UNIVERSITAS INDONESIA PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM PERJANJIAN TRANSAKSI LINDUNG NILAI (HEDGING) TESIS RAMON WAHYUDI 1106031886 FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI ILMU HUKUM KEKHUSUSAN PRAKTEK PERADILAN JAKARTA JANUARI 2013 Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 UNIVERSITAS INDONESIA PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM PERJANJIAN TRANSAKSI LINDUNG NILAI (HEDGING) TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Hukum RAMON WAHYUDI 1106031886 FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI ILMU HUKUM KEKHUSUSAN PRAKTEK PERADILAN JAKARTA JANUARI 2013 Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 iii Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 KATA PENGANTAR Rasa syukur kehadirat Allah Subhana Wa Taala, yang telah memberikan kemudahan dan kekuatan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan tesis ini pada waktunya, penulis juga bersyukur kepada Allah Subhana Wa Taala yang telah begitu banyak memberi nikmat dan kesempatan untuk mengikuti program pasca sarjana ini. Dalam menulis tesis ini ternyata tidak semudah yang dibayangkan ketika mengambil mata kuliah SUPT, tanpa banyak pihak yang membantu penulisan ini penulis tak berdaya, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih atas bimbingan, dorongan, bantuan, dan dukungan baik moril maupun materil dari semua pihak, Alhamdulillah kesulitan tersebut dapat teratasi. Penulis berterima kasih kepada : 1. Ibu Rosa Agustina, sebagai pembimbing yang dengan kasih sayangnya, sebagai guru sekaligus orang tua bagi penulis, semenjak penulis berada di Fakultas Hukum UI sampai sekarang, telah membimbing penulis untuk mewujudkan penyusunan tesis ini dengan tulus dan penuh ketelitian. 2. Dr. Yoni A. Setyono, S.H.,MH dan Heru Susetyo, SH., LL.M., MS.i selaku penguji yang telah memberikan banyak masukan. 3. Ketua Mahkamah Agung RI pada waktu itu Bapak Harifin Tumpa yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti progaram ini. 4. Penulis juga mengenang dan berterima kasih kepada (Alm) Prof. Safri Nugraha., SH.,LL.M, PhD. (Dekan FHUI), (alm) Ibu Anna Rusmanawati., SH.,LL.M, dan (alm) Bang Udin (staf pasca salemba), berkat mereka program ini tidak akan terlaksana, penulis juga berdoa semoga amal ibadah mereka diterima oleh Allah sesuai dengan amal perbuatannya di dunia, juga dimudahkan urusannya oleh Allah di akhirat. 5. USAID dalam hal ini C4J yang telah memberikan kesempatan kepada v Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 penulis ikut program ini, lebih khusus kepada Ibu Dian yang telah ”mengurus” kami selama ini. 6. Dirjen Badilum Bapak H. Cicut yang telah mempermudah masalah administrasi dan perizinan penulis dalam tugas belajar ini. 7. Bapak Djaniko Girsang mantan Ketua Pengadilan Negeri Manna dan Bapak Renaldi Triandiko Ketua Pengadilan Negeri Manna yang telah memberikan kesempatan untuk penulis mengikuti program ini, serta teman-­‐teman Hakim di Pengadilan Negeri Manna. 8. Febby Mutiara Nelson, istri penulis tercinta yang selalu memberi semangat, serta memberikan saran dan kritik dalam penulisan tesis, juga Ramzy, Raja, Rasya anak-­‐anak penulis yang selalu tidak dapat penulis temanni, ketika mereka minta bermain besama selama proses penulisan tesis ini. Emak dan Mertua (mama) penulis yang selalu mendoakan penulis dalam sholat malamnya di penghujung malam yang dingin. 9. Dosen-­‐dosen yang tidak dapat disebutkan satu persatu semoga amal ibadahnya dilipat gandakan oleh Allah Subhana Wataala. 10. David M.L Tobing dan Harry F. Simanjuntak yang telah berkenan mengizinkan penulis untuk mengangkat kasus hukumnya. 11. 19 Teman-­‐teman hakim kelas MA (the only one),yang mengikut program ini, lebih khusus kepada Pak Rios yang selalu bersama-­‐sama penulis pulang ke Depok naik Comuter line setiap hari kuliah. 12. Kepada semua officer Progaram Pasca Sarjana FHUI, Pak Watijan, Mas Hari, Mas Ari, Mas Tono, Huda, dan Rajab dan lain-­‐lain yang sangat ramah dan penuh perhatian semoga keiklasannya mendapatkan Balasan dari Allah Subhana Wa Taala. Akhir kata, saya berharap Allah Subhan Wa Taala juga berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu hukum dan penulis dalam menghadapi pekerjaan sebagai hakim yang semakin berat dikemudian hari. Jakarta, Januari 2013 Penulis Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 vii Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 ABSTRAK Nama Program Studi Judul : Ramon Wahyudi : Praktek Peradilan : Perbuatan Melawan Hukum dalam Transaksi Perjanjian Lindung Nilai (Hedging) Suatu perusahaan eksport dan import yang menggunakan valuta asing dalam melakukan transaksi akan mengalami resiko perubahan nilai tukar mata uang asing yang dapat mempengaruhi keuntungan usahanya, resiko ini dapat dikelola dengan menggunakan lindung nilai (hedging) dengan transaksi derivatif yang bernama callable forward. Callable forward adalah transaksi pembelian dan penjualan valuta asing yang nilainya ditetapkan pada saat sekarang dan berlaku pada waktu yang akan datang. Produk perbankan ini ditawarkan diluar bursa (over the counter), tujuannya adalah untuk lindung nilai, dibuat berdasarkan perjanjian International Swap Dealers Associations (ISDA) yang terdiri dari Master agreement, schedule dan confirmation. Perjanjian ini berjalan lancar sampai suatu ketika muncul krisis keuangan tahun 2008, dimana USD mencapai Rp. 13.000,-. Dalam perjanjian ada klausula yang merugikan nasabah yang sebelumnya tidak di informasikan oleh bank kepada nasabah. akibatnya perjanjian yang disusun atas transaksi lindung nilai dibatalkan dan perjanjian Callable forward menjadi perbuatan yang melawan hukum dengan mendalilkan bermacam-macam alasan seperti perjanjian tidak seimbang, tidak ada itikad baik, force majeur, penyalah gunaan keadaan. Akibatnya perjanjian dibatalkan oleh pengadilan. Kata kunci : Lindung nilai (Hedging), Derivatif, Perbuatan melawan hukum. Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 ABSTRACT Name Study Program Title : Ramon Wahyudi : Judicial Practice : Tort In Hedging Contract Transaction An export and import companies that use foreign currency in the transaction will run the risk of changes in foreign currency exchange rates that may affect the business profits, the risk can be managed by using hedging with derivative transactions called callable forward. Callable forward is purchases and sales of foreign currency whose value is determined at the present time and the effect on the future. Banking products are over the counter, the aim is to hedge, made under the contract International Swap Dealers Associations (ISDA), has three section is master agreement, schedule and confirmation. The agreement running well until one day the financial crisis emerged in 2008, when USD reached Rp. 13,000, -. There is a clause in agreement that harm customers about the risks that were not informed by the bank to its customers. Consequently hedging contract transactions was terminated. Callable forward contract against the law to postulate a variety of reasons such as the contract is not balanced, there is no good faith, force majeure, misuse of state. As a result, the agreement was terminated by the court. Key words : Hedging, Derivative, Tort. ix Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................. iii HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iv KATA PENGANTAR ...................................................................................... v LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ........................ vii ABSTRAK ....................................................................................................... viii DAFTAR ISI .................................................................................................... x BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 1 A. Latar Belakang .................................................................................... 1 B. Permasalahan........................................................................................ 5 C. Tujuan Penelitian ................................................................................ 5 D. Manfaat Penelitian .............................................................................. 6 E. Metode Penelitian .............................................................................. 6 F. Kerangka Teoritis ................................................................................ 8 G. Kerangka Konsepsional....................................................................... 9 H. Sistematika Penulisan .......................................................................... 10 BAB 2 PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM TRANSAKSI PERJANJIAN LINDUNG NILAI (Hedging)....................................... 13 A. Perikatan yang Timbul karena Perbuatan Melawan Hukum................. 15 A 1 Perluasan Pengertian Perbuatan Melawan Hukum .......................16 A.2 Syarat-syarat Perbuatan Melawan Hukum....................................17 A.3 Tanggung Jawab Karena Perbuatan Melawan Hukum...................27 B. Prestasi dan Wanprestasi ......................................................................28 C. Transaksi Lindung Nilai ditinjau dari Konsep Hukum Perjanjian Indonesia............................................................................................... 32 C.1 Hedging Contranct Forward.......................................................... 34 C.2 Perjanjian Baku Transaksi Lindung Nilai .................................... 36 C.3 Sejarah ISDA................................................................................ 43 C.4 Bentuk Perjanjian ISDA .............................................................. 44 Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 C.5 Batang Tubuh ISDA Master Agreement ...................................... 46 C.6 Schedule to the Master Agreement (lampiran) ............................. 48 C.7 Confirmation (konfirmasi) ............................................................ 50 BAB 3 PEMBATALAN PERJANJIAN LINDUNG NILAI (HEDGING) DALAM PUTUSAN PENGADILAN …........................................ 51 A. Kasus Posisi ......................................................................................... 52 B. Perjanjian Lindung Nilai (hedging) sebagai Perbuatan Melawan Hukum .................................................................................................. 57 C. Gugatan Perjanjian Transaksi Lindung Nilai (hedging) ...................... 65 D. Pertimbangan Hakim dalam Putusan Perkara Lindung Nilai (hedging) ............................................................................................. 68 BAB 4 PENUTUP................................................................................................80 A. Kesimpulan ...........................................................................................80 B. Saran ..................................................................................................... 83 Dafta Pustaka dan lampiran.................................................................................85 xi Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam dunia usaha yang menggunakan alat pembayaran dengan valuta asing, untuk menjaga agar nilai mata uang tersebut tetap stabil maka diperlukan usaha untuk menjaga kestabilannya itu dengan melakukan transaksi lindung nilai (hedging), transaksi lindung nilai ini adalah solusi bagi perusahaan yang mengadakan perdagangan internasional untuk mengurangi resiko kerugian yang timbul dari kejadian-kejadian yang tidak diharapkan, dilakukan dengan menciptakan beraneka ragam instrument keuangan melalui produk-produk derivatif. Hedging atau lindung nilai adalah tindakan yang dilakukan untuk melindungi sebuah perusahaan dari exposure terhadap nilai tukar, Exposure terhadap fluktuasi nilai tukar adalah sejauh mana sebuah perusahaan dapat dipengaruhi oleh fluktuasi nilai tukar.1 Dengan kata lain lindung nilai merupakan suatu tindakan atau the act of coordinating the buying and selling of a commodity of financial claim to protect against the risk of future price fluctuations.2 Intinya adalah melindungi perusahaan terhadap naik turunnya harga dimasa yang akan datang. Produk derivatif adalah instrument-instrumen keuangan yang nilai pembayaran yang diperjanjikan berasal dari sesuatu hal yang lain yang disebut underlying assets yang digunakan untuk menetapkan nilai pembayaran yang diperjanjikan dapat berupa derivatif dari berbagai hal yang bermanfaat menurut pihak-pihak yang bersepakat. Derivatif dapat berasal dari harga saham, harga emas, nilai tukar valas, suhu udara, jumlah kerugian akibat angin puting beliung atau jumlah individu yang bangkrut pada suatu tahun kalender.3 Transaksi lindung nilai ini biasanya menggunakan transaksi derivatif yaitu antara bank dengan nasabahnya, transaksi ini merupakan produk bank disebut 1 Jeff Madura, International Finacial Management, (United States of America: McGraw hill Inc,2000),hal.275. 2 Peter S.Rose, money and Capital Market, edisi 8, (United states of America; McGraw hill,2003)., hal.244. 3 Ibid. Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 juga Stuctured products, structured products ini merupakan penggabungan antara dua atau lebih instrument keuangan berupa instrument keuangan non derivatif dengan derivatif atau derivatif dengan derivatif dan paling kurang memiliki karakteristik yaitu : a. nilai atau arus kas yang timbul dari produk tersebut dikaitkan dengan satu atau kombinasi variable dasar seperti suku bunga, nilai tukar, komoditi dan atau ekuitas; dan b. Pola perubahan atas nilai atau arus kas produk bersifat tidak regular apabila dibandingkan dengan pola perubahan variable dasar sebagaimana dimaksud pada huruf a sehingga mengakibatkan perubahan nilai atau arus kas tersebut tidak mencerminkan keseluruhan perubahan pola dari variable dasar secara linear (asymmentric payoff), yang antara lain ditandai dengan keberadaan : optionality, seperti caps, floors, collars, step up/step down dan atau call/put features, leverage, barriers, seperti knock in/knock out dan atau binary atau digital ranges.4 Selanjutnya bahwa salah satu produk dari stuktur produk adalah dualcurrency deposit dan Callable Forward(CF), Dual Currency Deposit (DCD) merupakan deposito jangka pendek yang didalamnya terdapat kemungkinan terjadi konversi antra valuta asing dengan mata uang rupiah, yang bunganya dihubungkan dengan pergerakan kurs dari dua mata uang tersebut, pada saat jatuh tempo nasabah akan menerima pokok dan bunga dalam mata uang penempatan deposito atau dalam mata uang pasangannya, tergantung mana yang lebih lemah dibandingkan dengan kurs konvesi yang disetujui. Sedangkan callable forward adalah instrumen investasi yang dilakukan nasabah dengan melakukan kombinasi transaksi forward dan option untuk memperoleh harga yang lebih baik dari harga pasar dengan menetapkan kurs pada nilai tertentu.5 Suatu transaksi derivatif dalam hal ini callable forward merupakan sebuah perjanjian antara dua pihak yang dikenal sebagai counterparties (pihakpihak yang saling berhubungan). dalam istilah umum, transaksi ini adalah sebuah 4 5 Peraturan Bank Indonesia No.11/26/PBI/2009 pasal 1 butir 2. Surat Edaran Bank Indonesia no.10/42/DPD 2008 xiii Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 kontrak bilateral atau perjanjian penukaran pembayaran yang nilainya tergantung pada diturunkan dari nilai aset, tingkat referensi atau indeks. saat ini, transaksi derifative terdiri dari sejumlah acuan pokok (underlying) yaitu suku bunga (interest rate), kurs tukar (currency), komoditas (commodity), ekuitas (equity) dan indeks (index) lainnya. mayoritas transaksi derivatif adalah produk-produk over the counter (OTC) yaitu kontrak-kontrak yang dapat dinegosiasikan secara pribadi dan ditawarkan langsung kepada pengguna akhir, sebagai lawan dari kontrakkontrak yang telah distandarisasi (futures) dan diperjualbelikan di bursa. menurut para dealer dan pengguna akhir (end user) fungsi dari suatu transaksi derivatif adalah untuk melindungi nilai (hedging) beberapa jenis resiko tertentu.6 Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa transaksi lindung nilai dilakukan melalui transaksi derivatif, selanjutnya dasar dari transaksi derivatif adalah suatu kontrak atau perjanjian. Untuk itu berdasarkan asas lex specialis derogat lex generalis maka transaksi derivatif tidak hanya tunduk pada ketentuanketentuan hukum yang mengatur secara khusus mengenai transaksi derivatif dalam hal ini Peraturan Bank Indonesia. Namun sebagai perjanjian, transaksi derivatif juga tunduk kepada ketentuan umum yang berlaku bagi sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), khususnya pasal 1320 sampai dengan pasal 1338 KUHPerdata tentang syarat sahnya perjanjian. Walaupun transaksi derivatif tunduk pada ketentuan umum mengenai perjanjian namun perjanjian transaksi derivatif bukanlah termasuk perjanjian yang secara khusus diatur dalam KUHPerdata, yang dikenal dengan perjanjian bernama (perjanjian nominaat) seperti halnya dengan jual beli, sewa-menyewa, hibah dan lain sebagainya. Perjanjian transaksi derivatif termasuk perjanjian tak bernama (perjanjian innominaat) yang timbul karena adanya kebutuhan dalam masyarakat. Perjanjian innominaat dimungkinkan ada karena Buku III KUHPerdata menganut sistem terbuka. Sistem terbuka dalam Buku III KUHPerdata mengandung asas kebebasan berkontrak yang terdapat dalam pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata.7 6 Adrian Sutedi, Produk-­‐produk Derivatif dan Aspek Hukumnya, (Bandung: Alfabeta,2012),hal.2. 7 Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 Dengan adanya pasal tersebut para pihak dapat secara leluasa membuat perjanjian yang berupa dan berisi apa saja dan perjanjian itu akan mengikat para pihak yang membuatnya seperti suatu undang-undang. Para pihak juga dibolehkan menyampingkan peraturan peraturan yang termuat dalam Buku III KUHPerdata tersebut. Dengan kata lain peraturan-peraturan dalam Buku III KUHPerdata pada umumnya hanya merupakan hukum pelengkap (aanvulend recht) bukan hukum yang bersifat keras atau memaksa.8Asas kebebasan berkontrak tersebut tidaklah mutlak karena terdapat suatu pengecualian dimana perjanjian tersebut tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan.9 Untuk itu, materi atau isi dari perjanjian transaksi derivatif antara yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda karena perjanjian dibuat berdasarkan kesepakatan para pihak yang membuat perjanjian derivatif jenis callable forward tersebut. Transaksi Callable Forward dapat juga dilakukan dengan suatu perjanjian antara pihak bank dengan nasabah bisa dengan menggunakan format acuan yang disusun oleh ISDA (International Swaps and Derivatives Associations), ISDA adalah lembaga internasional yang didirikan tahun 1985. Lembaga ini ditujukan untuk melakukan standarisasi istilah-istilah dan penyederhanaan dokumentasi dari swap. Tujuan disusunnya ISDA ini adalah untuk mengurangi ketidak jelasan hukum dan mengurangi risiko karena kesimpangsiuran dan ketidaksatuan istilah termasuk syarat dan ketentuan transaksi. Namun tujuan format tersebut tidak untuk membakukan kontrak,10 artinya kontrak yang dibuat bisa saja mengenyampingkan klausula-klausula yang ada dalam ISDA tersebut dengan demikian kebebasan berkontrak tetap menjadi patokan dalam membuat perjanjian atau kontrak. Permasalahnya kemudian muncul pada waktu timbulnya krisis keuangan pada tahun 2008 dimana nilai kurs rupiah mengalami kemerosotan yang diluar 8 Subekti,Pokok-­‐pokok Hukum Perdata,cet.26,(Jakarta: Itermasa,1994),hal.127-­‐128. Pasal 1337 Kitab Undang-­‐undang Hukum perdata (burgelijk wetboek), diterjemahkan oleh R.Subekti dan R.Tjitrosudibio, cet,28,(Jakarta:Pradya Paramita,1996) 10 Arie Kusumastuti maria, Perlindungan Hukum dalam rangka Transaksi Derivatif Financial currency swap dalam praktek perbankan di Indonesia, (tesis magister kenotariatan Fakulatas Hukum Universtitas Indonesia,Jakarata,2002),hal.121-­‐122. 9 xv Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 dugaan sampai mencapai nilai tukar Rp.13.000,- per Dollar US11. akibatnya perjanjian yang disusun atas transaksi lindung nilai dibatalkan dan perjanjian Callable forward menjadi perbuatan yang melawan hukum dengan mendalilkan bermacam-macam alasan seperti perjanjian tidak seimbang, tidak ada itikad baik, force majeur, penyalahgunaan keadaan, kontrak baku yang merugikan, seharusnya ini dapat diselesaikan melalui penyelesaian yang ada dalam perjanjian, tetapi dibawa ke wilayah perbuatan melawan hukum. Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk menyusun tesis mengenai Perbuatan melawan hukum dalam perjanjian transaksi lindung nilai atau hedging. Dalam tesis ini penulis akan meneliti dan menganalisa hal-hal apa saja yang dapat menyebabkan dipakainya dalil perbuatan melawan hukum untuk menyelesaikan kasus lindung nilai ini, sebagai bahan analisa penulis akan menganalisis putusan pengadilan mengenai gugatan perbuatan melawan hukum dalam Transaksi lindung nilai, (Putusan no.24/Pdt.G/2009/PN.JKT.Sel., dan putusan no 184 K/Pdt/2011 dengan para pihak PT.Permata Hijau Sawit melawan Citibank Jakarta.) B. PERMASALAHAN 1. Apakah suatu perjanjian lindung nilai (hedging) dapat dikatakan sebagai suatu perbuatan melawan hukum ? 2. Apakah perjanjian lindung nilai (hedging) dapat digugat dengan dalil perbuatan melawan hukum ? 3. Bagaimana pertimbangan hakim dalam putusan perkara lindung nilai (hedging)? (studi kasus putusan no.24/Pdt.G/2009/PN.JKT.Sel., dan putusan no. 184 K/Pdt/2011 dengan para pihak PT.Permata hijau sawit melawan Citi Bank Jakarta). C. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini ialah : 11 Berita dari website www.vivanews.comtanggal 21 november 2008 betajuk “rupiah tembus level 13.000/US$.” Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 1. Menjelaskan suatu perjanjian lindung nilai (hedging) dapat dikatakan sebagai suatu perbuatan melawan hukum. 2. Menganalisis perjanjian lindung nilai (hedging) dapat digugat dengan dalil perbuatan melawan hukum ? 3. Untuk menganalisis pertimbangan hakim dalam putusan perkara lindung nilai (hedging)? (studi kasus putusan no.24/Pdt.G/2009/PN.JKT.Sel., dan putusan no. 184 K/Pdt/2011 dengan para pihak PT.Permata hijau sawit melawan Citi Bank Jakarta) D. MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini diharapkan dapat berguna, antara lain sebagai berikut : 1. Kegunaan Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran hukum kedepan secara praktis yang sesuai dengan perkembangan masyarakat. Khususnya dalam profesi sebagai hakim dalam menjalankan tugasnya yaitu menerima memeriksa dan memutus perkara secara adil dengan disertai pengetahuan hukum yang baik. 2. Kegunaan Akademis Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para akademis dan praktisi hukum,sehingga dapat lebih jelas lagi membedakan mana yang wanprestasi dan mana yang perbuatan melawan hukum, sehingga dalam menangani sebuah kasus lindung nilai dapat memberikan saran pada kliennya sehingga tidak menyesatkan. E. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang penulis gunakan adalah metode penelitan hukum yuridis normatif, dengan pendekatan hukum normatif akan dianalisa horma-norma hukum yang berlaku, yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan juga dalam berbagai putusan pengadilan yang berisi putusan Perbuatan melawan hukum yang berasal dari transaksi lindung nilai. xvii Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 Sifat dari penelitan ini adalah deskriptif analitis, yaitu untuk menjelaskan peraturan dalam hal ini Undang-undang yang terkait (KUHPerdata) sebagai dasar Perikatan dihubungkan dengan teori-teori hukum sebagai objek penelitian dan juga penerapannya, penelitian dengan sifat deskriptif analitis merupakan metode yang dipakai untuk menggambarakan suatu kondisi atau keadaan yang sedang terjadi atau berlangsung yang tujuannya agar dapat memberikan data seteliti mungking mengenai objek penelitian sehingga mampu menggali hal-hal yang bersifat ideal, kemudian dianalisa berdasarkan teori hukum atau peratauran-perundang-undangan yang berlaku,12 Metode pengumpulan data yang dipergunakan dalam tulisan ini adalah dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder: a. Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui penelitian lapangan yaitu dengan mengambil beberapa putusan Lindung nilai putusan perbuatan melawan hukum di Pengadilan Jakarta dan sekitarnya dan Peraturan perundang-undangan.13 b. Data sekunder dari bahan kepustakaan yaitu buku bacaan hukum, yurisprudensi, dari media massa seperti majalah hukum, artikel dari surat kabar, karya tulis ilmiah, kamus hukum, hasil-hasil penelitian, hasil seminar, naskah seminar, dan buku-buku yang dapat digunakan sebagai bahan informasi tambahan penelitian ini. Data yang diperoleh dari kepustakaan dan data yang diperoleh dari lapangan, dianalisa secara kualitatif kemudian di paparkan, analisis dilakukan secara kualitatif tetapi dikaitkan dengan teori-teori yang diperoleh dari bahan kepustakaan agar dapat menjelaskan permasaalah yang ditemukan. 12 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian hukum, cet.6 (Jakarta: Kencana,2010), hal.132 Ibid., hal.144 13 Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 F. KERANGKA TEORITIS Dalam tulisan ini teori yang akan digunakan adalah teori keadilan (fairness), salah seorang pengembang teori ini adalah John Rawl,14 keadilan menurut Rawls ini disebut dengan istilah fairness adalah karena dalam membangun teorinya Rawls berangkat dari suatu posisi hipotesiss dimana ketika setiap individu memasuki kontrak sosial itu mempunyai kebebasan (liberty). Posisi hipotesis itu disebut dengan “original position” (posisi asli). Posisi asli itu adalah suatu status quo awal yang menegaskan abahwa kesepakatan fundamentalis yang dicapai dalam kontrak sosial adalah fair. Berdasarkan fakta adanya original position ini kemudian melahirkan istilah keadilan sebagai “fairness”15. Ditegaskan oleh Rawls bahwa sekalipun dalam teori ini menggunakan istilah fairness namun tidak berarti bahwa konsep keadilan dan fairness sama. Salah satu bentuk keadilan sebagai fairness adalah memandang bahwa posisi setiap orang dalam situasi awal ketika memasuki sebagai kesepakatan dalam kontrak sosial itu adalah rasional dan sama-sama netral. Rawls menguraikan teori keadilan atau fairness sebagai gagasan utama dari keadilan yang mengeneralisasi yang membawa kepada suatu abstraksi yang lebih tinggi konsep tradisional kontrak sosial,16 kemudian dilanjutkan oleh Rawl bahwa pokok utama keadilan adalah struktur dasar dari masyarakat itu, lebih tepatnya, cara bagaimanakah lembaga-lembaga utama masyarakat mengatur hak-hak dan kewajiban dasar serta bagaimanakah kesejahteraan dari suatu kerja sosial, sebab the basic structure of society sangat besar pengaruhnya untuk dapat menentukan bagaimana keadilan. Dihubungkan dengan tesis ini, maka didalam perjanjian lindung nilai para pihak telah sepakat untuk mengikatkan diri dan sudah memaklumkan akibat hukum yang terjadi dengan dilakukanya perjanjian tersebut, tenyata pihak tergugat tidak seluruhnya memberitahukan 14 John Rawls, A Theory of justice, Revised edition, (Massachusetts: the Belknap press of Harvard Universty press Cambride,1999), hal. 3. 15 John Rawls,Teori Keadilan diterjemakan oleh Uzair Fauzan dan Heru Prasetyo (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,1995), hal.19. 16 Ibid.,hal 15 xix Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 informasi mengenai produk yang ditawarkan kepada penggugat secara jelas tetapi hanya secara umum. Informasi tersebut mengenai bagaimana penghitungan resiko bila nilai rupiah melemah terhadap dollar, hak-hak dari pada penggugat, dalam hal ini cenderung terjadi ketidak seimbangan kedudukan penggugat dengan tergugat, ketidak jujuran tergugat menyebabkan keadilan yang seharunya diperoleh menjadi tidak ada karena penggugat mengalami kerugian, dan tujuan dari lindung nilai tidak tercapai. Pembentukan keadilan dalam perjanjian transaksi tersebut tidak tercapai, walaupun dalam mewujudkan keadilan manusia diberikan kebebasan dalam hal ini kebebasan berkontrak tetapi kebebasan tersebut dibatasi oleh norma-norma yang ada dalam perjanjian maka dibatasi oleh adanya syarat-sah perjanjian sebagaimana diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata, seharusnya dengan saling terbukanya para pihak maka akan mewujudkan keadilan, tetapi akhirnya keadilan itu diberikan oleh pengadilan melalui putusannya karena melanggar hukum, ada perbuatan melawan hukum, sehingga perjanjian transaksi lindung nilai dibatalkan oleh pengadilan. G. KERANGKA KONSEPSIONAL Dalam Tulisan ini akan banyak ditemui istilah-istilah yang berhubungan dengan perikatan, untuk tidak membuat kerancuan istilah berikut akan penulis uraikan pengertian istilah-istilah antara lain : 1. Pengertian Perikatan, mengenani istilah perikatan (verbintenis) terjemahannya dalam bahasa Indonesia masih belum ada kesatuan pendapat, ada yang menggunakan istilah perhutangan, perikatan, perjanjian, penulis memakai istilah perikatan, menurut Prof Subekti perikatan adalah suatu hubungan hukum antara 2 orang atau 2 pihak berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak lain yang berkewajiban memenuhi tuntutan itu.17 17 R.Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarata:Intermasa, 1994), hal 4. Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 2. Pengertian Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana 2 orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. 3. Pengertian prestasi adalah. Sesuatu yang dapat dituntut, jadi pihak kreditur menuntut prestasi kepada pihak debitur, menurut pasal 1234 KUHPerdata, prestasi dibagi dalam 3 macam, yaitu prestasi untuk menyerahkan sesuatu, prestasi untuk melakukan atau berbuat sesuatu dan prestasi untuk berbuat atau tidak melakukan sesuatu.18 4. Pengertian Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatigedaad), istilah Perbuatan melawan hukum sendiri masih banyak dipertentangkan, ada yang menggunakan istilah perbuatan melanggar hukum, tindakan melawan hukum, perbuatan menyalahi hukum, perbuatan bertentangan dengan hukum. sementara Undang-undang sendiri tidak menjelaskan pengertian Perbuatan melawan hukum (pasal 1365 KUHPerdata) tetapi hanya memberikan syarat-syarat untuk menuntut ganti kerugian karena perbuataan melawan hukum, pengertian perbuatan melawan hukum menurut M.A Moegni Djojodirjo adalah merupakan suatu perbuatan atau suatu kealpaan berbuat, yang melanggar hak orang lain atau bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku (orang yang melakukan perbuatan) atau melanggar baik kesusilaan, maupun bertentangan dengan keharusan yang harus diindahkan dalam pergaulan masyarakat tentang orang atau barang.19 5. Pengertian Wanprestasi adalah memenuhi dalam bahasa Belanda artinya tidak kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan, baik perikatan yang timbul karena perjanjian maupun perikatan yang timbul karena undang-undang.20 6. Pengertian Lindung Nilai atau hedging adalah upaya untuk melindungi posisi pasar terhadap pergerakan harga yang tidak menguntungkan dimasa 18 Marhanis Abdulhay, Hukum Perdata Materil jilid II, (Jakarata:Pradya Paramita, 1983) hal.24. 19 M.A, Moegni, Djodjodirjo, Perbuatan Melawan Hukum, (Jakarata:Pranya Paramita 1982), hal 25. 20 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan, (Bandung:Cita Aditya Bakti,1990) hal.20. xxi Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 yang akan datang dan sebagai cara untuk mengurangi ekposure terhadap resiko dan kemungkinan kerugian.21 7. Pengertian transaksi derivatif adalah suatu kontrak atau perjanjian yang nilainya merupakan turunan dari nilai instrument yang mendasarinya seperti suku bunga, nilai tukar, komoditi, ekuiti dan indeks, baik yang dikuti dengan pergerakan atau tanpa pergerakan.22 8. Pengertian callable forward adalah intrumen investasi yang dilakukan nasabah dengan melakukan kombinasi transaksi forward dan option untuk memperoleh harga yang lebih baik dari harga pasar dengan menetapkan kurs pada nilai tertentu.23 H. SISTIMATIKA PENULISAN Tulisan ini terbagi dalam empat bab, setiap bab terbagi dalam sub-bab, dengan urutan sebagai berikut : BAB I Pedahuluan Terdiri dari, Latar belakang, permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, kerangka konsepsional, kerangka teoritis dan sistimatika penulisan. BAB 2 Perbuatan Melawan Hukum dalam transaksi perjanjian lindung nilai (hedging) Akan menjelaskan tentang, lindung nilai dan transaksi derivatif baik menurut Peraturan maupun doktrin, pengertian-pengertian perikatan baik yang timbul melalui perjanjian atau perikatan yang timbul karena perbuatan melawan hukum. BAB 3 Pembatalan Perjanjian Lindung Nilai (hedging) dalam Putusan Pengadilan. Akan menjelaskan Perbuatan Melawan hukum yang timbul dalam transaksi lindung nilai. Beberapa teori Perbuatan melawan hukum yang dapat menjelaskan titik singgung antara perbuatan 21 Dian E.Rae. “transaksi Derivatif dan masalah regulasi ekonomi di Indonesia (Jakarta: Elex media komputindo,2008).hal.xi 22 Bank Indonesia,Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia tentang Transaksi derifatif SK. O.28/199/Kep/Dir, ps.1 butir b. 23 Bank Indonesia, Surat Edaran Bank Indonesia no.10/42/DPD 2008 Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 melawan dan hukum wanprestasi, hal-hal apa saja yang menyebabkan hakim memutuskan perkara perjanjian menjadi perbuatan melawan hukum. BAB 4 PENUTUP, Bab ini merupakan penutup yang memuat kesimpulan yang diperoleh dari uraian bab-bab sebelumnya, dan dalam bab ini juga dikemukakan saran-saran yang sesuai dengan permasalahan serta kesimpulan yang diajukan sebelumnya. xxii i Wahyudi, FH UI, 2013 Perbuatan melawan..., Ramon BAB 2 PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM TRANSAKSI PERJANJIAN LINDUNG NILAI (HEDGING) Perbuatan melawan hukum adalah suatu perbuatan dimana seseorang melakukan suatu perbuatan yang merugikan orang lain tetapi perbuatan itu tidak didasari oleh perjanjian, untuk dikatakan seorang melakukan perbuatan melawan hukum harus dipenuhi syarat-syarat seperti harus ada perbuatan, perbuatan harus melawan hukum, ada kerugian, ada hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum dengan kerugian dan adanya kesalahan. Perbuatan melawan hukum sejak pengertiannya diperluas tidak hanya melanggar Undang-undang tetapi juga bisa dikatakan melanggar hak subyektif orang lain, kewajiban hukum pelaku, kaedah kesusilaan dan kepatutan dalam masyarakar menjadi sangat luas cakupan, sehingga bisa masuk ke bidang lain misalnya dunia perbankan. Dalam dunia perbankan dikenal berbagai macam transaksi salah satu transaksi adalah transaksi derivatif lindung nilai (hedging), Transaksi lindung nilai adalah suatu tindakan melindungi perusahaan untuk menghidari atau mengurangi resiko atas valuta asing sebagai akibat terjadinya transaksi bisnis.24 Dasar dari transksi ini adalah perjanjian, tetapi sering ditarik menjadi perbuatan melawan hukum ketika pihak yang merasa dirugikan merasa sudah tidak mampu lagi melaksanakan perjanjian dengan berbagai alasan diantaranya melanggar hak subyektif, penyalahgunaan keadaan, adanya itikad buruk, perjanjian yang tidak seimbang, transaksi yang dilarang, melanggar syarat sah perjanjian. Untuk itu penulis selanjutnya akan menjelaskan mengenai perbuatan melawan hukum, perjanjian dan juga hubungannya dengan transaksi lindung nilai, tetapi pertamatama akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai perbuatan melawan hukum. Untuk menjelaskan Perbuatan melawan hukum ada baiknya kita meninjau kembali tentang asal muasal perbuatan melawan hukum, yaitu sumber-sumber perikatan. Dimulai dengan Istilah perikatan dalam bahasa Belanda “Verbintenis” dan “Overeenkomst” para ahli telah memaknainya bermacam-macam misalnya Subekti dan Tjiptosudibio menggunakan istilah perikatan untuk Verbintenis dan 24 Adrian Sutedi.,Op.cit., hal 102 Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 persetujuan untuk Overeenkomst, Utrecht mengistilahkan perhutangan untuk verbintenis sedangkan perjanjian untuk overeenkomst, sedangkan Achmad Ichsan menterjemahkan verbintenis dengan perjanjian dan overeenkomst dengan persetujuan.25 Sri Soedewi Masjchoen menyebut perikatan dengan istilah perutangan.26 Sedangkan J. Satrio menggunakan istilah Perikatan dan perjanjian.27 Ada juga yang mengistilahkan perjanjian dengan Kontrak yang berasal dari bahasa Inggris (contract). Selanjutnya penulis untuk tujuan praktis akan menggunakan istilah yang sudah umum dipakai yaitu perikatan untuk verbintenis dan perjanjian untuk overeenkomst. KUHPerdata tidak memberikan pengertian tentang perikatan walaupun buku III KUHPerdata berjudul “tentang Perikatan”, tetapi menurut sejarahnya verbintenis berasal dari perkataan Prancis “obligation” yang terdapat dalam code civil Perancis yang selanjutnya merupakan terjemahan dari perkataan “obligation” yang terdapat dalam hukum Romawi Corpus iuris civilis, dimana penjelasannya terdapat dalam Institutione Justianus.28 C.Assers memberikan pengertian perikatan adalah sebagai suatu hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih berdasarkan mana orang yang satu terhadap orang lainnya berhak atas suatu penunaian atau prestasi dan orang lain ini terhadap orang itu berkewajiban atas penunaian atau prestasi ini.29 Menurut H.F. Vollmar menyatakan ditinjau dari isinya ternyata bahwa perikaan itu ada selama seseorang itu (debitur) harus melakukan suatu prestasi yang mungkin dapat dipaksakan terhadap kreditur, kalau pelu dengan bantuan hakim.30 Menurut Hofmann perikatan adalah suatu hubungan hukum antara sejumlah terbatas subyek-subyek hukum sehubungan dengan itu seorang atau beberapa orang dari padanya (debitur atau para debitur) mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak lain yang berhak atas 25 Moch.Chidir Ali,ed.al, Pengertian-­‐pengertian elementer perjanjian,(Bandung;Mandar Maju,1993),hal.20 26 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perutangan bagian A, (Yogyakarta; Seksi hukum perdata Fakultas Hukum Gadjah mada,1980),hal.1 27 J.Satrio, hukum perikatan ;perikatan pada umumnya, (Bandung ;Alumni,1993),hal 39. 28 Moh.Chidir ali, Op.cit.,.hal.22 29 C.Asser, Pengajian Hukum Perdata Belanda.(Jakarta:Dian Rakyat,1991),hal.5 30 H.F Volmar dikutip dari Mariam Darus Badrulzaman, KUHPerdata buku III;hukum perikatan dengan penjelasan, (Bandung:Alumni, 2005),hal.1. xxv Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 sikap yang demikian itu. Menurut A.Pitlo mengatakan Perikatan adalah suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak lain berkewajiban (debitur) atas suatu prestasi.31 Dari definisi diatas dapat disimpulkan, bahwa dalam satu perikatan paling sedikit terdapat satu hak dan satu kewajiban. Suatu persetujuan dapat menimbulkan satu atau beberapa perikatan, bergantung daripada jenis persetujuannya.32 Mengenai sumber-sumber perikatan, oleh undang-undang diterangkan, bahwa suatu perikatan dapat lahir dari suatu persetujuan (perjanjian) atau dari undang-undang, perikatan yang lahir dari undang-undang dapat dibagi lagi atas perikatan-perikatan yang lahir dari undang-undang saja dan yang lahir dari undang-undang karena suatu perbuatan orang, yang belakangan ini dapat dibagi lagi atas perikatan-perikatan yang lahir dari suatu pebuatan yang diperbolehkan dan yang lahir dari perbuatan yang berlawanan dengan hukum.33 A. Perikatan yang timbul karena perbuatan melawan hukum Perbuatan yang berlawanan dengan hukum disebut juga perbuatan melawan hukum yang dapat bersumber dari pasal 1365 KUHPerdata : “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”34 Mengenai istilah perbuatan melawan hukum (onrehmatige daad), ada juga yang menyebutnya perbuatan melanggar hukum,35 tetapi alasan yang tepat adalah perbuatan melawan hukum.36 31 Moch.Chidir Ali.Op.cit.hal.23. Ibid., hal 23. 33 Subekti,Pokok-­‐pokok Hukum Perikatan,(Jakarata:Intermasa,1994),hal.123. 34 R.Subekti dan R.Tjtrosudibio., Op.cit.,hal 285. 35 Wirjono Prodjodikoro, Perbuatan Melanggar Hukum, cet kesembilan, (Bandung:Peneibit Sumur,1993) hal.7. selanjutnya mengatakan dalam bukunya … mengenai perkataan “melanggar” dalam rangkaian kata-­‐kata “perbuatan melanggar hukum” saya akui, bahwa mungkin sekali ada kata-­‐kata yang lebih tepat misalnya “perbuatan menyalahi hukum” atau “perbuatan bertentangan dengan hukum” akan tetapi justru oleh karena hal yang dimaksudkan disini, adalah bersifat “actief,” maka saya rasa, perkataan “melanggar” adalah paling tepat. terserah pada khalayak ramai untuk memutusan soal ini. 36 M.A.Moegni Djojodirdjo, Perbuatan Melawan hukum, cet.kedua,(Jakarta: Pradnya Paramita,1982),hal.13. dengan alasan untuk menghindari pengunaan istilah yang simpang siur 32 Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 Perbuatan melawan hukum dahulu mempunyai pemahaman yang sempit, suatu perbuatan hukum dapat dikatakan melawan hukum bila melanggar aturan perundang-undangan saja, artinya bila perbuatan tersebut diatur dalam suatu perundang-undangan maka bisa dikatakan telah terjadi perbuatan melawan hukum, tetapi sekarang telah mengalami perluasan. A.1 Perluasan pengertian Perbuatan Melawan Hukum Dahulu pengertian melawan hukum menganut faham yang sempit, hal ini dapat diketahui dari putusan Mahkamah Agung Belanda (hoge raad) sebelum tahun 1919 yang merumuskan perbuatan melawan hukum itu sebagai: “suatu perbuatan yang melanggar hak orang lain atau jika orang berbuat bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri” Dalam rumusan ini harus diperhatikan hak dan kewajiban hukum berdasarkan undang-undang (wet). Jadi, perbuatan itu harus melanggar hak orang lain atau bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri yang diberikan oleh undang-undang, dengan demikian, melanggar hukum sama dengan melanggar undang-undang (onwet matig). dengan tafsiran sempit itu banyak kepentingan orang dirugikan tetapi tidak dapat menuntut apaapa .37 Berdasarkan Arrest tahun 1919 Mahkamah Agung telah berpandangan luas terhadap rumusan perbuatan melawan hukum, tidak hanya perbuatan yang melanggar kaedah-kaedah hukum tertulis, yaitu perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku dan melanggar hak subyektif orang lain, tetapi juga perbuatan yang melanggar kaedah hukum yang tidak tertulis. Umpamanya, kaedah yang mengatur tata kesusilaan, kepatutan, ketelitian dan kehati-hatian yang seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan hidup dalam masyarakat atau itu, saya berkehendak untuk mengintrodusir penggunaan terjemahan “perbuatan melawan hukum” untuk onrechtmatige daad. 37 Abdul Kadir Muhamamad, Hukum Perikatan,(Bandung:Citra Aditya Bakti,1990),hal.144. xxv ii Wahyudi, FH UI, 2013 Perbuatan melawan..., Ramon terhadap harta benda warga masyarakat.38 sehingga perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan atau kesopanan dapat juga dituntut lewat perbuatan melawan hukum.39 A.2 Syarat- syarat Perbuatan Melawan Hukum Selanjutnya untuk dapat dikatakan seseorang telah melakukan perbuatan melawan hukum maka haruslah dipenuhi syarat-syarat perbuatan melawan hukum, menurut Abdul Kadir Muhammad40 dan Mariam Darus Badrulzaman41 adalah sebagai berikut yaitu : harus ada perbuatan, Perbuatan itu harus melawan hukum, ada kerugian ada hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum itu dengan kerugian dan ada kesalahan (Schuld). Selanjutnya akan diuraikan syarat-syarat tersebut sebagai berikut : 1. Harus ada suatu perbuatan Perbuatan melawan hukum diawali oleh suatu perbuatan dari sipelaku. Perbuatan yang dimaksud adalah perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pelaku. Secara umum perbuatan ini mencakup berbuat sesuatu (dalam arti aktif) dan tidak berbuat sesuatu (dalam arti pasif), misalnya tidak berbuat sesuatu, padahal pelaku mempunyai kewajiban hukum untuk berbuat, kewajiban itu timbul dari hukum. (ada pula kewajiban yang timbul dari suatu kontrak). Dalam perbuatan melawan hukum ini, harus tidak ada unsur persetujuan atau kata sepakat serta tidak ada pula unsur kausa yang diperberbolehkan seperti yang terdapat dalam suatu kontrak.42 2. Perbuatan tersebut Melawan Hukum Perbuatan yang dilakukan itu, harus melawan hukum. Dahulu melawan hukum diartikan secara sempit oleh pengadilan maksudnya 38 Rosa Agustina,Perbuatan melawan hukum.,cet.1 (Jakarta:Program Pascasarjana FHUI,2003),hal.5. 39 Abdul Kadir Muhammad.,op.cit.,hal.146. 40 Abdul Kadir Muhammad, op,cit.,hal.142. 41 Mariam Darus Badrulzaman,Kitab Undang-­‐Undang Hukum Perdata Buku III tentang Hukum Perikatan dengan Penjelasan,cet.2,(Bandung:PT.Alumni,2006),hal.146. 42 Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum:pendekatan kontemporer,(Bandung:Citra Aditya bakti,2002),hal.11. Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 bila memang sudah dinyatakan dalam undang-undang bahwa perbuatan tersebut melawan hukum barulah bisa dikatakan melawan hukum, putusan Mahkamah Agung Belanda yang cukup terkenal mengenai pengertian sempit dari perbuatan melawan hukum yaitu :43 1. Putusan tanggal 6 Januari 1905. Seorang pemilik toko yang tidak menjual mesin jahit merek Singer menempelkan tulisan pada kaca tokonya “perusahaan mesin jahit Singer yang sudah diperbaiki”. Kata-kata yang betul ditulis dengan huruf kecil, sedangkan kata yang menimbulkan kesan tidak palsu ditulis dengan huruf besar (kata SINGER). Hal ini digugat oleh agen Singer berdasarkan onrechtmatige daad pasal 1365 KUHPerdata (1401 B.W Belanda), akan tetapi Hoge Raad karena pada waktu itu tidak terdapat ketentuan Undang-undang yang memberi perlindungan atas hak nama perdagangan. 2. Putusan tanggal 10 Juni 1910 dalam suatu persil di Zutpen yang ruangannya ada di bawah tanah dipakai sebagai gudang barang yang terbuat dari kulit. Aliran waterleiding ruangan atas bocor. Penghuni rumah tersebut menolak menutup keran induk yang ada di dalam rumahnya, hal ini menimbulkan kerugian besar bagi pemilik barang karena air bocor itu. perkara ini diajukan kepengadilan atas dasar onrechtmatige daad. tetapi mahkamah Agung dalam kasasi menolak gugatan itu dengan pertimbangan bahwa “tidak ada kelalaian melanggar undang-undang” (onwet matig nalaten). jadi hubungan kausal yang disyaratkan antara tidak berbuat (nalaten) dan kerugian yang timbul tidak ada.44 Pertimbangan yang lain bahwa tidak terdapat sesuatu ketentuan Undang-undang yang mewajibkan penghuni dari rumah tingkat atas tersebut untuk mematikan kran induk untuk kepentingan pihak ketiga. 43 Hofman dalam M.A,Moegni Djojodirdjo,. Op.cit.,hal.20. ibid. 44 xxi x Wahyudi, FH UI, 2013 Perbuatan melawan..., Ramon Berdasarkan putusan Mahkamah Agung Belanda (hoge raad) sebelum tahun 1919 mengartikan perbuatan melawan hukum itu sebagai: “suatu perbuatan yang melanggar hak orang lain atau jika orang berbuat bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri” Dalam rumusan ini harus diperhatikan hak dan kewajiban hukum berdasarkan undang-undang (wet). Jadi, perbuatan itu harus melanggar hak orang lain atau bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri yang diberikan oleh undang-undang, dengan demikian, melanggar hukum sama dengan melanggar undang-undang (onwet matig). dengan tafsiran sempit itu banyak kepentingan orang dirugikan tetapi tidak dapat menuntut apa- apa .45 Namun Sejak tahun 1919, unsur melawan hukum diartikan dalam arti seluas-luasnya, Pada tahun 1919 Mahkamah Agung Belanda (Hoge raad) memberikan putusan yang terpenting dalam bidang hukum perdata dalam perkara Cohen atau yang terkenal Lindenbaum melawan dengan nama “Lindenbaum-Cohen”. Lindenbaum menggugat S.Cohen supaya membayar ganti rugi dengan alasan bahwa S Cohen telah merugikannya dengan cara yang tidak patut telah membujuk seorang pekerja perusahaan percetakan M. Lindenbaum & co. supaya membocorkan rahasia perusahaannya dengan memberikan hadiah and janji-janji kepada pekerja itu, sehingga pekerja itu memberikan keterangan yang diperlukannya. Lindenbaum merasa dirugikan dan akhirnya menggugat S.Cohen berdasarkan perbuatan melawan hukum pasal 1365 KUHPerdata. Di tingkat pertama perkara itu diperikasa oleh arrondissement rechtbank di Amsterdam. Gugatan dinyatakan diterima dan S Cohen dihukum membayar ganti rugi. S Cohen 45 Abdul Kadir Muhamamad, Hukum Perikatan,(Bandung: Citra Aditya Bakti, 1990),hal.144. Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 tidak menerima putusan dan naik banding kepada Gerechtshof di Amsterdam. Hof memutuskan bahwa putusan Rectbank dibatalkan dan menolak Gugatan Lindenbaum. Kemudian Lindenbaum naik kasasi kepada Hoge Raad. Dalam putusan 31 Januari 1919 Hoge Raad memutuskan “membatalkan pertimbangan putusan Gerechtshof Amsterdam dengan bahwa perbuatan S.Cohen melawan hukum (onrecht-matig), sedangkan yang dikatakan melawan hukum adalah : “berbuat atau tidak berbuat yang melanggar hak orang lain, atau bertentangan dengan kewajiban hukum orang yang berbuat itu sendiri atau bertentangan dengan kesusilaan atau sikap hati-hati sebagaimana patutnya dalam lalu lintas masyarakat terhadap diri atau barang-barang orang lain”.46 Dari putusan ini maka Mahkamah Agung telah berpandangan luas terhadap rumusan perbuatan melawan hukum, tidak hanya perbuatan yang melanggar kaedah-kaedah hukum tertulis, yaitu perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku dan melanggar hak subyektif orang lain, tetapi juga perbuatan yang melanggar kaedah hukum yang tidak tertulis. umpamanya, kaedah yang mengatur tata kesusilaan, kepatutan, ketelitian dan kehati-hatian yang seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan hidup dalam masyarakat atau terhadap harta benda warga masyarakat.47 Sehingga perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan atau kesopanan dapat juga di tuntut lewat perbuatan melawan hukum.48 Jadi Menurut Standaard Arest Tahun 1919, berbuat atau tidak berbuat merupakan suatu perbuatan melawan hukum jika: a. Perbuatan melanggar undang-undang 46 Abdul Kadir Muhammad.,Op.cit.,hal.146. Rosa Agustina, Perbuatan Melawan Hukum.,cet.1 (Jakarta: Program Pascasarjana FHUI,2003),hal.5. 48 Abdul Kadir Muhammad.,op.cit.,hal.146. 47 xxx i Wahyudi, FH UI, 2013 Perbuatan melawan..., Ramon b. Melanggar hak subyektif orang lain, berarti melanggar wewenang khusus yang diberikan oleh hukum kepada seseorang, Yurisprudensi memberikan arti hak subyektif sebagai berikut :49 1) Hak-hak perorang seperti kebebasan, kehormatan, nama baik; 2) Hak atas harta kekayaan, hak kebendaan dan hak mutlak lainnya. Suatu pelanggaran terhadap hak subyekti orang lain merupakan perbuatan melawan hukum apabila perbuatan itu secara langsung melanggar hak subyetif orang lain, dan menurut pandangan dewasa ini diisyaratkan adanya pelanggaran terhadap tingkah laku, berdasarkan hukum tertulis maupun tidak tertulis yang seharusnya tidak dilanggar oleh pelaku dan tidak ada alasan pembenar menurut hukum. c. Bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku. Kewajiban hukum diartikan kewajiban berdasarkan hukum, baik tertulis maupun tidak tertulis (termasuk dalam arti ini adalah perbuatan pidana pencurian, penggelapan dan pengerusakan). d. Bertentangan dengan kaedah kesusilaan, yaitu bertentangan dengan norma-norma moral, sepanjang dalam kehidupan masyarakat diakui sebagai norma hukum. Utrect menulis bahwa yang dimaksudkannya dengan kesusilaan ialah semua norma yang ada di dalam masyarakat, yang tidak merupakan hukum, kebiasaan atau agama.50 e. Bertentangan dengan kepatutan yang berlaku dalam lalu lintas masyarakat terhadap diri dan orang lain. Dalam hal ini harus dipertimbangkan kepentingan sendiri dan kepentingan orang lain dan mengikuti apa yang menurut masyarakat patut dan 49 Rosa Agustina.,Op.Cit.,hal.38. Mr.Mahadi, Sumber-­‐sumber Hukum,(Jakarta:N.V.”Soeroengan”,1958),hal.50 dalam Rosa Agustina.,Ibid.,hal.39. 50 Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 layak. Yang termasuk dalam kategori bertentangan dengan kepatutan adalah : a) Perbuatan yang merugikan orang lain tanpa kepentingan yang layak; b) Perbuatan yang tidak berguna yang menimbulkan bahaya bagi orang lain, yang berdasarkan pemikiran yang normal perlu diperhatikan.51 3. Ada Kesalahan dari Pelaku Salah satu syarat yang lain dari perbuatan melawan hukum adalah adanya kesalahan dari pelaku, Jika dilihat kembali dalam Pasal 1365 KUHPerdata terdapat dua faktor penting dari perbuatan melawan hukum, yaitu adanya faktor kesalahan dan kerugian. Kesalahan adalah perbuatan dan akibat-akibat yang dapat dipertanggung jawabkan kepada diri si pelaku. Menurut Asser’s ia tetap pada pendirian untuk memberikan pengertian atas istilah kesalahan sebagai perbuatan dan akibat-akibat yang dapat dipertanggung jawabkan si pelaku.52 “Dalam hukum pidana telah diterima asas tidak dipidana tanpa kesalahan. Sedang dalam hukum perdata asas tersebut dapat diuraikan: tidak ada pertanggung jawaban untuk akibat-akibat dari perbuatan hukum tanpa kesalahan.53 Kesalahan dipakai untuk menyatakan bahwa seseorang dinyatakan bertanggung jawab untuk akibat yang merugikan yang terjadi dari perbuatannya yang salah. Si Pelaku adalah bertanggung jawab untuk kerugian tersebut apabila perbuatan melawan hukum yang dilakukan dan kerugian yang ditimbulkannya dapat dipertanggungjawabkan kepadanya. Syarat kesalahan ini dapat diukur secara objektif dan subjektif. Secara objektif yaitu harus dibuktikan bahwa dalam keadaan seperti itu manusia yang normal dapat menduga kemungkinan timbulnya akibat dan kemungkinan ini akan mencegah manusia yang baik untuk berbuat atau 51 R.Setiawan, pokok-­‐pokok Hukum Perikatan dalam Rosa Agustina., Ibid.,hal 41. R. Setiawan, Pokok-­‐pokok Hukum Perikatan,(Bandung:Putra abardin,1999),hal.15 53 Ibid. 52 xxx iii Wahyudi, FH UI, 2013 Perbuatan melawan..., Ramon tidak berbuat.54 Secara subjekif, harus diteliti apakah si pembuat berdasarkan keahlian yang ia miliki dapat menduga akibat dari perbuatannya.55 Pasal 1365 KUHPerdata kesalahan dinyatakan sebagai pengertian umum, dapat mencakup kesengajaan maupun kelalaian. Menurut H.F Vollmar, bahwa untuk adanya kesalahan ada pertanyaan sebagai berikut:56 1) Kesalahan dalam arti subjektif atau abstrak, yaitu apakah orang yang bersangkutan umumnya dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya itu? 2) Kesalahan dalam arti objektif atau konkrit, yaitu apakah ada keadaan memaksa (overmacht) atau keadaan darurat (noodtoestand). Dalam hal ini orang tersebut dapat dipertanggungjawabkan perbuatannya namun karena ada keadaan memaksa maka tidak ada kesalahan yang dipertanggung jawabkan. Undang-Undang dan Yurisprudensi mensyaratkan untuk dapat dikategorikan perbuatan melawan hukum sesuai Pasal 1365 Kitab UndangUndang Hukum Perdata Indonesia, maka pada pelaku harus mengandung unsur kesalahan (schuld element) dan melakukan perbuatan tersebut. Karena itu, tanggungjawab tanpa kesalahan (strict liability) tidak termasuk tanggung jawab dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia. Bilamana dalam hal-hal tertentu berlaku tanggungjawab tanpa kesalahan (strict Liability), hal demikian bukan berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia. Karena Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia mensyaratkan untuk dikategorikan perbuatan melawan hukum harus ada kesalahan, maka perlu mengetahui bagaimana cakupan unsur kesalahan itu. Suatu tindakan dianggap mengandung unsur kesalahan, sehingga dapat diminta pertanggungjawaban hukum, jika memenuhi unsur- unsur sebagai berikut:57 54 Vollmar, Pengantar Studi Hukum Perdata,(Jakarata:C.V.Rajawali,1984),hal.458. Rahmat Setiawan, Op. cit.,hal.65. 56 Purwahid Patrik,Dasar-­‐dasar Hukum Perikatan,(Bandung: Mandar Maju,1994),hal.82 57 Munir fuady.,Op.cit.,hal.12. 55 Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 1. Ada unsur kesengajaan 2. Ada unsur kelalaian (negligence, culpa) 3. Tidak ada alasan pembenar atau alasan pemaaf (rechtvaardigingsgrond), seperti keadaan overmacht, membela diri, tidak waras dan lain-lain. Perlu atau tidak, perbuatan melawan hukum mesti ada unsur kesalahan, selain unsur melawan hukum, di sini terdapat 3 (tiga) aliran teori sebagai berikut: a. Aliran yang menyatakan cukup hanya ada unsur melawan hukum. Aliran ini menyatakan, dengan unsur melawan hukum dalam arti luas, sudah mencakup unsur kesalahan di dalamnya, sehingga tidak diperlukan lagi ada unsur kesalahan dalam perbuatan melawan hukum. Di negeri Belanda aliran ini dianut oleh Van Oven. b. Aliran yang menyatakan cukup hanya ada unsur kesalahan. Aliran ini sebaliknya menyatakan, dalam unsur kesalahan, sudah mencakup juga unsur perbuatan melawan hukum. Di negeri Belanda aliran ini dianut oleh Van Goudever. c. Aliran yang menyatakan, diperlukan unsur melawan hukum dan unsur kesalahan. Aliran ini mengajarkan, suatu perbuatan melawan hukum mesti ada unsur perbuatan melawan hukum dan unsur kesalahan, karena unsur melawan hukum saja belum tentu mencakup unsur kesalahan. Di negeri Belanda aliran ini dianut oleh Meyers. Kesalahan yang diharuskan dalam perbuatan melawan hukum adalah kesalahan dalam arti ”kesalahan hukum“ dan ”kesalahan sosial“. Dalam hal ini hukum menafsirkan kesalahan itu sebagai suatu kegagalan seseorang untuk hidup dengan sikap yang ideal, yaitu sikap yang biasa dan normal dalam pergaulan masyarakat. Sikap demikian, kemudian mengkristal yang disebut manusia yang normal dan wajar (reasonable man). 58 58 Ibid.,hal.12. xxx v Wahyudi, FH UI, 2013 Perbuatan melawan..., Ramon 4. Adanya Kerugian bagi korban Syarat-syarat yang lainya untuk dapat dikatakan perbuatan melawan hukum adalah ada kerugian (schade) bagi korban. Adanya kerugian merupakan unsur perbuatan melawan hukum Sebagaimana ditentukan Pasal 1365 KUHPerdata, yang menyebutkan bahwa pada setiap bentuk perbuatan melawan hukum yang menimbulkan suatu kerugian adalah wajib untuk mengganti kerugian, namun bentuk ganti rugi atas perbuatan melawan hukum tersebut tdak ditentukan secara tegas oleh undang-undang, untuk itu para sarjana menganalogikan hal ini dengan menggunakan ketentuan ganti rugi yang disebabkan karena ingkar janji, yaitu Pasal 1243-1252 KUH Perdata59. Adapun unsur kerugian tersebut meliputi kerugian material maupun immaterial. Kerugian materil menurut Moegni disebut juga kerugian kekayaan sedangkan kerugian Imateril disebut juga kerugian idiil, kerugian kekayaan (vermogenschade) pada umumnya mencakup kerugian yang diderita oleh penderita dan keuntungn yang diharapkan diterimanya. Sementara kerugian idiil adalah kerugian moril atau idiil, yakni ketakutan, terkejut, sakit dan kehilangan kesenangan hidup.60 Penyusutan nilai barang juga termasuk dalam hal yang harus diganti rugi. Dalam kasus tabrakan mobil yang ditabrak mobil lain sehingga mobil mengalami kerusakan pada spatbornya, walaupun sudah diperbaiki tetapi tidak mulus lagi, karenanya mobil tersebut mengalami pengurangan harga atau penyusutan (waaarde vermindering), karena masyarakat menganggap bahwa mobil yang sudah cacat walaupun sudah diperbaiki seperti semula, tetapi akan kurang nilainya, dibandingkan mobil yang baik, hal ini menyebabkan kerugian pada pemiliknya, kerugian ini dapat di tuntut ganti-ruginya. Dalam hal ini hoge raad telah memberikan keputusannya tanggal 13 59 Marian Darus Badrulzaman, Op.cit., hal.108 M.A.Moegni,Op.cit.,hal.76. 60 Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 Desember 1963, NJ.1964 no.499. intinya bahwa penyusutan nilai jual harus diganti.61 5. Adanya Hubungan Kausal Antara Perbuatan dengan Kerugian Hubungan kausal atau hubungan sebab akibat dipakai untuk menentukan apakah ada pertalian antara suatu perbuatan hukum dengan kerugian, sehingga orang yang melakukan perbuatan tersebut dapat dimintakan pertanggungjawabannya. Ada berbagai teori tentang hubungan kausal ini, yaitu pertama adalah Teori Conditio Sine Quo yang dikemukakan oleh Von Buri dan kedua, Teori Adequat yang dikemukan oleh Von Kries, namun oleh karena Teori Conditio Sine Quo ini terlampau luas, sehingga baik didalam lingkup hukum perdata maupun hukum pidana teori ini tidak dapat digunakan untuk menentukan apakah suatu perbuatan dianggap sebagai suatu perbuatan hukum atau bukan, yang mana teori ini menyatakan "bahwa tiap-tiap masalah merupakan syarat bagi timbulnya suatu akibat adalah menjadi sebab akibat" sedangkan teori yang kedua yang menurut beberapa putusan dari Hoge Raad merupakan teori yang sebaiknya digunakan untuk menyelesaikan persoalan tentang hubungan kausal, karena teori ini tidak hanya memandang sesuatu dari segi normatif maupun dari segi kenyataan, yaitu perbuatan yang harus dianggap sebagai sebab dari akibat yang timbul adalah perbuatan yang seimbang dengan akibat menurut perhitungan yang layak. Namun pada tahun 1962 teori kedua yang dianggap layak oleh Hoge Raad ini mendapat sangkalan dari Koster yang disampaikannya pada pidato pengukuhannya yang berjudul "Kausaliteit dan Apa yang Dapat Diduga", ia berpendapat bahwa Teori Adequat yang sebelumnya menjadi dasar dalam memecahkan masalah hubungan kausal tersebut dihapuskan dan diganti dengan sisem "dapat dipertanggungjawabkan secara layak" atau Toerekening naar redelijkheid (TNR) dengan mempertimbangkan bagaimana sifat 61 Ibid.,hal 75 xxx vii Wahyudi, FH UI, 2013 Perbuatan melawan..., Ramon kejadian yang menjadi dasar tanggung jawab si pelaku serta sifat dari kerugian yang ditimbulkan dari kejadian tersebut dan sejauh mana tingkat kemungkinan timbulnya kerugian yang dapat diduga serta beban yang seimbang bagi pelaku untuk mengganti kerugian dengan memperhatikan kedudukan finansial pihak yang dirugikan. Adapun teori yang terakhir merupakan penyempurnaan dari teori-teori sebelumnya, sehingga suatu persoalan mengenai hubungan kausal dapat dipecahkan dengan lebih bijaksana.62 A.3 Tanggung Jawab Karena Perbuatan Melawan Hukum Dari penjelasan tentang perbuatan melawan hukum tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab karena perbuatan melawan hukum adalah merupakan tanggung jawab karena adanya kesalahan dari subyek hukum yang menimbulkan kerugian bagi pihak lain. Dari kesalahan yang merugikan pihak lain tersebut, maka timbul pertanggung jawaban dari subyek hukum yang bersangkutan atas kesalahannya, sehingga ia harus mengganti kerugian yang ditimbulkan dari perbuatannya. Di dalam hukum perdata, pertanggungan jawab kesalahan dapat meliputi: a. Setiap perbuatan yang mengakibatkan kerugian bagi pihak lain, maka harus ada ganti kerugian yang ditimbulkan dari perbuatan itu (Pasal 1365 Kitab Undang-Udang Hukum Perdata); b. Seseorang tidak hanya bertanggung jawab terhadap kerugian yang diakibatkan dari perbuatan yang disengaja, tetapi juga harus bertanggung jawab karena kelalaiannya atau sikap kurang hati-hati (Pasal 1366 Kitab Undang-Udang Hukum Perdata); Di dalam lingkup hukum perdata, seseorang atau badan hukum, tidak hanya bertanggung jawab terhadap kerugian yang diakibatkan dari perbuatan sendiri, tetapi juga harus bertanggung jawab karena perbuatan orang lain yang menjadi tanggungannya dan benda yang berada dalam pengawasannya (Pasal 1367 Kitab Undang-Udang Hukum Perdata). Di 62 Rosa Agustina ., Op.cit,hal.91-­‐95 Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 dalam hukum tentang perbuatan melawan hukum, suatu tanggung jawab atau kewajiban untuk membayar ganti rugi adalah bilamana ada kesalahan atau seseorang telah bersalah baik karena kesengajaan maupun karena kelalaian atau kelapaan, namun disamping itu dikenal pula dalam hukum apa yang dinamakan dengan tanggung jawab “mutlak” atau strict liability63 yang menganut prinsip menyimpang dari Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu liability based on fault, meskipun pada dasarnya gagasan dari tanggung jawab mutlak ini secara umum tidak jauh berbeda dengan gagasan tanggung jawab sebagaimana diatur di dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, penyimpangan ini terletak pada saat pemberian ganti rugi diperoleh dari pelaku,setelah pihak yang menderita kerugian dapat membuktikan bahwa kerugian yang timbul merupakan akibat kesalahan yang dilakukan oleh pelaku dan beban pembuktian ada pada orang yang merasa dirugikan. Tanggung jawab mutlak atau pertanggungjawaban tanpa kesalahan adalah suatu tanggung jawab hukum yang dibebankan kepada pelaku perbuatan melawan hukum tanpa melihat apakah yang bersangkutan dalam melakukan perbuatannya itu mempunyai unsur kesalahan atau tidak64 dan si pelaku dapat dimintakan pertanggung jawabannya secara hukum. Adapun di dalam prinsip tanggung jawab mutlak yang diutamakan adalah fakta kejadian oleh korban dan tanggung jawab oleh orang yang diduga sebagai pelaku dimana kepadanya tidak diberikan hak untuk membuktikan tidak bersalah. B. Prestasi dan wanprestasi Dari suatu perjanjian lahirlah prestasi dari satu atau lebih orang (pihak) kepada satu atau lebih orang (pihak) lainnya. Prestasi adalah barang sesuatu yang dapat dituntut,65 Prestasi adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh debitur dalam setiap perikatan yaitu memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.66 Sedangkan untuk itu jika salah satu pihak (debitur) 63 Munir fuady., Op.cit., hal.173 Rosa Agustina.,Op.cit.,hal.68 65 Subekti.,Loc.cit.,hal.123. 66 Abdul Kadir.,Op.cit., 17 64 xxx ix Wahyudi, FH UI, 2013 Perbuatan melawan..., Ramon tidak memenuhi prestasinya kepada pihak yang lain (kreditur) maka debitur tersebut dapat dikatakan wanprestasi. Pasal 1236 KUHPerdata mengatakan: “Si berhutang adalah wajib untuk memberikan biaya, rugi dan bunga kepada si berpiutang, apabila ia telah membawa dirinya dalam keadaan tidak mampu untuk menyerahkan bendanya atau telah tidak merawat sepatutnya guna menyelamatkannya”. aturan ini sebenarnya merupakan konsekuensi dari pasal 1235 KUHPerdata yang berbicara tentang kewajiban debitur pada perikatan untuk memberikan sesuatu, sehingga kalau kita menafsirkan pasal tersebut kita harus menghubungkannya dengan pasal 1235 itu. Pasal 1236 mengatur tentang akibat dari tidak dipenuhinya kewajiban debitur seperti yang ditentukan dalam pasal sebelumnya, kalau sampai terjadi ada kerugian bagi kreditur.67 Dengan tidak dipenuhi kewajiban dan atau prestasinya maka debitur dianggap melakukan kesalahan. Kesalahan di sini adalah terjemahan dari kata schuld yang dalam arti luas meliputi kesengajaan (opzet) dan kelalaian (onachtzaamheid).68 a. Kesengajaan Dalam hal ada kesengajaan, maka timbulnya kerugian memang dikehendaki, bahwa di sini orang melakukan suatu tindakan atau mengambil sikap yang menimbulkan kerugian, memang diniati dan dikehendaki.69 Pada prinsipnya orang bertanggung jawab atas kerugian yang timbul karena salahnya (pasal 1365 dan 1366). Bahkan orang bertanggung jawab atas kerugian yang timbul karena kesalahan orang bawahannya (lihat pasal 1391) dan orang yang menjadi tanggung jawabnya (pasal 1367).70 b. Kelalaian Salah satu kemungkinan dimana salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya adalah karena ia lalai. Dalam hukum, kelalaian 67 J.Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Pada umumnya, cet.3.,(Bandung:Alumni,1999), hal.89 68 Ibid. Ibid.,hal.95 70 Ibid.,hal.96 69 Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 merupakan faktor yang membawa akibat hukum yang penting.71 Seseorang dikatakan lalai apabila ia tidak memenuhi kewajibannya atau terlambat memenuhinya atau memenuhinya tetapi tidak seperti yang telah diperjanjikan.72 Pertanyaannya adalah kapan seorang dapat dikatakan lalai, Seseorang dikatakan lalai apabila : 1) Pada perikatan murni (tanpa ketentuan waktu) Pada asasnya saat pelaksanaan prestasi itu harus tertentu atau dapat ditentukan, sebab kalau waktu itu tidak tertentu atau dapat dibuat tidak tertentu oleh debitur, maka kapan bisa dikatakan debitur wanprestasi? Kalau tidak dapat ditentukan maka hal itu sama dengan bahwa perikatan-perikatan itu setiap kali bisa dibatalkan oleh debitur.Karenanya kreditur harus diberikan kesempatan untuk menetapkan waktu pemenuhan prestasi, kalau sebelumnya tidak telah ditentukan dalam perjanjian yang bersangkutan. Jadi di sini pada prinsipnya, sebelum kreditur menetapkan kapan prestasi harus diserahkan, maka debitur setiap saat boleh berprestasi atau tinggal diam sampai ada pemberitahuan dari kreditur.73 2) Pada perikatan dengan ketetapan waktu Pada perikatan dengan ketetapan waktu pada umumnya orang berpendapat, bahwa perikatan itu sudah lahir atu ada pada saat perjanjian yang melahirkannya ditutup, hanya daya kerjanya saja yang ditunda. Dalam hal di dalam suatu perjanjian telah ditetapkan suatu batas waktu, yang dimaksudkan sebagai batas akhir (verbal termijn), maka lewatnya waktu itu saja sudah menjadikan debitur wanprestasi. Adanya maksud untuk menganggap ketentuan waktu sebagai batas akhir, dapat ditafsirkan dari adanya janji denda untuk setiap hari keterlambatan prestasi, dihitung dari batas waktu yang ditentukan dalam perjanjian. Kalau kreditur menuntut debitur agar ia memenuhi kewajiban prestasinya, maka kreditur menuntut debitur 71 Ibid.,hal.100 Subekti.,Op.cit.,hal.147. 73 Satrio.,Op.cit.,hal.101. 72 xli Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 berdasarkan perikatan yang ada antara mereka. Karena dasar tuntutannya adalah perikatan yang sudah ada antara mereka, maka untuk menuntut pemenuhan perikatan, kreditur tidak perlu untuk mendahuluinya dengan suatu somasi.74 Namun dalam hal perikatan tersebut timbul dari suatu perjanjian timbal balik sehingga pada kedua belah pihak ada kewajiban prestasi dari yang satu kepada yang lain maka sebelum kreditur dapat menuntut debitur atas dasar wanprestasi harus dipenuhi syarat lebih dahulu, yaitu kreditur sendiri harus memenuhi kewajibannya terhadap lawan janjinya.75 Menurut Prof. Subekti, yang dapat dituntut dari seorang debitur yang lalai adalah sebagai berikut:76 1) Pertama, ia (kreditur) dapat meminta pelaksanaan perjanjian, meskipun pelaksanaan ini sudah terlambat; 2) Kedua, ia dapat meminta penggantian kerugian saja, yaitu kerugian yang dideritanya, dilaksanakan, atau karena perjanjian dilaksanakan tidak tetapi atau tidak terlambat sebagaimana mestinya; 3) Ketiga, ia dapat menuntut pelaksanaan perjanjian disertai dengan penggantian kerugian yang diderita olehnya sebagai akibat terlambatnya pelaksanaan perjanjian; 4) Keempat, dalam hal suatu perjanjian yang meletakkan kewajiban timbal balik, kelalaian satu pihak memberikan hak kepada pihak yang lain untuk meminta kepada hakim supaya perjanjian dibatalkan, disertai dengan permintaan penggantian kerugian. Hak ini diberikan oleh pasal 1266 KUHPerdata yang menentukan bahwa setiap perjanjian bilateral selalu dianggap telah dibuat dengan syarat, bahwa kelalaian salah satu pihak akan mengakibatkan pembatalan perjanjian. Pembatalan tersebut harus dimintakan kepada hakim. 74 Satrio.Ibid.,hal.133. Ibid.,hal.134. 76 Subekti.,Op.cit.,hal.147-­‐148 75 Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 Masih menurut Prof Subekti, dalam hubungan ini, telah dipersoalkan apakah perjanjian itu sudah batal karena kelalaian pihak debitur ataukah harus dibatalkan oleh hakim. Menurut pendapat yang paling banyak dianut, bukanlah kelalaian debitur yang menyebabkan batal tetapi putusan hakim yang membatalkan perjanjian, sehingga putusan itu bersifat constitutief dan tidak declaratoir. Hakim mempunyai suatu kekuasaan discretionir. Artinya ia berwenang untuk menilai wanprestasi debitur. Apabila kelalaian itu dianggap terlalu kecil, hakim berwenang untuk menolak pembatalan perjanjian meskipun ganti rugi yang diminta harus diluluskan. Tentu saja kedua pihak yang berkontrak dapat juga mengadakan ketentuan bahwa pembatalan ini tidak usah diucapkan oleh hakim, sehingga perjanjian dengan sendirinya akan hapus manakala salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. C. Transaksi lindung nilai (hedging) ditinjau dari kosep hukum perjanjian Indonesia Transaksi lindung nilai (hedging) didasari oleh suatu perjanjian yang dilakukan antara nasabah dengan bank, perjanjian lindung nilai adalah bagian dari transaksi atau perjanjian derivatif, bahasa senderhananya perjanjian ini adalah perjanjian jual-beli valuta asing terhadap rupiah, misalnya jual beli dollar dengan rupiah yang telah dikunci nilainya untuk nilai tertentu untuk dibayarkan dikemudian hari. Tujuannya dilakukan transaksi lindung nilai adalah melindungi perusahaan untuk menghindari resiko atau mengurangi resiko kerugian atas valuta asing sebagai akibat dari terjadinya transaksi bisnis, sehingga perusahaan dapat melakukan penjualan atau pembelian sejumlah mata uang, untuk menghindari risiko kerugian akibat selisih kurs yang terjadi karena adanya transaksi bisnis yang dilakukan perusahaan tersebut.77 Transaksi derivatif ini terjadi di dua tempat yang pertama diperdagangkan di pasar bursa (on exchange), bisa bursa saham atau bursa komoditas, yang kedua 77 Adrian Sutedi, Produk-­‐produk derivative dan aspek hukumnya, (Bandung: Alfabeta,2012), hal.102. xliii Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 diperdagangkan diluar bursa atau biasa disebut over the counter (OTC), produk yang dijual dalam bursa efek adalah saham, obligasi, obligasi konversi, reksa dana dan sertifikat penitipan efek sedangkan turunannya atau derivatifnya adalah bukti right, warran, kontrak berjangka (indeks futures), opsi, opsi saham, efek beragun aset, kontrak investasi kolektif. Sementara untuk perdagangan yang di lakukan di luar bursa atau over the counter berbentuk forward, kontrak forward umumnya digunakan oleh para importir atau eksportir pada saat barang yang di invoice dalam valuta asing.78 Dalam kamus Black’s law Hedge, (vb) atau hedging,(n) diartikan sebagai to use two compensating or offsetting ever transactions to ensure a position of breaking even; esp., to maka advance arrangement to safeguard one self from loss on an investment, ties insure against unfavorable price changes by buying in advance at a fixed rate for later delivery.79 Jadi merupakan suatu cara untuk melindungi perusahaan terhadap perubahan harga yang tidak menguntungkan dengan melakukan pembelian dimuka pada tingkat bunga tetap yang akan diambil nanti. Lindung nilai hedging sangat bermanfaat bagi perusahaan yang mememiliki usaha dan kerap bertransaksi yang berkaitan dengan suku bunga atau nilai tukar, jika perusahaan mempunyai hutang dalam valuta asing dan suku bunga mengambang mereka pasti akan terpengaruh. menghadapi suku bunga yang cenderung naik dan nilai tukar berfluktuatif, kebutuhan hedging juga dirasakan semakin besar khususnya oleh perusahaan-perusahaan umum yang kerap melakukan ekspor dan impor.80 Hedging juga dapat mengurangi kemungkinan bangkrut, memungkinkan perusahaan untuk mendapatkan kredit dari kreditor dengan lebih mudah menjalin kerjasama yang lebih baik dengan pemasok dan barangkali memungkinkan perusahaan untuk mendapatkan pinjaman dengan suku bunga yang lebih rendah (karena resiko) yang dirasakan oleh pemberi pinjaman lebih rendah). hedging juga dapat memungkinkan perusahaan untuk meramalkan pengeluaran dan penerimaan 78 Ibid.,hal.42 Bryan A.Garner, Black’s law Dictionary abridged nith edition, (United states of Amerika: Thomson Reuters,2010),hal.622. 80 Ibid., 79 Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 kas di masa dengan dengan lebih akurat, sehingga dapat mempertinggi kualitas dari keputusan pengangaran kas.81 Menurut Madura, jika perusahaan multinasional memutuskan untuk melakukan lindung nilai (hedging) sebagai atau seluruh exposure transaksinya, perusahaan dapat menggunakan perangkat-perangkat hedging berupa kontrak futures, kontrak forward, instrument pasar uangan dan opsi valuta. salah satu teknik hedging yang banyak disukai dan digunakan oleh perusahaan multinational yaitu hedging contaract forward.82 C.1 Hedging Contract Forward Kontrak forward diimplementasikan menggunakan kurs forward (forward rate). Kurs forward mewakili kurs penukaran valuta pada suatu waktu di masa depan. Jika sebuah perusahaan multinasional memperkirakan akan adanya kebutuhan atau penerimaan suatu valuta asing tertentu di masa depan, peruasahaan tersebut dapat melakukan kontrak forward untuk mengunci kurs pembelian atau penjualan valuta asing. Strategi ini digunakan untuk berlindung dan kemungkinan valuta yang dimaksud mengalami depresiasi dikemudian hari. Periode forward yang paling umum adalah 30, 60, 90, 180, 360 hari, walaupun periode lain juga tersedia. Kurs forward dari suatu valuta biasanya akan bervariasi menurut panjanganya periode forward. Dalam dunia nyata sekarang, semua perusahaan multinasional menggunakan kontrak forward.83 Transaksi valuta asing forward dapat diartikan sebagai transaksi valuta asing dimana value date (tanggal penyerahan valuta) berjarak lebih dari dua hari kerja dari deal datenya (tanggal kesepakatan transaksi) dengan kurs yang telah ditetapkan pada saat tanggal transaksi (deal date).84 81 M.Faisal,Manajemen Keuangan Internasional; dengan penekanan praktek pada pasar devisa, edisi pertama,(Jakarta:Salemba Empat,2001),hal 8. 82 Jeff Madura, International Financial Management,edisi ketujuh,(Thomson south-­‐ western,2003),hal.322. sebagaimana dikutip oleh Adrian Sutedi.,Opcit.,hal.103. 83 Ibid.,hal 62. 84 Heli Charisma Berlianta, Mengenal Valuta Asing,cet.3,(Yogyakarta:Gajah Mada Universty perss ,2006),hal.91. xlv Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 Transaksi forward merupakan transaksi yang dilakukan di luar bursa atau lebih dikenal dengan istilah Over the counter (OTC) market. Karena dilakukan diluar bursa maka features dari transaksi yang berlangsung adalah sepenuhnya kesepakatan pihak-pihak yang melakukan transaksi. Berbeda dengan transaksi yang dilakukan dibursa dimana produk yang diperdagangkan diatur sepenuhnya oleh bursa, maka transaksi over the counter mempunyai sifat yang sangat fleksibel. Feature dari transaksi ini bisa diubah sesuai dengan kesepakatan pihakpihak yang bertransaksi. Transaksi forward dapat dilakukan dimana saja, dengan demikian transaksi forward bersifat desentralisasi dan dapat dilakukan oleh siapa saja (asalkan tidak ada larangan dari otoritas setempat untuk melakukan transaksi tersebut). Hal ini berbeda dengan transaksi dibursa yang tersentralisasi di bursa dan hanya dapat dilakukan oleh anggota bursa saja.85 Dalam tesis ini penulis membatasi pembahasan pada Transaksi forward yang bernama callable forward, callable forward adalah structure product (produk derivatif) di dalamnya terdapat instrument investasi yang dilakukan dengan mengkombinasikan transasksi forward dan option untuk memperoleh harga yang baik dari harga pasar dengan menetapkan kurs pada nilai tertentu. Menurut Peraturan Bank IndonesiaTransaksi Derivatif menurut PBI No. 7/31/2005 yang sebagian ketentuannya telah diubah oleh PBI Nomor 10/38/PBI/2008 tentang Perubahan atas PBI No.7/31/PBI/2005 tentang Transaksi Derivatif (PBI No.10/ 38 /PBI/2008) adalah transaksi yang didasari oleh suatu kontrak atau perjanjian pembayaran yang nilainya merupakan turunan dari nilai instrument yang mendasari seperti suku bunga, nilai tukar, komoditi, ekuiti dan indeks, baik yang diikuti dengan pergerakan atau tanpa pergerakan dana atau instrumen, namun tidak termasuk derivatif kredit. Derivatif berasal dari kata derivative yang dalam Black’s Law Dictionary, derivative diartikan sebagai “a financial instrument whose 85 Ibid. Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 value depends on or is derived from the performance of a secondary source such as an underlying bond, currency, or commodity. Also termed derivative instrument.”86 (Instrumen keuangan yang nilainya bergantung pada atau dialihkan pada keberadaan aset lainnya seperti harga saham, nilai tukar, atau komoditi yang mendasarinya, dikenal juga dengan instrumen derivatif.) C.2 Perjanjian Baku Transaksi Lindung Nilai Transaksi lindung nilai dilakukan antara nasabah dengan bank dituangkan dalam bentuk perjanjian, perjanjian dalam konteks transaksi derivatif, apabila perjanjian yang bersangkutan ditundukkan pada hukum Indonesia, akan tunduk diantaranya pada ketentuan-ketentuan hukum perdata yang diatur dalam KUHPerdata. Doktrin membedakan perjanjian ke dalam perjanjian bernama dan tidak bernama. Perjanjian bernama diatur dalam kitab undang-undang hukum perdata, karena dianggap sebagai peristiwa hukum yang paling banyak terjadi di masyarakat. Contoh yang paling umum adalah jual beli dan tukar menukar. Ketentuan-ketentuan hukum yang diatur di dalamnya secara umum bersifat pelengkap. Para pihak dapat mengatur secara lain dalam perjanjian bernama, terkecuali ditentukan oleh KUHPerdata bahwa ketentuan demikian bersifat memaksa. Apabila para pihak tidak mengatur lain, ketentuan-ketentuan dalam KUHPerdata, khususnya Buku III, akan melengkapi dan mengatur hubungan hukum di antara kedua pihak tersebut. Demikian pula, ketentuan-ketentuan yang bersifat umum mengenai perjanjian akan juga berlaku terhadap hubungan hukum di antara para pihak. Prinsip yang sama juga diberlakukan terhadap perjanjian tidak bernama, maka terhadap perjanjian derivatif juga berlaku prinsip ini. Menurut C.Asser Perjanjian adalah suatu perbuatan atau tindakan yang terbentuk dengan tercapainya kata sepakat yang merupakan 86 Bryan A.Garner, Black’s law Dictionary abridged nith edition, (United states of Amerika:Thomson Reuters,2010),hal.398. xlvi i Wahyudi, FH UI, 2013 Perbuatan melawan..., Ramon pernyataan kehendak bebas dari dua orang (pihak) atau lebih, dimana tercapainya sepakat tersebut tergantung dari para pihak yang menimbulkan akibat hukum untuk kepentingan pihak yang satu dan atas beban pihak lain atau timbal balik dengan mengindahkan kententuan perundang-undangan.87 Singkatnya perjanjian adalah perbuatan hukum yang menimbulkan, berubahnya, hapusnya hak, atau menimbulkan suatu hubungan hukum dan dengan cara cara demikian, perjanjian menimbulkan akibat hukum yang merupakan tujuan para pihak. Jika suatu perbuatan hukum adalah perjanjian orang-orang yang melakukan tindakan hukum disebut pihak-pihak.88 Perjanjian, menurut rumusan pasal 1313 KUHPerdata, didefinisikan sebagai:89 “Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap orang lain atau lebih.” Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.90 Kedua rumusan tersebut menyiratkan bahwa sesungguhnya dari suatu perjanjian lahirlah kewajiban atau prestasi dari satu atau lebih orang (pihak) kepada satu atau lebih orang (pihak) lainnya, yang berhak atas prestasi tersebut. Rumusan tersebut memberikan konsekuensi hukum bahwa dalam suatu perjanjian akan selalu dua pihak, dimana satu pihak adalah pihak yang wajib berprestasi (debitur) dan pihak lainnya adalah pihak yang berhak atas prestasi tersebut (kreditur). Masingmasing pihak tersebut dapat terdiri dari satu atau lebih orang, bahkan dengan berkembangnya ilmu hukum, pihak tersebut dapat juga terdiri dari satu atau lebih badan hukum. Pasal 1314 KUHPerdata lebih jauh menyatakan bahwa atas prestasi yang wajib dilakukan oleh debitur dalam perjanjian tersebut, debitur yang berkewajiban tersebut dapat meminta dilakukannya, kontra prestasi dari 87 Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum perjanjian dan penerapannya di Bidang Kenotariatan,(Bandung; Citra aditya Bakti,2009),hal.3 88 Ibid. 89 Kitab Undang-­‐undang Hukum Perdata.,op.cit.,pasal.1313 90 Subekti, Hukum Perjanjian,cet.19,(Jakarta: Intermasa,2002),hal.1. Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 lawan pihaknya tersebut. Ini berarti, pada dasarnya perjanjian dapat melahirkan perikatan yang bersifat sepihak (dimana hanya satu pihak yang wajib berprestasi) dan perikatan yang bertimbal balik (dengan kedua belah pihak saling berprestasi).Berdasarkan hal tersebut maka transaksi derivatif didasari oleh suatu perjanjian yang bertimbal balik karena, baik bank maupun nasabah, keduanya berkewajiban untuk memenuhi prestasi tertentu. Untuk dapat dikatakan telah terjadi suatu perjanjian maka doktrin mengenal unsur-unsur perjanjian, menurut Herlien Budiono unsur-unsur perjanjian terdiri atas :91 1. Kata sepakat dari dua pihak atau lebih. Unsur dari ciri pertama dari perjanjian adalah kata sepakat, yaitu pernyataan kehendak beberapa orang (duorum vel plurium in idem placitum onsensus) artinya, perjanjian hanya dapat timbul dengan kerja sama dari dua orang atau lebih atau perjanjian dibangun oleh perbuatan beberapa orang, karenanya perjanjian digolongkan sebagai perbuatan hukum berganda. Pasal 1313 KUHPerdata menyebutkan terjadinya perjanjian, yaitu dengan mana satu orang atau lebih mengikatakan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.92 2. Kata sepakat yang tercapai harus bergantung kepada para pihak; Kata sepakat tercapai jika pihak yang satu menyetujui apa yang ditawarkan oleh pihak lainnya. Dengan kata lain, para pihak saling menyetujui. Namun kehendak para pihak saja tidaklah cukup, kehendak tersebut harus pula dinyatakan. Kehendak saja dari para pihak tidak akan menimbulkan akibat hukum. Perjanjian terbentuk setelah para pihak saling menyatakan kehendaknya dan adanya kesepakatan diantara mereka. Pembeli berhak mendapatkan benda yang dibelinya dan berkewajiban membayar harganya, dilain pihak, penjual mengharapkan diterimanya harga jual beli, tetapi berkewajiban menyerahkan benda yang dijualnya. Tanpa tercapainya kata sepakat diantara penjual dan pembeli tidak akan 91 Herlien,op.cit.,hal.6. Subketi dan Tjitrosudibyo, Kitab-­‐Undang-­‐Undang Hukum Perdata .cet.25,(Jakarata: Pradnya Parmita,1993) terjemahah BW dalam bahasa Indonesia. 92 xlix Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 terjadi jual beli. Sebaliknya, jika tercapainya kata sepakat tidak bergantung pada para pihak terkait, tidak dapat dikatakan bahwa perbuatan hukum tersebut adalah perjanjian. 3. Keinginan atau tujuan para pihak untuk timbulnya akibat hukum; Unsur ini memperhitungkan untuk mempertimbangkan apakah suatu pernyataan kehendak yang muncul sebagai janji akan memunculkan akibat hukum atau sekedar kewajiban sosial dan kemasyarakatan tidak semua janji itu menimbulkan akibat hukum, dalam praktek juga mengenal gentelment’s agreement, letter of intent tetapi tidak semuanya menimbulkan akibat hukum, melainkan hanya memunculkan akibat kewajiban moril, dimaksudkan untuk memberikan dasar dan memberikan struktur pada perjanjian yang akan dituju oleh para pihak. 4. Akibat hukum untuk kepentingan pihak yang satu dan atas beban yang lain atau timbal balik Keinginan atau kemauan para pihak saja tidaklah cukup untuk memunculkan akibat hukum. Untuk terbentuknya perjanjian diperlukan pula unsur timbal balik. Perlu diperhatikan akibat hukum perjanjian hanya mengikat para pihak dan tidak dapat mengikat pihak ketiga. Ini merupakan asas umum dari hukum kontak dan juga termuat dalam ketentuan pasal 1315 KUHPer jo 1340 KUHPPer yang menetapkan bahwa suatu perjanjian berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya. 5. Dibuat dengan mengindahkan kententuan perudang-undangan. Bentuk perjanjian pada umumnya bebas ditentukan para pihak. Namun Undang-undang menetapkan bahwa beberapa perjanjian tertentu harus dibuat dalam bentuk tertentu. Penetapan demikian oleh undangundang mengenai bentuk yang diwajibkan mengakibatkan bahwa akta menjadi syarat mutlak bagi terjadinya perbuatan hukum tersebut, misalnya perjanjian perkawinan, hibah, pendirian perseroan terbatas, jaminan fiducia dan lain-lain. Selanjutnya untuk operasional perjanjian maka suatu perjanjian haruslah dibuat dengan sah, karena dengan sahnya perjanjian menurut Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 Undang-undang maka perjanjian itu baru bisa mengikat pihak-pihak yang membuatnya, untuk dikatakan sah harus dipenuhi 4 syarat seperti tersebut dalam pasal 1320 sampai dengan 1337 KUHPerdata, pasal 1320 menyebutkan syarat-syarat tersebut :93 1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri/ adanya persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang membuat perjanjian (consensus) 2. Kecakapan (pihak-pihak) untuk membuat suatu perikatan (capacity) 3. Suatu hal tertentu (a certain subject matter) 4. Suatu sebab yang halal (legal cause).94 Pasal 1320 KUHPerdata, untuk sahnya perjanjian diperlukan empat syarat yaitu: 1) Yang dimaksud dengan persetujuan kehendak adalah kesepakatan seia sekata antara pihak-pihak mengenai pokok perjanjian itu. Sepakat untuk mengikatkan dirinya. Sepakat tersebut mencakup pengertian tidak saja untuk mengikatkan diri tetapi juga sepakat untuk mendapatkan prestasi. Dalam perjanjian timbal balik, masing-masing pihak tidak saja mempunyai kewajiban, tetapi juga berhak atas prestasi yang telah diperjanjikan.95 Menurut pasal 1321 KUHPerdata, kesepakatan tidak sah apabila terdapat kekhilafan, paksaan ataupun penipuan. Kesepakatan merupakan perjumpaan atau kehendak dari para pihak. Kehendak tersebut terjewantahkan dalam pernyataan- pernyataan yang disampaikan oleh kedua belah pihak.96 Pada umumnya pernyataan yang diberikan seseorang adalah sesuai dengan kehendak. Namun juga terbuka kemungkinan ada ketidak sesuaian antara kehendak dan pernyataan. (pasal 1321-1322 dan 1328 KUHPer). 2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. Pada dasarnya setiap orang cakap untuk membuat suatu perikatan. Ketentuan pasal 1329 KUHPerdata menyatakan 93 hal serupa Marhainis Abdulhay, Hukum Perdata Material jilid III,(Jakarta:Pradnya Paramita,1984),hal.38. 94 Abdul Kadir Muhammad, Opcit.,hal.88 95 Herlien Budiono., Opcit.,hal.73 96 Ibid.,hal.75 li Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 yakni:”Setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan perikatan terkecuali ia oleh undang-undang dinyatakan tidak cakap” Menurut pasal 1330 KUHPerdata orang-orang yang tidak cakap secara hukum antara lain orang yang belum dewasa, mereka yang di bawah pengampuan, perempuan yang terikat perkawinan. Namun sejak adanya Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1963 tentang Gagasan Menganggap Burgerlijk Wetboek Tidak Sebagai Undang-Undang maka perempuan yang terikat perkawinan cakap melakukan perbuatan hukum sendiri;97 3) Suatu hal tertentu, artinya apa yang diperjanjikan dalam suatu perjanjian, haruslah suatu hal atau suatu barang yang cukup jelas atau tertentu. Syarat ini perlu, untuk dapat menetapkan kewajiban si berhutang, jika terjadi perselisihan. Barang yang dimaksudkan dalam perjanjian, paling sedikit harus ditentukan jenisnya.98 Dasar hukumnya adalah pasal 1332 sampai dengan 1334 KUHPerdata; 4) Suatu sebab yang halal. Ketentuan pasal 1335 KUHPerdata menyatakan sebagai berikut:“Suatu perjanjian tanpa sebab atau yang telah dibuat karena suatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan (hukum). Dengan kata lain, batal demi hukum.” Sebab yang palsu dapat terjadi jika suatu sebab yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya atau sebab yang disimulasikan. Kemungkinan juga telah terjadi kekeliruan terhadap sebabnya. Dengan demikian yang penting adalah bukan apa yang dinyatakan sebagai sebab, melainkan apa yang menjadi sebab yang sebenarnya. Suatu perjanjian dilakukan dengan sebab yang dilarang jika sebab bertentangan, baik dengan norma-norma dari hukum yang tertulis maupun yang tidak tertulis.99 Berkenaan dengan ini, ketentuan pasal 1337 KUHPerdata menyatakan suatu sebab adalah terlarang jika 97 Indonesia, Undang-Undang Tentang Perkawinan, UU No. 1, LN No. 12 Tahun 1975, TLN No.301, Ps. 31 ayat (1) jo. ayat (2) 98 Subekti,opcit.,hal.136 99 Herlien Budiono.Op.cit., hal.111. Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 melanggar undang-undang, kesusilaan baik dan ketertiban umum. Dasar hukum pasal 1335 sampai dengan pasal 1337 KUHPerdata.100 Keempat syarat sah perjanjian tersebut dapat dibedakan menjadi syarat subjektif (sepakat dan kecakapan) dan syarat objektif (suatu hal tertentu dan sebab yang halal). Jika salah satu syarat subjektif tidak dipenuhi maka salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta perjanjian dibatalkan oleh hakim Perjanjian tersebut tetap mengikat para pihak selama tidak dibatalkan oleh hakim, atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan.Jika salah satu syarat objektif tidak dipenuhi maka perjanjian batal demi hukum. Artinya, dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. Tujuan para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut untuk melahirkan suatu perikatan hukum adalah gagal. Dengan demikian, maka tiada dasar untuk saling menuntut di depan hakim.101 Transaksi lindung nilai dilakukan dengan suatu perjanjian, perjanjian yang dilakukan adalah merujuk pada suatu perjanjian baku yang dalam dunia perbankan biasa dikenal sebagai international swap dealers associations (ISDA).102 Perjanjian standar atau baku juga harus merujuk atau tunduk pada syarat-sah perjanjian. Kenapa harus menggunakan perjanjian baku?, perjanjian derivatif yang berbasis forward ini dilakukan di luar bursa atau over the counter bila setiap kali transaksi harus membuat suatu perjanjian maka akan cukup memakan waktu, walaupun sebenarnya ada kebebasan berkontrak untuk membuat perjanjian, semuanya digantungkan kepada kesepakatan para pihak yang terlibat, namun untuk praktisnya bisa juga menggunakan standar baku seperti ISDA ini. 100 Subekti.Op.cit.,hal.20. Ibid. 102 About ISDA , Since 1985, ISDA has worked to make the global over-­‐the-­‐counter (OTC) derivatives markets safer and more efficient. Today, ISDA is one of the world’s largest global financial trade associations, with over 825 member institutions from 57 countries on six continents. These members include a broad range of OTC derivatives market participants: global, international and regional banks, asset managers, energy and commodities firms, government and supranational entities, insurers and diversified financial institutions, corporations, law firms, exchanges, clearinghouses and other service providers. Information about ISDA and its activities is available on the Association's web site: www.isda.org. 101 liii Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 Selanjutnya akan dijelaskan tetang perjanjian standar yang ada dalam ISDA master agreement. C.3 Sejarah ISDA Pada permulaan tahun 1980-an perkembangan transaksi swap atau kemudian transaksi derivatif terhambat, karena tidak adanya istilah-istilah dan ketentuan-ketentuan yang secara umum dipahami semua pihak yang terlibat. Sampai kemudian pada permulaan tahun 1985, para pialang (dealers) yang banyak terlibat dalam transaksi swap mendirikan International Swap DealersAssociation, Inc. (ISDA) yang bermarkas besar di New York. ISDA kemudian menerbitkan ‘Code of Standard Wording, Assumptionand Provisions for Swap’, atau lebih dikenal sebagai Swaps Code (edisi pertama tahun 1985 dan edisi kedua tahun 1986). Tahun 1987, ISDA mengeluarkan format perjanjian baku pertama untuk ‘Interest Rate and Currency Exchange Agreement’ dan ‘Interest Rate Swap Agreement’ (yang terakhir hanya untuk dolar Amerika) dan juga 1987 ‘Interest Rate and CurrencyExchange Definitions’. Ternyata format perjanjian baku ini pun masih membutuhkan negosiasi yang lama di antara para pihak untuk menyetujuinya, sementara itu mulai berkembang dan menjadi makin popular transaksi Caps, Floors, Collars dan Option, karenanya ISDA kemudian menerbitkan ‘Addendum to Schedule toInterest Rate Swap Agreement re. Interest Rate Caps, Collar and Floors’ (pada bulan Mei 1989) dan ‘Addendum to Schedule to Interest Rate Swap Agreement Option’ (pada bulan Juli 1989). ISDA kemudian juga mengeluarkan ‘1991ISDA Definitions’ (pada tahun 1991, yang antara lain, menggantikan Addendatersebut di atas) dan ‘1992 ISDA FX and Currency Options Definitions’ (padatahun 1992). Pada tahun 1992, ISDA mengeluarkan format perjanjian baku yang disebut ISDA Master Agreement dengan dua versi, satu untuk transaksi swap dengan beberapa mata uang dan bersifat lintas batas (multicurrencycrossborder) dan satu untuk transaksi swap dengan mata uang lokal untuk satu yuridiksi (local currency-single jurisdiction). Format perjanjian baku Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 ‘1992 ISDA Master Agreement’ untuk (multi currency-cross border) inilah yang paling populer di Indonesia. Untuk memudahkan penggunaan format perjanjian baku tersebut, ISDA menerbitkan ‘User’s Guide to the 1992 ISDA Master Agreement’ pada tahun 1993.103 C.4 Bentuk Perjanjian ISDA Bentuk perjanjian ISDA atau transaksi swap dan transaksi derivatif umumnya berdasarkan pendekatan single agreement (satu perjanjian) yaitu satu perjanjian Induk (Master Agreement) berikut Schedule to the Master Agreement yang dilengkapi dengan suatu documen untuk setiap transaksi yang dilakukan yang disebut confirmation (konfirmasi) yang memuat rincian mengenai transaksi tersebut. Karenanya batang tubuh ISDA Master Agreement menyebutkan bahwa semua transaksi dilakukan oleh para pihak berdasarkan kepercayaan/kesadaran bahwa ISDA Master Agreement berikut Schedule to the Master Agreement dan semua confirmatioan mengenai setiap transaksi tersebut merupakan suatu kesatuan perjanjian (single angreement). Format ISDA master agreement dalam bentuk tercetak terdiri dari batang tubuh yang memuat segala ketentuan-ketentuan baku (terdiri dari 14 pasal atau section, dari halaman 1-18 dan pada halaman 18 memuat kolom tanda-tangan para pihak, yang berisi : 1. Pembayaran sehubungan dengan setiap transaksi yang dilakukan (termasuk di dalamnya syarat bahwa pembayaran tidak dilakukan kepada pihak yang melanggar perjanjian (wan prestasi) ketentuan mengenai pembayaran bunga pinalti dan pelaksanaan atas pemotongan pajak atas pembayaran tersebut. 2. Representasi atau penyataan mengenai : a. Status, kewenangan bertindak dan otorisasi dari pada pihak. 103 Petrus Didimus Didi Dermawan, Transaksi Swap dan derivatif bentuk Perjanjian dan keabsahannya, Jurnal hukum bisnis volume 9, (1999), hal.48. lv Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 b. Tidak adanya kejadian kelalaian ataupun perkara (litigasi) yang mempengaruhi ISDA Master Agrement pada saat dimulainya transaksi, c. Akurasi dari informasiyang diberikan, dan d. Akurasi dan kebenaran dari pernyataan pernyataan mengenai status pajak dari para pihak; 3. Pernyataan kesanggupan para pihak untuk melaksanakan hal-hal tertentu selama perjanjian berlangsung (seperti untuk menyampaikan informasi yang diminta dan untuk mematuhi ketentuan hukum,khususnya perpajakan yang berlaku); 4. Kejadian kelalaian (events of default) dan kejadian pengakhiran (termination events), yang pertama memberikan hak kepada pihak yang tidak lalai (non defaulting party) dan yang kedua memberikan hak kepada pihak yang tertimpa atau terpengaruh kejadian pengakhiran tersebut (affected party), untuk mengakhiri perjanjian; 5. Penyelesaian kewajiban para pihak dalam hal terjadi pengakhiran perjanjian; 6. Larangan bagi para pihak untuk mengalihkan hak dan/atau kewajibannya berdasarkan perjanjian atau tanpa persetujuan terlebih dahulu dari pihak lainnya (dan pengecualian terhadap larangan tersebut); 7. Mata uang yang diperjanjikan untuk digunakan dalam transaksi atau dalam hal dijatuhkannya putusan (contractual currency); 8. Hal-hal lain yang umumnya terdapat dalam suatu perjanjian seperti misalnya cara-cara penyampaian pemberitahuan, pilihan hukum dan pilihan yuridiksi. Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 C.5 Batang Tubuh ISDA Master Agreement. 104 Diawal telah dikatakann bentuk perjanjian derivatif yang umum berlaku adalah ISDA Master Agreement, Schedule to the master agreement dan confirmation (konfirmasi). Selanjutnya isi atau bantang tubuh ISDA Master Agreement Memuat definisi dari istilah-istilahyang digunakan dalam ISDA Master Agreement, berikut klausula-klausula dari ISDA Master Agreement: 1. klausula interpretatiton (Pasal 1) yang terdiri dari definitions, inconsistency mengenai bila terjadi perbedaan antara master agreement dan schedule, antara schedule dengan confirmation. 2. Klausula obligation (pasal 2) yang terdiri dari 4 ketentuan yaitu ketentuan umum (general condition), perubahan rekening (account), metode pembayaran (netting of payment), dan pengurangan pajak (deduction or with holding for tax). 3. Klausula Representation (Pasal 3) klausula ini terdiri dari 7 (tujuh) sub klausula yakni (i) pernyataan dasar (basic representation) yang mencakup status, kewenangan bertindak dan otorisasi dari para pihak, (ii) tidak adanya kejadiankelalaian (absence of certain events) (iii) tidak adanya perkara (litigasi) yang mempengaruhi ISDA Master Agrement pada saat dimulainya transaksi (absence of litigation), (iv) akurasi dariinformasi yang diberikan (accuracy of specified information), (v)akurasi dan kebenaran dari pernyataan-pernyataan mengenai statuspajak dari pembayar pajak (payer tax representation), (vi) dan yangharus dibayar (payee tax representation) serta (vii) bukan sebagai agen (no agency); 4. Pasal KlausulaAgreements (pasal 4) Klausula ini terdiri dari 5 (lima) sub klausula. Klausula ini padadasarnya mengatur mengenai kesepakatan antara para pihak untuk (i) melengkapi informasi tertentu (furnish specified information), (ii) memelihara hubungan dengan pemerintah yang berwenang demi kelangsungan perjanjian 104 ISDA Master Agreement (multicurrency Cross border) antara Citibank, N.A Indonesia Branch and PT Permata Hijau Sawit. lvii Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 (maintain authorizations), (iii) menaati peraturan perundangundangan yang berlaku (comply with laws), (iv) memberi pernyataan berkaitan dengan pajak (tax agreement) dan (v) membayar bea materai (payment of stamp tax). 5. Klausula Events of Default and Termination Events (pasal 5) Klausula ini mengenai kelalaian/wanprestasi dan kejadianpengakhiran. 6. Klausula Early Termination; Close Out Netting (pasal 6) Klausula ini mengatur mengenai pengakhiran dini. 7. Klausula Transfer (pasal 7) Klausula ini mengatur mengenai larangan bagi para pihak untukmengalihkan hak dan/atau kewajibannya berdasarkan perjanjian atautanpa persetujuan terlebih dahulu dari pihak lainnya berikut pengecualian terhadap larangan tersebut. 8. Klausula Contractual Currency (pasal 8), Klausula ini mengatur mengenai mata uang yang diperjanjikan untuk digunakan dalam transaksi atau dalam hal dijatuhkannya putusan. 9. Klausula Miscellanous (pasal 9) Klasula ini pada dasar mengenai ketentuan lain-lain. Klausula ini terdiri dari 8 (delapan) sub klausula yaitu (i) keseluruhan perjanjian (entire agreement), (ii) perubahan (amendments), (iii) kewajiban para pihak dalam hal pengakhiran transaksi (survival of obligations), (iv)upaya perbaikan yang kumulatif (remedies cumulative), (v) jumlah asli perjanjian dan konfirmasi (counterparts and confirmations), (vi) tidak melaksanakan suatu hak tidak dianggap sebagai pengenyampingan atas hak tersebut (no waiver of rights), (vii) juduldalam perjanjian (headings), (viii) perhitungan bunga dan penggantian kerugian dalam hal adanya pengakhiran awal (interest and compensation). 10. Klausula Offices; Multibranch Parties (pasal 10) Klausula ini pada dasarnya mengatur mengenai alamat kantor para pihak. Alamat kantor yang tertera dalam lampiran harus sama dengan yang tertera dalam konfirmasi terkait. Pengubahan alamat kantor salah satu pihak harus didahului dengan pemberitahuan tertulis kepada pihak lainnya. Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 11. Klasula Expenses (pasal 11) Klausula ini pada dasarnya mengatur bahwa pihak yang lalai akan menanggung semua pengeluaran pihak lainnya (yang tidak lalai) dalam hal melindungi haknya termasuk tapi tidak terbatas pada biaya jasa hukum, biaya eksekusi dan biaya materai. 12. Klausula Notices (pasal 12), Klausula ini pada dasarnya mengatur mengenai cara–cara penyampaian pemberitahuan. Dalam klausula ini terdapat 2 (dua)sub klausula yakni (i) efektivitas (effectiveness) dan (ii) perubahan pada alamat, nomor, dan surat yang digunakan untuk korespondensi (change of details). 13. Klausula Governing Law and Jurisdiction (pasal 13) Seperti halnya perjanjian pada umumnya, dalam perjanjian ini terdapat klausula mengenai pilihan hukum dan pilihan yuridiksi.Klausula ini terdiri dari 4 (empat) sub klausula yakni (i) pilihan hukum (governing law), (ii) pilihan yuridiksi (jurisdiction), (iii) penunjukan agen untuk somasi (service of process) dan (iv) pengenyampingan dari imunitas (waiver of immunities). 14. Klausula Definitions (pasal 14) Klausula ini pada dasarnya berisikan seluruh definisi/pengertiankalimat yang terdapat dalam perjanjian. C.6 Schedule to the Master Agreement (lampiran) Schedule to the Master Agreement atau lampiran merupakan bagian yang menyatu dan tidak terpisahkan (integral dan inseparateable) dari ISDA Master Agreement. Schedule to the Master Agreement ini harus dilengkapi oleh para pihak sebab tanpa Schedule ini, ISDA Master Agreement sebagai suatu perjanjian tidak dapat berjalan. Format baku Schedule to the MasterAgreement ini memuat pilihan-pilihan yang wajib ataupun yang dapat dibuatkan para pihak. Bisa juga berisi ketentuanketentuan yang dapat ditambahkan oleh para pihak untuk melengkapi maupun mengesampingkan ketentuan-ketentuan umum yang terdapat dalam ISDA Master Agreement. Jadi apabila terdapat hal-hal yang perlu diubah atau ditambah dalam Master Agreement maka hal-hal tersebut lix Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 dimasukkan dalam Schedule to the MasterAgreement atau lampiran dari perjanjian induk. Schedule to the Master Agreement terdiri dari 5 (lima) bagian. 105 1. Mengenai ketentuan-ketentuan pengakhiran (termination provision), dimana para pihak harus memilih untuk menerapkan ataupun tidak menerapkan ketentuan-ketentuan tertentu dalam ISDA Master Agreement (yaitu ketentuan Section 5(a)(v)-Default under Specified Transactions Section 5(a)(vi)-Cross Default, Section 5(a)(vii)-Bankcruptcy, Section5(b)(iv)-Credit Event Upon Merger), dan memilih penerapannya terhadap entitas atau badan hukum yang mana (Specified Entity). Ketentuan-ketentuan dalam Bagian 1 ini umumnya disebut sebagai creditrelated provisions karena menyangkut kredibilitas dari pihak yang bersangkutan. 2. Memuat daftar dari mana masing-masing pihak dapat memilih pernyataanpernyataan mengenai keadaan/status perpajakan mereka (tax representation) baik sebagai pihak pembayar (payer representations) maupun pihak penerima pembayaran (payee representations). 3. Memuat persetujuan suatu pihak untuk menyerahkan suatu dokumen (Agreement to Deliver Documents), baik dokumen yang berkaitan dengan pajak maupun dokumen lainnya, yang salah satu pihak ataupun kedua belah pihak akan meminta penyerahannya dari pihak lain dan penunjukan apakah dokumen tersebut juga termasuk atau tunduk pada pernyataan mengenai akurasi dan kebenaran informasi (sebagaimana termuat dalam Section 3(d) ISDA Master Agreement). 4. Memuat rincian hal-hal umum (miscellaneous) yang ada dalam suatu perjanjian. Misalnya alamat untuk penyampaian berbagai pemberitahuan (address for notices) dan pilihan hukum (governing law) yaitu apakah hukum Inggris atau hukum negara bagian New York, Amerika Serikat. 5. berisi ketentuan-ketentuan lain (other provisions) yang ditambahkan para pihak untuk melengkapi atau mengesampingkan ketentuan-ketentuan umum yang terdapat dalam ISDA Master Agreement. 105 Adrian Sutedi.,Op,cit.,hal.243 Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 C.7 Confirmation (konfirmasi) Jika ISDA Master Agreement berikut Schedule to the Master Agreement berisikan ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur hubungan atau perikatan hukum para pihak, maka konfirmasi berisikan ketentuan-ketentuan komersial atau bisnis (ekonomi) dari setiap transaksi swap ataupun transaksi derivatif yang dilakukan oleh dan di antara para pihak. Ketentuan-ketentuan tersebut merupakan esensi dari transaksi swap ataupun transaksi derivatif yang bersangkutan, seperti: a. Notional Amount/Calculation Amount (jumlah kalkulasi) yaitu jumlah yang disetujui oleh para pihak untuk digunakan sebagai acuan dalam menghitung kewajiban pembayaran para pihak; b. Term (periode) yaitu periode yang dimulai sejak effective date(tanggal efektif, yaitu tanggal atau hari pertama periode transaksi) dan berakhir pada termination date (tanggal pengakhiran, yaitu tanggal atau hari terakhir periode transaksi); c. Trade date (tanggal perdagangan) yaitu tanggal pada saat mana para pihak masuk dalam transaksi swap ataupun transaksi derivatif (masuk dalam suatu transaksi berarti para pihak setuju/sepakat atas ketentuan-ketentuan komersial atau bisnis (ekonomi) dari transaksi yang bersangkutan, persetujuan/kesepakatan mana kemudian dituangkan dalam konfirmasi yang ditandatangani oleh para pihak. Persetujuan atau kesepakatan tersebut dapat, dan memang umumnya, dicapai melalui percakapan langsung, telepon atau sistem pengiriman pesan elektronik lainnya (other electronic messaging system). Konfirmasi dilakukan dalam bentuk suatu atau beberapa dokumen yang dipertukarkan mengkonfirmasikan di antara para pihak, yang semua ketentuan komersial atau bisnis (ekonomi) dari transaksi swap ataupun transaksi derivatif yang bersangkutan yang telah disetujui atau disepakati para pihak. lxi Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 BAB 3 PEMBATALAN PERJANJIAN LINDUNG NILAI (HEDGING) DALAM PUTUSAN PENGADILAN Derivatif pertama kali dikenal ratusan tahun yang lalu ketika para petani di AS dan Jepang menjual produk yang akan mereka panen beberapa bulan ke depan pada harga yang ditetapkan pada tanggal transaksi. Namun secara formal produk derivatif dikenal pertama kali setelah dioperasikannya Chicago Board of Trade (CBOT) pada tahun 1848 berupa produk future. Instrumen options ikut meramaikan transaksi derivatif sekitar awal 1970-an, dan menjadi semakin populer sejak dioperasikannya Chicago Board Options Exchange (CBOE) pada tahun 1973. Produk derivatif dengan segala bentuk variasinya berkembang pesat di tahun 1980 dan 1990-an. Di Indonesia sendiri, transaksi derivatif semakin populer selepas krisis ekonomi tahun 1997. Dengan semakin berkembangnya produk derivatif, maka mulai dikenal apa yang disebut sebagai structured product.106 Jadi sebenarnya transaksi derivatif bukan hal yang baru lagi, sejak dulu, transaksi derivatif digunakan untuk mengelola resiko (kepastian tentang kejadian di masa depan), khususnya untuk lindung nilai (hedging) kurs valuta asing dari fluktuasi nilai tukar, tujuan yang lain adalah kemampuan transaksi derivatif untuk mengalihakan risiko kepada pihak yang lebih mampu dan mau menangani risiko memungkinkan perusahaan melakukan berbagai investasi baru atau investasi yang besar untuk peningkatan ekonominya.107 Dalam kasus yang akan penulis uraikan ini merupakan gugatan transaksi derivatif structured product yang ditawarkan Citibank (tergugat) kepada PT.Permata Hijau sawit sebagai penggugat. Penggugat merupakan nasabah dari Citibank yang sudah dikenal sejak tahun 2001 dan telah beberapa kali memberikan fasilitas kredit kepada penggugat, karena penggugat 106 merupakan Chengwy Karlam, Struktur Product & Unsur Spekulasi dalam transaksi derivatif, makalah disajikan pada seminar hitam putih transaksi derivatif, hotel Nikko, Jakarta,12 Agustus 2009. 107 Tony Budidjaja, legalitas transaksi derivatif di Indonesia, majalah warta ekonomi, Edisi 2009, hal.40 Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 berusaha dibidang perkebunan kelapa sawit dan industri pengolahannya dimana 95 % dari hasil produksinya diekspor ke berbagai Negara (luar negeri), fasilitas kredit yang diberikan Citibank terakhir sebesar USD 1.35 juta dan fasilitas FX untuk hedging dan telah selesai pada tahun 2005. A. Kasus Posisi PT.Permata Hijau Sawit adalah nasabah Citibank, mulanya Citibank (Tergugat) menawarkan suatu produk keuangan yang bernama callable forward kepada nasabahnya PT Permata Hijau Sawit merupakan perusahaan eksportir kelapa sawit terbesar di Sumatra Utara (Penggugat). Callable Forward ini merupakan salah satu macam transaksi derivatif yang bertujuan untuk lindung nilai (hedging). Transaksi derivatif didasari oleh perjanjian yakni ISDA Master Agreement 2002 dan Schedule yang ditandatangani oleh para pihak tertanggal 18 Mei 2001 serta Confirmation yang ditandatangani 5 September 2008. ISDA Master Agreement, Schedule dan Confirmation disajikan dalam Bahasa Inggris. Dalam Confirmation tersebut dinyatakan bahwa transaksi akan dilakukan setiap minggu selama 52 minggu yaitu sejak tanggal 4 September 2008 sampai dengan 27 Agustus 2009. Mulai transaksi ke-1 sampai ke-6, Tergugat akan menjamin untuk membeli dolar AS yang diserahkan Penggugat pada harga Rp 9.800 per dolar AS, periode ini dikenal dengan guaranteed period. Sedangkan untuk transaksi ke-7 sampai ke-52, Tergugat akan membeli dolar AS milik Penggugat diharga Rp 9.600 per dolar AS. Harga Rp 9.600 tersebut dikenal dengan istilah strike rate (harga yang sudah di setujui). Transaksi ke-7 sampai dengan transaksi ke-52 merupakan transaksi yang tidak dijamin (bukan guaranteed period lagi) maka jumlah dolar AS yang diserahkan Penggugat kepada Tergugat dapat bervariasi yaitu : Apabila nilai 1 dolar AS di pasaran lebih rendah < dari Rp 9.600,- (di bawah strike rate) maka Penggugat akan menyerahkan dolar AS sebanyak 1.000.000,- lxiii Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 Apabila nilai 1 dolar AS di pasaran lebih tinggi > dari Rp 9.600,- (di atas strike rate) maka Penggugat wajib menyerahkan dolar AS sebanyak USD 2.000.000,-. Sebelum menandatangani Confirmation tersebut, Penggugat juga telah dikirimkan term sheet oleh Tergugat yang menjelaskan ketentuan-ketentuan Callable Forward (karakteristik transaksi derivatif, risiko dengan membuat asumsi). Selain itu, Tergugat mempunyai hak untuk mengakhiri dini (early termination) perjanjian setelah guaranteed period. Hak untuk pengakhiran dini (early termination) Tergugat terdapat dalam ISDA Master Agreement dan Schedule yang telah ditandatangani 18 Mei oleh kedua belah pihak. Setelah transaksi ke-8, tepatnya 3 November 2008, pada waktu itu transaksi ke 7, 1 USD berada berada pada posisi Rp.9860/ dollar dan pada transaksi yang ke 8 adalah mulai naik lagi menjadi Rp.9.940/dollar, sehingga berlakulah ketentuan “Apabila nilai 1 dolar AS di pasaran lebih tinggi > dari Rp9.600 (di atas strike rate) maka Penggugat wajib menyerahkan dolar AS sebanyak USD 2.000.000. Dalam keadaan tersebut dimana dollar mencapai titik diatas Rp.9600 Penggugat menghentikan transaksinnya, tidak lagi menjual dolar AS kepada Tergugat sebagaimana tertuang dalam Confirmation atau dengan kata lain Penggugat gagal bayar. Setelah diperingati dan dilakukan penagihan tetap saja penggugat tidak mau menjul dollarnya lagi kepada tergugat maka, Berdasarkan hal tersebut, Tergugat meminta sejumlah pembayaran kepada Penggugat akibat pengakhiran dini (early termination). Jumlah tersebut diatur dalam ISDA Master Agreement pasal 6 (e) (i) (3) mengenai Early Termination Amount. Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum, tergugat tidak memberikan penjelasan yang lengkap mengenai resiko atas produk callable forward yang ditawarkan tergugat, karena itu tergugat tidak menjalankan akibat hukumnya, sekaligus telah melanggar hak subyektif Penggugat dan hak penggugat yang dijamin oleh Undang-undang. Tergugat secara sepihak dan melawan hukum melakukan konversi atas tagihannya berdasarkan transaksi callable forward menjadi hutang dan Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 kemudian melaporkan ke bank Indonesia bahwa penggugat mempunyai hutang kepada tergugat, bahwa laporan tersebut tidak didasarkan atas keakuratan data sebagai syarat pelaporan ke system informasi debitur tingkat kolektibilitas penggugat berada di tingkat 3 (kurang langcar) karena penggugat dianggap mempunyai hutang kepada tergugat sebesar USD 23.192.272,66 yang diikuti oleh bank-bank lainnya sehingga saat ini penggugat mengalamai kesulitan dengan kredit yang ada di bank lainnya. Tergugat juga tanpa pemberitahuan terlebih dahulu dan secara sepihak telah mencairkan Standby letter of credit (SBLC) penggugat sebesar USD 500.000 yang ada di Singapura. Padahal SBLC bukalah merupakan jaminan transaksi callable forward sehingga tidak ada hubungan sama sekali dengan transaksi callable forward. Tergugat juga secara sepihak dan melawan hukum telah melakuakan perjumpaan hutang (set-off) atas dana penggugat yang ada di rekening tergugat sebesar USD 45.525,25 berdasarkan suratnya tanggal 17 Nopember 2008. Tergugat mencairkan Standby Letter of Credit tanpa pemberitahuan kepada Penggugat. Selain itu, Tergugat juga melakukan perjumpaan hutang (set-off) atas dana milik Penggugat di bank secara sepihak. Perjumpaan hutang tersebut sejalan dengan ketentuan Schedule to the Master Agreement pasal 6(f). Berdasarkan rumus yang ada pada ISDA Master Agreement tersebut maka atas penghentian atau pembatalan dini (early termination) yang dilakukan penggugat, tergugat meminta pembayaran sebesar USD 23.192.274,66. Berdasarkan gugatan penggugat tersebut kemudian Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tanggal 9 September 2009 menjatuhkan putusan terhadap perkara ini sebagai berikut : Dalam Kompensi : Dalam Provisi: - Menolak permohonan Provisi dari Penggugat; Dalam Pokok Perkara: lxv Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 1. Mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian; 2. Menyatakan tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum 3. Menyatakan Confirmation Letter tanggal 5 September 2008 yang dibuat tergugat, batal demi hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dengan segala konsekwensi hukumnya 4. Menyatakan batal demi hukum seluruh transaksi callable forward antara penggugat dengan tergugat berdasarkan confirmation letter tanggal 5 September 2008; 5. Menghukum tergugat untuk mengembalikan dana milik penggugat sebesar USD 10.000.000,00 (sepuluh juta dollar Amerika Serikat) kepada penggugat mengembalikan dan dana memerintahkan tergugat sebesar penggugat untuk 97.200.000.000.00 (Sembilan puluh tujuh milyar dua ratus juta rupiah) kepada tergugat; 6. Menghukum tergugat untuk membayar kembali kepada penggugat uang sebesar USD 545.525.25 (lima ratus empat puluh lima juta lima ratus dua puluh lima dollar dua puluh lima sen) yang merupakan uang milik penggugat yang berada pada rekening penggugat pada bank (tergugat) yang dicairkan oleh tergugat; 7. Menghukum tergugat untuk memulihkan nama baik penggugat di Bank Indonesia dengan cara tergugat mengajukan permintaan maaf kepada penggugat atas laporan tergugat kepada Bank Indonesia yang terlanjut menyatakan penggugat berhutang kepada tergugat serta melakukan koreksi dan menarik laporan adanya hutang penggugat yang berasal dari transaksi derivatif callable forward didalam sistim informasi debitur Bank Indonesia dan memuat pula permintaan maaf tergugat di harian Kompas dan Bisnis Indonesai dengan ukuran setengah halaman, untuk 1 (satu) kali penerbitan; 8. Menghukum tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) untuk setiap hari kelalaian dalam melaksanakan putusan yang telah mempunyai Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 kekuatan hukum tetap dalam perkara ini sehubungan dengan amar putusan angka 7 tersebut diatas; 9. Menolak gugatan penggugat untuk lain dan selebihnya. DALAM REKONPENSI; - Menolak gugatan rekonpensi dari penggugat dalam rekonpensi/tergugat dalam konpensi untuk seluruhnya; DALAM KONPENSI DAN REKONPENSI - Menghukum tergugat dalam konpensi/penggugat dalam rekonpensiuntuk membayar biaya perkara ini sebesar Rp.221.000,00 ( dua ratus dua puluh satu ribu rupiah); Terhadap putusan Pengadilan Negeri ini, tergugat merasa tidak puas dan mengajukan Banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta, selanjutnya Pengadilan Tinggi Jakarta pada tanggal 27 Agustus 2009 memberikan putusan sebagai berikut : - Menerima permohonan banding pembanding semula tergugat diatas; - Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No.24/Pdt.G/2009/PN.JKT.SEl tanggal 9 September 2009 yang dimohonkan Banding. Selanjutnya tergugat mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung, Majelis Kasasi telah menjatuhkan putusan pada tanggal 30 Mei 2011 yang bunyi amarnya sebagai berikut : “Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : Citibank.N.A Jakarta Branch tersebut”; Selanjutnya penulis akan menganalisa kasus ini yang akan dihubungkan dengan pertanyaan-pertanyaan yang ada permasalah. lxvi i Wahyudi, FH UI, 2013 Perbuatan melawan..., Ramon dalam pokok B. Perjanjian Lindung Nilai (hedging) sebagai Perbuatan Melawan Hukum Dalam gugatan perjanjian transaksi derivatif lindung nilai yang bernama callable forward ini, penggugat telah mendalilkan tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum karena tidak memberikan penjelasan yang lengkap mengenai resiko atas atas produk callable forward yang ditawarkan tergugat, karena itu tergugat tidak menjalankan akibat hukumnya, sekaligus telah melanggar hak subyektif penggugat dan hak penggugat yang dijamin oleh Undang-undang. Tergugat secara sepihak dan melawan hukum tergugat melakukan konversi atas tagihannya berdasarkan transaksi callable forward menjadi hutang dan kemudian melaporkan ke Bank Indonesia bahwa penggugat mempunyai hutang kepada tergugat, bahwa laporan tersebut tidak didasarkan atas keakuratan data sebagai syarat pelaporan ke system informasi debitur tingkat kolektibilitas penggugat berada di tingkat 3 (kurang langcar) karena penggugat dianggap mempunyai hutang kepada tergugat sebesar USD 23.192.272,66 yang diikuti oleh bank-bank lainnya sehingga saat ini penggugat mengalami kesulitan dengan kredit yang ada di bank lainnya. Tergugat juga tanpa pemberitahuan terlebih dahulu dan secara sepihak telah mencairkan standby letter of credit (SBLC) penggugat sebesar USD 500.000 yang ada di Singapura. Padahal SBLC bukalah merupakan jaminan transaksi callable forward sehingga tidak ada hubungan sama sekali dengan transaksi callable forward. Tergugat juga secara sepihak dan melawan hukum telah melakukan perjumpaan hutang (set-off) atas dana penggugat yang ada di rekening tergugat sebesar USD 45.525,25 berdasarkan suratnya tanggal 17 Nopember 2008. Tergugat telah membantah dalil-dalil yang diajukan oleh penggugat mengenai penggugat tidak memberikan penjelasan yang lengkap mengenai resiko product callable forward, menurut tergugat, tergugat telah memberitahukan kepada penggugat dan penggugat telah mengetahui risiko transaksi callable forward, sebelum penggugat memulai transaksi callable forward dan menandatangani confirmation tanggal 5 September 2008 tergugat Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 telah mengirimkan term shet kepada penggugat yang berisi penjelasan mengenai karakteristik dari transaksi callable forward melalui email pada tanggal 26 Agustus 2008 dan 28 Agustus 2008. Didalam term sheet tersebut juga dijelaskan resiko transaksi dengan membuat beberapa asumsi kondisi pada appendix 1 dan appendix 2 tentang scenario analysis. Term sheet ini juga telah menjelaskan salah satu karakteristik dari transaksi callable forward, juga dijelaskan tentang hak tergugat untuk mengakhiri transaksi . Penggugat juga mempunyai waktu dan kesempatan yang cukup untuk mengambil keputusan, penggugat juga bukan orang baru dalam transaksi derivitif karena penggugat juga melakukan transaksi derivatif dengan bank lainnya. Penggugat juga telah menghadiri seminar yang diadakan khusus oleh tergugat untuk membahas secara mendalam mengenai transaksi derivatif, termasuk didalamnya bagaimana mengaplikasikan transaksi derivatif. Pada tanggal 5 September 2008 pengugat dalam Confirmation telah mengerti dan bahkan menerima segala ketentuan, kondisi dan risiko dari transaksi callable forward, tetapi pada gugatan dinyatakan penggugat mempermasalahkan confirmation tanggal 5 September tersebut yang dibuat dalam bahasa Inggris sulit dipahami, anehnya penggugat sebagai perusahaan eksportir terbesar di Sumatra Utara, telah biasa melakukan transaksi derivatif yang dibuat dengan Bahasa Inggris bersama tergugat, semua dokumen selama ini dalam bahasa Inggris. Ketidak pahaman ini sebenarnya hanya menunjukan upaya penggugat yang tidak berdasar untuk menghindari kewajibannya membayar tunggakan tagihan derivatif kepada tergugat. Mengenai penurunan kolektabilitas penggugat, penggugat sebagai lembaga perbankan mempunyai kewajiban untuk melakukan informasi debitur kepada Bank Indonesia hal ini dilakukan semata-mata dalam rangka wujud kepatuhan tergugat atas peraturann Bank Indonesia, khususnnya peraturan Bank Indonesia nomor 9/14/PBI/2007 tentang sistim informasi Debitur dan PBI Kuliatis Aktiva (serta peraturan pelaksanaannya. Tentang pencairan Stand By Letter of Credit (SBLC) sebagai fasilitas yang penggugat yang ada pada terguggat, bahwa penggugat mempunyai kewajiban pembayaran atas tunggakan tagihan derivatif lxix Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 bedasarkan confirmation tanggal 5 September 2008 dan juga SBLC bukan sebagai jaminan, karena SBLC itu fungsinya adalah untuk menjamin suatu transksi, L/C akan cair bila transaksi yang dijamin tidak terealisir, termasuk fasilitas lainnya yang diterbikan tergugat kepada penggugat, Dokumen SBLC menyebutkan secara jelas bahwa pembukaan SBLC senilai USD 500.000,adalah untuk menjamin segala kewajiban keuangan atau segala fasilitas lainnya lainya (financial or other accommodation) yang diberikan oleh tergugat kepada pengugat. Pencairan SBLC juga telah dikirimkan beberapa kali kepada penggugat baik melalui fax dan surat tercatat. Tergugat telah melakukan perjumpaan hutang (set off) atas dana milik penggugat di rekening tergugat sebesar USD 45.525,25, perbuatan tergugat didasarkan pada schedule to ISDA Master Agreement : “(7) Set-off. Section 6 of the agreement is amended by adding the following new subsection 6 (f) : f. in addition to any right of set –off a party may have as a matter of law or otherwise, upon the occurrence of an event of default with respect to a party (“X”) the other party (‘Y”) will have the right (but) will not be obliged) without prior notice to X or any other person to set off any obligation of x owing to Y (whether or not arising under the agreement, whether or not matured, whether or not contingent and regardless of currency, place of payment or booking office of the obligation) against any obligation of Y owning to X (whether or not arising under this agreement, whether or not matured, whether or not contingent and regardless of the currency , place or payment or booking office of the obligation)…” terjemahan bebas : (7) perjumpaan hutang. pasal 6 dari Perjanjian ISDA diubah dengan menambahkan sub ban 6 (f) (f) sebagai tambahan atas segala hak terkait perjumpaan hutang yang dimiliki oleh satu pihak secara hukum kepada pihak lainnya, dalam hal terjadi peristiwa event of default (wanprestasi) dari satu pihak X, pihak lainnya Y akan memiliki hak ( akan tetapi bukan kewajiban) tanpa pemberitahuan sebelumnya kepada X atau piah lainnya, untuk melakukan Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 perjumpaan hutang segala kewajiban x yang terhutang kepada Y (baik yang berasal dari perjanjian ini (ISDA master agreement) ataupun diluar dari perjanjian in, baik telah matang maupun belum, baik timbul dimasa yang akan datang maupun tidak dan tanpa memperhatikan jenis mata uang, kewajiban, tempat pembayaran atau kantor pencatatan kewajiban tersebut) terhadap segala kewajiban Y yang terhutang kepada X (baik yang berasal dari perjanjian ini (ISDA) ataupun diluar dari perjanjian ini, baik telah matang maupun belum, baik timbul dimasa yang akan datang maupun tidak dan tanpa memperhatikan jenis mata uang kewajiban, tempat pembayaran atau kantor pencatatan kewajiban tersebut)”. Jadi tergugat dapat mengambil dana milik penggugat yang ada pada tergugat tanpa pemberitahuan karena sudah menjadi bagian dalam perjanjian ISDA, alasan yang lain adalah adanya dokumen pembukaan rekening yang isinya juga mengatur mengenai “set off” dimana dalam dokumen itu dikatakan pada intinya Citibank dapat melakukan perjumpaan utang tanpa adanya pemberitahuan pengurangan jumlah pembayaran yang terhutang kepada nasabah oleh Citibank. Perjumpaan utang sebenarnya juga diatur dalam pasal 1425 – 1426 KUHPerdata dimana dikatakan perjumpaan hutang dapat terjadi karena hukum tanpa diketahui orang yang berhutang jadi berdasarkan hukum tidak diperlukan pemberitahuan atau persetujuan dari penggugat. Selanjutnya untuk lebih jelas akan ditinjau bagaimana pertimbangan majelis hakim tingkat pertama atas amar perbuatan melawan hukum. Bahwa majelis hakim mempertimbangkan perbuatan melawan hukum dimulai dari empat kriteria tentang perbuatan melawan hukum ini yang mencakup : 1. Bertentangan dengan kewajiban hukum di pelaku; 2. Melanggar hak subyektif oran lain 3. Melanggar kaidah tata susila 4. Bertentangan dengan asas kepatuhan, ketelitian, serta sikap hati-hati yang seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan lxxi Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 dengan sesama warga masyarakat atau terhadap harta benda orang lain. Keempat kriteria ini tidak disyaratkan adanya empat kriteria tersebut secara kumulatif tetapi dengan terbuktinya salah satu saja kriteria tersebut secara alternatif maka telah terpenuhinya syarat untuk suatu perbuatan melawan hukum. Bahwa maksud awal dari penggugat untuk mau ikut kedalam transaksi derivatif yang ditawarkan oleh tergugat tersebut adalah untuk lindung nilai (hedging) guna memberikan kepastian mengenai nilai tukar USD terhadap rupiah terkait dengan fluktuasi nilai rupiah terhadap USD karena penggugat adalah perusahaan ekspor kelapa sawit yang memperoleh pendapatan (income) dalam bentuk USD sedangkan biaya operasional perusahaan milik penggugat adalah dalam bentuk rupiah. Majelis juga mengakui bahwa transaksi derivatif adalah suatu transaksi yang dibenarkan menurut hukum apabila transaksi tersebut dilaksanakan menurut ketentuan hukum yang berlaku dalam arti tidak bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri (pelaku), tidak bertentangan dengan hak subyektif orang lain, tidak bertentangan atau melanggar kaidah tata susila atau tidak bertentangan dengan asas kepatuhan, ketelitian dan sikap hati-hati yang seharusnya dimiliki oleh seseorang dalam pergaulan dengan sesama warga masyarakat atau terhadap harta orang lain ; Menyitir peraturan bank Indonesia yaitu peraturan Bank Indonseia No 7/31/PBI/2005 tanggal 13 September 2005 tentang transaksi derivatif yang dalam pasal 4 ayat 1 disebutkan, bank wajib memberikan penjelasan secara lengkap kepada nasabah yang akan melakukan transaksi derivatif dan dalam ayat 2 ditegaskan lagi bahwa penjelasan secara lengkap kepada nasabah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 antara lain meliputi penjelasan atas resiko kredit, resiko penyelesaian (settlement risk) dan resiko pasar (Market risk), serta adanya kemungkinan saldo margin dapat menjadi nihil dan akan negative sehingga bank dapat meminta nasabah untuk menambah margin deposit apabila nasabah akan melanjutkan atau menutup transaksi margin trading dan oleh karena tergugat beroperasi di Indonesia maka penjelasan dan informasi Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 tersebut tentu harus dilakukan dengan bahasa Indonesia atau setidak-tidaknya dalam 2 (dua) bahasa yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, tetapi ternyata letter confirmation dan final term conditions yang dianggap sebagai perjanjian oleh tergugat dibuat dalam bahasa Inggris yang menggunakan istilah-istilah yang tidak mudah dipahami, walaupun memuat pemberitahuan tentang resiko yang mungkin muncul dalam suatu produk derivatif tersebut adalah merupakan kewajiban dari tergugat sebagai pihak bank untuk menjelaskan lebih terperinci dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh nasabah yang mana hal tersebut sejalan dengan saksi penggugat Dr.Romeo Rissal,PA yang terbukti tidak dilakukan oleh tergugat. Pengadilan menganggap tergugat tidak melakukan suatu perbuatan yang diwajibkan oleh hukum yaitu memberikan penjelasan yang terperinci dan jelas mengenai kemungkinan risiko yang dapat dihadapin oleh nasabah yang dalam hal ini adalah penggugat terhadap transaksi callable forward tersebut sehingga telah melangar peraturan Bank Indonesia No.7/6/2005, tanggal 20 Januari 2005 tentang transparansi informasi produk bank dan penggunaan data pribadi nasabah serta peraturan bank Indonesia no 7/31/PBI/2005 tanggal 13 sepetember 2005 tentang transaksi dervatif yang dalam perbuatan melawan hukum termasuk kriteria yang bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku (kewajiban hukum tergugat) serta melanggar hak subyektif orang lain (in casu hak subyektif penggugat untuuk mendapatkan informasi secara terperinci, lengkap dan benar. Pengadilan juga telah menilai bahwa transaksi callable forward dalam perkara ini bersifat spekulatif, karena transaksi callable forward ini merupakan kombinasi suatu aset dengan derivatif dari mata uang valuta asing terhadap mata uang rupiah dengan tujuan mendapatkan income (return enhancerment) sehingga dapat menimbulkan ketidak stabilan rupiah dan secara sepihak dapat merugikan nasabah karena nasabah yang dalam hal ini adalah penggugat hanya dijamin untuk transaksi ke -1 sampai ke 6 dari 52 transaksi yang akan dilakukan dengan ketentuan sewaktu-waktu tergugat dapat memutuskan secara sepihak transaksi tersebut apabila nilai 1 USD lebih rendah dari Rp.9.600 dibawah strike rate namun sebaliknya apabila nilai 1 lxxi ii Wahyudi, FH UI, 2013 Perbuatan melawan..., Ramon USD lebih tinggi dari Rp.9600 (diatas strike rate) nasabah atau penggugat tidak berhak membatalkan trasaksi yang mana hal yang demikian adalah bertentangan dengan kepatutan, ketelitian, dan sikap hati-hati yang harus dimiliki oleh tergugat yang juga merupakan kriteria dari perbuatan melawan hukum pula. Putusan Pengadilan Tinggi hampir sewarna dengan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang intinya menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan selanjutnya mari kita tinjau putusan Mahkamah Agung dalam putusan kasasi perkara ini bagaimana pertimbangannya : Mengenai transaksi derivatif adalah benar merupakan transaksi yang dibenarkan menurut hukum dan sesuai pula dengan keterangan ahli yang diajukan pemohon kasasi, akan tetapi transaksi derivatif tersebut tidak boleh bertentangan dengan peraturan Bank Indonesia No.7/31.PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang transparansi informasi produk bank dan penggunaan data pribadi nasabah serta peraturan Bank Indonesia No.7/31/PBI/2005 tanggal 13 September 2005 tentang transaksi derivatif. Majelis memandang pemohon kasasi tidak memberikan penjelasan secara rinci dan jelas mengenai kemungkinan resiko yang dihadapi nasabah/termohon kasasi dan hanya memberikan penjelasan secara umum saja, hal tersebut diperkuat dengan keterangan saksi Dr. Romeo Risaal PA. Majelis juga menyatakan bahwa transaksi callable forward merupakan perjanjian yang tidak seimbang karena resiko rugi selalu berada pada nasabah atau termohon kasasi yang dapat membatalkan transaksi secara sepihak hanya pemohon kasasi akan tetapi termohon kasasi sebagai nasabah tidak dibenarkan membatalkan kontrak apabila nilai rupiah terus melemah; Bahwa menurut keterangan ahli Dr. Drajad Hadi Wibisono yang dianut majelis, structured product dalam bentuk transaksi callable forward merupakan transaksi derivatif yang bersifat spekulatif dan tidak dapat dianggap sebagai sebuah hedging yang normal apalagi dalam perjanjian tersebut memuat ketentuan yang menyatakan bank pemohon kasasi dapat membatalkan kontrak saat dalam posisi kalah sebaliknya nasabah atau termohon kasasi harus menjual dollarnya 2 (dua) kali lipat jumlahnya, Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 sehingga transaksi tersebut menjadi tidak seimbang dan dengan surat edaran Bank Indonesia No 10/42/DPD tanggal 27 Nopember 2008 dipertegas bahwa transaksi callable forward merupakan structured product yang dilarang dan tidak halal. Karena mangandung kausa tidak halal yang mengakibatkan batalnya demi hukum transaksi tersebut adalah sudah tepat, karena alasan pemohon kasasi tidak beralasan harus ditolak. Menurut penulis penggugat mendalilkan tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum karena tidak meberikan informasi yang benar terhadap produk derivatif callable forward, tergugat telah melakukan pelaporan transaksi kepada Bank Indonesia sehingga konversi tagihan dari stand by letter of credit (SBLC) milik penggugat yang ada di tergugat, telah melakukan pertemuan hutang (set off) terhadap dana penggugat yang ada di bank tergugat, Bahwa menurut doktrin atau pendapat ahli hukum suatu perbuatan melawan hukum baru bisa dikatakan terpenuhi bila memenuhi syarat-syarat perbuatan melawan hukum yaitu : 1. harus ada perbuatan, 2. Perbuatan itu harus melawan hukum, 3. Ada kerugian 4. Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum itu dengan kerugian dan 5. Ada kesalahan (Schuld) yang baru saja diuraikan diatas oleh penggugat dan juga pertimbangan putusan majelis hakim baru merupakan bagian dari salah satu syarat perbuatan melawan hukum yaitu perbuatan melawan hukum, penggugat mengatakan bahwa tergugat telah melanggar hak subyektif pengugat dan hak penggugat yang dijamin oleh undang-undang, sementara putusan majelis mengatakan perbuatan tergugat telah bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku (kewajiban hukum tergugat), perbuatan tergugat bertentangan dengan kepatutan, ketelitian dan sikap hati-hati. Pertimbangan Majelis Hakim tersebut menurut penulis kurang tepat karena majelis hakim dalam pertimbangan putusannya hanya mempertimbangkan lxx v Wahyudi, FH UI, 2013 Perbuatan melawan..., Ramon salah satu syarat perbuatan yang melawan hukum, sedangkan untuk dapat dikatakan telah terpenuhi perbuatan melawan hukum harus dipertimbangkan syarat-syarat yang lainnya seperti harus ada perbuatan, ada kerugian, ada hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum itu dengan kerugian dan ada kesalahan (Schuld). C. Gugatan Perjanjian Transaksi Lindung Nilai (hedging) Dalam menyelesaikan permasalahan hukum di penggadilan dapat dilakukan melalui dua cara yaitu melalui Permohonan dan Gugatan. Permohonan disebut juga voluntair, ini bersifat sepihak (ex-parte) dimana permasalahan yang diajukan ke pengadilan tidak mengandung sengketa, tetapi semata-mata untuk kepentingan pemohon, sedangkan gugatan kontentiosa mengandung sengketa diantara dua pihak atau lebih.108 Gugatan Sengketa perkara perdata dibidang harta kekayaan termasuk perikatan, dikenal dengan dalil gugatan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum, gugatan wanprestasi timbul dari perjanjian sedangkan gugatan perbuatan melawan hukum lahir akibat perbuatan orang yang merupakan perbuatan melanggar hukum. Menurut Yahya Harahap ada yang berpendapat, warprestasi atau ingkar janji (default) merupakan genus spesifik dari perbuatan melawan hukum. Alasanya, seorang debitur yang ingkar atau lalai memenuhi pembayaran utang tepat pada waktunya, jelas telah melakukan pelanggaran atas hak kreditur. Dengan demikian terdapat persamaan antara wanprestasi dengan perbuatan melawan hukum.109 Dalam kasus perjanjian transaksi lindung nilai (hedging), jika dihubungkan dengan pendapat Yahya harahap bahwa gugatan yang timbul dari perjanjian merupakan gugatan wanprestasi, akan tetapi dalam kasus PT.Permata Hijau Sawit melawan Citibank yang diputus oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan gugatan diajukan dengan dalil perbuatan melawan hukum. Menurut penulis gugatan yg diajukan oleh penggugat dengan dalil perbuatan melawan hukum sudah tepat dengan alasan karena tergugat dalam 108 M.Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata,cet.2(Jakarta:Sinar Grafika,2005),hal.46 Ibid.,hal.453. 109 Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 transaksi perjanjian lindung nilai tersebut melanggar syarat sah perjanjian yang diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata mengenai adanya sebab kausa yang halal. Kausa yang halal adalah Suatu sebab yang halal. Ketentuan pasal 1335 KUHPerdata menyatakan sebagai berikut: “Suatu perjanjian tanpa sebab atau yang telah dibuat karena suatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan (hukum). Dengan kata lain, batal demi hukum.” Sebab yang palsu dapat terjadi jika suatu sebab yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya atau sebab yang disimulasikan. Kemungkinan juga telah terjadi kekeliruan terhadap sebabnya. Dengan demikian yang penting adalah bukan apa yang dinyatakan sebagai sebab, melainkan apayang menjadi sebab yang sebenarnya. Suatu perjanjian dilakukan dengan sebab yang dilarang jika sebab bertentangan, baik dengan norma-norma dari hukum yang tertulis maupun yang tidak tertulis.110 Berkenaan dengan ini, ketentuan pasal 1337 KUHPerdata menyatakan suatu sebab adalah terlarang jika melanggar undang-undang, kesusilaan baik dan ketertiban umum. Dasar hukum pasal 1335 sampai dengan pasal 1337 KUHPerdata.111 Bahwa perjanjanjian callable forward adalah merupakan perjanjian spekulatif karena didasarkan pada kondisi yang belum pasti dimasa mendatang mengenai kuat atau lemahnya kurs rupiah dibandingkan US dollar, karena apabila kurs rupiah berada dibawah strike rate artinya keuntungan ada pada pengugat namun apabila kurs rupiah berada diatas strike rate maka keuntungan ada pada tergugat. Menurut DR.Dian Edian Rae, SH.,LLM ada perberdaan yang mendasar antara perjanjian derivatif dengan perjanjian yang bersifat spekulatif yaitu : ”Untuk melihat perbedaan antara transaksi derivatif dan judi, perlu dipahami konsep ”trading” dalam transaksi derivatif. Konsep ”trading” inilah yang membedakan antara transaksi derivatif dengan permainan judi. Konsep trading dalam transaksi derivatif meliputi elemen-elemen strategi trading, faktor perubahan harga, analisis fundamental, analisis teknik, cara-cara mengatasi kerugian, dan penentuan waktu. Oleh karena itu, dapat disimpulkan 110 Herlien Budiono.Op.cit., hal.111. Subekti.Op.cit.,hal.20. 111 lxx vii Wahyudi, FH UI, 2013 Perbuatan melawan..., Ramon bahwa transaksi derivatif bukan merupakan perjudian menurut pengertian Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dengan alasan : a. Terhadap berbagai jenis kontrak derivatif, para pihak tidak berpegang kepada hal-hal yang bersifat untung-untungan sematamata, tetapi dapat diperhitungkan dan diprediksi secara rasional, bahkan secara matematis dan statistik, sungguhpun prediksinya dapat berubah-ubah. Untuk memperhitungkan pergerakan harga, bahkan para pihak trader menggunakan analisis matematis yang disebut sebagai Mathematical Charting Analysis. b. Sudah merupakan praktik yang lazim secara universal di dunia bisnis modern untuk melakukan transaksi derivatif sehingga tidak pantas lagi digolongkan sebagai suatu bentuk perjudian. c. Bank Indonesia telah mengatur rambu-rambu terhadap pelaksanaan transaksi derivatif sehingga diharapkan praktik pelaksanaan transaksi derivatif dapat dilakukansecara fair, tertib dan sesuai dengan kaidah-kaidah hukum pada umumnya. d. Untuk jenis transaksi derivatif tertentu bahkan sangat bermanfaat dan merupakan kebutuhan dalam praktik, yaitu bagi para pihak yang akan melakukan transaksi derivatif untuk kepentingan lindung nilai (hedging), sehingga pihak tersebut dapat terhindar misalnya dari risiko fluktuasi mata uang atau fluktuasi tingkat suku bunga.112 Dalam perkara ini tergugat tidak menjelaskan cara-cara mengatasi kerugian dan penentuan waktu dilakukannya transaksi derivatif, sehingga tidak memenuhi elemen-elemen dari dari transaksi trading derivatif. Hal ini juga sesuai dengan peraturan Bank Indonesia No.7/31/PBI/2005 dalam pasal 4 ayat 1 disebutkan, bank wajib memberikan penjelasan secara lengkap kepada nasabah yang akan melakukan transaksi derivatif dan dalam ayat 2 ditegaskan lagi bahwa penjelasan secara lengkap kepada nasabah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi atas resiko kredit, 112 Mustika Kuwera, Kisruh seputar transaksi produk derivatif, makalah disampaikan dalam seminar Hitam-­‐Putih transaksi Derivatif pada bulan 12 Agustus 2009 oleh Hukumonline. Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 resiko penyelesaian dan resiko pasar serta adanya kemungkinan saldo margin dapat menjadi nihil dan bahkan negative sehingga bank dapat meminta nasabah untuk menambah margin deposito apabila nasabah akan melanjutkan atau menutup transaksi margin trading. Disamping itu juga yang menjadi hal penting adalah perjanjian tersebut harus dibuat dalam bahasa Indonesia sehingga tidak menjadi kabur atau setidak-tidaknya dibuat dalam dua bahasa, bahasa asing dan bahasa Indonesia. Perjanjian transaksi derivatif juga bersifat eksploitatif karena nilai akhir yang diharapkan sangat tidak seimbang antara bank dan nasabah karena bank mempunyai mekanisme exit atau keluar dari perjanjian saat dalam posisi kalah sebaliknya nasabah tidak mempunyai hak Exit dalam posisi kalah. D. Pertimbangan Hakim dalam Putusan perkara lindung nilai (hedging) Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili perkara Nomor 24/Pdt.G/2009/PN.Jkt.Sel (PT Permata Hijau Sawit dengan Citibank, N.A. cabang Jakarta), secara umum membagi pertimbangannya kedalam dua bagian yaitu perbuatan melawan hukum dan pembatalan perjanjian. 1. Pertimbangan hakim tentang perbuatan melawan hukum Pertimbangan hakim sebelum masuk kedalam perbuatan melawan hukum, memulai dengan empat kriteria tentang perbuatan melawan hukum yang mencakup : 1. Bertentangan dengan kewajiban hukum di pelaku; 2. Melanggar hak subyektif oran lain 3. Melanggar kaidah tata susila 4. Bertentangan dengan asas kepatuhan, ketelitian, serta sikap hati-hati yang seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan dengan sesama warga masyarakat atau terhadap harta benda orang lain keempat kriteria ini tidak disyaratkan adanya empat kriteria tersebut secara kumulatif tetapi dengan terbuktinya salah satu saja kriteria tersebut secara lxxi x Wahyudi, FH UI, 2013 Perbuatan melawan..., Ramon alternative maka telah terpenuhinya syarat untuk suatu perbuatan melawan hukum. Dalam pertimbangan majelis hakim secara umum mengakui bahwa transaksi derivatif adalah suatu transaksi yang dibenarkan menurut hukum apabila transaksi tersebut dilaksanakan menurut ketentuan hukum yang berlaku dalam arti tidak bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri (pelaku), tidak bertentangan dengan hak subyektif orang lain, tidak bertentangan atau melanggar kaidah tata susila atau tidak bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian dan sikap hati-hati yang seharusnya dimiliki oleh seseorang dalam pergaulan dengan sesama warga masyarakat atau terhadap harta orang lain ; Kemudian Peraturan Bank Indonseia No 7/31/PBI/2005 tanggal 13 September 2005 tentang transaksi derivatif yang dalam pasal 4 ayat 1 disebutkan, bank wajib memberikan penjelasan secara lengkap kepada nasabah yang akan melakukan transaksi derivatif dan dalam ayat 2 ditegaskan lagi bahwa penjelasan secara lengkap kepada nasabah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 antara lain meliputi penjelasan atas resiko kredit, resiko penyelesaian (settlement risk) dan resiko pasar (Market risk), serta adanya kemungkinan saldo margin dapat menjadi nihil dan akan negative sehingga bank dapat meminta nasabah untuk menambah margin deposit apabila nasabah akan melanjutkan atau menutup transaksi margin trading dan oleh karena tergugat beroperasi di Indonesia maka penjelasan dan informasi tersebut tentu harus dilakukan dengan bahasa Indonesia atau setidak-tidaknya dalam 2 (dua) bahasa yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, tetapi ternyata letter confirmation dan final term conditions yang dianggap sebagai perjanjian oleh tergugat dibuat dalam bahasa Inggris yang menggunakan istilah-istilah yang tidak mudah dipahami. Walaupun memuat permberitahuan tentang resiko yang mungkin muncul dalam suatu produk derivatif tersebut adalah merupakan kewajiban dari tergugat sebagai pihak bank untuk menjelaskan lebih terperinci dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh nasabah yang mana Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 hal tersebut sejalan dengan saksi penggugat Dr.Romeo Rissal,PA yang terbukti tidak dilakukan oleh tergugat. Pengadilan mengangap khusus dalam perkara ini tergugat tidak melakukan suatu perbuatan yang diwajibkan memberikan penjelasan yang terperinci oleh hukum yaitu dan jelas mengenai kemungkinnan risiko yang dapat dihadapin oleh nasabah yang dalam hal ini adalah penggugat terhadap transaksi callable forward tersebut sehingga telah melangar peraturan bank Indonesia No.7/6/2005, tanggal 20 Januari 2005 tentang transparansi informasi produk bank dan penggunaan data pribadi nasabah serta peraturan bank Indonesia no 7/31/PBI/2005 tanggal 13 sepetember 2005 tentang transaksi dervatif yang dalam perbuatan melawan hukum termasuk kriteria yang bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku (kewajiban hukum tergugat) serta melanggar hak subyektif orang lain (in casu hak subyektif penggugat untuuk mendapatkan informasi secara terperinci, lengkap dan benar. Kesimpulan yang didapat dalam pertimbangan majelis hakim adalah tergugat telah melanggar kewajiban hukumnya dan melanggar hak subyektif penggugat. Kemudian dalam amar putusan Majelis hakim dinyatakan bahwa angka 1 “menyatakan tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum”, dalam putusan tersebut setelah amar yang menyatakan tergugat melakukan perbuatan melawan hukum, tidak ditemukan amar selanjutnya tentang ganti rugi, padahal dalam perbuatan melawan hukum yang salahsatu syarat untuk bisa dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum harus ada kerugian.113 Penggugat dalam posita gugatannya pada point 61 dan 62 menyatakan mengalami kerugian baik materil maupun immaterial, kerugian materil timbul akibat tergugat mencairkan SBLC (Stand By Letter of Credit) milik penggugat sebesar USD 500.000 dan melakukan perjumpaan hutang (set-off) atas dana milik penggugat sebesar USD 45.525.25 telah menyebabkan total kerugian materil penggugat sebesar 113 Op.cit.,Mariam Darus Badrulzaman, hal.146 lxx xi Wahyudi, FH UI, 2013 Perbuatan melawan..., Ramon USD 545.525.25. Kerugian Immateril diderita penggugat berupa rusaknya reputasi penggugat pada Bank Indonesia dan bank-bank lainnya dan dikalangan stake holder. Penggugat harus mengorbankan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengurus dan melakukan upaya hukum terhadap tergugat yang apabila dinilai dengan uang adalah sebesar Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah). Majelis hakim dalam pertimbangannya tidak mempertimbangkan ganti rugi materil, tetapi dalam amar putusannya hakim memasukan sejumlah uang yaitu USD 545.525.25 bukan sebagai kerugian materil, tetapi bersama-sama dengan pengembalian dana milik penggugat oleh tergugat sebesar USD.10.000.000,- dan dana milik tergugat kepada penggugat sebesar 97.200.000.000,- (Sembilan puluh tujuh milyar dua ratus juta rupiah), disertai juga menghukum tergugat untuk membayar kembali kepada penggugat uang penggugat sebesar USD 545.525,25. Terhadap kerugian immaterial majelis menolaknya dengan alasan ganti rugi immaterial irrelevan. Seharusnya bila benar telah terjadi perbuatan melawan hukum dan mengakibatkan kerugian, maka tergugat harus mengganti kerugian. Dalam perbuatan melawan hukum tentang ganti rugi terhadap kerugian tidak diatur tetapi menurut doktrin dapat dianalogikan dengan ketentuan ganti rugi dalam wanprestasi. Berbeda dengan perbuatan melawan hukum yang hanya menyebutkan kerugian saja, sedangkan akibat wanprestasi disamping kerugian ada juga biaya dan bunga. Kerugian materil menurut Moegni disebut juga kerugian kekayaan sedangkan kerugian Imateril disebut juga kerugian moril atau idiil, kerugian kekayaan (vermogenschade) pada umumnya mencakup kerugian yang diderita oleh penderita dan keuntungn yang diharapkan diterimanya. Sementara kerugian moril atau idiil yakni ketakutan, terkejut, sakit dan kehilangan kesenangan hidup.114 Dengan demikian seharusnya hakim mempertimbangkan kerugian materil, karena menyangkut kerugian materil yang diderita oleh 114 M.A.Moegni,Op.cit.,hal.76. Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 penggugat, demikian juga dengan kerugian immaterial harus diganti oleh tergugat. 2. Pertimbangan hakim tentang kebatalan perjanjian Penggugat menuntut untuk menyatakan confirmation letter tertangga 5 September 2008 adalah batal demi hukum dan tidak mempunyai kekuatan mengikat dengan segala konsekwensi hukumnya. Majelis hakim memulai pertimbangannya dengan mengutip pasal 1320 KUHPerdata tentang syarat sah perjanjian mengenai para pihak sepakat untuk mengikatkan diri, cakap untuk membuat suatu perjanjian, adanya suatu hal tertentu dan adanya sebab yang halal. Dua syarat yang pertama disebut syarat non esensial atau subyektif, bila dilanggar menyebabkan perjanjian dapat dibatalkan sedangkan, sedangkan dua syarat yang terakhir disebut syarat essensialia atau syarat obyektif tidak terpenuhi maka perjanjian yang telah dibuat antara pihak tersebut batal demi hukum. Selanjutnya majelis hakim merujuk pada Peraturan Bank Indonesia No.7/6/PBI/2005 tertanggal 20 Januari tahun 2005 tentang transparansi informasi produk bank dan penggunaan data pribadi serta Peraturan Bank Indonesia no.7 /31/PBI/2005 tentang transaksi derivatif mewajibkan bank (tergugat) untuk menginformasikan secara berimbang manfaat, resiko dan biaya-biaya yang melekat pada suatu produk dan penyampaian informasi harus memenuhi standard tertentu antara lain harus dibaca dengan jelas, tidak menyesatkan dan mudah dimengerti serta menggunakan Bahasa Indonesia serta penjelasan terhadap resiko khusus, resiko penyelesaian, resiko pasar dan adanya kemungkinan saldo margin dapat menjadi nihil dan bahkan negative sehingga bank dapat meminta nasabah untuk menambah margin deposit apabila nasabah akan melanjutkan atau menutup transaksi margin trading, tetapi ternyata tergugat dalam perkara ini tidak melakukan hal tersebut kecuali hanya memberitahukan resiko lxx xiii Wahyudi, FH UI, 2013 Perbuatan melawan..., Ramon secara umum yang sulit diprediksi dalam suatu produk yang bersifat structured product berupa transaksi callable forward. Majelis hakim juga menyatakan dalam pertimbangannya bahwa perjanjian callable forward ini adalah tidak seimbang dengan alasan tergugat dapat membatalkan atau tidak melanjutkan transaksi berikutnya secara sepihak, tetapi disisi lain penggugat tidak dibenarkan untuk membatalkan kontrak apabila nilai rupiah terus menerus melemah bahkan selalu berada diatas strike rate. Karena ketidak seimbangan itulah maka berdasarkan pasal 1256 KUHPerdata yang berbunyi “semua perikatan batal, jika pelaksanaanya semata-mata bergantung pada kemauan orang yang terikat” maka hakim dapat masuk kedalam perjanjian untuk memberikan keadilan kepada penggugat. Selanjutnya benar terjadi nilai rupiah terus menurun dibawah strike rate yang telah ditetapkan (1 USD = Rp.9600), akibatnya resiko rugi terbesar akan selalu berada pada nasaban atau penggugat, sehingga penggugat meminta tergugat untuk meninjau ulang perjanjian tersebut, tetapi tidak ditanggapi pengakhiran dini dan melakukan bahkan terus menerus mengakumulasikan tuntutan pembayaran kepada penggugat sampai sebesar USD 23.146.749,41. Bahwa tergugat juga telah melakukan perjumpaan hutang dan menarik sendiri uang penggugat yang ada pada rekening tergugat sebesar USD. 45.525.25. Majelis hakim selanjutnya dengan mengambil keterangan ahli Dr. Drajat Hari Wibowo menyatakan bahwa transaksi callable forward adalah merupakan adalah merupakan transaksi derivatif yang bersifat spekulatif sehingga tidak dapat dianggap sebagai hedging yang normal apalagi jika dalam perjanjian tersebut memuat pula kententuan yang menyatakan bank (tergugat) dapat membatalkan kontrak saat dalam posisi kalah, sebaliknya nasabah (penggugat) saat posisi kalah harus menjual dollarnya 2 (dua) kali lipat jumlahnya. Disamping bersifat spekulatif juga bersifat eksploratif karena nilai akhir yang diharapkan sangat tidak seimbang antara bank dan nasabah karena bank mempunyai mekanisme exit saat mengalami kerugian sedangkan nasabah tidak dibolehkan. Produk ini Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 umumnya off shore product dimana karakteristiknya dijelaskan bahasa Inggris yang seharusnya karena karena operasionalnya di Indonesia dibuat dalam bahasa Indonesia. Selanjutnya majelis dalam putusanya menyatakan saat dibuatnya perjanjian tersebut belum dilarang oleh Peraturan Bank Indonesia, secara yuridis telah tidak dibenarkan karena merupakan perjanjian yang mengandung kausa yang tidak halal sehingga lahirnya Peraturan Bank Indonesia No.10/26/PBI/2008 dan Surat Edaran Bank Indonesia no. 10/42/DPD2008 hanya mempertegas callable forward tersebut merupakan structured product yang terlarang dan tidak halal. Dengan demikian transaksi perjanjian callabale forward mengandung kausa yang tidak halal sehingga tidak terpenuhi syarat obyektif yang bersifat essensi dengan konsekwensi hukum bahwa perjanjian yang demikian adalah batal demi hukum. Dalam Pokok Perkara: 1. Mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian; 2. Menyatakan tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum 3. Menyatakan Confirmation Letter tanggal 5 September 2008 yang dibuat tergugat, batal demi hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dengan segala konsekwensi hukumnya 4. Menyatakan batal demi hukum seluruh transaksi callable forward antara penggugat dengan tergugat berdasarkan confirmation letter tanggal 5 September 2008; 5. Menghukum tergugat untuk mengembalikan dana milik penggugat sebesar USD 10.000.000,00 (sepuluh juta dollar Amerika Serikat) kepada penggugat mengembalikan dan dana memerintahkan tergugat sebesar penggugat untuk 97.200.000.000.00 (Sembilan puluh tujuh milyar dua ratus juta rupiah) kepada tergugat; 6. Menghukum tergugat untuk membayar kembali kepada penggugat uang sebesar USD 545.525.25 (lima ratus empat puluh lima juta lima ratus dua puluh lima dollar dua puluh lima sen) yang lxx xv Wahyudi, FH UI, 2013 Perbuatan melawan..., Ramon merupakan uang milik penggugat yang berada pada rekening penggugat pada bank (tergugat) yang dicairkan oleh tergugat; 7. Menghukum tergugat untuk memulihkan nama baik penggugat di Bank Indonesia dengan cara tergugat mengajukan permintaan maaf kepada penggugat atas laporan tergugat kepada Bank Indonesia yang terlanjut menyatakan penggugat berhutang kepada tergugat serta melakukan koreksi dan menarik laporan adanya hutang penggugat yang berasal dari transaksi derivatif callable forward didalam sistim informasi debitur Bank Indonesia dan memuat pula permintaan maaf tergugat di harian Kompas dan Bisnis Indonesia dengan ukuran setengah halaman, untuk 1 (satu) kali penerbitan; 8. Menghukum tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) untuk setiap hari kelalaian dalam melaksanakan putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Dapat disimpulkan majelis hakim mempertimbangakan kausa yang halal adalah : - Melanggar peraturan perudang-undangan yaitu peraturan Bank Indonesia mengenai transaparansi produk bank. - Perjanjian bersifat spekulatif - Perjanjian yang tidak seimbang Dalam pasal 1337 KUHPerdata dikatakan bahwa suatu sebab adalah terlarang bila dilarang oleh undang-undang, berlawanan dengan kesusilaan dan ketertiban umum, pertibangan hakim bahwa perjanjian transaksi callable forward yang dilakukan oleh tergugat dan penggugat dimana tergugat telah melanggar peraturan bank Indonesia tentang transparasi produk bank, menurut penulis sudah dikatakan melanggar peraturan perundang-undangan dimana peraturan perudang-udangan tersebut merupakan salah satu unsur dari satu sebab yang halal. Tentang transaksi perjanjian derivatif callable forward yang bersifat bersifat spekulatif atau untung-untungan, hal ini disebabkan karena tergugat menyembunyikan informasi tentang resiko dari transaksi Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 ini, tentang penghitungan kerugian dan penentuan waktu tentang transaksi yang dijamin oleh tergugat. Dengan demikian maka para pihak tidak berpegang kepada hal-hal yang bersifat untung-untungan semata-mata, tetapi dapat diperhitungkan dan diprediksi secara rasional, bahkan secara matimatis dan statitstik, sungguhpun prediksinya dapat diubah-ubah. Untuk menghitungkan pergerakan harga, bahkan para pihak trader menggunakan analisis matematis yang disebut sebagai mathematical charting analysis.115 Tentang perjanjian yang tidak seimbang, majelis hakim dalam pertimbangannya telah menggunakan prinsip keseimbangan dalam perjanjian, majelis menjelaskan letak tidak seimbangnya perjanjian tergugat dapat membatalkan atau tidak melanjutkan transaksi berikutnya secara sepihak, tetapi disisi lain penggugat tidak dibenarkan untuk membatalkan kontrak apabila nilai rupiah terus menerus melemah bahkan selalu berada diatas strike rate. Selanjutnya benar terjadi nilai rupiah terus menurun dibawah strike rate yang telah ditetapkan, akibatnya resiko rugi terbesar akan selalu berada pada nasaban/penggugat. Mengenai keseimbangan, kaedah hukum perdata tidak ada mensyaratkan adanya keseimbangan dalam syarat sah perjanjian, tetapi prinsip keseimbangan ini dianut dalam undang-undang perlindungan konsumen. Menurut Prof. Agus Sarjono munculnya prinsip keseimbangan dalam putusan majelis hakim sejalan dengan pemikiran tentang the fair exchange yang dikemukakan oleh Atiyah. Pada masa pemikikran extreme individualism masih dominan, masalah harga, misalnya, adalah sematamata pilihan subjektif. Dengan demikian, para pihak dalam suatu perjanjian memiliki kebebasan penuh untuk menentukannya. Namun pada perkembangannya kemudian, kebebasan mutlak semacam itu sudah tidak dianut lagi dalam sistim hukum perjanjian. Hal itu tercerimin dalam pernyataan Atiyah sebagai berikut “law was conceived of a protective, regulative, paternalistic, and above all, a paramount expression of the 115 Dian Ediana Rae dalam Mustika Kuwera, Kisruh seputar transaksi produk derivatif, makalah disampaikan dalam seminar Hitam-­‐Putih transaksi Derivatif di Jakrata pada bulan 12 Agustus 2009 oleh Hukumonline. lxx xviiWahyudi, FH UI, 2013 Perbuatan melawan..., Ramon moral of the community “. Dengan perkembangan inilah kebebasan berkontrak kemudian dibatasi oleh hukum dan kepatutan.116 Tafsir ini dapat digunakan untuk menjelaskan mengapa hakim dalam putusannya atas kasus diatas menggunakan doktrin keseimbangan dan itikad baik sebagai landasan untuk menyatakan adanya perbuatan melawan hukum. Ketidak seimbangan sebagai akibat dari penyalah gunaan keadaan adalah merupakan sesuatu yang bertentangan dengan kepatutan atau kepantasan dalam tatanan bisnis yang bermoral. Dalam ranah bisnis, penyalahgunaan keadaan dalam pembentukan suatu kontarak merupakan suatu yang tercela, yang apabila hal itu berakibat kerugaian kepada salah satu pihak, dapat dikatagorikan sebagai telah memenuhi unsur PMH.117 Pendapat hakim pengadilan negeri ini juga telah dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta dalam pertimbangannya “transaksi tersebut adalah bertentangan dengan azas keadilan, azas kepatutan dan azas keseimbangan dalam arti kata sesuatu yang tidak pantas dan spekulatif, sebab kalau nilai dollar lebih rendah dari Rp.9.600., pembanding mempunyai hak untuk membatalkan transaksi secara sepihak, tetapi kalau dollar lebih tinggi dari Rp.9600.- terbanding tidak mempunyai hak membatalkan transaksi secara sepihak, sehingga majelis hakim pengadilan tinggi berpendapat transaksi callable forward antara penggugat dan tergugat berdasarkan confirmation letter tanggal 5 September 2008 batal demi hukum; Majelis Hakim Mahkamah Agung sependapat juga dengan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang pada intinya menyatakan bahwa transaksi callable forward tersebut merupakan perjanjian yang tidak seimbang karena resiko rugi selalu berada pada nasabah/termohon kasasi karena yang dapat membatalkan transaksi secara sepihak hanya pemohon kasasi akan tetapi termohon kasasi sebagai nasabah tidak dibenarkan membatalkan kontrak apabila nilai rupiah terus melemah. Putusan yang mirip dengan kasus yang penulis analisis yaitu putusan No. 116 Agus Sarjono, Batas-­‐batas antara perbuatan melawan hukum dan wanpretasi dalam kontrak komersial, Jurnal Hukum Bisnis, (volume 29, No.2 tahun 2010). Hal.30 117 Ibid.,hal.31. Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 761/Pdt.G/2009/PN.JKTSel antara PT.Esa Kertas Nusantara (penggugat) dengan Bank Danamon Tergugat, kasusnya sama yaitu transaksi derivatif, juga menggunakan ISDA master Agreement sebanyak 17 transaksi derivatif dimana penggugat menjual dollarnya kepada tergugat sedangkan tergugat membayarnya dengan mata uang rupiah tujuannya juga dalam rangka lindung nilai (hedging), karena ketidak tahuan penggugat mengenai transaksi ini, penggugat mengalami kerugian yang sangat besar, sehingga tergugat berniat membatalkan transaksi derivatif yang lain, dalam putusannya pengadilan menyatakan tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan pertimbangan tergugat tidak memberikan informasi secara terperinci mengenai produk-produk derivatif kepada penggugat melanggar PBI no 7/6/PBI/2005 tentang transparansi derivatif. Sehingga bertentangan dengan kewajiban hukum sipelaku (tergugat) dan melanggar hak subyektif orang lain (penggugat) untuk mendapatkan informasi secara terperinci, lengkap dan benar. Pertimbangan yang lain transaksi bersifat spekulatif dan kedudukan serta posisi para pihak tidak seimbang, karena tergugat sewaktu-waktu dapat menghentikan transaksi dan sementara penggugat tidak dapat melakukan penghentian transaksi, tergugat dapat menagih biaya pengakhiran dini kepada penggugat. Dengan demikian tergugat telah melanggar kausa yang halal. Putusan No. 81/Pdt.G/2009/PN.JKT.PST antara PT.Nubika Jaya melawan Standar Chartered Bank, juga melakukan transaksi derivatif yang bernam Target Redemtion forward pada bulan Agustus tahun 2008, kasusnya hampir sama dimana penggugat akan menyerahkan dollar kepada tergugat dengan ketentuan : Apabila nilai 1 dolar AS di pasaran lebih rendah < dari Rp 9.370,(di bawah strike rate) maka Penggugat akan menyerahkan dolar sebanyak USD 1.000.000,- Apabila nilai 1 dolar AS di pasaran lebih tinggi > dari Rp 9.3700,- (di atas strike rate) maka Penggugat wajib menyerahkan dolar sebanyak USD 2.000.000,-. lxx xix Wahyudi, FH UI, 2013 Perbuatan melawan..., Ramon Selain itu tergugat juga mempunyai hak untuk membatalkan transaksi sewaktu-waktu bila target value sebesar 1.500 poin. Transaksi telah berlangsung 9 kali pada transaksi ke 10 penggugat tidak menyerahkan dollarnya kepada tergugat karena kerugian besar yang dialami penggugat, dikarenakan dollar mencapai harga Rp.13.000./1 USD. Akibatnya penggugat harus menyerahkan USD.2.000.000. Pengadilan dalam putusannya menyatakan tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum, dengan alasan tergugat tidak memberikan informasi yang terperinci dan jelas mengenai kemungkinan resiko yang dihadapi oleh nasabah, juga melangar hak subyektif orang lain dalam hal ini penggugat untuk mendapatkan informasi tentang resiko produk yang ditawarkan. Menyatakan perjanjian transaksi derivatif batal demi hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, dengan alasan tergugat telah melanggar syarat sah ke 4 perjanjian yaitu kausa yang halal. Dimana perjanjian transaksi bersifat spekulatif dan juga mengandung ketidak seimbangan dimana tergugat berada dalam posisi yang superior dibandingkan dengan penggugat. Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 BAB 4 PENUTUP Setelah melalui pembahasan-pembahasan pada bab-bab sebelumnya serta uraian-uraian serta fakta-fakta yang dijumpai oleh penulis, maka penulis akan menyimpulkan beberapa hala sebagai berikut . A. Kesimpulan 1. Suatu perjanjian transaksi lindung nilai derivatif callable forward pada dasarnya sama dengan perjanjian pada umumnya sebagaimana yang diatur dalam pasal 1338 KUHPerdata mengenai kebebesan berkontrak tetapi kebebasan tersebut harus memenuhi syarat sah perjanjian yang diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata. Yaitu kesepakatan mereka yang mengikatkan diri, adanya persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang membuat perjanjian (consensus), Kecakapan (pihak-pihak) untuk membuat suatu perikatan (capacity) Suatu hal tertentu (a certain subject matter) dan Suatu sebab yang halal (legal cause). Dalam perjanjian transaksi lindung nilai para pihak sepakat untuk menggunakan merujuk pada suatu perjanjian baku yang dalam dunia perbankan biasa dikenal sebagai international swap dealers associations (ISDA, perjanjian baku ini tujuannya adalah untuk mempermudah pengguna untuk melakukan transaksi derivatif karena selama ini tidak ada istilah-istilah yang secara umum difahami oleh semua pihak yang terlibat. Di Indonesia yang populer adalah format perjanjian baku ISDA Master Agreement 1992 (untuk multi-currency cross border). Bentuk perjanjian ISDA ini terdiri dari perjanjian induk (Master Agreement), kemudian ada lampiran yang disebut dengan Schedule to the master Agreement yang berisikan ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur hubungan perikatan hukum para pihak, sebagai operasionalnya ada confirmation berisi ketentuan-ketentuan komersial atau bisnis dari setiap transaksi swap atau transaksi derivatif. Perjanjian dengan menggunakan ISDA Master agreement ini bila bisa dipahami dalam kasus ini oleh Penggugat tentunya akan lain ceritanya, xci Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 tetapi karena tergugat dalam hal ini bank yang mempunyai produk callable forward ini tidak memberikan penjelasan secara rinci dan jelas mengenai kemungkinan resiko yang dihadapi penggugat dan hanya memberikan penjelasan secara umum saja maka timbul masalah yaitu kerugian yang sangat besar bila transaksi callable forward ini dilanjutnya. Atas alasan tersebut penggugat tidak bersedia melanjutkan transaksi ini. Sehingga perbuatan tergugat tersebut diangap telah memenuhi perbuatan melawan hukum karena telah melanggar hak subyekti dari penggugat dan juga melanggar kewajiban hukum dari tergugat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perjanjian transaksi derivatif callable forward dapat dikatakan sebagai suatu perbuatan melawan hukum walaupun perbuatan yang mendasarinya adalah perjanjian. 2. Gugatan Sengketa perkara perdata dibidang harta kekayaan termasuk perikatan dikenal dengan dalil gugatan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum, gugatan wanprestasi timbul dari perjanjian sedangkan gugatan perbuatan melawan hukum lahir akibat perbuatan orang yang merupakan perbuatan melanggar hukum. Dalam surat gugatanya penggugat sudah tepat memasukan gugatan ke pengadilan dengan dalil tergugat telah melakukan perbutan melawan hukum, dengan alasan bahwa yang dipermasalahkan tergugat adalah tergugat tidak memberikan informasi yang jelas mengenai transaksi callable forward yang ditawarkannya kepada penggugat sehingga bagi penggugat transaksi ini menjadi bersifat spekulatif atau untung-untungan, disamping itu ada ketentuan dalam perjanjian ISDA Master agreement yang tidak seimbang seperti ketentuan mengenai penyerahan uang dengan variasi yang memberatakan penggugat ; Apabila nilai 1 dolar AS di pasaran lebih rendah < dari Rp 9.600,- (di bawah strike rate) maka Penggugat akan menyerahkan dolar AS sebanyak USD 1.000.000,Apabila nilai 1 dolar AS di pasaran lebih tinggi > dari Rp 9.600,- (di atas strike rate) maka Penggugat wajib menyerahkan dolar AS sebanyak USD Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 2.000.000,-., kemudian juga ada klausula pengakhiran dini (early termination) dimana Tergugat mempunyai hak untuk mengakhiri dini (early termination) perjanjian setelah guaranteed period. Hak untuk pengakhiran dini (early termination) Tergugat terdapat dalam ISDA Master Agreement dan Schedule. Juga mengenai cara penghitungan denda akibat penggugat tidak memenuhi kewajiban menyerahkan dollarnya kepada tergugat sehingga setelah dihitung berdasarkan rumus yang ada dalam ISDA Master Agreement penggugat harus membayar penghentian transaksi callable forward sebesar USD 23.192,272,66. Semua ini disebabkan karena kurangnya informasi yang diberikan bank kepada nasabah mengenai transaksi derivatif sehigga tergugat telah melanggar Peraturan Bank Indonesia NO.7/6/PBI/2005 mengenai kewajiban penggunaan bahasa Indonesia. Dengan demikian tergugat telah melanggar kausa yang halal yaitu melanggar peraturan perundang-undang, didalam pasal 1337 KUHPerdata kuasa yang halal terdiri dari melanggar peraturan perundang-undangan, kesusilaan dan kepatutan. pelanggaran terhadap syarat-sah perjanjian itu dapat digugat dengan dalil perbuatan melawan hukum sehingga sudah tepat bila gugatan tersebut masuk melalui dalil perbuatan melawan hukum 3. Pertimbangan hakim dalam putusan perkara lindung nilai dapat dibagi menjadi dua macam pertimbangan yaitu pertimbangan tentang perbuatan melawan hukum dan pertimbangan tentang pembatalan perjanjian, dapat disimpulkan bahwa kedua pertimbangan ini bermuara pada putusan yang satu sebagai perbuatan melawan hukum yang satu lagi pembatalan perjanjian, tetapi keduanya mempunyai dasar berdasarkan perbuatan melawan hukum yang satu karena alasan melanggar hak subyetif orang lain dan melanggar kewajiban hukum pelaku, sedangan pembatalan dengan alasan melanggar kausa yang halal yaitu melanggar peraturan perundang-undangan, sehingga dapat disimpulan ada dua macam perbuatan melawan hukum yang pertama perbuatan melawan hukum yang terjadi didalam perjanjian dan perbuatan melawan hukum diluar perjanjian sebagai mana diatur dalam pasal 1365 KUHPerdata. Penulis setuju atas xcii i Wahyudi, FH UI, 2013 Perbuatan melawan..., Ramon pertimbananga majelis tentang telah terpenuhinya perbuatan melawan hukum. Tetapi masih ada yang kurang tepat karena majelis hakim dalam pertimbangan putusannya hanya mempertimbangkan salah satu syarat perbuatan yang melawan hukum, sedangkan untuk dapat dikatakan telah terpenuhi perbuatan melawan hukum harus dipertimbangkan syarat-syarat yang lainnya seperti harus ada perbuatan, ada kerugian, ada hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum itu dengan kerugian dan ada kesalahan (Schuld). B. Saran Berdasarkan kesimpulan-kesimpulan diatas maka penulis akan memberikan saran 1. Pengetahuan dan pemahaman mengenai transaksi derivatif perlu diberikan kepada calon hakim didalam kurikulum pendidikan dan latihan hakim mengingat tidak semua calon hakim mempunyai dasar pengetahuan hukum bisnis dan transaksi derivatif ini sudah mengglobal, dimana Indonesia dalam perdagangan internasional mau tidak mau harus ada di dalamnya. Hal ini berdampak pada preseden dunia internasional apabila banyak pernjanjian derivatif dibatalkan oleh Hakim dengan alasan kurangnya informasi padahal sudah disepakati oleh kedua pihak. 2. Pemahaman hakim tentang perbuatan melawan hukum dimana untuk dapat dikatakan telah terjadi perbuatan melawan hukum harus dipenuhi syarat-syarat perbuatan melawan hukum bukan hanya satu syarat saja yaitu perluasan pengertian perbuatan melawan hukum saja, tetapi juga harus dipertimbangkan mengenai adanya kesalahan, kerugian dan hubungan kausalitas antara kesalahan dan perbuatan melawan hukum. Melalui pendistribusian literature baik yang berasal dari penelitian, buku, dan jurnal nasional dan internasional mengenai perkembangan perbuatan melawan hukum. 3. Penulis juga menyarankan dalam reformasi peradilan khususnya dibidang perdata, Mahkamah Agung secara berkala memberikan pelatihan-pelatihan mengenai hal-hal baru yang sedang terjadi dibidang hukum tertentu, Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 misalnya bidang hukum perbankan mengenai transaksi derivatif, kontrak berdasarkan ISDA Master agreement, karena berdasakan informasi yang penulis peroleh dari Situs ISDA telah beranggotakan 825 anggota dari 57 negara yang tersebar dalam 6 kontinen, ini artinya Indonesia mau tidak mau harus memperkuat kemampuan hakim-hakimnya dalam memahami transaksi derifative ini, sehingga tidak selalu membatalkan transaksi derivatif. Bagi hakim yang akan ditempatkan diwilayah pengadilan kelas 1 khususnya di kota-kota besar diharapkan mengikut fit and proper test tentang pengetahuan hukum ekonomi sehingga diharapkan hakim-hakim yang akan memutus perkara dikota-kota besar tersebut bukanlah hakim yang tidak mengerti tentang hukum ekonomi. xcv Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 DAFTAR PUSTAKA. Abdulhay,Marhainis. Hukum Perdata Materil jilid II, Jakarta Pradnya Paramita,1983. Agustina,Rosa, Perbuatan Melawan Hukum, Jakarta, Fakultas Hukum Pasca Sarjana Universitas Indonesia,2003. Agustina. Rosa.ed.all, Hukum Perikatan (law of obligations), Denpasar:Pusaka Larasati:Jakarta:Universitas Indonesia, Universitas Leiden, Universitas Groningen,2012. Berlianta, Heli Charisma, Mengenal Valuta Asing,cet.3, Yogyakarta:Gajah Mada Universty perss, 2006. Budiono, Herlien. Ajaran Umum Hukum Perikatan dan penerpannya di bidang Kenotariatan, Bandung, Citra Aditya Bakti,2009. Budiono, Herlien dan Elly Erawati, Penjelasan Hukum tentang Kebatalan Perjanjian, Jakarta:Nasional Legal Reform Program,2010. Chidir Ali, Moch ed.al, Pengertian-pengertian Elementer Hukum Perjanjian Perdata, Bandung, Mandar Maju, 1993. Dian E.Rae. “Transaksi Derivatif dan masalah regulasi ekonomi di Indonesia Jakarta: Elex media komputindo,2008. Djojodirjo,M.A.Moegni. Perbuatan Melawan Hukum,Cet,2. Jakarta, Pradnya paramita,1982. Erawati,Elly dan Herlien Budiono, Penjelasan Hukum tetntang Kebatalan Perjanjian, Jakarta, Gramedia.2010. Fuady, Munir. Perbuatan Melawan Hukum ;Pendekatan Kontemporer, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2002. Harahap. M.Yahya, Hukum Acara Perdata,cet.2 Jakarta:Sinar Grafika,2005. Hernoko.Agus Yudha, Hukum perjanjian ; Asas Proporsioanalitas dalam perjanjian, Jakarta,Kencana Perdana,2011. Hull,John C. Introducition to futures and options,New Jersey:PrenticeHall.Inc,1998. M.Faisal,Manajemen Keuangan Internasional; dengan penekanan praktek pada pasar devisa, edisi pertama, Jakarta:Salemba Empat,2001. Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 Madura,Jeff. International Finacial Management,United States of America: McGraw hill Inc,2000. Maria,Arie Kusumastuti. Perlindungan Hukum dalam rangka Transaksi Derivatif Financial currency swap dalam praktek perbankan di Indonesia, tesis magister kenotariatan Fakultan Hukum Universtitas Indonesia,Jakarta,2002. Mariam Darus Badrulzaman. KUHPerdata Buku III; Hukum Perikatan dengan Penjelasannya, Bandung,Alumni 2006. Moch.Chidir Ali,ed.al, Pengertian-pengertian Bandung;Mandar Maju,1993. Muhammad,Abdul Kadir, BAkti,1990. Hukum Perikatan, elementer perjanjian, Bandung,PT.Citra Aditya Pangabean H.P. Penyalahgunaan Keadaan, Yogjakarta,Liberty,2010. Prakoso, Djoko dan Bambang Riyadi Lany. Dasar Hukum Persetujuan Tertentu di Indonesia, Jakarta, Bina Aksara, 1987. Projodikoro, Wirjono. Azas-azas hukum perdata, cet.3, Bandung,Vorkink-Van Hoeve, 1959. Projodikoro, Wirjono.Perbuatan Melanggar Hukum, Bandung, Sumur,tanpa tahun R. Setiawan, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Bandung:Putra abardin,1999 Rawl,John, Teori Keadilan, Yogyakarta,Pustaka pelajar,2011. Rawls, John. A Theory of justice, Revised edition, Massachusetts: the Belknap press of Harvard Universty press Cambride ,2003 Rose,Peter S. money and Capital Market, edisi 8,United states of America; McGraw hill,2003. Satrio,J. Hukum Perikatan; Perikatan pada Umumnya, Bandung Penerbit Alumni, 1993. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perutangan bagian A, Yogyakarta; Seksi hukum perdata Fakultas Hukum Gadjah mada,1980. Subekti. Pokok-pokok Hukum Perikatan, cet XXVI, Jakarta, PT.Intermasa, 1994. Subekti.R, Aspek-aspek Hukum Perikatan Nasioanal.Bandung,Alumni,1976. xcvi i Wahyudi, FH UI, 2013 Perbuatan melawan..., Ramon Subekti.R dan R Tjitrosudibio. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (terjemahan Burgelijik Wetbok), Jakarta,Pranya Paramita.1992. Soemadipradja, Rahmad S.S, Penjelasan Hukum tentang Keadaan memaksa (syarat-syarat pembatalan perjanjian yand disebabkan keadaan memakasn/force majeur),Jakarta:Nasional Legal Reform Program,2010. Suryodiningrat, R.M. Perikatan-perikatan Bersumber Perjanjian, Bandung, Tarsito,1991. Sutedi. Adrian, Produk-produk Derivatif dan Aspek Hukumnya,Bandung: Alfabeta,2012. Widjaja,Gunawan dan Kartini Muljadi. Hapusnya Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2003. Perikatan,Ed.1,Cet.1, Peraturan Perundang-undangan : Indonesia, Undang-undang tentang Perbankan, UU 10 tahun 1998, LN No. 182.TLN No. 3790. Indonesia, Undang-undang tentang Perkawinan, UU No. 1, tahun 1974, LN No. 12 Tahun 1975, TLN No.301. Indonesia, Peraturan Bank Indonesia No.7/31/PBI/2005, tentang Transaksi Derivatif. LN No.85 tahun 2005. Indonesia, Peraturan Bank Indonesia No.7/6/PBI/2005, tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah. LN.16 tahun 2005, TLN No. 4475. Indonesia, Peraturan Bank Indonesia No.10/28/PBI/208, tentang Pembelian Valuta Asing Terhadap Rupiah kepada Bank. LN No. 172 tahun 2008, TLN No. 4921. Indonesia. Peraturan Bank Indonesia No.10/37/PBI/2008, tentang transaksi Valuta Asing terhadap rupiah, LN No.198 tahun 2008, TLN No.4945 Surat Edaran Bank Indonesia no.10/42/DPD 2008 perihal pembelian valuta asing terhadap rupiah kepada bank. Indonesia. Peraturan Bank Indonesia No.11/26/PBI/2009 Tentang Prinsip kehatihatian dalam melaksanakan kegiatan Structured Product bagi bank., LN. No.104 tahun 2009, TLN No. 5030. Artikel, majalah dan Internet : Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013 Chengwy Karlam, Struktur Product & Unsur Spekulasi dalam transaksi derivatif, makalah disajikan pada seminar hitam putih transaksi derivatif, hotel Nikko, Jakarta,12 Agustus 2009. Tony Budidjaja, legalitas transaksi derivatif di Indonesia, majalah warta ekonomi, Edisi 2009. Kuwera. Mustika, Kisruh seputar transaksi produk derivatif, makalah disampaikan dalam seminar Hitam-Putih transaksi Derivatif pada bulan 12 Agustus 2009 oleh Hukumonline. Sarjono.Agus, Batas-batas antara perbuatan melawan hukum dan wanpretasi dalam kontrak komersial, Jurnal Hukum Bisnis, (volume 29, No.2 tahun 2010). Dermawan, Petrus Didimus Didi, Transaksi Swap dan derivatif bentuk Perjanjian dan keabsahannya, Jurnal hukum bisnis volume 9, (1999) ISDA Master Agreement (multicurrency Cross border) antara Citibank, N.A Indonesia Branch and PT Permata Hijau Sawit. Berita dari website www.vivanews.com “Rupiah tembus level 13.000/US$.” tanggal 21 november 2008 . DaftarLampiran 1. ISDA Master Agreement 2. Schedule to the ISDA 3. Letter of Confirmation 4. Peraturan Bank Indonesia No.7 /31/PBI/2005 tentangtransaksi derivative 5. Peraturan bank Indonesia No. 7/6/PBI/2005 tentang transparansi Informasi Produk Bank. 6. Peraturan Bank Indonesia No. 10/37/PBI/2008 tentang transaksi ValutaAsing terhadap Rupiah. 7. Peraturan Bank Indonesia No. 10/38/PBI/2008 tentang perubahan atas peraturan Bank Indonesia No 7/31/PBI/2005. 8. Surat Edaran Bank Indonesia No.10/42/DPD hal Pembelian ValutaAsing terhadap Rupiah kepada Bank. xcix Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013