(hedging) tesis ramon wahyudi 1

advertisement
 UNIVERSITAS INDONESIA PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM PERJANJIAN
TRANSAKSI LINDUNG NILAI (HEDGING)
TESIS
RAMON WAHYUDI
1106031886
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
KEKHUSUSAN PRAKTEK PERADILAN
JAKARTA
JANUARI 2013
Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM PERJANJIAN
TRANSAKSI LINDUNG NILAI (HEDGING)
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Hukum
RAMON WAHYUDI
1106031886
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
KEKHUSUSAN PRAKTEK PERADILAN
JAKARTA
JANUARI 2013
Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
iii
Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
KATA PENGANTAR
Rasa syukur kehadirat Allah Subhana Wa Taala, yang telah memberikan kemudahan dan kekuatan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan tesis ini pada waktunya, penulis juga bersyukur kepada Allah Subhana Wa Taala yang telah begitu banyak memberi nikmat dan kesempatan untuk mengikuti program pasca sarjana ini. Dalam menulis tesis ini ternyata tidak semudah yang dibayangkan ketika mengambil mata kuliah SUPT, tanpa banyak pihak yang membantu penulisan ini penulis tak berdaya, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih atas bimbingan, dorongan, bantuan, dan dukungan baik moril maupun materil dari semua pihak, Alhamdulillah kesulitan tersebut dapat teratasi. Penulis berterima kasih kepada : 1. Ibu Rosa Agustina, sebagai pembimbing yang dengan kasih sayangnya, sebagai guru sekaligus orang tua bagi penulis, semenjak penulis berada di Fakultas Hukum UI sampai sekarang, telah membimbing penulis untuk mewujudkan penyusunan tesis ini dengan tulus dan penuh ketelitian. 2. Dr. Yoni A. Setyono, S.H.,MH dan Heru Susetyo, SH., LL.M., MS.i selaku penguji yang telah memberikan banyak masukan. 3. Ketua Mahkamah Agung RI pada waktu itu Bapak Harifin Tumpa yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti progaram ini. 4. Penulis juga mengenang dan berterima kasih kepada (Alm) Prof. Safri Nugraha., SH.,LL.M, PhD. (Dekan FHUI), (alm) Ibu Anna Rusmanawati., SH.,LL.M, dan (alm) Bang Udin (staf pasca salemba), berkat mereka program ini tidak akan terlaksana, penulis juga berdoa semoga amal ibadah mereka diterima oleh Allah sesuai dengan amal perbuatannya di dunia, juga dimudahkan urusannya oleh Allah di akhirat. 5. USAID dalam hal ini C4J yang telah memberikan kesempatan kepada v
Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
penulis ikut program ini, lebih khusus kepada Ibu Dian yang telah ”mengurus” kami selama ini. 6. Dirjen Badilum Bapak H. Cicut yang telah mempermudah masalah administrasi dan perizinan penulis dalam tugas belajar ini. 7. Bapak Djaniko Girsang mantan Ketua Pengadilan Negeri Manna dan Bapak Renaldi Triandiko Ketua Pengadilan Negeri Manna yang telah memberikan kesempatan untuk penulis mengikuti program ini, serta teman-­‐teman Hakim di Pengadilan Negeri Manna. 8. Febby Mutiara Nelson, istri penulis tercinta yang selalu memberi semangat, serta memberikan saran dan kritik dalam penulisan tesis, juga Ramzy, Raja, Rasya anak-­‐anak penulis yang selalu tidak dapat penulis temanni, ketika mereka minta bermain besama selama proses penulisan tesis ini. Emak dan Mertua (mama) penulis yang selalu mendoakan penulis dalam sholat malamnya di penghujung malam yang dingin. 9. Dosen-­‐dosen yang tidak dapat disebutkan satu persatu semoga amal ibadahnya dilipat gandakan oleh Allah Subhana Wataala. 10. David M.L Tobing dan Harry F. Simanjuntak yang telah berkenan mengizinkan penulis untuk mengangkat kasus hukumnya. 11. 19 Teman-­‐teman hakim kelas MA (the only one),yang mengikut program ini, lebih khusus kepada Pak Rios yang selalu bersama-­‐sama penulis pulang ke Depok naik Comuter line setiap hari kuliah. 12.
Kepada semua officer Progaram Pasca Sarjana FHUI, Pak Watijan, Mas Hari, Mas Ari, Mas Tono, Huda, dan Rajab dan lain-­‐lain yang sangat ramah dan penuh perhatian semoga keiklasannya mendapatkan Balasan dari Allah Subhana Wa Taala. Akhir kata, saya berharap Allah Subhan Wa Taala juga berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu hukum dan penulis dalam menghadapi pekerjaan sebagai hakim yang semakin berat dikemudian hari. Jakarta, Januari 2013 Penulis Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
vii
Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
ABSTRAK
Nama
Program Studi
Judul
: Ramon Wahyudi
: Praktek Peradilan
: Perbuatan Melawan Hukum dalam Transaksi Perjanjian
Lindung Nilai (Hedging)
Suatu perusahaan eksport dan import yang menggunakan valuta asing
dalam melakukan transaksi akan mengalami resiko perubahan nilai tukar mata
uang asing yang dapat mempengaruhi keuntungan usahanya, resiko ini dapat
dikelola dengan menggunakan lindung nilai (hedging) dengan transaksi derivatif
yang bernama callable forward. Callable forward adalah transaksi pembelian
dan penjualan valuta asing yang nilainya ditetapkan pada saat sekarang dan
berlaku pada waktu yang akan datang. Produk perbankan ini ditawarkan diluar
bursa (over
the counter), tujuannya adalah untuk lindung nilai, dibuat
berdasarkan perjanjian International Swap Dealers Associations (ISDA) yang
terdiri dari Master agreement, schedule dan confirmation. Perjanjian ini berjalan
lancar sampai suatu ketika muncul krisis keuangan tahun 2008, dimana USD
mencapai Rp. 13.000,-. Dalam perjanjian ada klausula yang merugikan nasabah
yang sebelumnya tidak di informasikan oleh bank kepada nasabah. akibatnya
perjanjian yang disusun atas transaksi lindung nilai dibatalkan dan perjanjian
Callable forward menjadi perbuatan yang melawan hukum dengan mendalilkan
bermacam-macam alasan seperti perjanjian tidak seimbang, tidak ada itikad baik,
force majeur, penyalah gunaan keadaan. Akibatnya perjanjian dibatalkan oleh
pengadilan.
Kata kunci : Lindung nilai (Hedging), Derivatif, Perbuatan melawan hukum.
Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
ABSTRACT
Name
Study Program
Title
: Ramon Wahyudi
: Judicial Practice
: Tort In Hedging Contract Transaction
An export and import companies that use foreign currency in the
transaction will run the risk of changes in foreign currency exchange rates that
may affect the business profits, the risk can be managed by using hedging with
derivative transactions called callable forward. Callable forward is purchases and
sales of foreign currency whose value is determined at the present time and the
effect on the future. Banking products are over the counter, the aim is to hedge,
made under the contract International Swap Dealers Associations (ISDA), has
three section is master agreement, schedule and confirmation. The agreement
running well until one day the financial crisis emerged in 2008, when USD
reached Rp. 13,000, -. There is a clause in agreement that harm customers about
the risks that were not informed by the bank to its customers. Consequently
hedging contract transactions was terminated. Callable forward contract against
the law to postulate a variety of reasons such as the contract is not balanced, there
is no good faith, force majeure, misuse of state. As a result, the agreement was
terminated by the court.
Key words : Hedging, Derivative, Tort.
ix
Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................
i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iv
KATA PENGANTAR ...................................................................................... v
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ........................ vii
ABSTRAK ....................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ....................................................................................................
x
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 1
A. Latar Belakang ....................................................................................
1
B. Permasalahan........................................................................................ 5
C. Tujuan Penelitian ................................................................................
5
D. Manfaat Penelitian .............................................................................. 6
E. Metode Penelitian ..............................................................................
6
F. Kerangka Teoritis ................................................................................ 8
G. Kerangka Konsepsional.......................................................................
9
H. Sistematika Penulisan .......................................................................... 10
BAB 2 PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM TRANSAKSI
PERJANJIAN LINDUNG NILAI (Hedging)....................................... 13
A. Perikatan yang Timbul karena Perbuatan Melawan Hukum................. 15
A 1 Perluasan Pengertian Perbuatan Melawan Hukum .......................16
A.2 Syarat-syarat Perbuatan Melawan Hukum....................................17
A.3 Tanggung Jawab Karena Perbuatan Melawan Hukum...................27
B. Prestasi dan Wanprestasi ......................................................................28
C. Transaksi Lindung Nilai ditinjau dari Konsep Hukum Perjanjian
Indonesia............................................................................................... 32
C.1 Hedging Contranct Forward.......................................................... 34
C.2 Perjanjian Baku Transaksi Lindung Nilai .................................... 36
C.3 Sejarah ISDA................................................................................ 43
C.4 Bentuk Perjanjian ISDA .............................................................. 44
Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
C.5 Batang Tubuh ISDA Master Agreement ...................................... 46
C.6 Schedule to the Master Agreement (lampiran) ............................. 48
C.7 Confirmation (konfirmasi) ............................................................ 50
BAB 3 PEMBATALAN PERJANJIAN LINDUNG NILAI (HEDGING)
DALAM PUTUSAN PENGADILAN
…........................................ 51
A. Kasus Posisi ......................................................................................... 52
B. Perjanjian Lindung Nilai (hedging) sebagai Perbuatan
Melawan
Hukum .................................................................................................. 57
C. Gugatan Perjanjian Transaksi Lindung Nilai (hedging) ...................... 65
D. Pertimbangan Hakim dalam Putusan Perkara Lindung Nilai
(hedging) ............................................................................................. 68
BAB 4 PENUTUP................................................................................................80
A. Kesimpulan ...........................................................................................80
B. Saran ..................................................................................................... 83
Dafta Pustaka dan lampiran.................................................................................85
xi
Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam dunia usaha yang menggunakan alat pembayaran dengan valuta
asing, untuk menjaga agar nilai mata uang tersebut tetap stabil maka diperlukan
usaha untuk menjaga kestabilannya itu dengan melakukan transaksi lindung nilai
(hedging), transaksi lindung nilai ini adalah solusi bagi perusahaan yang
mengadakan perdagangan internasional untuk mengurangi resiko kerugian yang
timbul dari kejadian-kejadian yang tidak diharapkan, dilakukan dengan
menciptakan beraneka ragam instrument keuangan melalui produk-produk
derivatif.
Hedging atau lindung nilai adalah tindakan yang dilakukan untuk
melindungi sebuah perusahaan dari exposure terhadap nilai tukar, Exposure
terhadap
fluktuasi nilai tukar adalah sejauh mana sebuah perusahaan dapat
dipengaruhi oleh fluktuasi nilai tukar.1 Dengan kata lain lindung nilai merupakan
suatu tindakan
atau
the act of coordinating the buying and selling of a
commodity of financial claim to protect against the risk of future price
fluctuations.2 Intinya adalah melindungi perusahaan terhadap naik turunnya harga
dimasa yang akan datang.
Produk derivatif
adalah instrument-instrumen keuangan yang nilai
pembayaran yang diperjanjikan berasal dari sesuatu hal yang lain yang disebut
underlying assets yang digunakan untuk menetapkan nilai pembayaran yang
diperjanjikan dapat berupa derivatif dari berbagai hal yang bermanfaat menurut
pihak-pihak yang bersepakat. Derivatif dapat berasal dari harga saham, harga
emas, nilai tukar valas, suhu udara, jumlah kerugian akibat angin puting beliung
atau jumlah individu yang bangkrut pada suatu tahun kalender.3
Transaksi lindung nilai ini biasanya menggunakan transaksi derivatif yaitu
antara bank dengan nasabahnya, transaksi ini merupakan produk bank disebut
1
Jeff Madura, International Finacial Management, (United States of America: McGraw hill Inc,2000),hal.275. 2
Peter S.Rose, money and Capital Market, edisi 8, (United states of America; McGraw hill,2003)., hal.244. 3
Ibid. Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
juga
Stuctured products, structured products ini merupakan
penggabungan
antara dua atau lebih instrument keuangan berupa instrument keuangan non
derivatif dengan derivatif atau derivatif dengan derivatif dan paling kurang
memiliki karakteristik yaitu :
a. nilai atau arus kas yang timbul dari produk tersebut dikaitkan dengan
satu atau kombinasi variable dasar seperti suku bunga, nilai tukar,
komoditi dan atau ekuitas; dan
b. Pola perubahan atas nilai atau arus kas produk bersifat tidak regular
apabila
dibandingkan
dengan
pola
perubahan
variable
dasar
sebagaimana dimaksud pada huruf a sehingga mengakibatkan
perubahan nilai atau arus kas tersebut tidak mencerminkan keseluruhan
perubahan pola dari variable dasar secara linear (asymmentric payoff),
yang antara lain ditandai dengan keberadaan : optionality, seperti caps,
floors, collars, step up/step down dan atau call/put features, leverage,
barriers, seperti knock in/knock out dan atau binary atau digital
ranges.4
Selanjutnya bahwa salah satu produk dari
stuktur produk adalah
dualcurrency deposit dan Callable Forward(CF), Dual Currency Deposit (DCD)
merupakan deposito jangka pendek yang didalamnya terdapat kemungkinan
terjadi konversi antra valuta asing dengan mata uang rupiah, yang bunganya
dihubungkan dengan pergerakan kurs dari dua mata uang tersebut, pada saat
jatuh tempo nasabah akan menerima pokok dan bunga dalam mata uang
penempatan deposito atau dalam mata uang pasangannya, tergantung mana yang
lebih lemah dibandingkan dengan kurs konvesi yang disetujui. Sedangkan
callable forward adalah instrumen investasi yang dilakukan nasabah dengan
melakukan kombinasi transaksi forward dan option untuk memperoleh harga
yang lebih baik dari harga pasar dengan menetapkan kurs pada nilai tertentu.5
Suatu transaksi derivatif dalam hal ini callable forward
merupakan
sebuah perjanjian antara dua pihak yang dikenal sebagai counterparties (pihakpihak yang saling berhubungan). dalam istilah umum, transaksi ini adalah sebuah
4
5
Peraturan Bank Indonesia No.11/26/PBI/2009 pasal 1 butir 2. Surat Edaran Bank Indonesia no.10/42/DPD 2008 xiii
Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
kontrak bilateral atau perjanjian penukaran pembayaran yang nilainya tergantung
pada diturunkan dari nilai aset, tingkat referensi atau indeks. saat ini, transaksi
derifative terdiri dari sejumlah acuan pokok (underlying) yaitu suku bunga
(interest rate), kurs tukar (currency), komoditas (commodity), ekuitas (equity) dan
indeks (index) lainnya. mayoritas transaksi derivatif adalah produk-produk over
the counter (OTC) yaitu kontrak-kontrak yang dapat dinegosiasikan secara pribadi
dan ditawarkan langsung kepada pengguna akhir, sebagai lawan dari kontrakkontrak yang telah distandarisasi (futures) dan diperjualbelikan di bursa. menurut
para dealer dan pengguna akhir (end user) fungsi dari suatu transaksi derivatif
adalah untuk melindungi nilai (hedging) beberapa jenis resiko tertentu.6
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa transaksi lindung nilai
dilakukan melalui transaksi derivatif, selanjutnya dasar dari transaksi derivatif
adalah suatu kontrak atau perjanjian. Untuk itu berdasarkan asas lex specialis
derogat lex generalis maka transaksi derivatif tidak hanya tunduk pada ketentuanketentuan hukum yang mengatur secara khusus mengenai transaksi derivatif
dalam hal ini Peraturan Bank Indonesia. Namun sebagai perjanjian, transaksi
derivatif juga tunduk kepada ketentuan umum yang berlaku bagi sahnya
perjanjian sebagaimana diatur dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (KUHPerdata), khususnya pasal 1320 sampai dengan pasal 1338
KUHPerdata tentang syarat sahnya perjanjian. Walaupun transaksi derivatif
tunduk pada ketentuan umum mengenai perjanjian namun perjanjian transaksi
derivatif bukanlah termasuk perjanjian yang secara khusus diatur dalam
KUHPerdata, yang dikenal dengan perjanjian bernama (perjanjian nominaat)
seperti halnya dengan jual beli, sewa-menyewa, hibah dan lain sebagainya.
Perjanjian transaksi derivatif termasuk perjanjian tak bernama (perjanjian
innominaat) yang timbul karena adanya kebutuhan dalam masyarakat. Perjanjian
innominaat dimungkinkan ada karena Buku III KUHPerdata menganut sistem
terbuka. Sistem terbuka dalam
Buku III KUHPerdata mengandung asas
kebebasan berkontrak yang terdapat dalam pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata.7
6
Adrian Sutedi, Produk-­‐produk Derivatif dan Aspek Hukumnya, (Bandung: Alfabeta,2012),hal.2. 7
Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”
Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
Dengan adanya pasal tersebut para pihak dapat secara leluasa membuat
perjanjian yang berupa dan berisi apa saja dan perjanjian itu akan mengikat para
pihak yang membuatnya seperti suatu undang-undang. Para pihak juga dibolehkan
menyampingkan peraturan peraturan yang termuat dalam Buku III KUHPerdata
tersebut. Dengan kata lain peraturan-peraturan dalam Buku III KUHPerdata pada
umumnya hanya merupakan hukum pelengkap (aanvulend recht) bukan hukum
yang bersifat keras atau memaksa.8Asas kebebasan berkontrak tersebut tidaklah
mutlak karena terdapat suatu pengecualian dimana perjanjian tersebut tidak
melanggar ketertiban umum dan kesusilaan.9
Untuk itu, materi atau isi dari
perjanjian transaksi derivatif antara yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda
karena perjanjian dibuat berdasarkan kesepakatan para pihak yang membuat
perjanjian derivatif jenis callable forward tersebut.
Transaksi
Callable Forward dapat juga
dilakukan dengan suatu
perjanjian antara pihak bank dengan nasabah bisa dengan menggunakan format
acuan yang disusun oleh ISDA (International Swaps and Derivatives
Associations), ISDA adalah lembaga internasional yang didirikan tahun 1985.
Lembaga ini ditujukan untuk melakukan standarisasi istilah-istilah dan
penyederhanaan dokumentasi dari swap. Tujuan disusunnya ISDA ini adalah
untuk mengurangi ketidak jelasan hukum dan mengurangi risiko karena
kesimpangsiuran dan ketidaksatuan istilah termasuk syarat dan ketentuan
transaksi. Namun tujuan format tersebut tidak untuk membakukan kontrak,10
artinya kontrak yang dibuat bisa saja mengenyampingkan klausula-klausula yang
ada dalam ISDA tersebut dengan demikian kebebasan berkontrak tetap menjadi
patokan dalam membuat perjanjian atau kontrak.
Permasalahnya kemudian muncul pada waktu timbulnya krisis keuangan
pada tahun 2008 dimana nilai kurs rupiah mengalami kemerosotan yang diluar
8
Subekti,Pokok-­‐pokok Hukum Perdata,cet.26,(Jakarta: Itermasa,1994),hal.127-­‐128. Pasal 1337 Kitab Undang-­‐undang Hukum perdata (burgelijk wetboek), diterjemahkan oleh R.Subekti dan R.Tjitrosudibio, cet,28,(Jakarta:Pradya Paramita,1996) 10
Arie Kusumastuti maria, Perlindungan Hukum dalam rangka Transaksi Derivatif Financial currency swap dalam praktek perbankan di Indonesia, (tesis magister kenotariatan Fakulatas Hukum Universtitas Indonesia,Jakarata,2002),hal.121-­‐122. 9
xv
Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
dugaan sampai mencapai nilai tukar Rp.13.000,- per Dollar US11. akibatnya
perjanjian yang disusun atas transaksi lindung nilai dibatalkan dan perjanjian
Callable forward menjadi perbuatan yang melawan hukum dengan mendalilkan
bermacam-macam alasan seperti perjanjian tidak seimbang, tidak ada itikad baik,
force majeur, penyalahgunaan keadaan, kontrak baku yang merugikan, seharusnya
ini dapat diselesaikan melalui penyelesaian yang ada dalam perjanjian, tetapi
dibawa ke wilayah perbuatan melawan hukum.
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk menyusun tesis
mengenai Perbuatan melawan hukum dalam perjanjian transaksi lindung nilai atau
hedging. Dalam tesis ini penulis akan meneliti dan menganalisa hal-hal apa saja
yang dapat menyebabkan dipakainya dalil perbuatan melawan hukum untuk
menyelesaikan kasus lindung nilai ini, sebagai bahan analisa penulis akan
menganalisis putusan pengadilan mengenai gugatan perbuatan melawan hukum
dalam Transaksi lindung nilai, (Putusan no.24/Pdt.G/2009/PN.JKT.Sel., dan
putusan no 184 K/Pdt/2011 dengan para pihak PT.Permata Hijau Sawit melawan
Citibank Jakarta.)
B. PERMASALAHAN
1. Apakah suatu perjanjian lindung nilai (hedging) dapat dikatakan
sebagai suatu perbuatan melawan hukum ?
2. Apakah perjanjian lindung nilai (hedging) dapat digugat dengan
dalil perbuatan melawan hukum ?
3. Bagaimana pertimbangan hakim dalam putusan perkara lindung
nilai
(hedging)?
(studi
kasus
putusan
no.24/Pdt.G/2009/PN.JKT.Sel., dan putusan no. 184 K/Pdt/2011
dengan para pihak PT.Permata hijau sawit melawan Citi Bank
Jakarta).
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini ialah :
11
Berita dari website www.vivanews.comtanggal 21 november 2008 betajuk “rupiah tembus level 13.000/US$.” Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
1. Menjelaskan suatu perjanjian lindung nilai (hedging) dapat dikatakan
sebagai suatu perbuatan melawan hukum.
2. Menganalisis perjanjian lindung nilai (hedging) dapat digugat dengan
dalil perbuatan melawan hukum ?
3. Untuk menganalisis pertimbangan hakim dalam putusan perkara
lindung
nilai
(hedging)?
(studi
kasus
putusan
no.24/Pdt.G/2009/PN.JKT.Sel., dan putusan no. 184 K/Pdt/2011
dengan para pihak PT.Permata hijau sawit melawan Citi Bank
Jakarta)
D. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat berguna, antara lain sebagai berikut :
1.
Kegunaan Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran
hukum kedepan secara praktis yang sesuai dengan perkembangan
masyarakat.
Khususnya
dalam
profesi
sebagai
hakim
dalam
menjalankan tugasnya yaitu menerima memeriksa dan memutus perkara
secara adil dengan disertai pengetahuan hukum yang baik.
2.
Kegunaan Akademis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para akademis dan
praktisi hukum,sehingga dapat lebih jelas lagi membedakan mana yang
wanprestasi dan mana yang perbuatan melawan hukum, sehingga dalam
menangani sebuah kasus lindung nilai dapat memberikan saran pada
kliennya sehingga tidak menyesatkan.
E. METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang penulis gunakan adalah metode penelitan
hukum yuridis normatif, dengan pendekatan
hukum normatif akan
dianalisa horma-norma hukum yang berlaku, yang terdapat dalam
peraturan perundang-undangan dan juga dalam berbagai putusan
pengadilan yang berisi putusan Perbuatan melawan hukum yang berasal
dari transaksi lindung nilai.
xvii
Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
Sifat dari penelitan ini adalah deskriptif analitis, yaitu untuk
menjelaskan peraturan dalam hal ini Undang-undang yang terkait
(KUHPerdata) sebagai dasar Perikatan dihubungkan dengan teori-teori
hukum sebagai objek penelitian dan juga penerapannya, penelitian dengan
sifat
deskriptif
analitis
merupakan
metode
yang
dipakai
untuk
menggambarakan suatu kondisi atau keadaan yang sedang terjadi atau
berlangsung yang tujuannya agar dapat memberikan data seteliti mungking
mengenai objek penelitian
sehingga mampu menggali hal-hal yang
bersifat ideal, kemudian dianalisa berdasarkan
teori hukum atau
peratauran-perundang-undangan yang berlaku,12 Metode pengumpulan
data yang dipergunakan dalam tulisan ini adalah dengan mengumpulkan
data primer dan data sekunder:
a. Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui penelitian lapangan
yaitu dengan mengambil beberapa putusan Lindung nilai putusan
perbuatan melawan hukum di Pengadilan Jakarta dan sekitarnya dan
Peraturan perundang-undangan.13
b. Data sekunder dari bahan kepustakaan yaitu buku bacaan hukum,
yurisprudensi, dari media massa seperti majalah hukum, artikel dari
surat kabar, karya tulis ilmiah, kamus hukum, hasil-hasil penelitian,
hasil seminar, naskah seminar, dan buku-buku yang dapat digunakan
sebagai bahan informasi tambahan penelitian ini.
Data yang diperoleh dari kepustakaan dan data yang diperoleh dari
lapangan, dianalisa secara kualitatif kemudian di paparkan, analisis
dilakukan secara kualitatif tetapi dikaitkan dengan teori-teori yang
diperoleh dari bahan kepustakaan agar dapat menjelaskan permasaalah
yang ditemukan.
12
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian hukum, cet.6 (Jakarta: Kencana,2010), hal.132 Ibid., hal.144 13
Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
F. KERANGKA TEORITIS
Dalam tulisan ini teori yang akan digunakan adalah teori keadilan
(fairness), salah seorang pengembang teori ini adalah John Rawl,14
keadilan menurut Rawls ini disebut dengan istilah fairness adalah karena
dalam membangun teorinya Rawls berangkat dari suatu posisi hipotesiss
dimana ketika setiap individu memasuki kontrak sosial itu mempunyai
kebebasan (liberty). Posisi hipotesis itu disebut dengan “original position”
(posisi asli). Posisi asli itu adalah suatu status quo awal yang menegaskan
abahwa kesepakatan fundamentalis yang dicapai dalam kontrak sosial
adalah fair. Berdasarkan fakta adanya original position ini kemudian
melahirkan istilah keadilan sebagai “fairness”15. Ditegaskan oleh Rawls
bahwa sekalipun dalam teori ini menggunakan istilah fairness namun tidak
berarti bahwa konsep keadilan
dan fairness sama. Salah satu bentuk
keadilan sebagai fairness adalah memandang bahwa posisi setiap orang
dalam situasi awal ketika memasuki sebagai kesepakatan dalam kontrak
sosial itu adalah rasional dan sama-sama netral.
Rawls menguraikan teori keadilan atau fairness sebagai gagasan
utama dari keadilan yang mengeneralisasi yang membawa kepada suatu
abstraksi yang lebih tinggi konsep tradisional kontrak sosial,16 kemudian
dilanjutkan oleh Rawl bahwa pokok utama keadilan adalah struktur dasar
dari masyarakat itu, lebih tepatnya, cara bagaimanakah lembaga-lembaga
utama masyarakat mengatur hak-hak dan kewajiban dasar serta
bagaimanakah
kesejahteraan dari suatu kerja sosial, sebab
the basic
structure of society sangat besar pengaruhnya untuk dapat menentukan
bagaimana keadilan.
Dihubungkan dengan tesis ini, maka didalam perjanjian lindung
nilai para pihak telah sepakat untuk mengikatkan diri dan sudah
memaklumkan akibat hukum yang terjadi dengan dilakukanya perjanjian
tersebut,
tenyata pihak tergugat tidak seluruhnya memberitahukan
14
John Rawls, A Theory of justice, Revised edition, (Massachusetts: the Belknap press of Harvard Universty press Cambride,1999), hal. 3. 15
John Rawls,Teori Keadilan diterjemakan oleh Uzair Fauzan dan Heru Prasetyo (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,1995), hal.19. 16
Ibid.,hal 15 xix
Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
informasi mengenai produk yang ditawarkan kepada penggugat secara
jelas tetapi hanya secara umum. Informasi tersebut mengenai bagaimana
penghitungan resiko bila nilai rupiah melemah terhadap dollar, hak-hak
dari pada penggugat, dalam hal ini cenderung terjadi ketidak seimbangan
kedudukan
penggugat
dengan
tergugat,
ketidak
jujuran
tergugat
menyebabkan keadilan yang seharunya diperoleh menjadi tidak ada karena
penggugat mengalami kerugian, dan tujuan dari lindung nilai tidak
tercapai.
Pembentukan keadilan dalam perjanjian transaksi tersebut tidak
tercapai, walaupun
dalam mewujudkan keadilan manusia diberikan
kebebasan dalam hal ini kebebasan berkontrak tetapi kebebasan tersebut
dibatasi oleh norma-norma yang ada dalam perjanjian maka dibatasi oleh
adanya syarat-sah perjanjian sebagaimana diatur dalam pasal 1320
KUHPerdata, seharusnya dengan saling terbukanya para pihak maka akan
mewujudkan keadilan, tetapi akhirnya keadilan itu diberikan oleh
pengadilan melalui putusannya karena melanggar hukum, ada perbuatan
melawan hukum, sehingga perjanjian transaksi lindung nilai dibatalkan
oleh pengadilan.
G. KERANGKA KONSEPSIONAL
Dalam Tulisan ini akan banyak ditemui istilah-istilah yang berhubungan
dengan perikatan, untuk tidak membuat kerancuan istilah berikut akan
penulis uraikan pengertian istilah-istilah antara lain :
1. Pengertian
Perikatan,
mengenani
istilah
perikatan
(verbintenis)
terjemahannya dalam bahasa Indonesia masih belum ada kesatuan
pendapat, ada yang menggunakan istilah perhutangan, perikatan,
perjanjian, penulis memakai istilah perikatan, menurut Prof Subekti
perikatan adalah suatu hubungan hukum antara 2 orang atau 2 pihak
berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak
lain yang berkewajiban memenuhi tuntutan itu.17
17
R.Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarata:Intermasa, 1994), hal 4. Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
2. Pengertian Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji
kepada orang lain atau dimana 2 orang itu saling berjanji untuk
melaksanakan sesuatu hal.
3. Pengertian prestasi adalah. Sesuatu yang dapat dituntut, jadi pihak kreditur
menuntut prestasi kepada pihak debitur, menurut pasal 1234 KUHPerdata,
prestasi dibagi dalam 3 macam, yaitu prestasi untuk menyerahkan sesuatu,
prestasi untuk melakukan atau berbuat sesuatu dan prestasi untuk berbuat
atau tidak melakukan sesuatu.18
4. Pengertian Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatigedaad), istilah
Perbuatan melawan hukum sendiri masih banyak dipertentangkan, ada
yang menggunakan istilah perbuatan melanggar hukum, tindakan melawan
hukum, perbuatan menyalahi hukum, perbuatan bertentangan dengan
hukum. sementara Undang-undang sendiri tidak menjelaskan pengertian
Perbuatan melawan hukum (pasal 1365 KUHPerdata) tetapi hanya
memberikan syarat-syarat untuk menuntut ganti kerugian karena
perbuataan melawan hukum, pengertian perbuatan melawan hukum
menurut M.A Moegni Djojodirjo adalah merupakan suatu perbuatan atau
suatu kealpaan berbuat, yang melanggar hak orang lain atau bertentangan
dengan kewajiban hukum si pelaku (orang yang melakukan perbuatan)
atau melanggar baik kesusilaan, maupun bertentangan dengan keharusan
yang harus diindahkan dalam pergaulan masyarakat tentang orang atau
barang.19
5. Pengertian Wanprestasi adalah
memenuhi
dalam bahasa Belanda artinya tidak
kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan, baik
perikatan yang timbul karena perjanjian maupun perikatan yang timbul
karena undang-undang.20
6. Pengertian Lindung Nilai atau hedging adalah upaya untuk melindungi
posisi pasar terhadap pergerakan harga yang tidak menguntungkan dimasa
18
Marhanis Abdulhay, Hukum Perdata Materil jilid II, (Jakarata:Pradya Paramita, 1983) hal.24. 19
M.A, Moegni, Djodjodirjo, Perbuatan Melawan Hukum, (Jakarata:Pranya Paramita 1982), hal 25. 20
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan, (Bandung:Cita Aditya Bakti,1990) hal.20. xxi
Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
yang akan datang dan sebagai cara untuk mengurangi ekposure terhadap
resiko dan kemungkinan kerugian.21
7. Pengertian transaksi derivatif adalah suatu kontrak atau perjanjian yang
nilainya merupakan turunan dari nilai instrument yang mendasarinya
seperti suku bunga, nilai tukar, komoditi, ekuiti dan indeks, baik yang
dikuti dengan pergerakan atau tanpa pergerakan.22
8. Pengertian callable forward adalah intrumen investasi yang dilakukan
nasabah dengan melakukan kombinasi transaksi forward dan option untuk
memperoleh harga yang lebih baik dari harga pasar dengan menetapkan
kurs pada nilai tertentu.23
H. SISTIMATIKA PENULISAN
Tulisan ini terbagi dalam empat bab, setiap bab terbagi dalam sub-bab,
dengan urutan sebagai berikut :
BAB I Pedahuluan
Terdiri dari, Latar belakang, permasalahan,
tujuan penelitian,
manfaat penelitian, metode penelitian, kerangka konsepsional,
kerangka teoritis dan sistimatika penulisan.
BAB 2 Perbuatan Melawan Hukum dalam transaksi perjanjian lindung
nilai (hedging)
Akan menjelaskan tentang, lindung nilai dan transaksi derivatif
baik menurut Peraturan maupun doktrin, pengertian-pengertian
perikatan baik yang timbul melalui perjanjian atau perikatan yang
timbul karena perbuatan melawan hukum.
BAB 3 Pembatalan Perjanjian Lindung Nilai (hedging) dalam Putusan
Pengadilan.
Akan
menjelaskan
Perbuatan Melawan hukum yang timbul
dalam transaksi lindung nilai. Beberapa teori Perbuatan melawan
hukum yang dapat menjelaskan titik singgung antara perbuatan
21
Dian E.Rae. “transaksi Derivatif dan masalah regulasi ekonomi di Indonesia (Jakarta: Elex media komputindo,2008).hal.xi 22
Bank Indonesia,Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia tentang Transaksi derifatif SK. O.28/199/Kep/Dir, ps.1 butir b. 23
Bank Indonesia, Surat Edaran Bank Indonesia no.10/42/DPD 2008 Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
melawan dan hukum wanprestasi, hal-hal apa saja yang
menyebabkan hakim memutuskan perkara perjanjian menjadi
perbuatan melawan hukum.
BAB 4
PENUTUP,
Bab
ini
merupakan penutup yang memuat kesimpulan yang
diperoleh dari uraian bab-bab sebelumnya, dan dalam bab ini juga
dikemukakan saran-saran yang sesuai dengan permasalahan serta
kesimpulan yang diajukan sebelumnya.
xxii
i Wahyudi, FH UI, 2013
Perbuatan melawan..., Ramon
BAB 2
PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM TRANSAKSI
PERJANJIAN LINDUNG NILAI (HEDGING)
Perbuatan melawan hukum adalah suatu perbuatan dimana seseorang
melakukan suatu perbuatan yang merugikan orang lain tetapi perbuatan itu tidak
didasari oleh perjanjian, untuk dikatakan seorang melakukan perbuatan melawan
hukum harus dipenuhi syarat-syarat seperti harus ada perbuatan, perbuatan harus
melawan hukum, ada kerugian, ada hubungan sebab akibat antara perbuatan
melawan hukum dengan kerugian dan adanya kesalahan. Perbuatan melawan
hukum sejak pengertiannya diperluas tidak hanya melanggar Undang-undang
tetapi juga bisa dikatakan melanggar hak subyektif orang lain, kewajiban hukum
pelaku, kaedah kesusilaan dan kepatutan dalam masyarakar menjadi sangat luas
cakupan, sehingga bisa masuk ke bidang lain misalnya dunia perbankan.
Dalam dunia perbankan dikenal berbagai macam transaksi salah satu
transaksi adalah transaksi derivatif lindung nilai (hedging), Transaksi lindung nilai
adalah suatu tindakan melindungi perusahaan untuk menghidari atau mengurangi
resiko atas valuta asing sebagai akibat terjadinya transaksi bisnis.24 Dasar dari
transksi ini adalah perjanjian, tetapi sering ditarik menjadi perbuatan melawan
hukum ketika pihak yang merasa dirugikan merasa sudah tidak mampu lagi
melaksanakan perjanjian dengan berbagai alasan diantaranya melanggar hak
subyektif, penyalahgunaan keadaan, adanya itikad buruk, perjanjian yang tidak
seimbang, transaksi yang dilarang, melanggar syarat sah perjanjian. Untuk itu
penulis selanjutnya akan menjelaskan
mengenai perbuatan melawan hukum,
perjanjian dan juga hubungannya dengan transaksi lindung nilai, tetapi pertamatama akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai perbuatan melawan hukum.
Untuk menjelaskan Perbuatan melawan hukum ada baiknya kita meninjau
kembali tentang asal muasal perbuatan melawan hukum, yaitu sumber-sumber
perikatan. Dimulai dengan Istilah perikatan dalam bahasa Belanda “Verbintenis”
dan “Overeenkomst” para ahli telah memaknainya bermacam-macam misalnya
Subekti dan Tjiptosudibio menggunakan istilah perikatan untuk Verbintenis dan
24
Adrian Sutedi.,Op.cit., hal 102 Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
persetujuan untuk Overeenkomst, Utrecht mengistilahkan perhutangan untuk
verbintenis sedangkan perjanjian untuk overeenkomst, sedangkan Achmad Ichsan
menterjemahkan verbintenis dengan perjanjian dan overeenkomst dengan
persetujuan.25 Sri Soedewi Masjchoen menyebut perikatan dengan istilah
perutangan.26 Sedangkan
J. Satrio menggunakan istilah Perikatan dan
perjanjian.27 Ada juga yang mengistilahkan perjanjian dengan
Kontrak yang
berasal dari bahasa Inggris (contract). Selanjutnya penulis untuk tujuan praktis
akan menggunakan istilah yang sudah umum dipakai yaitu perikatan untuk
verbintenis dan perjanjian untuk overeenkomst.
KUHPerdata tidak memberikan pengertian tentang perikatan walaupun
buku III KUHPerdata berjudul “tentang Perikatan”, tetapi menurut sejarahnya
verbintenis berasal dari perkataan Prancis “obligation” yang terdapat dalam code
civil Perancis yang selanjutnya merupakan terjemahan
dari perkataan
“obligation” yang terdapat dalam hukum Romawi Corpus iuris civilis, dimana
penjelasannya terdapat dalam Institutione Justianus.28
C.Assers memberikan pengertian perikatan adalah sebagai suatu hubungan
hukum kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih berdasarkan mana
orang yang satu terhadap orang lainnya berhak atas suatu penunaian atau prestasi
dan orang lain ini terhadap orang itu berkewajiban atas penunaian atau prestasi
ini.29 Menurut H.F. Vollmar menyatakan ditinjau dari isinya ternyata bahwa
perikaan itu ada selama seseorang itu (debitur) harus melakukan suatu prestasi
yang mungkin dapat dipaksakan terhadap kreditur, kalau pelu dengan bantuan
hakim.30 Menurut Hofmann perikatan adalah
suatu hubungan hukum antara
sejumlah terbatas subyek-subyek hukum sehubungan dengan itu seorang atau
beberapa orang dari padanya (debitur atau para debitur) mengikatkan dirinya
untuk bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak lain yang berhak atas
25
Moch.Chidir Ali,ed.al, Pengertian-­‐pengertian elementer perjanjian,(Bandung;Mandar Maju,1993),hal.20 26
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perutangan bagian A, (Yogyakarta; Seksi hukum perdata Fakultas Hukum Gadjah mada,1980),hal.1 27
J.Satrio, hukum perikatan ;perikatan pada umumnya, (Bandung ;Alumni,1993),hal 39. 28
Moh.Chidir ali, Op.cit.,.hal.22 29
C.Asser, Pengajian Hukum Perdata Belanda.(Jakarta:Dian Rakyat,1991),hal.5 30
H.F Volmar dikutip dari Mariam Darus Badrulzaman, KUHPerdata buku III;hukum perikatan dengan penjelasan, (Bandung:Alumni, 2005),hal.1. xxv
Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
sikap yang demikian itu. Menurut A.Pitlo mengatakan Perikatan adalah suatu
hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih, atas
dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak lain berkewajiban
(debitur) atas suatu prestasi.31 Dari definisi diatas dapat disimpulkan, bahwa
dalam satu perikatan paling sedikit terdapat satu hak dan satu kewajiban. Suatu
persetujuan dapat menimbulkan satu atau beberapa perikatan, bergantung daripada
jenis persetujuannya.32
Mengenai sumber-sumber perikatan, oleh undang-undang diterangkan,
bahwa suatu perikatan dapat lahir dari suatu persetujuan (perjanjian) atau dari
undang-undang, perikatan yang lahir dari undang-undang dapat dibagi lagi atas
perikatan-perikatan yang lahir dari undang-undang saja dan yang lahir dari
undang-undang karena suatu perbuatan orang, yang belakangan ini dapat dibagi
lagi atas perikatan-perikatan yang lahir dari suatu pebuatan yang diperbolehkan
dan yang lahir dari perbuatan yang berlawanan dengan hukum.33
A. Perikatan yang timbul karena perbuatan melawan hukum
Perbuatan yang berlawanan dengan hukum disebut juga perbuatan
melawan hukum yang dapat bersumber dari pasal 1365 KUHPerdata :
“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian
pada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya
menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”34
Mengenai istilah perbuatan melawan hukum (onrehmatige daad), ada
juga yang menyebutnya perbuatan melanggar hukum,35 tetapi alasan yang
tepat adalah perbuatan melawan hukum.36
31
Moch.Chidir Ali.Op.cit.hal.23. Ibid., hal 23. 33
Subekti,Pokok-­‐pokok Hukum Perikatan,(Jakarata:Intermasa,1994),hal.123. 34
R.Subekti dan R.Tjtrosudibio., Op.cit.,hal 285. 35
Wirjono Prodjodikoro, Perbuatan Melanggar Hukum, cet kesembilan, (Bandung:Peneibit Sumur,1993) hal.7. selanjutnya mengatakan dalam bukunya … mengenai perkataan “melanggar” dalam rangkaian kata-­‐kata “perbuatan melanggar hukum” saya akui, bahwa mungkin sekali ada kata-­‐kata yang lebih tepat misalnya “perbuatan menyalahi hukum” atau “perbuatan bertentangan dengan hukum” akan tetapi justru oleh karena hal yang dimaksudkan disini, adalah bersifat “actief,” maka saya rasa, perkataan “melanggar” adalah paling tepat. terserah pada khalayak ramai untuk memutusan soal ini. 36
M.A.Moegni Djojodirdjo, Perbuatan Melawan hukum, cet.kedua,(Jakarta: Pradnya Paramita,1982),hal.13. dengan alasan untuk menghindari pengunaan istilah yang simpang siur 32
Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
Perbuatan melawan hukum dahulu mempunyai pemahaman yang
sempit, suatu perbuatan hukum dapat dikatakan melawan hukum bila
melanggar aturan perundang-undangan saja, artinya bila perbuatan tersebut
diatur dalam suatu perundang-undangan maka bisa dikatakan telah terjadi
perbuatan melawan hukum, tetapi sekarang telah mengalami perluasan.
A.1 Perluasan pengertian Perbuatan Melawan Hukum
Dahulu pengertian melawan hukum menganut faham yang sempit, hal
ini dapat diketahui dari putusan Mahkamah Agung Belanda (hoge raad)
sebelum
tahun 1919 yang merumuskan perbuatan melawan hukum itu sebagai:
“suatu perbuatan yang melanggar hak orang lain atau jika orang
berbuat bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri”
Dalam rumusan ini harus diperhatikan hak dan kewajiban hukum
berdasarkan undang-undang (wet). Jadi, perbuatan itu harus melanggar hak
orang lain atau bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri yang
diberikan oleh undang-undang, dengan demikian, melanggar hukum sama
dengan melanggar undang-undang (onwet matig). dengan tafsiran sempit
itu banyak kepentingan orang dirugikan tetapi tidak dapat menuntut apaapa .37
Berdasarkan
Arrest
tahun
1919
Mahkamah
Agung
telah
berpandangan luas terhadap rumusan perbuatan melawan hukum, tidak
hanya perbuatan yang melanggar kaedah-kaedah hukum tertulis, yaitu
perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku dan
melanggar hak subyektif orang lain, tetapi juga perbuatan yang melanggar
kaedah hukum yang tidak tertulis. Umpamanya, kaedah yang mengatur
tata kesusilaan, kepatutan, ketelitian dan kehati-hatian yang seharusnya
dimiliki seseorang
dalam pergaulan hidup dalam masyarakat atau
itu, saya berkehendak untuk mengintrodusir penggunaan terjemahan “perbuatan melawan hukum” untuk onrechtmatige daad. 37
Abdul Kadir Muhamamad, Hukum Perikatan,(Bandung:Citra Aditya Bakti,1990),hal.144. xxv
ii Wahyudi, FH UI, 2013
Perbuatan melawan..., Ramon
terhadap harta benda warga masyarakat.38 sehingga perbuatan
yang
bertentangan dengan kesusilaan atau kesopanan dapat juga dituntut lewat
perbuatan melawan hukum.39
A.2 Syarat- syarat Perbuatan Melawan Hukum
Selanjutnya untuk dapat dikatakan seseorang telah melakukan perbuatan
melawan hukum maka haruslah dipenuhi syarat-syarat perbuatan
melawan hukum, menurut Abdul Kadir Muhammad40
dan
Mariam
Darus Badrulzaman41 adalah sebagai berikut yaitu : harus ada perbuatan,
Perbuatan itu harus melawan hukum, ada kerugian ada hubungan sebab
akibat antara perbuatan melawan hukum itu dengan kerugian dan ada
kesalahan (Schuld). Selanjutnya akan diuraikan syarat-syarat tersebut
sebagai berikut :
1. Harus ada suatu perbuatan
Perbuatan melawan hukum diawali oleh suatu perbuatan dari
sipelaku. Perbuatan yang dimaksud adalah perbuatan melawan
hukum yang dilakukan oleh pelaku. Secara umum perbuatan ini
mencakup berbuat sesuatu
(dalam arti aktif) dan tidak berbuat
sesuatu (dalam arti pasif), misalnya tidak berbuat sesuatu, padahal
pelaku mempunyai kewajiban hukum untuk berbuat, kewajiban itu
timbul dari hukum. (ada pula kewajiban yang timbul dari suatu
kontrak). Dalam perbuatan melawan hukum ini, harus tidak ada unsur
persetujuan atau kata sepakat serta tidak ada pula unsur kausa yang
diperberbolehkan seperti yang terdapat dalam suatu kontrak.42
2. Perbuatan tersebut Melawan Hukum
Perbuatan yang dilakukan itu, harus melawan hukum. Dahulu
melawan hukum diartikan secara sempit oleh pengadilan maksudnya
38
Rosa Agustina,Perbuatan melawan hukum.,cet.1 (Jakarta:Program Pascasarjana FHUI,2003),hal.5. 39
Abdul Kadir Muhammad.,op.cit.,hal.146. 40
Abdul Kadir Muhammad, op,cit.,hal.142. 41
Mariam Darus Badrulzaman,Kitab Undang-­‐Undang Hukum Perdata Buku III tentang Hukum Perikatan dengan Penjelasan,cet.2,(Bandung:PT.Alumni,2006),hal.146. 42
Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum:pendekatan kontemporer,(Bandung:Citra Aditya bakti,2002),hal.11. Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
bila memang sudah dinyatakan dalam undang-undang
bahwa
perbuatan tersebut melawan hukum barulah bisa dikatakan melawan
hukum, putusan Mahkamah Agung Belanda yang cukup terkenal
mengenai pengertian sempit dari perbuatan melawan hukum yaitu :43
1. Putusan tanggal 6 Januari 1905. Seorang pemilik toko yang
tidak menjual mesin jahit merek Singer menempelkan tulisan
pada kaca tokonya “perusahaan mesin jahit Singer yang sudah
diperbaiki”. Kata-kata yang betul ditulis dengan huruf kecil,
sedangkan kata yang menimbulkan kesan tidak palsu ditulis
dengan huruf besar (kata SINGER). Hal ini digugat oleh agen
Singer berdasarkan onrechtmatige daad pasal 1365 KUHPerdata
(1401 B.W Belanda), akan tetapi Hoge Raad karena pada waktu
itu tidak terdapat ketentuan Undang-undang yang memberi
perlindungan atas hak nama perdagangan.
2. Putusan tanggal 10 Juni 1910 dalam suatu persil di Zutpen yang
ruangannya ada di bawah tanah dipakai sebagai gudang barang
yang terbuat dari kulit. Aliran waterleiding ruangan atas bocor.
Penghuni
rumah tersebut menolak menutup keran induk yang
ada di dalam rumahnya, hal ini menimbulkan kerugian besar bagi
pemilik barang karena air bocor itu. perkara ini diajukan
kepengadilan atas dasar onrechtmatige daad. tetapi mahkamah
Agung dalam kasasi menolak gugatan itu dengan pertimbangan
bahwa “tidak ada kelalaian melanggar undang-undang” (onwet
matig nalaten). jadi hubungan kausal yang disyaratkan antara
tidak berbuat (nalaten) dan kerugian yang timbul tidak ada.44
Pertimbangan yang lain bahwa tidak terdapat sesuatu ketentuan
Undang-undang yang mewajibkan penghuni dari rumah tingkat
atas tersebut untuk mematikan kran induk untuk kepentingan
pihak ketiga.
43
Hofman dalam M.A,Moegni Djojodirdjo,. Op.cit.,hal.20. ibid. 44
xxi
x Wahyudi, FH UI, 2013
Perbuatan melawan..., Ramon
Berdasarkan putusan
Mahkamah Agung Belanda (hoge
raad) sebelum tahun 1919 mengartikan perbuatan melawan hukum
itu sebagai:
“suatu perbuatan yang melanggar hak orang lain atau jika
orang berbuat bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri”
Dalam rumusan ini harus diperhatikan hak dan kewajiban
hukum berdasarkan undang-undang (wet).
Jadi, perbuatan itu
harus melanggar hak orang lain atau bertentangan dengan
kewajiban hukumnya sendiri yang diberikan oleh undang-undang,
dengan demikian, melanggar hukum sama dengan melanggar
undang-undang (onwet matig). dengan tafsiran sempit itu banyak
kepentingan orang dirugikan tetapi tidak dapat menuntut
apa-
apa .45
Namun Sejak tahun 1919, unsur melawan hukum diartikan
dalam arti seluas-luasnya, Pada tahun 1919 Mahkamah Agung
Belanda (Hoge raad) memberikan putusan yang terpenting dalam
bidang hukum
perdata dalam perkara
Cohen atau yang terkenal
Lindenbaum melawan
dengan nama “Lindenbaum-Cohen”.
Lindenbaum menggugat S.Cohen supaya membayar ganti rugi
dengan alasan bahwa S Cohen telah merugikannya dengan cara
yang tidak patut telah membujuk seorang pekerja perusahaan
percetakan M. Lindenbaum & co. supaya membocorkan rahasia
perusahaannya dengan memberikan hadiah and janji-janji kepada
pekerja itu, sehingga pekerja itu memberikan keterangan yang
diperlukannya. Lindenbaum merasa dirugikan dan akhirnya
menggugat S.Cohen berdasarkan perbuatan melawan hukum pasal
1365 KUHPerdata.
Di
tingkat
pertama
perkara
itu
diperikasa
oleh
arrondissement rechtbank di Amsterdam. Gugatan dinyatakan
diterima dan S Cohen dihukum membayar ganti rugi. S Cohen
45
Abdul Kadir Muhamamad, Hukum Perikatan,(Bandung: Citra Aditya Bakti, 1990),hal.144. Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
tidak menerima putusan dan naik banding kepada Gerechtshof di
Amsterdam. Hof memutuskan bahwa putusan Rectbank dibatalkan
dan menolak Gugatan Lindenbaum. Kemudian Lindenbaum naik
kasasi kepada Hoge Raad.
Dalam putusan 31 Januari 1919 Hoge Raad memutuskan
“membatalkan
pertimbangan
putusan
Gerechtshof
Amsterdam
dengan
bahwa perbuatan S.Cohen melawan hukum
(onrecht-matig), sedangkan yang dikatakan melawan
hukum
adalah :
“berbuat atau tidak berbuat yang melanggar hak orang lain,
atau bertentangan dengan kewajiban hukum orang yang berbuat itu
sendiri atau bertentangan dengan kesusilaan atau sikap hati-hati
sebagaimana patutnya dalam lalu lintas masyarakat terhadap diri
atau barang-barang orang lain”.46
Dari
putusan ini maka Mahkamah Agung telah
berpandangan luas terhadap rumusan perbuatan melawan hukum,
tidak hanya
perbuatan yang melanggar kaedah-kaedah hukum
tertulis, yaitu perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban
hukum si pelaku dan melanggar hak subyektif orang lain, tetapi
juga perbuatan yang melanggar kaedah hukum yang tidak tertulis.
umpamanya, kaedah yang mengatur tata kesusilaan, kepatutan,
ketelitian dan kehati-hatian yang seharusnya dimiliki seseorang
dalam pergaulan hidup dalam masyarakat atau terhadap harta
benda warga masyarakat.47
Sehingga
perbuatan
yang
bertentangan dengan kesusilaan atau kesopanan dapat juga di
tuntut lewat perbuatan melawan hukum.48
Jadi Menurut Standaard Arest Tahun 1919, berbuat atau
tidak berbuat merupakan suatu perbuatan melawan hukum jika:
a. Perbuatan melanggar undang-undang
46
Abdul Kadir Muhammad.,Op.cit.,hal.146. Rosa Agustina, Perbuatan Melawan Hukum.,cet.1 (Jakarta: Program Pascasarjana FHUI,2003),hal.5. 48
Abdul Kadir Muhammad.,op.cit.,hal.146. 47
xxx
i Wahyudi, FH UI, 2013
Perbuatan melawan..., Ramon
b. Melanggar hak subyektif orang lain, berarti melanggar
wewenang khusus yang diberikan oleh hukum kepada
seseorang, Yurisprudensi memberikan arti hak subyektif sebagai
berikut :49
1) Hak-hak perorang seperti kebebasan, kehormatan, nama
baik;
2) Hak atas harta kekayaan, hak kebendaan dan hak mutlak
lainnya.
Suatu pelanggaran terhadap hak subyekti orang lain merupakan
perbuatan melawan hukum apabila perbuatan itu secara
langsung melanggar hak subyetif orang lain, dan menurut
pandangan dewasa ini diisyaratkan
adanya pelanggaran
terhadap tingkah laku, berdasarkan hukum tertulis maupun
tidak tertulis yang seharusnya tidak dilanggar oleh pelaku dan
tidak ada alasan pembenar menurut hukum.
c. Bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku. Kewajiban
hukum diartikan kewajiban berdasarkan hukum, baik tertulis
maupun tidak tertulis (termasuk dalam arti ini adalah perbuatan
pidana pencurian, penggelapan dan pengerusakan).
d. Bertentangan dengan kaedah kesusilaan, yaitu bertentangan
dengan norma-norma moral, sepanjang dalam kehidupan
masyarakat diakui sebagai norma hukum. Utrect menulis bahwa
yang dimaksudkannya dengan kesusilaan ialah semua norma
yang ada di dalam masyarakat, yang tidak merupakan hukum,
kebiasaan atau agama.50
e. Bertentangan dengan kepatutan yang berlaku dalam lalu lintas
masyarakat terhadap diri dan orang lain. Dalam hal ini harus
dipertimbangkan kepentingan sendiri dan kepentingan orang
lain dan mengikuti apa yang menurut masyarakat patut dan
49
Rosa Agustina.,Op.Cit.,hal.38. Mr.Mahadi, Sumber-­‐sumber Hukum,(Jakarta:N.V.”Soeroengan”,1958),hal.50 dalam Rosa Agustina.,Ibid.,hal.39. 50
Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
layak. Yang termasuk dalam kategori bertentangan dengan
kepatutan adalah :
a) Perbuatan yang merugikan orang lain tanpa
kepentingan yang layak;
b) Perbuatan yang tidak berguna yang menimbulkan
bahaya
bagi
orang
lain,
yang
berdasarkan
pemikiran yang normal perlu diperhatikan.51
3. Ada Kesalahan dari Pelaku
Salah satu syarat yang lain dari perbuatan melawan hukum adalah
adanya kesalahan dari pelaku, Jika dilihat kembali dalam Pasal 1365
KUHPerdata terdapat dua faktor penting dari perbuatan melawan hukum,
yaitu adanya faktor kesalahan dan kerugian. Kesalahan adalah perbuatan
dan akibat-akibat yang dapat dipertanggung jawabkan kepada diri si
pelaku. Menurut Asser’s ia tetap pada pendirian untuk memberikan
pengertian atas istilah kesalahan sebagai perbuatan dan akibat-akibat
yang dapat dipertanggung jawabkan si pelaku.52
“Dalam hukum pidana telah diterima asas tidak dipidana tanpa
kesalahan. Sedang dalam hukum perdata asas tersebut dapat diuraikan:
tidak ada pertanggung jawaban untuk akibat-akibat dari perbuatan hukum
tanpa kesalahan.53
Kesalahan
dipakai
untuk
menyatakan
bahwa
seseorang
dinyatakan bertanggung jawab untuk akibat yang merugikan yang terjadi
dari perbuatannya yang salah. Si Pelaku adalah bertanggung jawab untuk
kerugian tersebut apabila perbuatan melawan hukum yang dilakukan dan
kerugian yang ditimbulkannya dapat dipertanggungjawabkan kepadanya.
Syarat kesalahan ini dapat diukur secara objektif dan subjektif.
Secara objektif yaitu harus dibuktikan bahwa dalam keadaan seperti itu
manusia yang normal dapat menduga kemungkinan timbulnya akibat dan
kemungkinan ini akan mencegah manusia yang baik untuk berbuat atau
51
R.Setiawan, pokok-­‐pokok Hukum Perikatan dalam Rosa Agustina., Ibid.,hal 41. R. Setiawan, Pokok-­‐pokok Hukum Perikatan,(Bandung:Putra abardin,1999),hal.15 53
Ibid. 52
xxx
iii Wahyudi, FH UI, 2013
Perbuatan melawan..., Ramon
tidak berbuat.54 Secara subjekif, harus diteliti apakah si pembuat
berdasarkan keahlian yang ia miliki dapat menduga akibat dari
perbuatannya.55
Pasal 1365 KUHPerdata kesalahan dinyatakan sebagai pengertian
umum, dapat mencakup kesengajaan maupun kelalaian. Menurut H.F
Vollmar, bahwa untuk adanya kesalahan ada pertanyaan sebagai berikut:56
1)
Kesalahan dalam arti subjektif atau abstrak, yaitu apakah orang yang
bersangkutan
umumnya
dapat
dipertanggungjawabkan
atas
perbuatannya itu?
2)
Kesalahan dalam arti objektif atau konkrit, yaitu apakah ada keadaan
memaksa (overmacht) atau keadaan darurat (noodtoestand). Dalam hal
ini orang tersebut dapat dipertanggungjawabkan perbuatannya namun
karena ada keadaan memaksa maka tidak ada kesalahan yang
dipertanggung jawabkan.
Undang-Undang dan Yurisprudensi mensyaratkan untuk dapat
dikategorikan perbuatan melawan hukum sesuai Pasal 1365 Kitab UndangUndang Hukum Perdata Indonesia, maka pada pelaku harus mengandung
unsur kesalahan (schuld element) dan melakukan perbuatan tersebut.
Karena itu, tanggungjawab tanpa kesalahan (strict liability) tidak termasuk
tanggung jawab dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Indonesia. Bilamana dalam hal-hal tertentu berlaku tanggungjawab tanpa
kesalahan (strict Liability), hal demikian bukan berdasarkan Pasal 1365
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia.
Karena Pasal 1365
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia mensyaratkan untuk
dikategorikan perbuatan melawan hukum harus ada kesalahan, maka perlu
mengetahui bagaimana cakupan unsur kesalahan itu.
Suatu tindakan dianggap mengandung unsur kesalahan, sehingga
dapat diminta pertanggungjawaban hukum, jika memenuhi unsur- unsur
sebagai berikut:57
54
Vollmar, Pengantar Studi Hukum Perdata,(Jakarata:C.V.Rajawali,1984),hal.458. Rahmat Setiawan, Op. cit.,hal.65. 56
Purwahid Patrik,Dasar-­‐dasar Hukum Perikatan,(Bandung: Mandar Maju,1994),hal.82 57
Munir fuady.,Op.cit.,hal.12. 55
Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
1. Ada unsur kesengajaan
2. Ada unsur kelalaian (negligence, culpa)
3. Tidak
ada
alasan
pembenar
atau
alasan
pemaaf
(rechtvaardigingsgrond), seperti keadaan overmacht, membela
diri, tidak waras dan lain-lain.
Perlu atau tidak, perbuatan melawan hukum mesti ada unsur
kesalahan, selain unsur melawan hukum, di sini terdapat 3 (tiga) aliran
teori sebagai berikut:
a. Aliran yang menyatakan cukup hanya ada unsur melawan hukum.
Aliran ini menyatakan, dengan unsur melawan hukum dalam arti
luas, sudah mencakup unsur kesalahan di dalamnya, sehingga tidak
diperlukan lagi ada unsur kesalahan dalam perbuatan melawan hukum.
Di negeri Belanda aliran ini dianut oleh Van Oven.
b. Aliran yang menyatakan cukup hanya ada unsur kesalahan.
Aliran ini sebaliknya menyatakan, dalam unsur kesalahan, sudah
mencakup juga unsur perbuatan melawan hukum. Di negeri Belanda
aliran ini dianut oleh Van Goudever.
c. Aliran yang menyatakan, diperlukan unsur melawan hukum dan unsur
kesalahan.
Aliran ini mengajarkan, suatu perbuatan melawan hukum mesti ada
unsur perbuatan melawan hukum dan unsur kesalahan, karena unsur
melawan hukum saja belum tentu mencakup unsur kesalahan. Di negeri
Belanda aliran ini dianut oleh Meyers. Kesalahan yang diharuskan
dalam perbuatan melawan hukum adalah kesalahan dalam arti
”kesalahan hukum“
dan ”kesalahan sosial“. Dalam hal ini hukum
menafsirkan kesalahan itu sebagai suatu kegagalan seseorang untuk
hidup dengan sikap yang ideal, yaitu sikap yang biasa dan normal
dalam pergaulan masyarakat. Sikap demikian, kemudian mengkristal
yang disebut manusia yang normal dan wajar (reasonable man). 58
58
Ibid.,hal.12. xxx
v Wahyudi, FH UI, 2013
Perbuatan melawan..., Ramon
4. Adanya Kerugian bagi korban
Syarat-syarat yang lainya untuk dapat dikatakan perbuatan
melawan hukum adalah ada kerugian (schade) bagi korban. Adanya
kerugian merupakan unsur perbuatan melawan hukum Sebagaimana
ditentukan Pasal 1365 KUHPerdata, yang menyebutkan bahwa pada
setiap bentuk perbuatan melawan hukum yang menimbulkan suatu
kerugian adalah wajib untuk mengganti kerugian, namun bentuk ganti
rugi atas perbuatan melawan hukum tersebut tdak ditentukan secara
tegas oleh undang-undang, untuk itu para sarjana menganalogikan hal
ini dengan menggunakan ketentuan ganti rugi yang disebabkan
karena ingkar janji, yaitu Pasal 1243-1252 KUH Perdata59. Adapun
unsur kerugian tersebut meliputi kerugian material maupun
immaterial. Kerugian materil menurut Moegni disebut juga kerugian
kekayaan sedangkan kerugian Imateril disebut juga kerugian idiil,
kerugian kekayaan (vermogenschade) pada umumnya mencakup
kerugian yang diderita oleh penderita dan keuntungn yang diharapkan
diterimanya. Sementara kerugian idiil adalah kerugian moril atau
idiil, yakni ketakutan, terkejut, sakit dan kehilangan kesenangan
hidup.60
Penyusutan nilai barang juga termasuk dalam hal yang
harus diganti rugi. Dalam kasus tabrakan mobil yang ditabrak mobil
lain sehingga mobil mengalami kerusakan
pada spatbornya,
walaupun sudah diperbaiki tetapi tidak mulus lagi, karenanya mobil
tersebut mengalami pengurangan harga atau penyusutan (waaarde
vermindering), karena masyarakat menganggap bahwa mobil yang
sudah cacat walaupun sudah diperbaiki seperti semula, tetapi akan
kurang nilainya, dibandingkan mobil yang baik, hal ini menyebabkan
kerugian pada pemiliknya, kerugian ini dapat di tuntut ganti-ruginya.
Dalam hal ini hoge raad telah memberikan keputusannya tanggal 13
59
Marian Darus Badrulzaman, Op.cit., hal.108 M.A.Moegni,Op.cit.,hal.76. 60
Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
Desember 1963, NJ.1964 no.499. intinya bahwa penyusutan nilai jual
harus diganti.61
5. Adanya Hubungan Kausal Antara Perbuatan dengan Kerugian
Hubungan kausal atau hubungan sebab akibat dipakai untuk
menentukan apakah ada pertalian antara suatu perbuatan hukum
dengan kerugian, sehingga orang yang melakukan perbuatan tersebut
dapat dimintakan pertanggungjawabannya. Ada berbagai teori
tentang hubungan kausal ini, yaitu pertama adalah Teori Conditio
Sine Quo yang dikemukakan oleh Von Buri dan kedua, Teori
Adequat yang dikemukan oleh Von Kries, namun oleh karena Teori
Conditio Sine Quo ini terlampau luas, sehingga baik didalam lingkup
hukum perdata maupun hukum pidana teori ini tidak dapat digunakan
untuk menentukan apakah suatu perbuatan dianggap sebagai suatu
perbuatan hukum atau bukan, yang mana teori ini menyatakan
"bahwa tiap-tiap masalah merupakan syarat bagi timbulnya suatu
akibat adalah menjadi sebab akibat" sedangkan teori yang kedua
yang menurut beberapa putusan dari Hoge Raad merupakan teori
yang sebaiknya digunakan untuk menyelesaikan persoalan tentang
hubungan kausal, karena teori ini tidak hanya memandang sesuatu
dari segi normatif maupun dari segi kenyataan, yaitu perbuatan yang
harus dianggap sebagai sebab dari akibat yang timbul adalah
perbuatan yang seimbang dengan akibat menurut perhitungan yang
layak. Namun pada tahun 1962 teori kedua yang dianggap layak oleh
Hoge Raad ini mendapat sangkalan dari Koster yang disampaikannya
pada pidato pengukuhannya yang berjudul "Kausaliteit dan Apa yang
Dapat Diduga", ia berpendapat bahwa Teori Adequat yang
sebelumnya menjadi dasar dalam memecahkan masalah hubungan
kausal tersebut dihapuskan dan diganti dengan sisem "dapat
dipertanggungjawabkan secara layak" atau Toerekening naar
redelijkheid (TNR) dengan mempertimbangkan bagaimana sifat
61
Ibid.,hal 75 xxx
vii Wahyudi, FH UI, 2013
Perbuatan melawan..., Ramon
kejadian yang menjadi dasar tanggung jawab si pelaku serta sifat dari
kerugian yang ditimbulkan dari kejadian tersebut dan sejauh mana
tingkat kemungkinan timbulnya kerugian yang dapat diduga serta
beban yang seimbang bagi pelaku untuk mengganti kerugian dengan
memperhatikan kedudukan finansial pihak yang dirugikan. Adapun
teori yang terakhir merupakan penyempurnaan dari teori-teori
sebelumnya, sehingga suatu persoalan mengenai hubungan kausal
dapat dipecahkan dengan lebih bijaksana.62
A.3 Tanggung Jawab Karena Perbuatan Melawan Hukum
Dari penjelasan tentang perbuatan melawan hukum tersebut di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab karena perbuatan
melawan hukum adalah merupakan tanggung jawab karena adanya
kesalahan dari subyek hukum yang menimbulkan kerugian bagi pihak lain.
Dari kesalahan yang merugikan pihak lain tersebut, maka timbul
pertanggung jawaban dari subyek hukum yang bersangkutan atas
kesalahannya, sehingga ia harus mengganti kerugian yang ditimbulkan
dari perbuatannya. Di dalam hukum perdata, pertanggungan jawab
kesalahan dapat meliputi:
a. Setiap perbuatan yang mengakibatkan kerugian bagi pihak lain,
maka harus ada ganti kerugian yang ditimbulkan dari perbuatan itu
(Pasal 1365 Kitab Undang-Udang Hukum Perdata);
b. Seseorang tidak hanya bertanggung jawab terhadap kerugian yang
diakibatkan dari perbuatan yang disengaja, tetapi juga harus
bertanggung jawab karena kelalaiannya atau sikap kurang hati-hati
(Pasal 1366 Kitab Undang-Udang Hukum Perdata);
Di dalam lingkup hukum perdata, seseorang atau badan hukum, tidak
hanya bertanggung jawab terhadap kerugian yang diakibatkan dari
perbuatan sendiri, tetapi juga harus bertanggung jawab karena perbuatan
orang lain yang menjadi tanggungannya dan benda yang berada dalam
pengawasannya (Pasal 1367 Kitab Undang-Udang Hukum Perdata). Di
62
Rosa Agustina ., Op.cit,hal.91-­‐95 Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
dalam hukum tentang perbuatan melawan hukum, suatu tanggung jawab
atau kewajiban untuk membayar ganti rugi adalah bilamana ada kesalahan
atau seseorang telah bersalah baik karena kesengajaan maupun karena
kelalaian atau kelapaan, namun disamping itu dikenal pula dalam hukum
apa yang dinamakan dengan tanggung jawab “mutlak” atau strict
liability63 yang menganut prinsip menyimpang dari Pasal 1365 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata yaitu liability based on fault, meskipun
pada dasarnya gagasan dari tanggung jawab mutlak ini secara umum tidak
jauh berbeda dengan gagasan tanggung jawab sebagaimana diatur di dalam
Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, penyimpangan ini
terletak pada saat pemberian ganti rugi diperoleh dari pelaku,setelah pihak
yang menderita kerugian dapat membuktikan bahwa kerugian yang timbul
merupakan akibat kesalahan yang dilakukan oleh pelaku dan beban
pembuktian ada pada orang yang merasa dirugikan. Tanggung jawab
mutlak atau pertanggungjawaban tanpa kesalahan adalah suatu tanggung
jawab hukum yang dibebankan kepada pelaku perbuatan melawan hukum
tanpa melihat apakah yang bersangkutan dalam melakukan perbuatannya
itu mempunyai unsur kesalahan atau tidak64
dan si pelaku dapat
dimintakan pertanggung jawabannya secara hukum.
Adapun di dalam
prinsip tanggung jawab mutlak yang diutamakan adalah fakta kejadian
oleh korban dan tanggung jawab oleh orang yang diduga sebagai pelaku
dimana kepadanya tidak diberikan hak untuk membuktikan tidak bersalah.
B. Prestasi dan wanprestasi
Dari suatu perjanjian lahirlah prestasi dari satu atau lebih orang (pihak)
kepada satu atau lebih orang (pihak) lainnya. Prestasi adalah barang sesuatu yang
dapat dituntut,65 Prestasi adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh debitur
dalam setiap perikatan yaitu memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau
untuk tidak berbuat sesuatu.66 Sedangkan untuk itu jika salah satu pihak (debitur)
63
Munir fuady., Op.cit., hal.173 Rosa Agustina.,Op.cit.,hal.68 65
Subekti.,Loc.cit.,hal.123. 66
Abdul Kadir.,Op.cit., 17 64
xxx
ix Wahyudi, FH UI, 2013
Perbuatan melawan..., Ramon
tidak memenuhi prestasinya kepada pihak yang lain (kreditur) maka debitur
tersebut dapat dikatakan wanprestasi. Pasal 1236 KUHPerdata mengatakan:
“Si berhutang adalah wajib untuk memberikan biaya, rugi dan bunga
kepada si berpiutang, apabila ia telah membawa dirinya dalam keadaan
tidak mampu untuk menyerahkan bendanya atau telah tidak merawat
sepatutnya guna menyelamatkannya”.
aturan ini sebenarnya merupakan konsekuensi dari pasal 1235 KUHPerdata yang
berbicara tentang kewajiban debitur pada perikatan untuk memberikan sesuatu,
sehingga kalau kita menafsirkan pasal tersebut kita harus menghubungkannya
dengan pasal 1235 itu. Pasal 1236 mengatur tentang akibat dari tidak dipenuhinya
kewajiban debitur seperti yang ditentukan dalam pasal sebelumnya, kalau sampai
terjadi ada kerugian bagi kreditur.67
Dengan tidak dipenuhi kewajiban dan atau prestasinya maka debitur
dianggap melakukan kesalahan. Kesalahan di sini adalah terjemahan dari kata
schuld yang dalam arti luas meliputi kesengajaan (opzet) dan kelalaian
(onachtzaamheid).68
a. Kesengajaan
Dalam hal ada kesengajaan, maka timbulnya kerugian memang
dikehendaki, bahwa di sini orang melakukan suatu tindakan atau
mengambil sikap yang menimbulkan kerugian, memang diniati dan
dikehendaki.69 Pada prinsipnya orang bertanggung jawab atas kerugian
yang timbul karena salahnya (pasal 1365 dan 1366). Bahkan orang
bertanggung jawab atas kerugian yang timbul karena kesalahan orang
bawahannya (lihat pasal 1391) dan orang yang menjadi tanggung
jawabnya (pasal 1367).70
b. Kelalaian
Salah satu kemungkinan dimana salah satu pihak tidak memenuhi
kewajibannya adalah karena ia lalai.
Dalam hukum, kelalaian
67
J.Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Pada umumnya, cet.3.,(Bandung:Alumni,1999), hal.89 68
Ibid. Ibid.,hal.95 70
Ibid.,hal.96 69
Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
merupakan faktor yang membawa akibat hukum yang penting.71
Seseorang dikatakan lalai apabila ia tidak memenuhi kewajibannya
atau terlambat memenuhinya atau memenuhinya tetapi tidak seperti
yang telah diperjanjikan.72 Pertanyaannya adalah kapan seorang dapat
dikatakan lalai, Seseorang dikatakan lalai apabila :
1) Pada perikatan murni (tanpa ketentuan waktu)
Pada asasnya saat pelaksanaan prestasi itu harus tertentu atau dapat
ditentukan, sebab kalau waktu itu tidak tertentu atau dapat dibuat
tidak tertentu oleh debitur, maka kapan bisa dikatakan debitur
wanprestasi? Kalau tidak dapat ditentukan maka hal itu sama dengan
bahwa perikatan-perikatan itu setiap kali bisa dibatalkan oleh
debitur.Karenanya
kreditur
harus
diberikan
kesempatan
untuk
menetapkan waktu pemenuhan prestasi, kalau sebelumnya tidak telah
ditentukan dalam perjanjian yang bersangkutan. Jadi di sini pada
prinsipnya, sebelum kreditur menetapkan kapan prestasi harus
diserahkan, maka debitur setiap saat boleh berprestasi atau tinggal
diam sampai ada pemberitahuan dari kreditur.73
2) Pada perikatan dengan ketetapan waktu
Pada perikatan dengan ketetapan waktu pada umumnya orang
berpendapat, bahwa perikatan itu sudah lahir atu ada pada saat
perjanjian
yang
melahirkannya ditutup, hanya daya kerjanya saja
yang ditunda. Dalam hal di dalam suatu perjanjian telah ditetapkan
suatu batas waktu, yang dimaksudkan sebagai batas akhir (verbal
termijn), maka lewatnya waktu itu saja sudah menjadikan debitur
wanprestasi. Adanya maksud untuk menganggap ketentuan waktu
sebagai batas akhir, dapat ditafsirkan dari adanya janji denda untuk
setiap hari keterlambatan prestasi, dihitung dari batas waktu yang
ditentukan dalam perjanjian. Kalau kreditur menuntut debitur agar ia
memenuhi kewajiban prestasinya, maka kreditur menuntut debitur
71
Ibid.,hal.100 Subekti.,Op.cit.,hal.147. 73
Satrio.,Op.cit.,hal.101. 72
xli
Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
berdasarkan perikatan yang ada antara mereka. Karena dasar
tuntutannya adalah perikatan yang sudah ada antara mereka, maka
untuk menuntut pemenuhan perikatan, kreditur tidak perlu untuk
mendahuluinya dengan suatu somasi.74 Namun dalam hal perikatan
tersebut timbul dari suatu perjanjian timbal balik sehingga pada kedua
belah pihak ada kewajiban prestasi dari yang satu kepada yang lain
maka sebelum kreditur dapat menuntut debitur atas dasar wanprestasi
harus dipenuhi syarat lebih dahulu, yaitu kreditur sendiri harus
memenuhi kewajibannya terhadap lawan janjinya.75
Menurut Prof. Subekti, yang dapat dituntut dari seorang debitur
yang lalai adalah sebagai berikut:76
1) Pertama, ia (kreditur) dapat meminta pelaksanaan perjanjian,
meskipun pelaksanaan ini sudah terlambat;
2) Kedua, ia dapat meminta penggantian kerugian saja, yaitu kerugian
yang
dideritanya,
dilaksanakan,
atau
karena
perjanjian
dilaksanakan
tidak
tetapi
atau
tidak
terlambat
sebagaimana
mestinya;
3) Ketiga, ia dapat menuntut pelaksanaan perjanjian disertai dengan
penggantian kerugian yang diderita olehnya sebagai akibat
terlambatnya pelaksanaan perjanjian;
4) Keempat, dalam hal suatu perjanjian yang meletakkan kewajiban
timbal balik, kelalaian satu pihak memberikan hak kepada pihak
yang lain untuk meminta kepada hakim supaya perjanjian
dibatalkan, disertai dengan permintaan penggantian kerugian. Hak
ini diberikan oleh pasal 1266 KUHPerdata yang menentukan
bahwa setiap perjanjian bilateral selalu dianggap telah dibuat
dengan
syarat,
bahwa
kelalaian
salah
satu
pihak
akan
mengakibatkan pembatalan perjanjian. Pembatalan tersebut harus
dimintakan kepada hakim.
74
Satrio.Ibid.,hal.133. Ibid.,hal.134. 76
Subekti.,Op.cit.,hal.147-­‐148 75
Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
Masih menurut Prof Subekti, dalam hubungan ini, telah
dipersoalkan apakah perjanjian itu sudah batal karena kelalaian
pihak debitur ataukah harus
dibatalkan oleh hakim. Menurut
pendapat yang paling banyak dianut, bukanlah kelalaian debitur
yang menyebabkan batal tetapi putusan hakim yang membatalkan
perjanjian, sehingga putusan itu bersifat constitutief dan tidak
declaratoir. Hakim mempunyai suatu kekuasaan discretionir.
Artinya ia berwenang untuk menilai wanprestasi debitur. Apabila
kelalaian itu dianggap terlalu kecil, hakim berwenang untuk
menolak pembatalan perjanjian meskipun ganti rugi yang diminta
harus diluluskan. Tentu saja kedua pihak yang berkontrak dapat
juga mengadakan ketentuan bahwa pembatalan ini tidak usah
diucapkan oleh hakim, sehingga perjanjian dengan sendirinya akan
hapus manakala salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya.
C. Transaksi
lindung nilai (hedging) ditinjau dari kosep hukum perjanjian
Indonesia
Transaksi lindung nilai (hedging) didasari oleh suatu perjanjian yang
dilakukan antara nasabah dengan bank, perjanjian lindung nilai adalah bagian dari
transaksi atau perjanjian derivatif, bahasa senderhananya perjanjian ini adalah
perjanjian jual-beli valuta asing terhadap rupiah, misalnya jual beli dollar dengan
rupiah yang telah dikunci nilainya untuk nilai tertentu untuk dibayarkan
dikemudian hari. Tujuannya dilakukan transaksi lindung nilai adalah melindungi
perusahaan untuk menghindari resiko atau mengurangi resiko kerugian atas valuta
asing sebagai akibat dari terjadinya transaksi bisnis, sehingga perusahaan dapat
melakukan penjualan atau pembelian sejumlah mata uang, untuk menghindari
risiko kerugian akibat selisih kurs yang terjadi karena adanya transaksi bisnis yang
dilakukan perusahaan tersebut.77
Transaksi derivatif ini terjadi di dua tempat yang pertama diperdagangkan
di pasar bursa (on exchange), bisa bursa saham atau bursa komoditas, yang kedua
77
Adrian Sutedi, Produk-­‐produk derivative dan aspek hukumnya, (Bandung: Alfabeta,2012), hal.102. xliii
Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
diperdagangkan diluar bursa atau biasa disebut over the counter (OTC), produk
yang dijual dalam bursa efek adalah saham, obligasi, obligasi konversi, reksa
dana dan sertifikat penitipan efek sedangkan turunannya atau derivatifnya
adalah bukti right, warran, kontrak berjangka (indeks futures), opsi, opsi
saham,
efek beragun aset, kontrak investasi kolektif. Sementara untuk
perdagangan yang di lakukan di luar bursa atau over the counter berbentuk
forward, kontrak forward umumnya digunakan oleh para importir atau eksportir
pada saat barang yang di invoice dalam valuta asing.78
Dalam kamus Black’s law Hedge, (vb) atau hedging,(n) diartikan sebagai
to use two compensating or offsetting ever transactions to ensure a position of
breaking even; esp., to maka advance arrangement to safeguard one self from loss
on an investment, ties insure against unfavorable price changes by buying in
advance at a fixed rate for later delivery.79 Jadi merupakan suatu cara untuk
melindungi perusahaan terhadap perubahan harga yang tidak menguntungkan
dengan melakukan pembelian dimuka pada tingkat bunga tetap yang akan diambil
nanti.
Lindung nilai hedging sangat bermanfaat bagi perusahaan yang
mememiliki usaha dan kerap bertransaksi yang berkaitan dengan suku bunga atau
nilai tukar, jika perusahaan mempunyai hutang dalam valuta asing dan suku bunga
mengambang mereka pasti akan terpengaruh. menghadapi suku bunga yang
cenderung naik dan nilai tukar berfluktuatif, kebutuhan hedging juga dirasakan
semakin
besar khususnya oleh perusahaan-perusahaan umum yang kerap
melakukan ekspor dan impor.80
Hedging juga dapat mengurangi kemungkinan bangkrut, memungkinkan
perusahaan untuk mendapatkan kredit dari kreditor dengan lebih mudah menjalin
kerjasama yang lebih baik
dengan pemasok dan barangkali memungkinkan
perusahaan untuk mendapatkan pinjaman dengan suku bunga yang lebih rendah
(karena resiko) yang dirasakan oleh pemberi pinjaman lebih rendah). hedging juga
dapat memungkinkan perusahaan untuk meramalkan pengeluaran dan penerimaan
78
Ibid.,hal.42 Bryan A.Garner, Black’s law Dictionary abridged nith edition, (United states of Amerika: Thomson Reuters,2010),hal.622. 80
Ibid., 79
Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
kas di masa dengan dengan lebih akurat, sehingga dapat mempertinggi kualitas
dari keputusan pengangaran kas.81
Menurut Madura, jika perusahaan multinasional memutuskan untuk
melakukan lindung nilai (hedging) sebagai atau seluruh exposure transaksinya,
perusahaan dapat menggunakan perangkat-perangkat hedging berupa kontrak
futures, kontrak forward, instrument pasar uangan dan opsi valuta. salah satu
teknik hedging yang banyak disukai dan digunakan oleh perusahaan multinational
yaitu hedging contaract forward.82
C.1 Hedging Contract Forward
Kontrak forward diimplementasikan menggunakan kurs forward
(forward rate). Kurs forward mewakili kurs penukaran valuta pada suatu
waktu
di
masa
depan.
Jika
sebuah
perusahaan
multinasional
memperkirakan akan adanya kebutuhan atau penerimaan suatu valuta
asing tertentu di masa depan, peruasahaan tersebut dapat melakukan
kontrak forward untuk mengunci kurs pembelian atau penjualan valuta
asing. Strategi ini digunakan untuk berlindung dan kemungkinan valuta
yang dimaksud mengalami depresiasi dikemudian hari. Periode forward
yang paling umum adalah 30, 60, 90, 180, 360 hari, walaupun periode
lain juga tersedia. Kurs forward dari suatu valuta biasanya akan
bervariasi menurut panjanganya periode forward. Dalam dunia nyata
sekarang, semua perusahaan multinasional menggunakan kontrak
forward.83
Transaksi valuta asing forward dapat diartikan sebagai transaksi
valuta asing dimana value date (tanggal penyerahan valuta) berjarak
lebih dari dua hari kerja dari deal
datenya (tanggal kesepakatan
transaksi) dengan kurs yang telah ditetapkan pada saat tanggal transaksi
(deal date).84
81
M.Faisal,Manajemen Keuangan Internasional; dengan penekanan praktek pada pasar devisa, edisi pertama,(Jakarta:Salemba Empat,2001),hal 8. 82
Jeff Madura, International Financial Management,edisi ketujuh,(Thomson south-­‐
western,2003),hal.322. sebagaimana dikutip oleh Adrian Sutedi.,Opcit.,hal.103. 83
Ibid.,hal 62. 84
Heli Charisma Berlianta, Mengenal Valuta Asing,cet.3,(Yogyakarta:Gajah Mada Universty perss ,2006),hal.91. xlv
Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
Transaksi forward merupakan transaksi yang dilakukan di luar
bursa atau lebih dikenal dengan istilah Over the counter (OTC) market.
Karena dilakukan diluar bursa maka features dari transaksi yang
berlangsung
adalah
sepenuhnya
kesepakatan
pihak-pihak
yang
melakukan transaksi. Berbeda dengan transaksi yang dilakukan dibursa
dimana produk yang diperdagangkan diatur sepenuhnya oleh bursa, maka
transaksi over the counter mempunyai sifat yang sangat fleksibel.
Feature dari transaksi ini bisa diubah sesuai dengan kesepakatan pihakpihak yang bertransaksi. Transaksi forward dapat dilakukan dimana saja,
dengan demikian transaksi forward
bersifat desentralisasi dan dapat
dilakukan oleh siapa saja (asalkan tidak ada larangan dari otoritas
setempat untuk melakukan transaksi tersebut). Hal ini berbeda dengan
transaksi dibursa yang tersentralisasi di bursa dan hanya dapat dilakukan
oleh anggota bursa saja.85
Dalam tesis ini penulis membatasi pembahasan pada Transaksi
forward yang bernama callable forward, callable forward adalah
structure product (produk derivatif) di dalamnya terdapat instrument
investasi yang dilakukan dengan mengkombinasikan transasksi forward
dan option untuk memperoleh harga yang baik dari harga pasar dengan
menetapkan kurs pada nilai tertentu.
Menurut Peraturan Bank IndonesiaTransaksi Derivatif menurut
PBI No. 7/31/2005 yang sebagian ketentuannya telah diubah oleh PBI
Nomor 10/38/PBI/2008 tentang Perubahan atas PBI No.7/31/PBI/2005
tentang Transaksi Derivatif (PBI No.10/ 38 /PBI/2008) adalah transaksi
yang didasari oleh suatu kontrak atau perjanjian pembayaran yang
nilainya merupakan turunan dari nilai instrument yang mendasari seperti
suku bunga, nilai tukar, komoditi, ekuiti dan indeks, baik yang diikuti
dengan pergerakan atau tanpa pergerakan dana atau instrumen, namun
tidak termasuk derivatif kredit.
Derivatif berasal dari kata derivative yang dalam Black’s Law
Dictionary, derivative diartikan sebagai “a financial instrument whose
85
Ibid. Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
value depends on or is derived from the performance of a secondary
source such as an underlying bond, currency, or commodity. Also termed
derivative instrument.”86 (Instrumen keuangan yang nilainya bergantung
pada atau dialihkan pada keberadaan aset lainnya seperti harga saham,
nilai tukar, atau komoditi yang mendasarinya, dikenal juga dengan
instrumen derivatif.)
C.2 Perjanjian Baku Transaksi Lindung Nilai
Transaksi lindung nilai dilakukan antara nasabah dengan bank
dituangkan dalam bentuk perjanjian, perjanjian dalam konteks transaksi
derivatif, apabila perjanjian yang bersangkutan ditundukkan pada hukum
Indonesia, akan tunduk
diantaranya pada ketentuan-ketentuan hukum
perdata yang diatur dalam KUHPerdata.
Doktrin membedakan perjanjian ke dalam perjanjian bernama dan
tidak bernama. Perjanjian bernama diatur dalam kitab undang-undang
hukum perdata, karena dianggap sebagai peristiwa hukum yang paling
banyak terjadi di masyarakat. Contoh yang paling umum adalah jual beli
dan tukar menukar. Ketentuan-ketentuan hukum yang diatur di dalamnya
secara umum bersifat pelengkap. Para pihak dapat mengatur secara lain
dalam perjanjian bernama, terkecuali ditentukan oleh KUHPerdata bahwa
ketentuan demikian bersifat memaksa. Apabila para pihak tidak mengatur
lain, ketentuan-ketentuan dalam KUHPerdata, khususnya Buku III, akan
melengkapi dan mengatur hubungan hukum di antara kedua pihak
tersebut. Demikian pula, ketentuan-ketentuan yang bersifat umum
mengenai perjanjian akan juga berlaku terhadap hubungan hukum di
antara para pihak. Prinsip yang sama juga diberlakukan terhadap
perjanjian tidak bernama, maka terhadap perjanjian derivatif juga berlaku
prinsip ini.
Menurut C.Asser Perjanjian adalah suatu perbuatan atau tindakan
yang terbentuk dengan tercapainya kata sepakat yang merupakan
86
Bryan A.Garner, Black’s law Dictionary abridged nith edition, (United states of Amerika:Thomson Reuters,2010),hal.398. xlvi
i Wahyudi, FH UI, 2013
Perbuatan melawan..., Ramon
pernyataan kehendak bebas dari dua orang (pihak) atau lebih, dimana
tercapainya
sepakat tersebut tergantung dari para pihak yang
menimbulkan akibat hukum untuk kepentingan pihak yang satu dan atas
beban pihak lain atau timbal balik dengan mengindahkan kententuan
perundang-undangan.87 Singkatnya perjanjian adalah perbuatan hukum
yang menimbulkan, berubahnya, hapusnya hak, atau menimbulkan suatu
hubungan hukum dan dengan cara cara demikian, perjanjian menimbulkan
akibat hukum yang merupakan tujuan para pihak. Jika suatu perbuatan
hukum adalah perjanjian orang-orang yang melakukan tindakan hukum
disebut pihak-pihak.88
Perjanjian,
menurut
rumusan
pasal
1313
KUHPerdata,
didefinisikan sebagai:89
“Suatu perbuatan
dengan
mana
satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap orang lain atau lebih.”
Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji
kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk
melaksanakan sesuatu hal.90 Kedua rumusan tersebut menyiratkan bahwa
sesungguhnya dari suatu perjanjian lahirlah kewajiban atau prestasi dari
satu atau lebih orang (pihak) kepada satu atau lebih orang (pihak) lainnya,
yang berhak atas prestasi tersebut. Rumusan tersebut memberikan
konsekuensi hukum bahwa dalam suatu perjanjian akan selalu dua pihak,
dimana satu pihak adalah pihak yang wajib berprestasi (debitur) dan pihak
lainnya adalah pihak yang berhak atas prestasi tersebut (kreditur). Masingmasing pihak tersebut dapat terdiri dari satu atau lebih orang, bahkan
dengan berkembangnya ilmu hukum, pihak tersebut dapat juga terdiri dari
satu atau lebih badan hukum.
Pasal 1314 KUHPerdata lebih jauh menyatakan bahwa atas prestasi
yang wajib dilakukan oleh debitur dalam perjanjian tersebut, debitur yang
berkewajiban tersebut dapat meminta dilakukannya, kontra prestasi dari
87
Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum perjanjian dan penerapannya di Bidang Kenotariatan,(Bandung; Citra aditya Bakti,2009),hal.3 88
Ibid. 89
Kitab Undang-­‐undang Hukum Perdata.,op.cit.,pasal.1313 90
Subekti, Hukum Perjanjian,cet.19,(Jakarta: Intermasa,2002),hal.1. Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
lawan pihaknya tersebut. Ini berarti, pada dasarnya perjanjian dapat
melahirkan perikatan yang bersifat sepihak (dimana hanya satu pihak yang
wajib berprestasi) dan perikatan yang bertimbal balik (dengan kedua belah
pihak saling berprestasi).Berdasarkan hal tersebut maka transaksi derivatif
didasari oleh suatu perjanjian yang bertimbal balik karena, baik bank
maupun nasabah, keduanya berkewajiban untuk memenuhi prestasi
tertentu.
Untuk dapat dikatakan telah terjadi suatu perjanjian maka doktrin
mengenal unsur-unsur perjanjian, menurut Herlien Budiono unsur-unsur
perjanjian terdiri atas :91
1. Kata sepakat dari dua pihak atau lebih.
Unsur dari ciri pertama dari perjanjian adalah kata sepakat, yaitu
pernyataan kehendak beberapa orang (duorum vel plurium in idem
placitum onsensus) artinya, perjanjian hanya dapat timbul dengan kerja
sama dari dua orang atau lebih atau perjanjian dibangun oleh perbuatan
beberapa orang, karenanya perjanjian
digolongkan sebagai perbuatan
hukum berganda. Pasal 1313 KUHPerdata menyebutkan terjadinya
perjanjian, yaitu dengan mana satu orang atau lebih mengikatakan dirinya
terhadap satu orang lain atau lebih.92
2. Kata sepakat yang tercapai harus bergantung kepada para pihak;
Kata sepakat tercapai jika pihak yang satu menyetujui apa yang
ditawarkan oleh pihak lainnya. Dengan kata lain, para pihak saling
menyetujui. Namun kehendak para pihak saja tidaklah cukup, kehendak
tersebut harus pula dinyatakan. Kehendak saja dari para pihak tidak akan
menimbulkan akibat hukum.
Perjanjian terbentuk setelah
para pihak
saling menyatakan kehendaknya dan adanya kesepakatan diantara mereka.
Pembeli berhak mendapatkan benda yang dibelinya dan berkewajiban
membayar harganya, dilain pihak, penjual mengharapkan diterimanya
harga jual beli, tetapi berkewajiban menyerahkan benda yang dijualnya.
Tanpa tercapainya kata sepakat diantara penjual dan pembeli tidak akan
91
Herlien,op.cit.,hal.6. Subketi dan Tjitrosudibyo, Kitab-­‐Undang-­‐Undang Hukum Perdata .cet.25,(Jakarata: Pradnya Parmita,1993) terjemahah BW dalam bahasa Indonesia. 92
xlix
Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
terjadi jual beli. Sebaliknya, jika tercapainya kata sepakat tidak bergantung
pada para pihak terkait, tidak dapat dikatakan bahwa perbuatan hukum
tersebut adalah perjanjian.
3. Keinginan atau tujuan para pihak untuk timbulnya akibat hukum;
Unsur ini memperhitungkan untuk mempertimbangkan apakah
suatu pernyataan kehendak yang muncul sebagai janji akan memunculkan
akibat hukum atau sekedar kewajiban sosial dan kemasyarakatan tidak
semua janji itu menimbulkan akibat hukum, dalam praktek juga mengenal
gentelment’s
agreement,
letter
of
intent
tetapi
tidak
semuanya
menimbulkan akibat hukum, melainkan hanya memunculkan akibat
kewajiban moril, dimaksudkan untuk memberikan dasar dan memberikan
struktur pada perjanjian yang akan dituju oleh para pihak.
4. Akibat hukum untuk kepentingan pihak yang satu dan atas beban yang
lain atau timbal balik
Keinginan atau kemauan para pihak saja tidaklah cukup untuk
memunculkan akibat hukum. Untuk terbentuknya perjanjian diperlukan
pula unsur timbal balik. Perlu diperhatikan akibat hukum perjanjian hanya
mengikat para pihak dan tidak dapat mengikat pihak ketiga. Ini merupakan
asas umum dari hukum kontak dan juga termuat dalam ketentuan pasal
1315 KUHPer jo 1340 KUHPPer
yang menetapkan bahwa suatu
perjanjian berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya.
5. Dibuat dengan mengindahkan kententuan perudang-undangan.
Bentuk perjanjian pada umumnya bebas ditentukan para pihak.
Namun Undang-undang menetapkan bahwa beberapa perjanjian tertentu
harus dibuat dalam bentuk tertentu. Penetapan demikian oleh undangundang mengenai bentuk yang diwajibkan mengakibatkan bahwa akta
menjadi syarat mutlak bagi terjadinya perbuatan hukum tersebut, misalnya
perjanjian perkawinan, hibah, pendirian perseroan terbatas, jaminan
fiducia dan lain-lain.
Selanjutnya untuk operasional perjanjian maka suatu perjanjian
haruslah dibuat dengan sah, karena dengan sahnya perjanjian menurut
Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
Undang-undang maka perjanjian itu baru bisa mengikat pihak-pihak yang
membuatnya, untuk dikatakan sah harus dipenuhi 4 syarat seperti tersebut
dalam
pasal 1320 sampai dengan 1337 KUHPerdata, pasal 1320
menyebutkan syarat-syarat tersebut :93
1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri/ adanya persetujuan
kehendak antara pihak-pihak yang membuat perjanjian (consensus)
2. Kecakapan (pihak-pihak) untuk membuat suatu perikatan (capacity)
3. Suatu hal tertentu (a certain subject matter)
4. Suatu sebab yang halal (legal cause).94
Pasal 1320 KUHPerdata, untuk sahnya perjanjian diperlukan empat
syarat yaitu:
1) Yang dimaksud dengan persetujuan kehendak adalah kesepakatan
seia sekata antara pihak-pihak mengenai pokok perjanjian itu. Sepakat
untuk mengikatkan dirinya. Sepakat tersebut mencakup pengertian
tidak saja untuk mengikatkan diri tetapi juga sepakat untuk
mendapatkan prestasi. Dalam perjanjian timbal balik, masing-masing
pihak tidak saja mempunyai kewajiban, tetapi juga berhak atas prestasi
yang telah diperjanjikan.95 Menurut pasal 1321 KUHPerdata,
kesepakatan tidak sah apabila terdapat kekhilafan, paksaan ataupun
penipuan. Kesepakatan merupakan perjumpaan atau kehendak dari
para pihak. Kehendak tersebut terjewantahkan dalam
pernyataan-
pernyataan yang disampaikan oleh kedua belah pihak.96 Pada
umumnya pernyataan yang diberikan seseorang adalah sesuai dengan
kehendak. Namun juga terbuka kemungkinan ada ketidak sesuaian
antara kehendak dan pernyataan.
(pasal 1321-1322 dan 1328
KUHPer).
2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
Pada dasarnya setiap orang cakap untuk membuat suatu perikatan.
Ketentuan
pasal
1329
KUHPerdata
menyatakan
93
hal
serupa
Marhainis Abdulhay, Hukum Perdata Material jilid III,(Jakarta:Pradnya Paramita,1984),hal.38. 94
Abdul Kadir Muhammad, Opcit.,hal.88 95
Herlien Budiono., Opcit.,hal.73 96
Ibid.,hal.75 li
Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
yakni:”Setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan perikatan
terkecuali ia oleh undang-undang dinyatakan tidak cakap”
Menurut pasal 1330 KUHPerdata orang-orang yang tidak cakap secara
hukum antara lain orang yang belum dewasa, mereka yang di bawah
pengampuan, perempuan yang terikat perkawinan. Namun sejak
adanya Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3
Tahun 1963 tentang Gagasan Menganggap Burgerlijk Wetboek Tidak
Sebagai Undang-Undang maka perempuan yang terikat perkawinan
cakap melakukan perbuatan hukum sendiri;97
3) Suatu hal tertentu, artinya apa yang diperjanjikan dalam suatu
perjanjian, haruslah suatu hal atau suatu barang yang cukup jelas atau
tertentu. Syarat ini perlu, untuk dapat menetapkan kewajiban si
berhutang, jika terjadi perselisihan. Barang yang dimaksudkan dalam
perjanjian, paling sedikit harus ditentukan jenisnya.98 Dasar hukumnya
adalah pasal 1332 sampai dengan 1334 KUHPerdata;
4) Suatu sebab yang halal. Ketentuan pasal 1335 KUHPerdata
menyatakan sebagai berikut:“Suatu perjanjian tanpa sebab atau yang
telah dibuat karena suatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak
mempunyai kekuatan (hukum). Dengan kata lain, batal demi hukum.”
Sebab yang palsu dapat terjadi jika suatu sebab yang tidak sesuai
dengan
keadaan
sebenarnya
atau
sebab
yang
disimulasikan.
Kemungkinan juga telah terjadi kekeliruan terhadap sebabnya. Dengan
demikian yang penting adalah bukan apa yang dinyatakan sebagai
sebab, melainkan apa yang menjadi sebab yang sebenarnya. Suatu
perjanjian
dilakukan dengan sebab yang dilarang jika sebab
bertentangan, baik dengan norma-norma dari hukum yang tertulis
maupun yang tidak tertulis.99 Berkenaan dengan ini, ketentuan pasal
1337 KUHPerdata menyatakan suatu sebab adalah terlarang jika
97
Indonesia, Undang-Undang Tentang Perkawinan, UU No. 1, LN No. 12 Tahun 1975,
TLN No.301, Ps. 31 ayat (1) jo. ayat (2)
98
Subekti,opcit.,hal.136 99
Herlien Budiono.Op.cit., hal.111. Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
melanggar undang-undang, kesusilaan baik dan ketertiban umum.
Dasar hukum pasal 1335 sampai dengan pasal 1337 KUHPerdata.100
Keempat syarat sah perjanjian tersebut dapat dibedakan menjadi
syarat subjektif (sepakat dan kecakapan) dan syarat objektif (suatu hal
tertentu dan sebab yang halal). Jika salah satu syarat subjektif tidak
dipenuhi maka salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta perjanjian
dibatalkan oleh hakim
Perjanjian tersebut tetap mengikat para pihak selama tidak
dibatalkan oleh hakim, atas permintaan pihak yang berhak meminta
pembatalan.Jika salah satu syarat objektif tidak dipenuhi maka perjanjian
batal demi hukum. Artinya, dari semula tidak pernah dilahirkan suatu
perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. Tujuan para pihak yang
mengadakan perjanjian tersebut untuk melahirkan suatu perikatan hukum
adalah gagal. Dengan demikian, maka tiada dasar untuk saling menuntut di
depan hakim.101
Transaksi lindung nilai dilakukan dengan suatu perjanjian,
perjanjian yang dilakukan adalah merujuk pada suatu perjanjian baku yang
dalam dunia perbankan biasa dikenal sebagai international swap dealers
associations (ISDA).102 Perjanjian standar atau baku juga harus merujuk
atau tunduk pada syarat-sah perjanjian. Kenapa harus menggunakan
perjanjian baku?, perjanjian derivatif yang berbasis forward ini dilakukan
di luar bursa atau over the counter bila setiap kali transaksi harus membuat
suatu perjanjian maka akan cukup memakan waktu, walaupun sebenarnya
ada kebebasan berkontrak untuk membuat perjanjian, semuanya
digantungkan kepada kesepakatan para pihak yang terlibat, namun untuk
praktisnya bisa juga menggunakan standar baku seperti ISDA ini.
100
Subekti.Op.cit.,hal.20. Ibid. 102 About ISDA , Since 1985, ISDA has worked to make the global over-­‐the-­‐counter (OTC) derivatives markets safer and more efficient. Today, ISDA is one of the world’s largest global financial trade associations, with over 825 member institutions from 57 countries on six continents. These members include a broad range of OTC derivatives market participants: global, international and regional banks, asset managers, energy and commodities firms, government and supranational entities, insurers and diversified financial institutions, corporations, law firms, exchanges, clearinghouses and other service providers. Information about ISDA and its activities is available on the Association's web site: www.isda.org. 101
liii
Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
Selanjutnya akan dijelaskan tetang perjanjian standar yang ada
dalam ISDA master agreement.
C.3 Sejarah ISDA
Pada permulaan tahun 1980-an perkembangan transaksi swap atau
kemudian transaksi derivatif terhambat, karena tidak adanya istilah-istilah
dan ketentuan-ketentuan yang secara umum dipahami semua pihak yang
terlibat. Sampai kemudian pada permulaan tahun 1985, para pialang
(dealers) yang banyak terlibat dalam transaksi swap mendirikan
International Swap DealersAssociation, Inc. (ISDA) yang bermarkas besar
di New York. ISDA kemudian menerbitkan ‘Code of Standard Wording,
Assumptionand Provisions for Swap’, atau lebih dikenal sebagai Swaps
Code (edisi pertama tahun 1985 dan edisi kedua tahun 1986). Tahun 1987,
ISDA mengeluarkan format perjanjian baku pertama untuk ‘Interest Rate
and Currency Exchange Agreement’ dan ‘Interest Rate Swap Agreement’
(yang terakhir hanya untuk dolar Amerika) dan juga 1987 ‘Interest Rate
and CurrencyExchange Definitions’.
Ternyata format perjanjian baku ini pun masih membutuhkan
negosiasi yang lama di antara para pihak untuk menyetujuinya, sementara
itu mulai berkembang dan menjadi makin popular transaksi Caps, Floors,
Collars dan Option, karenanya ISDA kemudian menerbitkan ‘Addendum
to Schedule toInterest Rate Swap Agreement re. Interest Rate Caps, Collar
and Floors’ (pada bulan Mei 1989) dan ‘Addendum to Schedule to Interest
Rate Swap Agreement Option’ (pada bulan Juli 1989). ISDA kemudian
juga mengeluarkan ‘1991ISDA Definitions’ (pada tahun 1991, yang antara
lain, menggantikan Addendatersebut di atas) dan ‘1992 ISDA FX and
Currency Options Definitions’ (padatahun 1992).
Pada tahun 1992, ISDA mengeluarkan format perjanjian baku yang
disebut ISDA Master Agreement dengan dua versi, satu untuk transaksi
swap dengan beberapa mata uang dan bersifat lintas batas (multicurrencycrossborder) dan satu untuk transaksi swap dengan mata uang lokal untuk
satu yuridiksi (local currency-single jurisdiction). Format perjanjian baku
Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
‘1992 ISDA Master Agreement’ untuk (multi currency-cross border) inilah
yang paling populer di Indonesia. Untuk memudahkan penggunaan format
perjanjian baku tersebut, ISDA menerbitkan ‘User’s Guide to the 1992
ISDA Master Agreement’ pada tahun 1993.103
C.4 Bentuk Perjanjian ISDA
Bentuk perjanjian ISDA atau transaksi swap dan transaksi derivatif
umumnya berdasarkan pendekatan single agreement (satu perjanjian)
yaitu satu perjanjian Induk (Master Agreement) berikut Schedule to the
Master Agreement yang dilengkapi dengan suatu documen untuk setiap
transaksi yang dilakukan yang disebut confirmation (konfirmasi) yang
memuat rincian mengenai transaksi tersebut. Karenanya batang tubuh
ISDA Master Agreement menyebutkan
bahwa semua transaksi
dilakukan oleh para pihak berdasarkan kepercayaan/kesadaran bahwa
ISDA Master Agreement berikut Schedule to the Master Agreement dan
semua confirmatioan mengenai setiap transaksi tersebut merupakan suatu
kesatuan perjanjian (single angreement).
Format ISDA master agreement dalam bentuk tercetak terdiri dari
batang tubuh yang memuat segala ketentuan-ketentuan baku (terdiri dari
14 pasal atau section, dari halaman 1-18 dan pada halaman 18 memuat
kolom tanda-tangan para pihak, yang berisi :
1. Pembayaran sehubungan dengan setiap transaksi yang dilakukan
(termasuk di dalamnya syarat bahwa pembayaran tidak dilakukan
kepada pihak yang melanggar perjanjian (wan prestasi) ketentuan
mengenai pembayaran bunga pinalti dan pelaksanaan atas
pemotongan pajak atas pembayaran tersebut.
2. Representasi atau penyataan mengenai :
a. Status, kewenangan bertindak dan otorisasi dari pada
pihak.
103
Petrus Didimus Didi Dermawan, Transaksi Swap dan derivatif bentuk Perjanjian dan keabsahannya, Jurnal hukum bisnis volume 9, (1999), hal.48. lv
Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
b. Tidak adanya kejadian kelalaian ataupun perkara (litigasi)
yang mempengaruhi ISDA Master Agrement pada saat
dimulainya transaksi,
c. Akurasi dari informasiyang diberikan, dan
d. Akurasi dan kebenaran dari pernyataan pernyataan
mengenai status pajak dari para pihak;
3. Pernyataan kesanggupan para pihak untuk melaksanakan hal-hal
tertentu
selama
perjanjian
berlangsung
(seperti
untuk
menyampaikan informasi yang diminta dan untuk mematuhi
ketentuan hukum,khususnya perpajakan yang berlaku);
4. Kejadian kelalaian (events of default) dan kejadian pengakhiran
(termination events), yang pertama memberikan hak kepada pihak
yang tidak lalai (non defaulting party) dan yang kedua
memberikan hak kepada pihak yang tertimpa atau terpengaruh
kejadian pengakhiran tersebut (affected party), untuk mengakhiri
perjanjian;
5. Penyelesaian kewajiban para pihak dalam hal terjadi pengakhiran
perjanjian;
6. Larangan bagi para pihak untuk mengalihkan hak dan/atau
kewajibannya berdasarkan perjanjian atau tanpa persetujuan
terlebih dahulu dari pihak lainnya (dan pengecualian terhadap
larangan tersebut);
7. Mata uang yang diperjanjikan untuk digunakan dalam transaksi
atau dalam hal dijatuhkannya putusan (contractual currency);
8. Hal-hal lain yang umumnya terdapat dalam suatu perjanjian
seperti misalnya cara-cara penyampaian pemberitahuan, pilihan
hukum dan pilihan yuridiksi.
Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
C.5 Batang Tubuh ISDA Master Agreement. 104
Diawal telah dikatakann bentuk perjanjian derivatif yang umum
berlaku adalah ISDA Master Agreement, Schedule to the master
agreement dan confirmation (konfirmasi). Selanjutnya isi atau bantang
tubuh ISDA Master Agreement Memuat definisi dari istilah-istilahyang
digunakan dalam ISDA Master Agreement, berikut klausula-klausula dari
ISDA Master Agreement:
1. klausula interpretatiton
(Pasal 1) yang terdiri dari definitions,
inconsistency mengenai bila terjadi perbedaan antara master
agreement dan schedule, antara schedule dengan confirmation.
2. Klausula obligation (pasal 2) yang terdiri dari 4 ketentuan yaitu
ketentuan umum (general condition), perubahan rekening (account),
metode pembayaran (netting of payment), dan pengurangan pajak
(deduction or with holding for tax).
3. Klausula Representation (Pasal 3) klausula ini terdiri dari 7 (tujuh)
sub klausula yakni (i) pernyataan dasar (basic representation) yang
mencakup status, kewenangan bertindak dan otorisasi dari para pihak,
(ii) tidak adanya kejadiankelalaian (absence of certain events) (iii)
tidak adanya perkara (litigasi) yang mempengaruhi ISDA Master
Agrement pada saat dimulainya transaksi (absence of litigation), (iv)
akurasi dariinformasi yang diberikan (accuracy of specified
information), (v)akurasi dan kebenaran dari pernyataan-pernyataan
mengenai statuspajak dari pembayar pajak (payer tax representation),
(vi) dan yangharus dibayar (payee tax representation) serta (vii)
bukan sebagai agen (no agency);
4. Pasal KlausulaAgreements (pasal 4) Klausula ini terdiri dari 5 (lima)
sub klausula.
Klausula ini padadasarnya mengatur mengenai
kesepakatan antara para pihak untuk (i) melengkapi informasi
tertentu (furnish specified information), (ii) memelihara hubungan
dengan pemerintah yang berwenang demi kelangsungan perjanjian
104
ISDA Master Agreement (multicurrency Cross border) antara Citibank, N.A Indonesia Branch and PT Permata Hijau Sawit. lvii
Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
(maintain authorizations), (iii) menaati peraturan perundangundangan yang berlaku (comply with laws), (iv) memberi pernyataan
berkaitan dengan pajak (tax agreement) dan (v) membayar bea
materai (payment of stamp tax).
5. Klausula Events of Default and Termination Events (pasal 5)
Klausula
ini
mengenai
kelalaian/wanprestasi
dan
kejadianpengakhiran.
6. Klausula Early Termination; Close Out Netting (pasal 6) Klausula ini
mengatur mengenai pengakhiran dini.
7. Klausula Transfer (pasal 7) Klausula ini mengatur mengenai larangan
bagi para pihak untukmengalihkan hak dan/atau kewajibannya
berdasarkan perjanjian atautanpa persetujuan terlebih dahulu dari
pihak lainnya berikut pengecualian terhadap larangan tersebut.
8. Klausula Contractual Currency (pasal 8),
Klausula ini mengatur
mengenai mata uang yang diperjanjikan untuk digunakan dalam
transaksi atau dalam hal dijatuhkannya putusan.
9. Klausula Miscellanous (pasal 9) Klasula ini pada dasar mengenai
ketentuan lain-lain. Klausula ini terdiri dari 8 (delapan) sub klausula
yaitu (i) keseluruhan perjanjian (entire agreement), (ii) perubahan
(amendments), (iii) kewajiban para pihak dalam hal pengakhiran
transaksi (survival of obligations), (iv)upaya perbaikan yang
kumulatif (remedies cumulative), (v) jumlah asli perjanjian dan
konfirmasi (counterparts and confirmations), (vi) tidak melaksanakan
suatu hak tidak dianggap sebagai pengenyampingan atas hak tersebut
(no waiver of rights), (vii) juduldalam perjanjian (headings), (viii)
perhitungan bunga dan penggantian kerugian dalam hal adanya
pengakhiran awal (interest and compensation).
10. Klausula Offices; Multibranch Parties (pasal 10) Klausula ini pada
dasarnya mengatur mengenai alamat kantor para pihak. Alamat
kantor yang tertera dalam lampiran harus sama dengan yang tertera
dalam konfirmasi terkait. Pengubahan alamat kantor salah satu pihak
harus didahului dengan pemberitahuan tertulis kepada pihak lainnya.
Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
11. Klasula Expenses (pasal 11) Klausula ini pada dasarnya mengatur
bahwa pihak yang lalai akan menanggung semua pengeluaran pihak
lainnya (yang tidak lalai) dalam hal melindungi haknya termasuk tapi
tidak terbatas pada biaya jasa hukum, biaya eksekusi dan biaya
materai.
12. Klausula Notices (pasal 12), Klausula ini pada dasarnya mengatur
mengenai cara–cara penyampaian pemberitahuan. Dalam klausula ini
terdapat 2 (dua)sub klausula yakni (i) efektivitas (effectiveness) dan
(ii) perubahan pada alamat, nomor, dan surat yang digunakan untuk
korespondensi (change of details).
13. Klausula Governing Law and Jurisdiction (pasal 13) Seperti halnya
perjanjian pada umumnya, dalam perjanjian ini terdapat klausula
mengenai pilihan hukum dan pilihan yuridiksi.Klausula ini terdiri
dari 4 (empat) sub klausula yakni (i) pilihan hukum (governing law),
(ii) pilihan yuridiksi (jurisdiction), (iii) penunjukan agen untuk
somasi (service of process) dan (iv) pengenyampingan dari imunitas
(waiver of immunities).
14. Klausula Definitions (pasal 14) Klausula ini pada dasarnya berisikan
seluruh definisi/pengertiankalimat yang terdapat dalam perjanjian.
C.6 Schedule to the Master Agreement (lampiran)
Schedule to the Master Agreement atau lampiran merupakan
bagian yang menyatu dan tidak terpisahkan (integral dan inseparateable)
dari ISDA Master Agreement. Schedule to the Master Agreement ini harus
dilengkapi oleh para pihak sebab tanpa Schedule ini,
ISDA Master
Agreement sebagai suatu perjanjian tidak dapat berjalan. Format baku
Schedule to the MasterAgreement ini memuat pilihan-pilihan yang wajib
ataupun yang dapat dibuatkan para pihak. Bisa juga berisi ketentuanketentuan yang dapat ditambahkan oleh para pihak untuk melengkapi
maupun mengesampingkan ketentuan-ketentuan umum yang terdapat
dalam ISDA Master Agreement. Jadi apabila terdapat hal-hal yang perlu
diubah atau ditambah dalam Master Agreement maka hal-hal tersebut
lix
Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
dimasukkan dalam Schedule to the MasterAgreement atau lampiran dari
perjanjian induk. Schedule to the Master Agreement terdiri
dari 5 (lima)
bagian. 105
1. Mengenai ketentuan-ketentuan
pengakhiran (termination provision),
dimana para pihak harus memilih untuk menerapkan ataupun tidak
menerapkan ketentuan-ketentuan tertentu dalam ISDA Master Agreement
(yaitu ketentuan Section 5(a)(v)-Default under Specified Transactions
Section
5(a)(vi)-Cross
Default,
Section
5(a)(vii)-Bankcruptcy,
Section5(b)(iv)-Credit Event Upon Merger), dan memilih penerapannya
terhadap entitas atau badan hukum yang mana (Specified Entity).
Ketentuan-ketentuan dalam Bagian 1 ini umumnya disebut sebagai creditrelated provisions karena menyangkut kredibilitas dari pihak yang
bersangkutan.
2. Memuat daftar dari mana masing-masing pihak dapat memilih pernyataanpernyataan
mengenai
keadaan/status
perpajakan
mereka
(tax
representation) baik sebagai pihak pembayar (payer representations)
maupun pihak penerima pembayaran (payee representations).
3. Memuat persetujuan suatu pihak untuk menyerahkan suatu dokumen
(Agreement to Deliver Documents), baik dokumen yang berkaitan dengan
pajak maupun dokumen lainnya, yang salah satu pihak ataupun kedua
belah pihak akan meminta penyerahannya dari pihak lain dan penunjukan
apakah dokumen tersebut juga termasuk atau tunduk pada pernyataan
mengenai akurasi dan kebenaran informasi (sebagaimana termuat dalam
Section 3(d) ISDA Master Agreement).
4. Memuat rincian hal-hal umum (miscellaneous) yang ada dalam suatu
perjanjian. Misalnya alamat untuk penyampaian berbagai pemberitahuan
(address for notices) dan pilihan hukum (governing law) yaitu apakah
hukum Inggris atau hukum negara bagian New York, Amerika Serikat.
5. berisi ketentuan-ketentuan lain (other provisions) yang ditambahkan para
pihak untuk melengkapi atau mengesampingkan ketentuan-ketentuan
umum yang terdapat dalam ISDA Master Agreement.
105
Adrian Sutedi.,Op,cit.,hal.243 Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
C.7 Confirmation (konfirmasi)
Jika ISDA Master Agreement berikut Schedule to the Master
Agreement berisikan ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur
hubungan atau perikatan hukum para pihak, maka konfirmasi berisikan
ketentuan-ketentuan komersial atau bisnis (ekonomi) dari setiap transaksi
swap ataupun transaksi derivatif yang dilakukan oleh dan di antara para
pihak. Ketentuan-ketentuan tersebut merupakan esensi dari transaksi
swap ataupun transaksi derivatif yang bersangkutan, seperti:
a. Notional Amount/Calculation Amount (jumlah kalkulasi) yaitu
jumlah yang disetujui oleh para pihak untuk digunakan sebagai acuan
dalam menghitung kewajiban pembayaran para pihak;
b. Term (periode) yaitu periode yang dimulai sejak effective
date(tanggal efektif, yaitu tanggal atau hari pertama periode
transaksi) dan berakhir pada termination date (tanggal pengakhiran,
yaitu tanggal atau hari terakhir periode transaksi);
c. Trade date (tanggal perdagangan) yaitu tanggal pada saat mana para
pihak masuk dalam transaksi swap ataupun transaksi derivatif (masuk
dalam suatu transaksi berarti para pihak setuju/sepakat atas
ketentuan-ketentuan komersial atau bisnis (ekonomi) dari transaksi
yang
bersangkutan,
persetujuan/kesepakatan
mana
kemudian
dituangkan dalam konfirmasi yang ditandatangani oleh para pihak.
Persetujuan atau kesepakatan tersebut dapat, dan memang umumnya,
dicapai melalui percakapan langsung, telepon atau sistem pengiriman
pesan elektronik lainnya (other electronic messaging system).
Konfirmasi dilakukan dalam bentuk suatu atau beberapa
dokumen
yang
dipertukarkan
mengkonfirmasikan
di
antara
para
pihak,
yang
semua ketentuan komersial atau bisnis
(ekonomi) dari transaksi swap ataupun transaksi derivatif yang
bersangkutan yang telah disetujui atau disepakati para pihak.
lxi
Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
BAB 3
PEMBATALAN PERJANJIAN LINDUNG NILAI (HEDGING) DALAM
PUTUSAN PENGADILAN
Derivatif pertama kali dikenal ratusan tahun yang lalu ketika para petani di
AS dan Jepang menjual produk yang akan mereka panen beberapa bulan ke
depan pada harga yang ditetapkan pada tanggal transaksi. Namun secara formal
produk derivatif dikenal pertama kali setelah dioperasikannya Chicago Board of
Trade (CBOT) pada tahun 1848 berupa produk future. Instrumen options ikut
meramaikan transaksi derivatif sekitar awal 1970-an, dan menjadi semakin
populer sejak dioperasikannya Chicago Board Options Exchange (CBOE) pada
tahun 1973. Produk derivatif dengan segala bentuk variasinya berkembang pesat
di tahun 1980 dan 1990-an. Di Indonesia sendiri, transaksi derivatif semakin
populer selepas krisis ekonomi tahun 1997. Dengan semakin berkembangnya
produk derivatif, maka mulai dikenal apa yang disebut sebagai structured
product.106
Jadi sebenarnya transaksi derivatif bukan hal yang baru lagi, sejak dulu,
transaksi derivatif digunakan untuk mengelola resiko (kepastian tentang kejadian
di masa depan), khususnya untuk lindung nilai (hedging) kurs valuta asing dari
fluktuasi nilai tukar, tujuan yang lain adalah kemampuan transaksi derivatif untuk
mengalihakan risiko kepada pihak yang lebih mampu dan mau menangani risiko
memungkinkan perusahaan
melakukan berbagai investasi baru atau investasi
yang besar untuk peningkatan ekonominya.107
Dalam kasus yang akan penulis uraikan ini merupakan gugatan transaksi
derivatif
structured product
yang ditawarkan Citibank (tergugat) kepada
PT.Permata Hijau sawit sebagai penggugat. Penggugat merupakan nasabah dari
Citibank yang sudah dikenal sejak tahun 2001 dan telah beberapa kali
memberikan fasilitas kredit kepada penggugat, karena penggugat
106
merupakan
Chengwy Karlam, Struktur Product & Unsur Spekulasi dalam transaksi derivatif, makalah disajikan pada seminar hitam putih transaksi derivatif, hotel Nikko, Jakarta,12 Agustus 2009. 107
Tony Budidjaja, legalitas transaksi derivatif di Indonesia, majalah warta ekonomi, Edisi 2009, hal.40 Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
berusaha dibidang perkebunan kelapa sawit dan industri pengolahannya dimana
95 % dari hasil produksinya diekspor ke berbagai Negara (luar negeri), fasilitas
kredit yang diberikan Citibank terakhir sebesar USD 1.35 juta dan fasilitas FX
untuk hedging dan telah selesai pada tahun 2005.
A. Kasus Posisi
PT.Permata Hijau Sawit adalah nasabah Citibank, mulanya Citibank
(Tergugat) menawarkan suatu
produk keuangan yang bernama callable
forward kepada nasabahnya PT Permata Hijau Sawit merupakan perusahaan
eksportir kelapa sawit terbesar di Sumatra Utara (Penggugat). Callable
Forward ini merupakan salah satu macam transaksi derivatif yang bertujuan
untuk lindung nilai (hedging). Transaksi derivatif didasari oleh perjanjian
yakni ISDA Master Agreement 2002 dan Schedule yang ditandatangani oleh
para pihak tertanggal 18 Mei 2001 serta Confirmation yang ditandatangani 5
September 2008. ISDA Master Agreement, Schedule dan Confirmation
disajikan dalam Bahasa Inggris. Dalam Confirmation tersebut dinyatakan
bahwa transaksi akan dilakukan setiap minggu selama 52 minggu yaitu sejak
tanggal 4 September 2008 sampai dengan 27 Agustus 2009.
Mulai
transaksi ke-1 sampai ke-6, Tergugat akan menjamin untuk
membeli dolar AS yang diserahkan Penggugat pada harga Rp 9.800 per dolar
AS, periode ini dikenal dengan guaranteed period. Sedangkan untuk transaksi
ke-7 sampai ke-52, Tergugat akan membeli dolar AS milik Penggugat diharga
Rp 9.600 per dolar AS. Harga Rp 9.600 tersebut dikenal dengan istilah
strike rate (harga yang sudah di setujui). Transaksi ke-7 sampai dengan
transaksi ke-52 merupakan transaksi yang tidak dijamin (bukan guaranteed
period lagi) maka jumlah dolar AS yang diserahkan Penggugat
kepada
Tergugat dapat bervariasi yaitu :
Apabila nilai 1 dolar AS di pasaran lebih rendah < dari Rp 9.600,- (di bawah
strike rate) maka Penggugat akan menyerahkan dolar AS sebanyak
1.000.000,-
lxiii
Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
Apabila nilai 1 dolar AS di pasaran lebih tinggi > dari Rp 9.600,- (di atas
strike rate) maka Penggugat wajib menyerahkan dolar AS sebanyak USD
2.000.000,-.
Sebelum menandatangani Confirmation tersebut, Penggugat juga telah
dikirimkan term sheet oleh Tergugat yang menjelaskan ketentuan-ketentuan
Callable Forward (karakteristik transaksi derivatif, risiko dengan membuat
asumsi). Selain itu, Tergugat mempunyai hak untuk mengakhiri dini (early
termination) perjanjian setelah guaranteed period. Hak untuk pengakhiran
dini (early termination) Tergugat terdapat dalam ISDA Master Agreement dan
Schedule yang telah ditandatangani 18 Mei oleh kedua belah pihak. Setelah
transaksi ke-8, tepatnya 3 November 2008, pada waktu itu transaksi ke 7, 1
USD berada berada pada posisi Rp.9860/ dollar dan pada transaksi yang ke 8
adalah mulai naik lagi menjadi Rp.9.940/dollar,
sehingga berlakulah
ketentuan “Apabila nilai 1 dolar AS di pasaran lebih tinggi > dari Rp9.600 (di
atas strike rate) maka Penggugat wajib menyerahkan dolar AS sebanyak USD
2.000.000.
Dalam keadaan tersebut dimana dollar mencapai titik diatas Rp.9600
Penggugat menghentikan transaksinnya, tidak lagi menjual dolar AS kepada
Tergugat sebagaimana tertuang dalam Confirmation atau dengan kata lain
Penggugat gagal bayar. Setelah diperingati dan dilakukan penagihan tetap
saja penggugat
tidak
mau menjul dollarnya lagi kepada tergugat maka,
Berdasarkan hal tersebut, Tergugat meminta sejumlah pembayaran kepada
Penggugat akibat pengakhiran dini (early termination). Jumlah tersebut
diatur dalam ISDA Master Agreement pasal 6 (e) (i) (3) mengenai Early
Termination Amount.
Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum, tergugat tidak
memberikan penjelasan yang lengkap mengenai resiko atas produk callable
forward yang ditawarkan tergugat, karena itu tergugat tidak menjalankan
akibat hukumnya, sekaligus telah melanggar hak subyektif Penggugat dan hak
penggugat yang dijamin oleh Undang-undang.
Tergugat secara sepihak dan melawan hukum melakukan konversi
atas tagihannya berdasarkan transaksi callable forward menjadi hutang dan
Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
kemudian melaporkan ke bank Indonesia bahwa penggugat mempunyai
hutang kepada tergugat, bahwa laporan tersebut tidak didasarkan atas
keakuratan data sebagai syarat pelaporan ke system informasi debitur tingkat
kolektibilitas penggugat berada di tingkat 3 (kurang langcar) karena penggugat
dianggap mempunyai hutang kepada tergugat sebesar USD 23.192.272,66
yang diikuti oleh bank-bank lainnya sehingga saat ini penggugat mengalamai
kesulitan dengan kredit yang ada di bank lainnya.
Tergugat
juga tanpa pemberitahuan
terlebih dahulu dan secara
sepihak telah mencairkan Standby letter of credit (SBLC) penggugat sebesar
USD 500.000 yang ada di Singapura. Padahal SBLC bukalah merupakan
jaminan transaksi callable forward sehingga tidak ada hubungan sama sekali
dengan transaksi callable forward.
Tergugat juga secara sepihak dan melawan hukum telah melakuakan
perjumpaan hutang (set-off) atas dana penggugat yang ada di rekening
tergugat sebesar USD 45.525,25 berdasarkan suratnya tanggal 17 Nopember
2008.
Tergugat mencairkan Standby Letter of Credit tanpa pemberitahuan
kepada Penggugat. Selain itu, Tergugat juga melakukan perjumpaan hutang
(set-off) atas dana milik Penggugat di bank secara sepihak. Perjumpaan hutang
tersebut sejalan dengan ketentuan Schedule to the Master Agreement pasal
6(f).
Berdasarkan rumus yang ada pada ISDA Master Agreement tersebut
maka atas penghentian atau pembatalan dini (early termination) yang
dilakukan
penggugat,
tergugat
meminta
pembayaran
sebesar
USD
23.192.274,66.
Berdasarkan gugatan penggugat tersebut kemudian Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan pada tanggal 9 September 2009 menjatuhkan putusan terhadap
perkara ini sebagai berikut :
Dalam Kompensi :
Dalam Provisi:
-
Menolak permohonan Provisi dari Penggugat;
Dalam Pokok Perkara:
lxv
Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
1. Mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum
3. Menyatakan Confirmation Letter tanggal 5 September 2008 yang
dibuat tergugat, batal demi hukum dan tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat dengan segala konsekwensi hukumnya
4. Menyatakan batal demi hukum seluruh transaksi callable forward
antara penggugat dengan tergugat berdasarkan confirmation letter
tanggal 5 September 2008;
5. Menghukum tergugat untuk mengembalikan dana milik penggugat
sebesar USD 10.000.000,00 (sepuluh juta dollar Amerika Serikat)
kepada
penggugat
mengembalikan
dan
dana
memerintahkan
tergugat
sebesar
penggugat
untuk
97.200.000.000.00
(Sembilan puluh tujuh milyar dua ratus juta rupiah) kepada
tergugat;
6. Menghukum tergugat untuk membayar kembali kepada penggugat
uang sebesar USD 545.525.25 (lima ratus empat puluh lima juta
lima ratus dua puluh lima dollar dua puluh lima sen) yang
merupakan uang milik penggugat yang berada pada rekening
penggugat pada bank (tergugat) yang dicairkan oleh tergugat;
7. Menghukum tergugat untuk memulihkan nama baik penggugat di
Bank Indonesia dengan cara tergugat mengajukan permintaan maaf
kepada penggugat atas laporan tergugat kepada Bank Indonesia
yang terlanjut menyatakan penggugat berhutang kepada tergugat
serta melakukan koreksi dan menarik laporan
adanya hutang
penggugat yang berasal dari transaksi derivatif callable forward
didalam sistim informasi debitur Bank Indonesia dan memuat pula
permintaan maaf tergugat di harian Kompas dan Bisnis Indonesai
dengan ukuran setengah halaman, untuk 1 (satu) kali penerbitan;
8. Menghukum tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsom)
sebesar Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) untuk setiap hari
kelalaian dalam melaksanakan putusan yang telah mempunyai
Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
kekuatan hukum tetap dalam perkara ini sehubungan dengan amar
putusan angka 7 tersebut diatas;
9. Menolak gugatan penggugat untuk lain dan selebihnya.
DALAM REKONPENSI;
-
Menolak
gugatan
rekonpensi
dari
penggugat
dalam
rekonpensi/tergugat dalam konpensi untuk seluruhnya;
DALAM KONPENSI DAN REKONPENSI
-
Menghukum
tergugat
dalam
konpensi/penggugat
dalam
rekonpensiuntuk membayar biaya perkara ini sebesar Rp.221.000,00 ( dua ratus
dua puluh satu ribu rupiah);
Terhadap putusan Pengadilan Negeri ini, tergugat merasa tidak puas
dan mengajukan Banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta, selanjutnya
Pengadilan Tinggi Jakarta pada tanggal 27 Agustus 2009 memberikan putusan
sebagai berikut :
-
Menerima permohonan banding pembanding semula tergugat
diatas;
-
Menguatkan
putusan
Pengadilan
Negeri
Jakarta
Selatan
No.24/Pdt.G/2009/PN.JKT.SEl tanggal 9 September 2009 yang
dimohonkan Banding.
Selanjutnya tergugat mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung,
Majelis Kasasi telah menjatuhkan putusan pada tanggal 30 Mei 2011 yang
bunyi amarnya sebagai berikut :
“Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : Citibank.N.A
Jakarta Branch tersebut”;
Selanjutnya penulis akan menganalisa kasus ini yang akan
dihubungkan
dengan
pertanyaan-pertanyaan
yang
ada
permasalah.
lxvi
i Wahyudi, FH UI, 2013
Perbuatan melawan..., Ramon
dalam
pokok
B. Perjanjian Lindung Nilai (hedging) sebagai Perbuatan Melawan Hukum
Dalam gugatan perjanjian transaksi derivatif
lindung nilai yang
bernama callable forward ini, penggugat telah mendalilkan tergugat telah
melakukan perbuatan melawan hukum karena tidak memberikan penjelasan
yang lengkap mengenai resiko atas atas produk callable forward yang
ditawarkan tergugat, karena itu tergugat tidak menjalankan akibat hukumnya,
sekaligus telah melanggar hak subyektif penggugat dan hak penggugat yang
dijamin oleh Undang-undang.
Tergugat secara sepihak dan melawan hukum tergugat melakukan
konversi atas tagihannya berdasarkan transaksi callable forward menjadi
hutang dan kemudian melaporkan ke Bank Indonesia bahwa penggugat
mempunyai hutang kepada tergugat, bahwa laporan tersebut tidak didasarkan
atas keakuratan data sebagai syarat pelaporan ke system informasi debitur
tingkat kolektibilitas penggugat berada di tingkat 3 (kurang langcar) karena
penggugat dianggap mempunyai hutang kepada tergugat sebesar USD
23.192.272,66 yang diikuti oleh bank-bank lainnya sehingga saat ini
penggugat mengalami kesulitan dengan kredit yang ada di bank lainnya.
Tergugat
juga tanpa pemberitahuan
terlebih dahulu dan secara
sepihak telah mencairkan standby letter of credit (SBLC) penggugat sebesar
USD 500.000 yang ada di Singapura. Padahal SBLC bukalah merupakan
jaminan transaksi callable forward sehingga tidak ada hubungan sama sekali
dengan transaksi callable forward.
Tergugat juga secara sepihak dan melawan hukum telah melakukan
perjumpaan hutang (set-off) atas dana penggugat yang ada di rekening
tergugat sebesar USD 45.525,25 berdasarkan suratnya tanggal 17 Nopember
2008.
Tergugat telah membantah dalil-dalil yang diajukan oleh penggugat
mengenai penggugat tidak memberikan penjelasan yang lengkap mengenai
resiko
product
callable
forward,
menurut
tergugat,
tergugat
telah
memberitahukan kepada penggugat dan penggugat telah mengetahui risiko
transaksi callable forward, sebelum penggugat memulai transaksi callable
forward dan menandatangani confirmation tanggal 5 September 2008 tergugat
Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
telah mengirimkan term shet kepada penggugat yang berisi penjelasan
mengenai karakteristik dari transaksi callable forward melalui email pada
tanggal 26 Agustus 2008 dan 28 Agustus 2008. Didalam term sheet tersebut
juga dijelaskan resiko transaksi dengan membuat beberapa asumsi kondisi
pada appendix 1 dan appendix 2 tentang scenario analysis. Term sheet ini juga
telah menjelaskan salah satu karakteristik dari transaksi callable forward, juga
dijelaskan tentang hak tergugat untuk mengakhiri transaksi .
Penggugat juga mempunyai waktu dan kesempatan yang cukup untuk
mengambil keputusan, penggugat juga bukan orang baru dalam transaksi
derivitif karena penggugat juga melakukan transaksi derivatif dengan bank
lainnya. Penggugat juga telah menghadiri seminar yang diadakan khusus oleh
tergugat untuk membahas secara mendalam mengenai transaksi derivatif,
termasuk didalamnya bagaimana mengaplikasikan transaksi derivatif. Pada
tanggal 5 September 2008 pengugat dalam Confirmation telah mengerti dan
bahkan menerima segala ketentuan, kondisi dan risiko dari transaksi callable
forward, tetapi pada gugatan dinyatakan penggugat mempermasalahkan
confirmation tanggal 5 September tersebut yang dibuat dalam bahasa Inggris
sulit dipahami, anehnya penggugat sebagai perusahaan eksportir terbesar di
Sumatra Utara, telah biasa melakukan transaksi derivatif yang dibuat dengan
Bahasa Inggris bersama tergugat, semua dokumen selama ini dalam bahasa
Inggris. Ketidak pahaman ini sebenarnya hanya menunjukan upaya penggugat
yang tidak berdasar untuk menghindari kewajibannya membayar tunggakan
tagihan derivatif kepada tergugat.
Mengenai penurunan kolektabilitas penggugat, penggugat sebagai
lembaga perbankan mempunyai kewajiban untuk melakukan informasi debitur
kepada Bank Indonesia hal ini dilakukan semata-mata dalam rangka wujud
kepatuhan tergugat atas peraturann Bank Indonesia, khususnnya peraturan
Bank Indonesia nomor 9/14/PBI/2007 tentang sistim informasi Debitur dan
PBI Kuliatis Aktiva (serta peraturan pelaksanaannya.
Tentang pencairan Stand By Letter of Credit (SBLC) sebagai fasilitas
yang penggugat yang ada pada terguggat, bahwa penggugat mempunyai
kewajiban
pembayaran
atas
tunggakan
tagihan
derivatif
lxix
Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
bedasarkan
confirmation tanggal 5 September 2008 dan juga SBLC bukan sebagai
jaminan, karena SBLC itu fungsinya adalah untuk menjamin suatu transksi,
L/C akan cair bila transaksi yang dijamin tidak terealisir, termasuk fasilitas
lainnya
yang
diterbikan tergugat kepada penggugat, Dokumen SBLC
menyebutkan secara jelas bahwa pembukaan SBLC senilai USD 500.000,adalah untuk menjamin
segala kewajiban keuangan atau segala fasilitas
lainnya lainya (financial or other accommodation) yang diberikan oleh
tergugat kepada pengugat. Pencairan SBLC juga telah dikirimkan beberapa
kali kepada penggugat baik melalui fax dan surat tercatat.
Tergugat telah melakukan perjumpaan hutang (set off) atas dana milik
penggugat di rekening tergugat sebesar USD 45.525,25, perbuatan tergugat
didasarkan pada schedule to ISDA Master Agreement :
“(7) Set-off. Section 6 of the agreement is amended by adding the
following new subsection 6 (f) :
f. in addition to any right of set –off a party may have as a matter of law or
otherwise, upon the occurrence of an event of default with respect to a
party (“X”) the other party (‘Y”) will have the right (but) will not be
obliged) without prior notice to X or any other person to set off any
obligation of x owing to Y (whether or not arising under the agreement,
whether or not matured, whether or not contingent and regardless of
currency, place of payment or booking office of the obligation) against any
obligation of Y owning to X (whether or not arising under this agreement,
whether or not matured, whether or not contingent and regardless of the
currency , place or payment or booking office of the obligation)…”
terjemahan bebas :
(7) perjumpaan hutang. pasal 6 dari Perjanjian ISDA diubah dengan
menambahkan sub ban 6 (f)
(f) sebagai tambahan atas segala hak terkait perjumpaan hutang yang
dimiliki oleh satu pihak secara hukum kepada pihak lainnya, dalam hal
terjadi peristiwa event of default (wanprestasi) dari satu pihak X, pihak
lainnya Y akan memiliki hak ( akan tetapi
bukan kewajiban) tanpa
pemberitahuan sebelumnya kepada X atau piah lainnya, untuk melakukan
Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
perjumpaan hutang segala kewajiban x yang terhutang kepada Y (baik
yang berasal dari perjanjian ini (ISDA master agreement) ataupun diluar
dari perjanjian in, baik telah matang maupun belum, baik timbul dimasa
yang akan datang maupun tidak dan tanpa memperhatikan jenis mata
uang, kewajiban, tempat pembayaran atau kantor pencatatan kewajiban
tersebut) terhadap segala kewajiban Y yang terhutang kepada X (baik
yang berasal dari perjanjian ini (ISDA) ataupun diluar dari perjanjian ini,
baik telah matang maupun belum, baik timbul dimasa yang akan datang
maupun tidak dan tanpa memperhatikan jenis mata uang kewajiban,
tempat pembayaran atau kantor pencatatan kewajiban tersebut)”.
Jadi tergugat dapat mengambil dana milik penggugat yang ada
pada tergugat tanpa pemberitahuan karena sudah menjadi bagian dalam
perjanjian ISDA, alasan yang lain adalah adanya dokumen pembukaan
rekening yang isinya juga mengatur mengenai “set off” dimana dalam
dokumen itu dikatakan pada intinya Citibank dapat melakukan perjumpaan
utang tanpa adanya pemberitahuan pengurangan jumlah pembayaran yang
terhutang kepada nasabah oleh Citibank. Perjumpaan utang sebenarnya
juga diatur dalam pasal 1425 – 1426 KUHPerdata dimana dikatakan
perjumpaan hutang dapat terjadi karena hukum tanpa diketahui orang yang
berhutang jadi berdasarkan hukum tidak diperlukan pemberitahuan atau
persetujuan dari penggugat.
Selanjutnya
untuk
lebih
jelas
akan
ditinjau
bagaimana
pertimbangan majelis hakim tingkat pertama atas amar perbuatan melawan
hukum.
Bahwa
majelis hakim mempertimbangkan perbuatan melawan
hukum dimulai dari empat kriteria tentang perbuatan melawan hukum ini
yang mencakup :
1. Bertentangan dengan kewajiban hukum di pelaku;
2. Melanggar hak subyektif oran lain
3. Melanggar kaidah tata susila
4. Bertentangan dengan asas kepatuhan, ketelitian, serta sikap
hati-hati yang seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan
lxxi
Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
dengan sesama warga masyarakat atau terhadap harta benda
orang lain.
Keempat kriteria ini tidak disyaratkan adanya empat kriteria tersebut
secara kumulatif tetapi dengan terbuktinya salah satu saja kriteria tersebut
secara alternatif maka telah terpenuhinya syarat untuk
suatu perbuatan
melawan hukum.
Bahwa maksud awal dari penggugat untuk mau ikut kedalam transaksi
derivatif yang ditawarkan oleh tergugat tersebut adalah untuk lindung nilai
(hedging) guna memberikan kepastian mengenai nilai tukar USD terhadap
rupiah terkait dengan fluktuasi nilai rupiah terhadap USD karena penggugat
adalah perusahaan ekspor kelapa sawit yang memperoleh pendapatan
(income) dalam bentuk USD sedangkan biaya operasional perusahaan milik
penggugat adalah dalam bentuk rupiah.
Majelis juga mengakui bahwa transaksi derivatif adalah suatu transaksi
yang dibenarkan menurut hukum apabila transaksi tersebut dilaksanakan
menurut ketentuan hukum yang berlaku dalam arti tidak bertentangan dengan
kewajiban hukumnya sendiri (pelaku), tidak bertentangan dengan hak
subyektif orang lain, tidak bertentangan atau melanggar kaidah tata susila
atau tidak bertentangan dengan asas kepatuhan, ketelitian dan sikap hati-hati
yang seharusnya dimiliki oleh seseorang dalam pergaulan dengan sesama
warga masyarakat atau terhadap harta orang lain ;
Menyitir peraturan bank Indonesia yaitu peraturan Bank Indonseia No
7/31/PBI/2005 tanggal 13 September 2005 tentang transaksi derivatif yang
dalam pasal 4 ayat 1 disebutkan, bank wajib memberikan penjelasan secara
lengkap kepada nasabah yang akan melakukan transaksi derivatif dan dalam
ayat 2 ditegaskan lagi bahwa penjelasan secara lengkap kepada nasabah
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 antara lain meliputi penjelasan atas resiko
kredit, resiko penyelesaian (settlement risk) dan resiko pasar (Market risk),
serta adanya kemungkinan saldo margin dapat menjadi nihil dan akan negative
sehingga bank dapat meminta nasabah untuk menambah margin deposit
apabila nasabah akan melanjutkan atau menutup transaksi margin trading dan
oleh karena tergugat beroperasi di Indonesia maka penjelasan dan informasi
Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
tersebut tentu harus dilakukan dengan bahasa Indonesia atau setidak-tidaknya
dalam 2 (dua) bahasa yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, tetapi
ternyata letter confirmation dan final term conditions yang dianggap sebagai
perjanjian oleh tergugat dibuat dalam bahasa Inggris yang menggunakan
istilah-istilah yang tidak mudah dipahami, walaupun memuat pemberitahuan
tentang resiko yang mungkin muncul dalam suatu produk derivatif tersebut
adalah
merupakan kewajiban dari tergugat sebagai pihak bank untuk
menjelaskan lebih terperinci dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh
nasabah yang mana hal tersebut sejalan dengan saksi penggugat Dr.Romeo
Rissal,PA yang terbukti tidak dilakukan oleh tergugat.
Pengadilan menganggap tergugat tidak melakukan suatu perbuatan yang
diwajibkan oleh hukum yaitu memberikan penjelasan yang terperinci dan
jelas mengenai kemungkinan risiko yang dapat dihadapin oleh nasabah yang
dalam hal ini adalah penggugat terhadap transaksi callable forward tersebut
sehingga telah melangar peraturan Bank Indonesia No.7/6/2005, tanggal 20
Januari 2005 tentang transparansi informasi produk bank dan penggunaan data
pribadi nasabah serta peraturan bank Indonesia no 7/31/PBI/2005 tanggal 13
sepetember 2005 tentang transaksi dervatif yang dalam perbuatan melawan
hukum
termasuk kriteria yang bertentangan dengan kewajiban hukum si
pelaku (kewajiban hukum tergugat) serta melanggar hak subyektif orang lain
(in casu hak subyektif penggugat untuuk mendapatkan informasi secara
terperinci, lengkap dan benar.
Pengadilan juga telah menilai bahwa transaksi callable forward dalam
perkara ini bersifat spekulatif,
karena transaksi callable forward ini
merupakan kombinasi suatu aset dengan derivatif dari mata uang valuta asing
terhadap
mata uang rupiah dengan tujuan mendapatkan income (return
enhancerment) sehingga dapat menimbulkan ketidak stabilan rupiah dan
secara sepihak dapat merugikan nasabah karena nasabah yang dalam hal ini
adalah penggugat hanya dijamin untuk transaksi ke -1 sampai ke 6 dari 52
transaksi yang akan dilakukan dengan ketentuan sewaktu-waktu tergugat
dapat memutuskan secara sepihak transaksi tersebut apabila nilai 1 USD lebih
rendah dari Rp.9.600 dibawah strike rate namun sebaliknya apabila nilai 1
lxxi
ii Wahyudi, FH UI, 2013
Perbuatan melawan..., Ramon
USD lebih tinggi dari Rp.9600 (diatas strike rate) nasabah atau penggugat
tidak berhak membatalkan trasaksi yang mana hal yang demikian adalah
bertentangan dengan kepatutan, ketelitian, dan sikap hati-hati yang harus
dimiliki oleh tergugat yang juga merupakan kriteria dari perbuatan melawan
hukum pula.
Putusan Pengadilan Tinggi hampir sewarna dengan Putusan Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan yang intinya menguatkan Putusan Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan selanjutnya mari kita tinjau putusan Mahkamah Agung dalam
putusan kasasi perkara ini bagaimana pertimbangannya :
Mengenai transaksi derivatif adalah benar merupakan transaksi yang
dibenarkan menurut hukum dan sesuai pula dengan keterangan ahli yang
diajukan pemohon kasasi, akan tetapi transaksi derivatif tersebut tidak boleh
bertentangan dengan peraturan Bank Indonesia No.7/31.PBI/2005 tanggal 20
Januari 2005 tentang transparansi informasi produk bank dan penggunaan data
pribadi nasabah serta peraturan Bank Indonesia No.7/31/PBI/2005 tanggal 13
September 2005 tentang transaksi derivatif.
Majelis memandang pemohon kasasi tidak memberikan penjelasan secara
rinci
dan
jelas
mengenai
kemungkinan
resiko
yang
dihadapi
nasabah/termohon kasasi dan hanya memberikan penjelasan secara umum
saja, hal tersebut diperkuat dengan keterangan saksi Dr. Romeo Risaal PA.
Majelis juga menyatakan bahwa transaksi callable forward merupakan
perjanjian yang tidak seimbang karena resiko rugi selalu berada pada nasabah
atau termohon kasasi yang dapat membatalkan transaksi secara sepihak hanya
pemohon kasasi akan tetapi
termohon kasasi sebagai nasabah tidak
dibenarkan membatalkan kontrak apabila nilai rupiah terus melemah;
Bahwa menurut keterangan ahli Dr. Drajad Hadi Wibisono yang dianut
majelis, structured product
dalam bentuk transaksi
callable forward
merupakan transaksi derivatif yang bersifat spekulatif dan tidak dapat
dianggap sebagai sebuah hedging yang normal apalagi dalam perjanjian
tersebut memuat ketentuan yang menyatakan bank pemohon kasasi dapat
membatalkan kontrak saat dalam posisi kalah sebaliknya nasabah atau
termohon kasasi harus menjual dollarnya 2 (dua) kali lipat jumlahnya,
Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
sehingga transaksi tersebut menjadi tidak seimbang dan dengan surat edaran
Bank Indonesia No 10/42/DPD tanggal 27 Nopember 2008 dipertegas bahwa
transaksi callable forward merupakan structured product yang dilarang dan
tidak halal. Karena mangandung kausa tidak halal yang mengakibatkan
batalnya demi hukum transaksi tersebut adalah sudah tepat, karena alasan
pemohon kasasi tidak beralasan harus ditolak.
Menurut penulis penggugat mendalilkan tergugat telah melakukan
perbuatan melawan hukum karena tidak meberikan informasi yang benar
terhadap produk derivatif callable forward, tergugat telah melakukan
pelaporan transaksi kepada Bank Indonesia sehingga konversi tagihan dari
stand by letter of credit (SBLC) milik penggugat yang ada di tergugat, telah
melakukan pertemuan hutang (set off) terhadap dana penggugat yang ada di
bank tergugat,
Bahwa menurut doktrin atau pendapat ahli hukum
suatu perbuatan
melawan hukum baru bisa dikatakan terpenuhi bila memenuhi syarat-syarat
perbuatan melawan hukum yaitu :
1. harus ada perbuatan,
2. Perbuatan itu harus melawan hukum,
3. Ada kerugian
4. Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum itu
dengan kerugian dan
5. Ada kesalahan (Schuld)
yang baru saja diuraikan diatas oleh penggugat dan juga pertimbangan
putusan majelis hakim baru merupakan bagian dari salah satu syarat perbuatan
melawan hukum yaitu perbuatan melawan hukum, penggugat mengatakan
bahwa tergugat telah melanggar hak subyektif pengugat dan hak penggugat
yang dijamin oleh undang-undang, sementara putusan majelis mengatakan
perbuatan tergugat telah bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku
(kewajiban hukum tergugat), perbuatan tergugat bertentangan dengan
kepatutan, ketelitian dan sikap hati-hati.
Pertimbangan Majelis Hakim tersebut menurut penulis kurang tepat karena
majelis hakim dalam pertimbangan putusannya hanya mempertimbangkan
lxx
v Wahyudi, FH UI, 2013
Perbuatan melawan..., Ramon
salah satu syarat perbuatan yang melawan hukum, sedangkan untuk dapat
dikatakan telah terpenuhi perbuatan melawan hukum harus dipertimbangkan
syarat-syarat yang lainnya seperti harus ada perbuatan, ada kerugian, ada
hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum itu dengan kerugian
dan ada kesalahan (Schuld).
C. Gugatan Perjanjian Transaksi Lindung Nilai (hedging)
Dalam menyelesaikan permasalahan hukum di penggadilan dapat
dilakukan melalui dua cara yaitu melalui Permohonan dan Gugatan.
Permohonan disebut juga voluntair, ini bersifat sepihak (ex-parte) dimana
permasalahan yang diajukan ke pengadilan tidak mengandung sengketa, tetapi
semata-mata untuk kepentingan pemohon, sedangkan gugatan kontentiosa
mengandung sengketa diantara dua pihak atau lebih.108
Gugatan Sengketa perkara perdata dibidang harta kekayaan termasuk
perikatan, dikenal dengan dalil gugatan wanprestasi dan perbuatan melawan
hukum, gugatan wanprestasi timbul dari perjanjian sedangkan gugatan
perbuatan melawan hukum lahir akibat perbuatan orang yang merupakan
perbuatan melanggar hukum. Menurut Yahya Harahap ada yang berpendapat,
warprestasi atau ingkar janji (default) merupakan genus spesifik dari
perbuatan melawan hukum. Alasanya, seorang debitur yang ingkar atau lalai
memenuhi pembayaran utang tepat pada waktunya, jelas telah melakukan
pelanggaran atas hak kreditur. Dengan demikian terdapat persamaan antara
wanprestasi dengan perbuatan melawan hukum.109
Dalam kasus perjanjian transaksi lindung nilai (hedging), jika
dihubungkan dengan pendapat Yahya harahap bahwa gugatan yang timbul
dari perjanjian merupakan gugatan wanprestasi, akan tetapi dalam kasus
PT.Permata Hijau Sawit melawan Citibank yang diputus oleh Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan gugatan diajukan dengan dalil perbuatan melawan
hukum. Menurut penulis gugatan yg diajukan oleh penggugat dengan dalil
perbuatan melawan hukum sudah tepat dengan alasan karena tergugat dalam
108
M.Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata,cet.2(Jakarta:Sinar Grafika,2005),hal.46 Ibid.,hal.453. 109
Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
transaksi perjanjian lindung nilai tersebut melanggar syarat sah perjanjian
yang diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata mengenai adanya sebab kausa
yang halal. Kausa yang halal adalah Suatu sebab yang halal. Ketentuan pasal
1335 KUHPerdata menyatakan sebagai berikut: “Suatu perjanjian tanpa
sebab atau yang telah dibuat karena suatu sebab yang palsu atau terlarang,
tidak mempunyai kekuatan (hukum). Dengan kata lain, batal demi hukum.”
Sebab yang palsu dapat terjadi jika suatu sebab yang tidak sesuai
dengan keadaan sebenarnya atau sebab yang disimulasikan. Kemungkinan
juga telah terjadi kekeliruan terhadap sebabnya. Dengan demikian yang
penting adalah bukan apa yang dinyatakan sebagai sebab, melainkan apayang
menjadi sebab yang sebenarnya. Suatu perjanjian dilakukan dengan sebab
yang dilarang jika sebab bertentangan, baik dengan norma-norma dari hukum
yang tertulis maupun yang tidak tertulis.110 Berkenaan dengan ini, ketentuan
pasal 1337 KUHPerdata menyatakan suatu sebab adalah terlarang jika
melanggar undang-undang, kesusilaan baik dan ketertiban umum. Dasar
hukum pasal 1335 sampai dengan pasal 1337 KUHPerdata.111
Bahwa perjanjanjian callable forward adalah merupakan perjanjian
spekulatif karena didasarkan pada kondisi yang belum pasti dimasa mendatang
mengenai kuat atau lemahnya kurs rupiah dibandingkan US dollar, karena
apabila kurs rupiah berada dibawah strike rate artinya keuntungan ada pada
pengugat namun apabila kurs rupiah berada diatas strike rate maka
keuntungan ada pada tergugat. Menurut DR.Dian Edian Rae, SH.,LLM ada
perberdaan yang mendasar antara perjanjian derivatif dengan perjanjian yang
bersifat spekulatif yaitu :
”Untuk melihat perbedaan antara transaksi derivatif dan judi, perlu
dipahami konsep ”trading” dalam transaksi derivatif. Konsep ”trading” inilah
yang membedakan antara transaksi derivatif dengan permainan judi. Konsep
trading dalam transaksi derivatif meliputi elemen-elemen strategi trading,
faktor perubahan harga, analisis fundamental, analisis teknik,
cara-cara
mengatasi kerugian, dan penentuan waktu. Oleh karena itu, dapat disimpulkan
110
Herlien Budiono.Op.cit., hal.111. Subekti.Op.cit.,hal.20. 111
lxx
vii Wahyudi, FH UI, 2013
Perbuatan melawan..., Ramon
bahwa transaksi derivatif bukan merupakan perjudian menurut pengertian
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dengan alasan :
a. Terhadap berbagai jenis kontrak derivatif, para pihak tidak
berpegang kepada hal-hal yang bersifat untung-untungan sematamata, tetapi dapat diperhitungkan dan diprediksi secara rasional,
bahkan secara matematis dan statistik, sungguhpun prediksinya
dapat berubah-ubah. Untuk memperhitungkan pergerakan harga,
bahkan para pihak trader menggunakan analisis matematis yang
disebut sebagai Mathematical Charting Analysis.
b. Sudah merupakan praktik yang lazim secara universal di dunia
bisnis modern untuk melakukan transaksi derivatif sehingga tidak
pantas lagi digolongkan sebagai suatu bentuk perjudian.
c. Bank Indonesia telah mengatur rambu-rambu terhadap pelaksanaan
transaksi derivatif sehingga diharapkan praktik pelaksanaan
transaksi derivatif dapat dilakukansecara fair, tertib dan sesuai
dengan kaidah-kaidah hukum pada umumnya.
d. Untuk jenis transaksi derivatif tertentu bahkan sangat bermanfaat
dan merupakan kebutuhan dalam praktik, yaitu bagi para pihak
yang akan melakukan transaksi derivatif untuk kepentingan
lindung nilai (hedging), sehingga pihak tersebut dapat terhindar
misalnya dari risiko fluktuasi mata uang atau fluktuasi tingkat suku
bunga.112
Dalam perkara ini tergugat tidak menjelaskan cara-cara mengatasi
kerugian dan penentuan waktu dilakukannya transaksi derivatif, sehingga
tidak memenuhi elemen-elemen dari dari transaksi trading derivatif. Hal
ini juga sesuai dengan peraturan Bank Indonesia No.7/31/PBI/2005 dalam
pasal 4 ayat 1 disebutkan, bank wajib memberikan penjelasan secara
lengkap kepada nasabah yang akan melakukan transaksi derivatif dan
dalam ayat 2 ditegaskan lagi bahwa penjelasan secara lengkap kepada
nasabah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi atas resiko kredit,
112
Mustika Kuwera, Kisruh seputar transaksi produk derivatif, makalah disampaikan dalam seminar Hitam-­‐Putih transaksi Derivatif pada bulan 12 Agustus 2009 oleh Hukumonline. Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
resiko penyelesaian dan resiko pasar serta adanya kemungkinan saldo
margin dapat menjadi nihil dan bahkan negative sehingga bank dapat
meminta nasabah untuk menambah margin deposito apabila nasabah akan
melanjutkan atau menutup transaksi margin trading. Disamping itu juga
yang menjadi hal penting adalah perjanjian tersebut harus dibuat dalam
bahasa Indonesia sehingga tidak menjadi kabur atau setidak-tidaknya
dibuat dalam dua bahasa, bahasa asing dan bahasa Indonesia.
Perjanjian transaksi derivatif juga bersifat eksploitatif karena nilai
akhir yang diharapkan sangat tidak seimbang antara bank dan nasabah
karena bank mempunyai mekanisme exit atau keluar dari perjanjian saat
dalam posisi kalah sebaliknya nasabah tidak mempunyai hak Exit dalam
posisi kalah.
D. Pertimbangan Hakim dalam Putusan perkara lindung nilai (hedging)
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili
perkara Nomor 24/Pdt.G/2009/PN.Jkt.Sel (PT Permata Hijau Sawit
dengan Citibank, N.A. cabang Jakarta), secara umum membagi
pertimbangannya kedalam dua bagian yaitu perbuatan melawan hukum dan
pembatalan perjanjian.
1. Pertimbangan hakim tentang perbuatan melawan hukum
Pertimbangan hakim sebelum masuk kedalam perbuatan melawan
hukum, memulai dengan empat kriteria tentang perbuatan melawan hukum
yang mencakup :
1. Bertentangan dengan kewajiban hukum di pelaku;
2. Melanggar hak subyektif oran lain
3. Melanggar kaidah tata susila
4. Bertentangan dengan asas kepatuhan, ketelitian, serta sikap
hati-hati yang seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan
dengan sesama warga masyarakat atau terhadap harta benda
orang lain
keempat kriteria ini tidak disyaratkan adanya empat kriteria tersebut secara
kumulatif tetapi dengan terbuktinya salah satu saja kriteria tersebut secara
lxxi
x Wahyudi, FH UI, 2013
Perbuatan melawan..., Ramon
alternative maka telah terpenuhinya syarat untuk
suatu perbuatan
melawan hukum.
Dalam pertimbangan majelis hakim secara umum
mengakui
bahwa transaksi derivatif adalah suatu transaksi yang dibenarkan menurut
hukum apabila transaksi tersebut dilaksanakan menurut ketentuan hukum
yang berlaku dalam arti tidak bertentangan dengan kewajiban hukumnya
sendiri (pelaku), tidak bertentangan dengan hak subyektif orang lain, tidak
bertentangan atau melanggar kaidah tata susila atau tidak bertentangan
dengan asas kepatutan, ketelitian dan sikap hati-hati yang seharusnya
dimiliki oleh seseorang dalam pergaulan dengan sesama warga masyarakat
atau terhadap harta orang lain ;
Kemudian Peraturan Bank Indonseia No 7/31/PBI/2005 tanggal 13
September 2005 tentang transaksi derivatif yang dalam pasal 4 ayat 1
disebutkan, bank wajib memberikan penjelasan secara lengkap kepada
nasabah yang akan melakukan
transaksi derivatif dan dalam ayat 2
ditegaskan lagi bahwa penjelasan secara lengkap kepada nasabah
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 antara lain meliputi penjelasan atas
resiko kredit, resiko penyelesaian (settlement risk) dan resiko pasar
(Market risk), serta adanya kemungkinan saldo margin dapat menjadi nihil
dan akan negative sehingga bank dapat meminta nasabah untuk menambah
margin deposit apabila nasabah akan melanjutkan atau menutup transaksi
margin trading dan oleh karena tergugat beroperasi di Indonesia maka
penjelasan dan informasi tersebut tentu harus dilakukan dengan bahasa
Indonesia atau setidak-tidaknya dalam 2 (dua) bahasa yaitu bahasa
Indonesia dan bahasa Inggris, tetapi ternyata letter confirmation dan final
term conditions yang dianggap sebagai perjanjian oleh tergugat dibuat
dalam bahasa Inggris yang menggunakan istilah-istilah yang tidak mudah
dipahami.
Walaupun memuat permberitahuan tentang resiko yang mungkin
muncul dalam suatu produk derivatif tersebut adalah
merupakan
kewajiban dari tergugat sebagai pihak bank untuk menjelaskan lebih
terperinci dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh nasabah yang mana
Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
hal tersebut sejalan dengan saksi penggugat Dr.Romeo Rissal,PA yang
terbukti tidak dilakukan oleh tergugat.
Pengadilan mengangap khusus dalam perkara ini tergugat tidak
melakukan suatu perbuatan yang diwajibkan
memberikan
penjelasan
yang
terperinci
oleh hukum yaitu
dan
jelas
mengenai
kemungkinnan risiko yang dapat dihadapin oleh nasabah yang dalam hal
ini adalah penggugat terhadap
transaksi callable forward tersebut
sehingga telah melangar peraturan bank Indonesia No.7/6/2005, tanggal
20 Januari 2005 tentang transparansi informasi produk bank dan
penggunaan data pribadi nasabah serta peraturan
bank Indonesia no
7/31/PBI/2005 tanggal 13 sepetember 2005 tentang transaksi dervatif yang
dalam perbuatan melawan hukum
termasuk kriteria yang
bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku (kewajiban hukum
tergugat) serta melanggar hak subyektif orang lain (in casu hak
subyektif
penggugat
untuuk
mendapatkan
informasi
secara
terperinci, lengkap dan benar.
Kesimpulan yang didapat dalam pertimbangan majelis hakim
adalah
tergugat
telah
melanggar
kewajiban
hukumnya
dan
melanggar hak subyektif penggugat.
Kemudian dalam amar putusan Majelis hakim dinyatakan bahwa
angka 1
“menyatakan tergugat telah melakukan perbuatan melawan
hukum”, dalam putusan tersebut setelah amar yang menyatakan tergugat
melakukan perbuatan melawan hukum, tidak ditemukan amar selanjutnya
tentang ganti rugi, padahal dalam perbuatan melawan hukum yang salahsatu syarat untuk bisa dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum harus
ada kerugian.113 Penggugat dalam posita gugatannya pada point 61 dan 62
menyatakan mengalami kerugian baik materil maupun immaterial,
kerugian materil timbul akibat tergugat mencairkan SBLC (Stand By
Letter of Credit) milik penggugat sebesar USD 500.000 dan melakukan
perjumpaan hutang (set-off) atas dana milik penggugat sebesar USD
45.525.25 telah menyebabkan total kerugian materil penggugat sebesar
113
Op.cit.,Mariam Darus Badrulzaman, hal.146 lxx
xi Wahyudi, FH UI, 2013
Perbuatan melawan..., Ramon
USD 545.525.25. Kerugian Immateril diderita penggugat berupa rusaknya
reputasi
penggugat pada Bank Indonesia dan bank-bank lainnya dan
dikalangan stake holder. Penggugat harus mengorbankan waktu, tenaga
dan pikiran untuk mengurus dan melakukan upaya hukum terhadap
tergugat yang apabila dinilai dengan uang adalah sebesar
Rp.
10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah).
Majelis hakim dalam pertimbangannya tidak mempertimbangkan
ganti rugi materil,
tetapi dalam amar putusannya hakim memasukan
sejumlah uang yaitu USD 545.525.25 bukan sebagai kerugian materil,
tetapi bersama-sama dengan pengembalian dana milik penggugat oleh
tergugat sebesar USD.10.000.000,-
dan dana milik tergugat kepada
penggugat sebesar 97.200.000.000,- (Sembilan puluh tujuh milyar dua
ratus juta rupiah), disertai juga menghukum tergugat untuk membayar
kembali kepada penggugat uang penggugat sebesar USD 545.525,25.
Terhadap kerugian immaterial majelis menolaknya dengan alasan ganti
rugi immaterial irrelevan. Seharusnya bila benar telah terjadi perbuatan
melawan hukum dan mengakibatkan kerugian, maka tergugat harus
mengganti kerugian. Dalam perbuatan melawan hukum tentang ganti rugi
terhadap kerugian tidak diatur tetapi menurut doktrin dapat dianalogikan
dengan ketentuan ganti rugi dalam wanprestasi. Berbeda dengan perbuatan
melawan hukum yang hanya menyebutkan kerugian saja, sedangkan akibat
wanprestasi disamping kerugian ada juga biaya dan bunga.
Kerugian materil
menurut
Moegni disebut juga kerugian
kekayaan sedangkan kerugian Imateril disebut juga kerugian moril atau
idiil, kerugian kekayaan (vermogenschade) pada umumnya mencakup
kerugian yang diderita oleh penderita dan keuntungn yang diharapkan
diterimanya. Sementara kerugian moril atau idiil yakni ketakutan, terkejut,
sakit dan kehilangan kesenangan hidup.114
Dengan demikian seharusnya hakim mempertimbangkan kerugian
materil, karena menyangkut kerugian materil yang diderita oleh
114
M.A.Moegni,Op.cit.,hal.76. Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
penggugat, demikian juga dengan kerugian immaterial harus diganti oleh
tergugat.
2. Pertimbangan hakim tentang kebatalan perjanjian
Penggugat menuntut untuk menyatakan confirmation letter
tertangga 5 September 2008
adalah batal demi hukum dan tidak
mempunyai kekuatan mengikat dengan segala konsekwensi hukumnya.
Majelis hakim memulai pertimbangannya dengan mengutip pasal
1320 KUHPerdata tentang syarat sah perjanjian mengenai para pihak
sepakat untuk mengikatkan diri, cakap untuk membuat suatu perjanjian,
adanya suatu hal tertentu dan adanya sebab yang halal. Dua syarat yang
pertama disebut syarat non esensial atau subyektif, bila dilanggar
menyebabkan perjanjian dapat dibatalkan sedangkan, sedangkan dua
syarat yang terakhir disebut syarat essensialia atau syarat obyektif tidak
terpenuhi maka perjanjian yang telah dibuat antara pihak tersebut batal
demi hukum.
Selanjutnya majelis hakim merujuk pada Peraturan Bank Indonesia
No.7/6/PBI/2005 tertanggal 20 Januari tahun 2005 tentang transparansi
informasi produk bank dan penggunaan data pribadi serta Peraturan Bank
Indonesia no.7 /31/PBI/2005 tentang transaksi derivatif mewajibkan bank
(tergugat) untuk menginformasikan secara berimbang manfaat, resiko dan
biaya-biaya yang melekat pada suatu produk dan penyampaian informasi
harus memenuhi standard tertentu antara lain harus dibaca dengan jelas,
tidak menyesatkan dan mudah dimengerti serta menggunakan Bahasa
Indonesia serta penjelasan terhadap resiko khusus, resiko penyelesaian,
resiko pasar dan adanya kemungkinan saldo margin dapat menjadi nihil
dan bahkan negative sehingga bank dapat meminta nasabah untuk
menambah margin deposit apabila nasabah akan melanjutkan atau
menutup transaksi margin trading, tetapi ternyata tergugat dalam perkara
ini tidak melakukan hal tersebut kecuali hanya memberitahukan resiko
lxx
xiii Wahyudi, FH UI, 2013
Perbuatan melawan..., Ramon
secara umum yang sulit diprediksi dalam suatu produk yang bersifat
structured product berupa transaksi callable forward.
Majelis hakim juga menyatakan dalam pertimbangannya bahwa
perjanjian callable forward ini adalah tidak seimbang dengan alasan
tergugat dapat membatalkan atau tidak melanjutkan transaksi berikutnya
secara sepihak, tetapi disisi lain penggugat
tidak dibenarkan untuk
membatalkan kontrak apabila nilai rupiah terus menerus melemah bahkan
selalu berada diatas strike rate. Karena ketidak seimbangan itulah maka
berdasarkan pasal 1256 KUHPerdata yang berbunyi “semua perikatan
batal, jika pelaksanaanya semata-mata bergantung pada kemauan orang
yang terikat” maka
hakim dapat masuk kedalam perjanjian untuk
memberikan keadilan kepada penggugat. Selanjutnya benar terjadi nilai
rupiah terus menurun dibawah strike rate yang telah ditetapkan (1 USD =
Rp.9600), akibatnya resiko rugi terbesar akan selalu berada pada nasaban
atau penggugat, sehingga penggugat meminta tergugat untuk meninjau
ulang perjanjian tersebut, tetapi tidak ditanggapi
pengakhiran dini
dan
melakukan
bahkan terus menerus mengakumulasikan
tuntutan
pembayaran kepada penggugat sampai sebesar USD 23.146.749,41.
Bahwa tergugat juga telah melakukan perjumpaan hutang dan menarik
sendiri uang penggugat yang ada pada rekening tergugat sebesar USD.
45.525.25.
Majelis hakim selanjutnya dengan mengambil keterangan ahli Dr.
Drajat Hari Wibowo menyatakan bahwa transaksi callable forward adalah
merupakan adalah merupakan transaksi derivatif yang bersifat spekulatif
sehingga tidak dapat dianggap sebagai hedging yang normal apalagi jika
dalam perjanjian tersebut memuat pula kententuan yang menyatakan bank
(tergugat) dapat membatalkan kontrak saat dalam posisi kalah, sebaliknya
nasabah (penggugat) saat posisi kalah harus menjual dollarnya 2 (dua)
kali lipat jumlahnya.
Disamping
bersifat spekulatif juga bersifat
eksploratif karena nilai akhir yang diharapkan sangat tidak seimbang
antara bank dan nasabah karena bank mempunyai mekanisme exit saat
mengalami kerugian sedangkan nasabah tidak dibolehkan. Produk ini
Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
umumnya off shore product dimana karakteristiknya dijelaskan bahasa
Inggris yang seharusnya karena karena operasionalnya di Indonesia dibuat
dalam bahasa Indonesia.
Selanjutnya majelis dalam putusanya menyatakan saat dibuatnya
perjanjian tersebut belum dilarang oleh Peraturan Bank Indonesia, secara
yuridis telah tidak dibenarkan karena merupakan perjanjian yang
mengandung kausa yang tidak halal sehingga lahirnya Peraturan Bank
Indonesia No.10/26/PBI/2008 dan Surat Edaran Bank Indonesia no.
10/42/DPD2008 hanya mempertegas callable forward tersebut merupakan
structured product yang terlarang dan tidak halal.
Dengan
demikian
transaksi
perjanjian
callabale
forward
mengandung kausa yang tidak halal sehingga tidak terpenuhi syarat
obyektif yang bersifat essensi dengan konsekwensi hukum bahwa
perjanjian yang demikian adalah batal demi hukum.
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum
3. Menyatakan Confirmation Letter tanggal 5 September 2008 yang
dibuat tergugat, batal demi hukum dan tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat dengan segala konsekwensi hukumnya
4. Menyatakan batal demi hukum seluruh transaksi callable forward
antara penggugat dengan tergugat berdasarkan confirmation letter
tanggal 5 September 2008;
5. Menghukum tergugat untuk mengembalikan dana milik penggugat
sebesar USD 10.000.000,00 (sepuluh juta dollar Amerika Serikat)
kepada
penggugat
mengembalikan
dan
dana
memerintahkan
tergugat
sebesar
penggugat
untuk
97.200.000.000.00
(Sembilan puluh tujuh milyar dua ratus juta rupiah) kepada
tergugat;
6. Menghukum tergugat untuk membayar kembali kepada penggugat
uang sebesar USD 545.525.25 (lima ratus empat puluh lima juta
lima ratus dua puluh lima dollar dua puluh lima sen) yang
lxx
xv Wahyudi, FH UI, 2013
Perbuatan melawan..., Ramon
merupakan uang milik penggugat yang berada pada rekening
penggugat pada bank (tergugat) yang dicairkan oleh tergugat;
7. Menghukum tergugat untuk memulihkan nama baik penggugat di
Bank Indonesia dengan cara tergugat mengajukan permintaan maaf
kepada penggugat atas laporan tergugat kepada Bank Indonesia
yang terlanjut menyatakan penggugat berhutang kepada tergugat
serta melakukan koreksi dan menarik laporan
adanya hutang
penggugat yang berasal dari transaksi derivatif callable forward
didalam sistim informasi debitur Bank Indonesia dan memuat pula
permintaan maaf tergugat di harian Kompas dan Bisnis Indonesia
dengan ukuran setengah halaman, untuk 1 (satu) kali penerbitan;
8. Menghukum tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsom)
sebesar Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) untuk setiap hari
kelalaian dalam melaksanakan putusan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap.
Dapat disimpulkan majelis hakim mempertimbangakan kausa yang
halal adalah :
-
Melanggar peraturan perudang-undangan yaitu
peraturan Bank
Indonesia mengenai transaparansi produk bank.
-
Perjanjian bersifat spekulatif
-
Perjanjian yang tidak seimbang
Dalam pasal 1337 KUHPerdata dikatakan bahwa suatu sebab adalah
terlarang bila dilarang oleh undang-undang, berlawanan dengan kesusilaan
dan
ketertiban umum, pertibangan hakim bahwa perjanjian transaksi
callable forward yang dilakukan oleh tergugat dan penggugat dimana
tergugat telah melanggar peraturan bank Indonesia tentang transparasi
produk bank, menurut penulis sudah dikatakan melanggar peraturan
perundang-undangan
dimana
peraturan
perudang-udangan
tersebut
merupakan salah satu unsur dari satu sebab yang halal.
Tentang transaksi
perjanjian derivatif callable forward yang
bersifat bersifat spekulatif atau untung-untungan, hal ini disebabkan
karena tergugat menyembunyikan informasi tentang resiko dari transaksi
Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
ini, tentang penghitungan kerugian dan penentuan waktu tentang transaksi
yang dijamin oleh tergugat. Dengan demikian maka para pihak tidak
berpegang kepada hal-hal yang bersifat untung-untungan semata-mata,
tetapi dapat diperhitungkan dan diprediksi secara rasional, bahkan secara
matimatis dan statitstik, sungguhpun prediksinya dapat diubah-ubah.
Untuk menghitungkan pergerakan harga, bahkan para pihak trader
menggunakan analisis matematis yang disebut sebagai mathematical
charting analysis.115
Tentang perjanjian yang tidak seimbang, majelis hakim dalam
pertimbangannya telah menggunakan prinsip keseimbangan
dalam
perjanjian, majelis menjelaskan letak tidak seimbangnya perjanjian
tergugat dapat membatalkan atau tidak melanjutkan transaksi berikutnya
secara sepihak, tetapi disisi lain penggugat
tidak dibenarkan untuk
membatalkan kontrak apabila nilai rupiah terus menerus melemah bahkan
selalu berada diatas strike rate. Selanjutnya benar terjadi nilai rupiah terus
menurun dibawah strike rate yang telah ditetapkan, akibatnya resiko rugi
terbesar akan selalu berada pada nasaban/penggugat.
Mengenai keseimbangan, kaedah hukum perdata tidak ada
mensyaratkan adanya keseimbangan dalam syarat sah perjanjian, tetapi
prinsip keseimbangan ini dianut dalam undang-undang perlindungan
konsumen. Menurut Prof. Agus Sarjono munculnya prinsip keseimbangan
dalam putusan majelis hakim sejalan dengan pemikiran tentang the fair
exchange yang dikemukakan oleh Atiyah. Pada masa pemikikran extreme
individualism masih dominan, masalah harga, misalnya, adalah sematamata pilihan subjektif. Dengan demikian, para pihak
dalam suatu
perjanjian memiliki kebebasan penuh untuk menentukannya. Namun pada
perkembangannya kemudian, kebebasan mutlak semacam itu sudah tidak
dianut
lagi dalam sistim hukum perjanjian. Hal itu tercerimin dalam
pernyataan Atiyah sebagai berikut “law was conceived of a protective,
regulative, paternalistic, and above all, a paramount expression of the
115
Dian Ediana Rae dalam Mustika Kuwera, Kisruh seputar transaksi produk derivatif, makalah disampaikan dalam seminar Hitam-­‐Putih transaksi Derivatif di Jakrata pada bulan 12 Agustus 2009 oleh Hukumonline. lxx
xviiWahyudi, FH UI, 2013
Perbuatan melawan..., Ramon
moral of the community “. Dengan perkembangan inilah kebebasan
berkontrak kemudian dibatasi oleh hukum dan kepatutan.116
Tafsir ini dapat digunakan untuk menjelaskan mengapa hakim
dalam putusannya atas kasus diatas menggunakan doktrin keseimbangan
dan itikad baik sebagai landasan untuk menyatakan adanya perbuatan
melawan hukum. Ketidak seimbangan sebagai akibat dari penyalah gunaan
keadaan adalah merupakan sesuatu yang bertentangan dengan kepatutan
atau kepantasan dalam tatanan bisnis yang bermoral. Dalam ranah bisnis,
penyalahgunaan keadaan dalam pembentukan suatu kontarak merupakan
suatu yang tercela, yang apabila hal itu berakibat kerugaian kepada salah
satu pihak, dapat dikatagorikan sebagai telah memenuhi unsur PMH.117
Pendapat hakim pengadilan negeri ini juga telah dikuatkan oleh
Pengadilan Tinggi Jakarta dalam pertimbangannya “transaksi tersebut
adalah bertentangan dengan
azas keadilan, azas kepatutan dan azas
keseimbangan dalam arti kata sesuatu yang tidak pantas dan spekulatif,
sebab kalau nilai
dollar lebih rendah dari Rp.9.600., pembanding
mempunyai hak untuk membatalkan transaksi secara sepihak, tetapi kalau
dollar lebih tinggi dari Rp.9600.- terbanding tidak mempunyai hak
membatalkan transaksi secara sepihak, sehingga majelis hakim pengadilan
tinggi berpendapat transaksi callable forward antara penggugat dan
tergugat berdasarkan confirmation letter tanggal 5 September 2008 batal
demi hukum;
Majelis Hakim Mahkamah Agung
sependapat juga dengan
putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang pada intinya menyatakan
bahwa transaksi callable forward tersebut merupakan perjanjian yang
tidak seimbang karena resiko rugi selalu berada pada nasabah/termohon
kasasi karena yang dapat membatalkan transaksi secara sepihak hanya
pemohon kasasi
akan tetapi termohon kasasi
sebagai nasabah tidak
dibenarkan membatalkan kontrak apabila nilai rupiah terus melemah.
Putusan yang mirip dengan kasus yang penulis analisis yaitu putusan No.
116
Agus Sarjono, Batas-­‐batas antara perbuatan melawan hukum dan wanpretasi dalam kontrak komersial, Jurnal Hukum Bisnis, (volume 29, No.2 tahun 2010). Hal.30 117
Ibid.,hal.31. Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
761/Pdt.G/2009/PN.JKTSel antara PT.Esa Kertas Nusantara (penggugat)
dengan Bank Danamon Tergugat, kasusnya sama yaitu transaksi derivatif,
juga menggunakan ISDA master Agreement sebanyak 17 transaksi
derivatif dimana penggugat menjual dollarnya kepada tergugat sedangkan
tergugat membayarnya dengan mata uang rupiah tujuannya juga dalam
rangka lindung nilai (hedging), karena ketidak tahuan penggugat mengenai
transaksi ini, penggugat mengalami kerugian yang sangat besar, sehingga
tergugat berniat membatalkan transaksi derivatif yang lain, dalam
putusannya pengadilan menyatakan tergugat telah melakukan perbuatan
melawan hukum dengan pertimbangan tergugat tidak memberikan
informasi secara terperinci mengenai produk-produk derivatif kepada
penggugat melanggar PBI no 7/6/PBI/2005 tentang transparansi derivatif.
Sehingga bertentangan dengan kewajiban hukum sipelaku (tergugat) dan
melanggar hak subyektif orang lain (penggugat) untuk mendapatkan
informasi secara terperinci, lengkap dan benar.
Pertimbangan
yang
lain
transaksi
bersifat
spekulatif
dan
kedudukan serta posisi para pihak tidak seimbang, karena tergugat
sewaktu-waktu dapat menghentikan transaksi dan sementara penggugat
tidak dapat melakukan penghentian transaksi, tergugat dapat menagih
biaya pengakhiran dini kepada penggugat. Dengan demikian tergugat telah
melanggar kausa yang halal.
Putusan No. 81/Pdt.G/2009/PN.JKT.PST antara PT.Nubika Jaya
melawan Standar Chartered Bank, juga melakukan transaksi
derivatif
yang bernam Target Redemtion forward pada bulan Agustus tahun 2008,
kasusnya hampir sama dimana penggugat akan menyerahkan dollar
kepada tergugat dengan ketentuan :
Apabila nilai 1 dolar AS di pasaran lebih rendah < dari Rp 9.370,(di bawah strike rate) maka Penggugat akan menyerahkan dolar sebanyak
USD 1.000.000,- Apabila nilai 1 dolar AS di pasaran lebih tinggi > dari Rp
9.3700,- (di atas strike rate) maka Penggugat wajib menyerahkan dolar
sebanyak USD 2.000.000,-.
lxx
xix Wahyudi, FH UI, 2013
Perbuatan melawan..., Ramon
Selain itu tergugat juga mempunyai hak untuk membatalkan
transaksi sewaktu-waktu bila target value sebesar 1.500 poin. Transaksi
telah berlangsung 9 kali pada transaksi ke 10 penggugat
tidak
menyerahkan dollarnya kepada tergugat karena kerugian besar yang
dialami penggugat, dikarenakan dollar mencapai harga Rp.13.000./1 USD.
Akibatnya penggugat harus menyerahkan USD.2.000.000.
Pengadilan
dalam
putusannya
menyatakan
tergugat
telah
melakukan perbuatan melawan hukum, dengan alasan tergugat tidak
memberikan informasi yang terperinci dan jelas mengenai kemungkinan
resiko yang dihadapi oleh nasabah, juga melangar hak subyektif orang lain
dalam hal ini penggugat untuk mendapatkan informasi tentang resiko
produk yang ditawarkan.
Menyatakan perjanjian transaksi derivatif batal demi hukum dan
tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, dengan alasan tergugat telah
melanggar syarat sah ke 4 perjanjian yaitu kausa yang halal. Dimana
perjanjian transaksi bersifat spekulatif dan juga mengandung ketidak
seimbangan dimana tergugat berada dalam posisi yang superior
dibandingkan dengan penggugat.
Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
BAB 4
PENUTUP
Setelah melalui pembahasan-pembahasan pada bab-bab sebelumnya serta
uraian-uraian serta fakta-fakta yang dijumpai oleh penulis, maka penulis akan
menyimpulkan beberapa hala sebagai berikut .
A. Kesimpulan
1. Suatu perjanjian transaksi lindung nilai derivatif callable forward pada
dasarnya sama dengan perjanjian pada umumnya sebagaimana yang diatur
dalam pasal 1338 KUHPerdata mengenai kebebesan berkontrak tetapi
kebebasan tersebut harus memenuhi syarat sah perjanjian yang diatur
dalam pasal 1320
KUHPerdata. Yaitu
kesepakatan mereka yang
mengikatkan diri, adanya persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang
membuat perjanjian (consensus), Kecakapan (pihak-pihak) untuk membuat
suatu perikatan (capacity) Suatu hal tertentu (a certain subject matter) dan
Suatu sebab yang halal (legal cause). Dalam perjanjian transaksi lindung
nilai para pihak sepakat untuk menggunakan merujuk pada suatu
perjanjian baku yang dalam dunia perbankan biasa dikenal
sebagai
international swap dealers associations (ISDA, perjanjian baku ini
tujuannya adalah untuk mempermudah pengguna untuk melakukan
transaksi derivatif karena selama ini tidak ada istilah-istilah yang secara
umum difahami
oleh semua pihak yang terlibat. Di Indonesia yang
populer adalah format perjanjian baku ISDA Master Agreement 1992
(untuk multi-currency cross border).
Bentuk perjanjian ISDA ini terdiri dari perjanjian induk (Master
Agreement), kemudian ada lampiran yang disebut dengan Schedule to the
master Agreement yang berisikan ketentuan-ketentuan hukum yang
mengatur hubungan perikatan hukum para pihak, sebagai operasionalnya
ada confirmation berisi ketentuan-ketentuan komersial atau bisnis dari
setiap transaksi swap atau transaksi derivatif.
Perjanjian dengan menggunakan ISDA Master agreement ini bila bisa
dipahami dalam kasus ini oleh Penggugat tentunya akan lain ceritanya,
xci
Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
tetapi karena tergugat dalam hal ini bank yang mempunyai produk callable
forward ini tidak memberikan penjelasan secara rinci dan jelas mengenai
kemungkinan resiko yang dihadapi penggugat dan hanya memberikan
penjelasan secara umum saja maka timbul masalah yaitu kerugian yang
sangat besar bila transaksi callable forward ini dilanjutnya. Atas alasan
tersebut penggugat tidak bersedia melanjutkan transaksi ini. Sehingga
perbuatan tergugat tersebut diangap telah memenuhi perbuatan melawan
hukum karena telah melanggar hak subyekti dari penggugat dan juga
melanggar kewajiban hukum dari tergugat. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa perjanjian transaksi derivatif callable forward dapat
dikatakan sebagai suatu perbuatan melawan hukum walaupun perbuatan
yang mendasarinya adalah perjanjian.
2. Gugatan Sengketa perkara perdata dibidang harta kekayaan termasuk
perikatan dikenal dengan dalil gugatan wanprestasi dan perbuatan
melawan hukum, gugatan wanprestasi timbul dari perjanjian sedangkan
gugatan perbuatan melawan hukum lahir akibat perbuatan orang yang
merupakan perbuatan melanggar hukum. Dalam surat gugatanya
penggugat sudah tepat memasukan gugatan ke pengadilan dengan dalil
tergugat telah melakukan perbutan melawan hukum, dengan alasan bahwa
yang dipermasalahkan tergugat adalah tergugat tidak memberikan
informasi yang jelas mengenai transaksi callable forward yang
ditawarkannya kepada penggugat sehingga bagi penggugat transaksi ini
menjadi bersifat spekulatif atau untung-untungan, disamping itu ada
ketentuan dalam perjanjian ISDA Master agreement yang tidak seimbang
seperti ketentuan mengenai penyerahan uang
dengan variasi yang
memberatakan penggugat ;
Apabila nilai 1 dolar AS di pasaran lebih rendah < dari Rp 9.600,- (di
bawah strike rate) maka Penggugat akan menyerahkan dolar AS sebanyak
USD 1.000.000,Apabila nilai 1 dolar AS di pasaran lebih tinggi > dari Rp 9.600,- (di atas
strike rate) maka Penggugat wajib menyerahkan dolar AS sebanyak USD
Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
2.000.000,-., kemudian juga ada klausula pengakhiran
dini (early
termination) dimana Tergugat mempunyai hak untuk mengakhiri dini
(early termination) perjanjian setelah guaranteed period. Hak untuk
pengakhiran dini (early termination) Tergugat terdapat dalam ISDA
Master Agreement dan Schedule. Juga mengenai cara penghitungan denda
akibat penggugat tidak memenuhi kewajiban menyerahkan dollarnya
kepada tergugat sehingga setelah dihitung berdasarkan rumus yang ada
dalam ISDA Master Agreement penggugat harus membayar penghentian
transaksi callable forward sebesar USD 23.192,272,66. Semua ini
disebabkan karena kurangnya informasi yang diberikan bank kepada
nasabah mengenai transaksi derivatif sehigga tergugat telah melanggar
Peraturan
Bank
Indonesia
NO.7/6/PBI/2005
mengenai
kewajiban
penggunaan bahasa Indonesia. Dengan demikian tergugat telah melanggar
kausa yang halal yaitu melanggar peraturan perundang-undang, didalam
pasal 1337 KUHPerdata kuasa yang halal terdiri dari melanggar peraturan
perundang-undangan, kesusilaan dan kepatutan. pelanggaran terhadap
syarat-sah perjanjian itu dapat digugat dengan dalil perbuatan melawan
hukum sehingga sudah tepat bila gugatan tersebut masuk melalui dalil
perbuatan melawan hukum
3. Pertimbangan hakim dalam putusan perkara lindung nilai dapat dibagi
menjadi dua macam pertimbangan yaitu pertimbangan tentang perbuatan
melawan hukum dan pertimbangan tentang pembatalan perjanjian, dapat
disimpulkan bahwa kedua pertimbangan ini bermuara pada putusan yang
satu sebagai perbuatan melawan hukum yang satu lagi pembatalan
perjanjian, tetapi keduanya mempunyai dasar berdasarkan perbuatan
melawan hukum yang satu karena alasan melanggar hak subyetif orang
lain dan melanggar kewajiban hukum pelaku, sedangan pembatalan
dengan alasan melanggar kausa yang halal yaitu melanggar peraturan
perundang-undangan, sehingga dapat disimpulan ada dua macam
perbuatan melawan hukum yang pertama perbuatan melawan hukum yang
terjadi didalam perjanjian dan perbuatan melawan hukum diluar perjanjian
sebagai mana diatur dalam pasal 1365 KUHPerdata. Penulis setuju atas
xcii
i Wahyudi, FH UI, 2013
Perbuatan melawan..., Ramon
pertimbananga majelis tentang telah terpenuhinya perbuatan melawan
hukum. Tetapi masih ada yang kurang tepat karena majelis hakim dalam
pertimbangan putusannya hanya mempertimbangkan salah satu syarat
perbuatan yang melawan hukum, sedangkan untuk dapat dikatakan telah
terpenuhi perbuatan melawan hukum harus dipertimbangkan syarat-syarat
yang lainnya seperti harus ada perbuatan, ada kerugian, ada hubungan
sebab akibat antara perbuatan melawan hukum itu dengan kerugian dan
ada kesalahan (Schuld).
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan-kesimpulan diatas maka penulis akan memberikan
saran
1. Pengetahuan dan pemahaman mengenai transaksi derivatif perlu diberikan
kepada calon hakim didalam kurikulum pendidikan dan latihan hakim
mengingat tidak semua calon hakim mempunyai dasar pengetahuan
hukum bisnis dan transaksi derivatif ini
sudah mengglobal,
dimana
Indonesia dalam perdagangan internasional mau tidak mau harus ada di
dalamnya. Hal ini berdampak pada preseden dunia internasional apabila
banyak pernjanjian derivatif dibatalkan oleh Hakim dengan alasan
kurangnya informasi padahal sudah disepakati oleh kedua pihak.
2. Pemahaman
hakim tentang perbuatan melawan hukum dimana untuk
dapat dikatakan telah terjadi perbuatan melawan hukum harus dipenuhi
syarat-syarat perbuatan melawan hukum bukan hanya satu syarat saja yaitu
perluasan pengertian perbuatan melawan hukum saja, tetapi juga harus
dipertimbangkan mengenai adanya kesalahan, kerugian dan hubungan
kausalitas antara kesalahan dan perbuatan melawan hukum. Melalui
pendistribusian literature baik yang berasal dari penelitian, buku, dan
jurnal nasional dan internasional mengenai perkembangan perbuatan
melawan hukum.
3. Penulis juga menyarankan dalam reformasi peradilan khususnya dibidang
perdata, Mahkamah Agung secara berkala memberikan pelatihan-pelatihan
mengenai hal-hal baru yang sedang terjadi dibidang hukum tertentu,
Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
misalnya bidang hukum perbankan mengenai transaksi derivatif, kontrak
berdasarkan ISDA Master agreement, karena berdasakan informasi yang
penulis peroleh dari Situs ISDA telah beranggotakan 825 anggota dari 57
negara yang tersebar dalam 6 kontinen, ini artinya Indonesia mau tidak
mau harus memperkuat kemampuan hakim-hakimnya dalam memahami
transaksi derifative ini, sehingga tidak selalu membatalkan transaksi
derivatif.
Bagi hakim yang akan ditempatkan diwilayah pengadilan kelas 1
khususnya di kota-kota besar diharapkan mengikut fit and proper test
tentang pengetahuan hukum ekonomi sehingga diharapkan hakim-hakim
yang akan memutus perkara dikota-kota besar tersebut bukanlah hakim
yang tidak mengerti tentang hukum ekonomi.
xcv
Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
DAFTAR PUSTAKA.
Abdulhay,Marhainis. Hukum Perdata Materil jilid II, Jakarta Pradnya
Paramita,1983.
Agustina,Rosa, Perbuatan Melawan Hukum, Jakarta, Fakultas Hukum Pasca
Sarjana Universitas Indonesia,2003.
Agustina. Rosa.ed.all, Hukum Perikatan (law of obligations), Denpasar:Pusaka
Larasati:Jakarta:Universitas Indonesia, Universitas Leiden, Universitas
Groningen,2012.
Berlianta, Heli Charisma, Mengenal Valuta Asing,cet.3, Yogyakarta:Gajah Mada
Universty perss, 2006.
Budiono, Herlien. Ajaran Umum Hukum Perikatan dan penerpannya di bidang
Kenotariatan, Bandung, Citra Aditya Bakti,2009.
Budiono, Herlien dan Elly Erawati, Penjelasan Hukum tentang Kebatalan
Perjanjian, Jakarta:Nasional Legal Reform Program,2010.
Chidir Ali, Moch ed.al, Pengertian-pengertian Elementer Hukum Perjanjian
Perdata, Bandung, Mandar Maju, 1993.
Dian E.Rae. “Transaksi Derivatif dan masalah regulasi ekonomi di Indonesia
Jakarta: Elex media komputindo,2008.
Djojodirjo,M.A.Moegni. Perbuatan Melawan Hukum,Cet,2. Jakarta, Pradnya
paramita,1982.
Erawati,Elly dan Herlien Budiono, Penjelasan Hukum tetntang Kebatalan
Perjanjian, Jakarta, Gramedia.2010.
Fuady, Munir. Perbuatan Melawan Hukum ;Pendekatan Kontemporer, Bandung,
Citra Aditya Bakti, 2002.
Harahap. M.Yahya, Hukum Acara Perdata,cet.2 Jakarta:Sinar Grafika,2005.
Hernoko.Agus Yudha, Hukum perjanjian ; Asas Proporsioanalitas dalam
perjanjian, Jakarta,Kencana Perdana,2011.
Hull,John C. Introducition to futures and options,New Jersey:PrenticeHall.Inc,1998.
M.Faisal,Manajemen Keuangan Internasional; dengan penekanan praktek pada
pasar devisa, edisi pertama, Jakarta:Salemba Empat,2001.
Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
Madura,Jeff. International Finacial Management,United States of America:
McGraw hill Inc,2000.
Maria,Arie Kusumastuti. Perlindungan Hukum dalam rangka Transaksi Derivatif
Financial currency swap dalam praktek perbankan di Indonesia, tesis
magister
kenotariatan
Fakultan
Hukum
Universtitas
Indonesia,Jakarta,2002.
Mariam Darus Badrulzaman. KUHPerdata Buku III; Hukum Perikatan dengan
Penjelasannya, Bandung,Alumni 2006.
Moch.Chidir
Ali,ed.al,
Pengertian-pengertian
Bandung;Mandar Maju,1993.
Muhammad,Abdul Kadir,
BAkti,1990.
Hukum
Perikatan,
elementer
perjanjian,
Bandung,PT.Citra
Aditya
Pangabean H.P. Penyalahgunaan Keadaan, Yogjakarta,Liberty,2010.
Prakoso, Djoko dan Bambang Riyadi Lany. Dasar Hukum Persetujuan Tertentu
di Indonesia, Jakarta, Bina Aksara, 1987.
Projodikoro, Wirjono. Azas-azas hukum perdata, cet.3, Bandung,Vorkink-Van
Hoeve, 1959.
Projodikoro, Wirjono.Perbuatan Melanggar Hukum, Bandung, Sumur,tanpa
tahun
R. Setiawan, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Bandung:Putra abardin,1999
Rawl,John, Teori Keadilan, Yogyakarta,Pustaka pelajar,2011.
Rawls, John. A Theory of justice, Revised edition, Massachusetts: the Belknap
press of Harvard Universty press Cambride ,2003
Rose,Peter S. money and Capital Market, edisi 8,United states of America;
McGraw hill,2003.
Satrio,J. Hukum Perikatan; Perikatan pada Umumnya, Bandung Penerbit Alumni,
1993.
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perutangan bagian A, Yogyakarta; Seksi
hukum perdata Fakultas Hukum Gadjah mada,1980.
Subekti. Pokok-pokok Hukum Perikatan, cet XXVI, Jakarta, PT.Intermasa, 1994.
Subekti.R, Aspek-aspek Hukum Perikatan Nasioanal.Bandung,Alumni,1976.
xcvi
i Wahyudi, FH UI, 2013
Perbuatan melawan..., Ramon
Subekti.R dan R Tjitrosudibio.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(terjemahan Burgelijik Wetbok), Jakarta,Pranya Paramita.1992.
Soemadipradja, Rahmad S.S, Penjelasan Hukum tentang Keadaan memaksa
(syarat-syarat pembatalan perjanjian yand disebabkan keadaan
memakasn/force majeur),Jakarta:Nasional Legal Reform Program,2010.
Suryodiningrat, R.M. Perikatan-perikatan Bersumber Perjanjian, Bandung,
Tarsito,1991.
Sutedi. Adrian, Produk-produk Derivatif dan Aspek Hukumnya,Bandung:
Alfabeta,2012.
Widjaja,Gunawan dan Kartini Muljadi. Hapusnya
Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2003.
Perikatan,Ed.1,Cet.1,
Peraturan Perundang-undangan :
Indonesia, Undang-undang tentang Perbankan, UU 10 tahun 1998, LN No.
182.TLN No. 3790.
Indonesia, Undang-undang tentang Perkawinan, UU No. 1, tahun 1974, LN No.
12 Tahun 1975, TLN No.301.
Indonesia, Peraturan Bank Indonesia No.7/31/PBI/2005, tentang Transaksi
Derivatif. LN No.85 tahun 2005.
Indonesia, Peraturan Bank Indonesia No.7/6/PBI/2005, tentang Transparansi
Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah. LN.16
tahun 2005, TLN No. 4475.
Indonesia, Peraturan Bank Indonesia No.10/28/PBI/208, tentang Pembelian
Valuta Asing Terhadap Rupiah kepada Bank. LN No. 172 tahun 2008,
TLN No. 4921.
Indonesia. Peraturan Bank Indonesia No.10/37/PBI/2008, tentang transaksi Valuta
Asing terhadap rupiah, LN No.198 tahun 2008, TLN No.4945
Surat Edaran Bank Indonesia no.10/42/DPD 2008 perihal pembelian valuta asing
terhadap rupiah kepada bank.
Indonesia. Peraturan Bank Indonesia No.11/26/PBI/2009 Tentang Prinsip kehatihatian dalam melaksanakan kegiatan Structured Product bagi bank.,
LN. No.104 tahun 2009, TLN No. 5030.
Artikel, majalah dan Internet :
Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
Chengwy Karlam, Struktur Product & Unsur Spekulasi dalam transaksi derivatif,
makalah disajikan pada seminar hitam putih transaksi derivatif, hotel
Nikko, Jakarta,12 Agustus 2009.
Tony Budidjaja, legalitas transaksi derivatif di Indonesia, majalah warta
ekonomi, Edisi 2009.
Kuwera. Mustika, Kisruh seputar transaksi produk derivatif, makalah
disampaikan dalam seminar Hitam-Putih transaksi Derivatif pada bulan
12 Agustus 2009 oleh Hukumonline.
Sarjono.Agus, Batas-batas antara perbuatan melawan hukum dan wanpretasi
dalam kontrak komersial, Jurnal Hukum Bisnis, (volume 29, No.2
tahun 2010).
Dermawan, Petrus Didimus Didi, Transaksi Swap dan derivatif bentuk Perjanjian
dan keabsahannya, Jurnal hukum bisnis volume 9, (1999)
ISDA Master Agreement (multicurrency Cross border) antara Citibank, N.A
Indonesia Branch and PT Permata Hijau Sawit.
Berita dari website www.vivanews.com “Rupiah tembus level 13.000/US$.”
tanggal 21 november 2008 .
DaftarLampiran
1. ISDA Master Agreement
2. Schedule to the ISDA
3. Letter of Confirmation
4. Peraturan Bank Indonesia No.7 /31/PBI/2005 tentangtransaksi derivative
5. Peraturan bank Indonesia No. 7/6/PBI/2005 tentang transparansi Informasi
Produk Bank.
6. Peraturan Bank Indonesia
No. 10/37/PBI/2008 tentang transaksi
ValutaAsing terhadap Rupiah.
7. Peraturan Bank Indonesia No. 10/38/PBI/2008 tentang perubahan atas
peraturan Bank Indonesia No 7/31/PBI/2005.
8. Surat Edaran Bank Indonesia No.10/42/DPD hal Pembelian ValutaAsing
terhadap Rupiah kepada Bank.
xcix
Perbuatan melawan..., Ramon Wahyudi, FH UI, 2013
Download