perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan 1. Hakikat Novel a. Pengertian Novel Novel merupakan salah satu genre karya sastra berbentuk prosa fiksi. Dikatakan sebagai prosa fiksi karena novel lahir dari imajinasi dan daya kreativitas seorang pengarang atau sastrawan. Dengan demikian, semua yang terdapat dalam sebuah novel memiliki sifat fiktif atau tidak terjadi dalam dunia nyata. Melalui novel, pengarang mencoba untuk menawarkan kepada pembaca tentang dunia baru yang diidealkan beserta tokoh-tokoh fiksi yang menggambarkan kehidupan sosial masyarakat yang diinginkan oleh pengarang. K novel berasal dari bahasa Itali, yaitu novella dan jika dalam bahasa Jerman yaitu novelle. Lebih lanjut, Abrams menjelaskan secara harfiah novella berarti barang baru yang kecil, kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa (dalam Nurgiyantoro, 2005). Berdasarkan panjang penceritaan, novel mempunyai panjang lebih dari 10.000 kata. Selain itu, novel memiliki banyak konflik dan peristiwa, tokoh, setting, maupun karakter tokohnya. Aspek penceritaan dan pengisahan tokoh dalam novel lebih mendalam dan lebih kompleks jika dibandingkan dengan prosa fiksi seperti cerpen. Semi menjelaskan bahwa ovel merupakan suatu konsentrasi kehidupan pada saat tegang dan pemusatan kehidupan yang tegas. Novel merupakan karya fiksi yang mengungkap aspek kemanusiaan yang lebih mendalam dan disajikan dengan halus (1993: 32). Berdasarkan pengertian novel yang telah dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa novel adalah jenis prosa fiksi yang merupakan hasil imajinasi pengarang yang menceritakan kehidupan para pelakunya (tokoh) 9 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 10 secara luar biasa, kompleks dan rumit, sehingga menimbulkan konflik dan menyebabkan perubahan nasib para pelakunya (tokoh). b. Fungsi Novel Novel pada hakikatnya adalah sebuah kisah tentang kehidupan tokoh fiksi yang memiliki tujuan untuk memberikan hiburan kepada pembaca novel tersebut. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Wellek dan Warren, bahwa embaca sebuah karya fiksi adalah menikmati cerita dan menghibur diri untuk memeroleh kepuasan batin Nurgiyantoro, 2005: 3). Fungsi novel tidak hanya sebagai hiburan semata, melainkan novel berfungsi sebagai sarana untuk menyampaikan pesan-pesan tertentu. Melalui novel, pengarang berusaha untuk menyampaikan pesan-pesan moral dan nilai-nilai kehidupan yang dapat memberikan manfaat bagi pembacanya. Tentu saja, motif pengarang adalah agar pembaca dapat mengaplikasikan pesan-pesan moral tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Sehubungan dengan hal tersebut, Sumardjo memiliki pandangan bahwa novel memiliki beberapa fungsi, di antaranya: 1) karya sastra (novel) memberi kesadaran kepada pembaca tentang suatu kebenaran; 2) karya sastra (novel) juga memberikan kepuasan batin, hiburan ini adalah hiburan intelektual; 3) novel dapat memberikan kita sebuah penghayatan yang mendalam tentang apa yang diketahui. Pengetahuan ini nantinya menjadi hidup dalam sastra; dan 4) membaca novel adalah karya seni indah dan memenuhi kebutuhan manusia terhadap naluri keindahan adalah kodrat manusia (1998). Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa novel memiliki fungsi sebagai hiburan yang bersifat intelektual. Di dalam novel terdapat pelajaran tentang kehidupan dari tokoh-tokoh fiksi yang diciptakan oleh pengarang. Selain itu, novel juga terdapat nilai-nilai moral sebagai sarana untuk menggugah jiwa penikmat atau pembaca novel. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 11 c. Ciri-ciri Novel Novel memiliki ciri yang dapat diidentifikasi dengan baik, jika dibandingkan dengan cerpen. Sayuti menyatakan bahwa iri-ciri novel hampir berkebalikan dengan cerpen. Apabila cerpen memiliki sifat memadatkan, novel cenderung bersifat expands atau meluas. Jika cerpen lebih mengutamakan intensitas, novel yang baik cenderung menitikberatkan munculnya complexity . Novel juga memungkinkan adanya penyajian secara panjang lebar mengenai tempat atau ruang tertentu. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika posisi manusia dalam masyarakat menjadi pokok permasalahan yang selalu menarik perhatian novelis. Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Nurgiyantoro bahwa erdasarkan panjang cerita, novel jauh lebih panjang dari cerpen. Oleh karena itu, novel dapat mengemukakan sesuatu secara bebas, menyajikan sesuatu secara lebih banyak, lebih rinci, lebih detail, dan lebih banyak melibatkan berbagai permasalahan yang lebih kompleks 11). Berdasarkan ciri-ciri novel yang telah dijelaskan di atas, dapat disimpulkan ciri-ciri novel antara lain: 1) novel memiliki sifat meluas dan kompleks; 2) penceritaan atau pengisahan tokoh-tokoh lebih terperinci dan lebih detail; dan 3) memiliki banyak peristiwa atau konflik, latar, tokoh dan karakter tokoh. 2. Struktur Novel Suatu karya sastra mempunyai sebuah sistem yang terdiri dari unsur yang saling berhubungan. Untuk mengetahui hubungan antarunsur dalam karya sastra tersebut, sangat tepat jika penelaahan teks sastra diawali dengan analisis struktural. Sehubungan dengan hal ini, pendekatan struktural sering disebut juga dengan pendekatan objektif, pendekatan formal, atau pendekatan analitik. Bertolak dari asumsi bahwa karya sastra sebagai karya kreatif yang memiliki otonimi penuh yang harus dilihat sebagai suatu sosok yang berdiri sendiri terlepas dari hal-hal lain yang berada di luar dirinya. Bila hendak perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 12 dikaji atau diteliti, maka yang harus dikaji atau diteliti adalah aspek yang membangun karya tersebut seperti tema, alur, latar, penokohan, gaya penulisan, gaya bahasa, serta hubungan harmonis antaraspek yang mampu membuatnya menjadi sebuah karya sastra (Semi, 1993). Hal ini juga diperkuat oleh Pradopo bahwa etode struktural merupakan metode penelitian kritik objektif. Penelitian sastra dengan metode ini berupa penelitian struktur karya sastra beserta kompleksitasnya. Penelitian makna tiap unsur berdasarkan jalinannya dengan unsur lain dalam struktur tersebut (2002: 22). Analisis struktural merupakan tahapan pertama ketika memulai untuk meneliti sebuah karya sastra dengan kajian yang lebih mendalam. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Damono bahwa Dalam penelitian karya sastra, analisis atau pendekatan objektif terhadap unsur-unsur intrinsik atau struktur karya sastra merupakan tahap awal untuk meneliti karya sastra sebelum memasuki penelitian lebih lanjut (1984: 2). Di dalam sebuah novel terdapat unsur-unsur pembangun yang saling berkaitan antara satu dengan lainnya, sehingga membentuk satu kesatuan yang utuh. Sehubungan dengan hal ini, Nurgiyantoro menjelaskan garis besar unsur pembangun karya sastra yang dapat dibagi menjadi dua, yakni unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik merupakan unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur ini membangun karya sastra dari dalam karya sastra tersebut. Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra tersebut, tetapi secara tidak langsung memengaruhi bangunan karya sastra (2005). a. Unsur Intrinsik Novel 1) Tema Setiap karya fiksi pasti mengandung atau menawarkan suatu tema, terlebih pada novel. Untuk menentukan tema itu sendiri, perlu adanya pemahaman dan penafsiran melalui cerita dan unsur-unsur pembangun cerita lainnya. Definisi dari tema yang paling sederhana adalah makna dari suatu cerita, gagasan sentral, atau dasar dari suatu penceritaan. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 13 Tema adalah hal pokok yang menjadi dasar pengembangan suatu cerita. Tema merupakan manifestasi dari sebuah ide dalam suatu penceritaan. Pengarang dalam menulis ceritanya bukan sekadar mengungkapkan ceritanya, melainkan pengarang ingin mengatakan atau mengungkapkan sesuatu hal pada pembacanya. Sebagaimana yang dikatakan Nurgiyantoro bahwa ema merupakan dasar pengembangan seluruh cerita, maka tema pun bersifat menjiwai seluruh bagian cerita itu (2005: 68). Menurut Sayuti ema mempunyai generalisasi yang umum, lebih luas, dan abstrak. Tema bisa berwujud makna yang dilepaskan oleh suatu cerita. Ia merupakan implikasi yang penting bagi suatu cerita secara keseluruhan, bukan sebagian dari suatu cerita yang dapat dipisahkan (2000: 191). Tema cerita memliki ciri tertentu dalam penerapannya, seperti yang diungkapkan Waluyo bahwa tersirat (tersembunyi) dan dapat dipahami setelah membaca keseluruhan cerita. Tema bersifat objektif, lugas, dan khusus (2011: 7). Berdasarkan pengertian tentang tema di atas, dapat disimpulkan bahwa tema cerita adalah pokok pikiran atau ide yang digunakan oleh pengarang untuk menjadi dasar pengembangan suatu cerita. Tema memiliki sifat eksplisit, sehingga untuk menentukan tema suatu cerita diperlukan adanya pemahaman dan pengkajian secara komprehensif. 2) Plot Plot merupakan salah satu unsur karya fiksi yang penting. Plot atau yang sering disebut dengan alur merupakan hubungan antara peristiwa satu dengan peristiwa lainnya, sehingga membentuk satu kesatuan cerita yang utuh. Hubungan antarperistiwa tersebut merupakan hubungan sebab-akibat. Artinya, munculnya suatu peristiwa disebabkan oleh peristiwa yang terjadi sebelumnya, atau munculnya peristiwa sebelumnya akan menyebabkan peristiwa-peristiwa setelahnya. Stanton mengemukakan bahwa lot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab-akibat, perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 14 peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain (dalam Nurgiyantoro, 2005: 113). Pendapat sejalan diungkapkan Waluyo bahwa lot sebagai alur cerita yang berarti struktur gerak yang didapatkan dalam cerita fiksi. Plot didefinisikan sebagai cerita yang berisi urutan kejadian, tetapi setiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab-akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa lain (2002: 145). Alur merupakan struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai sebuah interrelasi fungsional yang sekaligus menandai urutan bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi. Sehubungan dengan hal ini, Semi membagi plot menjadi tiga, yaitu; Pertama, plot garis lurus atau progresif, plot cerita berjalan seperti lazimnya orang bercerita, yaitu mulai awal hingga akhir cerita. Kedua, plot sorot balik atau flash back, plot diceritakan seperti orang yang sedang melamun atau menceritakan kembali sesuatu yang sudah terjadi. Ketiga, plot gabungan, plot cerita di mana pengarang menggabungkan antara plot lurus cerita yang di dalamnya juga terdapat plot sorot balik (1993). Plot dalam cerita fiksi mempunyai tahapan-tahapan dalam penceritaan. Tasrif (dalam Nurgiyantoro, 2005), membedakan tahapan plot menjadi lima tahapan. Kelima tahapan plot itu antara lain: (a) Tahap penyituasian (situation) Tahap penyituasian berisi tentang penggambaran awal atau pengenalan, baik pengenalan latar cerita atau pengenalan tokohtokoh cerita dalam novel. (b) Tahap pemunculan konflik (generating circumstances) Dalam tahap ini, masalah-masalah dan peristiwa awal yang menyebabkan terjadinya konflik mulai dimunculkan. (c) Tahap peningkatan konflik (rising action) Pemunculan konflik-konflik yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya akan semakin berkembang dan semakin rumit atau kompleks. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 15 (d) Tahap klimaks (climax) Konflik-konflik yang terjadi dan dialami oleh tokoh-tokoh cerita dalam novel mencapai titik puncak atau telah mencapai klimaks. (e) Tahap penyelesaian (denouement) Konflik yang telah mencapai puncak tersebut mulai mengendur karena telah menadapat solusi atau cara dalam menyelesaikan konflik tersebut. Lebih jelasnya, tahapan-tahapan plot tersebut dapat digambarkan dalam bentuk gambar diagram, sebagai berikut. Klimaks Inciting Forces+) *) Awal **) Pemecahan Tengah Akhir Gambar. 2.1. Diagram Tahapan Plot Keterangan : *) Konflik dimunculkan dan semakin ditingkatkan **) Konflik dan ketegangan dikendorkan +) Inciting forces menyarankan pada hal-hal yang semakin meningkatkan konflik sehingga akhirnya mencapai klimaks Berdasarkan pendapat yang telah dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa plot adalah rangkaian atau urutan kejadian dalam sebuah cerita fiksi yang setiap kejadian atau peristiwa dihubungkan dengan hukum sebab-akibat. Peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 16 3) Penokohan dan Perwatakan Sama halnya dengan unsur plot dan pemplotan di atas, tokoh dan penokohan merupakan salah satu unsur yang penting dalam karya fiksi, terlebih pada novel. Tokoh merupakan objek yang menggerakkan cerita dalam karya fiksi. Tokohlah yang menjadi objek penceritaan dan membuat adanya konflik-konflik. Melalui tokoh, pengarang bisa mengutarakan ideologi, pandangan hidup, serta pesan-pesan yang ingin disampaikan kepada pembaca. Aminuddin mengungkapkan bahwa okoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita rekaan, sehingga peristiwa itu menjalin suatu cerita (dalam Siswanto, 2013: 129). Cara pengarang menampilkan tokoh dalam cerita disebut dengan penokohan. Tokoh dalam karya fiksi selalu mempunyai sifat, sikap, tingkah laku atau watak-watak tertentu. Pemberian watak pada tokoh suatu karya fiksi oleh pengarang disebut dengan perwatakan. Sehubungan dengan hal ini, Nurgiyantoro memberikan gambaran tentang penokohan, bahwa stilah tokoh menunjuk pada orangnya atau disebut pelaku cerita, sedangkan watak, perwatakan, dan karakter menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca dan lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh dan tokoh tersebut melahirkan peristiwa dalam sebuah cerita fiksi (2005: 165). Pendapat sejalan diungkapkan oleh Tarigan enokohan adalah proses yang digunakan oleh seorang pengarang untuk menciptakan tokoh-tokoh fiksinya (2003: 146). Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa penokohan merupakan proses yang digunakan oleh pengarang untuk menggambarkan tokoh fiksi yang terdapat dalam karya sastra, sehingga tokoh tersebut dapat menggerakkan dan mengembangkan alur cerita. Tokoh tersebut juga digunakan oleh pengarang untuk menyampaikan pesan atau amanat kepada pembaca. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 17 Tokoh-tokoh dalam cerita fiksi perlu adanya pengelompokan sesuai dengan jenisnya masing-masing. Sehubungan dengan hal ini, Nurgiyantoro menyatakan bahwa okoh-tokoh cerita yang terdapat di dalam karya fiksi dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa jenis berdasarkan dari mana penamaan itu dilakukan (2005: 176). Berikut klasifikasi tokoh-tokoh dalam cerita fiksi. a) Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam subuah cerita fiksi dapat dikelompokkan menjadi tokoh utama dan tambahan. Nurgiyantoro menjelaskan bahwa tokoh utama merupakan tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan dan sangat menentukan perkembangan plot secara keselurahan. Sebaliknya, tokoh tambahan merupakan tokoh yang memiliki peran yang tidak terlalu penting dan hanya muncul beberapa kali dalam cerita (2005). b) Dilihat dari fungsi penampilan tokoh dapat diklasifikasikan menjadi tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Sehubungan dengan hal ini, Altenbernd & Lewis menyatakan bahwa okoh protaginis adalah tokoh yang pembaca kagumi, yang salah satu jenisnya secara populer disebut hero, tokoh yang merupakan pengejewantahan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi pembaca (dalam Nurgiyantoro, 2005: 178). Sebaliknya, Nurgiyantoro menjelaskan bahwa okoh yang menjadi penyebab terjadinya konflik disebut dengan tokoh antagonis (2005: 179). c) Berdasarkan perwatakannya, tokoh cerita dapat dibedakan menjadi tokoh sederhana dan tokoh kompleks atau tokoh bulat. Sehubungan bulat merupakan tokoh yang kurang mewakili keutuhan personalitas manusia dan . Lebih lanjut, Sayuti merupakan tokoh yang dapat dilihat semua sisi (2000: 78). perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 18 d) Berdasarkan kriteria berkembang atau tidaknya perwatakan tokohtokoh cerita yang terdapat di dalam karya fiksi, tokoh dapat dibedakan menjadi tokoh statis dan tokoh berkembang. Sehubungan dengan hal ini, Nurgiyantoro menjelaskan bahwa tokoh statis merupakan tokoh yang tampak kurang terlihat dan kurang berpengaruh oleh adanya perubahan-perubahan lingkungan yang terjadi karena adanya hubungan antarmanusia, sedangkan tokoh berkembang merupakan tokoh cerita yang mengalami perubahan dan perkembangan perwatakan sejalan dengan perkembangan (dan perubahan) peristiwa dan plot yang dikisahkan (2005). Seorang pengarang memiliki persoalan tentang bagaimana caranya untuk menyajikan tokoh-tokoh yang ia tampilkan dalam cerita fiksinya. Berdasarkan hal tersebut, ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh pengarang untuk menggambarkan tokoh dengan setiap karakter yang melekat pada tokoh. Penggambaran tokoh oleh pengarang tersebut dapat mempertimbangkan tiga dimensi. Hal ini dikemukakan oleh Waluyo bahwa etiga dimensi penggambaran tokoh tersebut antara lain, dimensi psikis (kejiwaan), dimensi fisik (jasmaniah), dan dimensi sosiologis (latar belakang kekayaan, pangkat, dan jabatan) (2011: 21). Dimensi psikis (kejiwaan) adalah faktor terpenting dalam penggambaran watak tokoh, sehingga dapat diketahui apakah tokoh tersebut baik hati, sabar, jahat, pemarah dan sebagainya. Dimensi fisik atau fisiologis merupakan penggambaran tokoh berdasarkan umur, ciri fisik maupun keadaan diri tokoh. Sementara itu, dimensi sosiologis merupakan penggambaran kepribadian yang dikaitkan dengan suku, jenis kelamin, kekayaan, kelas sosial, profesi atau pekerjaan. 4) Latar Cerita (Setting) Karya fiksi pada hakikatnya akan dihadapkan pada sebuah dunia yang telah dilengkapi dengan tokoh yang menghuni dan permasalahannya. Tokoh dalam cerita menjalankan berbagai aktivitas perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 19 atau pengalaman hidupnya, sehingga memerlukan adanya ruang lingkup, tempat dan waktu, seperti halnya kehidupan manusia hidup di dunia nyata. Jadi, dunia fiksi juga membutuhkan latar cerita untuk tokoh-tokoh yang ada pada dunia fiktif tersebut. Menurut Sayuti latar merupakan kejadian-kejadian dalam cerita berlangsung. Secara garis besar deskripsi latar fiksi dapat dikategorikan dalam tiga bagian, yakni, latar tempat, latar waktu, dan latar sosial Latar cerita memiliki fungsi tertentu dalam sebuah karya fiksi. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Nurgiyantoro, bahwa ungsi latar adalah untuk memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal tersebut bertujuan untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi (2005: 217). Berdasarkan pengertian latar cerita yang telah dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa latar cerita adalah deskripsi atau penggambaran situasi tertentu mengenai tempat atau lokasi geografis terjadinya suatu peristiwa dalam cerita, waktu terjadinya peristiwa dalam cerita, dan keadaan sosial tokoh dan lingkungan masyarakat ketika penceritaan suatu karya fiksi. 5) Sudut Pandang Sudut pandang atau point of view merupakan salah satu unsur fiksi yang peranan dan kehadirannya dalam penceritaan karya fiksi haruslah diperhitungkan, sebab pemilihan sudut pandang akan berpengaruh terhadap penyajian cerita. udut pandang dalam karya fiksi mempersoalkan: siapa yang menceritakan, atau dari posisi mana (siapa) peristiwa dan tindakan itu dilihat 2005: 247). Dengan demikian, pemilihan bentuk persona yang dipergunakan, di samping mempengaruhi perkembangan cerita dan masalah yang diceritakan, juga kebebasan, ketajaman, ketelitian, dan keobjektifan terhadap hal-hal yang diceritakan. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 20 Sesuai uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa sudut pandang adalah cara pengarang mengisahkan suatu cerita. Sudut pandang merupakan suatu cara atau pandangan yang digunakan oleh pengarang untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca. 6) Gaya Bahasa Bahasa merupakan medium yang paling baik untuk menyampaikan suatu karya fiksi. Bahasa pula yang menjadi wahana untuk mengekspresikan jiwa. Oleh karena itu, antara bahasa dan sastra memiliki hubungan yang sangat erat. Menurut Nurgiyantoro ahasa dalam seni sastra dapat disamakan dengan cat dalam seni lukis. Keduanya merupakan unsur bahan, alat, sarana, yang diolah untuk dijadikan sebuah karya yang mengandung nilai lebih daripada sekadar bahannya itu sendiri (2005: 272). Setiap pengarang memiliki gaya bahasa tersendiri dalam menuangkan ide-ide dalam suatu karya fiksi, sehingga penggunaan gaya bahasa yang indah membuat karya fiksi yang dihasilkan tersebut akan bernilai sastra tinggi. menjelaskan bahwa Sehubungan dengan hal ini, Aminuddin alam karya sastra istilah gaya (style) mengandung pengertian cara seorang pengarang menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca : 72). Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa adalah gaya bercerita seorang pengarang, yang selalu berbeda dengan pengarang yang lain dengan maksud untuk memperindah cerita melalui pemilihan diksi, dan penggunaan ungkapan-ungkapan tertentu, sehingga dapat dikatakan bahwa setiap pengarang memiliki ciri khasnya sendiri. 7) Amanat Amanat merupakan suatu pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca. Seperti halnya tema cerita, amanat perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 21 merupakan makna yang terkandung dalam sebuah karya fiksi yang memiliki sifat tersirat dalam cerita. Siswanto menjelaskan bahwa manat adalah gagasan yang mendasari karya sastra; pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca atau pendengar. Di dalam karya sastra modern amanat ini biasanya tersirat, sedangkan dalam karya sastra lama amanat pada umumnya tersurat (2013: 147). Amanat atau moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran, dan itulah yang ingin disampaikan kepada pembaca. Menurut Kenny oral dalam cerita biasanya dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis, yang dapat diambil (ditafsirkan) lewat cerita yang bersangkutan oleh pembaca (dalam Nurgiyantoro, 2005: 321). Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa amanat adalah pesan (message) yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca melalui cerita, sikap, dan tingkah laku tokohtokoh dalam karya fiksi. Pesan tersebut bisa berwujud moral, ajakan atau persuasi, provokasi, dan lainnya. Penyampaian amanat atau pesan bisa bersifat tersirat maupun tersurat. 3. Hakikat Psikologi Sastra a. Pengertian Psikologi Secara etimologis, istilah psikologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata pysche logos , secara harfiah psikologi berarti ilmu jiwa, atau ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala kejiwaan. Menurut Hilgert laku manusia sikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah . Pendapat tersebut diperkuat oleh Walgito bahwa sikologi merupakan suatu ilmu yang meneliti serta mempelajari tentang perilaku atau aktivitas-aktivitas yang dipandang sebagai manifestasi dari kehidupan psikis manusia 97: 10). Siswantoro juga berpendapat bahwa perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 22 sikologi merupakan ilmu jiwa yang menekankan perhatian studinya pada manusia, terutama pada perilaku manusia (human behavior or action) (2004: 26). Dalam psikologi, perilaku atau aktivitas yang ada pada individu atau organisme dianggap tidak muncul dengan sendirinya, tetapi sebagai akibat dari adanya stimulus atau rangsang mengenai individu atau organisme itu. Dalam hal ini, perilaku atau aktivitas dianggap sebagai jawaban atau respon terhadap stimulus yang mengenainya (2011: 7). Berdasarkan beberapa pengertian tentang psikologi di atas, dapat disimpulkan bahwa psikologi adalah ilmu yang mempelajari atau meneliti tentang perilaku dan aktivitas manusia sebagai hasil dari aspek psikis atau kejiwaan manusia. b. Pengertian Psikologi Sastra Sastra dianggap sebagai suatu karya yang memiliki sifat fungsional dan dapat membantu manusia untuk mencari makna dari suatu kehidupan. Makna kehidupan tersebut pada hakikatnya memiliki hubungan dengan aspek kejiwaan manusia. Aspek kejiwaan manusia tersebut diungkap dan dikaji dalam ilmu psikologi. Menurut Endraswara astra dan psikologi dapat bersimbiosis dalam peranannya terhadap kehidupan, karena keduanya memiliki fungsi dalam hidup ini. Keduanya sama-sama berurusan dengan persoalan manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Keduanya memanfaatkan landasan yang sama, yaitu menjadikan pengalaman manusia sebagai bahan telaah (2008: 15). Oleh karena itu, pendekatan psikologi dianggap penting penggunaannya dalam penelitian sastra. Kaitannya dengan psikologi sastra, psikologi mengkaji hubungan kejiwaan pengarang ketika melakukan proses kreatif yang hasilnya berupa karya sastra. Psikologi juga mengkaji hubungan kejiwaan tokoh-tokoh dengan sikap dan tingkah laku yang terdapat di dalam karya sastra. Selain itu, dalam psikologi sastra, psikologi juga mengkaji hubungan kejiwaan penikmat perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 23 karya sastra. Penikmat karya sastra di sini adalah pembaca karya sastra itu sendiri. Menurut Endraswara bahwa sikologi sastra sebagai kajian sastra yang memandang karya sastra sebagai aktivitas kejiwaan, yaitu jiwa manusia yang dipantulkan melalui tingkah laku aktivitas-aktivitasnya sebagai manivestasi hidup psikis. Psikologi sastra adalah telaah karya sastra yang diyakini mencerminkan proses dan aktivitas kejiwaan lanjut, Minderop menjelaskan bahwa . Lebih etika menelaah suatu karya psikologis, hal yang penting yang perlu dipahami adalah sejauh mana keterlibatan psikologi pengarang dan kemampuan pengarang menampilkan para tokoh rekaan yang terlibat dengan masalah kejiwaan : 54-55). Lebih jelas, Ratna menjelaskan bahwa ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk memahami hubungan antara psikologi dengan sastra, yaitu: 1) memahami unsur-unsur kejiwaan pengarang sebagai penulis, 2) memahami unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional dalam karya sastra, dan 3) memahami unsur-unsur kejiwaan pembaca. Secara definitif, tujuan psikologi sastra adalah memahami aspek-aspek kejiwaan yang terkandung dalam suatu karya fiksi. pada dasarnya psikologi sastra memberikan perhatian pada masalah yang kedua, yaitu pembicaraan dalam kaitannya dengan unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional yang terkandung dalam karya sastra. Pada umumnya, aspek-aspek kemanusiaan inilah yang menjadi objek utama psikologi sastra, sebab semata-mata dalam diri manusia itulah, sebagai tokohtokoh, aspek kejiwaan dicengkokkan dan diinvestasikan (2013). Psikologi sastra memiliki daya tarik tersendiri ketika mengkaji karya sastra. Hal ini diungkapkan oleh Minderop bahwa aya tarik psikologi sastra terletak pada masalah kejiwaan manusia sendiri yang muncul dalam sastra, tetapi juga bisa mewakili jiwa orang lain. Setiap pengarang kerap menambahkan pengalaman sendiri dalam karyanya dan pengalaman pengarang itu sering pula dialami oleh orang lain . Berdasarkan pendapat tentang psikologi sastra yang telah dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa psikologi sastra adalah salah satu jenis penelitian interdisiplin yang menetapkan bahwa karya sastra sebagai objek perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 24 utama dan memusatkan perhatian pada aspek-aspek kejiwaan tokoh fiksi, aspek-aspek kejiwaan pengarang sebagai pencipta karya sastra, serta aspek kejiwaan pembaca sebagai penikmat karya sastra. Akan tetapi, fokus utama dalam penelitian psikologi sastra adalah aspek-aspek kejiwaan tokoh-tokoh fiksional yang terdapat dalam karya satra. Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui perwatakan, sikap, dan tingkah laku tokoh-tokoh. Aspek psikologi tokoh-tokoh fiksional itulah yang menjadi pusat atau dasar kajian dengan menggunakan pendekatan psikologi sastra. 4. Definisi Kepribadian Setiap manusia memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Manusia memiliki suatu kepribadian yang bersifat dominan dan suatu pembawaan yang dapat menandai manusia tersebut. Minderop menjelaskan bahwa epribadian merupakan suatu integrasi dari semua aspek kepribadian yang unik dari seseorang menjadi organisasi yang unik, yang menentukan, dan dimodifikasi oleh upaya seseorang beradaptasi dengan lingkungannya yang selalu berubah (2011: 8). unik dari individu dalam mengartikan pengalaman(dalam Koswara, 1991: 11). Kepribadian dalam psikologi dapat mengacu pada pola karakteristik perilaku atau pola pikir yang menentukan penilaian seseorang terhadap lingkungan. Kepribadian dibentuk sejak lahir yang dimodifikasi oleh pengalaman budaya dan pengalaman unik yang memengaruhi seseorang sebagai individu. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kepribadian adalah pembawaan yang mencakup pikiran, perasaan, dan tingkah laku yang bersifat khas dan ditunjukkan ketika individu tersebut beradaptasi dengan lingkungannya. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 25 5. Teori Psikologi Kepribadian Teori kepribadian sama halnya dengan teori-teori lain yang terdapat dalam psikologi yang merupakan salah satu bagian yang amat penting dan tidak bisa diabaikan kegunaannya. Dapat dikatakan bahwa, tanpa adanya teori kepribadian, upaya ilmiah untuk memahami tingkah laku manusia sulit untuk dilaksanakan. Psikologi kepribadian adalah psikologi yang mempelajari kepribadian manusia dengan objek penelitian faktor-faktor yang memengaruhi tingkah laku manusia. Dalam psikologi kepribadian, dipelajari kaitan antara ingatan atau pengamatan dengan perkembangan, kaitan antara pengamatan dengan penyesuaian diri pada individu, dan seterusnya. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Koswara (1991) bahwa: Sasaran pertama psikologi kepribadian adalah memeroleh informasi mengenai tingkah laku manusia. Karya-karya sastra, sejarah, dan agama bisa memberikan informasi berharga mengenai tingkah laku manusia. Sasaran kedua, psikologi kepribadian mendorong individu agar dapat hidup secara utuh dan memuaskan, dan yang ketiga, sasarannya adalah agar individu mampu mengembangkan segenap potensi yang dimilikinya secara optimal melalui perubahan lingkungan psikologis (hlm. 4). Koswara menambahkan, bahwa dalam psikologi terdapat tiga aliran pemikiran (revolusi yang memengaruhi pemikiran personologis modern). Pertama, psikoanalisis yang menghadirkan manusia sebagai bentukan dari naluri-naluri dan konflik-konflik struktur kepribadian. Konflik-konflik struktur kepribadian adalah konflik yang timbul dari pergumulan antara id, ego, dan superego. Kedua, behaviorisme yang mencirikan manusia sebagai korban yang fleksibel, pasif, dan penurut terhadap stimulus lingkungan. Ketiga, psikologi humanistik, adalah sebuah gerakan yang muncul, yang menampilkan manusia yang berbeda dari gambaran psikoanalisis dan behaviorisme. Di sini, manusia digambarkan sebagai makhluk yang bebas dan bermartabat serta selalu bergerak ke arah pengungkapan segenap potensi yang dimilikinya apabila lingkungan memungkinkan (1991). perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 26 Abraham Maslow merupakan seorang pemimpin atau bapak spiritual dari psikologi humanistik. Dalam penelitian ini, akan diungkap dan dibahas secara lebih mendalam tentang gagasan-gagasan yang merupakan representasi dari teori keepribadian humanistik. Selain itu, teori humanistik merupakan teori yang komprehensif dan sangat jelas mencerminkan orientasi humanistik yang memiliki pengaruh besar terhadap pemikiran modern mengenai tingkah laku manusia. 6. Teori Kepribadian Humanistik: Abraham Maslow a. Ajaran Dasar Psikologi Humanistik Abraham Maslow dilahirkan di Brooklyn, New York pada tanggal 1 April 1908. Orang tuanya adalah imigran Yahudi Rusia yang pindah ke Amerika Serikat dengan harapan memeroleh kehidupan yang lebih baik. Sebagai anak tertua dari tujuh bersaudara, Maslow didorong oleh orang tuanya agar mencapai keberhasilan dalam pendidikan. Menurut Koswara istilah psikologi humanistik sendiri diperkenalkan oleh sekelompok ahli psikologi yang pada awal tahun 1960-an bekerja sama di bawah kepemimpinan Maslow dalam mencari alternatif dari dua teori yang sangat berpengaruh atas pemikiran intelektual dalam psikologi. Kedua teori yang dimaksud adalah teori psikoanalisis dan behaviorisme. Psikologi humanistik sesungguhnya bukan suatu organisasi tunggal dari teori atau sistem, melainkan lebih tepat disebut dengan sebagai gerakan. Maslow (1991). Lebih lanjut, Yusuf dan Ahcmad (2008) menjelaskan bahwa: Teori humanistik berkembang sebagai teori yang menantang teoriteori psikoanalisis dan behaviorisme. Serangan humanistik terhadap dua teori ini adalah bahwa duadehumanizing (melecehkan nilai-nilai manusia). Teori Freud dikritik, karena memandang tingkah laku manusia didominasi atau ditentukan oleh dorongan yang bersifat primitif, dan animalistik (hewani). Sementara, behavioristik dikritik karena teori ini terlalu asyik dengan penelitiannya terhadap binatang, dan menganalisis kepribadian secara pragmentaris. Kedua teori ini dikritik karena memandang manusia sebagai bidak atau pion yang tak berdaya dikontrol oleh perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 27 lingkungan dan masa lalu, dan sedikit sekali kemampuan untuk teoretis yang menekankan kualitas manusia yang unik, khususnya yang terkait dengan free will (kemauan bebas) dan potensi untuk (hlm. 141). Teori kepribadian humanistik yang dijelaskan merupakan representasi dari teori kepribadian Abraham Maslow, maka ajaran-ajaran dasar psikologi humanistik yang akan dibahas berasal dari teori yang dikemukakan oleh Maslow. Berikut ini merupakan ajaran-ajaran dasar psikologi humanistik. 1) Individu sebagai kebutuhan yang Integral Salah satu aspek yang fundamental dari psikologi humanistik adalah ajarannya bahwa manusia atau individu harus dipelajari sebagai keseluruhan yang integral, khas, dan terorganisasi. Maslow mengembangkan teorinya dengan bertumpu kepada prinsip holistik, bahwa motivasi memengaruhi individu secara keseluruhan dan bukan secara bagian. 2) Ketidakrelevanan penyelidikan dengan hewan Psikologi humanistik mengingatkan tentang adanya perbedaan yang mendasar antara tingkah laku manusia dengan tingkah laku hewan. Bagi mereka, manusia lebih dari sekadar hewan. Maslow menegaskan bahwa penyelidikan dengan hewan tidak relevan bagi upaya memahami tingkah laku manusia seperti adanya, gagasan-gagasan, nilai-nilai, rasa malu, cinta, semangat, humor, rasa seni, kecemburuan, dan sebagainya. 3) Pembawaan baik manusia Psikologi humanistik memiliki anggapan bahwa manusia itu pada dasarnya adalah baik, atau tepatnya netral. Menurut perspektif humanistik, kekuatan jahat atau merusak yang ada pada manusia itu adalah hasil dari lingkungan yang buruk, dan bukan merupakan bawaan. 4) Potensi kreatif manusia Maslow meyakini bahwa, jika setiap orang memiliki kesempatan atau menghuni lingkungan yang menunjang, setiap orang perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 28 dengan kreativitasnya itu akan mampu mengungkapkan segenap potensi yang dimilikinya. Maslow menegaskan bahwa untuk menjadi kreatif, seseorang tidak perlu memiliki bakat atau kemampuan khusus. 5) Penekanan pada kesehatan psikologis Maslow secara konsisten beranggapan bahwa tidak ada satu pun pendekatan psikologi yang mempelajari manusia dengan bertumpu pada fungsi-fungsi manusia berikut cara dan tujuan hidupnya yang sehat. Psikologi humanistik memandang self-fullfilment sebagai tema yang utama dalam hidup manusia, suatu tema yang tidak akan ditemukan pada teori-teori lain yang berlandaskan studi atas individu-individu yang mengalami gangguan (Koswara, 1991). b. Teori kebutuhan bertingkat Tingkah laku manusia bisa diterangkan dengan memperhatikan tendensi individu untuk mencapai tujuan-tujuan personal yang membuat kehidupan individu yang bersangkutan penuh makna dan memuaskan. Maslow melukiskan manusia sebagai makhluk yang tidak pernah berada dalam keadaan sepenuhnya puas. Bagi manusia, kepuasan itu sifatnya sementara. Jika suatu kebutuhan telah terpuaskan, maka kebutuhan-kebutuhan yang lain akan muncul menuntut kepuasan, begitu seterusnya. Berdasarkan ciri yang demikian, Maslow mengajukan gagasan bahwa kebutuhan manusia adalah bawaan, tersusun menurut tingkatan atau bertingkat. Oleh Maslow, kebutuhan manusia yang tersusun bertingkat itu dirinci ke dalam lima tingkat kebutuan, yaitu: 1) kebutuhan-kebutuhan dasar fisiologis; 2) kebutuhan rasa aman; 3) kebutuhan cinta dan memiliki; 4) kebutuhan rasa harga diri; dan 5) Kebutuhan aktualisasi diri (dalam Koswara, 1991). Menurut Maslow kebutuhan yang ada di tingkat dasar pemuasannya lebih mendesak daripada kebutuhan yang ada di atasnya. Dalam pandangan Maslow, susunan kebutuhan-kebutuhan dasar yang bertingkat itu merupakan organisasi yang mendasari motivasi manusia. Semakin individu itu mampu memuaskan kebutuhan yang tinggi, maka individu itu akan semakin mampu perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 29 mencapai individualitas, matang, dan berjiwa sehat, dan sebaliknya (dalam Koswara, 1991). Maslow menambahkan bahwa enekanan yang mutakhir sekarang ini adalah bagaimana memahami perkembangan kepribadian secara menyeluruh agar manusia mencapai kesenangan, kesejahteraan, dan memanfaatkan potensi-potensi yang berkembang (dalam Minderop, 2011: 282). Berikut ini, perincian kelima tingkatan kebutuhan sebagaimana yang dimaksudkan oleh Maslow. 1) Kebutuhan Fisiologis fisiologis (physiological needs) merupakan sekumpulan kebutuhan dasar yang paling mendesak pemuasannya karena berkaitan langsung dengan pemeliharaan biologis dan kelangsungan hidup . Kebutuhan dasar fisiologis itu antara lain, kebutuhan akan makan, air, oksigen, aktif, istirahat, keseimbangan temperatur, seks, dan kebutuhan akan stimulasi sensoris. Hal ini diperkuat oleh Minderop bahwa ebutuhan fisiologis adalah kebutuhan yang jelas terhadap makanan, air, udara, dan seks. Pemuasan terhadap kebutuhan itu sangat penting untuk kelangsungan hidup, karena kebutuhan ini merupakan yang terkuat dari semua kebutuhan . Kebutuhan fisiologis ini merupakan kebutuhan yang paling mendesak di antara kebutuhan yang lain, sehingga kebutuhan fisiologis akan paling didahulukan pemuasannya oleh individu. Jika kebutuhan fisiologis ini tidak terpenuhi atau belum terpuaskan, maka individu tidak akan bergerak untuk bertindak memuaskan kebutuhan-kebutuhan lain yang lebih tinggi. Hal ini relevan dengan penelitian Minderop (2007) yang berjudul Theodore Carrie. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa alam memenuhi kebutuhan fisiologis, tokoh Carrie berusaha untuk mandiri dan tidak serta merta menerima tawaran Drouet yang siap memenuhi kebutuhannya. Agaknya Carrie merasa sungkan pada awalnya, namun setelah ia terbiasa menerima perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 30 pemberian Drouet, Carrie justru menuntut sesuatu yang lebih dari segala yang diterimanya . 2) Kebutuhan rasa aman Apabila kebutuhan fisiologis individu telah terpuaskan, maka dalam diri individu akan muncul satu kebutuhan lain sebagai kebutuhan yang dominan atau menuntut pemuasan, yakni kebutuhan rasa aman (need for selfsecurity). Maslow ebutuhan rasa aman adalah sesuatu kebutuhan yang mendorong individu untuk memeroleh ketentraman, kepastian, dan keteraturan dari keadaan lingkungannya (dalam Koswara, 1991: 120). Lebih lanjut, Minderop mengungkapkan bahwa ebutuhan rasa aman meliputi kebutuhan akan jaminan, stabilitas, perlindungan, ketertiban, bebas dari ketakutan dan kecemasan. Ketidakpastian yang dihadapi manusia membuat manusia harus mencapai sebanyak mungkin jaminan, perlindungan, ketertiban menurut kepuasan manusia . Hal ini relevan dengan penelitian Minderop (2007) yang berjudul Hasil p ebutuhan rasa aman dicapai oleh Carrie ketika ia memeroleh hadiah rumah yang memadai dengan kamar dan perlengkapan yang cukup. Ia tidak lagi harus berpindah tempat tinggal karena Drouet telah memenuhi kebutuhan ini. Perkenalannya dengan Hurstwood pun memberikan rasa aman karena pria ini sangat memperhatikannya . 3) Kebutuhan rasa cinta dan memiliki Maslow mengungkapkan bahwa kebutuhan rasa cinta dan memiliki (need for love and belongingness) adalah suatu kebutuhan yang mendorong individu untuk mengadakan hubungan afektif atau ikatan emosional dengan individu lain, baik dengan sesama jenis maupun dengan yang berlainan jenis, di lingkungan keluarga atau pun di lingkungan kelompok di masyarakat. Bagi individu-individu, keanggotaan kelompok sering menjadi tujuan yang dominan, dan mereka bisa menderita kesepian, terasing, dan tak berdaya perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 31 apabila keluarga, pasangan hidup, atau teman-teman meninggalkannya (dalam Koswara, 1991). Maslow mengungkapkan bahwa untuk memuaskan kebutuhan cinta, individu dapat membangun suatu hubungan akrab dan penuh perhatian dengan orang lain. Selanjutnya, Maslow menegaskan bahwa cinta yang matang menunjuk kepada hubungan cinta yang sehat di antara dua orang atau lebih, yang di dalamnya terdapat sikap saling percaya dan saling menghargai. Maslow juga menekankan bahwa kebutuhan akan cinta itu mencakup keinginan untuk mencintai dan dicintai. Mencintai dan dicintai ini, menurut Maslow merupakan prasarat bagi adanya hubungan yang sehat. Sebaliknya, tanpa cinta orang akan dikuasai oleh perasaan kebencian, rasa tak berharga dan kehampaan (Minderop, 2011). Hal ini relevan dengan penelitian Minderop (2007) yang berjudul Hasil penelitian in ebutuhan rasa cinta dan memiliki telah dicapai oleh Carrie. Drouet mencintainya, demikian pula sebaliknya. Namun, hal tersebut belum cukup karena Carrie menuntut haknya sebagai seorang gadis dalam bentuk pengakuan sebagai seorang istri . 4) Kebutuhan rasa harga diri Kebutuhan yang keempat, yakni kebutuhan rasa harga diri (need for self-esteem), oleh Maslow dibagi ke dalam dua bagian. Bagian pertama adalah penghormatan atau penghargaan dari diri sendiri, dan bagian kedua adalah penghargaan dari orang lain. Bagian pertama mencakup hasrat untuk memeroleh kompetensi, rasa percaya diri, kekuatan pribadi, edekuasi, kemandirian, dan kebebasan. Individu ingin mengetahui atau yakin bahwa dirinya berharga serta mampu mengatasi segala tantangan dalam hidupnya. Adapun bagian yang kedua meliputi, antara lain prestasi. Dalam hal ini, individu butuh penghargaan atas apa-apa yang dilakukannya. Individu akan berusaha memenuhi kebutuhan akan rasa harga diri apabila kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memilikinya telah terpenuhi atau terpuaskan. Terpuaskannya kebutuhan akan rasa harga diri pada individu akan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 32 menghasilkan sikap percaya diri, rasa kuat, rasa mampu, dan perasaan berguna. Sebaliknya, frustrasi atau terhambatnya pemuasan kebutuhan akan rasa harga diri itu akan menghasilkan sikap rendah diri, rasa tak pantas, rasa lemah, rasa tak mampu, dan rasa tak berguna, yang menyebabkan individu tersebut mengalami kehampaan, keraguan, dan keputusasaan dalam menghadapi tuntutan-tuntutan hidupnya, serta memiliki penilaian yang rendah akan dirinya sendiri dalam kaitannya dengan orang lain (dalam Koswara, 1991). Hal ini relevan dengan penelitian Minderop (2007) yang berjudul Hasil penelitian ini menyatakan bahwa Carrie ingin mencapai kebutuhan rasa harga diri dengan mengandalkan kemampuannya dalam bidang peran. Carrie berusaha dengan sekuat tenaga menjadi artis yang pada awalnya tidak memegang peranan penting . 5) Kebutuhan aktualisasi diri Maslow menjelaskan bahwa kebutuhan untuk mengungkapkan diri atau aktualisasi diri (need for self-actualization) merupakan kebutuhan manusia yang paling tinggi dalam teorinya. Kebutuhan ini akan muncul apabila kebutuhan-kebutuhan yang ada di bawahnya telah terpuaskan dengan baik. Maslow menandai kebutuhan aktualisasi diri sebagai hasrat individu untuk menjadi orang yang sesuai dengan keinginan dan potensi yang dimilikinya. Atau, hasrat individu untuk menyempurnakan dirinya melalui pengungkapan segenap potensi yang dimilikinya (dalam Koswara, 1991). Lebih lanjut, Schultz (dalam Minderop, 2011) menambahkan bahwa: kebutuhan aktualisasi diri dapat didefinisikan sebagai perkembangan yang paling tinggi dan penggunaan semua bakat individu, pemenuhan semua kualitas dan kapasitas individu. Setiap individu harus menjadi menurut potensi individu tersebut miliki. Walaupun manusia telah memenuhi semua kebutuhan di bawahnya, namun manusia akan merasa kecewa, tidak tenang dan tidak puas kalau manusia tersebut gagal berusaha memuaskan kebutuhan aktualisasi diri. Bila kondisi ini terjadi, maka manusia tidak berada dalam damai dengan dirinya dan tidak bisa dikatakan sehat secara psikologis (hlm. 284). perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 33 Maslow menjelaskan bahwa bentuk pengaktualisasian diri berbeda pada setiap orang. Hal tersebut disebabkan dan merupakan cerminan dari adanya perbedaan-perbedaan individual. Bagaimana pun, Maslow mengakui bahwa untuk mencapai taraf aktualisasi diri atau memenuhi kebutuhan aktualisasi diri tidaklah mudah, sebab upaya ke arah itu banyak sekali hambatannya. Hambatan yang pertama berasal dari dalam diri individu, yaitu berupa ketidaktahuan, keraguan, dan bahkan juga rasa takut dari individu yang mengungkapkan potensi-potensi yang dimilikinya, sehingga potensi itu tetap laten. Hambatan yang kedua berasal dari luar atau dari masyarakat yaitu berupa perepresian sifat-sifat, bakat, atau potensi-potensi. Hambatan terakhir berupa pengaruh negatif yang dihasilkan oleh kebutuhan yang kuat akan rasa aman. Seperti diketahui, proses-proses perkembangan menuju kematangan menurut kesediaan individu untuk mengambil risiko, membuat kesalahan, dan melepaskan kebiasaan-kebiasaan lama yang tidak konstruktif (dalam Koswara, 1991). Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa pencapaian aktualisasi diri itu, di samping membutuhkan kondisi lingkungan yang menunjung, juga menuntut adanya kesediaan atau keterbukaan individu terhadap gagasangagasan dan pengalaman-pengalaman baru. Hal ini relevan dengan penelitian Minderop (2007) yang berjudul Hasil penelitian ini ebutuhan aktualisasi diri dapat dicapai oleh Carrie berkat usahanya yang tak kenal lelah untuk menjadi artis terkenal. Citacitanya menjadi seorang selebriti tercapai dan ia menjadi sosok terkenal yang dihormati . Kelima kebutuhan bertingkat menurut Abraham Maslow tersebut dapat digambarkan dengan segitiga bertingkat, sebagai berikut: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 34 Kebutuhan Fisiologis Kebutuhan Rasa Aman Kebutuhan Akan Rasa Cinta dan Memiliki Kebutuhan Akan Rasa Harga diri Kebutuhan Aktualisasi Diri Gambar. 2.2. Segitiga Kebutuhan bertingkat Abraham Maslow 7. Konflik Konflik merupakan percekcokan, perselisihan, atau pertentangan yang dialami manusia satu dengan yang lainnya dengan tujuan tertentu. Wellek dan Warren diartikan sebagai sesuatu hal yang dramatik, mengacu pada pertarungan antara dua kekuatan yang seimbang dan menyiratkan adanya aksi dan reaksi balasan (dalam Kurniawan, 2012: 70). Dalam karya sastra khususnya novel, konflik merupakan hal yang penting dalam penceritaan novel tersebut. Dengan adanya konflik, jalan cerita sebuah novel akan menjadi lebih menarik. Konflik yang demikian dalam kehidupan nyata, normal dan wajar bukan dalam cerita, menyarankan pada konotasi yang negatif, hal yang tidak menyenangkan dan orang cenderung untuk menghindarinya. Peristiwa-peristiwa yang ditampilkan oleh pengarang tersebut saling berkaitan satu sama lain, sehingga menyebabkan munculnya konflik-konflik yang lebih kompleks. Nurgiyantoro menjelaskan bahwa onflik dalam sebuah cerita merupakan suatu unsur yang penting terutama dalam perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 35 pengembangan alur. Kemampuan pengarang untuk memilih dan membangun konflik melalui berbagai peristiwa (baik aksi maupun kejadian) akan sangat menentukan kadar kemenarikan suspense, cerita yang dihasilkan 122). Dalam penceritaan sebuah novel, konflik yang terjadi antara tokoh satu dengan yang lainnya bisa berwujud konflik batin dan konflik fisik. Pengarang menampilkan berbagai macam konflik yang dialami tokoh untuk menambah keseruan sebuah cerita. Hal tersebut diungkapkan oleh Nurgiyantoro bahwa: Konflik dan peristiwa biasanya berhubungan erat, dan dapat menyebabkan terjadinya satu sama lain. Peristiwa dalam sebuah cerita, dapat berupa peristiwa fisik maupun batin. Peristiwa fisik melibatkan aktivitas fisik, ada interaksi antartokoh dengan suatu di luar dirinya, sedangkan peristiwa batin merupakan sesuatu yang terjadi dalam batin, hati seorang tokoh (2005: 123). Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa konflik merupakan suatu hal yang timbul akibat adanya suatu peristiwa baik fisik maupun batin yang melibatkan satu individu dengan individu lainnya atau individu dengan lingkungan sekitar. 8. Hakikat Nilai Pendidikan a. Pengertian Nilai Pada hakikatnya nilai (value) adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Sesuatu itu, bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia. Sehubungan dengan hal ini, Semi menjelaskan bahwa nilai merupakan aturan yang menentukan suatu benda atau perbuatan lebih tinggi yang dikehendaki dari yang lain. Nilai menyangkut bagaimana usaha untuk menentukan sesuatu itu berharga dari yang lain, serta tentang apa yang dikehendaki dan apa yang ditolak (1993). Nilai bersifat abstrak, tetapi nilai dapat dirasakan dan selalu berada di kehidupan manusia. Nilai mengandung harapan, cita-cita, dan suatu perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 36 keharusan, sehingga nilai memiliki sifat ideal. Nilai mengacu pada pertimbangan terhadap suatu tindakan, benda, cara untuk mengambil keputusan, apakah sesuatu yang bernilai itu benar (nilai kebenaran), indah (nilai keindahan/estetik), dan religius (nilai ketuhanan). Ahmad dan Nur berpendapat bahwa ilai adalah sesuatu yang abstrak, tetapi secara fungsional mempunyai ciri yang mampu membedakan antara yang satu dengan yang lainnya. Suatu nilai jika dihayati oleh seorang manusia, maka akan sangat berpengaruh terhadap cara berpikir, bersikap, maupun bertindak (1991: 69). Hal ini diperkuat oleh Sumardjo (1990) yang menyatakan bahwa: Nilai merupakan sesuatu yang selalu bersifat subjektif, tergantung pada manusia yang menilainya. Karena subjektif, maka setiap orang, setiap kelompok, setiap masyarakat memiliki nilai sendiri. Nilai diartikan sebagai esensi pokok yang mendasar, yang akhirnya dapat menjadi dasar-dasar yang normatif. Hal ini diperoleh melalui pemikiran murni secara spekulatif atau melalui pendidikan nilai (hlm. 135). Pendapat lain diutarakan oleh Soekanto bahwa ilai merupakan abstraksi daripada pengalaman-pengalaman pribadi seseorang dengan sesamanya. Pada hakikatnya nilai yang tertinggi selalu berujung pada nilai yang terdalam dan terabstrak bagi manusia, yaitu hal-hal yang bersifat hakiki (1988: 161). Berdasarkan pengertian nilai di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai adalah sesuatu yang mengacu pada pertimbangan terhadap tindakan, benda, atau cara untuk mengambil keputusan apakah sesuatu yang bernilai itu benar (nilai kebenaran), indah (nilai keindahan/estetik), dan religius (nilai ketuhanan). Nilai bersifat abstrak, tetapi dapat dirasakan. Selain itu, nilai juga bersifat subjektif karena hal tersebut tergantung pada manusia yang menilainya. Karena subjektif, maka setiap orang, setiap kelompok, setiap masyarakat memiliki nilai tersendiri. b. Pengertian Pendidikan Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak bisa dipisahkan dengan pendidikan. Manusia menganggap pendidikan sebagai suatu aspek dan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 37 kebutuhan penting bagi kehidupan, sebagaimana kebutuhan penting lainnya, seperti, sandang, papan, maupun pangan. Hadi menjelaskan bahwa secara paedogogike terdiri dari kata pais yang berarti anak, dan kata ago yang berarti aku membimbing (2003). Pendidikan idealnya merupakan sarana humanisasi bagi manusia. Pendidikan memberikan ruang bagi pengajaran etika moral, dan segenap aturan luhur yang membimbing manusia untuk mencapai humanisasi. Melalui proses tersebut, manusia menjadi terbimbing, tercerahkan, sementara tabir ketidaktahuannya terbuka lebar-lebar, sehingga mereka mampu mengikis bahkan meniadakan aspek-aspek yang mendorong ke arah dehumanisasi. Menurut Ki Hadjar Dewantara endidikan adalah daya upaya untuk memajukan budi pekerti (kekuatan batin), pikiran (intellect) dan jasmani anak-anak selaras dengan alam dan masyarakatnya (dalam Wibowo, 2013: 2). Menurut Mulyasana, pendidikan merupakan suatu proses pematangan kualitas hidup manusia. Melalui proses tersebut, diharapkan manusia dapat memahami arti dan hakikat hidup, tujuan hidup, cara menjalankan tugas hidup, dan kehidupan secara benar, sehingga fokus pendidikan diarahkan pada pembentukan kepribadian unggul dengan menitikberatkan pada proses pematangan kualitas logika, hati, akhlak, dan keimanan. Puncaknya, pendidikan adalah tercapainya titik kesempurnaan kualitas hidup (2011). Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah segala sesuatu yang baik maupun buruk yang berguna bagi kehidupan manusia yang diperoleh melalui proses pengubahan sikap dan tata laku dalam upaya mendewasakan diri manusia melalui upaya pengajaran. c. Nilai pendidikan dan sastra Dalam dunia pendidikan, ada banyak cara atau metode yang digunakan sebagai media untuk memberikan pengarahan, petunjuk, perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 38 pengetahuan, maupun untuk membentuk kepribadian manusia. Media-media tersebut dibuat semenarik mungkin dan penuh kreativitas agar manusia lebih berminat untuk mengikuti media tersebut. Hasilnya, media tersebut dapat mewujudkan apa yang menjadi tujuan dari pendidikan. Salah satu media yang dapat memberikan dampak positif bagi pendidikan adalah melalui media sastra. Teeuw berpendapat bahwa pada hakikatnya kata sastra berasal dari bahasa Sansekerta, yakni akar kata sasdalam kata kerja turunan berarti mengarahkan, memberi petunjuk, dan instruksi, sedangkan akhiran tra berarti menunjukkan alat atau sarana (1984). Lebih lanjut, Suhardini Nurhayati menjelaskan bahwa astra memiliki pertautan erat dengan pendidikan karakter, karena pengajaran sastra dan sastra pada umumnya, secara hakiki membicarakan nilai hidup dan kehidupan, yang mau tidak mau berkaitan langsung dengan pembentukan karakter manusia (dalam Wibowo, 2013: 19). Melalui sastra, nilai pendidikan akan lebih mudah masuk dalam pemikiran manusia. Hal ini diungkapkan oleh Wibowo (2013) yang mengatakan bahwa: Hanya dengan kata-kata, sastrawan mengaliri dan mengasupi jiwa penikmatnya (pembaca), menyuguhkan kedamaian, ketentraman, dan optimisme untuk menjalani hidup. Hanya dengan kata-kata pula, sastra menjadi mediasi letupan imajinasi dan alam eksistensial (alam antah-berantah) para sastrawan, yang tak mampu dituangkan dalam perbendaharaan kosakata bahasa formal atau bahasa ilmiah yang dangkal, dan kaku (hlm. 28) Dengan demikian, melalui karya sastra nilai-nilai pendidikan dapat ditanamkan melalui kata-kata yang indah dan bebas serta fleksibel. Tidak terikat oleh bahasa formal yang kaku, sehingga penikmat karya sastra akan dapat mendalami, merasakan, dan merenungkan nilai-nilai pendidikan yang disuguhkan dalam karya sastra tersebut. Hal tersebut akan memengaruhi jalan pikiran, kepekaan, sikap, dan tingkah laku pembaca karya sastra. Puncaknya, tujuan pendidikan pun dapat terwujud. Salah satu karya sastra yang memiliki banyak nilai-nilai pendidikan yang terkandung di dalamnya adalah novel. Melalui novel, pengarang perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 39 berusaha untuk memasukkan pandangan hidup, pandangan tentang nilai-nilai kebenaran, ajaran moral dan hal itulah yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca. Menurut Nurgiyantoro oral dalam karya sastra, atau hikmah yang diperoleh pembaca lewat karya sastra selalu dalam pengertian yang baik (2005: 322). Lebih lanjut, Waluyo menjelaskan bahwa akna nilai yang diacu dalam karya sastra adalah kebaikan yang ada dalam makna karya sastra bagi kehidupan seseorang. Hal ini berarti bahwa dengan berbagai wawasan yang terkandung dalam karya sastra, khususnya novel akan mengandung bermacam-macam nilai kehidupan yang bermanfaat bagi pembaca (2002: 27). Nurgiyantoro menambahkan bahwa walaupun dalam karya sastra ditampilkan sikap dan tingkah laku tokoh-tokoh yang kurang terpuji, baik mereka berlaku sebagai tokoh protagonis maupun antagonis, tidaklah berarti bahwa pengarang menyuruh pembaca untuk bersikap dan bertindak demikian. Sikap dan tingkah laku tokoh tersebut hanyalah model yang kurang baik. Pengarang justru menyarankan kepada pembaca agar tidak diikuti oleh pembaca. Pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah sendiri dari cerita tersebut. Eksistensi sesuatu yang baik, biasanya justru akan lebih mencolok jika dikonfrontasikan dengan yang sebaliknya (2005). Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai pendidikan merupakan nilai-nilai yang bersifat edukatif yang ingin pengarang sampaikan kepada pembaca dalam bentuk pola pikir, pandangan, sikap, dan tingkah laku dari tokoh-tokoh fiksi. Pengarang bermaksud untuk mengaliri dan mengasupi jiwa pembaca karya sastra untuk menyuguhkan kedamaian, ketentraman, dan optimisme untuk menjalani hidup. Selain itu, pengarang menampilkan sikap dan tingkah laku tokoh, baik bersifat positif maupun negatif, tak lain hanya sebagai model. Pengarang menginginkan pembaca untuk bisa membedakan antara model yang baik dan buruk, sehingga pembaca dapat menerapkan hal tersebut dalam kehidupan seharihari. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 40 9. Macam-macam Nilai Pendidikan Novel merupakan salah satu bentuk karya sastra yang banyak memberikan penjelasan secara jelas tentang sistem nilai. Nilai mengungkapkan perbuatan apa yang dipuji dan dicela, pandangan hidup mana yang dianut dan dijauhi, dan hal apa saja yang dijunjung tinggi. Adapun nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam novel, di antaranya: a. Nilai Religius Religi merupakan suatu kesadaran yang menggejala secara mendalam dalam lubuk hati manusia sebagai human nature. Religi tidak hanya manyangkut segi kehidupan secara lahiriah, melainkan juga menyangkut keseluruhan pribadi manusia secara total dalam integrasinya hubungan ke dalam keesaan Tuhan. Nilai-nilai religius bertujuan untuk mendidik agar manusia menjadi lebih baik menurut tuntunan agama dan selalu ingat kepada Tuhan. Nilai-nilai religius yang terkandung dalam karya sastra dimaksudkan agar penikmat karya sastra tersebut mendapatkan renungan batin dalam kehidupan yang bersumber dari nilai-nilai agama. Sehubungan dengan hal ini, Semi (1993) menjelaskan bahwa: Agama merupakan dorongan penciptaan karya sastra, sebagai sumber ilham dan sekaligus sering membuat sastra atau karya sastra bermuara pada agama. Nilai religius dapat menanamkan sikap pada manusia untuk tunduk dan taat kepada Tuhan. Penanaman nilai religius yang tinggi mampu menumbuhkan sikap sadar, tidak sombong dan pasrah. (hlm. 22) Lebih lanjut, Nurgiyantoro menjelaskan bahwa ehadiran unsur religius dalam karya sastra adalah suatu keberadaan sastra itu sendiri, bahkan sastra tumbuh dari suatu yang bersifat religius. Agama lebih menunjukkan pada kelembagaan kebaktian kepada Tuhan dengan hukum-hukum yang resmi (2005: 326). Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai religius atau keagamaan adalah penghargaan yang diberikan kepada manusia yang berhubungan dengan keyakinan dan kepercayaannya terhadap perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 41 adanya Tuhan yang menciptakan alam semesta dengan segala isinya yang mengatur hubungan manusia dengan makhluk Tuhan lainnya untuk membentuk manusia yang berkepribadian. Selain itu, nilai religius merupakan nilai kerohanian tertinggi dan mutlak yang bersumber pada kepercayaan atau keyakinan manusia kepada Tuhan yang Maha Esa. b. Nilai Moral (Etika) Moral dapat diartikan sebagai norma dan konsep kehidupan yang dijunjung tinggi oleh masyarakat. Menurut Widagdo ilai-nilai pendidikan moral tersebut dapat mengubah perbuatan, perilaku, dan sikap serta kewajiban moral dalam masyarakat yang baik, seperti budi pekerti, akhlak, dan etika 2001: 30). Jika dihubungkan dengan karya sastra, Kenny mengutarakan bahwa oral merupakan sesuatu yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca, merupakan makna yang terkandung dalam karya sastra, makna yang disaratkan dalam cerita. Moral dapat dipandang sebagai tema dalam bentuk yang sederhana, tetapi tidak semua tema merupakan moral (dalam Nurgiyantoro, 2005: 320). Nilai moral yang terkandung dalam karya sastra bertujuan untuk mendidik manusia agar mengenal nilai-nilai etika yang merupakan nilai baik buruk suatu perbuatan, apa yang harus dihindari, dan apa yang harus dikerjakan, sehingga tercipta suatu tatanan hubungan manusia dalam masyarakat yang dianggap baik, serasi, dan bermanfaat bagi individu, masyarakat, lingkungan, dan alam sekitar. Sehubungan dengan hal ini, Nurgiyantoro mengungkapkan bahwa nilai moral yang berhubungan arya sastra senantiasa menawarkan dengan sifat-sifat luhur manusia, memperjuangkan hak dan martabat manusia. Sifat-sifat luhur manusia tersebut pada hakikatnya bersifat universal, artinya sifat-sifat itu dimiliki dan diyakini oleh setiap manusia yang hidup bermasyarakat dan telah meyakininya (2005: 232). Berdasarkan pengertian tentang nilai moral di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai moral adalah tingkah laku atau perbuatan manusia perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 42 yang dipandang dari nilai baik dan buruk, benar dan salah, serta berdasarkan atas adat kebiasaan dalam masyarakat di mana seseorang berada. c. Nilai Sosial sosio yang berarti menjadikan teman. Kata sosio juga berarti suatu petunjuk umum ke arah kehidupan bersama manusia dalam masyarakat. Jadi, arti kata sosial adalah usaha manusia untuk menjalin hubungan dengan masyarakatnya. Berkaitan dengan hal tersebut, penciptaan suatu karya sastra berawal dari adanya latar sosial yang menjadi dasar pengembangan cerita. Karya sastra khususnya novel, merupakan hasil dari cipta, rasa, dan karsa manusia yang hidup di tengah-tengan masyarakat. Sehubungan dengan hal ini, Semi (1993) mengungkapkan bahwa: Dorongan sosial berkenaan dengan pembukaan dan pemeliharaan jenis-jenis tingkah laku dan hubungan antarindividu dan masyarakat yang sema dengan bersama-sama memperjuangkan kesejahteraan yang berkepentingan. Selain itu, nilai sosial yang terdapat dalam novel diambil dari cerita yang terjadi dalam kehidupan nyata (hlm. 122) Novel memiliki nilai-nilai sosial yang bersifat tersirat yang hendak disampaikan oleh pengarang kepada pembaca. Menurut Nurgiyantoro bahwa ampir semua novel sejak awal pertumbuhannya sampai sekarang memiliki unsur nilai sosial (2005: 330). Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai sosial merupakan sikap-sikap dan perasaan yang diterima secara luas oleh masyarakat dan merupakan dasar untuk merumuskan apa yang benar dan apa yang penting. d. Nilai Budaya Karya sastra hadir berdasarkan kondisi sosial dan budaya masyarakat. Sastra tidak dapat dijauhkan dari masyarakat karena sastra akan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 43 mengungkap nilai-nilai kemanusiaan dalam kehidupan masyarakat. Sehubungan dengan hal ini, Koentjaraningrat (1985) menjelaskan bahwa: Sistem nilai budaya terdiri atas konsep-konsep yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap paling bernilai dalam hidup. Masyarakat menilai bahwa suatu kebudayaan adalah suatu yang perlu dipercaya dan diyakini setiap individu sesuai dengan adat masyarakat setempat (hlm. 18) Sistem nilai budaya merupakan inti kebudayaan. Sebagai intinya nilai budaya akan memengaruhi dan menata elemen-elemen yang berada pada struktur permukaan dari kehidupan manusia yang meliputi perilaku sebagai kesatuan gejala dan benda-benda sebagai kesatuan material. Sistem nilai budaya terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap sangat bernilai dalam hidup. Karena itu, suatu sisitem nilai budaya biasanya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia. Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai budaya merupakan suatu aturan yang dapat menempatkan pada posisi sentral dan penting dalam kerangka suatu kebudayaan yang sifatnya abstrak. Selain itu, nilai budaya hanya dapat diungkapkan atau dinyatakan melalui pengamatan pada gejala-gejala yang lebih nyata seperti tingkah laku dan benda-benda material sebagai hasil dari penuangan konsep-konsep nilai melalui tindakan berpola. 10. Hasil Penelitian yang Relevan Terdapat beberapa penelitian lain yang mempunyai kemiripan dan dapat dijadikan acuan dengan penelitian ini, di antaranya: a. Penelitian yang dilakukan oleh Sutrimah (2013) dengan Tesis yang Zahrana Karya Habiburrahman El Shirazy , menurut hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa penokohan digambarkan secara jelas melalui cerita atau dialog yang dilakukan antar tokoh. Kejiwaan tokoh yang ada dalam perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 44 tokoh adalah kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan disayangi dan dicintai, kebutuhan harga diri, dan kebutuhan aktualisasi diri. Konflik yang dialami tokoh adalah konflik antara tokoh dengan batinnya. Novel Cinta Suci Zahrana sarat akan nilai pendidikan yang terdiri dari nilai pendidikan agama yang menjelaskan hubungan manusia dengan Tuhannya, nilai moral yang mengatur baik buruknya perilaku manusia dalam hubungannya dengan sesama, nilai pendidikan sosial yang menunjukkan rasa peduli antarmanusia satu dengan yang lain; nilai estetis menunjukkan nilai-nilai yang menjadi penghargaan kaitannya dengan nilai agama, nilai soaial, dan nilai budaya, dan nilai pendidikan budaya yang menunjukkan kebiasaan dan cara pandang masyarakat. Penelitian yang dilakukan oleh Sutrimah ini sangat relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti, sehingga menjadi acuan dalam penelitian. b. Penelitian yang dilakukan oleh Ena Putri Marsanti (2012) dengan skripsi yang ber Sebelas Patriot , menurut hasil penelitiannya, menyimpulkan bahwa melalui analisis penokohan dengan menggunakan pendekatan psikologi sastra, proses kejiwaan tokoh dari masing-masing tokoh dapat dipahami dan dapat memberikan efek realistis dalam karya ini. Psikologi sastra novel Sebelas Patriot karya Andrea Hirata mampu memberikan gambaran perwatakan pada masing-masing tokohnya. Proses kejiwaan tokoh-tokohnya dapat dipahami melalui pendalaman teori Sigmund Freud (id, ego,dan super ego) yang dapat menggambarkan suasana dan perasaan hati para tokoh. Penelitian ini relevan dengan penelitian yang dilakukan peneliti. Ena juga membahas tentang aspek kejiwaan tokoh dalam novel. Hanya saja, penelitian yang dilakukan oleh Ena menggunakan psikoanalisis dari Freud untuk untuk mengupas aspek kejiwaan tokoh, sedangkan penelitian ini menggunakan teori humanistik dari Maslow. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 45 c. Penelitian yang dilakukan oleh Wahyu Tri Prabowo (2010) dengan ita Bersambung Endahe Tresna Njareme Rasa Karya Mbah Brintik (Suatu Tinjauan Psikologi Sastra), menurut hasil penelitiannya, menyimpulkan bahwa cerbung Endahe Tresna Njareme Rasa karya Mbah Brintik ini, mengungkapkan tentang proses kejiwaan tokoh dan perjalanan kehidupan seseorang yang memiliki masalah percintaan. Cerbung ini menyiratkan sebuah makna dan nilai secara keseluruhan yaitu pentingnya menjaga keseimbangan hidup dan keselarasan jiwa agar nyaman dalam menjalani hidup. Penelitian ini relevan dengan penelitian yang dilakukan peneliti. Wahyu juga membahas tentang aspek kejiwaan tokoh dalam novel. Hanya saja, penelitian yang dilakukan oleh Wahyu menggunakan psikoanalisis dari Freud untuk untuk mengupas aspek kejiwaan tokoh, sedangkan penelitian ini menggunakan teori humanistik dari Maslow. Penelitian ini juga meneliti tentang nilai pendidikan, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Wahyu tidak meneliti nilai pendidikan. B. Kerangka Berpikir Penelitian ini diorientasikan pada aspek kepribadian tokoh utama dan nilai pendidikan yang terkandung dalam novel Ahmad Fuadi yang berjudul Rantau 1 Muara. Novel tersebut dianalisis dengan menggunakan pendekatan psikologi sastra yang bertujuan untuk mengetahui kepribadian yang objeknya adalah tokoh utama dalam novel Rantau 1 Muara. Sebelum memulai untuk mengkaji novel Rantau 1 Muara dengan pendekatan psikologi sastra, terlebih dahulu penelitian akan dimulai dengan menganalisis salah satu unsur intrinsik novel, yakni penokohan. Penelitian ini hanya memfokuskan pada salah satu unsur intrinsik, yakni penokohan. Unsur penokohan tersebut, dapat mendukung dalam menganalisis aspek kepribadian tokoh utama dalam novel Rantau 1 Muara. Setelah itu, penelitian ini menganalisis aspek kepribadian tokoh utama novel Rantau 1 Muara dengan menggunakan teori psikologi humanistik Abraham Maslow. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 46 Karya sastra, khususnya novel merupakan sarana atau media yang paling baik dan menarik untuk menyampaikan pesan-pesan moral yang ingin disampaikan pengarang kepada pembacanya. Berdasarkan hal tersebut, peneliti mengungkap nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam novel Rantau 1 Muara karya Ahmad Fuadi. Agar lebih jelas, berikut merupakan gambaran kerangka berpikir dalam penelitian ini. Novel Rantau 1 Muara Karya Ahmad Fuadi Analisis Kepribadian Tokoh Utama Menggunakan Teori Abraham Maslow Penokohan 1. Tokoh Utama dan Tokoh Sampingan 2. Tokoh Protagonis dan Antagonis 3. Tokoh Sederhana dan Bulat 4. Tokoh Statis dan Tokoh Berkembang Konflik Batin Tokoh Utama 1. Kebutuhan Fisiologis 2. Kebutuhan Rasa Aman 3. Kebutuhan Rasa Cinta dan Memiliki 4. Kebutuhan Rasa Harga Diri 5. Kebutuhan Aktualisasi Diri Simpulan Gambar 2. 3. Skema Kerangka Berpikir Nilai-nilai Pendidikan 1. Nilai Religius 2. Nilai Moral (Etika) 3. Nilai Sosial 4. Nilai Budaya