BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Manajemen
Manajemen berasal dari kata kerja to manage (bahasa inggris), yang berarti
mengurus, mengatur, melaksanakan dan mengelola (Gomes, 1995:1). Sebagai
ilmu pengetahuan, manajemen bersifat universal dan mempergunakan kerangka
ilmu pengetahuan yang sistematis, mencakup kaidah-kaidah, prinsip-prinsip dan
konsep-konsep, yang cenderung benar, dalam situasi manajerial (Martoyo,
1987:3). Dengan mengerti pengetahuan dasar tentang manajemen maka seorang
manajer akan mampu menjalankan manajemen secara efektif dan efisien.
Menurut Hasibuan (2003:1-2), manajemen adalah ilmu dan seni yang
mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya
secara efktif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Selanjutnya
menurut
Martoyo (1987:3), manajemen dapat didefinisikan sebagai bekerja
dengan orang-orang untuk menentukan, menginterpretasikan dan mencapai
tujuan-tujuan
(planning),
organisasi
dengan
pengorganisasian
pelaksanaan
(organizing),
fungsi-fungsi
penyusunan
perencanaan
personalia
atau
kepegawaian (staffing), pengarahan dan kepemimpinan (leading) dan pengawasan
(controlling)
Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa defenisi manajemen adalah suatu
alat yang digunakan dalam organisasi untuk menjalankan tugas-tugasnya demi
mencapai tujuan yang efektif dan efisien.
8
Dasar-dasar manajemen menurut Hasibuan (2003:2) adalah sebagai berikut:
1. Adanya kerja sama diantara sekelompok orang dalam ikatan yang formal.
2. Adanya tujuan bersama serta kepentingan yang sama yang akan dicapai.
3. Adanya pembagian kerja, tugas, dan tanggung jawab yang teratur
4. Adanya hubungan formal dan ikatan tata tertib yang baik.
5. Adanya sekelompok orang dan pekerjaan yang akan dikerjakan.
6. Adanya human organization.
2.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia
Pada awalnya, sumber daya didefenisikan sebagai alat mencapai tujuan atau
kemampuan memperoleh keuntungan dari kesempatan-kesempatan tertentu atau
meloloskan diri dari kesukaran sehingga dengan demikian perkataan “sumber
daya” (resources) mendahului personase perkataan itu merefleksikan appraisal
manusia. Jadi pernyataan sumber daya tidak dapat menunjukkan suatu benda atau
suatu substansi, melainkan kepada suatu fungsi dimana suatu benda atau suatu
substansi dapat berperan dalam suatu proses atau operasi, yakni suatu fungsi
operasional untuk mencapai tujuan tertentu, seperti memenuhi kepuasan. Dari
penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pengertian sumber daya timbul dari
interaksi antara manusia yang selalu mencari alat untuk mencapai tujuan dan
sesuatu diluar manusia pada saat ini disebut “Alam”. (Martoyo,1987:5).
Sumber daya manusia sebenarnya terjadi karena interaksi antara manusia
dan alam yang saling membutuhkan dalam memenuhi kebutuhannya. Sumber
Daya Manusia merupakan salah satu sumber daya yang terdapat dalam sebuah
9
organisasi. Berbagai istilah yang dipakai untuk menunjukkan Manajemen Sumber
Daya Manusia antara lain: manajemen sumber daya manusia, manajemen sumber
insani, manajemen personalia, manajemen tenaga kerja, manajemen kepegawaian,
administrasi personalia, industrial relation, man power management, dan
sebagainya. Menurut Martoyo (1986:6), Man Power Management dan Personnel
Administration memang benar sama dengan istilah Management Personalia,
karena ketiga istilah tersebut dapat dipertukarkan untuk maksud yang sama.
Namun terdapat persamaan dan perbedaan Manajemen Personalia dan
Manajemen Sumber Daya Manusia. Persamaannya adalah keduanya merupakan
ilmu yang mengatur unsur manusia dalam suatu organisasi , agar mendukung
terwujudnya tujuan. Sedangkan perbedaannya adalah : (1) Manajemen Sumber
Daya Manusia dikaji secara makro sedangkan manajemen personalia dikaji secara
mikro, (2) MSDM menganggap bahwa karyawan adalah kekayaan (asset) utama
organisasi, jadi harus dipelihara dengan baik sedangkan Manajemen Personalia
mengganggap karyawan adalah faktor produksi, jadi harus dimanfaatkan secara
produkstif, (3) MSDM pendekatannya secara modern sedangkan Manajemen
Personalia pendekatannya secara klasik. (Hasibuan,2003:9-10).
Agar pengertian MSDM ini lebih jelas dirumuskan dan dikutip definisi
yang dikemukakan para ahli :
•
Hasibuan mengatakan MSDM adalah ilmu dan seni mengatur hubungan
dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya
tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat.
10
•
Andrew F. Sikula menggambarkan implementasi tenaga kerja manusia
adalah
pengadaan,
pemeliharaan,
penempatan,
latihan-latihan
dan
pendidikan sumber daya manusia. Implementasi sumber daya manusia
adalah rekruitmen, selection, training, education, development.
•
John B. Miner dan Mary Green Miner mendefinisikan manajemen
personalia sebagai suatu proses pengembangan, menerapkan dan menilai
kebijaksanaan-kebijaksanaan, prosedur-prosedur, metode-metode dan
program-program yang berhubungan dengan individu-individu karyawan
dalam organisasi.
•
Dale Yoder mengartikan manajemen personalia adalah penyedia
kepemimpinan dan pengarahan para karyawan dalam pekerjaan atau
hubungan kerja mereka.
Beberapa persamaan yang dapat kita defenisikan dari pendapat
para ahli diatas yaitu sama-sama mendefenisikan MSDM itu sebagai suatu
proses dan upaya untuk mengatur hubungan pekerjaan dan manusia. Dan
dengan melihat pendapat para ahli tersebut dapat kita simpulkan bahwa
MSDM adalah proses atau upaya mengatur hubungan dan peran tenaga
kerja agar lebih efektif dan efisien guna mencapai tujuan perusahaan,
karyawan dan masyarakat.
2.1.2 Pentingnya MSDM
Manajemen Sumber Daya Manusia adalah bagian dari manajemen. Oleh
karena itu, teori-teori manajemen umum menjadi dasar pembahasannya. MSDM
11
lebih memfokuskan pembahasannya mengenai peranan pengaturan manusia
dalam mewujudkan tujuan yang optimal. MSDM mendapat perhatian dan sorotan
yang sungguh dari berbagai pihak, baik yang berasal dari sektor publik maupun
swasta. Berbagai penyelenggaraan seminar, pelatihan, dan kursus dan yang
sejenisnya semuanya menekankan pada manajemen sumber daya manusia.
Pentingnya MSDM ini dapat disoroti dari berbagai perspektif. Moses
K.Kiggundu misalnya, menyoroti relevansi dan pentingnya MSDM ini dari
keempat perspektif, yaitu politik, ekonomi, teknologi, dan sosial budaya.
Sementara Siagian melangkah lebih jauh lagi dengan mengemukakan enam
perspektif yaitu politik, ekonomi, hukum, sosial kultural, administratif dan
teknologi.
Dengan begitu MSDM memang sangat penting dalam sebuah organisasi
dan menjadi kebutuhan pokok bagi organisasi apapun dan semuanya berusaha
untuk memperbaiki diri melalui MSDM untuk tujuan yang efektif dan efisien.
Fungsi-fungsi manajemen menurut para ahli :
•
G.R.Terry : (1) planning, (2) organizing, (3) actuating, (4) controlling
•
John F.Mee : (1) planning, (2) organizing, (3) motivating, (4) controlling
•
Henry Fayol : (1) planning, (2) organizing, (3) commanding,
(4)coordinating, (5)controlling
Maka dapat dirumuskan fungsi manajemen yang baik adalah sebagai berikut :
1. Perencanaan
12
Perencanaan adalah merencanakan tenaga kerja agar sesuai dengan
kebutuhan perusahaan dan efektif serta efisien dalam membantu
terwujudnya tujuan.
Perencanaan ini untuk menetapkan program kepegawaian. Program
kepegawaian ini meliputi pengorganisasian, pengarahan, pengendalian,
pengadaan pengembangan, kompensasi, integrasi, pemeliharaan,
kedisplinan, dan pemberhentian karyawan. Program kepegawaian yang
baik akan membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan, dan
masyarakat.
2. Pengorganisasian
Pengorganisasian adalah kegiatan untuk mengorganisasi semua
karyawan dengan menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja,
delegasi wewenang, integrasi, dan koordinasinya dalam bagan
organisasi. Organisasi hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan.
Dengan organisasi yang baik akan membantu terwujudnya tujuan
secara efektif.
3. Pengarahan
Pengarahan adalah kegiatan mengarahkan semua karyawan agar mau
bekerja sama dan bekerja efektif serta efisien dalam membantu
tercapainya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Pengarahan
dilakukan oleh pemimpin dengan kepemimpinannya, pemerintahan
bawahan agar mengerjakan semua tugasnya dengan baik.
4. Pengendalian
13
Pengendalian adalah kegiatan mengendalikan semua karyawan agar
mentaati peraturan-peraturan perusahaan dan bekerja sesuai rencana.
Bila terdapat penyimpangan atau kesalahan, diadakan tindakan
perbaikan dan atau penyempurnaan rencana. Pengendalian karyawan
ini meliputi kehadiran, kedisplinan, perilaku, kerjasama, pelaksanaan
pekerjaan, dan menjaga situasi lingkungan pekerjaan.
5. Pengadaan
Pengadaan adalah proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi,
dan induksi untuk mendapatkan karyawan yang sesuai dengan
kebutuhan perusahaan. Pengadaan yang baik akan membantu
terwujudnya tujuan.
6. Pengembangan
Pengembangan adalah proses peningkatan ketrampilan teknis, teoritis,
konseptual, dan moral karyawan melalui pendididkan dan pelatihan.
Pendidikan dan pelayihan yang diberikan harus sesuai dengan
kebutuhan pekerjaan masa kini maupun masa depan.
Fungsi-fungsi manajemen diatas jika dijalankan dengan baik oleh
perusahaan maka akan sangat membantu perusahaan dalam menjalankan
manajemen yang baik demi mencapai tujuan yang memuaskan bagi perusahaan.
2.2 Konsep Pemberdayaan Sumber Daya Manusia
Menurut Sedarmayanti (2011:285) empowerment atau pemberdayaan
asalnya dari kata “ power” yang artinya “ kontrol, authority, dominion “. Awalan
“emp” artinya”on put to” atau “ to cover with “ jelasnya “ more power”. Jadi
14
empowering artinya passing on authority and responsibility yaitu lebih berdaya
dari sebelumnya dalam arti wewenang dan tanggung jawabnya termasuk
kemampuan individual yang dimilikinya.
Berikut ada beberapa pengertian pemberdayaan menurut para ahli :
•
Wibowo (2008:112) mengartikan orang berarti mendorong mereka
menjadi lebih terlibat dalam keputusan dan aktifitas yang yang
mempengaruhi pekerjaan mereka.
•
Cook dan Macaulay (1997:2) mendefinisikan pemberdayaan sebagai
perubahan yang terjadi pada falsafah manajemen yang dapat membantu
menciptakan suatu lingkungan dimana setiap individu dapat menggunakan
kemampuan dan energinya untuk mencapai tujuan organisasi.
•
Robbins (2003:19) memberikan pengertian pemberdayaan sebagai
penempatan pekerja yang bertanggung jawab atas apa yang mereka
kerjakan.
•
Greenberg dan Baron (2003:448) menyatakan bahwa pemberdayaan
merupakan suatu proses dimana pekerja diberi peningkatan sejumlah
otonomi dan keleluasaan dalam hubungannya dengan pekerjaan mereka.
•
Newstrom dan Davis (1997:227) mengatakan bahwa pemberdayaan
merupakan setiap proses yang memberikan otonomi yang lebih besar
kepada pekerja melalui saling menukar informasi
yang relevan dan
ketentuan tentang pengawasan atas faktor-faktor yang memengaruhi
prestasi kerja.
15
•
Menurut Noe et.al (1994) pemberdayaan merupakan pemberian tanggung
jawab dan wewenang terhadap pekerjaan untuk mengambil keputusan
menyangkut pengembangan produk.
Dari pendapat para ahli diatas memiliki beberapa persamaan
seperti terlibat dalam suatu keputusan dan aktifitas, peningkatan otonomi,
pemberian wewenang serta saling menukar informasi yang relevan. Maka
bisa ditarik kesimpulan bahwa pemberdayaan adalah suatu proses dan
usaha untuk membuat seseorang itu lebih berdaya atau lebih memiliki
kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan dan tanggung jawab melalui
sejumlah keterlibatan aktifitas yang mempengaruhi pekerjaan mereka
demi mencapai suatu tujuan organisasi yang semakin baik.
Smith (2000:5) memandang ada dua hal yang menyebabkan perlunya
pemberdayaan : pertama adalah karena lingkungan eksternal telah berubah
sehingga mengalihkan cara bekerja dengan orang didalam suatu organisasi bisnis,
kedua adalah karena orangnya sendiri berubah. Sejak lama manajer memandang
orang sebagai sumber daya yang paling berharga.
2.2.1 Konsep Pemberdayaan
Secara umum peran seseorang adalah pola perilaku yang diperagakan dan
mempunyai tampilan yang dapat diduga. Setiap peran biasanya mempunyai pola
perilaku tertentu yang diharapkan. Menurut Cushway dan Lodge (1999) di
operasionalisasi variabel x terdapat beberapa model pemberdayaan di antaranya :
1. Model pemberian peran
a. Pertentangan peran
16
Setiap orang akan mempunyai peran yang berbeda pada suatu saat
yang sama
b. Peran dengan beban lebih dan beban kurang
Tanpa adanya pembagian peran yang jelas dalam organisasi, akan
mungkin terjadi seseorang mempunyai peran yang terlalu banyak atau
terlalu sedikit.
c. Cara mengurangi pertentangan peran :
1. Merancang desain pekerjaan dengan hati-hati dan membuat
uraian tugas yang jelas.
2. Menerapkan manajemen kinerja yang efektif
3. Merancang dan melaksanakan program pengembangan dan
pelatihan sesuai kebutuhan pekerjaan
4. Menjelaskan tujuan dan sasaran organisasi kepada seluruh
anggota organisasi
5. Mendesain struktur organisasi
2. Model kelompok kerja
Alasan untuk membentuk kelompok atau tim kerja adalah :
a. Keamanan : dengan jumlah yang banyak biasanya akan menambah
rasa aman anggota
b. Status : dengan membentuk tim kerja atau memasuki suatu kelompok
biasanya bisa meningkatkan status pribadi
c. Afiliasi :tim atau kelompok akan memenuhi kebutuhan seseorang
untuk berteman atau berhubungan sosial
17
d.
Pencapaian tujuan yang lebih cepat : dalam hal tertentu bekerja dalam
tim akan membuat penyelesaian pekerjaan lebih cepat dibandingkan
bekerja sendiri
3. Model pemberian wewenang
Pemberian kewenangan kepada karyawan bisa berarti pemberian kompetensi
atau kemampuan kepada karyawan suatu organisasi ada semua tingkat berupa
pengetahuan, kepercayaan diri maupun kewenangan agar dapat melakukan
analisis untuk membuat putusan penting. Apabila potensi karyawan dibiarkan
berkembang hasilnya akan luar biasa. Namun terdapat beberapa tantangan
terhadap logika pemberdayaan model ini yaitu:
a. Sikap naluriah yang meragukan dari kebebasan berfikir
b. Birokrasi yang kompleks
c. Hierarki yang tinggi
d. Kebiasaan memberikan petunjuk dan arahan kepada karyawan
e. Peranan terhadap improvisasi
Pemberdayaan merupakan upaya simultan memberikan kewenangan dan
kemampuan professional untuk membuat keputusan secara mandiri.
2.2.2 Faktor yang Mendukung Pemberdayaan
Untuk mendukung pelaksanaan program pemberdayaan dalam suatu
organisasi terhadap karyawan, maka perusahaan itu sendiri juga harus
menciptakan suasana serta lingkungan yang baik bagi terlaksananya program
pemberdayaan tersebut.
18
Menurut Shari Chaudron yang dikutip oleh Wahibur Rokhman (2003:129-131)
ada beberapa hal yang harus
dilakukan untuk membentuk lingkungan yang
mendukung program pemberdayaan yaitu :
1. Works team and information sharing are building block (membentuk tim kerja
komunikasi yang terbuka dengan pekerja).
2. Provide the training and resources needed to do good job (pengembangan
kemampuan dan keahlian merupakan satu dimensi yang penting dalam program
pemberdayaan, oleh karena training merupakan hal yang penting untuk
meningkatkan kehalian pekerjaan dan merupakan bagian penting pemberdayaan
karyawan).
3. Provide measurement, feedback and reinforcement
(untuk mengetahui
peningkatan dan kemajuan yang dilakukan oleh karyawan perlu dilakukan
pengukuran terhadap efektifitas program empowerment), dengan menyediakan
standar pengukuran keberhasilan dapat dijadikan alat control pekerjaan atas
prestasi pekerja.
4. On going reinforcement
(dukungan manajemen dengan pemberian
reinforcement) yang terus menerus akan sangan mendukung dan memotivasi
karyawan karena setiap karyawan ingin dihargai atas prestasi yang ia capai dan
supervisor perlu memberikan penilaian yang baik dan memberitahukan yang lain
atas prestasi yang telah dicapai).
5. Provide responbility and authority (memberikan wewenang dan tanggung
jawab yang cukup bagi pekerjaan untuk menentukan tindakan yang dibutuhkan
untuk menyelesaikan berbagai tugas yang dibebankan). Flexible in internal
19
procedure (menciptakan aturan dan system yang lebih fleksibel). Karena dengan
aturan yang fleksibel akan memudahkan dalam pengambilan keputusan dan
mendukung organisasi yang mudah menyesuaikan terhadap perubahan-perubahan
lingkungan yang terjadi sehingga organisasi lebih kompetitif dari pesaingpesaingnya.
2.2.3 Hambatan Pemberdayaan
Kebanyakan organisasi-organisasi yang gagal melakukan pemberdayaan
disebabkan oleh banyak faktor. Organisasi mungkin tidak mempunyai biaya yang
cukup untuk melalukan pemberdayaan tersebut tetapi sebaliknya ada juga
organisasi yang
justru
mampu
membayar konsultan
untuk
melakukan
pemberdayaan. Ada juga penyebab bahwa organisasi menggapkan keadaan sudah
baik dan tidak perlu dilakukan pemberdayaan tersebut.
Untuk
memberdayakan
bawahannya,
manajer
harus
memercayai
kemampuan dan komitmen orangnya. Sebaliknya, bawahan harus dapat
memercayai dan menghargai manajernya. Smith (2000:15) mengatakan sebelum
hal tersebut terjadi, manajer harus percaya bahwa pemberdayaan adalah mungkin
dan bermanfaat. Dengan demikian pemberdayaan memerlukan saling pengertian
dan saling memercayai atasan dan bawahan.
2.3 Pengertian Konflik
Keberadaan konflik dalam suatu organisasi tidak dapat dihindarkan,
dengan kata lain bahwa konflik selalu hadir dan tidak dapat dielakkan. Konflik
sering muncul dan terjadi pada setiap organisasi, dan terdapat perbedaan
20
pandangan para pakar dalam mengartikan konflik. Berikut ada beberapa pendapat
ahli tentang konflik itu sendiri :
•
Cummings, P. W (1980:41) mengatakan bahwa konflik didefinisikan
sebagai suatu proses interaksi sosial dimana dua orang atau lebih, atau dua
kelompok atau lebih, berbeda atau bertentangan dalam pendapat atau
tujuan mereka.
•
Stoner, J. A. F & Freeman, R. E. (1994) berpendapat bahwa konflik
organisasi adalah mencakup ketidaksepakatan soal alokasi sumberdaya
yang langka atau perselisihan tujuan, status, nilai, persepsi atau
kepribadian.
•
Luthans, F. (1985:385) mengartikan konflik merupakan ketidaksesuaian
nilai atau tujuan antara anggota organisasi. Lebih lanjut ia mengemukakan
perilaku konflik dimaksud adalah perbedaan kepentingan atau minat,
perilaku kerja, perbedaan sifat individu, dan perbedaan tanggung jawab
dalam aktivitas organisasi.
•
Walton, R. E. (1987:2) menyatakan bahwa konflik organisasi adalah
perbedaan ide atau inisiatif antara bawahan dengan bawahan, manajer
dengan manajer dalam mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan (coordinated
activities).
•
Dubrin, A. J. (1984:346) mengartikan konflik mengacu pada pertentangan
antar individu atau kelompok yang dapat meningkatkan ketegangan
sebagai akibat saling menghalangi dalam pencapaian tujuan.
•
Hardjana (1994) mengatakan bahwa konflik adalah perselisihan,
pertentangan antara dua orang atau dua kelompok dimana perbuatan yang
21
satu berlawanan dengan yang lainnya sehingga salah satu atau keduanya
saling terganggu.
•
Aldag, R. J. & Stearns, T. M. (1987:412) secara tegas mengartikan konflik
adalah ketidaksepahaman antara dua atau lebih individu atau kelompok
sebagai akibat dari usaha kelompok lainnya yang menganggu pencapaian
tujuan.
•
Stoner & Wankel (1986) mengemukakan bahwa konflik organisasi adalah
ketidaksesuaian antara dua anggota organisasi atau lebih yang timbul
karena fakta bahwa mereka harus berbagi dalam hal mendapatkan sumbersumber daya yang terbatas atau aktivitas pekerjaan, dan atau fakta bahwa
mereka memiliki status, tujuan, atau persepsi yang berbeda.
Beberapa persamaan dari pendapat para ahli tersebut mengatakan bahwa
konflik itu terdapat perbedaan pendapat dan kepentingan antara 2 kelompok atau
lebih, terdapat ketidaksamaan nilai anggota organisasi dan akibat dari usaha suatu
kelompok untuk mengganggu pencapaian tujuan. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa suatu organisasi yang sedang mengalami konflik dalam
aktivitasnya menunjukkan ciri-ciri : (1) terdapat perbedaan pendapat atau
pertentangan antar individu atau kelompok, (2) terdapat perselisihan dalam
mencapai tujuan yang disebabkan adanya perbedaan persepsi dalam menafsirkan
program organisasi, (3) terdapat pertentangan norma, nilai-nilai individu maupun
kelompok, (4) adanya perdebatan dan pertentangan sebagai akibat munculnya
kreativitas, inisiatif atau gagasan-gagasan baru dalam mencapai tujuan organisasi,
(5) adanya sikap dan perilaku saling meniadakan, menghalangi pihak lain untuk
22
memperoleh kemenangan dalam memperebutkan sumber daya organisasi yang
terbatas.
2.3.1 Jenis-jenis Konflik
Dalam aktivitas organisasi dijumpai bermacam-macam konflik yang
melibatkan individu-individu maupun kelompok-kelompok. Berikut adalah
beberapa macam jenis konflik menurut para ahli :
•
Polak, M. (1982) membedakan konflik menjadi 4 jenis yaitu : (1) konflik
antar kelompok, (2) konflik intern dalam kelompok, (3) konflik antar
individu untuk mempertahankan hak dan kekayaan, (4) konflik intern
individu untuk mencapai cita-cita.
•
Soekanto, S. (1981) jenis konflik meliputi : (1) konflik pribadi, (2) konflik
rasial, (3) konflik antar kelas social, (4) konflik politik antar golongan
dalam masyarakat, (5) konflik berskala internasional antar negara.
•
Handoko, T. H. (1992) membedakan konflik menjadi 5 jenis yaitu : (1)
konflik dalam diri individu dalam organisasi, (2) konflik antar individu,
(3) konflik antar individu dengan kelompok, (4) konflik antar kelompok,
(5) konflik antar organisasi.
•
Owens & Winardi (1991) mengemukakan bahwa secara umum jenis
konflik terdiri dari : (1) intrapersonal conflict, (2) interpersonal conflict,
(3) intragroup conflict, (4) intergroup conflict.
•
Suwardani, N. P. (1997) membagi konflik menjadi : (1) intrarole conflict,
(2)
interrole
conflict,
(3)
interdepartemental conflict.
23
intradepartemental
conflict,
(4)
Maka dapat disimpulkan bahwa secara garis besar jenis konflik itu adalah
(Wahyudi, 2011):
•
Konflik dalam diri individu
Konflik dalam diri individu, setiap individu mempunyai keinginan, citacita dan harapan, namun tidak semua keinginan dan cita-cita dapat
dipenuhi sehingga menimbulkan kesenjangan antara harapan dengan
kenyataan. Kepentingan individu seringkali berbeda dengan tujuan
organisasi, karena itu agar kinerja organisasi tidak terganggu maka setiap
anggota harus berusaha menyesuaikan diri dengan tujuan dan kebutuhan
organisasi.
•
Konflik antar individu
Konflik antar individu dalam suatu organisasi, individu mempunyai
perbedaan dalam hal kemampuan, kebutuhan, bakat, minat, kepribadian
maupun latar belakang lingkungan. Perbedaan dapat menjadi sumber
konflik apabila masing-masing mempertahankan kepentingan anggota
ataupun kepentingan yang lebih sempit. Akan tetapi pertentangan dan
perbedaan pendapat dapat menjadi kekuatan organisasi jika diarahkan dan
dikelola secara baik.
•
Konflik antara individu dan kelompok
Konflik antar individu dan kelompok, yaitu berhubungan dengan cara
individu menanggapi tekanan untuk keseragaman yang dipaksakan oleh
kelompok kerja mereka, individu diberi sangsi oleh kelompok kerjanya
karena melanggar norma-norma kelompok. Konflik muncul dapat
24
disebabkan oleh kegagalan individu dalam menjalankan fungsi yang
ditetapkan kelompok.
•
Konflik antar kelompok dalam organisasi
Konflik antar kelompok dalam organisasi, hal ini dapat terjadi karena
persaingan dan pertentangan kepentingan antar kelompok. Kelompok
berjuang untuk meningkatkan prestasi maksimal sehingga terjadi
perebutan sumber-sumber organisasi. Kelompok yang mendapat tekanan
dari luar, hubungan anggota semakin kohesif, rasa solidaritas antar
anggota (in group feeling) semakin tinggi. Nilai-nilai dan tujuan kelompok
lebih diutamakan namun kerjasama antar kelompok semakin berkurang.
Konflik merupakan peristiwa yang menyangkut perilaku manusia di dalam
organisasi (Wahyudi,2011:33). Ia juga mengatakan bahwa tindakan-tindakan saat
bekerja dalam kelompok dan organisasi secara keseluruhan menimbulkan
pengaruh terhadap perkembangan organisasi. Konflik dapat dilihat, dipelajari dari
segi hubungan antar individu ataupun kelompok-kelompok orang yang terlibat.
Intensitas konflik pada masing-masing berbeda bergantung pada bagaimana
individu atau kelompok tersebut menanggapi, menafsirkan konflik.
2.3.2 Penyebab Konflik
Organisasi sebagai kumpulan individu tidak terlepas dari persoalan konflik
dalam mencapai tujuan. Oleh karena itu agar konflik dapat berdampak positif bagi
kelangsungan organisasi harus dikelola secara baik dengan mengetahui faktorfaktor yang menjadi penyebabnya. Konflik sering muncul karena kesalahan dalam
mengkomunikasikan keinginan dan adanya kebutuhan dan nilai-nilai kepada
25
orang lain (Stoner, J. A. & Freeman, R. E., 1992). Mereka juga mengatakan
bahwa kegagalan komunikasi dikarenakan proses komunikasi tidak dapat
berlangsung secara baik, pesan sulit dipahami karena perbedaan pengetahuan dan
nilai-nilai yang diyakini.
Konflik dapat terjadi dalam berbagai situasi kerja organisasi. Owens, R. G.
(1991) menyatakan bahwa aturan-aturan yang diberlakukan dan prosedur yang
tertulis dan tidak tertulis dapat menyebabkan konflik jika penerapannya terlalu
kaku dan keras. Ia juga mengatakan setiap anggota organisasi mewarisi nilai-nilai
berdasarkan latar belakang kehidupannya, penerapan sangsi ataupun hukuman
sebagai akibat penerapan aturan yang ketat menyebabkan individu bekerja
berdasarkan ancaman bukan didasari motivasi.
Perubahan dan perkembangan yang terjadi dalam organisasi sering
menimbulkan perbedaan-perbedaan pendapat, keyakinan dan ide-ide (Terry, G.
R., 1986). Perubahan dan perkembangan organisasi dalam upaya menyesuaikan
diri dengan lingkungan dan berusaha mengubah lingkungan sesuai dengan tujuan
yang ditetapkan (Winardi, 1990).
Perubahan dan perkembangan organisasi
berkenaan dengan pengembangan sumberdaya manusia dan sumber daya nonmanusia, perluasan struktur organisasi, meningkatnya beban tugas yang
dijalankan pada setiap unit dan semakin meningkatnya permintaan dalam hal
produksi dan jasa. Konflik muncul karena adanya kenyataan bahwa para anggota
bersaing untuk mendapatkan sumber daya organisasi yang terbatas, bertambahnya
beban kerja, aliran tugas kurang dimengerti bawahan, kesalahan komunikasi dan
adanya perbedaan status, tujuan, persepsi (Handoko, T. H., 1992).
26
Champbell, R. F. (1988) mengidentifikasi sumber-sumber terjadinya
konflik dikarenakan adanya pengawasan yang terlalu ketat terhadap karyawan,
persaingan untuk memperebutkan sumber-sumber organisasi yang terbatas,
perbedaan nilai, perbedaan keyakinan (belief), dan persaingan antar kelompok
atau bagian (parties).
Konflik terjadi dikarenakan berbagai sebab dan alasan, Aldag, R. J. dan
Stearns, T. M. (1987) mengidentifikasi sumber-sumber konflik yaitu meliputi :
task independence, goal incompatibility, differentiation of values and point of
view, uncertainly (the shifting of the task scope), and reward system. Pendapat
yang hampir sama dikemukakan oleh Robbins, S. P. (1990) bahwa konflik
organisasi
disebabkan
oleh
adanya
saling
ketergantungan
pekerjaan,
ketergantungan pekerjaan satu arah, diferensiasi horizontal yang tinggi,
formalisasi yang rendah, perbedaan criteria evaluasi dan sistem imbalan.
Konflik merupakan peristiwa yang menyangkut manusia dan perilakunya,
sebab manusia mempunyai perbedaan latar belakang pendidikan, kemampuan,
motivasi, kemampuan, minat, dan lingkungan baik secara individu maupun
kelompok. Manusia tidak dapat melepaskan diri dari berbagai gejala dan
kepentingan seperti kebutuhan akan penghargaan, sistem nilai yang tidak sama,
minat dan ambisi. Pemahaman terhadap gejala ataupun keadaan yang
menyebabkan terjadinya konflik dapat dijadikan bahan pertimbangan oleh para
pimpinan ataupun manajer dalam menjaga kelangsungan organisasi. Munculnya
berbagai konflik merupakan dinamika dan perkembangan organisasi, karena itu
pimpinan perlu memahami beberapa sebab yang dapat menimbulkan konflik dan
mencermati konflik sebagai suatu kejadian yang tidak dapat dipisahkan dari
27
persoalan organisasi. Maka dari itu tugas pimpinan adalah mengelola konflik agar
dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan performance kerja dan mengarahkan
konflik agar tetap berdampak positif bagi kemajuan organisasi.
2.3.3 Pendekatan Manajemen Konflik
Salah satu persoalan yang sering muncul selama berlangsungnya
perubahan di dalam organisasi adalah adanya konflik antar anggota atau antar
kelompok. Konflik tidak hanya harus diterima dan dikelola dengan baik, tetapi
juga harus didorong karena konflik merupakan kekuatan untuk mendatangkan
perubahan dan kemajuan dalam lembaga (Hardjana, 1994). Konflik antar orang di
dalam organisasi tak dapat dielakkan tetapi dapat dimanfaatkan kea rah produktif
bila dikelola secara baik (Cummings, 1980). Demikian pula Edelman, R. J. (1997)
menegaskan bahwa jika konflik dikelola secara sistematis dapat berdampak positif
yaitu
memperkuat
hubungan
kerjasama,
meningkatkan
kepercayaan,
mempertinggi kreativitas dan produktivitas dan meningkatkan kepuasan kerja.
Akan tetapi sebaliknya manajemen konflik yang tidak efektif dengan cara
menerapkan sangsi yang berat bagi penentang, dan berusaha menekan bawahan
yang menentang kebijakan sehingga iklim organisasi semakin buruk dan
meningkatkan sifat ingin merusak (Owens, R. G., 1991).
Konflik antar individu atau antar kelompok dapat menguntungkan atau
merugikan bagi kelangsungan organisasi. Maka dari itu pimpinan organisasi
dituntut memiliki kemampuan tentang manajemen konflik dan memanfaatkan
konflik untuk meningkatkan kinerja dan produktivitas organisasi. Berikut
beberapa pengertian manajemen konflik menurut para ahli :
28
•
Hardjaka (1994) mengemukakan bahwa manajemen konflik adalah cara
yang dilakukan oleh pimpinan pada saat menanggapi konflik.
•
Hendricks, W. (1992) mengatakan manajemen konflik adalah cara yang
dilakukan pimpinan dalam menaksir atau memperhitungkan konflik.
•
Criblin, J. (1982) mengartikan manajemen konflik merupakan teknik yang
dilakukan pimpinan organisasi untuk mengatur konflik dengan cara
menentukan peraturan dasar dalam bersaing.
•
Tosi, H. L. (1990) berpendapat bahwa, “concflict management mean that a
manager takes an active role in addressing conflict situations and
intervenes if needed.”
Manajemen konflik dalam organisasi menjadi tanggung jawab pimpinan
baik manajer tingkat lini (supervisor), manajer tingkat menengah (middle
manager), dan manajer tingkat atas (top manager), makan diperlukan peran aktif
untuk mengarahkan situasi konflik agar tetap produktif. Manajemen konflik yang
efektif dapat mencapai tingkat konflik yang optimal yaitu menumbuhkan
kreativitas anggota, menciptakan inovasi, mendorong perubahan, dan bersikap
kritis terhadap perkembangan lingkungan.
Tujuan manajemen konflik untuk mencapai kinerja yang optimal dengan
cara memelihara konflik tetap fungsional dan meminimalkan akibat konflik yang
merugikan (Walton, R. E.,1987). Selanjutnya manajemen konflik berguna dalam
mencapai tujuan yang diperjuangkan dan menjaga hubungan pihak-pihak yang
terlibat konflik tetap baik (Hardjana,1994). Mengingat kegagalan dalam
mengelola konflik dapat menghambat pencapaian tujuan organisasi, maka
29
pemilihan terhadap teknik pengendalian konflik menjadi perhatian pimpinan
organisasi. Tidak ada teknik pengendalian konflik yang dapat digunakan dalam
segal situasi, karena setiap pendekatan mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Gibson, J. (1996) mengatakan bahwa memilih resolusi konflik yang cocok
tergantung pada faktor-faktor penyebabnya., dan penerapan manajemen konflik
secara tepat dapat meningkatkan kreativitas dan produktivitas bagi pihak yang
mengalaminya.
Menurut Handoko (1992) secara umum terdapat tiga cara dalam menghapi
konflik yaitu :
•
Stimulasi konflik
Stimulasi konflik diperlukan apabila satua-satuan kerja di dalam organisasi
terlalu lambat dalam melaksanakan pekerjaan karena tingkat konflik
rendah. Situasi konflik terlalu rendah akan menyebabkan para karyawan
takut berinisiatif akhirnya menjadi pasif. Perilaku dan peluang yang dapat
mengarahkan individu atau kelompok untuk bekerja lebih baik diabaikan,
anggota kelompok saling bertoleransi terhadap kelemahan dan kejelekan
pelaksanaan pekerjaan. Pimpinan organisasi perlu merangsang timbulnya
persaingan dan konflik yang dapat mempunyai dampak peningkatan
kinerja anggota organisasi.
•
Pengurangan atau penekanan konflik
Pengurangan atau penekanan konflik, manajer yang mempunyai
pandangan tradisional berusaha menekan konflik sekecil-kecilnya dan
30
bahkan berusaha meniadakan konflik daripada menstimulasi konflik.
Strategi pengurangan konflik berusaha meminimalkan kejadian konflik
tetapi tidak menyentuh masalah-masalah yang menimbulkan konflik.
•
Penyelesaian konflik
Penyelesaian konflik berkenaan dengan kegiatan-kegiatan pimpinan
organisasi yang dapat mempengaruhi secara langsung pihak-pihak yang
bertentangan.
Demikian halnya Winardi (1994) berpendapat bahwa manajemen konflik meliputi
kegiatan-kegiatan seperti :
•
Menstimulasi konflik
Stimulasi konflik diperlukan pada saat unit-unit kerja mengalami
penurunan produktivitas atau terdapat kelompok-kelompok yang belum
memenuhi standar kerja yang ditetapkan. metode yang dilakukan dalam
menstimulasi konflik yaitu : (a) memasukkan anggota yang memiliki
sikap, perilaku serta pandangan yang berbeda dengan norma-norma yang
berlaku, (b) merestrukturisasi organisasi terutama rotasi jabatan dan
pembagian tugas baru, (c) menyampaikan informasi yang bertentangan
dengan kebiasaan yang dialami, (d) meningkatkan persaingan dengan cara
menawarkan insentif, promosi jabatan atau penghargaan lainnya, (e)
memilih pimpinan baru yang lebih demokratis.
•
Mengurangi atau menekan konflik
31
Tindakan mengurangi konflik dilakukan apabila tingkat konflik tinggi dan
menjurus pada tindakan destruktif disertai penurunan produktivitas kerja
di
tiap
unit/bagian.
Metode
pengurangan
konflik
dengan
jalan
mensubstitusi tujuan-tujuan yang dapat diterima oleh kelompok-kelompok
yang sedang konflik, menghadapkan tantangan baru kepada kedua belah
pihak agar dihadapi secara bersama dan memberikan tugas yang harus
dikerjakan bersama sehingga timbul sikap persahabatan antara anggota
kelompok.
•
Menyelesaikan konflik
Penyelesaian konflik merupakan tindakan yang dilakukan pimpinan
organisasi dalam menghadapi pihak-pihak yang sedang konflik. Metode
penyelesaian konflik yang paling banyak digunakan adalah dominasi,
kompromis, dan pemecahan problem secara integratif.
Terdapat persamaan antara 2 pendapat ahli diatas dalam menghadapi
konflik. Diantaranya stimulasi konflik yang mana dibutuhkan pada saat karyawan
mengalami penurunan produktivitas atau terlalu lambat dalam melaksanakan
pekerjaannya dikarenakan tingkat konflik yang ada di organisasi out rendah,
selanjutnya tindakan mengurangi atau menekan konflik yang dilakukan apabila
tingkat konflik tinggi dan pimpinan berusaha untuk meniadakan konflik tersebut.
Yang terakhir adalah menyelesaikan konflik dimana pimpinan langsung turun
tangan untuk menghadapi pihak yang sedang berkonflik.
32
2.3.4 Cara Menanggapi Konflik
Setiap pimpinan organisasi berbeda dalam merespon/menanggapi konflik.
Menurut Tosi, H. L. (1990) terdapat lima macam cara orang menanggapi konflik
yaitu :
•
Menghindar
Menghindar merupakan salah satu reaksi terhadap konflik yaitu salah satu
atau kedua belah pihak berupaya tidak terlibat dengan masalah-masalah
yang dapat menimbulkan perbedaan atau pertentangan. Sebagian orang
menyukai menghindar dari konflik, pengalaman menyakitkan yang pernah
dialami oleh individu maupun kelompok membuat mereka ingin menarik
diri dari konflik. kecendrungan untuk menghindari konflik dapat juga
didasarkan pada suatu pandangan bahwa konflik dapat merugikan dan
dianggap tidak sopan. Menghindari konflik merupakan tindakan yang
bijaksana ketika isu konflik tidak penting dan dampak negatif lebih besar
daripada manfaat/keuntungannya.
•
Akomodasi
Mengakomodasi berarti mengalah terhadap berbagai kehendak/kemauan
orang lain. Akomodasi dapat berarti memelihara suatu hubungan dengan
pihak lain, atau suatu usaha memadukan orang-orang yang terpisah.
Menyerahkan keputusan kepada pihak lain dirasakan lebih baik daripada
mengambil resiko untuk mengasingkan orang lain.
•
Kompetisi
33
Kompetisi atau persaingan adalah suatu bentuk perjuangan secara damai
yang terjadi apabila dua belah pihak berlomba atau berebut untuk
mencapai suatu tujuan yang sama. Kompetisi dapat bersifat merugikan
apabila perjuangan individu atau kelompok dalam mengejar berbagai
keinginan dengan cara mengorbankan pihak lain.
Menurut Wirawan (2010) indicator yang mempengaruhi kompetisi
tersebut adalah :
•
•
Berdebat dan membantah
•
Berpegang teguh pada pendirian
•
Menilai pendapat dan perasaan diri sendiri dan lawan konflik
•
Menyatakan posisi diri secara jelas
•
Kemampuan memperbesar kekuasaan diri sendiri
•
Kemampuan untuk meperkecil kekuasaan lawan konflik
•
Menggunakan berbagai taktik yang mempengaruhi
Kompromi
Kompromi merupakan reaksi terhadap konflik dengan cara mencari jalan
tengah yang dapat diterima oleh pihak-pihak yang terlibat. Masing-masing
pihak
mengurangi
tuntutannya
agar
tercapai
suatu
penyelesaian
perselisihan. Sikap yang diperlukan agar dapat melaksanakan kompromi
adalah salah satu pihak bersedia merasakan dan mengerti keadaan pihak
lain. Kedua kubu tidak ada yang menang atau kalah, masing-masing
member kelonggaran atau konsesi.
34
Menurut Wirawan (2010) indikator yang mempengaruhi kompromi
tersebut adalah :
•
•
Kemampuan bernegosiasi
•
Mendengarkan dengan baik apa yang dikemukakan lawan konflik
•
Mengevaluasi nilai
•
Menemukan jalan tengah
•
Memberikan konsesi
Bekerjasama
Kolaborasi atau kerja sama adalah kesediaan untuk menerima kebutuhan
pihak lain. Dalam kolaborasi ada peluang untuk memenuhi kepentingan
kedua belah pihak di dalam konflik. Kerja sama/kolaborasi sangat berguna
jika masing-masing pihak yang sedang konflik mempunyai tujuan yang
berbeda dan kompromi tidak mungkin dilakukan.
Menurut Wirawan (2010) indikator yang mempengaruhi kerjasama adalah
•
Mendengarkan dengan baik yang dikemukakan lawan konflik
•
Kemampuan bernegosiasi
•
Mengidentifikasi pendapat lawan konflik
•
Menganalisis masukan
•
Memberikan konsesi
Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Wexley, K. N. dan Yukl,
G. A. (1992) menyatakan bahwa ada tiga cara yang ditempuh individu atau
kelompok yang terlibat konflik dalam memberikan tanggapan yaitu :
35
•
Penarikan diri
Penarikan diri merupakan salah satu reaksi terhadap konflik yaitu salah
satu atau kedua pihak menarik diri dari pergaulan. Saling menghindarkan
dapat merupakan cara yang efektif untuk mengatasi konflik jika kedua
pihak dalam menjalankan tugas organisasi tidak saling terkait. Namun
apabila keduanya memiliki keterkaitan dalam pekerjaan dan mempunyai
peran saling tergantung dan menuntut koordinasi, maka teknik ini dapat
merusak pelaksanaan tugas dan bahkan merintangi pencapaian tujuan
organisasi.
•
Perdamaian
Taktik perdamaian dilakukan sebagai usaha salah satu pihak untuk
mengembangkan
hubungan
dengan
pihak
lawannya
dengan
menghindarkan masalah-masalah yang menjadi sumber pertentangan.
Bujukan (persuation) adalah suatu usaha untuk membujuk pihak lain
untuk mengubah posisinya. Keberhasilan persuasi ditentukan oleh
kemampuan orang yang memberikan ajakan secara persuasif dan kemauan
pihak lain untuk mempertimbangkan informasi faktual yang relevan
dengan masalah yang dipertentangkan.
•
Tawar menawar
Tawar menawar (bargaining) merupakan proses pertukaran persetujuan
bagi pihak-pihak yang berkonflik dengan maksud mencapai keuntungan
yang memadai bagi pemenuhan aspirasi minimal yang diperjuangkan.
36
Selanjutnya dalam pemecahan masalah terpadu kedua belah pihak
menyadari bahwa konflik yang terjadi merupakan masalah bersama untuk
dicari penyelesaian secara memuaskan.
Pada dasarnya semua cara dalam menanggapi konflik mempunyai tujuan
yang sama yaitu agar konflik tersebut dapat terselesaikan dengan baik dan pihakpihak yang berkonflik dapat terjaga hubungannya.
Cara menanggapi konflik
diatas dimaksudkan agar salah satu pihak yang sedang terlibat konflik tidak
mengalami kerugian. Sehingga dapat dicapai suatu keputusan baru yang dapat
menjadi suatu pembelajaran agar konflik tersebut tidak terulang dan dapat
dikelola dengan baik sesuai dengan kebutuhan dan jenis konflik tersebut. Tidak
ada satu pun cara yang dianggap paling ampuh dalam menanggapi konflik, caracara diatas digunakan sesuai dengan tipe konflik yang sedang berlangsung.
Bila pihak-pihak yang terlibat konflik tidak mempunyai keinginan
berunding dan masing-masing bersikeras dengan pendapat dan pendiriannya,
maka penyelesaian konflik mencapai jalan buntu. Keadaan demikian diperlukan
campur tangan pihak ketiga yang banyak mengetahui permasalahan dan
mempunyai kredibilitas dalam mengelola konflik. Campbell, R. F. dan Soekanto,
S. (1983) membagi tipe-tipe utama dari campur tangan pihak ketiga yaitu :
•
Arbitrasi
Arbitrasi adalah suatu prosedur dimana pihak ketiga mendengarkan kedua
pihak yang konflik dan bertindak sebagai seorang hakim dalam
menentukan penyelesaian yang mengikat. Pihak ketiga dalam arbitrasi
biasanya atasan dari piha-pihak yang berkonflik.
37
•
Mediasi
Mediasi (mediation) yaitu pihak ketiga yang ditunjuk atau diterima secara
sukarela oleh kedua pihak yang berselisih. Kedudukan mediator hanya
sebatas sebagai penasehat dan tidak berwenang member keputusan.
•
Konsultasi proses
Konsultasi proses antar pihak adalah suatu bentuk campur tangan pihak
ketiga
untuk
mengembangkan
hubungan
antara
dua
pihak
dan
mengembangkan kapasitas mereka sendiri dalam menyelesaikan konflik
secara efektif pada masa mendatang.
Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Edelman, R. J. (1993)
bahwa apabila konflik berkepanjangan dan sulit dicari pemecahannya maka ada
baiknya menggunakan mediator sebagai penengah. Lebih lanjut Edelman
mengatakan, tujuan digunakannya penengah adalah untuk membantu kedua belah
pihak mencapai kesepakatan yang sama-sama memuaskan.
Maka dapat disimpulkan bahwa mediator adalah pihak ketiga yang dirasa
paling cocok dalam campur tangan pihak ketiga dibandingkan dengan arbitrasi
maupun yang lainnya. Walaupun mediator tidak dibenarkan memaksa kedua belah
pihak dalam menyelesaikan perselisihan, sebab penyelesaian yang dipaksakan
tidak akan mencapai sasaran dan tidak dapat menjaga kerjasama jangka panjang.
Mediator berperan mendorong terjadinya kesepakatan yang mengarah pada
pemecahan masalah ke arah yang menguntungkan kedua belah pihak. Satu hal
yang perlu diperhatikan bahwa kedudukan pihak ketiga sebagai penengah harus
38
tetap netral, tidak memihak, tidak bias. Apabila pihak ketiga merupakan atasan
dari pihak yang sedang konflik, maka harus berani mengambil tindakan untuk
menyelamatkan kepentingan yang lebih besar jika konflik merintangi dan
menghambat kinerja organisasi dalam mencapai sasaran.
2.4 Motivasi Kerja
Istilah-istilah untuk menghindari kekurangtepatan penggunaan istilah
“motivasi” ini, perlu kiranya dikemukakan pendapat Manullang tentang adanya
istilah-istilah yang mirip dan sering dikacaukan tentang motivasi tersebut sebagai
berikut: (a) motif, (b) motivasi, (c) motivasi kerja, (d) incentive. Sedangkan
istilah-istilah lain dari berbagai sumber, motivasi kerja juga bisa disebut
motivating, motivation dan motive (Martoyo,1987).
Pengertian motivasi kerja menurut para ahli adalah sebagai berikut :
•
H. Haynes dan J. L. Massi mengatakan bahwa “motive” adalah
:“something within individual which incites him to action.”
•
Carl Heyel memberikan defenisi motivation sebagai berikut: “motivation
refers to the degree of readyness of an organism to pursue some
designated goal and implier the determination of the nature and locus of
the foreces inducing the degree of readyness.”
•
The Liang Gie berpendapat bahwa motivating adalah pekerjaan yang
dilakukan oleh seseorang manajer dalam memberikan inspirasi, semangat
dan dorongan kepada orang lain, dalam hal ini karyawannya, untuk
mengambil tindakan-tindakan.
39
•
Chung dan Megginson menyatakan bahwa motivasi dirumuskan sebagai
perilaku yang ditujukan pada sasaran. Motivasi berkaitan dengan yang
dilakukan seseorang dalam mengejar suatu tujuan, motivasi berkaitan erat
dengan kepuasan pekerja dan performasi pekerjaan.
Beberapa persamaan dari pendapat para ahli diatas yaitu memberikan
motivasi dan semangat serta untuk mencapai kepuasan kerja. Dengan berbagai
defenisi dari para ahli bisa disimpulkan bahwa motivasi kerja adalah suatu
pemberian dorongan dan semangat yang diberikan oleh manajernya agar
karyawan nya lebih giat dalam bekerja dalam mewujudkan suatu tujuan di dalam
organisasi yang ditunjukkan oleh kepuasan serta kinerja dari karyawan tersebut.
2.4.1 Faktor – faktor Motivasi Kerja
Faktor-faktor motivasi kerja itu merupakan hal yang sulit dalam
prakteknya karena selain melibatkan faktor individual juga melibatkan faktorfaktor organisasional. Faktor-faktor yang bersifat individual itu seperti contoh
tujuan, sikap, kemampuan, dan kebutuhan sedangkan faktor-faktor organisasional
itu seperti pujian, pengawasan, pembayaran, dan pekerjaan itu sendiri.
Ada 3 variabel utama dalam menjelaskan perilaku pekerja yaitu (Gomes, 1995) :
•
Employee Needs. Seorang pekerja mempunyai sejumlah kebutuhan
yang hendak dipenuhi, yang berkisar pada: (a) eksistence, (b)
relatedness, (c)growth. Ini semua merupakan stimuli internal yang
menyebabkan perilaku
40
•
Organizational incentives. Organisasi mempunyai sejumlah rewards
untuk
memenuhi
mencakup:
(a)
kebutuhan-kebutuhan
substantive
rewards,
pekerja.
(b)
Rewards
interactive
ini
rewards,
(c)intrinsic rewards. Faktor-faktor organisasi ini berpengaruh terhadap
arah dari perilaku pekerja
•
Perceptual outcomes. Pekerja biasanya mempunyai sejumlah persepsi
mengenai: (a) nilai dari rewards organisasi, (b) hubungan antara
performasi dengan rewards, (c) kemungkinan yang bisa dihasilkan
melalui usaha-usaha mereka dalam performasi kerjanya
2.4.2 Teori Motivasi Maslow
Teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow; yaitu hirarki lima kebutuhan
dengan tiap kebutuhan secara berurutan dipenuhi, maka kebutuhan berikutnya
akan menjadi dominan. Menurut Lussier (1996) kebutuhan manusia oleh Maslow
(1996) diklasifikasikan atas lima tingkat sebagai berikut :
a. Psysiological needs (kebutuhan fisiologis) merupakan hierarki kebutuhan
paling dasar yang merupakan kebutuhan untuk dapat hidup seperti makan, tempat
tinggal, dan pakaian yang dapat dipenuhi dengan gaji yang diterima. Keinginan
untuk memenuhi kebutuhan ini merangsang seseorang berprilaku atau bekerja
dengan giat.
b. Security and safety needs (kebutuhan keamanan dan keselamatan kerja) adalah
kebutuhan akan kebebasan dari ancaman yakni merasa aman dari ancaman
kecelakaan dan keselamatan dalam melaksanakan pekerjaan. Kebutuhan ini
meliputi keamanan, keselamatan kerja, dan kelangsungan pekerjaan serta jaminan
41
hari tua. Pentingnya memuaskan kebutuhan-kebutuhan ini jelas terlihat pada
organisasi modern, tempat pemimpin organisasi selalu mengutamakan keamanan
dengan mengunakan alat-alat canggih atau pengawalan.
c. Social needs (kebutuhan sosial) yaitu kebutuhan persahabatan, affiliasi, dan
interaksi yang lebih erat dengan orang lain. Karena manusia adalah makhluk
social, sudah jelas ia mempunyai kebutuhan-kebutuhan sosial.
d. Esteem needs (kebutuhan penghargaan) adalah kebutuhan akan penghargaan
diri dan pengakuan serta penghargaan prestise dari karyawan dan masyarakat
lingkungannya. Idealnya prestise timbul karena adanya prestasi, tapi tidak
selamanya demikian. Akan tetapi perlu juga diperhatikan oleh pimpinan bahwa
semakin tinggi kedudukan seseorang dalam masyarakat atau posisi seseorang
dalam organisasi, maka semakin tinggi pula prestisenya. Prestise dan status
dimanifestasikan oleh banyak hal yang digunakan sebagai simbol status itu.
e. Self actualization needs (kebutuhan aktualisasi diri) adalah kebutuhan akan
aktualisasi diri dengan menggunakan kemampuan, ketrampilan dan potensi
optimal, untuk mencapai prestasi kerja yang sangat memuaskan / luar biasa.
Kebutuhan ini merupakan realisasi lengkap potensi seseorang secara penuh.
Keinginan seseorang untuk mencapai kebutuhan sepenuhnya dapat berbeda satu
dengan lainnya.
2.5 Pengertian Kinerja
Kinerja atau performance dapat didefinisikan sebagai tingkat pencapaian
hasil atau “the accomplishment” dengan kata lain kinerja merupakan tingkat
pencapaian tujuan organisasi. Kinerja mempunyai makna lebih luas bukan hanya
42
menyatakan sebagai hasil kerja, tetapi juga bagaimana proses kerja berlangsung
(Wibowo,2007). Ia juga mengatakan bahwa kinerja adalah tentang melakukan
pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut, dan bagaimana cara
mengerjakannya. Berikut ada beberapa pengertian kinerja menurut para ahli :
•
Amstrong dan Baron (1998) mengemukakan bahwa kinerja merupakan
hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis
organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan kontribusi ekonomi.
•
Bernardin dan Russel (1998) kinerja dapat diartikan sebagai berikut,
“performance is defined as the record of outcomes produces on a specified
job function or activity during a time period.”
•
Ilgen dan Schneider (2002) mengatakan bahwa “performance is what the
person or system does.”
•
Mohrman (2002) mendefinisikan kinerja sebagai, “a performance consist
of a performer engaging in behavior in a situation to achieve results.”
Persamaan dari pendapat para ahli diatas yaitu performance dan tujuan yang
strategis dari organisasi. Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan
bahwa kinerja adalah sebuah hasil dari suatu proses pekerjaan yang dilakukan
oleh seseorang dalam kurun waktu tertentu. Hasil pekerjaan itu berhubungan erat
dengan hasil akhir, tujuan organisasi, dan secara tidak langsung mempengaruhi
kepuasan pelanggan. Kinerja juga berhubungan dengan apa yang dilakukan
seseorang serta bagaimana sistem kerja itu dilakukan.
2.5.1 Manajemen Kinerja
43
Terdapat beberapa pandangan pakar tentang pengertian manajemen kinerja yaitu
sebagai berikut :
•
Bacal (1994) memandang manajemen kinerja sebagai proses komunikasi
yang dilakukan secara proses komunikasi yang dilakukan secara terusmenerus dalam kemitraan antara karyawan dengan atasan langsung. Proses
komunikasi ini meliputi kegiatan membangun harapan yang jelas serta
pemahaman mengenai pekerjaan yang akan dilakukan.
•
Berbeda dengan Bacal yang menekankan pada proses komunikasi,
Amstrong (2004) lebih melihat manajemen kinerja sebagai sarana untuk
mendapatkan hasil yang lebih baik dari organisasi, tim, dan individu
dengan cara memahami dan mengelola kinerja dalam suatu kerangka
tujuan, standar, dan persyaratan-persyaratan atribut yang disepakati.
•
Amstrong dan Baron (1998) berpandangan bahwa manajemen kinerja
adalah pendekatan strategis dan terpadu untuk menyampaikan sukses
berkelanjutan pada organisasi dengan memperbaiki kinerja karyawan yang
bekerja didalamnya dan dengan mengembangkan kapabilitas tim dan
contributor individu.
•
Fletcher (1998) menyatakan bahwa manajemen kinerja berkaitan dengan
pendekatan menciptakan visi bersama tentang maksud dan tujuan
organisasi, membantu karyawan memahami, mengenal bagiannya dalam
memberikan kontribusi dan dalam melakukannya, mengelola dan
meningkatkan kinerja baik individu maupun organisasi.
44
•
Costello (1994) menyatakan bahwa manajemen kinerja merupakan dasar
dan kekuatan pendorong yang berada di belakang semua keputusan
organisasi, usaha kerja, dan alokasi sumber daya.
Persamaan yang dapat disimpulkan nyaitu sebagai proses komunikasi,
memperbaiki dan mengelola kinerja karyawan serta pencapaian tujuan organisasi.
Dengan memperhatikan pandangan para pakar diatas dapat dirumuskan bahwa
pada dasarnya manajemen kinerja merupakan gaya manajemen dalam mengelola
sumber daya yang berorientasi pada kinerja yang melakukan proses komunikasi
secara terbuka dan berkelanjutan dengan menciptakan visi bersama dan
pendekatan strategis serta terpadu sebagai kekuatan pendorong untuk mencapai
tujuan organisasi.
Manajemen kinerja mendukung tujuan menyeluruh organisasi dengan
mengaitkan pekerjaan dari setiap pekerja dan manajer pada misi keseluruhan dari
unit kerjanya. Seberapa baik kita mengelola kinerja bawahan akan secara
langsung memengaruhi tidak hanya kinerja masing-masing pekerja secara individ
dan unit kerjanya tapi juga unit kerja seluruh organisasi (Costello, 1994).
2.5.2 Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Hersey, Blanchard dan Johnson (1996) menengarai bahwa kebanyakan
manajer sangat efektif dalam mengungkapkan tentang apa yang menjadi masalah
dalam kinerja. Akan tetapi pada umumnya lemah dalam mengetahui tentang
45
bagaimana masalah tersebut terjadi. Pendapat lain tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja antara lain dikemukakan Amstrong dan Baron (1998) yaitu
•
Personal factors, ditunjukkan oleh tingkat ketrampilan kompetensi yang
dimiliki, motivasi, dan komitmen individu.
•
Leadership factors, ditentukan oleh kualitas dorongan, bimbingan, dan
dukungan yang dilakukan manajer dan team leader.
•
Team factors, ditunjukkan oleh kualitas dukungan yang diberikan oleh
rekan sekerja.
•
System factors, ditunjukkan oleh adanya sistem kerja dan fasilitas yang
diberikan organisasi.
•
Contextual/situational factors, ditunjukkan oleh tingginya tingkat tekanan
dan perubahan lingkungan internal dan eksternal.
Selain itu, John W. Atkinson mengindikasikan bahwa kinerja merupakan
fungsi motivasi dan kemampuan. Lyman Porter dan Edward Lawler berpendapat
bahwa kinerja merupakan fungsi dari keinginan melakukan pekerjaan,
ketrampilan yang perlu untuk menyelesaikan tugas, pemahaman yang jelas atas
apa yang dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Sementara itu Jay Lorsch
dan Paul Laurence menggunakan pemahaman bahwa kinerja adalah fungsi atribut
individu, organisasi, lingkungan.
Berdasarkan pendapat di atas dapat dirumuskan tujuh faktor kinerja yang
mempengaruhi
kinerja
yaitu
:
Ability
(knowledge
dan
skill),
Clarity
(understanding), Help (organizational support), Incentive (motivation atau
46
willingness), Evaluation (coaching dan performance feedback), Validity (valid
dan legal personnel practices), Environment (environmental fit).
Pelaksanaan kinerja akan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik
yang bersumber dari pekerja sendiri maupun yang bersumber dari organisasi. Dari
pekerja sangat dipengaruhi oleh kemampuan atau kompetensinya. Sementara itu
dari segi organisasi dipengaruhi oleh seberapa baik pemimpin memberdayakan
pekerjanya; bagaimana mereka memberikan penghargaan pada pekerja; dan
bagaimana mereka membantu meningkatkan kemampuan kinerja pekerja.
2.5.3 Pengukuran Kinerja
Pengukuran terhadap kinerja perlu dilakukan untuk mengetahui apakah
selama pelaksanaan kinerja terdapat deviasi dari rencana yang telah ditentukan,
atau apakah kinerja dapat dilakukan sesuai jadwal waktu yang ditentukan, atau
apakah hasil kinerja telah tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Pengukuran
kinerja yang tepat dapat dilakukan dengan cara (Kinicki, 2001) :
•
Memastikan bahwa persyaratan yang diinginkan pelanggan telah terpenuhi
•
Mengusahakan standar kinerja untuk menciptakan perbandingan
•
Menetapkan arti penting masalah kualitas dan menentukan apa yang perlu
diperhatikan
•
Menghindari konsekuensi dari rendahnya kualitas
•
Mengusahakan umpan balik untuk mendorong usaha perbaikan
47
Untuk melakukan pengukuran tersebut diperlukan kemampuan untuk
mengukur kinerja sehingga diperlukan adanya ukuran kinerja. Pengukuran kinerja
hanya dapat dilakukan terhadap kinerja yang nyata dan terukur. Untuk dapat
memperbaiki kinerja, perlu diketahui seperti apa kinerja saat ini, dan apabila
deviasi kinerja dapat diukur maka kinerja tersebut dapat diperbaiki.
2.5.4 Evaluasi Kinerja
Suatu proses kinerja, apabila telah selesai dilaksanakan akan memberikan
hasil kinerja atau prestasi kerja. Evaluasi kinerja dilakukan untuk memberi
penilaian terhadap hasil kerja atau prestasi kerja yang diperoleh organisasi, tim,
atau individu. Evaluasi kinerja akan memberikan umpan balik terhadap tujuan dan
sasaran kinerja, perencanaan dan proses pelaksanaan kinerja (Maddux, 2000).
Berikut ada beberapa pengertian evaluasi kinerja menurut para ahli :
•
Kreitner dan Kinicki (2001) menyatakan bahwa evaluasi kinerja
merupakan pendapat yang bersifat evaluatif atas sifat, perilaku seseorang
atau prestasi sebagai dasar pengambilan kepututsan dan rencana
pengembangan personil.
•
Newstrom dan Davis (1997) memandang evaluasi kinerja sebagai suatu
proses mengevaluasi kinerja pekerja, membagi informasi dengan mereka,
dan mencari cara memperbaiki kinerjanya.
•
Greenberg dan Baron (2003) mengatakan evaluasi kinerja dapat
dipergunakan untuk sejumlah kepentingan organisasi, manajemen
menggunakan evaluasi untuk mengambil keputusan tentang sumber daya
48
manusia. Ia juga mengatakan bahwa evaluasi memberikan masukan untuk
keputusan penting seperti promosi, mutasi dan pemberhentian.
Evaluasi mengidentifikasikan kebutuhan pelatihan dan pengembangan, evaluasi
menunjukkan ketrampilan dan kompetensi pekerja yang ada sekarang ini kurang
cukup sehingga dikembangkan program. Menurut James. E (2003) efektivitas
pelatihan dan pengembangan dipertimbangkan dengan mengukur seberapa baik
pekerja yang berpartisipasi mengerjakan evaluasi kinerja. Evaluasi memenuhi
kebutuhan umpan balik bagi pekerja tentang bagaimana pandangan organisasi
terhadap kinerjanya. Selanjutnya, evaluasi kinerja dipergunakan sebagai dasar
untuk mengalokasi reward.
49
2.6 Kerangka Pemikiran
Berikut merupakan gambar kerangka pemikiran yang diajukan :
fgfhhish
Pemberdayaan Karyawan (X1) :
•
•
•
Manajemen Konflik (X2) :
•
•
•
Pemberian peran
Bentuk kelompok kerja
Pemberian wewenang
Motivasi Karyawan (Y) :
•
•
Direct
Indirect
Kinerja Karyawan (Z) :
•
•
•
•
Quality
Quantity
Time utility
Interpersonal impact
50
Perbedaan pendapat
Perbedaan tujuan
Ketidaksepakatan terhadap
alokasi sumber daya yang langka
Download