BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kewirausahaan Dalam lampiran Keputusan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusahan Kecil Nomor 961/KEP/M/XI/1995, dicantumkan bahwa: (a) Wirausaha adalah orang yang mempunyai semangat, sikap, perilaku dan kemampuan kewirausahaan; (b) Kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku dan kemampuan seseorang dalam menangani usaha atau kegiatan yang mengarah pada upaya mencari, menciptakan serta menerapkan cara kerja, teknologi dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik dan atau memperoleh keuntungan yang lebih besar. Barringer dan Ireland (2010:30) menyatakan bahwa kewirausahaan (entrepreneur) berasal dari bahasa Prancis yang digunakan untuk mendeskripsikan orang yang mengambil resiko di antara pembeli dan penjual atau orang yang mengambil tugas seperti membuka usaha baru. Hendro (2011:17) mengemukakan bahwa kewirausahaan adalah kemampuan untuk menggunakan, merangkai dan memberdayakan semua sumber daya yang dimiliki (pengetahuan sumber daya, produksi, TI, keuangan dan pemasaran) dengan kreativitas untuk sukses di bidang yang digeluti, baik di dunia pekerjaan (karir) maupun wirausaha. Kewirausahaan adalah sikap yang berdasarkan konsep dan pemikiran. Semua orang yang mampu mengambil keputusan dengan berani dan secara aktif menghadapi masalah 8 9 yang muncul, mampu untuk belajar menjadi seorang wirausaha (Jia-sheng dan Chia-Jung, 2010:109). Echdar (2013:9) juga menyatakan bahwa hakikat kewirausahaan adalah kemampuan berpikir kreatif dan berperilaku inovatif yang digunakan sebagai dasar, sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat, kiat dan proses dalam menghadapi tantangan hidup. Ide kreatif dan inovatif wirausaha diawali dengan proses imitasi dan duplikasi, kemudian berkembang menjadi proses pengembangan dan berujung pada proses penciptaan sesuatu yang baru dan berbeda. Slamet (2014:5) menyimpulkan bahwa kewirausahaan adalah proses menciptakan sesuatu yang baru dan memiliki nilai dengan mengorbankan waktu dan tenaga, melakukan pengambilan resiko finansial, fisik, maupun sosial, serta menerima imbalan moneter serta kepuasan dan kebebasan pribadi. Teori yang serupa diungkapkan oleh Iskandar (2014:3) bahwa kewirausahaan (entrepreneurship) adalah kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar kiat dan sumber daya untuk mencari peluang menuju sukses. Beliau menambahkan bahwa kewirausahaan merupakan suatu kemampuan dalam menciptakan nilai tambah di pasar melalui proses pengelolaan sumber daya dengan cara yang baru dan berbeda seperti: 1. Pengembangan teknologi 2. Penemuan pengetahuan ilmiah 3. Perbaikan produk barang dan jasa yang ada 4. Menemukan cara baru untuk mendapatkan produk yang lebih banyak dengan sumber daya yang lebih efisien. 10 Dengan ini dapat disimpulkan bahwa inti dari kewirausahaan adalah menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (Hadiyati, 2009:185). 2.1.2 Karakteristik wirausaha Merangkum pandangan beberapa ahli, Darya (2012) mendefenisikan wirausaha sebagai: 1. Seorang inovator. 2. Seorang pengambil risiko (a risk-taker). 3. Orang yang mempunyai misi. 4. Orang yang mempunyai visi. 5. Orang yang fokus pada hasil. 6. Hasil dari pengalaman. 7. Orang yang memiliki kebutuhan berprestasi tinggi.` 8. Orang yang memiliki locus of control internal. Dalam jurnal yang sama, variabel penelitian untuk karakteristik kewirausahaan yang digunakan adalah : 1. Berkeinginan untuk mengatasi perubahan. 2. Berkeinginan untuk mengatasi kegagalan. 3. Berilmu-pengetahuan. 4. Berkeinginan untuk unggul. 5. Berkeinginan untuk berkembang. Sedangkan menurut Hendro (2011:44), seorang wirausaha yang sukses mempunyai ciri-ciri khusus sebagai berikut: 1. Mempunyai mimpi yang realistis dan tinggi. 11 2. Mempunyai karakter determinasi, berani, pantang menyerah, dan ulet. 3. Menyukai tantangan. 4. Mempunyai ambisi dan motivasi yang kuat. 5. Memiliki keyakinan yang kuat akan kemampuannya. 6. Seorang visioner dan mempunyai daya kreativitas yang tinggi. 7. Risk manager, not just risk taker. 8. Memiliki kekuatan emosional. 9. Seorang penyelesai masalah. 10. Mampu menjual dan memasarkan produknya. 11. Mudah bosan dan sulit diatur. 12. Seorang kreator ulung. 2.1.3 Pemasaran (Marketing) Ada banyak pengertian dari pemasaran. Pemasaran menurut American Marketing Association adalah suatu fungsi organisasi dan serangkaian proses untuk menciptakan, mengkomunikasian dan memberikan nilai kepada pelanggan dan untuk mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan pemangku kepentingannya. Sedangkan Assauri (2009:5) memiliki pendapat yang lebih luas yaitu pemasaran sebagai kegiatan manusia yang diarahkan untuk memenuhi dan memuaskan kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran. Kartajaya (2010:2) menyatakan bahwa pemasaran penting bagi kelangsungan hidup perusahaan dikarenakan pemasaran memastikan adana pertukaran nilai antara perusahaan dengan konsumen, membentuk pola persaingan, orientasi bisnis perusahaan dan juga cara bisnis dijalankan dalam suatu industri. 12 Pemasaran menurut Kotler dan Keller (2009:5) adalah suatu proses kemasyarakatan di mana individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan orang lain. Pemasaran singkatnya adalah memenuhi kebutuhan dengan cara yang menguntungkan. Dalam luang lingkup usaha kecil menengah, pemasaran dipengaruhi oleh sejumlah faktor penting seperti pelanggan, pasar, tren dan pesaing yang dimana interaksi di antara faktor di atas membantu usaha kecil menengah menciptakan gaya pemasaran yang khusus (O'Dwyer et al, 2009:505). Pemarasan di usaha kecil menengah terbatas oleh berbagai hambatan seperti masalah keuangan, sumber daya dan keahlian serta informasi. Tetapi keterbatasan inilah yang menstimulus kreativitas dan inovasi yang kemudian menghasilkan suatu gaya pemasaran yang inovatif. 2.1.4 Entrepreneurial marketing Keterbatasan usaha kecil menengah dalam bidang pemasaran telah melahirkan suatu teori yang menggabungkan pemasaran dengan kewirausahaan. Entrepreneurial marketing adalah suatu istilah yang sering dikaitkan dengan kegiatan pemasaran dalam suatu usaha yang kecil dan memiliki sumber daya yang terbatas dan harus mengandalkan taktik pemasaran yang kreatif dan tidak rumit yang bertumpu pada penggunaan jaringan sosial pribadi (Morris dan Schindehutte, 2002:4). Implementasi Entrepreneurial Marketing dapat menghasilkan nilai lebih bagi pelanggan dan organisasi. Entrepreneurial marketing juga menjelaskan bagaimana pengambil keputusan dapat menggunakan 13 sumber daya yang terbatas untuk mengatasi masalah secara optimal (Fillis, 2010:97). Inovasi adalah implementasi dari ide tersebut dalam praktek. Entrepreneurial marketing adalah hasil dari interpretasi infomasi secara kewirausahaan, pengambilan keputusan dan aksi pemasaran. Entrepreneurial marketing adalah suatu semangat dan orientasi serta suatu proses untuk mengejar peluang, menciptakan dan mengembangkan usaha memberikan nilai bagi pelanggan melalui hubungan dengan cara mengaplikasikan inovasi, kreativitas, penjualan, pemasaran, networking dan fleksibilitas (Hills dan Hultman, 2011:2). Jelas terbukti bahwa entrepreneurial marketing berada di tingkat pemahaman dan kompleksitas yang berbeda dengan konsep pemasaran tradisional. Tabel 2.1 Perbedaan Pemasaran Tradisional dengan Entrepreneurial Marketing Pemasaran Tradisional Entrepreneurial marketing Dasar Pemikiran Memfasilitasi transaksi dan mengatur pasar. Mempertahankan keunggulan bersaing melalui inovasi yang menciptakan nilai. Orientasi Pemasaran adalah objektif dan tidak ada hubungan dengan kesukaan. Kesukaan, kemauan dan kreativitas adalah peran utama dalam pemasaran. Konteks Terorganisasi, pasar yang stabil Peran Pemasar Mengkoordinasikan bauran pemasaran dan membangun merek. Pendekatan Pasar Pendekatan yang beradaptasi dengan situasi pasar dengan sedikit inovasi Pendekatan yang pro-aktif dan memandu pelanggan dengan inovasi yang dinamis Keperluan Pelanggan Didapatkan dari survey Didapatkan dari pengguna Perpektif Resiko Meminimalisasi resiko dalam kegiatan pemasaran Pemasaran sebagai mediasi untuk membagi resiko. Prediksi, market yang terbagi dengan kemungkinan perubahan yang tinggi Membuat perubahan internal dan eksternal. Menciptakan kategori 14 Lanjutan Tabel 2.1 Pemasaran Tradisional Entrepreneurial marketing Manajemen Sumber Daya Menggunakan sumber daya dengan efisien. Terbatas dengan sumber daya yang ada Meningkatkan nilai sumber daya dengan cara yang kreatif. Kegiatan tidak terikat dengan sumber daya yang ada. Pengembangan Produk/Jasa Baru Pemasaran mendukung pengembangan produk/jasa baru Inovasi berasal dari kegiatan pemasaran dan pelanggan Sumber eksternal ide dan evaluasi Elemen aktif dalam proses pengambilan keputusan, penentuan produk, pendekatan harga, distribusi dan komunikasi Peran Pelanggan Sumber : Morris, Schindehutte, dan LaForge, 2002:6 Terdapat tujuh dimensi yang mendasari entrepreneurial marketing, yaitu: proactive,, opportunity focus, customer intensity, innovation, risk management, resource leveraging and value creation (Morris et al, 2002:5). Ketujuh dimensi ini didukung hasil penelitian dari Miles dan Darroch (2006:490) dan juga hasil penelitian dari Morrish dan Deacon (2009:117). 2.1.4.1 Proactive (proaktif) Proaktif dapat diartikan sebagai pengambilan tindakan atau inisiatif untuk melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Presbitero, 2015). Seseorang yang proaktif lebih mungkin untuk mengambil tanggung jawab untuk menciptakan suatu perubahan dan usaha yang kreatif ketika didukung dengan kemampuan dan dukungan yang positif (Jiang dan Gu, 2015). Menurut Morris dalam Syah (2016), orientasi proaktif sebagai pemasar mencoba untuk mendefinisikan kondisi eksternal untuk mengurangi ketidakpastian dan mengurangi ketergantungan dan kerentanan. Proaktif merefleksikan kemauan seorang wirausaha untuk mendominasi pesaing dengan kombinasi dari sikap proaktif dan agresif. Sebagai contoh, memperkenalkan 15 produk dan jasa baru sebelum pesaing dan mengantisipasi kebutuhan pasar yang akan datang untuk membuat perubahan dan membentuk lingkungan (Rezvani dan Khazeai, 2014:208). Proaktif menurut Chen dan Hambrick dalam Lumpkin dan Dess (1996), memiliki 2 dimensi utama sebagai berikut: 1. Memiliki inisiatif dalam upaya untuk menentukan segmentasi pasar guna mencapai keuntungan pribadi. 2. Memiliki kemampuan untuk menemukan dan mengeksploitasi produk baru maupun peluang pasar. Seorang wirausahawan yang memiliki sikap proaktif merupakan pencipta perubahan dalam bisnis yang sedang dijalankan dan perubahan inilah yang menjadi salah satu alat utama yang digunakan oleh wirausahawan untuk memperoleh keunggulan atas pesaing. Seseorang yang proaktif mengidentifikasi peluang dan mengambil tindakan, menunjukkan inisiatif, dan bertahan sampai menghasilkan suatu perubahan yang berarti (Crant, 1996). Menurut beliau, sikap proaktif akan menentukan kesuksesan suatu usaha. Contoh spesifik dari sikap proaktif adalah memulai pemecahan masalah sendiri, mengambil inisiatif untuk perubahan, memberikan ide untuk memperbaiki situasi dalam organisasi, mencari umpanbalik dan menunjukkan permasalahan yang ada (Shin dan Kim, 2015). 2.1.4.2 Opportunity Focus (Fokus pada Peluang) Kesempatan adalah posisi pasar yang belum teridentifikasi yang menyimpan potensi keuntungan yang berkelanjutan (Morris et al, 2002). Tantangan terberat suatu UKM adalah mengidentifikasi dan mengambil peluang 16 yang ada (Short et al, 2009). Kinerja usaha bertumpu pada peluang usaha akibat dari suatu kegiatan yang muncul. Kemampuan untuk mengidentifikasi dan mengejar peluang yang ada adalah kemampuan yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan suatu UKM (Rezvani dan Khazeai, 2014). Hal ini dikarenakan peluang adalah sumber potensi keuntungan yang berkelanjutan (Syah, 2016). Walaupun ide dan kreativitas pemilik usaha adalah sangat penting dalam suatu usaha, tetapi ide dan kreativitas tersebut akan sia-sia apabila tidak didukung dengan kemampuan untuk mengidentifikasi peluang yang ada di pasar (Heinonen et al, 2011). Dari hasil penelitian Li et al (2015), pengalaman berwirausaha, kepekaan terhadap pasar dan pengetahuan berpengaruh secara positif terhadap pengidentifikasian peluang dari seorang wirausahawan. Ada tiga sumber yang mendasari munculnya peluang dalam berwirausaha (Holcombe, 2003) : 1. Faktor yang mengacaukan keseimbangan pasar. Perubahan selera, teknologi atau sumber daya yang ada mendorong pasar keluar dari keseimbangannya dan menciptakan peluang bagi mereka yang dapat mencari sumber daya pengganti. 2. Faktor yang meningkatkan kemungkinan produksi. Sumber daya yang digunakan, selera, banyaknya produk dan jasa yang ditawarkan akan berubah seiring dengan pendapatan yang meningkat. Dengan adanya perubahan yang memperbesar kapasitas pasar, kemungkinan produksi dapat dieksplorasi untuk menhasilkan keuntungan yang lebih. 3. Efek dari aktivitas kewirausahaan. 17 Ketika wirausahawan mengambil peluang yang ada, pasar yang baru muncul. Ketika wirausahawan menciptakan produk baru, secara otomatis peluang untuk menciptakan barang komplementer pun muncul dan meningkatkan permintaan sumber daya untuk produk yang baru. Oleh karena itu, semakin banyak wirausaha dalam suatu pasar, semakin banyak pula peluang yang akan muncul dari hasil aktivitas kewirausahaan tersebut. Tidak akan ada kewirausahaan apabila tidak ada kemampuan untuk mengidentifikasi peluang dan walaupun adanya penentuan peluang, tetapi apabila tidak dibarengi dengan pengambilan keputusan untuk melakukan sesuatu terhadap peluang yang ada, maka tidak akan ada kewirausahaan (Santos et al, 2015). Menurut Baron dan Ensley (2006), ada 5 dimensi yang berhubungan dengan peluang usaha yaitu: 1. Menyelesaikan masalah pelanggan. 2. Kemampuan menghasilkan arus kas positif. 3. Resiko yang dapat di kendalikan. 4. Keunggulan produk atau jasa. 5. Potensi untuk mengubah pasar atau industri. 2.1.4.3 Customer intensity (Jumlah Pelanggan) Dimensi dari customer intensity dibangun berdasarkan faktor-faktor yang diaanggap penting dalam pemasaran suatu organiasasi, yaitu: orientasi yang berpusat pada pelanggan dengan menggunakan inovasi untuk menciptakan, membangun dan mempertahankan hubungan pelanggan (Rezvani dan Khazeai, 2014). Jumlah pelanggan memiliki peran yang sangat penting dalam keberlangsungan hidup usaha 18 kecil menengah dikarenakan kehilangan ataupun bertambahnya satu konsumen akan sangat menentukan keberlangsungan hidup usaha tersebut (Becherer et al, 2012). Salah satu cara yang dapat dilakukan UKM untuk mempertahankan dan meningkatkan jumlah pelanggan adalah dengan memberikan pelayanan yang terbaik bagi pelanggan dalam segala aspek untuk memuaskan keinginan pelanggan. Pelanggan yang puas akan memberikan keuntungan bagi usaha dalam jangka pendek maupun panjang dikarenakan kepuasan pelanggan berkaitan erat dengan kesetiaan pelanggan, kepercayaan dan juga komponen emosional dalam hubungan antara pelanggan dan usaha (Voigt et al, 2010). Penelitian yang lain menunjukkan bahwa tidak hanya pelayanan optimal yang mempunyai pengaruh terhadap kepuasan pelanggan, tetapi kualitas produk dan performa produksi suatu perusahaan juga tidak kalah pentingnya dengan pelayanan optimal yang diberikan kepada pelanggan (Cai, 2009). Cara lain perusahaan dapat meningkatkan kepuasan pelanggan adalah dengan menyesuaikan kemampuan produk dengan ekspektasi kemampuan produk pelanggan. Pengguna tentutnya memiliki ekspektasi kemampuan dari suatu produk. Apabila perusahaan dapat memenuhi ataupun melampaui kriteria ekspektasi pelanggan, maka pelanggan akan merasa puas dan meningkatkan kemungkinan loyalitas terhadap suatu produk (Mkpojiogu dan Hashim, 2016). Dalam meningkatkan kepuasan pelanggan, ada beberapa dimensi dari pelayanan pelanggan yang perlu di perhatikan menurut Dash et al (2014) adalah sebagai berikut: 1. Reliabilitas: Kemampuan untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan 19 dengan akurat. 2. Responsivitas: Kemauan untuk membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang tangkas. 3. Kepastian: Pengetahuan dan kemampuan karyawan untuk menanamkan rasa percaya. 4. Empati: Kecukupan perhatian yang diberikan perusahaan terhadap pelanggan. 5. Tangibles: Keberadaan alat-alat fisik seperti: fasilitas, peralatan, karyawan dan alat komunikasi. Kesimpulan dari paparan di atas adalah bahwa pelanggan adalah faktor utama keberadaan suatu usaha, tanpa pelanggan, usaha tidak akan bertahan. Oleh karena itu usaha harus melakukan sesuatu yang lebih dibandingkan dengan pesaing untuk menarik, menambah dan mempertahankan pelanggan. 2.1.4.4 Innovation (inovasi) Inovasi adalah proses menciptakan sesuatu yang baru (Barringer dan Ireland, 2010:45) dan menggabungkan sumber daya yang ada sekarang dengan cara yang baru dan lebih produktif (Jia-sheng dan Chia-Jung, 2010:111). Definisi yang hampir sama diungkapkan oleh Sumarsono (Sumarsono, 2010:4) bahwa inovasi adalah pencarian kesempatan baru, perbaikan barang dan jasa yang ada dan menciptakan barang dan jasa yang baru atau mengkombinasikan unsur produksi yang ada dengan cara yang baru dan lebih baik. Secara keseluruhan, inovasi adalah memperkenalkan sesuatu yang baru atau cara yang baru untuk melakukan sesuatu dan cara atau produk tersebut diterima oleh pasar (Seighalan et al, 2016:36). Inovasi berkisar dari penciptaan 20 produk baru yang dapat mengubah industri sampai dengan perkembangan metode pembuangan limbah dalam proses produksi (Dustin et al, 2014). Inovasi adalah inti dari proses kewirausahaan (Barringer dan Ireland, 2010:45). Menurut Ko dan Hsi-Peng (2010) serta didukung beberapa peneliti lainnya (Winter, 2003; Ford dan Saren, 2001) bahwa inovasi memiliki tiga dimensi yaitu: produk, proses dan pasar. Inovasi produk adalah perbaikan barang dan jasa yang ada atau menciptakan barang dan jasa baru. Inovasi proses adalah menggunakan cara yang baru yang lebih efisien dan efektif dalam menciptakan barang atau jasa. Inovasi proses adalah mengidentifikasi pasar baru yang dapat di penetrasi serta mengukur besar dari pasar tersebut dan mengetahui waktu yang tepat untuk memasuki pasar tersebut. Sumber kekayaan tidaklah berasal dari bekerja, investasi fisikal ataupun penelitian. Sumber dari kekayaan berasal dari inovasi dan didukung dengan kewirausahaan. Dalam proses kewirausahaan, kesemapatan berinvestasi meningkat, pekerjaan dengan produktivitas yang lebih tinggi tercipta dan berefek pada masyarakat untuk mencari ilmu yang lebih berguna dan bernilai baik secara formal maupun informal. Kemudian dari ilmu yang diperoleh, melakukan inovasi melalui wirausaha (Henrekson, 2014). Hubungan inovasi, kewirausahaan dan ilmu pengetahuan adalah hal yang tidak dapat dipisahkan karena ketiganya membentuk suatu siklus tersendiri. Meskipun begitu, ada beberapa hal yang menghambat kapasitas inovasi UKM yaitu (Purcarea et al, 2013): 21 1. Minimnya proaktivitas. 2. Keterbatasan sumber daya finansial. 3. Keterbatasan keahlihan dalam manajemen inovasi. 4. Keterbatasan keahlian networking 5. Keterbatasan kerja sama dengan kelompok eksternal. Untuk mengatasi hal tersebut, pemilik UKM dapat menggunakan sumber internal dan eksternal untuk mengumpulkan informasi yang dapat diterapkan dalam proses inovasi. Pemilik juga dapat mengaplikasikan teknik sukses yang telah diterapkan oleh UKM yang lain (Purcarea et al, 2013). Untuk meningkatkan kemampuan inovasi, UKM juga dapat mengembangkan strategi orientasi kewirausahaan karena berdasarkan hasil penelitian Wang et al (2015), orientasi kewirausahaan berpengaruh secara positif terhadap kemampuan inovasi. Meningkatnya kemampuan inovasi UKM akan sangat berpengaruh terhadap keunggulan bersaing usaha tersebut. 2.1.4.5 Risk-Taking (Pengambilan Resiko) Walaupun peluang membawa kemungkinan untuk mendapatkan laba, tetapi dalam mengejar laba tersebut, pengkalkulasian kerugian yang mungkin terjadi haruslah dilakukan (Becherer et al, 2012). Hasil penelitian Abotsi, et al (2014) menyatakan bahwa ada tujuh faktor yang dapat meningkatkan efektifitas manajemen resiko dalam prosedur pengambilan resiko: komitmen dan dukungan dari manajemen atas, komunikasi, budaya, teknologi informasi, budaya organisasi, pelatihan dan kepercayaan. Tetapi tidak setiap suatu usaha mengambil langkah yang beresiko. 22 Suatu usaha yang merasa berada di posisi unggul dalam persaingan lebih memilih untuk mengambil keputusan yang aman dan menghindari pengambilan keputusan yang beresiko yang akan membahayakan usaha tersebut. Sebaliknya, usaha yang merasa kurang unggul dalam persaingan di pasar lebih cenderung mengambil keputusan yang lebih beresiko untuk menyaingi kompetitor yang ada di pasar (Rustambekov, 2012). Dari hasil penelitian Stone dan Gronhaug (1993), ada 6 dimensi dari resiko, yaitu: 1. Finansial: resiko keuangan 2. Kinerja: penyimpangan dari hasil yang diharapkan 3. Psikologi: persepsi pribadi setelah pengambilan keputusan 4. Fisik: kerusakan barang atau alat alat fisik 5. Sosial: persepsi sosial setelah pengambilan keputusan 6. Waktu: perubahan karena waktu. Keputusan untuk mengambil resiko berbeda di tiap tingkatan usaha. Usaha mikro (jumlah karyawan 1-9) lebih jarang mengambil resiko dibandingkan dengan usaha kecil dan menengah. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan prioritas. Dalam penelitian Kremel dan Yazdanfar (2015), prioritas usaha mikro adalah untuk bertahan hidup (survival) sedangkan usaha kecil dan menengah sudah mulai fokus terhadap pertumbuhan dan perkembangan usahanya (growth). Oleh karena itu, usaha mikro lebih cenderung menghindari keputusan yang beresiko sedangkan usaha kecil dan menengah lebih cenderung memilih 23 keputusan yang beresiko untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal. Penelitian yang dilakukan oleh Wang dan Panikkos (2010) menunjukan adanya pengaruh kecenderungan suatu usaha dalam pengambilan resiko terhadap keunggulan pertumbuhan usaha. Usaha yang lebih cenderung mengambil resiko dalam keputusannya menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan usaha yang menghindari resiko. Resiko yang paling sering terjadi dalam usaha kecil adalah resiko permodalan karena kurangnya penjualan dan likuiditas dan resiko pasar akibat pasar yang kurang stabil. Ada tiga cara yang bisa digunakan pemilik usaha untuk mengidentifikasi kemungkinan kerugian : 1. Evaluasi secara sistematis terhadap aset bisnis, aktivitas dan karyawan. 2. Menggunakan laporan keuangan untuk mengidentifikasi sumber kerugian 3. Menggunakan flow-chart untuk menganalisa semua kegiatan dan aktivitas dari usaha tersebut. (Falkner dan Hiebl, 2015). 2.1.4.6 Resource leveraging (Pemanfaatan Sumber Daya) Pemasar kewirausahaan membentuk kapasitas yang kreatif untuk pemanfaatan sumber daya. Kemampuan untuk menemukan sumber daya yang belum digunakan secara optimal, melihat bagaimana sumber daya dapat digunakan dalam konteks yang lain dan meyakinkan pemilik sumber daya untuk mempercayakan sumber daya kepada pemasar, memerlukan visi, pengalaman dan kemampuan (Hacioglu et al, 2012:873). Oleh karena itu, sumber daya yang paling penting bagi suatu perusahaan adalah orang yang memberikan kerja, bakat, kreativitas dan semangat kerjanya untuk tujuan usahanya (Syah, 2016). 24 Untuk memenangkan persaingan di pasar, pemilik UMKM harus berfokus pada difersivikasi produk dan sumber daya untuk unggul dalam. Dengan cara ini, pemilik UMKM dapat mengingkatkan efektifitas dan efisiensi produktivitas ke tingkat yang maksimum (Andersén, 2010). Apabila efisiensi dan efektivitas produksi sudah mencapai titik puncak, pemilik UMKM dapat mulai memilih faktor produksi yang memiliki kriteria: berharga, langka, tidak dapat ditiru dan tidak dapat disubstitusikan (Grant, 1991). Keunggulan bersaing dalam jangka panjang akan didapatkan suatu usaha yang menggunakan sumber daya dengan kriteria di atas secara efektif (Asad, 2014). Menggunakan faktor produksi dengan ciri-ciri di atas memastikan bahwa tidak akan ada kompetitor yang dapat menyaingi produk yang akan dihasilkan. UMKM tersebut akan menjadi satu-satunya usaha yang menjual produk dengan kriteria, keunikan dan spesifikasi tersendiri yang tidak dapat ditemukan di usaha yang lain (monopoli pasar). 2.1.4.7 Value Creation (Penciptaan Nilai) Entrepreneurial marketing adalah suatu fungsi organisasi dan suatu paket proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan dan memberikan nilai kepada pelanggan (Ionita, 2012). Titik fokus Entrepreurial Marketing adalah penciptaan nilai inovatif, pada asumsi bahwa penciptaan nilai merupakan syarat untuk transaksi dan hubungan (Syah, 2016). Keputusan pemilik usaha yang diambil dengan mempertimbangkan penciptaan nilai dan sumber daya akan mempengaruhi strategi usaha dan secara signifikan mempengaruhi performa finansialnya (Othman dan Sheehan, 25 2011). Menciptakan nilai tidak hanya sekedar memberikan produk yang berkualitas, tetapi pelayanan konsumen juga memberikan kontribusi yang besar terhadap persepsi nilai suatu usaha. Penciptaan nilai tidak terjadi dalam sekali transaksi, melainkan dalam jangka panjang dengan dukungan kemampuan UMKM dalam memberikan ketenangan hati dalam mengkonsumsi produk, kepastian dan kejelasan produk serta tidak ada kekhawatiran dalam mengkonsumsi produk yang ditawarkan (Cassia et al, 2015). Proses penciptaan nilai dimulai dari perakitan kerangka penciptaan nilai (terdiri dari kemampuan orientasi strategis dan orientasi bisnis), kemudian dilanjutkan dengan menciptakan teknik penciptaan nilai (kemampuan yang terdiri dari kemampuan inovasi, pemasaran dan produksi) dan diakhiri dengan suatu paket nilai yang mewakili hasil dari proses penciptaan nilai (Ngo dan O'Cass, 2010). Nilai dapat diciptakan melalui improvisasi, dan ada banyak cara untuk melalukannya. Secara sadar berusaha untuk memperkuat nilai yang ada dan menciptakan nilai yang baru merupakan salah satu cara tetapi membutuhkan informasi yang banyak dikerenakan nilai bukanlah keperluan universal. Penciptaan nilai berarti mengikat usaha dengan sesuatu yang baru, objek baru untuk diperhatikan, komitmen dan tanggung jawab yang baru dengan nilai yang telah diciptakan (Harper, 2014). Terdapat 4 dimensi dari value menurut Heinonen K (2004) yaitu: 1. Dimensi teknikal: menjawab pertanyaan “apa”. Dimensi ini mewakilkan kemungkinan pelanggan untuk memilih produk atau jasa yang lain. 2. Dimensi fungsional: menjawab pertanyaan “bagaimana”. Dimensi ini 26 mewakilkan bagaimana produk atau jasa dapat bernilai bagi pelanggan. 3. Dimensi temporal: menjawab pertanyaan “kapan”. Dimensi ini mewakilkan kapan produk atau jasa bernilai kepada pelanggan. 4. Dimensi spasial: menjawab pertanayaan “dimana”. Dimensi ini mewakilkan dimana produk atau jasa bernilai kepada pelanggan. 2.1.5 Keunggulan Bersaing (Competitive Advantage) Keunggulan bersaing adalah jantung kinerja perusahaan dalam pasar bersaing (Prasetya et al, 2007). Keunggulan bersaing menunjukkan bahwa suatu usaha memiliki kinerja usaha yang lebih baik daripada pesaing yang berada di industri yang sama dengan menggunakan aset dan kompetensi yang dimilikinya (Jia-sheng dan Chia-Jung, 2010). Keunggulan bersaing juga dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang memberikan suatu usaha peluang untuk memberikan nilai yang lebih kepada pelanggannya dari pada kompetitor (Ghosh et al, 2016). Keunggulan bersaing berasal dari kemampuan perusahaan untuk merakit dan mengekploitasi kombinasi simber daya yang sesuai (Janet dan Ngugi, 2014). Keunggulan bersaing dalam jangka panjang adalah hasil dari implementasi strategi penciptaan nilai yang tidak diimplementasikan secara berkala oleh pesaing dan usaha lain tidak dapat menduplikasi keuntungan dari strategi yang digunakan (O'Shannassy, 2008). Dari hasil penelitian terhadap keunggulan bersaing yang dilakukan Sigalas, et al (2013), dapat disimpulkan bahwa keunggulan bersaing didapatkan apabila banyaknya peluang pasar yang dapat direalisasikan dan 27 banyaknya ancaman pesaing yang dinetalisasikan berada di atas rata-rata pesaing di industri yang sama (Sigalas et al, 2013). Dalam ruang lingkup usaha kecil menengah, keunggulan bersaing sangatlah dipengaruhi oleh kemampuan pemasaran dikarenakan kegiatan pemasaran membangun sumber pemasukan dan memberikan arus kas yang stabil untuk menutupi biaya yang di investasikan (Pratono dan Pudjibudojo, 2016). Usaha yang memiliki arus kas yang lancar akan lebih mudah unggul dalam bersaing. Menurut Ma (1999), terdapat beberapa jenis keunggulan bersaing yang dapat dibagikan kedalam kategori sebagai berikut: 1. Positional advantages Keunggulan ini berupa keunggulan posisi dimana suatu usaha memiliki posisi yang lebih strategis dibandingkan dengan usaha lain. Misalnya: berada di simpang jalan raya. 2. Kinetic advantages Keunggulan ini berupa keunggulan fleksibilitas dimana suatu usaha dapat beroperasi dengan lebih fleksibel dan efektif. Misalnya: Toyota yang fleksibel dalam produksi sehingga mudah menyesuaikan dengan perubahan permintaan di pasar. 3. Homogeneous advantages Keunggulan ini berupa keunggulan dalam melakukan hal yang sama. Misalnya: Perusahaan A memproduksi bika ambon yang lebih enak dibandingkan dengan perusahaan B (proses dan sumber daya adalah sama). 28 4. Heterogeneous advantages Keunggulan ini berupa keunggulan hasil dari melakukan sesuatu dengan cara yang berbeda. Misalnya: Perusahaan A memproduksi bika ambon yang lebih enak dibandingkan perusahaan B karena menggunakan teknologi dan sumber daya yang lebih baik. 5. Tangible advantages Keunggulan ini berupa keunggulan yang dapat dilihat secara fisik. Misalnya: Keunggulan Indomaret yang memiliki toko yang besar dan menggunakan sistem pembayaran secara komputerisasi. 6. Intangible advantages. Keunggulan ini berupa keunggulan usaha yang tidak dapat dilihat secara fisik. Misalnya: keunggulan merek, nilai, atau budaya perusahaan. 7. Discrete advantages Keunggulan eksklusive seperti adanya hak paten atau kontrak eksklusif. 8. Compound advantages Keunggulan ini berupa keunggulan informasi yang dapat digunakan untuk meningkatkan respon usaha terhadap perubahan yang terjadi dipasar. Ada 2 dimensi keunggulan bersaing menurut Porter (1997): 1. Keunggulan biaya: Harga yang lebih murah dari pesaing. 2. Keunggulan differensiasi: Produk yang berbeda dari pesaing. Dalam konteks penelitian ini. Dimensi yang digunakan hanya dimensi keunggulan biaya karena objek penelitian ini tidak ada diferensiasi produk dari toko yang satu ke toko yang lain. 29 2.1.6 Usaha Kecil Menengah (UKM) Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), pengertian UMKM adalah sebagai berikut : 1. Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria: a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah). 2. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria: a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus juta rupiah). 3. Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi 30 bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan yang memenuhi kriteria: a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,- (dua miliar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,(lima puluh miliar rupiah). 2.2 Penelitian Terdahulu Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu No Peneliti dan Tahun Penelitian Judul Teknik Analisis Hasil Penelitian 1. Suardhika, Suryani (2016) Strategic Role of Entrepreneurial marketing and Customer Relation Marketing to Improve Competitive Advantage in Small and Medium Enterprises in Bali Indonesia Analisis SEMPLS Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa Entrepreneurial marketing berpengaruh positif terhadap keunggulan bersaing UKM di Bali, Indonesia. 2. Olannye, Edward (2016) The Dimension of Entrepreneurial marketing on the Performance of Fast Food Restaurants in Asaba, Delta State, Nigeria Analisis Cronbach Alpha Proaktif, inovasi dan fokus pada peluang berpengaruh positif dan signifikan terhadap keunggulan bersaing. 3. Pratono, Pudjibudojo (2016) Transforming Entrepreneurial Resources to Competitive Advantage: The Role of Social Capital and Marketing Capability Analisis PLS (Partial Least Square) Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa kemampuan pemasaran berpengaruh signifikan terhadap kinerja usaha. 31 Lanjutan Tabel 2.2 No Peneliti dan Tahun Penelitian Teknik Analisis Judul Hasil Penelitian 4. Syah, Aldy Pratama (2016) Pengaruh Entrepreneurial marketing terhadap Kinerja Usaha (Studi Kasus pada Anggota BPT HIPMI Sumut) Analisis Regresi Linear Berganda Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Entrepreneurial marketing berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja usaha. 5. Janet, Ngugi (2014) Influence of Entrepreneurial marketing on the Growth of SMEs in Kiambu Town-CBD, Kenya Analisis Regresi Berganda Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Entrepreneurial marketing berpengaruh terhadap pertumbuhan UKM. 6. Lee, Hsieh (2010) A Research in Relating Entrepreneurship, Marketing Capability, Innovative Capability and Sustained Competitive Advantage Analisis SEM (Structural Equation Model) Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa kewirausahaan dan inovasi secara langsung mempengaruhi keunggulan bersaing, sedangkan pemasaran tidak secara langsung mempengaruhi keunggulan bersaing. 7. Miles, Darroch (2006) Large Firms, Entrepreneurial marketing Processes, and the Cycle of Competitive Advantage Entrepreneurial marketing dapat digunakan untuk meningkatkan kewiraushaan dalam mencapai keunggulan bersaing. Sumber: Data Diolah 2.3 Kerangka Konseptual Dalam pasar persaingan terbuka, suatu usaha dapat mendapatkan keunggulan bersaing hanya apabila usaha tersebut dapat memberikan nilai yang paling tinggi dibandingkan dengan pesaing lainnya dalam pasar tersebut (Miles dan Darroch, 2006). Untuk mendapatkan keunggulan bersaing, pemilik usaha dapat menggunakan entrepreneurial marketing. Entrepreneurial marketing adalah suatu fungsi organisasi dan suatu paket proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan dan memberikan nilai kepada pelanggan (Ionita, 2012). 32 Keunggulan bersaing adalah hasil dari pengaplikasian entrepreneurial marketing secara maksimal dalam inovasi produksi, proses dan strategi untuk mendapatkan posisi yang unggul di pasar. Dalam penelitian ini, variable yang akan diteliti melalui dimensi Entrepreneurial marketing adalah (X1) opportunity focus, (X2) pro-activeness, (X3) innovation, (X4) risk taking, (X5) resource leveraging, (X6) value creation, dan (X7) customer intensity terhadap (Y) keunggulan bersaing. Kemampuan untuk mengidentifikasi dan mengejar peluang yang ada adalah kemampuan yang sangat penting dalam menentukan keunggulan bersaing suatu UKM (Rezvani dan Khazeai, 2014). Usaha yang dapat mengidentifikasi dan merealisasikan suatu peluang medapatkan kesempatan lebih untuk memberikan nilai lebih kepada pelanggan untuk menciptakan keunggulan bersaing dalam pasar tersebut. Proaktif dalam lensa kewirausahaan adalah suatu kegiatan pemasaraan untuk merubah keadaan eksternal usaha untuk meminimalisasi ketidakpastian dan mengurangi ketergantungan dan kerentanan (Becherer et al, 2012). Pemilik usaha yang proaktif cenderung menjadi pemimpin pasar karena memiliki keinginan dan pandangan ke depan untuk menangkap peluang baru (Yulianto, 2013) dan mengubahnya menjadi suatu peluang untuk memberikan nilai lebih bagi pelanggannya dan memenangkan persaingan. Kegiatan pemasaran yang inovatif memberikan kesempatan kepada usaha untuk fokus terhadap ide yang menghasilkan pasar, produk dan proses yang baru (Olannye dan Edward, 2016). Banyak usaha kecil menengah yang berorientasi inovatif dikarenakan sumber daya yang terbatas. Inovasi mengarah pada 33 perubahan proses organisasi dan menyesuaikan alat pemasaran dengan konsumen dan kebutuhan pasar yang pada akhirnya akan memberikan dampak pada keunggulan bersaing (Sattari dan Mehrabi, 2016). Hasil penelitian dari Olannye dan Edward (2016) menyimpulkan bahwa proaktif, inovasi dan fokus pada peluang berpengaruh positif secara signifikan terhadap keunggulan bersaing. Resiko adalah hal yang wajar yang dapat ditemukan dalam setiap perusahaan. Dalam usaha kecil dan menengah, kegiatan pemasaran tidak akan lepas dari proyek baru seperti kerja sama dengan perusahaan lain, uji coba pasar, percobaan produk, dan pengelolaan sumber daya dengan cara yang baru (Morris et al, 2002). Setiap proyek baru yang dilakukan memberikan ancaman berupa resiko bagi usaha tersebut. Bagaimana pemilik UKM menangani resiko tersebut akan berpengaruh terhadap keunggulan bersaing usaha tersebut di pasar. Resource leveraging adalah kemampuan untuk menggunakan sumber daya internal dan eksternal untuk mencapai tujuan pemasaran (Syah, 2016). Tujuan pemasaran perusahaan salah satunya adalah untuk mendapatkan keunggulan bersaing. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa resource leveraging berpengaruh terhadap keunggulan bersaing. Tujuan utama dari entrepreneurial marketing adalah menciptakan nilai (value creation) (Hamali et al, 2016). Dengan adanya nilai lebih yang dapat ditawarkan suatu usaha untuk pelanggan daripada pesaingnya, usaha tersebut akan lebih mudah mendapatkan keunggulan bersaing. Pelanggan adalah salah satu faktor adanya usaha. Tanpa pelanggan, usaha 34 tidak akan dapat bertahan. Jumlah pelanggan memiliki peran yang sangat penting dalam keberlangsungan hidup usaha terutama usaha kecil menengah dikarenakan kehilangan ataupun bertambahnya satu konsumen akan sangat menentukan keberlangsungan hidup usaha tersebut (Becherer et al, 2012). Jumlah pelanggan menentukan posisi usaha tersebut dalam suatu pasar. Usaha yang dapat memberikan nilai yang lebih dari pesaingnya akan mendapatkan jumlah pelanggan yang lebih banyak. Opportunity focus . (X1) Proactiveness (X2) Customer Intensity (X3) Risk Taking Competitive Advantage (X4) (Y) Resource Leveraging (X5) Value Creation (X6) Innovation (X7) Sumber: Morris et al, 2002 Gambar 2.1 Kerangka Konseptual 35 2.4 Hipotesis Berdasarkan uraian di atas, dimensi Entrepreneurial marketing keterkaitan dengan Competitive Advantage, maka hipotesis dapat dinyatakan sebagai berikut: H1: Opportunity focus berpengaruh positif dan signifikan terhadap Competitive Advantage. H2: Pro-Activeness berpengaruh positif dan signifikan terhadap Competitive Advantage. H3: Customer intensity berpengaruh positif dan signifikan terhadap Competitive Advantage. H4: Risk taking berpengaruh positif dan signifikan terhadap Competitive Advantage. H5: Resource leveraging berpengaruh positif dan signifikan terhadap Competitive Advantage. H6: Value Creation berpengaruh positif dan signifikan terhadap Competitive Advantage. H7: Innovation berpengaruh positif dan signifikan terhadap Competitive Advantage. H8: Entrepreneurial marketing berpengaruh positif dan signifikan terhadap Competitive Advantage.