ISSN: 2805-2754 GAMBARAN PELAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA Rejo*) *) Dosen Tetap Akademi Keperawatan Mamba’ul ‘Ulum Surakarta Intisari Hiperplasia prostat (BPH) atau Benigna Prostate Hiperplasia adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat, bersifat jinak disebabkan oleh hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat yang mengakibatkan penyumbatan uretra pars prostatika. Masalah keperawatan yaitu : nyeri berhubungan dengan luka pasca bedah, gangguan integritas kulit berhubungan dengan efek sekunder prosedur invasif pembedahan, gangguan pola eliminasi urine berhubungan dengan trauma post operasi, intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik. Kata kunci : Nyeri, gangguan pola eliminasi urine, integritas kulit, prostatectomy A. Pengertian Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat yang dapat menyebabkan obstruksi dan ristriksi pada jalan urine (urethra) (Rendy & Margareth, 2012 : 116). Hiperplasia prostat atau Benigna Prostate Hiperplasia(BPH) adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat, bersifat jinak disebabkan oleh hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat yang mengakibatkan penyumbatan uretra pars prostatika (Muttaqin & Kumalasari, 2012 : 257). Hiperplasia prostatis benigna (benign prostatic hyperplasia-BPH) adalah pembesaran prostat yang mengenai uretra menyebabkan gejala urinaria (Nursalam, 2008 : 135). Kesimpulan Benigna Prostate Hyperplasia (BPH) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh faktor penuaan, dimana prostat mengalami pembesaran memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat saluran urine dengan cara menutupi orifisium uretra. B. Etiologi Gambaran Pelaksanaan ................................................. Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui secara pasti, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrostestosteron (DHT) dan proses penuaan (Purnomo, 2005 : 114). Selain faktor tersebut menurut Muttaqin (2012 : 257) ada beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostatyaitu sebagai berikut: a. Dihydrostestosteron, peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi. b. Ketidakseimbangan hormon estrogen–testosteron pada proses penuaan pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma. c. Interaksi stroma-epitel peningkatan epidermal growt factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel. d. Berkurangnya sel yang mati. Estrogen yang meningkat 29 menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat. e. Teori sel stem. Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit. C. Tanda dan Gejala Tanda dan gejala klinik menurut Rendy & Margareth (2012 : 117) dapat berupa : a. Frekuensi berkemih bertambah. b. Berkemih pada malam hari. c. Kesulitan dalam hal memulai dan menghentikan berkemih. d. Air kemih masih tetap menetes setelah berkemih. e. Rasa nyeri pada waktu berkemih. f. Kadang-kadang tanpa sebab yang diketahui penderita sama sekali tidak dapat berkemih sehingga harus dikeluarkan dengan kateter. g. Selain gejala diatas oleh karena air kemih selalu terasa dalam kandung kemih, maka mudah sekali terjadi cystisis dan selanjutnya kerusakan ginjal yaitu hydroneprosis, pyelonefritis. D. Anatomi Fisiologi Kelenjar prostat terletak dibawah kandung kemih dan mengelilingi atau mengitari uretra posterior dan disebelah proximalnya berhubungan dengan buli-buli, sedangkan bagian distalnya kelenjar prostat ini menempel pada diafragma urogenital yang sering disebut sebagai otot dasar panggul. Kelenjar ini pada laki-laki dewasa kurang lebih sebesar buah kemiri atau jeruk nipis. Ukuran panjangnya sekitar 4 samapai 30 6 cm, lebar 3 sampai 4 cm, dan tebalnya kurang lebih 2 sampai 3 cm. Beratnya sekitar 20 gram. Prostat terdiri dari : a. Jaringan kelenjar 50 sampai 70 %, jaringan stroma dan kapsul atau musculer 30 sampai 50 %. b. Kelenjar prostat menghasilkan cairan yang banyak mengandung enzim yang berfungsi untuk pengenceran sperma setelah mengalami koagulasi (penggumpalan) didalam testis yang membawa sel-sel sperma. Pada waktu orgasme otot-otot disekitar prostat akan bekerja memeras cairan prostat keluar melalui uretra. Sel-sel sperma yang dibuat didalam testis akan ikut keluar melalui uretra. Jumlah cairan yang dihasilkan meliputi 10 sampai 30 % dari ejakulasi. Kelainan pada prostat yang dapat mengganggu proses reproduksi adalah keradangan (prostatitis). Kelainan yang lain seperti pertumbuhan yang abnormal (tumor) baik jinak maupun ganas, tidak memegang peranan penting pada proses reproduksi tetapi lebih berperanan pada terjadinya gangguan aliran kencing. Kelainan yang disebut belakangan ini manifestasinya biasanya pada laki-laki usia lanjut Jitowiyono & Kristiyanasari (2010 : 114-115). JKèm-U, Vol. IV, No. 10, 2012:29-34 Gambar 1. Anatomi prostat E. Patofisiologi Sejalan dengan pertambahan umur, kelenjar prostat akan mengalami hiperplasia jika prostat membesar, maka akan meluas keatas (kandung kemih) sehingga pada bagian dalam akan mempersempit saluran uretra prostatica dan menyumbat saluran urine. Pembesaran prostat yang mempersempit lumen uretra dan bisa menyebabkan obstruksi urine. Keadaan ini dapat meningkatkan tekanan intravesikal. Sebagai kompensasi terhadap tahanan uretra prostatica, maka otot destrusor dan kandung kemih berkontraksi lebih kuat agar dapat memompa urine keluar. Kontraksi yang terus menerus menyebabkan perubahan anatomi dari kandung kemih berupa : hipertrofi otot destrusor trabekulasi, terbentuknya selula, sekula dan divertikel kandung kemih. Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan keseluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko ureter. Keadaan ini jika berlangsung Gambaran Pelaksanaan ................................................. terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis bahkan akhirnya dapat jatuh kedalam gagal ginjal (Muttaqin, 2012 : 258) 7. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang menurut Muttaqin (2012 : 261)adalah : a. Urinalisis untuk melihat adanya tanda infeksi pada saluran kemih. b. Fungsi ginjal,untuk menilai adanya gangguan fungsi ginjal. c. Pemeriksaan uroflometri. d. Foto polos abdomen, untuk menilai adanya batu saluran kemih. e. PIV, untuk melihat adanya komplikasi pada ureter dan ginjal, seperti hidroureter , hidronefrosis . 8. Penatalaksanaan Penatalaksanaan menurut Rendy &Margareth (2012 : 120) : a. Konservatif. b. Obat-obatan : antibiotika jika perlu. c. Self care : 1) Kencing dan minum teratur. 2) Rendam hangat, seksual inter course. 3) Pembedahan : retropubic prostattectomy, perineal 31 prostatectomy, suprapubic/open prostatectomy, trans Uretral Resection (TUR), yaitu suatu tindakan untuk menghilangkan obstruksi prostat dengan menggunakan cystoscope melalui uretra, tindakan ini dilakukan pada BPH grade I. 9. Komplikasi Komplikasi menurut Rendy & Margareth (2012 : 120), adalah : a. Urinary traktus infection. b. Retensi urine akut. c. Obstruksi dengan dilatasi uretra, hydronefrosis, dan gangguan fungsi ginjal. g. Penyuluhan/pembelajaran, gejala : riwayat keluarga kanker, hipertensi, penyakit ginjal, penggunaan antipertensif/anti depresan, antibiotik, urinaria atau agen antibiotik, obat yang dijual bebas untuk flu/alergi obat mengandung simfatomimetik. h. Pertimbangan : rencana pemulanagan memerlukan bantuan dengan managemen terapi, contoh : kateter. 11. Fokus Intervensi a. Gangguan pemenuhan eliminasi urine berhubungan dengan retensi urine, obstruksi uretra sekunder dari pembesaran prostat. 10. Fokus Pengkajian Tujuan : pola eliminasi Fokus pengkajian menurut optimal sesuai Doengoes (2008 : 129) yaitu : kondisi klien. a. Sirkulasi, tanda: peninggian Kriteria hasil : frekuensi miksi tekanan darah. dalam batas 5-8 b. Eliminasi, gejala : penurunan x/24jam.Persiap kekuatan atau dorongan aliran an pembedahan urine, tetesan, keragu-raguan saat berjalan lancar. berkemih. Respons pasca c. Makanan/cairan, gejala: bedah meliputi : anoreksia, mual, muntah, kateter tetap penurunan berat badan. kondisi baik, d. Nyeri/kenyamanan : nyeri panggul tidak ada atau punggung. sumbatan aliran e. Keamanan, gejala : demam. darah melalui f. Seksualitas, gejala : masalah kateter dan tidak tentang efek kondisi/terapi pada terjadi retensi kemampuan seksual.Tanda : pada saat pembesaran , nyeri tekan prostat. irigasi. Tabel 1. Intervensi gangguan pemenuhan eliminasi urine Intervensi 1. Kaji pola berkemih dan catat produksi urine tiap 6jam. 2. Perhatikan waktu, jumlah berkemih dan ukuran aliran setelah kateter dilepas. 3. Dorong pemasukan cairan 3000 ml sesuai toleransi. 4. Kolaborasi pemberian obat penghambat adrenergika. 32 Rasional 1. Mengetahui pengaruh iritasi kandung kemih dengan frekuensi miksi. 2. kateter biasanya dilepas 2-3 hari setelah bedah. 3. mempertahankan hidrasi adekuat dan perfusi ginjal untuk aliran urine. 4. Untuk mengurangi resistensi otot polos prostat. JKèm-U, Vol. IV, No. 10, 2012:29-34 b. Nyeri berhubungan dengan peregangan dari terminal syaraf, disuria, resistensi otot prostat, efek mengejan saat miksi, efek sekunder dari obstruksi uretra. Tujuan : Nyeri berkurang, pasien tidak gelisah. Kriteria hasil : nyeri dapat teratasi/berkurang.Wajah tampak rileks. Tabel 2. Intervensi nyeri Intervensi 1. Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non invasif. 2. Ajarkan teknik relaksasi. Rasional 1. Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi. 2. akan melancarkan peredaran darah sehingga kebutuhan oksigen oleh jaringan akan terpenuhi. 3. istirahat akan merileksasikan semua jaringan tubuh. 4. analgetik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri berkurang. 5. pengkajian yang optimal akan memberikan data yang obyektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi. 3. Berikan istirahat dengan posisi yang nyaman. 4. Kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik. 5. Observasi tingkat nyeri dan respon motorik klien. c. Gangguan pola eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi mekanis (bekuan darah, trauma post operasi). Tujuan : eliminasi dapat lancar/tidak terganggu. Tabel 3. Gangguan pola eliminasi urine Intervensi 1. Kaji pengeluaran urine. 2. Perhatikan waktu, jumlah berkemih dan ukuran aliran setelah kateter dilepas. 3. Anjurkan pasien BAK bila ada rasa ingin berkemih . 4. Anjurkan minum kurang lebih 2000cc/hari. 5. Kolaborasi pemberian obat adrenergik. DAFTAR PUSTAKA Kriteria hasil : jumlah urine normal0,5 cc sampai 1cc kg/BB/jam tanpa retensi.Pasien mampu menahan BAK sesuai keinginan. 1. 2. 3. 4. 5. Rasional pengkajian yang optimal akan memberikan data yang obyektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi. Berkemih dapat berlanjut menjadi masalah untuk beberapa waktu karena edema uretra dan kehilangan tonus. Kandung kemih yang kosong membuat otot rileks Minum yang cukup dapat mengurangi dehidrasi Untuk mengurangi resistensi otot polos. Debora Oda. 2011. Proses Keperawatan Dan Pemeriksaan fisik. Jakarta : Salemba Medika. Haryanto. 2007. Konsep Dasar Keperawatan Dengan pemetaan Konsep (Concep Gambaran Pelaksanaan ................................................. 33 Mapping). Medika. Jakarta : Salemba Tanggerang Selatan : Bimarupa Aksara. Muttaqim,Arif dan Kumala Sari. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika. Suharyanto,Toto dan Abdul Madjid.2009.Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta : CV Trans Info Media. Nursalam. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika. Purnomo. 2005. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika. Rendy M Clevo dan Margareth TH. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Penyakit. Jogyakarta : Dalam.Nuha Medika. Saputra Lyndon. 2013. Catatan Ringkas Kebutuhan Dasar Manusia. 34 Suparmi Lucilla. 2012. Konsep Dasar Pemeriksaan Fisik Keperawatan. Bogor : Ghalia Indonesia. Tarwoto Dan Wartonah. 2011. Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Taylor Cyntha M dan Sheila Sparts Ralph. 2010. Diagnosis Keperawatan Dengan Rencana Asuhan. Jakarta : EGC. JKèm-U, Vol. IV, No. 10, 2012:29-34