bab 1 pendahuluan 1.1 . latar belakang

advertisement
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 . LATAR BELAKANG
Schwannoma adalah tumor yang berasal selubung myelin sel saraf. Tumor
ini berbentuk soliter dan dapat tumbuh secara acak di semua sel saraf.
Schwannoma telah dilaporkan sejak abak ke-18 dan merupakan tumor intrakranial
ekstraaksial kedua yang paling sering ditemukan setelah meningioma dengan
persentase sekitar 8% hingga 10% dari semua tumor intrakranial. Schwannoma
sering dijumpai pada pasien dengan rentang usia 20-50 tahun, dengan puncak
insidensi pada usia dekade ke lima. Tidak dijumpai adanya perbedaan ras dan
jenis kelamin terhadap insidensi. Lokasi yang paling sering dijumpai ialah kepala,
permukaan flexor, ekstremitas atas, ekstremitas bawah, dan batang tubuh
(International Radiosurgery Association,2006).
Schwannoma merupakan tumor yang tumbuh lambat dan dapat timbul di
mana saja disebelah distal perbatasan daerah yang bermielin. Pada daerah
paraspinal dapat menampilkan gejala kombinasi antara mielopatia dan neuropatia
perifer. Schwannoma yang berada di dalam kavitas toraks, retroperitoneum atau
pelvis kebanyakan baru terdeteksi sewaktu ukurannya telah besar dan menampilan
gejala – gejala viseral yang terlibat (IRSA,2006).
Universitas Sumatera Utara
Penegakan diagnosa Schwannoma diawali dengan pemeriksaan fisik dan
neurologi. Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan penunjang berupa head CT
scan atau MRI. Pemeriksaan penunjang ini dapat menentukan dengan tepat lokasi
dan ukuran dari tumor. Selain itu pemeriksaan histopatologi jaringan tumor tetap
harus dilakukan oleh karena dari pemeriksaan ini dapat ditentukan dengan pasti
masa intrakranial tersebut adalah Schwannoma (Arthurs, 2011).
Pada
beberapa
pemeriksaan
histopatologi
terkadang
dijumpai
Schwannoma dengan bentuk morfologi klasik, sehingga sukar dibedakan dengan
neurofibroma. Membedakan Schwannoma dengan neurofibroma pada beberapa
kasus memang hanya untuk kepentingan akademis dan bukan terapi, namun di
lain situasi perbedaan ini menjadi sangat penting oleh karena terapi yang
diberikan juga berbeda. Pada keadaan ini pemeriksaan imunohistokimia
merupakan modalitas utama yang dapat membedakan antara Schwannoma dan
neurofibroma, khususnya pemeriksaan imunohistokimia S100 (Moore, 1965).
S100 merupakan pemeriksaan immunohistokimia pertama yang digunakan
untuk membedakan kedua tumor yang berasal dari jaringan saraf perifer.
Schwannoma merupakan tumor yang mengexpresikan S100 lebih banyak
dibandingkan neeurofibroma. S100 diekspresikan dengan kuat pada Schwannoma,
sedangkan neurofibroma mengekspresikan S100 dengan derajat lemah hingga
moderat (Moore, 1965).
Schwannoma secara histologi terdiri dari sel – sel yang tersusun secara
padat (jaringan Antoni tipe A), dan jaringan hiposeluler myxoid dengan ruang
mikrokistik (jaringan Antoni tipe B). Pola khas dari tumor ini ialah dijumpai
Universitas Sumatera Utara
adanya S100 yang tersebar secara difus pada sitoplasma dari sel – sel tumor
(Michaels, 2005).
Nakajima pada tahun 1982 merupakan peneliti pertama yang menjelaskan
penggunaan S100 pada preparat tumor dan menyimpulkan bahwa S100
merupakan modalitas diagnostik yang berguna dalam mendiagnosa tumor. S100
merupakan keluarga protein yang mengandung lengan 2EF yang berikatan dengan
kalsium (Moore BW,1965).
S100 merupakan protein dengan berat molekul rendah yang dapat
dijumpai pada banyak sel manusia dan jaringan ikat termasuk sel glia, neuron,
kondrosit, sel schwann, melanosit, makrofag, sel langerhans, dan beberapa
jaringan epitel (khususnya pada payudara, kelenjar sudoral, dan traktus genital
wanita). Imunoreaktivitas S100 dijumpai pada nukleus dan sitoplasma. S100
merupakan protein asam yang sering ditemukan pada sistem saraf periver. Sel –
sel schwann dari Schwannoma menunjukkan immunolabeling S100 yang tersebar
difus dan padat. Sementara pada neurofibroma staining positiv ditandai dengan
distribusi fokal. 6 S100B lebih sering dijumpai pada sel – sel glia, melanosit,
adiposit, dan kondrosit. Antibodi S100 sering dijumpai dalam bentuk poliklonal
(Moore BW,1965).
Peneliti tertarik melakukan penelitian tentang gambaran S100 pada
schwanoma karena masih sangat sulit untuk menegakkan diagnosa schwanoma
akibat banyaknya diagnosis diferensial. Oleh karena itu pemeriksaan S100
diperlukan dalam menegakkan diagnosis pasti selain dengan pemeriksaan
histopatologi.
Universitas Sumatera Utara
1.2 . RUMUSAN MASALAH
Apakah pemeriksaan imunohistokimia S100 dapat dijadikan sebagai modalitas
diagnostik Schwannoma?
1.3 . TUJUAN PENELITIAN
Tujuan umum:
Mengetahui peran antara S100 dan Schwannoma.
Tujuan khusus:
a. Menguji peranan S100 dalam diagnostik Schwannoma
b. Menilai signifikansi S100 sebagai modalitas diagnosa
1.4 . MANFAAT PENELITIAN
1.4.1. Bidang Pendidikan
Memperluas khasanah diagnostik Schwannoma, meningkatkan kualitas
penatalaksanaan Schwannoma, dan juga sebagai dasar penggunaan S100 dalam
menegakkan diagnosa Schwannoma.
1.4.2. Bidang Penelitian
Sebagai masukan bagi penelitian lebih lanjut terhadap Schwannoma dan
juga dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan pada penelitian S100
neurofibroma.
Universitas Sumatera Utara
1.4.3. Bidang Pelayanan Kesehatan
Menunjang perbaikan penegakan diagnosa dan penatalaksanaan pada
pasien dengan Schwannoma.
Universitas Sumatera Utara
Download