BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2007:588), konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memenuhi hal-hal lain. Selain itu Malo (1985:47) Konsep-konsep yang dipakai dalam ilmu sosial walaupun kadang-kadang istilahnya sama dengan yang digunakan sehari-hari, namun makna dan pengertiannya dapat berubah. Sehubungan dengan hal itu, maka peneliti akan menjabarkan atau mendefenisikan istilah yang dianggap berbeda maknanya di luar penelitian itu. Istilahistilah tersebut merupakan konsep yang berfungsi sebagai pedoman atau pendukung bagi peneliti. Konsep-konsep itu adalah sebagai berikut. Struktur adalah susunan yang memperlihatkan tata hubungan antara unsur pembantuk karya sastra; rangkaian unsur tersusun secara padu (Kamus Istilah Sastra, 2007:193). Istilah simbol, simbol adalah tanda yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang alamiah antara penanda dan petandanya. Hubungan itu bersifat arbitrer (manasuka). Arti tanda itu ditentukan oleh konvensi. “Ibu” adalah simbol artinya ditentukan oleh konvensi masyarakat bahasa (Indonesia) (Pradopo, 1995: 120). Istilah religiusitas berasal dari bahasa Latin yaitu religare yang berarti mengikat, religio berarti ikatan dan pengikatan diri kepada Tuhan atau lebih tepat 15 Universitas Sumatera Utara manusia menerima ikatan Tuhan sebagai sumber ketentraman dan kebahagiaan (Djojosantoso, 1991:3). Mangunwijaya (1995:54-55) mengaku bahwa religiositas adalah konsep keagamaan yang menyebabkan manusia bersikap religius. Religius merupakan bagian dari kebudayaan dan sistem dari suatu agama yang satu dengan agama yang lain memiliki sistem religi yang berbeda. Religius merupakan wujud seseorang berdoa untuk yakin dan percaya kepada Tuhan sehingga keadaan emosi mengalami ketenangan dan kedamaian. Keterkaitan manusia terhadap tuhan sebagai sumber ketentraman dan kebahagiaan dengan melakukan tindakan sesuai dengan ajaranajaran agama. Kaitan agama dengan masyarakat banyak dibuktikan oleh pengetahuan agama dalam argumentasi rasional tentang arti dan hakikat kehidupan, tentang kebesaran Tuhan dalam arti mutlak, kebesaran manusia dalam arti relatif selaku makhluk ciptaannya. Pokok-pokok ajaran Islam terdiri atas dua bagian yaitu, pertama akidah/iman yang terdiri atas enam rukun iman. Kedua syariah, mengatur dua aspek hidup manusia yang pokok, yaitu mengatur hidup manusia dengan Allah yang disebut ibadah dan mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia di dalam kehidupan masyarakat, disebut muamalah. Akidah Islamiah itu merupakan pokok dasar Islam dan pemersatu seluruh umat Islam di dunia ini. Seseorang yang berlawanan dengan akidah Islamiah yang berupa enam rukun iman tersebut adalah bukan merupakan orang Islam. Akidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikitpun bagi orang yang menyakininya. Transendental yaitu menonjolkan sifat-sifat yang bersifat kerohanian, sukar dipahami, gaib, dan abstrak (KBBI, 2007:909). 16 Universitas Sumatera Utara 2.2 Landasan Teori 2.2.1 Teori Struktural Analisis sastra adalah ikhtiar untuk menangkap atau mengungkapkan makna yang terkandung dalam teks sastra. Pemahaman terhadap teks sastra harus memperhatikan unsur-unsur struktur yang membentuk dan menentukan sistem makna (Culler dalam Pradopo, 1995:41). Analisis struktural dalam analisis teks sastra menjadi perantaraan dalam membongkar sistem makna yang terkandung di dalamnya. Teeuw (1991:61) menilai bahwa pendekatan struktural sebagai prioritas awal untuk mengetahui kebulatan makna teks sastra yang harus memperhatikan pemahaman peran dan fungsi unsur-unsur yang membangun teks sastra. Berdasarkan penilaian tersebut, Teeuw (1991:135) mengungkapkan bahwa analisis struktural terhadap teks sastra memiliki tujuan untuk membongkar atau mengungkapkan keterkaitan unsur-unsur dalam teks sastra secara totalitas dalam menghasilkan makna. Dengan demikian, kompleksitas dan koherensi unsur-unsur dalam teks sastra menjadi perhatian besar analisis struktural dalam ikhtiar mengungkapkan sistem makna. Mukarovsky dan Vodica (dalam Teeuw, 1991:190) menjelaskan pendekatan strukturalisme dinamik berdasarkan konsepsi semiotik. Pendekatan karya sastra dapat ditempatkan dalam dinamika perkembangan sistem sastra dengan pergeseran normanorma literernya yang terus menerus di satu pihak dan di pihak lain dinamika interaksinya dengan kehidupan sosial. Goldman (dalam Ratna, 2004:122) menekankan bahwa dalam rangka memberi keseimbangan antara karya sastra dengan aspek-aspek yang berada di luarnya, yaitu antara hakikat otonomi dengan hakikat ketergantungan sosialnya, tidak secara langsung menghubungkan karya dengan 17 Universitas Sumatera Utara struktur sosial yang menghasilkannya, melainkan mengaitkannya terlebih dahulu dengan kelas sosial dominan. Hal ini sesuai dengan pendapat Teeuw (dalam Pradopo, 1995:46). ”Analisis struktural merupakan hal yang harus dilakukan untuk memahami prosa (baik cerpen, novel, dan roman) yaitu dengan memahami struktur fisik dan struktur batin yang terdapat di dalamnya”. Sebelum melakukan analisis karya sastra dengan menggunakan pendekatan apapun haruslah menggunakan pendekatan strukturalisme. Selanjutnya Teeuw, (1991:16) menyatakan bahwa analisis struktural merupakan prioritas utama sebelum diterapkannya analisis yang lain. Tanpa analisis struktural tersebut, kebulatan makna yang dapat digali dari karya sastra tersebut tidak dapat ditangkap, dipahami sepenuhnya atas dasar pemahaman tempat dan fungsi unsur itu di dalam keseluruhan karya sastra. Pengkajian karya sastra berdasarkan strukturalisme dinamik merupakan pengkajian strukturalisme dalam rangka semiotik, yang memperhatikan karya sastra sebagai sistem tanda (Pradopo, 1995:125). Sebagai suatu tanda, karya sastra mempunyai dua fungsi. Yang pertama adalah otonom, yaitu tidak merujuk pada dirinya. Yang kedua, bersifat informasional, yaitu menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Kedua sifat itu saling berkaitan. Dengan demikian, sebagai sebuah struktur, karya sastra selalu dinamis. Dinamika itu pertama-tama diakibatkan oleh pembacaan kreatif dari pembaca yang dibekali oleh konvensi yang selalu berubah, dan pembaca sebagai homosignificans, makhluk yang membaca dan mencipta tanda (Culler dalam Jabrohim, 2003:65). Berdasarkan teori-teori strukturalisme tersebut dapat dinyatakan bahwa teori strukturalisme memberikan perhatian terhadap analisis unsur-unsur karya. Setiap 18 Universitas Sumatera Utara karya sastra, baik dengan jenis yang sama maupun berbeda, memiliki unsur-unsur yang berbeda. Karya sastra dikatakan memiliki kekhasan, otonom, tidak bisa digeneralisasikan. Setiap penilaian akan menghasilkan hasil yang berbeda. Sehubungan dengan itu, perlu dikemukakan unsur-unsur pokok yang terkadung dalam prosa (novel). Mukarovsky dan Vodica (dalam Ratna, 2004:93) menyebutkan unsur-unsur prosa, di antaranya tema, peristiwa atau kejadian, latar atau setting, penokohan atau perwatakan, alur atau plot, sudut pandang, dan gaya bahasa. Berdasarkan pandangan tersebut dapat disimpulkan bahwa analisis strukturalisme dinamik berusaha memaparkan dan menunjukan unsur-unsur yang membangun karya sastra serta menjelaskan bahwa antara unsur-unsur tersebut kurang berfungsi tanpa adanya interaksi. Untuk dapat memecahkan masalah, maka digunakan analisis simbol religius dalam novel DSA dengan tinjauan strukturalisme semiotik. 2.2.2 Teori Semiotik Penelitian ini menggunakan teori semiotika tanda yang dikemukakan Charles Sanders Peirce dan didukung oleh teori Riffaterre dan Preminger. Menurut Peirce (Ratna, 2004:97), ”Kehidupan manusia dipenuhi dengan tanda, dengan perantaraan tanda-tanda, proses kehidupan menjadi lebih efisien, dengan perantaraan tanda-tanda pula manusia dapat berkomunikasi dengan sesamanya sekaligus mengadakan pemahaman yang lebih baik terhadap dunia. Dengan demikian manusia adalah homo semioticus”. Studi sastra yang bersifat semiotik adalah usaha untuk menganalisis sastra sebagai suatu sistem tanda-tanda dan menemukan konvensi-konvensi apa yang memungkinkan karya sastra mempunyai arti (Pradopo, 1995:142). Penelitian sastra 19 Universitas Sumatera Utara dengan pendekatan semiotik ini sesungguhnya merupakan kelanjutan dari pendekatan strukturalisme. Peirce (Santoso, 1993:15) menjelaskan tentang hubungan antara tanda dengan yang ditandakan, yaitu: 1. Ikon, yaitu suatu tanda yang secara inheren memiliki kesamaan dengan arti yang ditunjuk. Misalnya : foto. 2. Indeks, yaitu hubungan tanda dengan objek dikarenakan sebab akibat, seperti : asap menandakan adanya api. 3. Simbol, yaitu hubungan tanda dengan objek karena kesepakatan, seperti : bendera merah sebagai simbol kematian. Tanda menurut Peirce terdiri dari simbol (tanda yang muncul dari kesepakatan), ikon (tanda yang muncul dari perwakilan fisik) dan indeks (tanda yang muncul dari hubungan sebab-akibat). Sedangkan acuan tanda ini disebut objek Ikon dapat pula dikatakan sebgai tanda yang menyerupai benda yang diwakilinya, atau suatu benda yang menggunakan kesamaan atau ciri-ciri yang sama dengan apa yang dimaksudkannya. Misalnya, foto Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai kepala negara adalah ikon dari Republik Indonesia. Peta Jakarta adalah ikon dari wilayah ibu kota Indonesia. Cap jempol SBY adalah ikon dari pak SBY. Benda-benda tersebut mendapatkan sifat tanda dengan adanya relasi persamaan di antara tanda dan denotasinya. Indeks adalah tanda yang sifat tandanya tergantung dari keberadaan suatu denotasi, sehingga dalam terminologi Pierce merupakan suatu secondness. Indeks dengan demikian adalah suatu tanda yang mempunyai kaitan atau kedekatan dengan apa yang diwakilinya. Indeks dapat juga merupakan tanda yang memiliki hubungan 20 Universitas Sumatera Utara sebab akibat dengan apa yang diwakilinya. Atau disebut juga tanda sebagai bukti. Contohnya asap dari api, asap menunjukkan adanya api. Tanda tangan (signature) adalah indeks dari keberadaan seseorang yang menorehkan tanda tangan itu. Simbol merupakan tanda berdasarkan konvensi, peraturan, atau perjanjian yang disepakati bersama. Simbol baru dapat dipahami jika seseorang sudah mengerti yang telah disepakati sebelumnya. simbol adalah sebuah tanda yang hubungan dengan acuannya terbentuk secara konvensional. Jadi sudah ada persetujuan antara pemakai tanda tentang hubungan tanda dengan acuannya. Misalnya, bunga melati bagi bangsa Indonesia merupakan lambang kesucian tetapi bagi sebagian orang yang berbeda latar belakang dengan bangsa Indonesia bunga melati merupakan bunga yang biasa saja. Peristiwa jabat tangan, rambu lalu lintas, dan lain sebagainya. Simbol disebut juga lambang, lambang adalah sesuatu seperti tanda (lukisan,lencana,dsb) yang menyatakan sesuatu hal atau atau mengandung maksud tertentu (KBBI, 2007:526). Dengan simbol kita lebih mudah untuk memehami sesuatu maksud atau tujuan yang diutarakan melalui tanda baik yang kongkret maupun yang bersifat abstrak. Penelitian sastra dengan pendekatan semiotik ini sesungguhnya merupakan lanjutan dari pendekatan strukturalisme. Dikemukakan Junus (dalam Jabrohim, 2003: 67) bahwa semiotik itu merupakan lanjutan atau perkembangan strukturalisme. Strukturalisme itu tidak dapat dipisahkan dari semiotik. Alasannya adalah bahwa karya sastra itu merupakan struktur tanda-tanda yang bermakna. Tanpa memperhatikan tanda, tanda dan maknanya, dan konvensi tanda, karya sastra tidak dapat dimengerti maknanya secara optimal. 21 Universitas Sumatera Utara Semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda, semiotik itu memelajari sistemsistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti. Tanda mempunyai dua aspek yaitu penanda (signifier) dan petanda (signifi). Penanda adalah bentuk formal yang menandai sesuatu yang ditandai oleh petanda itu yaitu artinya (Preminger dalam Jabrohim, 2003: 68). Berdasarkan teori semiotika yang telah dipaparkan di atas, penelitian ini menggunakan satu jenis tanda berdasarkan hubungan antara tanda dengan yang ditandakan, yaitu simbol. Analisis Simbol religius dalam novel DSA karya Ari Nur Utami dengan tinjauan semiotik dilakukan. Analisis ini ingin mengetahui makna simbol religius dalam novel DSA dengan teori yang dikemukakan oleh Charles Sanders Peirce dan didukung teori Riffaterre dan Preminger. Riffaterre yaitu dengan membaca secara heuristik dan hermeuneutik. Preminger yang menyatakan semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda, semiotik itu mempelajari sistem-sistem, aturanaturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti. 2.3 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka bertujuan untuk mengetahui keaslian suatu penelitian. Penelitian tentang aspek religius dengan menggunakan tinjauan semiotik pernah dilakukan oleh Aji Wicaksono (2007) berjudul “Aspek Religius Puisi dalam Mantra Orang Jawa Karya Sapardi Djoko Damono: Tinjauan Semiotik” yang menitikberatkan pada analisis struktur dalam puisi yaitu metode puisi (diksi, pengimajian, kata konkret, bahasa figuratif, rima, ritma) dan hakikat puisi (tema, nada, perasaan, dan amanat). Dalam analisis aspek religius puisi tersebut, peneliti menggunakan teori yang dikemukakan oleh Riffatere (pembacaan heuristik dan hermeneutik), semiotika 22 Universitas Sumatera Utara Barthes dalam mitos yang telah dijelaskan melalui diagram, dan semiotika Pierce (dengan ikon, indeks, dan simbol). Namun yang membedakan dengan penelitian ini yaitu acuannya. Aji menggunakan puisi sebagai acuannya sedangkan penelitian ini menggunakan novel sebagai acuannya. Penelitian ini hampir sama dengan penelitian Sekar Nugraheni (UMS, 2007) yang berjudul “Aspek Sufistik dalam Kumpulan Cerpen Setangkai Melati di Sayap Jibril Karya Danarto: Tinjauan Semiotik”. Penelitian tersebut membahas aspek sufistik dalam karya sastra dengan tinjauan semiotik. Dalam analisisnya, untuk sampai pada pemaknaan kumpulan cerpen, maka peneliti menggunakan teori Preminger yang menyatakan semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda, semiotik yang mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda tersebut mempunyai arti. Namun yang membedakan dengan penelitian ini adalah jenis kajian dan acuannya. Sekar menggunakan kajian aspek sufistik dan menjadikan cerpen sebagai acuannya. Sedangkan penelitian ini menggunakan simbolsimbol religius dan novel sebagai bahan acuannya. Berdasarkan pengamatan di perpustakaan Departemen Sastra Indonesia Universitas Sumatera Utara (USU), tidak ditemukan penelitian yang membahas tentang simbol religius dengan tinjauan strukturalisme semiotik. Dari hal ini, penelitian yang hendak dilakukan terfokus pada pengungkapan makna simbol religius dalam novel DSA. Pemahaman terhadap makna aspek religius dalam novel DSA dilakukan dengan menggunakan tinjauan strukturalisme semiotik. 23 Universitas Sumatera Utara