syariah Maluku Utara
belum menunjukkan adanya perbaikan yang signifikan, justru mengalami sedikit perlambatan.
Penyaluran pembiayaan oleh bank syariah di Maluku Utara pada triwulan I-2016 tercatat
50
PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN
sebesar Rp188,82 miliar, turun tipis 0,29% (qtq). Secara tahunan pembiayaan syariah masih
mengalami kontraksi sebesar 4,15% (yoy), kontraksi tersebut sedikit mengalami perbaikan
dibandingkan triwulan lalu yang menunjukkan kontraksi 6,04% (yoy). Penyusutan tersebut
hampir terjadi pada setiap jenis pembiayaan syariah, kecuali di pembiayaan modal kerja.
Pembiayaan investasi mengalami kontraksi sebesar 17,86% (yoy), lebih dalam
dibanding triwulan sebelumnya yang terkontraksi sebesar 11,35% (yoy). Masih terbatasnya
kegiatan investasi di awal tahun, menekan pertumbuhan pembiayaan investasi syariah. Hal
tersebut terjadi di seluruh sektor, dimana pertumbuhan pembiayaannya terkoreksi cukup dalam.
Pembiayaan syariah produktif lainnya yakni pembiayaan modal kerja masih tumbuh positif
sebesar 6,26% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang sebesar 4,22% (yoy). Secara
tahunan, pertumbuhan utamanya didorong oleh sektor penyediaan akomodasi dan makan
minum, sektor real estate, berbagai sektor jasa.
Sementara itu, pembiayaan konsumtif kembali mengalami perlambatan sebesar 3,29%
(yoy). Penyusutan ini membaik dari triwulan sebelumnya yang mencapai 7,97% (yoy). Namun
demikian, secara umum perlambatan masih disebabkan oleh minimnya pembiayaan untuk
kepemilikan rumah.
Di lain sisi, DPK tercatat sebesar Rp355,48 miliar melambat 4,39% (qtq) dari triwulan
sebelumnya. Pertumbuhan DPK pada triwulan I-2016 tercatat sebesar 16,27% (yoy) lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencatat pertumbuhan sebesar 16,05% (yoy). Secara
tahunan, peningkatan DPK didorong oleh meningkatnya kinerja simpanan tabungan syariah,
yang tumbuh sebesar 19,09% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang hanya sebesar
15,56% (yoy). Penyerapan deposito syariah juga masih tumbuh positif, meski mengalami
perlambatan. Pada triwulan laporan, deposito syariah tercatat tumbuh 15,27% (yoy), lebih
rendah dari triwulan sebelumnya yang sebesar 16,29% (yoy). Sementara, giro syariah tercatat
terkoreksi dalam sebesar 14,72% (yoy), menurun dari triwulan sebelumnya yang tumbuh
20,74% (yoy). Mulai turunnya suku bunga, berpengaruh pada bagi hasil syariah menyebabkan
adanya pengalihan jenis simpanan dari yang kurang likuid menjadi lebih likuid.
Melambatnya pertumbuhan penghimpunan dana dan pembiayaan, tidak serta merta
menurunkan peran intermediasi bank syariah di Maluku Utara. Hal tersebut, tergambar pada
angka FDR (financing to deposit ratio) yang masih tumbuh positif. Pada triwulan laporan, FDR
perbankan syariah Maluku Utara tercatat sebesar 53,12% (yoy) lebih tinggi dari triwulan
sebelumnya yang sebesar 50,93%.
51
PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN
Dari sisi risiko pembiayaan, non performing financing (NPF) sedikit mengalami
peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya dari 3,43% menjadi 3,86% pada triwulan
laporan. Namun demikian, angka tersebut masih berada dalam koridor aman.
Sumber : LBU, diolah
Grafik 4.5 Perkembangan Bank Syariah
4.1.4 Bank Perkreditan Rakyat
Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
(BPRS) di Maluku Utara pada triwulan I-2016 mengalami peningkatan, meski secara
jumlah aset pertumbuhannya sedikit melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Aset
BPR/S meningkat secara nominal, namun tumbuh sedikit melambat dari 33,99 (yoy) pada
triwulan lalu, menjadi 33,14% (yoy) pada triwulan laporan.
DPK pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp39,94 miliar atau tumbuh signifikan
58,45% (yoy), lebih tinggi daripada triwulan sebelumnya yang tumbuh 44,91% (yoy). Seiring
upaya ekspansif dari BPR/BPRS pada triwulan I-2016, terjadi peningkatan DPK yang cukup
signifikan. Peningkatan tersebut konsisten terjadi sejak triwulan sebelumnya.
Dari sisi penyaluran dana, pada triwulan laporan BPR/BPRS di Maluku Utara berhasil
mencatatkan kredit/pembiayaan sebesar Rp49,12 miliar atau tumbuh 24,51% (yoy), sedikit lebih
rendah dari triwulan sebelumnya yang tumbuh 26,16% (yoy). Secara triwulanan, penyaluran
kredt/pembiayaan BPR/BPRS meningkat 11,74% (qtq). Sedikit bertolak belakang dengan
kinerja perbankan umum, kinerja BPR/BPRS pada triwulan I-2016 ini justru mengalami
52
PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN
peningkatan kinerja secara umum, yang tergambar dari pertumbuhan penghimpunan dana dan
penyaluran kredit/pembiayaan yang relatif meningkat.
Sumber : LBU, diolah
Grafik 4.6 Perkembangan BPR/BPRS (juta rupiah)
4.2 Stabilitas Sistem Keuangan
4.2.1 Ketahanan Sektor Korporasi Daerah dan Sektor Rumah Tangga
Secara umum, ketahanan sektor korporasi daerah dan sektor rumah tangga
masih berada dalam kondisi yang cukup baik. Risiko kredit yang dicerminkan dengan
perkembangan Non Performing Loan (NPL) pada triwulan laporan masih berada di dalam batas
aman, meski mengalami sedikit peningkatan dibanding triwulan sebelumnya. Peningkatan
tersebut terjadi, seiring dengan terjadinya perlambatan pada perekonomian Maluku Utara.
Namun demikian, rasio NPL pada triwulan laporan masih jauh dibawah ambang batas yang
sebesar 5%. Rasio NPL pada triwulan laporan tercatat hanya sebesar 1,91%, sedikit meningkat
dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 1,83%.
Seiring terjadinya pelemahan ekonomi pada triwulan I-2016, risiko kredit sedikit
mengalami peningkatan. Peningkatan, berasal baik dari sektor rumah tangga maupun sektor
produktif. NPL untuk kredit ke sektor rumah tangga meski masih terjaga di level yang rendah
yakni sebesar 0,58%, namun mengalami peningkatan dari triwulan sebelumnya 0,48%.
Sedangkan untuk NPL pada sektor produktif meningkat dari 4,42% menjadi 4,52%.
53
PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN
Penurunan NPL sektor rumah tangga terjadi pada jenis kredit kepemilikan rumah
tinggal tipe di atas 70 dan keperluan kepemilikan peralatan lainnya. NPL kredit kepemilikan
rumah tinggal tipe di atas 70, rasio NPLnya naik dari 5,51% pada triwulan sebelumnya menjadi
7,75% pada triwulan laporan. Sementara, NPL kredit untuk keperluan kepemilikan peralatan
lainnya naik dari 0,12% menjadi 5,38%.
Pada sektor produktif/korporasi, peningkatan NPL terjadi pada kredit modal kerja
maupun investasi. NPL kredit modal kerja tercatat meningkat dari 4,49% menjadi 4,54%
sementara NPL kredit investasi meningkat dari 4,22% menjadi 4,46%.
Sumber : LBU, diolah
Grafik 4.7 Perkembangan NPL Perbankan
4.2.2 Pengembangan Akses Keuangan
Kredit UMKM yang disalurkan perbankan Malut pada triwulan laporan tercatat Rp1,60
triliun. Jumlah tersebut mengalami pertumbuhan sebesar 12,03% (yoy) pada triwulan I-2016,
lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 15,41% (yoy). Perlambatan salah
satunya didorong oleh melemahnya pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2016. Perlambatan
pertumbuhan ekonomi secara nasional, yang juga terasa dampaknya pada perekonomian
Maluku Utara. Namun demikian, jumlah debitur UMKM pada triwulan laporan tercatat sebesar
23,48 ribu orang, tumbuh 6,78% (qtq) atau 15,35% (yoy). Jumlah debitur tersebut lebih tinggi
54
PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN
dibanding jumlah debitu pada triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 21,99 ribu orang,
dengan pertumbuhan 8,93% (yoy).
Penyaluran kredit UMKM melambat pertumbuhannya, sejalan dengan melambatnya
kinerja ekonomi Malut, perlambatan penyaluran kredit UMKM terjadi baik pada kredit modal
kerja maupun kredit investasi. Kredit modal kerja yang disalurkan kepada debitur UMKM pada
triwulan I-2016 tumbuh sebesar 15,74% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang
tumbuh sebesar 20,37% (yoy). Sementara itu, kredit investasi UMKM tumbuh melambat
sebesar 2,64% (yoy) setelah pada triwulan sebelumnya tumbuh sebesar 3,03% (yoy).
Secara sektoral, penyaluran kredit UMKM didominasi oleh Sektor Perdagangan, Hotel,
dan Restoran yang memiliki pangsa sebesar 73,83% pada triwulan laporan. Secara tahunan,
sektor tersebut tumbuh sebesar 12,78% (yoy), sedikit meningkat dari triwulan sebelumnya yang
tumbuh
sebesar
12,74%
(yoy).
Namun
demikian,
sektor
Konstruksi,
sektor
Jasa
Kemasyarakatan, dan sektor Penyediaan Jasa Akomodasi yang termasuk lima besar sektor
yang memiliki pangsa terbesar, mengalami perlambatan pertumbuhan. Sektor Konstruksi yang
menguasai pangsa sebesar 5,34%, hanya mampu tumbuh 12,78% (yoy), sementara pada
triwulan sebelumnya tumbuh sebesar 57,61% (yoy), atau secara triwulanan menurun 28,21%
(qtq). Sementara sektor Jasa Kemasyarakatan dan Sektor Penyediaan Jasa Akomodasi
masing-masing tumbuh melambat, 5,24% (yoy) dan 3,36% (yoy) dibanding triwulan sebelumnya
yang tumbuh 13,35% (yoy) dan 12,05% (yoy). Perlambatan ditengarai adanya pengaruh dari
meningkatnya harga bahan-bahan bangunan, upah tukang dan mandor, yang pada triwulan
laporan menjadi penyumbang utama inflasi, sehingga UMKM pada sektor ini membatasi
kinerjanya.
Dari sisi kualitas kredit, NPL debitur UMKM pada triwulan laporan tercatat sebesar
4,91%, mengalami penurunan dari triwulan sebelumnya yang mencapai 4,78%. Sama halnya
dengan kredit secara umum, penurunan NPL utamanya bersumber dari sektor konstruksi yakni
meningkat dari 13,76% menjadi 19,72%.
Masih tingginya NPL kredit untuk debitur UMKM menjadi indikasi bahwa masih
diperlukan adanya program-program pendampingan UMKM, utamanya yang mengolah
komoditas unggulan daerah. Selain mengoptimalisasi penyaluran KUR yang notabene
mensyaratkan bunga kecil, sehingga akan lebih meringankan UMKM.
Upaya-upaya
pelatihan
pencatatan
keuangan
dan
penguatan
kelembagaan,
diharapkan akan dapat membantu UMKM mengelola usahanya. Khusus untuk pencatatan
55
PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN
keuangan, pada triwulan I-2016 ini Bank Indonesia telah menyediakan aplikasi pencatatan
transaksi keuangan bagi gawai berbasis android. Aplikasi yang sederhana namun cukup
komprehensif tersebut, diharapkan akan membantu UMKM agar dapat lebih baik dalam
mengelola keuangannya.
4.3 Perkembangan Sistem Pembayaran
Pada triwulan laporan, transaksi tunai yang melalui Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Maluku Utara mengalami net inflow. Sementara itu, seiring meningkatnya laju
pertumbuhan ekonomi, transaksi non tunai nilai besar menunjukan peningkatan. Meskipun
transaksi baik tunai maupun nontunai terindikasi meningkat, kualitas transaksi masih sangat
terjaga dengan sedikitnya temuan uang palsu dan rendahnya rasio cek/BG kosong pada
triwulan laporan.
4.3.1 Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai
Aliran uang kartal pada triwulan I-2016 di Maluku Utara menunjukkan net inflow (uang
yang masuk lebih besar daripada jumlah uang yang keluar dari khasanah Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara). Pada triwulan laporan, aliran uang masuk (inflow)
tercatat sebesar Rp351,77 miliar, sementara aliran uang keluar (outflow) sebesar Rp160,92
miliar sehingga menghasilkan net inflow sebesar Rp190,85 miliar.
PERKEMBANGAN TRANSAKSI TUNAI
Sumber: Unit Operasional Kas KPw BI Maluku Utara
Grafik 4.8 Perkembangan Transaksi Tunai di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Malut
56
PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN
Sesuai dengan pola tahunannya dan pasca tingginya belanja masyarakat sehubungan
dengan libur panjang Natal dan Tahun Baru, serta hari raya Idul Adha, volume transaksi tunai di
Maluku Utara pada triwulan I-2016 melambat. Pada triwulan I-2016 jumlah uang masuk (inflow)
meningkat 5,96% (yoy), setelah sebelumnya terkontraksi sebesar 31,00% (yoy) pada triwulan
sebelumnya. Sebaliknya, jumlah uang keluar (outflow) terkontraksi sebesar 23,30% (yoy)
setelah pada triwulan sebelumnya tumbuh 23,49% (yoy). Adapun net inflow pada triwulan I2016 tercatat mengalami peningkatan sebesar 56,20% (yoy).
PERKEMBANGAN UTLE
Sumber: Unit Operasional Kas KPw BI Maluku Utara
Grafik 4.9 Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)
Agar uang tunai yang layak edar selalu diperoleh masyarakat, Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Maluku Utara mengimplementasikan kebijakan Clean Money Policy secara
rutin melaksanakan kegiatan pemusnahan uang yang sudah tidak layak edar (UTLE). Proses
pemusnahan tersebut selalu dilakukan dengan prosedur dan pengawasan yang ketat terhadap
tingkat kelusuhan uang yang dapat dimusnahkan dalam rangka menjamin ketersediaan uang
layak edar (ULE) di masyarakat.
Atas upaya peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya uang rupiah, Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara melakukan berbagai sosialisasi agar
masyarakat mampu memperlakukan uang rupiah dengan lebih baik lagi, sehingga usia edar
uang lebih panjang dan pada akhirnya dapat menekan biaya pembuatan. Sehubungan dengan
57
PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN
hal tersebut, tercatat selama triwulan laporan terdapat 4,68 juta lembar UTLE yang masuk ke
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara, berkurang 18,43% (qtq) dan
berkurang 11,43% (yoy), secara tahunan.
Untuk menyediakan uang Rupiah dalam kondisi yang masih relatif baru dan layak
edar, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara (KPw BI Provinsi Malut) juga
melakukan kegiatan kas keliling secara rutin ke berbagai kabupaten/kota di wilayah Provinsi
Maluku Utara. Selama triwulan I-2016 Unit Operasional Kas KPw BI Provinsi Malut telah
melaksanakan 5 kali kas keliling ke luar Kota Ternate dan 17 kali kas keliling dalam kota.
Sumber: Unit Operasional Kas KPw BI Maluku Utara
Tabel 4.1 Kegiatan Sosialisasi CCKUR & 3D dan Kas Keliling Triwulan I-2016
Pada triwulan I-2016, tidak ditemukan adanya uang palsu di wilayah kerja Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara, jumlah ini jauh berkurang dari temuan
triwulan sebelumnya dimana terdapat temuan sebanyak 22 lembar.
Dalam rangka melindungi masyarakat dari tindak kriminial pemalsuan uang, Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Maluku Utara secara periodik melakukan sosialisasi ciri-ciri keaslian
uang rupiah untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang keaslian uang rupiah dan
meminimalisir temuan uang palsu. Sosialisasi dilakukan di pusat-pusat perbelanjaan seperti
pasar (baik modern maupun tradisional), pusat pendidikan seperti universitas dan sekolah atau
58
PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN
kepada Pemerintah Daerah. Selain kegiatan sosialisasi secara langsung, Bank Indonesia juga
melakukan publikasi tentang ciri-ciri keaslian uang rupiah melalui media massa baik cetak
maupun elektronik.
4.3.2 Perkembangan Transaksi Pembayaran Non Tunai
Perlambatan
pertumbuhan
ekonomi
pada
triwulan
laporan,
menjadi
pemicu
terkontraksinya pertumbuhan transaksi non tunai besar melalui RTGS. Namun demikian,
transaksi yang bernilai kurang dari Rp500 juta, yang difasilitasi melalui layanan kliring tercatat
masih mengalami peningkatan. Konsumsi masyarakat terbatas, namun masih terjaga menjadi
pendorong peningkatan pertumbuhan transaksi kliring. Secara tahunan, transaksi kliring
mengalami peningkatan pertumbuhan sebesar 13,35% (yoy), sementara transaksi RTGS
terkontraksi 10,73% (yoy).
4.3.2.1 Perkembangan Kegiatan Kliring
Transaksi nontunai melalui fasilitas kliring pada triwulan laporan tercatat sebesar
Rp260,46 miliar, meningkat 13,35% (yoy) setelah pada triwulan sebelumnya menurun sebesar
0,16% (yoy).
Sumber: ULNKP2SP KPw BI Maluku Utara
Grafik 4.10 Perkembangan Kliring Maluku Utara
Sementara itu, di tengah melambatnya kondisi perekonomian, rasio cek dan bilyet giro
(BG) kosong masih terjaga di level yang sangat rendah. Pada triwulan laporan, jumlah cek dan
59
PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN
bilyet giro kosong tercatat sebesar 23 lembar atau turun 25,81% (qtq). Adapun rasio nilai cek
BG kosong terhadap cek BG yang diserahkan pada triwulan I-2016 adalah sebesar 0,45%,
turun signifikan dari rasio triwulan IV-2015 yang sebesar 2,47%.
Sumber: ULNKP2SP KPw BI Maluku Utara
Tabel 4.2 Perkembangan Cek BG Kosong
4.3.2 Perkembangan Transaksi Real Time Gross Settlement (RTGS)
Transfer dalam wilayah di Maluku Utara pada triwulan I-2016 mencapai Rp224,67
miliar, terkontraksi 10,73% (yoy) setelah pada triwulan sebelumnya meningkat sebesar 28,93%
(yoy). Penerapan batas nilai nominal transaksi RTGS yang diwajibkan diatas Rp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah) per transaksi terhitung mulai tanggal 16 November 2015 sampai
dengan 30 Juni 2016 sesuai Surat Edaran Bank Indonesia No.17/753/DPSP, secara signifikan
mendorong penurunan jumlah transaksi RTGS. Selain itu, pola musiman transaksi masyarakat
dan transaksi pemerintah pada awal tahun ditengarai menjadi pemicu turunnya transaksi RTGS
pada triwulan laporan.
60
PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN
Sumber: Website Bank Indonesia, diolah
Tabel 4.3 Perkembangan RTGS Maluku Utara (Rp Miliar)
61
PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN
62
Peningkatan
angkatan kerja
yang bekerja (yoy)
4,55%
“Kesejahteraan masyarakat masih terjaga di tengah
perlambatan ekonomi”

Ekspektasi masyarakat terhadap kondisi ketenagakerjaan
NTP
104,94
%
meningkat.

Angka kemiskinan tercatat menurun meski tingkat kedalaman
dan keparahan kemiskinan meningkat.

Kesejahteraan petani terindikasi mengalami kenaikan seiring
harga komoditas hortikultura, tabama, dan perkebunan rakyat.
5
KETENAGAKERJAAN &
KESEJAHTERAAN
“Masjid Al Munawar, Ternate”
Courtesy : iloveindonesian.files.wordpress.com
63
KESEJAHTERAAN & KETENAGAKERJAAN
5.1 Perkembangan Ketenagakerjaan
Berdasarkan data BPS, jumlah angkatan kerja pada bulan Februari 2016 tercatat
sebesar 530,7 ribu orang, bertambah 11,7 ribu orang atau 2,25% (yoy). Jumlah angkatan
kerja di Maluku Utara yang bekerja pada akhir Februari 2016 tercatat mencapai 512,5 ribu
orang. Kendati kinerja beberapa sektor utama yang terganggu di triwulan laporan, namun
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) masih tumbuh meski mengalami perlambatan. TPAK
Maluku Utara pada Februari 2016 mencapai 67,83%, sedikit lebih rendah dibanding keadaan
Februari 2015 yang sebesar 67,99%. Namun demikian, TPAK Februari 2016 tersebut masih
lebih tinggi dari bulan Agustus 2015 yang tercatat sebesar 66,43%.
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Tabel 5.1 Perkembangan Ketenagakerjaan di Maluku Utara Februari (ribu jiwa)
Perlambatan ekonomi yang terjadi pada triwulan I-2016 tidak banyak berpengaruh
terhadap ketenagakerjaan di Maluku Utara. Berdasarkan data BPS Provinsi Maluku Utara,
jumlah tenaga kerja di masing-masing sektor pada Februari 2016 meningkat dibandingkan
dengan kondisi pada Agustus 2015, kecuali di sektor Pertanian, Perkebunan, Kehutanan,
Perburuan dan Perikanan. Penambahan jumlah tenaga kerja tersebut, mendorong adanya
penurunan angka pengangguran sebesar 36,81% (yoy) atau sebanyak 18,2 ribu orang. Pada
sektor Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan, dampak lanjutan dari El
Nino masih sangat terasa di triwulan I-2016, sehingga pertumbuhannya melambat, yang
kemudian berdampak pada penurunan jumlah tenaga kerja sebesar 7,09% (qtq) atau sekitar
17,18 ribu orang.
Ditengah perlambatan yang terjadi pada perekonomian triwulan I-2016, ekspektasi
masyarakat terjaga positif. Hal tersebut tergambar dari hasil Survei Konsumen (SK) yang
dilaksanakan oleh Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara. Persepsi optimis masyarakat
terhadap ketenagakerjaan dalam enam bulan ke depan yang tercermin dari SBT SK pada
64
KESEJAHTERAAN & KETENAGAKERJAAN
indeks ketersediaan lapangan kerja yang menunjukkan nilai yang positif sebesar 106, lebih
tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 102.
5.2 Nilai Tukar Petani (NTP)
Pada akhir triwulan I-2016, Nilai Tukar Petani (NTP) Maluku Utara tercatat sebesar
104,94, tumbuh 2,29% (yoy) dan meningkat 1,43% (qtq). Secara tahunan, kenaikan indeks
yang diterima petani lebih tinggi dibandingkan indeks yang dibayar petani sehingga terjadi
peningkatan NTP pada akhir triwulan laporan.
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Grafik 5.1 Perkembangan NTP Maluku Utara
Pada triwulan ini, NTP Maluku Utara memiliki nilai lebih tinggi daripada NTP
Nasional. NTP tersebut berada pada peringkat ketiga di wilayah Sulampua (Sulawesi,
Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat). Pada Triwulan I-2016, dari 10 provinsi di
wilayah Sulampua, lima provinsi mengalami peningkatan kesejahteraan petani yang ditandai
dengan NTP di atas 100. Sedangkan tiga provinsi lain yaitu Papua Barat, Sulawesi Tengah,
Sulawesi
Tenggaran,
Papua
dan
Sulawesi
Utara
terindikasi
mengalami
penurunan
kesejahteraan petani dengan NTP yang lebih kecil dari 100.
65
KESEJAHTERAAN & KETENAGAKERJAAN
Tabel 5.2 Nilai Tukar Petani (NTP) Wilayah Sulampua
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Meningkatnya NTP Maluku Utara didorong oleh hortikultura dan peternakan. Meski
sektor pertanian mengalami perlambatan pertumbuhan, namun demikian petani masih dapat
menjual hasil panennya dengan harga yang cukup baik. Meningkatnya NTP ini disebabkan oleh
kenaikan harga komoditas pertanian khususnya tanaman hortikultura, tabama, dan perkebunan
rakyat. Masih tingginya permintaan masyarakat menyebabkan peningkatan harga yang diterima
petani untuk ketiga komoditas tersebut.
Grafik 5.2 NTP per Subsektor di Maluku Utara
66
KESEJAHTERAAN & KETENAGAKERJAAN
5.3 Tingkat Kesejahteraan
Sejalan dengan menurunnya tingkat pengangguran dan masih optimisnya
persepsi masyarakat mengenai kinerja perekonomian Maluku Utara pada triwulan I-2016,
terdapat kemungkinan adanya penurunan jumlah penduduk miskin di Maluku Utara.
Meski pada triwulan laporan belum tersedia rilis data perkembangan kemiskinan di Maluku
Utara. Berdasarkan data yang dirilis oleh BPS Provinsi Maluku Utara pada September 2015
lalu, persentase penduduk miskin berada pada level 6,22%, turun dibandingkan dengan
September 2014 yang berada pada level 7,41%. Secara umum, tercatat persentase penduduk
miskin di Maluku Utara selama tujuh tahun terakhir (2009-2015) secara umum terus mengalami
penurunan.
Penurunan kemiskinan di Maluku Utara pada triwulan laporan, terjadi baik di wilayah
perkotaan maupun perdesaan. Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada
September 2015 sebesar 2,61%, menurun dari 3,85% pada Maret 2015. Sedangkan
persentase penduduk miskin di daerah perdesaan turun dari 7,95% menjadi 7,57% pada
September 2015.
Nilai Indeks Tendensi Konsumen (ITK) Provinsi Maluku Utara pada Triwulan I-2016
mengonfirmasi adanya persepsi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Nilai ITK pada triwulan
laporan meningkat menjadi 100,45 dari nilai 99,14 pada triwulan sebelumnya. Membaiknya
kondisi ekonomi konsumen didorong oleh peningkatan indeks Pendapatan Kini (101,27).
Namun
demikian,
kualitas
kehidupan masyarakat
pada
golongan
miskin
terindikasi mengalami penurunan seiring turunnya indeks kedalaman kemiskinan dan
indeks keparahan kemiskinan. Indeks kedalaman kemiskinan tercatat meningkat dari 0,70
menjadi 1,15. Indeks ini mengindikasikan besarnya ketimpangan antara pengeluaran penduduk
miskin dengan garis kemiskinan. Menilik nilai indeks kedalaman kemiskinan yang meningkat,
dindikasikan bahwa meskipun jumlah penduduk miskin berkurang namun rata-rata pengeluaran
penduduk miskin cenderung semakin menjauhi garis kemiskinan. Sementara itu, indeks
keparahan
naik
dari
0,126
pada
periode
sebelumnya
menjadi
0,272.
Kondisi
ini
mengindikasikan ketimpangan pengeluaran antar penduduk miskin di Maluku Utara semakin
melebar.
67
KESEJAHTERAAN & KETENAGAKERJAAN
68
Proyeksi
Ekonomi
Tw II-2016
5,4% 6,1%
“Pertumbuhan ekonomi diproyeksikan
terakselerasi dengan tekanan inflasi yang relatif
menguat”

Perekonomian Malut pada triwulan II-2016 diperkirakan tumbuh
lebih tinggi dari triwulan laporan dan berada pada kisaran 5,4%
Proyeksi Inflasi
Tw II-2016
5,6% 6,0%
- 6,1% (yoy) dengan kecenderungan bias ke atas.

Dengan mempertimbangkan kondisi terkini serta potensi inflasi
ke depan, inflasi pada triwulan II-2016 diproyeksikan pada
kisaran 5,6%-6,0% (yoy) lebih tinggi dari triwulan laporan yang
sebesar 4,45% (yoy).
6
PROSPEK PEREKONOMIAN
69
PROSPEK PEREKONOMIAN >>
6.1 Prospek Pertumbuhan ekonomi
Perekonomian Maluku Utara pada triwulan II-2016 diperkirakan tumbuh meningkat
dari triwulan laporan dan berada pada kisaran 5,4% - 6,1% (yoy) dengan kecenderungan
bias ke atas. Dari sisi permintaan, permintaan domestik masih menjadi penggerak utama
ekonomi Malut. Sementara itu, kegiatan ekspor diprediksi mengalami peningkatan sebagai efek
lanjutan dari mulai beroperasinya smelter di Pulau Gebe dan adanya kenaikan produksi kopra.
Dari sisi penawaran, sektor pertambangan akan mengalami perbaikan, seiring mulai
meningkatnya kapasitas produksi dari PT Antam dan rencana produksi di smelter Gebe. Sektor
pertanian diprediksi akan mengalami peningkatan, seiring masuknya masa panen tanaman
bahan pangan dan bumbu-bumbuan. Sementara itu, sektor perdagangan besar dan eceran
ditengarai akan memberikan andil yang cukup signifikan, seiring masuknya bulan Ramadhan
dan hari raya Idul Fitri di triwulan II-2016 ini.
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Grafik 6.1 Perkembangan PDRB Malut dan Proyeksinya
Ditengah optimisme pertumbuhan, sampai dengan akhir 2016, Maluku Utara masih akan
menghadapi beberapa risiko yang dapat menghambat pertumbuhan ekonominya. Ancaman La
Nina yang diprediksi akan dimulai pada awal Agustus mendatang, ditengarai akan memberikan
gangguan pada produksi tanaman pangan dan perkebunan yang tidak tahan terhadap
70
PROSPEK PEREKONOMIAN >>
intensitas hujan yang tinggi. Tertahannya harga komoditas unggulan Maluku Utara pada level
rendah dapat berdampak multisektoral pada pertumbuhan ekonomi Maluku Utara. Namun
demikian, gencarnya program pemerintah di bidang ketahanan pangan dan pembangunan
infrastruktur diperkirakan mampu menjadi akselerator pertumbuhan tahun ini. Dengan
memperhatikan perkembangan terkini dan risiko tersebut, pertumbuhan ekonomi pada tahun
2016 diperkirakan pada kisaran 5,7%-6,2% (yoy).
6.1.1 Sisi Permintaan
Pada triwulan II-2016, komponen sisi permintaan diproyeksikan meningkat dibandingkan
dengan triwulan I-2015. Peningkatan tersebut terutama didorong oleh peningkatan konsumsi
rumah tangga. Hal ini juga didukung oleh rilis Indeks Tendensi Konsumen (ITK) BPS Provinsi
Maluku Utara yang pada triwulan mendatang diperkirakan sebesar 105,27, meningkat dari ITK
triwulan I-2016 yang hanya sebesar 100,45. Selain itu, konsumen juga meyakini akan adanya
peningkatan pendapatan pada triwulan mendatang, yang ditunjukkan dengan nilai pendapatan
mendatang yang lebih besar daripada pendapatan kini, yakni meningkat dari 101,27 menjadi
103,08.
Pencairan Gaji ke-14 dan Gaji ke-13 bagi PNS yang akan berdekatan waktunya, serta
pencairan THR bagi karyawan swasta, mengonfirmasi hasil survei BPS tersebut. Lebih jauh
lagi, terkendalinya tingkat inflasi hingga triwulan I-2016 ini, serta menurunnya angka
pengangguran per Februari 2016 juga dapat dijadikan indikator adanya peningkatan
kesejahteraan masyarakat di triwulan mendatang.
Sementara itu, net import yang terjadi pada neraca perdagangan Maluku Utara
diperkirakan mengecil dan menjadi faktor pendorong pertumbuhan pada triwulan mendatang.
Kondisi tersebut dipengaruhi oleh meningkatnya pertumbuhan ekspor antar daerah seiring
meningkatnya produksi lokal subsektor perkebunan dan perikanan. Sementara itu, impor antar
daerah masih akan terjadi karena belum tercukupinya kebutuhan masyarakat terutama pada
komoditas-komoditas ketahanan pangan, namun hal tersebut akan cukup terimbangi dengan
peningkatan ekspor antar daerah. Sementara itu, ekspor luar negeri diperkirakan tumbuh tinggi
namun dalam kecenderungan yang melambat seiring masih terbatasnya hasil produksi smelter
di Gebe dan keberadaan harga kopra di pasar internasional pada level yang rendah.
Faktor penghambat pertumbuhan, utamanya disumbang oleh konsumsi pemerintah.
Setelah mengalami penyerapan yang cukup tinggi pada triwulan sebelumnya yang disebabkan
oleh realisasi dana hibah dan belanja modal yang cukup ekspansif pada awal tahun 2016,
71
PROSPEK PEREKONOMIAN >>
konsumsi pemerintah di triwulan II-2016 ini diperkirakan akan sedikit mengalami perlambatan.
Diperkirakan pada triwulan III dan IV pemerintah baru akan menggenjot penyerapan anggaran,
sebagaimana pola musiman pada konsumsi pemerintah.
6.1.2 Sisi Penawaran
Dari
sisi
penawaran,
sektor
pertanian,
pertambangan,
industri
pengolahan,
perdagangan, serta jasa kesehatan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi pada
triwulan mendatang. Sementara itu, sektor administrasi pemerintah dan konstruksi ditengarai
akan menjadi faktor penghambat pertumbuhan pada triwulan II-2016 mendatang.
Pada sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan, pertumbuhannya diproyeksikan akan
lebih tinggi dari triwulan sebelumnya. Faktor pendorong pertumbuhan pada sektor ini di triwulan
mendatang, antara lain pada subsektor perkebunan dan hortikultura yang diprediksi akan
mengalami peningkatan pertumbuhan dengan melihat tengah berlangsungnya panen komoditas
kelapa, serta akan masuknya masa panen untuk tanaman cabai dan bawang merah. Selain itu,
pada subsektor perikanan, program bantuan peralatan penangkapan dan budidaya perikanan
yang ekspansif serta program intensifikasi perikanan dari pemerintah diprediksi mampu
mendorong pertumbuhan pada subsektor ini.
Sementara di sektor pertambangan, peningkatan produksi PT Antam menjadi salah satu
yang diproyeksikan mampu mendorong pertumbuhan sektor ini secara signifikan, selain adanya
baseline effect. Rencana dimulainya produksi dari beberapa perusahaan tambang nikel untuk
mendukung operasional perangkat smelternya pada awal tahun 2016 juga memberikan
pengaruh pada pertumbuhan di sektor pertambangan ini.
Pertumbuhan sektor perdagangan besar dan eceran, dan reparasi kendaraan
diperkirakan akan mengalami peningkatan pada triwulan I-2016 sebagai dampak dari
peningkatan konsumsi masyarakat pada triwulan mendatang. Ditambah lagi, pembukaan jalur
transportasi laut, operasionalisasi tol laut dan pembukaan jalur transportasi udara pada
beberapa daerah baru diprediksi akan mampu mendorong aktivitas ekonomi, terutama
perdagangan.
Telah
usainya
beberapa
proyek
infrastruktur
pemerintah
pada
tahun
2015
lalu.Perlambatan juga diperkirakan terjadi pada sektor konstruksi seiring masih lambatnya
proyek investasi baru pada triwulan II-2016 mendatang. Fokus pemerintah daerah yang
72
PROSPEK PEREKONOMIAN >>
berencana melakukan evaluasi kinerja SKPD dan isu penggantian beberapa kepala SKPD
diperkirakan sedikit menahan laju investasi baru selama triwulan mendatang.
6.2 Outlook Inflasi Daerah
Laju inflasi kota Ternate selama triwulan mendatang diperkirakan akan berada
pada trend peningkatan di kisaran 5,82%±1 (yoy) dengan kecenderungan bias ke atas.
Inflasi tersebut diperkirakan lebih tinggi dari tingkat inflasi nasional. Di sisi lain, proyeksi inflasi
triwulan mendatang lebih rendah dari inflasi riil yang terjadi pada periode yang sama di tahun
sebelumnya, yakni sebesar 8,22% (yoy).
Peningkatan inflasi di triwulan mendatang, diprediksi karena efek psikologis menjelang
masuknya bulan Ramadhan dan hari raya Idul Fitri. Selain itu, masih tertahannya nilai tukar
Rupiah di level tinggi juga akan memberikan dampak pada harga berbagai produk manufaktur
seperti sandang, elektronik, dan makanan olahan diperkirakan meningkat karena bahan
bakunya berasal dari impor. Selanjutnya, peningkatan konsumsi masyarakat menjelang bulan
Ramadhan dan Idul Fitri yang tidak dibarengi dengan peningkatan produksi lokal provinsi,
ditengarai akan turut mengerek harga. Sebab ketergantungan Maluku Utara terhadap pasokan
dari luar provinsi yang masih tinggi akan membawa dampak imported inflation dari provinsi lain
ke Maluku Utara.
Dari kelompok administered price, adanya rencana kenaikan TDL dan Gas pada akhir
triwulan II-2016 berpotensi memberikan efek cukup signifikan pada peningkatan harga barangbarang industri. Kenaikan TDL yang sedianya dilaksanakan pada akhir tahun 2015 lalu, namun
kemudian ditunda hingga akhir triwulan II-2016 mendatang.
Hingga akhir 2016, risiko inflasi masih akan muncul baik dari komponen inti,
administered price, maupun volatile food. Beberapa barang sarana pertanian seperti pakan
ternak, pestisida, dan pupuk yang bahan bakunya masih mengandung unsur impor diprediksi
masih terkena dampak dari pelemahan nilai tukar. Imbas dari kenaikan beberapa barang
tersebut kemudian berimbas pada harga produk-produk pertanian khususnya komoditas daging
ayam, sayur mayur, dan buah-buahan. Dari sisi administered price, kebijakan tarif listrik yang
dapat naik turun sesuai dengan pergerakan beberapa faktor seperti inflasi, nilai tukar, dan
Indonesia Crude Price, bisa menjadi faktor penahan maupun pemicu inflasi di masa
mendatang. Dengan memperhatikan risiko-risiko tersebut, inflasi tahun 2016 diperkirakan
mencapai 5,1% - 5,5% (yoy).
73
Download