perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan
1. Hakikat Novel
a. Pengertian Novel
Novel merupakan salah satu genre karya sastra berbentuk prosa
fiksi. Dikatakan sebagai prosa fiksi karena novel lahir dari imajinasi dan daya
kreativitas seorang pengarang atau sastrawan. Dengan demikian, semua yang
terdapat dalam sebuah novel memiliki sifat fiktif atau tidak terjadi dalam
dunia nyata. Melalui novel, pengarang mencoba untuk menawarkan kepada
pembaca tentang dunia baru yang diidealkan beserta tokoh-tokoh fiksi yang
menggambarkan kehidupan sosial masyarakat yang diinginkan
oleh
pengarang.
K
novel berasal dari bahasa Itali, yaitu novella dan jika dalam
bahasa Jerman yaitu novelle. Lebih lanjut, Abrams menjelaskan secara
harfiah novella berarti barang baru yang kecil, kemudian diartikan sebagai
cerita pendek dalam bentuk prosa (dalam Nurgiyantoro, 2005). Berdasarkan
panjang penceritaan, novel mempunyai panjang lebih dari 10.000 kata. Selain
itu, novel memiliki banyak konflik dan peristiwa, tokoh, setting, maupun
karakter tokohnya.
Aspek penceritaan dan pengisahan tokoh dalam novel lebih
mendalam dan lebih kompleks jika dibandingkan dengan prosa fiksi seperti
cerpen. Semi menjelaskan bahwa
ovel merupakan suatu konsentrasi
kehidupan pada saat tegang dan pemusatan kehidupan yang tegas. Novel
merupakan karya fiksi yang mengungkap aspek kemanusiaan yang lebih
mendalam dan disajikan dengan halus (1993: 32).
Berdasarkan pengertian novel yang telah dipaparkan di atas, dapat
disimpulkan bahwa novel adalah jenis prosa fiksi yang merupakan hasil
imajinasi pengarang yang menceritakan kehidupan para pelakunya (tokoh)
9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10
secara luar biasa, kompleks dan rumit, sehingga menimbulkan konflik dan
menyebabkan perubahan nasib para pelakunya (tokoh).
b. Fungsi Novel
Novel pada hakikatnya adalah sebuah kisah tentang kehidupan
tokoh fiksi yang memiliki tujuan untuk memberikan hiburan kepada pembaca
novel tersebut. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Wellek dan Warren,
bahwa
embaca sebuah karya fiksi adalah menikmati cerita dan menghibur
diri untuk memeroleh kepuasan batin
Nurgiyantoro, 2005: 3).
Fungsi novel tidak hanya sebagai hiburan semata, melainkan novel
berfungsi sebagai sarana untuk menyampaikan pesan-pesan tertentu. Melalui
novel, pengarang berusaha untuk menyampaikan pesan-pesan moral dan
nilai-nilai kehidupan yang dapat memberikan manfaat bagi pembacanya.
Tentu saja, motif pengarang adalah agar pembaca dapat mengaplikasikan
pesan-pesan moral tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Sehubungan dengan
hal tersebut, Sumardjo memiliki pandangan bahwa novel memiliki beberapa
fungsi, di antaranya: 1) karya sastra (novel) memberi kesadaran kepada
pembaca tentang suatu kebenaran; 2) karya sastra (novel) juga memberikan
kepuasan batin, hiburan ini adalah hiburan intelektual; 3) novel dapat
memberikan kita sebuah penghayatan yang mendalam tentang apa yang
diketahui. Pengetahuan ini nantinya menjadi hidup dalam sastra; dan 4)
membaca novel adalah karya seni indah dan memenuhi kebutuhan manusia
terhadap naluri keindahan adalah kodrat manusia (1998).
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa novel
memiliki fungsi sebagai hiburan yang bersifat intelektual. Di dalam novel
terdapat pelajaran tentang kehidupan dari tokoh-tokoh fiksi yang diciptakan
oleh pengarang. Selain itu, novel juga terdapat nilai-nilai moral sebagai
sarana untuk menggugah jiwa penikmat atau pembaca novel.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11
c. Ciri-ciri Novel
Novel memiliki ciri yang dapat diidentifikasi dengan baik, jika
dibandingkan dengan cerpen. Sayuti menyatakan bahwa
iri-ciri novel
hampir berkebalikan dengan cerpen. Apabila cerpen memiliki sifat
memadatkan, novel cenderung bersifat expands atau meluas. Jika cerpen lebih
mengutamakan intensitas, novel yang baik cenderung menitikberatkan
munculnya complexity
.
Novel juga memungkinkan adanya penyajian secara panjang lebar
mengenai tempat atau ruang tertentu. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan
jika posisi manusia dalam masyarakat menjadi pokok permasalahan yang
selalu menarik perhatian novelis. Hal tersebut diperkuat oleh pendapat
Nurgiyantoro bahwa
erdasarkan panjang cerita, novel jauh lebih panjang
dari cerpen. Oleh karena itu, novel dapat mengemukakan sesuatu secara
bebas, menyajikan sesuatu secara lebih banyak, lebih rinci, lebih detail, dan
lebih banyak melibatkan berbagai permasalahan yang lebih kompleks
11).
Berdasarkan ciri-ciri novel yang telah dijelaskan di atas, dapat
disimpulkan ciri-ciri novel antara lain: 1) novel memiliki sifat meluas dan
kompleks; 2) penceritaan atau pengisahan tokoh-tokoh lebih terperinci dan
lebih detail; dan 3) memiliki banyak peristiwa atau konflik, latar, tokoh dan
karakter tokoh.
2. Struktur Novel
Suatu karya sastra mempunyai sebuah sistem yang terdiri dari unsur
yang saling berhubungan. Untuk mengetahui hubungan antarunsur dalam
karya sastra tersebut, sangat tepat jika penelaahan teks sastra diawali dengan
analisis struktural. Sehubungan dengan hal ini, pendekatan struktural sering
disebut juga dengan pendekatan objektif, pendekatan formal, atau pendekatan
analitik. Bertolak dari asumsi bahwa karya sastra sebagai karya kreatif yang
memiliki otonimi penuh yang harus dilihat sebagai suatu sosok yang berdiri
sendiri terlepas dari hal-hal lain yang berada di luar dirinya. Bila hendak
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12
dikaji atau diteliti, maka yang harus dikaji atau diteliti adalah aspek yang
membangun karya tersebut seperti tema, alur, latar, penokohan, gaya
penulisan, gaya bahasa, serta hubungan harmonis antaraspek yang mampu
membuatnya menjadi sebuah karya sastra (Semi, 1993). Hal ini juga
diperkuat oleh Pradopo bahwa
etode struktural merupakan metode
penelitian kritik objektif. Penelitian sastra dengan metode ini berupa
penelitian struktur karya sastra beserta kompleksitasnya. Penelitian makna
tiap unsur berdasarkan jalinannya dengan unsur lain dalam struktur tersebut
(2002: 22).
Analisis struktural merupakan tahapan pertama ketika memulai
untuk meneliti sebuah karya sastra dengan kajian yang lebih mendalam.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Damono bahwa Dalam penelitian karya
sastra, analisis atau pendekatan objektif terhadap unsur-unsur intrinsik atau
struktur karya sastra merupakan tahap awal untuk meneliti karya sastra
sebelum memasuki penelitian lebih lanjut (1984: 2).
Di dalam sebuah novel terdapat unsur-unsur pembangun yang saling
berkaitan antara satu dengan lainnya, sehingga membentuk satu kesatuan
yang utuh. Sehubungan dengan hal ini, Nurgiyantoro menjelaskan garis besar
unsur pembangun karya sastra yang dapat dibagi menjadi dua, yakni unsur
intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik merupakan unsur-unsur yang
membangun karya sastra itu sendiri. Unsur ini membangun karya sastra dari
dalam karya sastra tersebut. Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada
di luar karya sastra tersebut, tetapi secara tidak langsung memengaruhi
bangunan karya sastra (2005).
a. Unsur Intrinsik Novel
1) Tema
Setiap karya fiksi pasti mengandung atau menawarkan suatu
tema, terlebih pada novel. Untuk menentukan tema itu sendiri, perlu
adanya pemahaman dan penafsiran melalui cerita dan unsur-unsur
pembangun cerita lainnya. Definisi dari tema yang paling sederhana adalah
makna dari suatu cerita, gagasan sentral, atau dasar dari suatu penceritaan.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13
Tema adalah hal pokok yang menjadi dasar pengembangan
suatu cerita. Tema merupakan manifestasi dari sebuah ide dalam suatu
penceritaan. Pengarang dalam
menulis ceritanya bukan sekadar
mengungkapkan ceritanya, melainkan pengarang ingin mengatakan atau
mengungkapkan sesuatu hal pada pembacanya. Sebagaimana yang
dikatakan Nurgiyantoro bahwa
ema merupakan dasar pengembangan
seluruh cerita, maka tema pun bersifat menjiwai seluruh bagian cerita
itu (2005: 68).
Menurut Sayuti
ema mempunyai generalisasi yang umum,
lebih luas, dan abstrak. Tema bisa berwujud makna yang dilepaskan oleh
suatu cerita. Ia merupakan implikasi yang penting bagi suatu cerita secara
keseluruhan, bukan sebagian dari suatu cerita yang dapat dipisahkan
(2000: 191). Tema cerita memliki ciri tertentu dalam penerapannya,
seperti yang diungkapkan Waluyo bahwa
tersirat (tersembunyi) dan dapat dipahami setelah membaca keseluruhan
cerita. Tema bersifat objektif, lugas, dan khusus (2011: 7).
Berdasarkan pengertian tentang tema di atas, dapat disimpulkan
bahwa tema cerita adalah pokok pikiran atau ide yang digunakan oleh
pengarang untuk menjadi dasar pengembangan suatu cerita. Tema
memiliki sifat eksplisit, sehingga untuk menentukan tema suatu cerita
diperlukan adanya pemahaman dan pengkajian secara komprehensif.
2) Plot
Plot merupakan salah satu unsur karya fiksi yang penting. Plot
atau yang sering disebut dengan alur merupakan hubungan antara
peristiwa satu dengan peristiwa lainnya, sehingga membentuk satu
kesatuan cerita yang utuh. Hubungan antarperistiwa tersebut merupakan
hubungan sebab-akibat. Artinya, munculnya suatu peristiwa disebabkan
oleh peristiwa yang terjadi sebelumnya, atau munculnya peristiwa
sebelumnya akan menyebabkan peristiwa-peristiwa setelahnya. Stanton
mengemukakan bahwa
lot adalah cerita yang berisi urutan kejadian,
namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab-akibat,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14
peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa
yang lain (dalam Nurgiyantoro, 2005: 113).
Pendapat sejalan diungkapkan Waluyo bahwa
lot sebagai alur
cerita yang berarti struktur gerak yang didapatkan dalam cerita fiksi. Plot
didefinisikan sebagai cerita yang berisi urutan kejadian, tetapi setiap
kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab-akibat, peristiwa yang satu
disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa lain (2002: 145).
Alur merupakan struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang
disusun sebagai sebuah interrelasi fungsional yang sekaligus menandai
urutan bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi. Sehubungan dengan hal
ini, Semi membagi plot menjadi tiga, yaitu; Pertama, plot garis lurus atau
progresif, plot cerita berjalan seperti lazimnya orang bercerita, yaitu
mulai awal hingga akhir cerita. Kedua, plot sorot balik atau flash back,
plot diceritakan seperti orang yang sedang melamun atau menceritakan
kembali sesuatu yang sudah terjadi. Ketiga, plot gabungan, plot cerita di
mana pengarang menggabungkan antara plot lurus cerita yang di
dalamnya juga terdapat plot sorot balik (1993).
Plot dalam cerita fiksi mempunyai tahapan-tahapan dalam
penceritaan. Tasrif (dalam Nurgiyantoro, 2005), membedakan tahapan
plot menjadi lima tahapan. Kelima tahapan plot itu antara lain:
(a) Tahap penyituasian (situation)
Tahap penyituasian berisi tentang penggambaran awal atau
pengenalan, baik pengenalan latar cerita atau pengenalan tokohtokoh cerita dalam novel.
(b) Tahap pemunculan konflik (generating circumstances)
Dalam tahap ini, masalah-masalah dan peristiwa awal yang
menyebabkan terjadinya konflik mulai dimunculkan.
(c) Tahap peningkatan konflik (rising action)
Pemunculan konflik-konflik yang telah dimunculkan pada tahap
sebelumnya akan semakin berkembang dan semakin rumit atau
kompleks.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15
(d) Tahap klimaks (climax)
Konflik-konflik yang terjadi dan dialami oleh tokoh-tokoh cerita
dalam novel mencapai titik puncak atau telah mencapai klimaks.
(e) Tahap penyelesaian (denouement)
Konflik yang telah mencapai puncak tersebut mulai mengendur
karena telah menadapat solusi atau cara dalam menyelesaikan
konflik tersebut.
Lebih
jelasnya,
tahapan-tahapan
plot
tersebut
dapat
digambarkan dalam bentuk gambar diagram, sebagai berikut.
Klimaks
Inciting Forces+)
*)
Awal
**)
Pemecahan
Tengah
Akhir
Gambar. 2.1. Diagram Tahapan Plot
Keterangan : *) Konflik dimunculkan dan semakin ditingkatkan
**) Konflik dan ketegangan dikendorkan
+) Inciting forces menyarankan pada hal-hal yang
semakin meningkatkan konflik sehingga akhirnya
mencapai klimaks
Berdasarkan pendapat yang telah dipaparkan di atas, dapat
disimpulkan bahwa plot adalah rangkaian atau urutan kejadian dalam
sebuah cerita fiksi yang setiap kejadian atau peristiwa dihubungkan
dengan hukum sebab-akibat. Peristiwa yang satu disebabkan atau
menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16
3) Penokohan dan Perwatakan
Sama halnya dengan unsur plot dan pemplotan di atas, tokoh
dan penokohan merupakan salah satu unsur yang penting dalam karya
fiksi, terlebih pada novel. Tokoh merupakan objek yang menggerakkan
cerita dalam karya fiksi. Tokohlah yang menjadi objek penceritaan dan
membuat adanya konflik-konflik. Melalui tokoh, pengarang bisa
mengutarakan ideologi, pandangan hidup, serta pesan-pesan yang ingin
disampaikan kepada pembaca. Aminuddin mengungkapkan bahwa
okoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita rekaan,
sehingga peristiwa itu menjalin suatu cerita (dalam Siswanto, 2013:
129).
Cara pengarang menampilkan tokoh dalam cerita disebut dengan
penokohan. Tokoh dalam karya fiksi selalu mempunyai sifat, sikap,
tingkah laku atau watak-watak tertentu. Pemberian watak pada tokoh
suatu
karya
fiksi oleh
pengarang
disebut
dengan
perwatakan.
Sehubungan dengan hal ini, Nurgiyantoro memberikan gambaran tentang
penokohan, bahwa
stilah tokoh menunjuk pada orangnya atau disebut
pelaku cerita, sedangkan watak, perwatakan, dan karakter menunjuk pada
sifat dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca dan
lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh dan tokoh tersebut
melahirkan peristiwa dalam sebuah cerita fiksi (2005: 165). Pendapat
sejalan diungkapkan oleh Tarigan
enokohan adalah proses yang
digunakan oleh seorang pengarang untuk menciptakan tokoh-tokoh
fiksinya (2003: 146).
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
penokohan merupakan proses yang digunakan oleh pengarang untuk
menggambarkan tokoh fiksi yang terdapat dalam karya sastra, sehingga
tokoh tersebut dapat menggerakkan dan mengembangkan alur cerita.
Tokoh tersebut juga digunakan oleh pengarang untuk menyampaikan
pesan atau amanat kepada pembaca.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17
Tokoh-tokoh dalam cerita fiksi perlu adanya pengelompokan
sesuai dengan jenisnya masing-masing. Sehubungan dengan hal ini,
Nurgiyantoro menyatakan bahwa
okoh-tokoh cerita yang terdapat di
dalam karya fiksi dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa jenis
berdasarkan dari mana penamaan itu dilakukan (2005: 176). Berikut
klasifikasi tokoh-tokoh dalam cerita fiksi.
a) Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam
subuah cerita fiksi dapat dikelompokkan menjadi tokoh utama dan
tambahan.
Nurgiyantoro
menjelaskan
bahwa
tokoh
utama
merupakan tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang
bersangkutan dan sangat menentukan perkembangan plot secara
keselurahan. Sebaliknya, tokoh tambahan merupakan tokoh yang
memiliki peran yang tidak terlalu penting dan hanya muncul
beberapa kali dalam cerita (2005).
b) Dilihat dari fungsi penampilan tokoh dapat diklasifikasikan menjadi
tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Sehubungan dengan hal ini,
Altenbernd & Lewis menyatakan bahwa
okoh protaginis adalah
tokoh yang pembaca kagumi, yang salah satu jenisnya secara
populer disebut hero, tokoh yang merupakan pengejewantahan
norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi pembaca
(dalam
Nurgiyantoro, 2005: 178). Sebaliknya, Nurgiyantoro menjelaskan
bahwa
okoh yang menjadi penyebab terjadinya konflik disebut
dengan tokoh antagonis (2005: 179).
c) Berdasarkan perwatakannya, tokoh cerita dapat dibedakan menjadi
tokoh sederhana dan tokoh kompleks atau tokoh bulat. Sehubungan
bulat merupakan
tokoh yang kurang mewakili keutuhan personalitas manusia dan
. Lebih lanjut, Sayuti
merupakan tokoh yang dapat dilihat semua sisi
(2000: 78).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18
d) Berdasarkan kriteria berkembang atau tidaknya perwatakan tokohtokoh cerita yang terdapat di dalam karya fiksi, tokoh dapat
dibedakan menjadi tokoh statis dan tokoh berkembang. Sehubungan
dengan hal ini, Nurgiyantoro menjelaskan bahwa tokoh statis
merupakan tokoh yang tampak kurang terlihat dan kurang
berpengaruh oleh adanya perubahan-perubahan lingkungan yang
terjadi karena adanya hubungan antarmanusia, sedangkan tokoh
berkembang merupakan tokoh cerita yang mengalami perubahan dan
perkembangan perwatakan sejalan dengan perkembangan (dan
perubahan) peristiwa dan plot yang dikisahkan (2005).
Seorang pengarang memiliki persoalan tentang bagaimana
caranya untuk menyajikan tokoh-tokoh yang ia tampilkan dalam cerita
fiksinya. Berdasarkan hal tersebut, ada beberapa cara yang dapat
dilakukan oleh pengarang untuk menggambarkan tokoh dengan setiap
karakter yang melekat pada tokoh. Penggambaran tokoh oleh pengarang
tersebut dapat mempertimbangkan tiga dimensi. Hal ini dikemukakan
oleh Waluyo bahwa
etiga dimensi penggambaran tokoh tersebut
antara lain, dimensi psikis (kejiwaan), dimensi fisik (jasmaniah), dan
dimensi sosiologis (latar belakang kekayaan, pangkat, dan jabatan)
(2011: 21).
Dimensi psikis (kejiwaan) adalah faktor terpenting dalam
penggambaran watak tokoh, sehingga dapat diketahui apakah tokoh
tersebut baik hati, sabar, jahat, pemarah dan sebagainya. Dimensi fisik
atau fisiologis merupakan penggambaran tokoh berdasarkan umur, ciri
fisik maupun keadaan diri tokoh. Sementara itu, dimensi sosiologis
merupakan penggambaran kepribadian yang dikaitkan dengan suku, jenis
kelamin, kekayaan, kelas sosial, profesi atau pekerjaan.
4) Latar Cerita (Setting)
Karya fiksi pada hakikatnya akan dihadapkan pada sebuah dunia
yang
telah
dilengkapi
dengan
tokoh
yang
menghuni
dan
permasalahannya. Tokoh dalam cerita menjalankan berbagai aktivitas
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19
atau pengalaman hidupnya, sehingga memerlukan adanya ruang lingkup,
tempat dan waktu, seperti halnya kehidupan manusia hidup di dunia
nyata. Jadi, dunia fiksi juga membutuhkan latar cerita untuk tokoh-tokoh
yang ada pada dunia fiktif tersebut. Menurut Sayuti latar merupakan
kejadian-kejadian dalam cerita berlangsung. Secara garis besar deskripsi
latar fiksi dapat dikategorikan dalam tiga bagian, yakni, latar tempat,
latar waktu, dan latar sosial
Latar cerita memiliki fungsi tertentu dalam sebuah karya fiksi.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Nurgiyantoro, bahwa
ungsi latar
adalah untuk memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal
tersebut bertujuan untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca,
menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan
terjadi (2005: 217).
Berdasarkan pengertian latar cerita yang telah dipaparkan di
atas, dapat disimpulkan bahwa latar cerita adalah deskripsi atau
penggambaran situasi tertentu mengenai tempat atau lokasi geografis
terjadinya suatu peristiwa dalam cerita, waktu terjadinya peristiwa dalam
cerita, dan keadaan sosial tokoh dan lingkungan masyarakat ketika
penceritaan suatu karya fiksi.
5) Sudut Pandang
Sudut pandang atau point of view merupakan salah satu unsur
fiksi yang peranan dan kehadirannya dalam penceritaan karya fiksi
haruslah
diperhitungkan,
sebab
pemilihan
sudut
pandang
akan
berpengaruh terhadap penyajian cerita.
udut pandang dalam karya fiksi
mempersoalkan: siapa yang menceritakan, atau dari posisi mana (siapa)
peristiwa dan tindakan itu dilihat
2005: 247). Dengan demikian,
pemilihan bentuk persona yang dipergunakan, di samping mempengaruhi
perkembangan cerita dan masalah yang diceritakan, juga kebebasan,
ketajaman, ketelitian, dan keobjektifan terhadap hal-hal yang diceritakan.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20
Sesuai uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa sudut pandang
adalah cara pengarang mengisahkan suatu cerita. Sudut pandang
merupakan suatu cara atau pandangan yang digunakan oleh pengarang
untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang
membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca.
6) Gaya Bahasa
Bahasa
merupakan
medium
yang
paling
baik
untuk
menyampaikan suatu karya fiksi. Bahasa pula yang menjadi wahana
untuk mengekspresikan jiwa. Oleh karena itu, antara bahasa dan sastra
memiliki hubungan yang sangat erat. Menurut Nurgiyantoro
ahasa
dalam seni sastra dapat disamakan dengan cat dalam seni lukis.
Keduanya merupakan unsur bahan, alat, sarana, yang diolah untuk
dijadikan sebuah karya yang mengandung nilai lebih daripada sekadar
bahannya itu sendiri (2005: 272).
Setiap pengarang memiliki gaya bahasa tersendiri dalam
menuangkan ide-ide dalam suatu karya fiksi, sehingga penggunaan gaya
bahasa yang indah membuat karya fiksi yang dihasilkan tersebut akan
bernilai sastra tinggi.
menjelaskan bahwa
Sehubungan dengan
hal ini,
Aminuddin
alam karya sastra istilah gaya (style) mengandung
pengertian cara seorang pengarang menyampaikan gagasannya dengan
menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu
menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual
dan emosi pembaca
: 72).
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa
adalah gaya bercerita seorang pengarang, yang selalu berbeda dengan
pengarang yang lain dengan maksud untuk memperindah cerita melalui
pemilihan diksi, dan penggunaan ungkapan-ungkapan tertentu, sehingga
dapat dikatakan bahwa setiap pengarang memiliki ciri khasnya sendiri.
7) Amanat
Amanat merupakan suatu pesan yang ingin disampaikan
pengarang kepada pembaca. Seperti halnya tema cerita, amanat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21
merupakan makna yang terkandung dalam sebuah karya fiksi yang
memiliki sifat tersirat dalam cerita. Siswanto menjelaskan bahwa
manat adalah gagasan yang mendasari karya sastra; pesan yang ingin
disampaikan pengarang kepada pembaca atau pendengar. Di dalam karya
sastra modern amanat ini biasanya tersirat, sedangkan dalam karya sastra
lama amanat pada umumnya tersurat (2013: 147).
Amanat atau moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan
pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangannya tentang
nilai-nilai kebenaran, dan itulah yang ingin disampaikan kepada
pembaca. Menurut Kenny
oral dalam cerita biasanya dimaksudkan
sebagai suatu saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang
bersifat praktis, yang dapat diambil (ditafsirkan) lewat cerita yang
bersangkutan oleh pembaca (dalam Nurgiyantoro, 2005: 321).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan
bahwa amanat adalah pesan (message) yang ingin disampaikan
pengarang kepada pembaca melalui cerita, sikap, dan tingkah laku tokohtokoh dalam karya fiksi. Pesan tersebut bisa berwujud moral, ajakan atau
persuasi, provokasi, dan lainnya. Penyampaian amanat atau pesan bisa
bersifat tersirat maupun tersurat.
3. Hakikat Psikologi Sastra
a. Pengertian Psikologi
Secara etimologis, istilah psikologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu
dari kata pysche
logos
,
secara harfiah psikologi berarti ilmu jiwa, atau ilmu yang mempelajari
tentang gejala-gejala kejiwaan.
Menurut Hilgert
laku manusia
sikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah
. Pendapat tersebut diperkuat oleh Walgito bahwa
sikologi merupakan suatu ilmu yang meneliti serta mempelajari tentang
perilaku atau aktivitas-aktivitas yang dipandang sebagai manifestasi dari
kehidupan psikis manusia
97: 10). Siswantoro juga berpendapat bahwa
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22
sikologi merupakan ilmu jiwa yang menekankan perhatian studinya pada
manusia, terutama pada perilaku manusia (human behavior or action) (2004:
26).
Dalam psikologi, perilaku atau aktivitas
yang ada pada individu atau organisme dianggap tidak muncul dengan
sendirinya, tetapi sebagai akibat dari adanya stimulus atau rangsang mengenai
individu atau organisme itu. Dalam hal ini, perilaku atau aktivitas dianggap
sebagai jawaban atau respon terhadap stimulus yang mengenainya (2011: 7).
Berdasarkan beberapa pengertian tentang psikologi di atas, dapat
disimpulkan bahwa psikologi adalah ilmu yang mempelajari atau meneliti
tentang perilaku dan aktivitas manusia sebagai hasil dari aspek psikis atau
kejiwaan manusia.
b. Pengertian Psikologi Sastra
Sastra dianggap sebagai suatu karya yang memiliki sifat fungsional
dan dapat membantu manusia untuk mencari makna dari suatu kehidupan.
Makna kehidupan tersebut pada hakikatnya memiliki hubungan dengan aspek
kejiwaan manusia. Aspek kejiwaan manusia tersebut diungkap dan dikaji
dalam ilmu psikologi.
Menurut Endraswara
astra dan psikologi dapat bersimbiosis dalam
peranannya terhadap kehidupan, karena keduanya memiliki fungsi dalam
hidup ini. Keduanya sama-sama berurusan dengan persoalan manusia sebagai
makhluk individu dan makhluk sosial. Keduanya memanfaatkan landasan
yang sama, yaitu menjadikan pengalaman manusia sebagai bahan telaah
(2008: 15). Oleh karena itu, pendekatan psikologi dianggap penting
penggunaannya dalam penelitian sastra.
Kaitannya dengan psikologi sastra, psikologi mengkaji hubungan
kejiwaan pengarang ketika melakukan proses kreatif yang hasilnya berupa
karya sastra. Psikologi juga mengkaji hubungan kejiwaan tokoh-tokoh
dengan sikap dan tingkah laku yang terdapat di dalam karya sastra. Selain itu,
dalam psikologi sastra, psikologi juga mengkaji hubungan kejiwaan penikmat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23
karya sastra. Penikmat karya sastra di sini adalah pembaca karya sastra itu
sendiri. Menurut Endraswara bahwa
sikologi sastra sebagai kajian sastra
yang memandang karya sastra sebagai aktivitas kejiwaan, yaitu jiwa manusia
yang dipantulkan melalui tingkah laku aktivitas-aktivitasnya sebagai
manivestasi hidup psikis. Psikologi sastra adalah telaah karya sastra yang
diyakini mencerminkan proses dan aktivitas kejiwaan
lanjut, Minderop menjelaskan bahwa
. Lebih
etika menelaah suatu karya
psikologis, hal yang penting yang perlu dipahami adalah sejauh mana
keterlibatan psikologi pengarang dan kemampuan pengarang menampilkan
para tokoh rekaan yang terlibat dengan masalah kejiwaan
: 54-55).
Lebih jelas, Ratna menjelaskan bahwa ada tiga cara yang dapat
dilakukan untuk memahami hubungan antara psikologi dengan sastra, yaitu:
1) memahami unsur-unsur kejiwaan pengarang sebagai penulis, 2) memahami
unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional dalam karya sastra, dan 3)
memahami unsur-unsur kejiwaan pembaca. Secara definitif, tujuan psikologi
sastra adalah memahami aspek-aspek kejiwaan yang terkandung dalam suatu
karya fiksi. pada dasarnya psikologi sastra memberikan perhatian pada
masalah yang kedua, yaitu pembicaraan dalam kaitannya dengan unsur-unsur
kejiwaan tokoh-tokoh fiksional yang terkandung dalam karya sastra. Pada
umumnya, aspek-aspek kemanusiaan inilah yang menjadi objek utama
psikologi sastra, sebab semata-mata dalam diri manusia itulah, sebagai tokohtokoh, aspek kejiwaan dicengkokkan dan diinvestasikan (2013).
Psikologi sastra memiliki daya tarik tersendiri ketika mengkaji karya
sastra. Hal ini diungkapkan oleh Minderop bahwa
aya tarik psikologi
sastra terletak pada masalah kejiwaan manusia sendiri yang muncul dalam
sastra, tetapi juga bisa mewakili jiwa orang lain. Setiap pengarang kerap
menambahkan pengalaman sendiri dalam karyanya dan pengalaman
pengarang itu sering pula dialami oleh orang lain
.
Berdasarkan pendapat tentang psikologi sastra yang telah dipaparkan
di atas, dapat disimpulkan bahwa psikologi sastra adalah salah satu jenis
penelitian interdisiplin yang menetapkan bahwa karya sastra sebagai objek
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24
utama dan memusatkan perhatian pada aspek-aspek kejiwaan tokoh fiksi,
aspek-aspek kejiwaan pengarang sebagai pencipta karya sastra, serta aspek
kejiwaan pembaca sebagai penikmat karya sastra. Akan tetapi, fokus utama
dalam penelitian psikologi sastra adalah aspek-aspek kejiwaan tokoh-tokoh
fiksional yang terdapat dalam karya satra. Hal tersebut bertujuan untuk
mengetahui perwatakan, sikap, dan tingkah laku tokoh-tokoh. Aspek
psikologi tokoh-tokoh fiksional itulah yang menjadi pusat atau dasar kajian
dengan menggunakan pendekatan psikologi sastra.
4. Definisi Kepribadian
Setiap manusia memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Manusia
memiliki suatu kepribadian yang bersifat dominan dan suatu pembawaan
yang dapat menandai manusia tersebut. Minderop menjelaskan bahwa
epribadian merupakan suatu integrasi dari semua aspek kepribadian yang
unik dari seseorang menjadi organisasi yang unik, yang menentukan, dan
dimodifikasi oleh upaya seseorang beradaptasi dengan lingkungannya yang
selalu berubah (2011: 8).
unik dari individu dalam mengartikan pengalaman(dalam Koswara, 1991: 11). Kepribadian dalam psikologi dapat mengacu
pada pola karakteristik perilaku atau pola pikir yang menentukan penilaian
seseorang terhadap lingkungan. Kepribadian dibentuk sejak lahir yang
dimodifikasi oleh
pengalaman
budaya dan
pengalaman
unik
yang
memengaruhi seseorang sebagai individu.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kepribadian
adalah pembawaan yang mencakup pikiran, perasaan, dan tingkah laku yang
bersifat khas dan ditunjukkan ketika individu tersebut beradaptasi dengan
lingkungannya.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25
5. Teori Psikologi Kepribadian
Teori kepribadian sama halnya dengan teori-teori lain yang terdapat
dalam psikologi yang merupakan salah satu bagian yang amat penting dan
tidak bisa diabaikan kegunaannya. Dapat dikatakan bahwa, tanpa adanya teori
kepribadian, upaya ilmiah untuk memahami tingkah laku manusia sulit untuk
dilaksanakan.
Psikologi
kepribadian
adalah
psikologi
yang
mempelajari
kepribadian manusia dengan objek penelitian faktor-faktor yang memengaruhi tingkah laku manusia. Dalam psikologi kepribadian, dipelajari kaitan
antara ingatan atau pengamatan dengan perkembangan, kaitan antara
pengamatan dengan penyesuaian diri pada individu, dan seterusnya.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Koswara (1991) bahwa:
Sasaran pertama psikologi kepribadian adalah memeroleh informasi
mengenai tingkah laku manusia. Karya-karya sastra, sejarah, dan
agama bisa memberikan informasi berharga mengenai tingkah laku
manusia. Sasaran kedua, psikologi kepribadian mendorong individu
agar dapat hidup secara utuh dan memuaskan, dan yang ketiga,
sasarannya adalah agar individu mampu mengembangkan segenap
potensi yang dimilikinya secara optimal melalui perubahan
lingkungan psikologis (hlm. 4).
Koswara menambahkan, bahwa dalam psikologi terdapat tiga aliran
pemikiran (revolusi yang memengaruhi pemikiran personologis modern).
Pertama, psikoanalisis yang menghadirkan manusia sebagai bentukan dari
naluri-naluri dan konflik-konflik struktur kepribadian. Konflik-konflik
struktur kepribadian adalah konflik yang timbul dari pergumulan antara id,
ego, dan superego. Kedua, behaviorisme yang mencirikan manusia sebagai
korban yang fleksibel, pasif, dan penurut terhadap stimulus lingkungan.
Ketiga, psikologi humanistik, adalah sebuah gerakan yang muncul, yang
menampilkan manusia yang berbeda dari gambaran psikoanalisis dan
behaviorisme. Di sini, manusia digambarkan sebagai makhluk yang bebas
dan bermartabat serta selalu bergerak ke arah pengungkapan segenap potensi
yang dimilikinya apabila lingkungan memungkinkan (1991).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26
Abraham Maslow merupakan seorang pemimpin atau bapak spiritual
dari psikologi humanistik. Dalam penelitian ini, akan diungkap dan dibahas
secara lebih mendalam tentang gagasan-gagasan yang merupakan representasi
dari teori keepribadian humanistik. Selain itu, teori humanistik merupakan
teori yang komprehensif dan sangat jelas mencerminkan orientasi humanistik
yang memiliki pengaruh besar terhadap pemikiran modern mengenai tingkah
laku manusia.
6. Teori Kepribadian Humanistik: Abraham Maslow
a. Ajaran Dasar Psikologi Humanistik
Abraham Maslow dilahirkan di Brooklyn, New York pada tanggal 1
April 1908. Orang tuanya adalah imigran Yahudi Rusia yang pindah ke
Amerika Serikat dengan harapan memeroleh kehidupan yang lebih baik.
Sebagai anak tertua dari tujuh bersaudara, Maslow didorong oleh orang
tuanya agar mencapai keberhasilan dalam pendidikan.
Menurut Koswara istilah psikologi humanistik sendiri diperkenalkan
oleh sekelompok ahli psikologi yang pada awal tahun 1960-an bekerja sama
di bawah kepemimpinan Maslow dalam mencari alternatif dari dua teori yang
sangat berpengaruh atas pemikiran intelektual dalam psikologi. Kedua teori
yang dimaksud adalah teori psikoanalisis dan behaviorisme. Psikologi
humanistik sesungguhnya bukan suatu organisasi tunggal dari teori atau
sistem, melainkan lebih tepat disebut dengan sebagai gerakan. Maslow
(1991). Lebih lanjut, Yusuf dan Ahcmad (2008) menjelaskan bahwa:
Teori humanistik berkembang sebagai teori yang menantang teoriteori psikoanalisis dan behaviorisme. Serangan humanistik terhadap
dua teori ini adalah bahwa duadehumanizing
(melecehkan nilai-nilai manusia). Teori Freud dikritik, karena
memandang tingkah laku manusia didominasi atau ditentukan oleh
dorongan yang bersifat primitif, dan animalistik (hewani).
Sementara, behavioristik dikritik karena teori ini terlalu asyik dengan
penelitiannya terhadap binatang, dan menganalisis kepribadian
secara pragmentaris. Kedua teori ini dikritik karena memandang
manusia sebagai bidak atau pion yang tak berdaya dikontrol oleh
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27
lingkungan dan masa lalu, dan sedikit sekali kemampuan untuk
teoretis yang menekankan kualitas manusia yang unik, khususnya
yang terkait dengan free will (kemauan bebas) dan potensi untuk
(hlm. 141).
Teori
kepribadian
humanistik
yang
dijelaskan
merupakan
representasi dari teori kepribadian Abraham Maslow, maka ajaran-ajaran
dasar psikologi humanistik yang akan dibahas berasal dari teori yang
dikemukakan oleh Maslow. Berikut ini merupakan ajaran-ajaran dasar
psikologi humanistik.
1) Individu sebagai kebutuhan yang Integral
Salah satu aspek yang fundamental dari psikologi humanistik
adalah ajarannya bahwa manusia atau individu harus dipelajari sebagai
keseluruhan
yang
integral,
khas,
dan
terorganisasi.
Maslow
mengembangkan teorinya dengan bertumpu kepada prinsip holistik,
bahwa motivasi memengaruhi individu secara keseluruhan dan bukan
secara bagian.
2) Ketidakrelevanan penyelidikan dengan hewan
Psikologi humanistik mengingatkan tentang adanya perbedaan
yang mendasar antara tingkah laku manusia dengan tingkah laku hewan.
Bagi mereka, manusia lebih dari sekadar hewan. Maslow menegaskan
bahwa penyelidikan dengan hewan tidak relevan bagi upaya memahami
tingkah laku manusia seperti adanya, gagasan-gagasan, nilai-nilai, rasa
malu, cinta, semangat, humor, rasa seni, kecemburuan, dan sebagainya.
3) Pembawaan baik manusia
Psikologi humanistik memiliki anggapan bahwa manusia itu
pada dasarnya adalah baik, atau tepatnya netral. Menurut perspektif
humanistik, kekuatan jahat atau merusak yang ada pada manusia itu
adalah hasil dari lingkungan yang buruk, dan bukan merupakan bawaan.
4) Potensi kreatif manusia
Maslow
meyakini
bahwa,
jika
setiap
orang
memiliki
kesempatan atau menghuni lingkungan yang menunjang, setiap orang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28
dengan kreativitasnya itu akan mampu mengungkapkan segenap potensi
yang dimilikinya. Maslow menegaskan bahwa untuk menjadi kreatif,
seseorang tidak perlu memiliki bakat atau kemampuan khusus.
5) Penekanan pada kesehatan psikologis
Maslow secara konsisten beranggapan bahwa tidak ada satu pun
pendekatan psikologi yang mempelajari manusia dengan bertumpu pada
fungsi-fungsi manusia berikut cara dan tujuan hidupnya yang sehat.
Psikologi humanistik memandang self-fullfilment sebagai tema yang
utama dalam hidup manusia, suatu tema yang tidak akan ditemukan pada
teori-teori lain yang berlandaskan studi atas individu-individu yang
mengalami gangguan (Koswara, 1991).
b. Teori kebutuhan bertingkat
Tingkah laku manusia bisa diterangkan dengan memperhatikan
tendensi individu untuk mencapai tujuan-tujuan personal yang membuat
kehidupan individu yang bersangkutan penuh makna dan memuaskan.
Maslow melukiskan manusia sebagai makhluk yang tidak pernah berada
dalam keadaan sepenuhnya puas. Bagi manusia, kepuasan itu sifatnya
sementara. Jika suatu kebutuhan telah terpuaskan, maka kebutuhan-kebutuhan
yang lain akan muncul menuntut kepuasan, begitu seterusnya. Berdasarkan
ciri yang demikian, Maslow mengajukan gagasan bahwa kebutuhan manusia
adalah bawaan, tersusun menurut tingkatan atau bertingkat. Oleh Maslow,
kebutuhan manusia yang tersusun bertingkat itu dirinci ke dalam lima tingkat
kebutuan, yaitu: 1) kebutuhan-kebutuhan dasar fisiologis; 2) kebutuhan rasa
aman; 3) kebutuhan cinta dan memiliki; 4) kebutuhan rasa harga diri; dan 5)
Kebutuhan aktualisasi diri (dalam Koswara, 1991).
Menurut Maslow kebutuhan yang ada di tingkat dasar pemuasannya
lebih mendesak daripada kebutuhan yang ada di atasnya. Dalam pandangan
Maslow, susunan kebutuhan-kebutuhan dasar yang bertingkat itu merupakan
organisasi yang mendasari motivasi manusia. Semakin individu itu mampu
memuaskan kebutuhan yang tinggi, maka individu itu akan semakin mampu
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29
mencapai individualitas, matang, dan berjiwa sehat, dan sebaliknya (dalam
Koswara, 1991). Maslow menambahkan bahwa
enekanan yang mutakhir
sekarang ini adalah bagaimana memahami perkembangan kepribadian secara
menyeluruh agar manusia mencapai kesenangan, kesejahteraan, dan
memanfaatkan potensi-potensi yang berkembang (dalam Minderop, 2011:
282).
Berikut ini, perincian kelima tingkatan kebutuhan sebagaimana yang
dimaksudkan oleh Maslow.
1) Kebutuhan Fisiologis
fisiologis (physiological
needs) merupakan sekumpulan kebutuhan dasar yang paling mendesak
pemuasannya karena berkaitan langsung dengan pemeliharaan biologis dan
kelangsungan hidup
. Kebutuhan dasar
fisiologis itu antara lain, kebutuhan akan makan, air, oksigen, aktif, istirahat,
keseimbangan temperatur, seks, dan kebutuhan akan stimulasi sensoris. Hal
ini diperkuat oleh Minderop bahwa
ebutuhan fisiologis adalah kebutuhan
yang jelas terhadap makanan, air, udara, dan seks. Pemuasan terhadap
kebutuhan itu sangat penting untuk kelangsungan hidup, karena kebutuhan ini
merupakan yang terkuat dari semua kebutuhan
.
Kebutuhan fisiologis ini merupakan kebutuhan yang paling
mendesak di antara kebutuhan yang lain, sehingga kebutuhan fisiologis akan
paling didahulukan pemuasannya oleh individu. Jika kebutuhan fisiologis ini
tidak terpenuhi atau belum terpuaskan, maka individu tidak akan bergerak
untuk bertindak memuaskan kebutuhan-kebutuhan lain yang lebih tinggi. Hal
ini relevan dengan penelitian Minderop (2007) yang berjudul Theodore
Carrie. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa
alam memenuhi kebutuhan
fisiologis, tokoh Carrie berusaha untuk mandiri dan tidak serta merta
menerima tawaran Drouet yang siap memenuhi kebutuhannya. Agaknya
Carrie merasa sungkan pada awalnya, namun setelah ia terbiasa menerima
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30
pemberian Drouet, Carrie justru menuntut sesuatu yang lebih dari segala yang
diterimanya .
2) Kebutuhan rasa aman
Apabila kebutuhan fisiologis individu telah terpuaskan, maka dalam
diri individu akan muncul satu kebutuhan lain sebagai kebutuhan yang
dominan atau menuntut pemuasan, yakni kebutuhan rasa aman (need for selfsecurity). Maslow
ebutuhan rasa aman adalah sesuatu
kebutuhan yang mendorong individu untuk memeroleh ketentraman,
kepastian, dan keteraturan dari keadaan lingkungannya (dalam Koswara,
1991: 120). Lebih lanjut, Minderop mengungkapkan bahwa
ebutuhan rasa
aman meliputi kebutuhan akan jaminan, stabilitas, perlindungan, ketertiban,
bebas dari ketakutan dan kecemasan. Ketidakpastian yang dihadapi manusia
membuat manusia harus mencapai sebanyak mungkin jaminan, perlindungan,
ketertiban menurut kepuasan manusia
.
Hal ini relevan dengan penelitian Minderop (2007) yang berjudul
Hasil p
ebutuhan rasa
aman dicapai oleh Carrie ketika ia memeroleh hadiah rumah yang memadai
dengan kamar dan perlengkapan yang cukup. Ia tidak lagi harus berpindah
tempat tinggal karena Drouet telah memenuhi kebutuhan ini. Perkenalannya
dengan Hurstwood pun memberikan rasa aman karena pria ini sangat
memperhatikannya .
3) Kebutuhan rasa cinta dan memiliki
Maslow mengungkapkan bahwa kebutuhan rasa cinta dan memiliki
(need for love and belongingness) adalah suatu kebutuhan yang mendorong
individu untuk mengadakan hubungan afektif atau ikatan emosional dengan
individu lain, baik dengan sesama jenis maupun dengan yang berlainan jenis,
di lingkungan keluarga atau pun di lingkungan kelompok di masyarakat. Bagi
individu-individu, keanggotaan kelompok sering menjadi tujuan yang
dominan, dan mereka bisa menderita kesepian, terasing, dan tak berdaya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31
apabila keluarga, pasangan hidup, atau teman-teman meninggalkannya
(dalam Koswara, 1991).
Maslow mengungkapkan bahwa untuk memuaskan kebutuhan cinta,
individu dapat membangun suatu hubungan akrab dan penuh perhatian
dengan orang lain. Selanjutnya, Maslow menegaskan bahwa cinta yang
matang menunjuk kepada hubungan cinta yang sehat di antara dua orang atau
lebih, yang di dalamnya terdapat sikap saling percaya dan saling menghargai.
Maslow juga menekankan bahwa kebutuhan akan cinta itu mencakup
keinginan untuk mencintai dan dicintai. Mencintai dan dicintai ini, menurut
Maslow merupakan prasarat bagi adanya hubungan yang sehat. Sebaliknya,
tanpa cinta orang akan dikuasai oleh perasaan kebencian, rasa tak berharga
dan kehampaan (Minderop, 2011).
Hal ini relevan dengan penelitian Minderop (2007) yang berjudul
Hasil penelitian in
ebutuhan rasa cinta
dan memiliki telah dicapai oleh Carrie. Drouet mencintainya, demikian pula
sebaliknya. Namun, hal tersebut belum cukup karena Carrie menuntut haknya
sebagai seorang gadis dalam bentuk pengakuan sebagai seorang istri .
4) Kebutuhan rasa harga diri
Kebutuhan yang keempat, yakni kebutuhan rasa harga diri (need for
self-esteem), oleh Maslow dibagi ke dalam dua bagian. Bagian pertama
adalah penghormatan atau penghargaan dari diri sendiri, dan bagian kedua
adalah penghargaan dari orang lain. Bagian pertama mencakup hasrat untuk
memeroleh kompetensi, rasa percaya diri, kekuatan pribadi, edekuasi,
kemandirian, dan kebebasan. Individu ingin mengetahui atau yakin bahwa
dirinya berharga serta mampu mengatasi segala tantangan dalam hidupnya.
Adapun bagian yang kedua meliputi, antara lain prestasi. Dalam hal ini,
individu butuh penghargaan atas apa-apa yang dilakukannya. Individu akan
berusaha memenuhi kebutuhan akan rasa harga diri apabila kebutuhan akan
rasa cinta dan
rasa memilikinya telah
terpenuhi atau terpuaskan.
Terpuaskannya kebutuhan akan rasa harga diri pada individu akan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
32
menghasilkan sikap percaya diri, rasa kuat, rasa mampu, dan perasaan
berguna. Sebaliknya, frustrasi atau terhambatnya pemuasan kebutuhan akan
rasa harga diri itu akan menghasilkan sikap rendah diri, rasa tak pantas, rasa
lemah, rasa tak mampu, dan rasa tak berguna, yang menyebabkan individu
tersebut mengalami kehampaan, keraguan,
dan keputusasaan
dalam
menghadapi tuntutan-tuntutan hidupnya, serta memiliki penilaian yang
rendah akan dirinya sendiri dalam kaitannya dengan orang lain (dalam
Koswara, 1991).
Hal ini relevan dengan penelitian Minderop (2007) yang berjudul
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa
Carrie ingin
mencapai kebutuhan rasa harga diri dengan mengandalkan kemampuannya
dalam bidang peran. Carrie berusaha dengan sekuat tenaga menjadi artis yang
pada awalnya tidak memegang peranan penting .
5) Kebutuhan aktualisasi diri
Maslow menjelaskan bahwa kebutuhan untuk mengungkapkan diri
atau aktualisasi diri (need for self-actualization) merupakan kebutuhan
manusia yang paling tinggi dalam teorinya. Kebutuhan ini akan muncul
apabila kebutuhan-kebutuhan yang ada di bawahnya telah terpuaskan dengan
baik. Maslow menandai kebutuhan aktualisasi diri sebagai hasrat individu
untuk menjadi orang yang sesuai dengan keinginan dan potensi yang
dimilikinya. Atau, hasrat individu untuk menyempurnakan dirinya melalui
pengungkapan segenap potensi yang dimilikinya (dalam Koswara, 1991).
Lebih lanjut, Schultz (dalam Minderop, 2011) menambahkan bahwa:
kebutuhan aktualisasi diri dapat didefinisikan sebagai perkembangan
yang paling tinggi dan penggunaan semua bakat individu,
pemenuhan semua kualitas dan kapasitas individu. Setiap individu
harus menjadi menurut potensi individu tersebut miliki. Walaupun
manusia telah memenuhi semua kebutuhan di bawahnya, namun
manusia akan merasa kecewa, tidak tenang dan tidak puas kalau
manusia tersebut gagal berusaha memuaskan kebutuhan aktualisasi
diri. Bila kondisi ini terjadi, maka manusia tidak berada dalam damai
dengan dirinya dan tidak bisa dikatakan sehat secara psikologis (hlm.
284).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
33
Maslow menjelaskan bahwa bentuk pengaktualisasian diri berbeda
pada setiap orang. Hal tersebut disebabkan dan merupakan cerminan dari
adanya perbedaan-perbedaan individual. Bagaimana pun, Maslow mengakui
bahwa untuk mencapai taraf aktualisasi diri atau memenuhi kebutuhan
aktualisasi diri tidaklah mudah, sebab upaya ke arah itu banyak sekali
hambatannya. Hambatan yang pertama berasal dari dalam diri individu, yaitu
berupa ketidaktahuan, keraguan, dan bahkan juga rasa takut dari individu
yang mengungkapkan potensi-potensi yang dimilikinya, sehingga potensi itu
tetap laten. Hambatan yang kedua berasal dari luar atau dari masyarakat yaitu
berupa perepresian sifat-sifat, bakat, atau potensi-potensi. Hambatan terakhir
berupa pengaruh negatif yang dihasilkan oleh kebutuhan yang kuat akan rasa
aman. Seperti diketahui, proses-proses perkembangan menuju kematangan
menurut kesediaan individu untuk mengambil risiko, membuat kesalahan, dan
melepaskan kebiasaan-kebiasaan lama yang tidak konstruktif (dalam
Koswara, 1991).
Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa pencapaian aktualisasi
diri itu, di samping membutuhkan kondisi lingkungan yang menunjung, juga
menuntut adanya kesediaan atau keterbukaan individu terhadap gagasangagasan dan pengalaman-pengalaman baru. Hal ini relevan dengan penelitian
Minderop (2007) yang berjudul
Hasil penelitian ini
ebutuhan aktualisasi diri dapat dicapai oleh Carrie
berkat usahanya yang tak kenal lelah untuk menjadi artis terkenal. Citacitanya menjadi seorang selebriti tercapai dan ia menjadi sosok terkenal yang
dihormati .
Kelima kebutuhan bertingkat menurut Abraham Maslow tersebut
dapat digambarkan dengan segitiga bertingkat, sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
34
Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan Rasa Aman
Kebutuhan Akan Rasa Cinta
dan Memiliki
Kebutuhan Akan Rasa Harga
diri
Kebutuhan Aktualisasi Diri
Gambar. 2.2. Segitiga Kebutuhan bertingkat Abraham Maslow
7. Konflik
Konflik merupakan percekcokan, perselisihan, atau pertentangan
yang dialami manusia satu dengan yang lainnya dengan tujuan tertentu.
Wellek dan Warren
diartikan sebagai sesuatu
hal yang dramatik, mengacu pada pertarungan antara dua kekuatan yang
seimbang dan menyiratkan adanya aksi dan reaksi balasan
(dalam
Kurniawan, 2012: 70).
Dalam karya sastra khususnya novel, konflik merupakan hal yang
penting dalam penceritaan novel tersebut. Dengan adanya konflik, jalan cerita
sebuah novel akan menjadi lebih menarik. Konflik yang demikian dalam
kehidupan nyata, normal dan wajar bukan dalam cerita, menyarankan pada
konotasi yang negatif, hal yang tidak menyenangkan dan orang cenderung
untuk menghindarinya.
Peristiwa-peristiwa yang ditampilkan oleh pengarang tersebut saling
berkaitan satu sama lain, sehingga menyebabkan munculnya konflik-konflik
yang lebih kompleks. Nurgiyantoro menjelaskan bahwa
onflik dalam
sebuah cerita merupakan suatu unsur yang penting terutama dalam
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
35
pengembangan alur. Kemampuan pengarang untuk memilih dan membangun
konflik melalui berbagai peristiwa (baik aksi maupun kejadian) akan sangat
menentukan kadar kemenarikan suspense, cerita yang dihasilkan
122).
Dalam penceritaan sebuah novel, konflik yang terjadi antara tokoh
satu dengan yang lainnya bisa berwujud konflik batin dan konflik fisik.
Pengarang menampilkan berbagai macam konflik yang dialami tokoh untuk
menambah keseruan sebuah cerita.
Hal tersebut diungkapkan oleh
Nurgiyantoro bahwa:
Konflik dan peristiwa biasanya berhubungan erat, dan dapat
menyebabkan terjadinya satu sama lain. Peristiwa dalam sebuah
cerita, dapat berupa peristiwa fisik maupun batin. Peristiwa fisik
melibatkan aktivitas fisik, ada interaksi antartokoh dengan suatu di
luar dirinya, sedangkan peristiwa batin merupakan sesuatu yang
terjadi dalam batin, hati seorang tokoh (2005: 123).
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa konflik
merupakan suatu hal yang timbul akibat adanya suatu peristiwa baik fisik
maupun batin yang melibatkan satu individu dengan individu lainnya atau
individu dengan lingkungan sekitar.
8. Hakikat Nilai Pendidikan
a.
Pengertian Nilai
Pada hakikatnya nilai (value) adalah sesuatu yang berharga,
bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Sesuatu itu,
bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia.
Sehubungan dengan hal ini, Semi menjelaskan bahwa nilai merupakan aturan
yang menentukan suatu benda atau perbuatan lebih tinggi yang dikehendaki
dari yang lain. Nilai menyangkut bagaimana usaha untuk menentukan sesuatu
itu berharga dari yang lain, serta tentang apa yang dikehendaki dan apa yang
ditolak (1993).
Nilai bersifat abstrak, tetapi nilai dapat dirasakan dan selalu berada
di kehidupan manusia. Nilai mengandung harapan, cita-cita, dan suatu
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
36
keharusan, sehingga nilai memiliki sifat ideal. Nilai mengacu pada
pertimbangan terhadap suatu tindakan, benda, cara untuk mengambil
keputusan, apakah sesuatu yang bernilai itu benar (nilai kebenaran), indah
(nilai keindahan/estetik), dan religius (nilai ketuhanan). Ahmad dan Nur
berpendapat bahwa
ilai adalah sesuatu yang abstrak, tetapi secara
fungsional mempunyai ciri yang mampu membedakan antara yang satu
dengan yang lainnya. Suatu nilai jika dihayati oleh seorang manusia, maka
akan sangat berpengaruh terhadap cara berpikir, bersikap, maupun bertindak
(1991: 69). Hal ini diperkuat oleh Sumardjo (1990) yang menyatakan bahwa:
Nilai merupakan sesuatu yang selalu bersifat subjektif, tergantung
pada manusia yang menilainya. Karena subjektif, maka setiap orang,
setiap kelompok, setiap masyarakat memiliki nilai sendiri. Nilai
diartikan sebagai esensi pokok yang mendasar, yang akhirnya dapat
menjadi dasar-dasar yang normatif. Hal ini diperoleh melalui
pemikiran murni secara spekulatif atau melalui pendidikan nilai
(hlm. 135).
Pendapat lain diutarakan oleh Soekanto bahwa
ilai merupakan
abstraksi daripada pengalaman-pengalaman pribadi seseorang dengan
sesamanya. Pada hakikatnya nilai yang tertinggi selalu berujung pada nilai
yang terdalam dan terabstrak bagi manusia, yaitu hal-hal yang bersifat hakiki
(1988: 161).
Berdasarkan pengertian nilai di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai
adalah sesuatu yang mengacu pada pertimbangan terhadap tindakan, benda,
atau cara untuk mengambil keputusan apakah sesuatu yang bernilai itu benar
(nilai kebenaran), indah (nilai keindahan/estetik), dan religius (nilai
ketuhanan). Nilai bersifat abstrak, tetapi dapat dirasakan. Selain itu, nilai juga
bersifat subjektif karena hal tersebut tergantung pada manusia yang
menilainya. Karena subjektif, maka setiap orang, setiap kelompok, setiap
masyarakat memiliki nilai tersendiri.
b.
Pengertian Pendidikan
Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak bisa dipisahkan dengan
pendidikan. Manusia menganggap pendidikan sebagai suatu aspek dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
37
kebutuhan penting bagi kehidupan, sebagaimana kebutuhan penting lainnya,
seperti, sandang, papan, maupun pangan. Hadi menjelaskan bahwa secara
paedogogike
terdiri dari kata pais yang berarti anak, dan kata ago yang berarti aku
membimbing (2003).
Pendidikan idealnya merupakan sarana humanisasi bagi manusia.
Pendidikan memberikan ruang bagi pengajaran etika moral, dan segenap
aturan luhur yang membimbing manusia untuk mencapai humanisasi. Melalui
proses tersebut, manusia menjadi terbimbing, tercerahkan, sementara tabir
ketidaktahuannya terbuka lebar-lebar, sehingga mereka mampu mengikis
bahkan meniadakan aspek-aspek yang mendorong ke arah dehumanisasi.
Menurut Ki Hadjar Dewantara
endidikan adalah daya upaya untuk
memajukan budi pekerti (kekuatan batin), pikiran (intellect) dan jasmani
anak-anak selaras dengan alam dan masyarakatnya (dalam Wibowo, 2013:
2).
Menurut
Mulyasana,
pendidikan
merupakan
suatu
proses
pematangan kualitas hidup manusia. Melalui proses tersebut, diharapkan
manusia dapat memahami arti dan hakikat hidup, tujuan hidup, cara
menjalankan tugas hidup, dan kehidupan secara benar, sehingga fokus
pendidikan diarahkan pada pembentukan kepribadian unggul dengan
menitikberatkan pada proses pematangan kualitas logika, hati, akhlak, dan
keimanan. Puncaknya, pendidikan adalah tercapainya titik kesempurnaan
kualitas hidup (2011).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
pendidikan adalah segala sesuatu yang baik maupun buruk yang berguna bagi
kehidupan manusia yang diperoleh melalui proses pengubahan sikap dan tata
laku dalam upaya mendewasakan diri manusia melalui upaya pengajaran.
c.
Nilai pendidikan dan sastra
Dalam dunia pendidikan, ada banyak cara atau metode yang
digunakan sebagai media untuk
memberikan pengarahan,
petunjuk,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
38
pengetahuan, maupun untuk membentuk kepribadian manusia. Media-media
tersebut dibuat semenarik mungkin dan penuh kreativitas agar manusia lebih
berminat untuk mengikuti media tersebut. Hasilnya, media tersebut dapat
mewujudkan apa yang menjadi tujuan dari pendidikan.
Salah satu media yang dapat memberikan dampak positif bagi
pendidikan adalah melalui media sastra. Teeuw berpendapat bahwa pada
hakikatnya kata sastra berasal dari bahasa Sansekerta, yakni akar kata sasdalam kata kerja turunan berarti mengarahkan, memberi petunjuk, dan
instruksi, sedangkan akhiran
tra berarti menunjukkan alat atau sarana
(1984). Lebih lanjut, Suhardini Nurhayati menjelaskan bahwa
astra
memiliki pertautan erat dengan pendidikan karakter, karena pengajaran sastra
dan sastra pada umumnya, secara hakiki membicarakan nilai hidup dan
kehidupan, yang mau tidak mau berkaitan langsung dengan pembentukan
karakter manusia (dalam Wibowo, 2013: 19).
Melalui sastra, nilai pendidikan akan lebih mudah masuk dalam
pemikiran manusia. Hal ini diungkapkan oleh Wibowo (2013) yang
mengatakan bahwa:
Hanya dengan kata-kata, sastrawan mengaliri dan mengasupi jiwa
penikmatnya (pembaca), menyuguhkan kedamaian, ketentraman,
dan optimisme untuk menjalani hidup. Hanya dengan kata-kata pula,
sastra menjadi mediasi letupan imajinasi dan alam eksistensial (alam
antah-berantah) para sastrawan, yang tak mampu dituangkan dalam
perbendaharaan kosakata bahasa formal atau bahasa ilmiah yang
dangkal, dan kaku (hlm. 28)
Dengan demikian, melalui karya sastra nilai-nilai pendidikan dapat
ditanamkan melalui kata-kata yang indah dan bebas serta fleksibel. Tidak
terikat oleh bahasa formal yang kaku, sehingga penikmat karya sastra akan
dapat mendalami, merasakan, dan merenungkan nilai-nilai pendidikan yang
disuguhkan dalam karya sastra tersebut. Hal tersebut akan memengaruhi jalan
pikiran, kepekaan, sikap, dan tingkah laku pembaca karya sastra. Puncaknya,
tujuan pendidikan pun dapat terwujud.
Salah satu karya sastra yang memiliki banyak nilai-nilai pendidikan
yang terkandung di dalamnya adalah novel. Melalui novel, pengarang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
39
berusaha untuk memasukkan pandangan hidup, pandangan tentang nilai-nilai
kebenaran, ajaran moral dan hal itulah yang ingin disampaikan pengarang
kepada pembaca. Menurut Nurgiyantoro
oral dalam karya sastra, atau
hikmah yang diperoleh pembaca lewat karya sastra selalu dalam pengertian
yang baik (2005: 322). Lebih lanjut, Waluyo menjelaskan bahwa
akna
nilai yang diacu dalam karya sastra adalah kebaikan yang ada dalam makna
karya sastra bagi kehidupan seseorang. Hal ini berarti bahwa dengan berbagai
wawasan yang terkandung dalam karya sastra, khususnya novel akan
mengandung bermacam-macam nilai kehidupan yang bermanfaat bagi
pembaca (2002: 27).
Nurgiyantoro menambahkan bahwa walaupun dalam karya sastra
ditampilkan sikap dan tingkah laku tokoh-tokoh yang kurang terpuji, baik
mereka berlaku sebagai tokoh protagonis maupun antagonis, tidaklah berarti
bahwa pengarang menyuruh pembaca untuk bersikap dan bertindak demikian.
Sikap dan tingkah laku tokoh tersebut hanyalah model yang kurang baik.
Pengarang justru menyarankan kepada pembaca agar tidak diikuti oleh
pembaca. Pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah sendiri dari cerita
tersebut. Eksistensi sesuatu yang baik, biasanya justru
akan lebih mencolok jika dikonfrontasikan dengan yang sebaliknya (2005).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
nilai pendidikan merupakan nilai-nilai yang bersifat edukatif yang ingin
pengarang sampaikan kepada pembaca dalam bentuk pola pikir, pandangan,
sikap, dan tingkah laku dari tokoh-tokoh fiksi. Pengarang bermaksud untuk
mengaliri dan mengasupi jiwa pembaca karya sastra untuk menyuguhkan
kedamaian, ketentraman, dan optimisme untuk menjalani hidup. Selain itu,
pengarang menampilkan sikap dan tingkah laku tokoh, baik bersifat positif
maupun negatif, tak lain hanya sebagai model. Pengarang menginginkan
pembaca untuk bisa membedakan antara model yang baik dan buruk,
sehingga pembaca dapat menerapkan hal tersebut dalam kehidupan seharihari.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
40
9.
Macam-macam Nilai Pendidikan
Novel merupakan salah satu bentuk karya sastra yang banyak
memberikan
penjelasan
secara
jelas
tentang
sistem
nilai.
Nilai
mengungkapkan perbuatan apa yang dipuji dan dicela, pandangan hidup
mana yang dianut dan dijauhi, dan hal apa saja yang dijunjung tinggi. Adapun
nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam novel, di antaranya:
a.
Nilai Religius
Religi merupakan suatu kesadaran yang menggejala secara
mendalam dalam lubuk hati manusia sebagai human nature. Religi tidak
hanya manyangkut segi kehidupan secara lahiriah, melainkan juga
menyangkut keseluruhan pribadi manusia secara total dalam integrasinya
hubungan ke dalam keesaan Tuhan. Nilai-nilai religius bertujuan untuk
mendidik agar manusia menjadi lebih baik menurut tuntunan agama dan
selalu ingat kepada Tuhan.
Nilai-nilai religius yang terkandung dalam karya sastra dimaksudkan
agar penikmat karya sastra tersebut mendapatkan renungan batin dalam
kehidupan yang bersumber dari nilai-nilai agama. Sehubungan dengan hal ini,
Semi (1993) menjelaskan bahwa:
Agama merupakan dorongan penciptaan karya sastra, sebagai
sumber ilham dan sekaligus sering membuat sastra atau karya sastra
bermuara pada agama. Nilai religius dapat menanamkan sikap pada
manusia untuk tunduk dan taat kepada Tuhan. Penanaman nilai
religius yang tinggi mampu menumbuhkan sikap sadar, tidak
sombong dan pasrah. (hlm. 22)
Lebih lanjut, Nurgiyantoro menjelaskan bahwa
ehadiran unsur
religius dalam karya sastra adalah suatu keberadaan sastra itu sendiri, bahkan
sastra tumbuh dari suatu yang bersifat religius. Agama lebih menunjukkan
pada kelembagaan kebaktian kepada Tuhan dengan hukum-hukum yang
resmi (2005: 326).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
nilai religius atau keagamaan adalah penghargaan yang diberikan kepada
manusia yang berhubungan dengan keyakinan dan kepercayaannya terhadap
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
41
adanya Tuhan yang menciptakan alam semesta dengan segala isinya yang
mengatur hubungan manusia dengan makhluk Tuhan lainnya untuk
membentuk manusia yang berkepribadian. Selain itu, nilai religius merupakan
nilai kerohanian tertinggi dan mutlak yang bersumber pada kepercayaan atau
keyakinan manusia kepada Tuhan yang Maha Esa.
b.
Nilai Moral (Etika)
Moral dapat diartikan sebagai norma dan konsep kehidupan yang
dijunjung tinggi oleh masyarakat. Menurut Widagdo
ilai-nilai pendidikan
moral tersebut dapat mengubah perbuatan, perilaku, dan sikap serta
kewajiban moral dalam masyarakat yang baik, seperti budi pekerti, akhlak,
dan etika
2001: 30). Jika dihubungkan dengan karya sastra, Kenny
mengutarakan bahwa
oral merupakan sesuatu yang ingin disampaikan
pengarang kepada pembaca, merupakan makna yang terkandung dalam karya
sastra, makna yang disaratkan dalam cerita. Moral dapat dipandang sebagai
tema dalam bentuk yang sederhana, tetapi tidak semua tema merupakan
moral (dalam Nurgiyantoro, 2005: 320).
Nilai moral yang terkandung dalam karya sastra bertujuan untuk
mendidik manusia agar mengenal nilai-nilai etika yang merupakan nilai baik
buruk suatu perbuatan, apa yang harus dihindari, dan apa yang harus
dikerjakan, sehingga tercipta suatu tatanan hubungan manusia dalam
masyarakat yang dianggap baik, serasi, dan bermanfaat bagi individu,
masyarakat, lingkungan, dan alam sekitar. Sehubungan dengan hal ini,
Nurgiyantoro mengungkapkan bahwa
nilai
moral
yang
berhubungan
arya sastra senantiasa menawarkan
dengan
sifat-sifat
luhur
manusia,
memperjuangkan hak dan martabat manusia. Sifat-sifat luhur manusia
tersebut pada hakikatnya bersifat universal, artinya sifat-sifat itu dimiliki dan
diyakini oleh setiap manusia yang hidup bermasyarakat dan telah
meyakininya (2005: 232).
Berdasarkan
pengertian tentang nilai moral
di atas, dapat
disimpulkan bahwa nilai moral adalah tingkah laku atau perbuatan manusia
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
42
yang dipandang dari nilai baik dan buruk, benar dan salah, serta berdasarkan
atas adat kebiasaan dalam masyarakat di mana seseorang berada.
c.
Nilai Sosial
sosio yang berarti
menjadikan teman. Kata sosio juga berarti suatu petunjuk umum ke arah
kehidupan bersama manusia dalam masyarakat. Jadi, arti kata sosial adalah
usaha manusia untuk menjalin hubungan dengan masyarakatnya.
Berkaitan dengan hal tersebut, penciptaan suatu karya sastra berawal
dari adanya latar sosial yang menjadi dasar pengembangan cerita. Karya
sastra khususnya novel, merupakan hasil dari cipta, rasa, dan karsa manusia
yang hidup di tengah-tengan masyarakat. Sehubungan dengan hal ini, Semi
(1993) mengungkapkan bahwa:
Dorongan sosial berkenaan dengan pembukaan dan pemeliharaan
jenis-jenis tingkah laku dan hubungan antarindividu dan masyarakat
yang sema dengan bersama-sama memperjuangkan kesejahteraan
yang berkepentingan. Selain itu, nilai sosial yang terdapat dalam
novel diambil dari cerita yang terjadi dalam kehidupan nyata (hlm.
122)
Novel memiliki nilai-nilai sosial yang bersifat tersirat yang hendak
disampaikan oleh pengarang kepada pembaca. Menurut Nurgiyantoro bahwa
ampir semua novel sejak awal pertumbuhannya sampai sekarang memiliki
unsur nilai sosial (2005: 330).
Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai sosial
merupakan sikap-sikap dan perasaan yang diterima secara luas oleh
masyarakat dan merupakan dasar untuk merumuskan apa yang benar dan apa
yang penting.
d. Nilai Budaya
Karya sastra hadir berdasarkan kondisi sosial dan budaya
masyarakat. Sastra tidak dapat dijauhkan dari masyarakat karena sastra akan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
43
mengungkap
nilai-nilai
kemanusiaan
dalam
kehidupan
masyarakat.
Sehubungan dengan hal ini, Koentjaraningrat (1985) menjelaskan bahwa:
Sistem nilai budaya terdiri atas konsep-konsep yang hidup dalam
alam pikiran sebagian besar masyarakat, mengenai hal-hal yang
harus mereka anggap paling bernilai dalam hidup. Masyarakat
menilai bahwa suatu kebudayaan adalah suatu yang perlu dipercaya
dan diyakini setiap individu sesuai dengan adat masyarakat setempat
(hlm. 18)
Sistem nilai budaya merupakan inti kebudayaan. Sebagai intinya
nilai budaya akan memengaruhi dan menata elemen-elemen yang berada pada
struktur permukaan dari kehidupan manusia yang meliputi perilaku sebagai
kesatuan gejala dan benda-benda sebagai kesatuan material. Sistem nilai
budaya terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran
sebagian besar warga masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka
anggap sangat bernilai dalam hidup. Karena itu, suatu sisitem nilai budaya
biasanya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai
budaya merupakan suatu aturan yang dapat menempatkan pada posisi sentral
dan penting dalam kerangka suatu kebudayaan yang sifatnya abstrak. Selain
itu, nilai budaya hanya dapat diungkapkan atau dinyatakan melalui
pengamatan pada gejala-gejala yang lebih nyata seperti tingkah laku dan
benda-benda material sebagai hasil dari penuangan konsep-konsep nilai
melalui tindakan berpola.
10. Hasil Penelitian yang Relevan
Terdapat beberapa penelitian lain yang mempunyai kemiripan dan
dapat dijadikan acuan dengan penelitian ini, di antaranya:
a. Penelitian yang dilakukan oleh Sutrimah (2013) dengan Tesis yang
Zahrana Karya Habiburrahman El Shirazy , menurut hasil penelitiannya
menyimpulkan bahwa penokohan digambarkan secara jelas melalui cerita
atau dialog yang dilakukan antar tokoh. Kejiwaan tokoh yang ada dalam
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
44
tokoh adalah kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan
disayangi dan dicintai, kebutuhan harga diri, dan kebutuhan aktualisasi
diri. Konflik yang dialami tokoh adalah konflik antara tokoh dengan
batinnya. Novel Cinta Suci Zahrana sarat akan nilai pendidikan yang
terdiri dari nilai pendidikan agama yang menjelaskan hubungan manusia
dengan Tuhannya, nilai moral yang mengatur baik buruknya perilaku
manusia dalam hubungannya dengan sesama, nilai pendidikan sosial
yang menunjukkan rasa peduli antarmanusia satu dengan yang lain; nilai
estetis menunjukkan nilai-nilai yang menjadi penghargaan kaitannya
dengan nilai agama, nilai soaial, dan nilai budaya, dan nilai pendidikan
budaya yang menunjukkan kebiasaan dan cara pandang masyarakat.
Penelitian yang dilakukan oleh Sutrimah ini sangat relevan dengan
penelitian yang dilakukan oleh peneliti, sehingga menjadi acuan dalam
penelitian.
b. Penelitian yang dilakukan oleh Ena Putri Marsanti (2012) dengan skripsi
yang ber
Sebelas Patriot
, menurut hasil
penelitiannya, menyimpulkan bahwa melalui analisis penokohan dengan
menggunakan pendekatan psikologi sastra, proses kejiwaan tokoh dari
masing-masing tokoh dapat dipahami dan dapat memberikan efek realistis
dalam karya ini. Psikologi sastra novel Sebelas Patriot karya Andrea Hirata
mampu memberikan gambaran perwatakan pada masing-masing tokohnya.
Proses kejiwaan tokoh-tokohnya dapat dipahami melalui pendalaman teori
Sigmund Freud (id, ego,dan super ego) yang dapat menggambarkan suasana
dan perasaan hati para tokoh. Penelitian ini relevan dengan penelitian yang
dilakukan peneliti. Ena juga membahas tentang aspek kejiwaan tokoh
dalam novel. Hanya saja, penelitian yang dilakukan oleh Ena
menggunakan psikoanalisis dari Freud untuk untuk mengupas aspek
kejiwaan tokoh, sedangkan penelitian ini menggunakan teori humanistik
dari Maslow.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
45
c. Penelitian yang dilakukan oleh Wahyu Tri Prabowo (2010) dengan
ita
Bersambung Endahe Tresna Njareme Rasa Karya Mbah Brintik (Suatu
Tinjauan Psikologi Sastra), menurut hasil penelitiannya, menyimpulkan
bahwa cerbung Endahe Tresna Njareme Rasa karya Mbah Brintik ini,
mengungkapkan tentang proses kejiwaan tokoh dan perjalanan kehidupan
seseorang yang memiliki masalah percintaan. Cerbung ini menyiratkan
sebuah makna dan nilai secara keseluruhan yaitu pentingnya menjaga
keseimbangan hidup dan keselarasan jiwa agar nyaman dalam menjalani
hidup. Penelitian ini relevan dengan penelitian yang dilakukan peneliti.
Wahyu juga membahas tentang aspek kejiwaan tokoh dalam novel.
Hanya saja, penelitian yang dilakukan oleh Wahyu menggunakan
psikoanalisis dari Freud untuk untuk mengupas aspek kejiwaan tokoh,
sedangkan penelitian ini menggunakan teori humanistik dari Maslow.
Penelitian ini juga meneliti tentang nilai pendidikan, sedangkan
penelitian yang dilakukan oleh Wahyu tidak meneliti nilai pendidikan.
B. Kerangka Berpikir
Penelitian ini diorientasikan pada aspek kepribadian tokoh utama dan
nilai pendidikan yang terkandung dalam novel Ahmad Fuadi yang berjudul
Rantau 1 Muara. Novel tersebut dianalisis dengan menggunakan pendekatan
psikologi sastra yang bertujuan untuk mengetahui kepribadian yang objeknya
adalah tokoh utama dalam novel Rantau 1 Muara.
Sebelum memulai untuk mengkaji novel Rantau 1 Muara dengan
pendekatan psikologi sastra, terlebih dahulu penelitian akan dimulai dengan
menganalisis salah satu unsur intrinsik novel, yakni penokohan. Penelitian ini
hanya memfokuskan pada salah satu unsur intrinsik, yakni penokohan. Unsur
penokohan tersebut, dapat mendukung dalam menganalisis aspek kepribadian
tokoh utama dalam novel Rantau 1 Muara. Setelah itu, penelitian ini menganalisis
aspek kepribadian tokoh utama novel Rantau 1 Muara dengan menggunakan teori
psikologi humanistik Abraham Maslow.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
46
Karya sastra, khususnya novel merupakan sarana atau media yang paling
baik dan menarik untuk menyampaikan pesan-pesan moral yang ingin
disampaikan pengarang kepada pembacanya. Berdasarkan hal tersebut, peneliti
mengungkap nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam novel Rantau 1 Muara
karya Ahmad Fuadi.
Agar lebih jelas, berikut merupakan gambaran kerangka berpikir dalam
penelitian ini.
Novel Rantau 1 Muara
Karya Ahmad Fuadi
Analisis Kepribadian
Tokoh Utama
Menggunakan Teori
Abraham Maslow
Penokohan
1. Tokoh Utama dan
Tokoh Sampingan
2. Tokoh Protagonis
dan Antagonis
3. Tokoh Sederhana
dan Bulat
4. Tokoh Statis dan
Tokoh Berkembang
Konflik Batin
Tokoh Utama
1. Kebutuhan Fisiologis
2. Kebutuhan Rasa
Aman
3. Kebutuhan Rasa
Cinta dan Memiliki
4. Kebutuhan Rasa
Harga Diri
5. Kebutuhan
Aktualisasi Diri
Simpulan
Gambar 2. 3. Skema Kerangka Berpikir
Nilai-nilai
Pendidikan
1. Nilai Religius
2. Nilai Moral
(Etika)
3. Nilai Sosial
4. Nilai Budaya
Download