Berita Inderaja 6.qxp - Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh

advertisement
Dari Meja Redaksi:
Assalamu’alaikum Wr Wb,
elamat berjumpa kembali dengan
Berita Inderaja Vol.III No.6. Edisi
kali ini menyajikan tema yang
menarik untuk diketahui bersama. Berbagai tema pada Topik Inderaja antara lain
tentang pengelolaan ruang tingkat kecamatan dan kelurahan di Kota Parepare dengan memanfaatkan citra Ikonos. Juga tema
tentang penentuan nilai komponen hidrologi DAS Citarum, disini antara lain dijelaskan tentang perubahan penggunaan
lahan dapat menyebabkan perubahan nilai
komponen hidrologi.
Pada Aktualita Inderaja antara lain
berisi perkembangan teknologi inderaja
ALOS yang mampu menghasilkan citra
tiga dimensi berkualitas tinggi yang akan
melengkapi pasar inderaja dewasa
ini.Selain itu disampaikan pula sebuah tema yang terkait dengan ketahanan pangan
yang mampu untuk merencanakan pengolahan lahan sawah secara efisien. Informasi
produk inderaja menampilkan produk data
Landsat –7SLC OFF serta distribusinya.
Selain itu beberapa poster ikut melengkapi
isi majalah kita.
Artikel yang dimuat Berita Inderaja kali ini tidak hanya
karya penulis internal LAPAN melainkan juga memuat karya
tulis pembaca dari luar LAPAN , yakni Sdr. Soni dkk dengan
tema Penentuan Komponen Hidrologi Menggunakan Data
Spasial dan Sdr. Gatot Irianto dkk. dengan tema Sistem Informasi Ketahanan Pangan Sebagai Alat Bantu Pengambilan
Keputusan. Munculnya penulis dari luar LAPAN sudah barang
tentu diharapkan akan meningkatkan mutu majalah kita, karena tampilnya disiplin inderaja yang berbeda dengan tampilan
sebelumnya. Semakin banyak ragam tampilan disiplin inderaja
S
yang dimuat semakin tinggi mutu majalah ini. Oleh karena itu
dewan redaksi mengharapkan para pembaca untuk memberikan
kontribusi untuk meramaikan terbitan Berita Inderaja di masa
yang akan datang. Bilamana pembaca membutuhkan data inderaja, Pusdata-LAPAN siap membantu. Akhirnya, bilamana para
pembaca membutuhkan data inderaja, Pusdata LAPAN siap
membantu.
Terima kasih atas perhatiannya dan Selamat Membaca.
Wassalam,
Redaksi
BERITA INDERAJA, Volume III No. 6, Desember 2004, ISSN 1412-4564
Diterbitkan oleh: Bidang Penyajian Data, Pusat Data Penginderaan Jauh, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
Pelindung: Kepala LAPAN Deputi Bidang Penginderaan Jauh Penanggung Jawab: Kepala Pusat Data Penginderaan Jauh
Pimpinan Redaksi: Drs. Mulyadi Kusumowidagdo, APU. Wakil Pimpinan Redaksi: Drs. M. Natsir, MT Staf Redaksi:
Dra. Fitri Zainuddin, Dra. Munyati, Drs. Indra Felly, Yudho Dewanto, ST, Ir. Leo Kamilus Rijadi, Fadila Muchsin, ST.
Staf Sekretariat: Mas Intenisal Said, BA, Kaslan, Susetyaningsih, Parwoto, M Djumadi, Liberson Pakpahan,
Wiwi Diyarti. Alamat Redaksi: Bidang Penyajian Data, Pusat Data Penginderaan Jauh LAPAN, Jl. Lapan No. 70 Jakarta 13710,
Telp.: (021) 8717715, 8710786, 8721870. Fax.: (021) 8717715 Website: http://www.lapanrs.com. Email: [email protected]
Majalah ini diterbitkan untuk pengguna data satelit penginderaan jauh LAPAN. Redaksi menerima tulisan, saran, dan kritik dari
para pembaca. Naskah mohon di tik satu spasi dan bila ada gambar dalam format (.gif/.tiff).
Frekuensi terbit: 2 kali setahun.
BERITA INDERAJA Volume III, NO. 6, Desember 2004
3
Surat Pembaca
Usul Penerbitan Dan Topik
Frekwensi penerbitan mungkin sebaiknya ditambah menjadi empat kali setahun. Untuk topik sekiranya setiap penerbitan diambil dua atau tiga kota
di Indonesia.
Ir. A. M. Jen.Syarif Rifai
Ka. Bappekab TakalarSulawesi Selatan
Untuk saat ini majalah Berita Inderaja diterbitkan
dua kali setahun. Pada edisi ini kami menyajikan
artikel yang berkaitan dengan pengelolaan ruang
kecamatan dan kelurahan di kota Parepare. Kami
upayakan untuk menampilkan kota-kota lainnya di
Indonesia pada edisi-edisi mendatang. Terima kasih
atas usulannya.
*****
Ingin Lebih Mengenal Teknologi
Inderaja Dan Pengiriman Majalah
DAFTAR ISI
ke Redaksi. Majalah volume terdahulu selama
persediaan masih ada akan kami kirim.
*****
Pemanfaatan Citra Ikonos
Untuk Membantu
Pengelolaan Ruang Tingkat
Kecamatan Dan Kelurahan
Di Kota Parepare
Provinsi Sulawesi Selatan
Halaman 4
Saran Tampilan Tabel
a. Tampilan tabel tidak proporsional
b. Tampilan gambar dan kertas yang digunakan
sudah baik
Eko Kusratmoko
Ka. Lab. Hidrologi FMIPA
Kampus UI-Depok, Jawa Barat
Kami selalu mencoba untuk menyempurnakan
baik isi maupun penampilan Berita Inderaja, saran
mambangun seperti yang Saudara utarakan selalu
kami tunggu-tunggu dan akan kami upayakan pada
terbitan-terbitan mendatang untuk kesempurnaan
majalah ini.
Terima kasih atas penilaian dan saran Saudara.
Sistem Informasi
Ketahanan Pangan
Sebagai Alat Bantu
Pengambilan
Keputusan
Halaman 33
*****
Mohon kami dapat dikirimi majalah setiap kali
terbit, agar kami dapat lebih mengenal dan bisa
berperan aktif dalam Teknologi Inderaja.
Drs. Harison, M.Si.
Kasi. Verifikasi Pemetaan
DISHIDROS TNI-AL
Jakarta
Kami tunggu peran aktif Saudara berupa kiriman
artikel yang berkaitan dengan inderaja satelit, terima kasih atas perhatiannya.
Insya Allah kami akan kirimkan majalah Berita
Inderaja setiap kali terbit. Jawaban ini sekaligus
menjawab permintaan serupa dari pembaca lain.
Kami informasikan lagi bahwa dalam majalah Berita
Inderaja selalu kami sertakan daftar isian bagi para
pelanggan baru ataupun untuk perubahan alamat.
Untuk itu kami mohon setelah diisi dikirim kembali
4
Pulau-pulau Terluar Melalui Citra
Satelit
Terima kasih atas informasi yang disajikan dalam
Berita inderaja Vol III No. 5 Juli 2004. Sebagai
upaya pemantapan wawasan nusantara. Saran
saya agar Berita Inderaja dapat menampilkan
pulau-pulau terluar wilayah NKRI melalui citra
satelit pada edisi-edisi mendatang.
Drs. Andi Chaerudin, P.
MABES POLRI
Terima kasih atas saran Saudara, pada edisi ini
kami tampilkan peta citra satelit MODIS Indonesia
seutuhnya.
BERITA INDERAJA Volume III, NO. 6, Desember 2004
Dari Meja Redaksi 1
Surat Pembaca 2
Topik Inderaja
Penentuan Nilai Komponen Hidrologi Das
Citarum Menggunakan Data Spasial: 9
Penginderaan Jauh Untuk Pengembangan
Pariwisata Bahari: 20
Aktualita Inderaja
Alos, Satelit Generasi Baru Jepang: 24
Peristiwa dalam Gambar: 38
Informasi Data Inderaja
Produk Dan Distribusi Data Landsat-7 ETM SLC
Off: 40
Poster Inderaja
Kesesuaian Lahan Untuk Hutan Lindung Kecamatan Krayan, Krayan Selatan Dan Lumbis Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Timur: 45
BERITA INDERAJA Volume III, NO. 6, Desember 2004
Analisis Penutup
Lahan dan
Bentuklahan Gunung
Anak Krakatau
Menggunakan Data
MOS dan Landsat
Halaman 28
Citra Gabungan EROS - LANDSAT Kawasan
Agropolitan Kabupaten Agam Provinsi Sumatera
Barat: 46
Peta Citra Satelit Landsat 7 ETM Kabupaten
Halmahera Utara Provinsi Maluku Utara: 47
Informasi Spasial Zona Potensi Pariwisata
Bahari (Diving dan Snorkling) Provinsi Nusa
Tenggara Barat: 48
Keterangan Sampul:
Sampul depan: Peta Citra Satelit Ikonos
Kecamatan Ujung Kota Parepare Provinsi
Sulawesi Selatan.
Sampul belakang
: Peta Citra Satelit Modis
Indonesia.
5
TOPIK INDERAJA
PEMANFAATAN CITRA IKONOS UNTUK MEMBANTU
PENGELOLAAN RUANG TINGKAT KECAMATAN DAN KELURAHAN
DI KOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN
Oleh: Sukentyas Estuti Siwi (Pusdata)
ada awal munculnya citra penginderaan jauh di Indonesia
umumnya memiliki resolusi spasial yang rendah, seperti
yang dimiliki citra Landsat MSS, Thematic Mapper, MOS
MESSR dan SPOT. Citra-citra tersebut hanya sesuai untuk identifikasi objek-objek dalam skala kecil dan bersifat global.
Pada saat ini, telah bermunculan citra penginderaan jauh
beresolusi tinggi seperti EarlyBird (resolusi 3 m), dan
QuickBird (resolusi 1 m/4 m) milik perusahaan Earth Watch
P
Inc.; IRS-Pan (4 m), SPOT-5 (Pan 5 m/multispektral 10 m),
IKONOS (1 m) milik SpaceImaging Inc. Hanya saja kemampuan resolusi spasial yang tinggi belum diimbangi dengan resolusi spektral yang tinggi pula. Padahal dalam penggunaan data
penginderaan jauh, pengguna pada umumnya selalu melihat
tingkat kedetilan resolusi yang disediakan citra yang mencakup:
(a) resolusi spasial, (b) resolusi spektral, (c) resolusi radiometrik
dan (d) resolusi temporal.
Pada tulisan ini dijelaskan manfaat dari citra IKONOS dalam pengelolaan sumber daya alam dengan tingkat ketelitian
rinci. Hal ini sangat bermanfaat bagi pemerintah
kota/kabupaten dan atau perusahaan swasta nasional dalam
mengelola potensi, memetakan sumber daya alam yang ada di
wilayahnya dan atau identifikasi kondisi sumber daya guna
kepentingan manajemen.
Ikonos-2 adalah citra satelit resolusi tinggi yang menggunakan sensor dengan resolusi spasial 1 m panchromatik (PAN)
dan 4 m multispektral (XS), mempunyai kemampuan perekaman ulang antara 2 – 3 hari. Kemampuan resolusi tinggi ini
dapat digunakan untuk pembuatan peta citra/tematik dari suatu
Gambar 1.
Citra Ikonos
Kecamatan Ujung
Kota Parepare
Provinsi Sulawesi
Selatan
6
wilayah dengan sangat detil. Citra Ikonos resolusi spasial 1
(satu) meter memiliki arti ukuran terkecil objek yang masih
dapat terekam oleh sensor dalam satu piksel adalah 1 (satu)
meter sedangkan objek yang berukuran lebih kecil dari 1 (satu)
meter tidak akan terekam dalam satu piksel. Citra satelit beres olusi tinggi ini dapat digunakan untuk pembuatan peta
citra/tematik suatu wilayah.
Peta citra/tematik merupakan salah satu sumber informasi
penting untuk mendukung pengembangan dan pembangunan di
suatu wilayah, seperti untuk penyusunan Rencana Detail Tata
Gambar 2.
Peta Penutup
Lahan Kecamatan
Ujung Kota
Parepare Provinsi
Sulawesi Selatan.
BERITA INDERAJA Volume III, NO. 6, Desember 2004
BERITA INDERAJA Volume III, NO. 6, Desember 2004
7
TOPIK INDERAJA
Gambar 3.
Citra Ikonos
Kelurahan
Mallusetasi
Kecamatan
Ujung Kota
Parepare.
secara umum meliputi unsur-unsur yang perlu digambarkan
dan unsur informasi lain yang harus ditampilkan.
Unsur-unsur yang perlu digambarkan meliputi: (1) Unsur
gedung dan bangunan lainnya (seperti: rumah sakit, tempat
peribadatan, makam, kantor Pemerintah, hotel, sekolahan dan
pertokoan); (2) Unsur perhubungan (seperti: jalan arteri, jalan
kolektor, jalan setapak, jalan kereta api dan stasiun kereta
api/terminal/pelabuhan/bandara); (3) Unsur tumbuh-tumbuhan
(seperti: sawah irigasi/tadah hujan, kebun/perkebunan, hutan,
semak belukar, tegal/ladang, tanah kosong dan lahan reklamasi);
(4) Unsur batas administrasi (seperti: batas negara, batas provinsi, batas kabupaten/kota, dan batas kecamatan); (5) Unsur
perairan (seperti: garis pantai, danau, sungai, dan rawa) dan (6)
Nama-nama geografis meliputi: unsur perairan, seperti samudera, laut, sungai, teluk, selat, danau; unsur rupabumi, seperti
pegunungan/gunung, bukit, pulau/kepulauan; unsur tempat,
seperti ibukota negara, ibukota kabupaten/kotamadya, kota
kecamatan, dan kecamatan lainnya; unsur daerah administrasi,
seperti Kabupaten/Kotamadya dan Kecamatan; dan unsur lainnya yang dianggap penting, seperti pelabuhan/bandara.
Unsur informasi lain yang harus ditampilkan meliputi: (1)
Informasi pada peta (seperti: grid yang ditunjukkan dengan tik
UTM dan gratikul peta yang ditunjukkan dengan koordinat
8
geografis di tepi peta); (2) Infomasi tepi peta yang diletakkan di
luar format / ukuran peta (seperti: judul peta, skala peta, diagram lokasi / inzet, logo dan alamat instansi pembuat peta,
keterangan / legenda peta, keterangan riwayat / sumber data,
gambar arah utara / orientasi).
Proses pembuatan peta citra/tematik ini dilakukan dengan
cara digitizing on screen pada layar monitor dengan menggunakan background data Ikonos kota Parepare. Citra Ikonos
tersebut terlebih dahulu dikoreksi geometrik dan telah mengalami proses penajaman citra. Peta citra/tematik merupakan gambaran representatif objek secara grafis di permukaan bumi pada
bidang datar, diskalakan dengan sistem proyeksi tertentu dan
objek tersebut diwakili dengan simbol untuk menggambarkan
detail yang ada dengan jelas dan tidak bermakna ganda.
Kota Parepare memiliki luas wilayah 9.933 hektar yang
terbagi menjadi 3 (tiga) kecamatan, yaitu Soreang, Ujung dan
Bacukiki. Di wilayah Kota Parepare terdapat 21 kelurahan
yang tersebar di tiga kecamatan. Jumlah penduduk berdasarkan
hasil registrasi tahun 2003 adalah 113.161 jiwa, yang terdiri dari
55.420 jiwa laki-laki dan 57.741 jiwa perempuan.
Pembangunan wilayah kota diarahkan pada sektor jasa, pendidikan dan industri. Hal ini sesuai dengan kondisi wilayahnya
yang kurang potensial untuk pengembangan di sektor pertanian.
BERITA INDERAJA Volume III, NO. 6, Desember 2004
Gambar 4.
Peta Penggunaan
Lahan Kelurahan
Mallusetasi
Kecamatan Ujung
Kota Parepare.
Gambar 1. memperlihatkan citra Ikonos asli untuk daerah
Kecamatan Ujung Kota Parepare Prov. Sulawesi Selatan.
Kecamatan Ujung Kota Parepare dibatasi: sebelah utara dengan Kecamatan Soreang, Sebelah Selatan dengan Kecamatan
Bacukiki, sebelah timur dengan Kabupaten Sidrap dan sebelah
barat dengan Teluk Pare. Kecamatan Ujung ini masih terbagi
lagi menjadi lima kelurahan, yaitu: Kelurahan Ujung Sabbang,
Kelurahan Mallusetasi, Kelurahan Labukkang, Kelurahan
Ujung Bulu dan Kelurahan Lapadde. Adapun luas dari
Kecamatan Ujung adalah 1.130 Ha dengan jumlah penduduk
28.539 jiwa (data tahun 2003).
Dari citra Ikonos Kecamatan Ujung Kota Parepare tersebut
informasi yang diperoleh adalah informasi penutup lahannya.
Proses interpretasi atau pengenalan objek yang dilakukan hanya
sebatas pada identifikasi penutup lahan. Hasil interpretasi berupa peta penutup lahan dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Peta Penutup Lahan Kecamatan Ujung Kota
Parepare Provinsi Sulawesi Selatan
Dari pengolahan citra Ikonos Kecamatan Ujung Kota
Parepare, dihasilkan beberapa informasi penutup lahan tahun
2004. Hasil identifikasi diperoleh penutup lahan yang mendominasi adalah Semak (245,528 Ha), Hutan (192,918 Ha), dan
Permukiman (138,343 Ha). Kecamatan Ujung ini, jika dilihat
BERITA INDERAJA Volume III, NO. 6, Desember 2004
dari segi fisiknya merupakan daerah yang berbukit-bukit
sehingga kondisi wilayahnya kurang potensial untuk daerah pertanian. Tumbuhan yang banyak ditemui di kecamatan ini adalah
jati dan kacang mete. Total luas penutup lahan yang diperoleh
dari hasil pengolahan citra Ikonos sebesar =SUM(ABOVE)
1066 Ha dan untuk masing-masing luas penutup lahannya dapat
dilihat pada tabel1.
Untuk mendukung pengembangan suatu wilayah sangat
diperlukan informasi yang akurat dan dapat dipercaya kebenarannya. Oleh karena itu, perlu dibuat suatu peta citra/tematik
yang sangat rinci dimana data yang diperlukan diperoleh dari
citra yang mempunyai resolusi tinggi. Peta citra/tematik yang
berskala 1:5.000 memberikan informasi spasial yang rinci tentang kenampakan berbagai objek di kawasan yang bersangkutan. Informasi tersebut antara lain meliputi jenis penggunaan
lahan faktual, jenis bangunan berdasarkan penggunaannya, aliran sungai, batas administrasi (batas kabupaten/kota, kecamatan
dan kelurahan/desa) dan jalan raya. Peta citra/tematik yang
dibuat pada tulisan ini adalah peta citra/tematik untuk
Kelurahan Mallusetasi Kecamatan Ujung Kota Parepare dengan
skala 1 : 5000. Gambar 3 memperlihatkan citra Ikonos wilayah
Kelurahan Mallusetasi Kecamatan Ujung Kota Parepare.
Kelurahan Mallusetasi termasuk ke dalam wilayah adminis-
9
TOPIK INDERAJA
TOPIK INDERAJA
Gambar 1.
Wilayah Studi Penelitian
trasi Kecamatan Ujung. Luas wilayahnya 22 hektar dengan
penduduk berjumlah 2.263 jiwa. Dalam rencana pengembangan
wilayah kota Parepare, Kelurahan Mallusetasi termasuk ke
dalam Rencana Detail Tata Ruang Bagian Wilayah Kota B
(BWK B). Secara keseluruhan, Wilayah Kota Parepare terbagi
menjadi 6 (enam) BWK, yaitu BWK A sampai BWK F.
Penggunaan lahan di BWK B didominasi oleh lahan perkantoran, perdagangan, dan sarana pelabuhan laut. Hasil interpretasi citra Ikonos Kelurahan Mallusetasi dapat dilihat pada
Gambar 4, wilayah Kelurahan Mallusetasi memiliki ruang yang
bersifat fasilitas umum, yaitu areal pelabuhan laut Nusantara,
lapangan olah raga Andi Makassau, dan lahan baru yang merupakan hasil reklamasi pantai. Penggunaan lahan lainnya didominasi oleh permukiman padat yang teratur dan tidak teratur yang
bercampur dengan toko atau ruko. Beberapa kantor pemerintah
yang berada di wilayah Kelurahan Mallusetasi antara lain
adalah Dinas Pendapatan Daerah, Dinas Pemadam Kebakaran,
Kantor Perijinan, KPKN, Bapedalda dan Kantor Kapet
Parepare. Kantor-kantor yang bergerak di bidang bisnis antara
lain adalah Kantor Telkom, Pos, BRI, dan Kantor Pelindo.
Kondisi penggunaan lahan di Kelurahan Mallusetasi tersebut
cocok dengan arahan penggunaan lahan di BWK B yaitu didominasi oleh lahan perkantoran, perdagangan, dan sarana
pelabuhan laut. Berdasarkan Gambar 4 tersebut dapat dikatakan
bahwa peta citra/tematik yang dibuat dengan menggunakan citra
Ikonos memberikan informasi yang rinci dan akurat. Informasi
tersebut dapat digunakan untuk membantu Pemerintah Kota
10
Parepare dalam menyusun RBWK dan penataan arah kebijakan
pembangunan Kota Parepare.
Ketersediaan peta citra/tematik yang memuat data dan informasi rinci dan akurat merupakan salah satu acuan pokok untuk
menyusun rencana pembangunan dan pengembangan wilayah
secara terintegrasi lintas sektoral. Apabila pengembangan
wilayah didasarkan pada satu sumber data dan informasi yang
tepat, maka tidak akan menimbulkan perbedaan informasi
maupun arah kebijakan antara satu dinas dengan dinas yang
lainnya dalam mengelola objek lahan yang sama. Peta citra/tematik dapat dimanfaatkan antara lain untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) melalui optimalisasi penarikan pajak
bumi dan bangunan (PBB), penentuan dan penataan batas-batas
kepemilikan lahan, mendukung pengembangan dan penyusunan
peta rencana tata ruang detil (RTRD) wilayah kota Parepare, dan
memberikan gambaran yang rinci untuk menata batas wilayah.
Citra Ikonos yang merupakan salah satu data penginderaan
jauh resolusi tinggi sangat bermanfaat dalam pengelolaan sumber daya alam dengan tingkat ketelitian rinci. Dari data tersebut
dapat dibuat peta dengan skala maksimal 1:5000 yang dapat
memberikan informasi spasial yang rinci tentang kenampakan
berbagai objek di kawasan yang bersangkutan. Informasi tersebut antara lain meliputi jenis penggunaan lahan faktual, jenis
bangunan berdasarkan penggunaannya, aliran sungai, batas
administrasi (batas kabupaten/kota, kecamatan dan kelurahan/desa) dan jalan raya.****
BERITA INDERAJA Volume III, NO. 6, Desember 2004
PENENTUAN NILAI KOMPONEN
HIDROLOGI DAS CITARUM
MENGGUNAKAN DATA SPASIAL
Soni Darmawan, Irawan Sumarto, Agung Budi Harto
Research Group on Monitoring Environmental
Dynamics (REGMED) Geodesi-ITB
esatnya pembangunan dan pertumbuhan penduduk
di DAS Citarum menyebabkan perubahan penggunaan lahan di daerah hulu DAS tersebut. Perubahan
penggunaan lahan dapat mengakibatkan meluapnya air
Sungai Citarum pada musim hujan dan kekeringan di
beberapa tempat pada musim kemarau. Kondisi ini mempengaruhi produksi beras Jawa Barat yang selama ini
merupakan lumbung pangan nasional (Bappeda, 2002)
P
BERITA INDERAJA Volume III, NO. 6, Desember 2004
dan menganggu kinerja instalasi pembangkit listrik tenaga
air (PLTA) di ketiga bendungan besar (Saguling, Cirata,
Juanda).
Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BP-DAS)
Citarum-Ciliwung yang dibentuk melalui SK Menhut No.
665/Kpts-II/2002 tanggal 7 Maret 2002 (BP-DAS, 2003)
mempunyai tugas dan fungsi yang salah satunya adalah
menyusun dan menyajikan informasi komponen hidrologi
daerah aliran sungai berupa presipitasi, evapotranspirasi,
run off dan infiltrasi. Komponen siklus hidrologi berupa
presipitasi, evapotranspirasi, run off dan infiltrasi sangat
diperlukan dalam sektor pertanian berupa perencanaan
11
TOPIK INDERAJA
pertanian, perencanaan pola tanam, manajemen irigasi,
hingga mitigasi bencana banjir dan kekeringan dalam
suatu DAS. Nilai komponen hidrologi secara empiris
dapat ditentukan dengan model hidrologi.
Informasi nilai komponen hidrologi dengan menggunakan metode sebelumnya masih ada kekurangan.
Kekurangan berupa tidak adanya informasi nilai komponen hidrologi yang bersifat keruangan dengan visualisasi
yang baik. Informasi nilai komponen hidrologi yang tidak
bersifat keruangan kurang membantu dalam pengelolaan
DAS secara holistik, terencana dan berkelanjutan. Untuk
menentukan informasi nilai hidrologi yang bersifat keruangan dibutuhkan data spasial. Dengan digunakannya data
spasial untuk menentukan nilai komponen hidrologi diperlukan teknik yang dapat memanajemen data spasialatribut.
Inderaja dan Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan penyedia data spasial dan tools yang dapat digunakan untuk membantu memvisualisasikan dan memanajemen data spasial dan data tekstual sehingga dapat menghasilkan informasi keruangan. Kompilasi metode inderaja,
SIG dan model hidrologi diharapkan dapat mevisualisasikan dan memanajemen data spasial dan tekstual sehingga
dapat menghasilkan informasi nilai komponen hidrologi
secara keruangan yang sangat berguna untuk pembangu-
12
BERITA INDERAJA Volume III, NO. 6, Desember 2004
BERITA INDERAJA Volume III, NO. 6, Desember 2004
nan DAS secara holistik, terencana dan berkelanjutan.
Metode dengan mengkompilasi inderaja, SIG dan
model hidrologi diterapkan untuk menghitung nilai komponen hidrologi di hulu DAS Citarum. Hulu DAS Citarum
mempunyai luas 182.653 Ha. Pada wilayah tersebut terdapat lima sub DAS yaitu : sub DAS Cikapundung, sub DAS
Citarik, sub DAS Cisarea, sub DAS Cisangkuy dan sub
DAS Ciwidey. Secara batas administrasi kelima Sub DAS
tersebut terdapat di Kabupaten Bandung, Kota Bandung
dan sebagian Kabupaten Sumedang. Wilayah kajian divisualisasikan dalam gambar 1.
Untuk menentukan informasi hidrologi keruangan
dilakukan langkah berupa pengumpulan data, pengolahan
data, Pembentukan Basis Data dan Analisis Data TekstualSpasial. Metode Thornthwaite, Soil Conversion Service
Curve Number (SCS-CN) dan Water Budget masing-masing digunakan untuk menghitung nilai komponen hidrologi meliputi evapotranspirasi, run off serta infiltrasi. Data
dan metode yang digunakan dipadukan untuk diimplementasikan dalam SIG. Diagram alir dapat dilihat dalam
gambar 2.
Selain menggunakan citra Landsat rekaman tahun
1994 dan 2001, untuk medukung tulisan ini juga digunakan beberapa data lain, seperti peta rupa bumi Indonesia,
peta jenis tanah, data curah hujan dan suhu. Secara garis
13
TOPIK INDERAJA
besar pengolahan data yang dilakukan berupa :
a. Layer ketinggian dari Peta Rupa Bumi Indonesia
skala 1:25.000 diolah untuk mendapatkan Digital Terain
Model (DTM). DTM merupakan bentuk yang paling
representatif pemodelan permukaan bumi. DTM digunakan sebagai input untuk menghasilkan arah aliran, akumulasi aliran dan batas DAS/Sub DAS.
b. Tabel data curah hujan dikonversi ke dalam bentuk
visual dengan menggunakan metode Thiessen polygon.
Metode Thiessen polygon merupakan teknik membagi
jarak yang sama diantara dua titik stasiun pengamatan
curah hujan.
c. Tabel data suhu dikonversi ke dalam bentuk visual
dengan metode interpolasi berdasarkan ketinggian.
d. Penyeragaman sistem referensi koordinat dan skala
peta data dasar dan data turunan. Proses yang dilakukan
berupa generalisasi dan transformasi koordinat.
e. Data spasial yang telah terbentuk selanjutnya
dilakukan proses editing.
f. Integrasi data atribut dan spasial
g. Konversi data vector ke grid
Gambar 4. Perubahan Land Cover DAS Citarum dari citra Landsat 1994 dan 2001
14
BERITA INDERAJA Volume III, NO. 6, Desember 2004
Data yang ada dikumpulkan selanjutnya dilakukan
proses pembentukan basis data melalui tahap eksternal,
konseptual, dan internal. Tahap eksternal adalah mendeBERITA INDERAJA Volume III, NO. 6, Desember 2004
finisikan kebutuhan, data dan model yang digunakan.
Tahap konseptual adalah menentukan besaran dan rumusannya maupun tabel-tabel. Tahap internal berupa implementasi konseptual dengan software dan hardware.
Hasil analisis menyimpulkan bahwa pada tahun 1994
untuk sub DAS Cikapundung mayoritas lahan digunakan
untuk pemukiman, sub DAS Citarik mayoritas digunakan
untuk sawah, sub DAS Ciwidey digunakan untuk perkebunan, sub DAS Cisangkuy digunakan untuk hutan sekunder dan sub DAS Cisarea digunakan untuk hutan sekunder. Sedangkan untuk tahun 2004 terjadi perubahan
liputan lahan diantaranya untuk sub DAS Cisangkuy dan
sub DAS Cisarea mayoritas penggunaannya menjadi
lahan perkebunan. Secara keseluruhan penggunaan lahan
untuk pemukiman dan perkebunan meningkat sedangkan
untuk hutan primer dan sekunder terjadi penurunan
Pada tahun 1994 run off tiap sub DAS hampir sama
dan merata kecuali bulan Februari sub DAS Cikapundung
terjadi run off yang relatif kecil dari sub DAS lainnya.
Bulan November dan Desember sub DAS Ciwidey terjadi
run off yang relatif tinggi dari sub DAS yang lainnya.
Pada tahun 2001 bulan Januari sub DAS Ciwidey terjadi
run off yang tinggi di bandingkan dengan sub DAS lainya,
hal ini dikarenakan terjadi curah hujan yang tinggi.
Namun mengalami penurunan pada bulan Mei hingga
15
TOPIK INDERAJA
Gambar 5a. Visualisasi Run Off bulan Januari dan nilai statistik tahun 1994.
Gambar 5b. Visualisasi Run Off bulan Januari dan nilai statistik tahun 2001.
Agustus. Sedangkan pada bulan juni sub DAS Citarik
dan Cikapundung mengalami peningkatan run off dapat
dilihat dalam gambar 5a dan 5b.
Nilai evapotranspirasi tahun 1994 dan tahun 2001 terlihat bahwa sub DAS Citarik secara mayoritas mempunyai
nilai evapotranspirasi yang tinggi di banding dengan sub
DAS lainya dikarenakan permukaan sub DAS Citarik
relatif rendah sehingga mempunyai suhu permukaan yang
16
tinggi yang mengakibatkan tingginya proses evapotranspirasi. Pada tahun 1994 bulan Oktober sub DAS Cikapundung mengalami penurunan nilai evapotranspirasi
dibanding dengan sub DAS lainnya dikarenakan di daerah
tersebut terjadi curah hujan yang rendah dibandingkan
dengan sub DAS lainya. Hal ini dapat dilihat dalam gambar 6a dan 6b.
Pada tahun 1994 bulan Januari hingga Mei terlihat
BERITA INDERAJA Volume III, NO. 6, Desember 2004
bahwa sub DAS Cisangkuy terjadi proses penyimpanan air begitu pula dengan bulan November –
Desember hal ini disebabkan hutan primer di daerah
Cisangkuy yang terluas diantara hutan pirmer yang terdapat di sub DAS lainya. Hal ini dapat dilihat dalamgambar
7a dan 7b.
Penggunaan data spasial memberikan paradigma baru
dalam menentukan model komponen hidrologi. Adanya
BERITA INDERAJA Volume III, NO. 6, Desember 2004
data spasial diharapkan nilai komponen hidrologi yang
dihasilkan lebih realisitis dan mendekati kenyataan di
lapangan. Data spasial yang dibutuhkan disesuaikan dengan model hidrologi yang digunakan.
Data spasial dapat diperoleh dengan menggunakan teknik penginderaan jauh, salah satu keuntungan dengan teknik penginderaan jauh yaitu data dapat diperoleh secara
time series sehingga menghasilkan data yang terus up to
17
TOPIK INDERAJA
date.
Penggunaan teknologi SIG dianggap metode paling
tepat karena teknologi ini dapat memodelkan data berupa
curah hujan, suhu, permukaan bumi, penggunaan lahan
dan jenis tanah dengan mudah, dapat menyimpan, mengelola dan menentukan nilai komponen hidrologi dari data
tersebut, serta dapat menganalisis nilai komponen hidrologi tiap sub-DAS.
Hasil analisis penggunaan lahan disimpulkan bahwa,
18
pada tahun 1994 sub DAS Cikapundung mayoritas lahan
digunakan untuk pemukiman, sub DAS Citarik mayoritas
digunakan untuk sawah, sub DAS Ciwidey digunakan
untuk perkebunan, sub DAS Cisangkuy digunakan untuk
hutan sekunder, sub DAS Cisarea digunakan untuk hutan
sekunder. Sedangkan pada tahun 2001 terjadi perubahan
liputan lahan diantaranya untuk sub DAS Cisangkuy dan
sub DAS Cisarea mayoritas penggunaannya menjadi
lahan perkebunan. Secara keseluruhan penggunaan lahan
BERITA INDERAJA Volume III, NO. 6, Desember 2004
untuk pemukiman dan perkebunan meningkat sedangkan
untuk hutan primer dan sekunder terjadi penurunan.
Perubahan penggunaan lahan dapat menyebabkan
perubahan nilai komponen hidrologi, hasil analisis diperoleh : sub DAS Ciwidey terjadi proses presipitasi dan run
off yang cukup tinggi kususnya pada bulan januari dan
februari, sub DAS Cisangkuy hampir tiap bulannya terjadi proses infiltrasi tinggi, sub DAS Cikapundung secara
umum memiliki nilai koefisien run off tinggi dan nilai
BERITA INDERAJA Volume III, NO. 6, Desember 2004
infiltrasi rendah, sub DAS Citarik hampir tiap bulannya
mempunyai nilai evapotranspirasi tinggi, sub DAS
Cisangkuy masih baik sebagai daerah resapan air sedangkan sub DAS Citarik dapat diperkirakan daerah yang kritis bila dibandingkan dengan sub DAS lainnya. ****
19
TOPIK INDERAJA
INDERAJA
TOPIK
Gambar 7a. Visualisasi Infiltrasi bulan Januari dan nilai statistik tahun 1994.
20
BERITA INDERAJA Volume III, NO. 6, Desember 2004
Gambar 7b. Visualisasi Infiltrasi bulan Januari dan nilai statistik tahun 2001.
BERITA INDERAJA Volume III, NO. 6, Desember 2004
21
TOPIK INDERAJA
PENGINDERAAN JAUH
UNTUK PENGEMBANGAN
PARIWISATA BAHARI
Bambang Trisakti, Umar Hadi Sucipto dan Juita Sari
( Pusbangja )
ndonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai
potensi sumberdaya pesisir dan lautan yang sangat besar
dan beragam, dimana pemanfaatan potensi sumberdaya
tersebut dapat meningkatkan devisa negara dan mendukung
jalannya pembangunan. Tetapi sangat disayangkan bahwa
saat ini masih banyak potensi sumberdaya pesisir yang
belum dimanfaatkan, bahkan belum teridentifikasi.
Salah satu upaya untuk memperoleh informasi tentang
potensi sumberdaya wilayah pesisir dan lautan adalah penggunaan teknologi penginderaan jauh (informasi data satelit)
dan Sistem Informasi Geografis (SIG). Tulisan ini menyajikan salah satu peranan teknologi penginderaan jauh menggunakan satelit Landsat 7 ETM untuk mengidentifikasi
lokasi yang berpotensi bagi pengembangan pariwisata
bahari, khususnya menyelam dan snorkling.
Kajian zona potensi untuk pariwisata bahari (menyelam
dan snorkling) memerlukan analisis yang mempertimbangkan berbagai parameter, seperti: kecerahan perairan,
tutupan terumbu karang, keanekaragaman jenis karang dan
biota laut yang berasosiasi, keanekaragaman jenis ikan
karang, kedalaman dasar perairan dan kecepatan arus. Tetapi
tidak semua parameter dapat diidentifikasi menggunakan
penginderaan jauh, sehingga parameter yang digunakan
dalam kajian ini adalah: tingkat kecerahan perairan,
sebaran/tutupan terumbu karang dan kedalaman dasar
perairan. Walaupun begitu tiga parameter tersebut di atas
mempunyai pengaruh yang paling signifikan dalam penentuan zona potensi untuk pariwisata bahari. Sebagai contoh:
perairan yang jernih (tingkat kecerahan yang tinggi) sangat
menarik bagi para wisatawan untuk melihat keindahan
bawah perairan dan merupakan faktor yang membantu pertumbuhan ekosistem terumbu karang.
Wilayah kajian adalah Nusa Tenggara Barat yang terliput
I
22
pada tiga rekaman citra Landsat 7 ETM (resolusi spasial 30
m). Pertama-tama data citra dikoreksi ketelitian geometrik
(menghilangkan kesalahan posisi) dan radiometrik (untuk
eliminasi gangguan atmosfir), kemudian dilakukan proses
pengabungan citra dan klasifikasi menjadi wilayah laut, darat
dan awan. Setelah itu wilayah laut dikonversi menjadi beberapa parameter fisik yang diperlukan menggunakan formula
yang sudah teruji pada penelitian sebelumnya.
Tingkat kecerahan perairan diidentifikasi dengan menggunakan kanal visibel biru yang mempunyai kemampuan
terbesar untuk menembus kolom air. Kegiatan pariwisata
bahari, khususnya menyelam dan snorkling sangat membutuhkan tingkat kecerahan yang tinggi mencapai lebih dari 10
meter, disebabkan jenis kegiatan tersebut bertujuan untuk
menikmati keindahan objek-objek yang terdapat di bawah
permukaan air. Berdasarkan tingkat kecerahan perairan yang
diperoleh dari data citra, diketahui bahwa nilai kecerahan
rata-rata perairan NTB berkisar antara 8 – 13 meter.
Berdasarkan standar baku mutu air maka tingkat kecerahan
perairan NTB tergolong dalam tingkat “diinginkan”, yang
berarti mempunyai kualitas air yang baik. Perairan dengan
tingkat kecerahan yang rendah menandakan kualitas air yang
kurang baik dengan tingkat bahan organik terlarut atau
tingkat sedimentasi yang sangat tinggi.
Ekosistem terumbu karang mempunyai fungsi ekologis
sebagai pelindung ekosistem pesisir, penyedia nutrien, tempat pemijahan dan berkembang bagi berbagai biota laut. Dari
segi estetika, terumbu karang yang masih utuh menampilkan
pemandangan yang sangat indah yang jarang dapat ditandingi oleh ekosistem laut lainnya. Oleh karena itu taman laut
yang terdapat di pulau atau pantai yang mempunyai terumbu
karang merupakan objek wisata yang sangat terkenal.
Kenampakan wilayah terumbu karang dapat diperoleh dari
citra Landsat dengan menggunakan kombinasi kanal visibel
dan inframerah, kemudian dapat diklasifikasi secara lebih
detil dengan model transformasi Lyzengga. Gambar 1 memBERITA INDERAJA Volume III, NO. 6, Desember 2004
perairan yang diperoleh dari data citra, diketahui bahwa nilai kecerahan rata-rata perairan
NTB berkisar antara 8 – 13 meter. Berdasarkan
standar baku mutu air maka tingkat kecerahan
perairan NTB tergolong dalam tingkat
“diinginkan”, yang berarti mempunyai kualitas air
yang baik. Perairan dengan tingkat kecerahan yang
rendah menandakan kualitas air yang kurang baik
dengan tingkat bahan organik terlarut atau tingkat
sedimentasi yang sangat tinggi.
Ekosistem terumbu karang mempunyai fungsi
ekologis sebagai pelindung ekosistem pesisir,
penyedia nutrien, tempat pemijahan dan berkembang bagi berbagai biota laut. Dari segi estetika,
terumbu karang yang masih utuh menampilkan
pemandangan yang sangat indah yang jarang dapat
ditandingi oleh ekosistem laut lainnya. Oleh karena itu taman laut yang terdapat di pulau atau pantai yang mempunyai terumbu karang merupakan
objek wisata yang sangat terkenal. Kenampakan
wilayah terumbu karang dapat diperoleh dari citra
Landsat dengan menggunakan kombinasi kanal
visibel dan inframerah, kemudian dapat diklasifikasi secara lebih detil dengan model transformasi
Lyzengga. Gambar 1 memperlihatkan ekosistem
terumbu karang di perairan TWAL (Taman Wisata Air Laut)
kepulauan Gili yang diidentifikasi menggunakan citra komposit RGB 542 dan model transformasi Lyzengga. Pada citra
komposit RGB 542 terlihat bahwa di bawah permukaan air
sekeliling pulau terdapat ekosistem terumbu karang yang
teridentifikasi dengan warna biru terang. Kemudian dengan
mengunakan metoda transformasi Lyzengga, ekosistem
terumbu karang tersebut dapat diklasifikasi menjadi kelas
laut, kelas karang, kelas lamun dan kelas pasir.
Kedalaman perairan mempunyai bobot yang lebih kecil
dibandingkan parameter lainnya dalam penentuan zona
potensi untuk pariwisata bahari, karena faktor kedalaman
tidak membatasi secara mutlak parameter lainnya. Sebagai
gambaran, kedalaman perairan meskipun merupakan faktor
yang membatasi pertumbuhan terumbu karang, tetapi pada
perairan yang jernih dan kondisi lingkungannya yang
memungkinkan, terumbu karang dapat hidup sampai kedalaman 50 meter. Kedalaman perairan diperoleh dengan
melakukan digitasi titik kedalaman dari peta bathimetri
untuk seluruh wilayah NTB, kemudian melakukan proses
interpolasi dan pembuatan kontur.
Proses berikutnya adalah penentuan zona potensi
pariwisata bahari dengan melakukan tumpang susun seluruh
parameter tersebut (tingkat kecerahan perairan, tutupan
terumbu karang dan kedalaman), dengan mempertimbangkan batas-batas kondisi yang dibutuhkan untuk kegiatan
BERITA INDERAJA Volume III, NO. 6, Desember 2004
pariwisata bahari. Zona potensi yang diperoleh tersebar di
beberapa lokasi perairan Nusa Tenggara Barat, terutama
perairan yang mempunyai wilayah terumbu karang cukup
besar. Langkah selanjutnya adalah mempertimbangkan
beberapa aspek yang perlu diperhatikan bila daerah tersebut
ingin dikembangkan sebagai lokasi pariwisata bahari. Aspek
yang diperhatikan tersebut antara lain:
Jalur hijau pantai, yaitu: Melestarikan keberadaan
hutan mangrove sebagai penyangga keseimbangan ekosistem
wilayah pesisir, karena hutan mengrove berfungsi sebagai
penahan abrasi pantai dan tempat pemijahan, pembesaran
dan tempat mencari makan berbagai macam biota laut.
Pengembangan kegiatan pariwisata bahari di sekitar wilayah
hutan mangrove akan berdampak terhadap kerusakan hutanhutan mangrove, sehingga mengakibatkan hilangnya pelindung pantai dan tempat/habitat biota laut di pesisir pantai.
Fenomena alam yang berdampak pada wilayah
pesisir, seperti: Gempa bumi, Tsunami dan Abrasi. Dengan
menghindari pemilihan lokasi pada daerah daerah yang
rawan atau mempunyai peluang cukup besar untuk terjadinya
fenomena alam yang berdampak pada wilayah pesisir.
Daya dukung sarana/prasarana yang tersedia, seperti adanya pelabuhan laut dan bandar udara untuk transportasi
ke wilayah tujuan, aksesibilitas dengan tersedianya jalanjalan, sarana komunikasi seperti kantor pos dan sambungan
telepon. Pemilihan lokasi dengan mempertimbangkan daya
23
TOPIK INDERAJA
Aceh
Sebelum dan sesudah
Tsunami
Gambar-gambar berikut sebagian besar diambil dari satelit
Ikonos yang memotret NAD sebelum dan sesudah Tsunami.
Untuk informasi lebih rinci, silakan mengunjungi website kami:
http://www.lapanrs.com
Gambar 3. Informasi Spasial Zona Potensi Pariwisata Bahari di Nusa Tenggara Barat.
dukung sarana/prasarana akan mempermudah dan memperlancar kegiatan pariwisata yang akan dikembangkan.
Pencemaran perairan biasanya terjadi di sekitar
muara sungai akibat limbah organik dan anorganik yang
dikeluarkan oleh industri dan permukiman, selain itu pencemaran hasil erosi sungai dan abrasi pantai yang mengakibatkan tingginya tingkat kekeruhan di perairan. Beberapa
cara yang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi perairan
yang mempunyai tingkat pencemaran yang tinggi melalui
penginderaan jauh dan SIG adalah dengan melihat tingkat
kekeruhan dan Muatan Padatan Tersuspensi (MPT) di
perairan, mengidentifikasi tutupan lahan di daerah aliran
sungai, melihat kondisi topografi (kemiringan) dan curah
hujan di wilayah tersebut. Daerah dengan tingkat pencemaran yang cukup tinggi tentunya kurang baik untuk
kegiatan pariwisata bahari. Gambar 2 memperlihatkan kondisi kekeruhan di Teluk Cempi Kabupaten Dompu, yang
dipengaruhi oleh banyaknya muara sungai dan jenis tutupan
lahan berupa hutan mangrove dan tanah berawa, sedangkan
Gambar 3 memperlihatkan beberapa daerah yang
berpotensi untuk pengembangan pariwisata bahari (menyelam dan snorkling) dengan mempertimbangkan aspek-aspek
24
terkait yang telah diuraikan di atas.
Daerah yang berpotensi terdapat di beberapa lokasi yang
tersebar di sekeliling Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa. Di
Pulau Lombok terdapat di sekitar TWAL Gili-Gili Indah
(Gili Aer, Gili Trawangan, Gili Meno), perairan Pulau
Petagan dan beberapa perairan teluk di selatan Pulau
Lombok. Sedangkan di Pulau Sumbawa tersebar di sekitar
perairan Pulau Seringgit, perairan Pulau Medang dan Pulau
Moyo, perairan Pulau Satonda, perairan Tanjung Piun, Selat
Sape, Selat Saleh dan pulau-pulau sekitarnya. Berdasarkan
hasil analisis, secara umum terdapat 13 lokasi daerah
berpotensi di wilayah NTB. Walaupun mungkin tidak semua
daerah berpotensi dapat diidentifikasi disebabkan adanya
tutupan awan.
Uraian di atas menunjukkan bahwa Provinsi NTB
mempunyai daerah potensi pariwisata bahari yang sangat
besar dengan kondisi yang masih terjaga. Namun demikian
informasi masih merupakan tahap awal, pelaksanaan selanjutnya memerlukan perencanaan yang rinci sesuai dengan
kondisi tiap-tiap lokasi untuk menjamin keseimbangan
lingkungan serta kelestarian objek wisata tersebut. ****
Daerah Lapangan Blang Padang, Banda Aceh
Pelabuhan Ulee Lhe, Banda Aceh
BERITA INDERAJA Volume III, NO. 6, Desember 2004
BERITA INDERAJA Volume III, NO. 6, Desember 2004
25
Lhok Nga
Ulee Lhe
Lhok Nga
Kawasan Pertambakan, Ulee Lhe
26
BERITA INDERAJA Volume III, NO. 6, Desember 2004
BERITA INDERAJA Volume III, NO. 6, Desember 2004
27
AKTUALITA INDERAJA
ALOS,
SATELIT GENERASI
BARU JEPANG
Citra Spot, Pantai Barat NAD
Musibah Gempa Bumi dan Tsunami
Oleh : Rubini Jusuf (Pusdata)
atelit ALOS (Advanced Land Observing Satellite),
menurut rencana akan diluncurkan pada tahun
2005 oleh badan antariksa Jepang, JAXA (Japan
Aerospace eXploration Agency - dahulu bernama
NASDA), dari stasiun peluncuran Tanegashima Space
Center.
JAXA menyatakan bahwa ALOS merupakan kelanjutan dari JERS (Japan Earth Resources Satellite) dan
ADEOS (Advanced Earth Observing Satellite) dengan
beberapa penyempurnaan pada sistem sensornya. Misi
ALOS adalah :
- Kartografi untuk keperluan pemetaan Jepang dan
daerah Asia Pasifik
- Observasi regional untuk pembangunan dan
kelestarian lingkungan bumi
- Pemantauan bencana di seluruh muka bumi
- Survei sumber daya alam
- Pembangunan teknologi yang diperlukan untuk
keperluan observasi bumi menggunakan satelit.
Satelit ALOS didesain dengan masa operasi tiga
hingga lima tahun dan akan menempati orbitnya pada
ketinggian 691.65 km (pada Ekuator) dan repeat cycle
(melintasi daerah yang sama) 46 hari. Data satelit dapat
diterima langsung (Direct Transmission) dengan
kecepatan (data rate transfer) 120 Mbps atau melalui
satelit relay (DRTS – Data Relay Technology Satellite)
dengan kecepatan 240 Mbps.
Untuk memenuhi misi yang telah ditetapkan di atas,
ALOS membawa tiga buah sensor, yaitu :
1. PRISM (Panchromatic Remote Sensing Instrument for
S
Gambar 1. Penggambaran artistik Satelit ALOS
impinan dan seluruh karyawan PUSDATA LAPAN menyatakan berduka cita yang
sedalam dalamnya atas musibah gempa
bumi dan Tsunami di Provinsi NAD dan Provinsi
Sumatra Utara pada 26 Desember 2004.
Secara khusus ucapan duka cita ini kami sampaikan kepada rekan-rekan di BPDAS Krueng
Aceh, dengan belum ditemukannya Sdr. Suhaedi,
Sdr. Ari Dwi Riana dan Sdr Durkasi (dibarisan
belakang).
P
28
Foto di atas diabadikan setelah acara penutupan Diklat Pemanfaatan Data Inderaja Satelit
LAPAN - BP DAS Aceh, tanggal 16 Desember
2003 di Kantor LAPAN Pekayon, Jakarta.
“ Ya Allah, ampunilah dosa mereka,
sayangilah mereka, lapangkan kuburnya dan
ringankanlah sewaktu dihisab, serta berilah
ketabahan bagi keluarga yang ditinggalkan”,
Amin.
BERITA INDERAJA Volume III, NO. 6, Desember 2004
Gambar 2. Sensor PRISM
BERITA INDERAJA Volume III, NO. 6, Desember 2004
29
AKTUALITA INDERAJA
Gambar 4.
Citra Simulasi
Satelit
ALOS/PRISM
(res. 2.5 m)
Gambar 3. Sensor AVNIR-2
Stereo Mapping)
PRISM merupakan sensor Panchromatic
Radiometer dengan resolusi spasial 2.5 m.
Sensor ini bekerja pada panjang gelombang
0.52 hingga 0.77 (m terutama digunakan untuk
ekstraksi DEM (Digital Elevation Model)
dengan akurasi yang tinggi.
Untuk memperoleh data terrain yang mengandung elevasi, sensor PRISM memiliki tiga
optical system yaitu teleskop observasi ke arah
depan, nadir dan kearah belakang. Teleskop
observasi pada arah nadir memberikan lebar
sapuan 70 km, sementara untuk teleskop
observasi arah depan dan belakang memberikan masing-masing lebar sapuan 35 km.
2. AVNIR-2 (Advanced Visible & Near
Tabel 1. Karakterisktik Sensor PALSAR.
Band1 : 0.42 ~ 0.50 um
Band2 : 0.52 ~ 0.60 um
Band3 : 0.61 ~ 0.69 um
Band4 : 0.76 ~ 0.89 um
3. PALSAR (Phased Array type Lband Synthetic Aperture Radar).
Sensor PALSAR merupakan sensor
gelombang mikro aktif untuk menghasilkan data bebas awan. Sensor ini
merupakan pengembangan lebih lanjut
dari sensor SAR pada satelit JERS-1,
karenanya JAXA menyatakan hasil
observasi sensor PALSAR memiliki performans lebih tinggi dari pendahulunya
(JERS-1). Lihat karakteristik PALSAR
pada Tabel 1.
Sensor PALSAR memiliki dua mode
operasi, yaitu High Resolution Mode
dan ScanSAR Mode. High Resolution
Mode terutama digunakan untuk tujuan
pengamatan regional secara detail.
ScanSAR Mode memberikan citra
RADAR dengan luas sapuan 250 hingga
350 km, dan umumnya digunakan untuk
kepentingan pemantauan hutan hujan
(Rain Forest Monitoring) atau riset
kelautan.
Meskipun satelit ALOS belum diluncurkan, namun JAXA memberikan simulasi data menggunakan data Digital
Gambar 5. Citra Simulasi ALOS/AVNIR-2
(res. 10 m)
Gambar 6. Citra ALOS
Pansharpen/AVNIR-2 + PRISM (res. 2.5 m)
30
Infrared Radiometer type-2).
AVNIR-2 adalah sensor yang didesain untuk observasi permukaan bumi
dan kawasan perairan. JAXA mengklaim bahwa kualitas hasil observasi
sensor AVNIR-2 lebih baik dibandingkan dengan sensor AVNIR pada
satelit ADEOS. Datanya dapat digunakan sebagai dasar pembuatan peta
tutupan lahan maupun klasifikasi penutup lahan untuk kepentingan pemantauan
kondisi lingkungan regional.
Sensor AVNIR-2 memiliki sudut
pandang (IFOV = Instantaneous Field of
View) yang memberikan resolusi spasial
10 m dengan lebar sapuan 70 km, bekerja pada empat saluran (kanal) observasi
yaitu :
BERITA INDERAJA Volume III, NO. 6, Desember 2004
BERITA INDERAJA Volume III, NO. 6, Desember 2004
31
AKTUALITA INDERAJA
Globe untuk masing-masing sensor, periksa gambar 4,5
dan 6. Potensi aplikasi dari masing-masing sensor dapat dilihat pada tabel berikut.
Melihat potensi besar yang dimiliki data ALOS, maka
data ALOS memiliki prospek yang bagus di Indonesia.
Beberapa potensi aplikasi data ALOS di Indonesia antara lain
1. Data satelit Landsat yang saat ini banyak digunakan
oleh para pengguna di Indonesia, menghadapi permasalahan
kerusakan SLC-off. Dengan kondisi seperti ini maka data
dari sensor AVNIR –2 satelit ALOS dapat menjadi data alternatif pengganti Landsat, walaupun lebar sapuannya lebih
sempit tetapi memiliki resolusi yang lebih tinggi.
2. Data dari sensor PRISM satelit ALOS dengan resolusi spasial 2,5 m dan diklaim memiliki kemampuan
“Mapping without any ground control points” merupakan
data yang sangat bernilai dalam pengembangan program
pemetaan di Indonesia. Untuk keperluan up-dating peta
maupun pembuatan peta bagi daerah-daerah sulit,kemampuan data PRISM ini dapat membantu dalam program tersebut.
3. Sensor PRISM memiliki kemampuan dalam menerima
data melalui tiga sistem scanning (observasi arah depan,
nadir dan belakang) sehingga dapat digunakan untuk membangun model DEM dari data yang dihasilkan. Kemampuan
ini dapat dimanfaatkan untuk program pengembangan model
DEM seluruh wilayah Indonesia untuk berbagai aplikasi.
4. Bagi wilayah Indonesia yang hampir selalu berawan,
dapat memanfaatkan sensor gelombang mikro aktif PALSAR untuk melengkapi data sensor optik. ****
Contoh Produk Data MODIS
Produk data MODIS yang tersedia di JAVA adalah:
(i) Level 1B (Kalibrasi radiance menggunakan algoritma
NASA) pada resolusi 250 m dan 500 m
(ii) Suhu permukaaan laut, resolusi spasial 1 km, level 2
(iii) Konsentrasi khlorofil-a, resolusi spasial 1 km, level 2
Produk (ii) dan (iii) diperoleh menggunakan perangkat
lunak algoritma GLI yang dikembangkan untuk mengolah
data dari GLI (global Imager) pada satelit ADEOS-II milik
JAVA, Jepang. Lihat gambar 1 dan gambar 2.
Gambar 1. Suhu permukaan laut wilayah Jepang
pada 8 Agustus 2004.
Gambar 2. Konsentrasi khlorofil disekitar pulau
Shikoku, Jepang Selatan pada 7 Agustus 2004
Warna coklat-merah: menunjukkan suhu tinggi
Warna Kehijauan: menunjukkan suhu rendah
Warna putih: awan
Warna biru: konsentrasi rendah
Warna merah-coklat: Konsentrasi tinggi
Warna putih: awan
Daerah “front” adalah daerah pembatas antara suhu
yang berbeda, biasanya merupakan tempat ikan
berkumpul, banyak dijumpai pada wilayah tersebut.
32
BERITA INDERAJA Volume III, NO. 6, Desember 2004
AKTUALITA INDERAJA
ANALISIS PENUTUP LAHAN DAN BENTUKLAHAN
GUNUNG KRAKATAU MENGGUNAKAN DATA MOS
DAN LANDSAT
Wikanti Asriningrum, Heru Noviar, dan Yon Rijono
(Pusbangja)
ada periode waktu tertentu tenaga erupsi Gunungapi
yang tersimpan dapat menimbulkan bencana
sehingga perlu diwaspadai terutama pada daerah
permukiman. Dalam kondisi tidak aktif, gunungapi mempunyai panorama yang menarik dan unik, sementara
dalam kondisi aktif, semburan piroklastik atau aliran
lavanya menampilkan dinamika alam yang menakjubkan.
Sementara itu saat terjadi letusan atau saat ada lahar dingin kewaspadaan perlu ditingkatkan. Menurut Direktorat
Vulkanologi, Gunung Anak Krakatau adalah salah satu
dari sembilan gunungapi yang berada dalam status waspada. (Kompas, 2003).
Di Indonesia tercatat 129 gunungapi aktif dan 15 di
antaranya dalam kondisi kritis (Dir. Vulkanologi, 1979
dan HYPERLINK “http://www.pu.go.id” www.pu.go.id).
Mengingat jumlah yang relatif banyak ini, analisis citra
satelit dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan informasi
tentang karakteristik setiap gunungapi. Morfologi gunung
api dapat direkonstruksi dari analisis bentuklahan menggunakan citra MOS dan Landsat. Terdapatnya gunungapi
memberi keuntungan antara lain adalah terbentuknya
lahan subur untuk pertanian dan terdapatnya batu dan
pasir sebagai bahan bangunan. Namun sebaliknya, dari
aktivitas gunungapi perlu dibangun kewaspadaan untuk
penanggulangan bencana jika terjadi peningkatan aktivitas
letusan. Selain itu, keindahan panoramanya dapat dimanfaatkan sebagai objek wisata.
Informasi tersebut dapat diperoleh dengan analisis
multitemporal, multispektral, dan multispasial dari data
penginderaan jauh satelit. Analisis multitemporal digunakan sebagai pemantauan dan datanya ditampilkan
dalam citra komposit dari tiga kanal dengan kisaran spektral berbeda dan resolusi spasial berbeda pula. Data
P
34
penginderaan jauh hasil rekaman satelit Jepang MOSMESSR (*) tahun 1991 dikaji dan dibandingkan dengan
data satelit Amerika Landsat-ETM tahun 2001 yang
direkam di stasiun bumi Parepare, Sulawesi Selatan,
LAPAN.
Gunung Anak Krakatau berlokasi di Selat Sunda, tepatnya di posisi 105.42o Bujur Timur dan 6.10o Lintang
BERITA INDERAJA Volume III, NO. 6, Desember 2004
nya di posisi 105.42o Bujur Timur dan 6.10o Lintang
Selatan. Kemunculannya berawal di tahun 1927 dari aktivitasnya berupa asap yang keluar di tengah-tengah tiga pulau
yaitu Pulau-pulau Sertung, Rakata, dan Panjang. Secara
administrasi gunung ini termasuk Desa Tejang di Pulau
Sabesi, Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan,
Provinsi Lampung. Saat ini ketinggiannya tercatat 230 m di
BERITA INDERAJA Volume III, NO. 6, Desember 2004
atas permukaan laut dan bertambah 4 cm per tahun
(Kompas, 2003). Gunungapi ini pernah meletus antara lain
pada tahun 1988, 1992, 1995, 1996, 1997 dan sejak 1999
sampai tahun 2002 masih mengeluarkan bahan letusan.
Pada tahun 1883, pernah terjadi letusan terbesar menyebabkan gelombang Tsunami dan 30 ribu orang meninggal
dunia ( HYPERLINK http://www.volcanolive.com
35
AKTUALITA INDERAJA
babkan gelombang Tsunami dan 30 ribu orang meninggal dunia ( HYPERLINK http://www.volcanolive.com
www.volcanolive.com).
*) Sumber data : Remote Sensing Technology Center of
Japan
Data MOS-MESSR tanggal 9 September 1991 dan
Landsat-ETM tanggal 7 Agustus 2001 menampilkan
kenampakan spasial lingkungan gunung ini. Data MOS
terdiri atas 4 kanal dan data Landsat terdiri atas delapan
kanal. Data MOS-MESSR dengan resolusi spasial 50 m
dan data Landsat-ETM dengan resolusi spasial 30 m digunakan untuk memperjelas dalam analisis ini.
Pengamatan melalui analisis perubahan penutup lahan
dan analisis geomorfologi/bentuklahan dapat untuk
mengetahui tingkat kerentanan bencana gunungapi.
Adapun pentahapan aktivitas yang dilakukan meliputi:
Analisis dan deskripsi geomorfologis gunungapi dan
sekitarnya dengan menggunakan data MOS-MESSR dan
Landsat-ETM, untuk mengetahui keindahan dan kewaspadaan melalui penentuan tingkat kerentanan daerah bencana.
Analisis perubahan penutup lahan di daerah gunungapi
dan sekitarnya dengan mengidentifikasi dan mengklasifikasi penutup lahan dari dua data dengan kurun waktu 10
Gambar 2.
Klasifikasi Penutup
Lahan Gunung
Anak Krakatau
tanggal 9
September 1991
dan 7 Agustus
2001.
tahun, untuk mengetahui perubahan
luas masing-masing kelas.
Analisis populasi penduduk dikaitkan dengan tingkat kerentanan
daerah bencana untuk membangun
kewaspadaan.
Hasil analisis dan deskripsi geomorfologis dengan menggunakan
data penginderaan jauh (LandsatETM tanggal 7 Agustus 2001 dan
MOS-MESSR tanggal 9 September
1991), daerah Gunungapi Anak
Krakatau dibagi atas 4 bentuklahan,
yaitu Kawah, Kerucut gunungapi,
Lereng gunungapi, dan Kaldera
lama. Klasifikasi bentuklahan
gunungapi ini dapat dilihat dalam
Gambar 1.
Bentuklahan kawah (1) dan kerucut gunungapi (2) keduanya merupakan tubuh Gunungapi Anak
Krakatau. Kawah dikenali dari morfologi cekung dan bulat dan letak di
puncak, sedangkan kerucut gunung
api dikenali dari morfologi khas
36
BERITA INDERAJA Volume III, NO. 6, Desember 2004
gunung berupa kerucut, yang keduanya tampak
berwarna biru tua pada citra MOS dan biru pada citra
Landsat. Warna biru ini mencerminkan kandungan air
relatif tinggi hasil penyerapan air hujan dan kabut yang
mengindikasikan bahwa material produk gunungapinya
masih segar. Dari kenampakan citra ini mengindikasikan
bahwa aktivitas gunungapi, dengan ketinggian hanya 230
m, dapat dinikmati proses fenomena alamnya dari lokasi
yang dipandang aman.
Terdapat tiga bentuklahan lereng gunungapi, yang
dikenal sebagai Pulau Sertung, Rakata, dan Panjang. Pulau Sertung, di bagian Barat-Laut, merupakan bagian suatu lereng Gunung (Krakatau?). Identifikasi ini didukung
oleh torehan yang banyak dan relatif dalam sebagai bukti
bahwa proses erosi telah berlangsung lanjut di tempat ini.
Erosi lanjut ditunjukkan oleh banyaknya sedimentasi di
pesisir, tampak warna biru di laut. Pulau Panjang, di
bagian Timur-Laut juga merupakan suatu lereng Gunung
(Krakatau?). Jumlah torehan relatif sedikit, diperkirakan
sebagai indikasi bahwa batuannya memiliki resistensi
tinggi. Hal ini juga didukung oleh kenampakan sedimentasi yang relatif sedikit dibandingkan pulau pertama.
Ketiga pulau ini, yang diperkirakan sisa tubuh Gunung
Krakatau, jika direkonstruksi kemungkinan dasar Gunung
BERITA INDERAJA Volume III, NO. 6, Desember 2004
Krakatau seluas kumpulan ketiga pulau tersebut.
Pulau Rakata, di bagian Tenggara mempunyai dua sisi
lereng. Pertama, lereng ke arah Timur-Laut dengan kemiringan terjal dan berbentuk tapal kuda yang diidentifikasi
sebagai bagian dari Gunung Krakatau. Kedua, lereng ke
arah Tenggara, lebih landai dibandingkan lereng pertama.
Torehan lebih sedikit dibandingkan pulau pertama yang
diperkirakan disebabkan oleh perbedaaan tingkat resistensi batuan akibat perbedaan periode letusan Gunung Krakatau. Lereng kedua ini diidentifikasi sebagai lereng
Gunung Krakatau.
Berdasarkan kenampakan kompleks Gunung Anak
Krakatau dapat dilakukan suatu rekonstruksi proses vulkanis yang berlangsung 120 tahun silam berupa letusan di
tahun 1883. Tubuh gunung yang tersisa sekitar sepertiga
dari tubuh aslinya. Kaldera Gunung Krakatau memiliki
area seluas laut di antara ketiga pulau tersebut. Dari
indikasi ini diperkirakan Gunung Anak Krakatau muncul
di dalam kaldera Gunung Krakatau. Gunung Krakatau tercatat setinggi 1949 m sedangkan Gunung Anak Krakatau
230 m. Dengan membandingkan tinggi, luas kaldera dan
kawah, dan tubuh gunung, maka Gunung Anak Krakatau
berukuran sekitar sepersepuluh Gunung Krakatau.
Gunung Anak Krakatau dapat dikembangkan sebagai
wisata gunung dan laut sekaligus. Berwisata ke gunung ini
37
AKTUALITA INDERAJA
AKTUALITA INDERAJA
SISTEM INFORMASI KETAHANAN
PANGAN SEBAGAI ALAT BANTU
PENGAMBILAN KEPUTUSAN
bisa mendapatkan keindahan pemandangan gunungapi
aktif dengan kepulan asap dan wisata bahari dengan pantai dan lautnya. Lokasinya di Selat Sunda dan jauh dari
konsentrasi penduduk memungkinkan untuk menikmati
alam yang alami lengkap dengan proses perkembangannya, baik fisik lahan, flora, dan fauna, yang berumur
relatif baru yaitu kurang lebih 120 tahun. Posisi Gunung
Anak Krakatau berada di tengah tiga pulau yaitu Sertung,
Rakata, dan Panjang, susunan spasial ini menyisakan
kenangan kehebatan Gunung Krakatau (1949m dpal),
seperti ditunjukkan oleh kaldera lama (Gambar 1).
Sedangkan Gunung Anak Krakatau ini relatif masih rendah (230 m dpal) dengan aktivitas tinggi, berbentuk silinder dan pola aliran radial yang khas suatu gunungapi,
dapat dinikmati keindahannya secara utuh karena morfologinya relatif kecil.
Setiap unit bentuklahan mempunyai karakteristik terhadap tingkat kerentanan bahaya letusan gunungapi seperti ditunjukkan pada Tabel 1. Dalam kaitan antara distribusi
populasi penduduk dengan tingkat kerentanan bahaya
letusan gunungapi ini, maka penduduk yang terancam
bahaya jika gunungapi ini meletus adalah penduduk di
sekitar Gunung Anak Krakatau yang berada di tiga pulaupulau di sekitarnya, yaitu Sertung, Rakata, dan Panjang.
Pada letusan 120 tahun lalu (1883) menimbulkan Tsunami
38
dengan gelombang mencapai pantai Barat Pulau Jawa dan
pantai Selatan Pulau Sumatera dan menghancurkan pemukiman penduduk di sekitarnya.
Hasil identifikasi dan klasifikasi penutup lahan
Gunung Anak Krakatau menggunakan data MOS-MESSR
(9 September 1991) dan data Landsat-ETM (7 Agustus
2001) dapat dilihat dalam Gambar 2. Adapun hasil perhitungan luas penutup lahan dari kedua citra dan perubahannya disajikan pada tabel 2.
Dari tabel di atas terlihat bahwa dalam jangka waktu
10 (sepuluh) tahun (MOS-MESSR 1991- Landsat-ETM
2001) diperoleh perbedaan luas penutup lahan yang menunjukkan adanya perubahan. Perubahan yang mencolok
terutama adalah luas singkapan batuan hasil endapan piroklastik, bertambah sekitar 10 (sepuluh) Ha. Pada citra
Landsat komposit 542 (RGB) distribusi endapan piroklastik ditunjukkan dengan warna biru keunguan (periksa
gambar 1). Sedangkan perubahannya ditampilkan dengan
warna oranye, terutama di bagian barat laut dan utara. Hal
ini menunjukkan bahwa gunung Anak Krakatau mengalami letusan antara tahun 1991 dan 2001 dengan arah pengendapan hasil letusan ke utara dan barat laut. Keadaan
dan perubahan penutup lahan sebagaimana ditampilkan
pada tabel 2, dapat dilihat pula pada gambar 3. ****
BERITA INDERAJA Volume III, NO. 6, Desember 2004
Gatot Irianto., E. Runtunuwu., F. Ramadhani dan S.
H. Adi
Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat,
Balitbang Pertanian
aat ini pangan telah menjadi komoditas strategis dan
politis yang sangat menentukan harga diri dan
kemandirian suatu bangsa. Ketimpangan antara
kemampuan produksi dan konsumsinya akan melemahkan
kemampuan tawar (bargaining position) negara, sehingga
S
BERITA INDERAJA Volume III, NO. 6, Desember 2004
dapat dijadikan sebagai alat politik penekan (political
pressure tool) oleh negara lain. Untuk itu penyediaan data
dan informasi kemampuan produksi, ketersediaan dan
dinamikanya menurut ruang (spatial) dan waktu (temporal) menjadi kebutuhan yang sangat esensial bagi pengambil kebijakan, perencana baik di tingkat nasional, provinsi
maupun kabupaten/kota. Berdasarkan informasi karakteristik dan kemampuan penyediaan pangan di berbagai
tingkatan, menurut waktu, maka pengambil keputusan
dapat menyusun strategi untuk peningkatkan ketahanan
pangannya sesuai dengan karakteristik wilayahnya. Untuk
itu diperlukan sistem informasi ketahanan pangan yang
39
AKTUALITA INDERAJA
apat digunakan sebagai alat bantu untuk menampilkan kondisi aktual ketahanan pangan, lokasi prioritas dan jenis kegiatan pengembangan untuk pencapaian ketahanan pangan, sektor terkait yang perlu berpartisipasi, kapan dan dimana serta dana siapa. Pendeknya:
siapa berbuat apa dapat ditampilkan dalam sistem informasi
ketahanan pangan.
Secara teoritis, besaran (magnitude) data dan informasi
untuk menyusun sistem informasi ketahanan pangan
meliputi: (1) data tabular/numerik (produksi, luas sawah,
luas tanam dan luas panen), jumlah penduduk, jenis dan
jumlah kebutuhan pangan, cadangan pangan (2) data
spasial: jenis dan luas penggunaan lahan, (3) data vektor:
batas wilayah provinsi, kabupaten/kota dan kecamatan,
sungai, jalan. Demikian pula dinamika dan laju alih fungsi
lahan (hutan ke lahan pertanian dan atau pemukiman,
lahan pertanian ke pemukiman) serta dampak anomali
iklim (el-nino dan la-nina) terhadap kekeringan dan banjir/genangan dapat dipantau intensitas, frekuensi dan
d
durasinya (Gambar 1).
Sistem informasi ketahanan pangan dibangun secara
fisik maupun operasional dengan mengintegrasikan data
tabular, spasial dan vektor, sehingga informasi antara
peubah produksi, kebutuhan, pasokan dapat ditampilkan
dan dibandingkan setiap saat dan dianalisis status ketahanan pangannya. Pengembangan sistem informasi ketahanan pangan memungkinkan pengambil kebijakan dan
perencana dapat menyusun strategi pencapaian ketahanan
pangan lebih spesifik tempat, waktu, cara dan biayanya.
Penggunaan citra dengan resolusi dan waktu liputan
yang proporsional untuk penyediaan data spasial dan temporal dalam penyusunan sistem informasi ketahanan pangan harus dilakukan, karena citra satelit memilki banyak
keunggulan komparatif dan kompetitif dibandingkan cara
klasik manual yang dilakukan selama ini. Keunggulan
tersebut antara lain: (1) lebih cepat waktu pengumpulan
datanya dibandingkan dengan cara manual (2) lebih tepat
luas dan lokasinya dibandingkan data tabular klasik tanpa
peta (3) dapat diperbaruhi (up date) dan dibandingkan
Gambar 2. Sistem informasi ketahanan pangan sebagai alat bantu pengambilan keputusan
40
BERITA INDERAJA Volume III, NO. 6, Desember 2004
Gambar 3. Sistem informasi ketahanan pangan Jawa Tengah berbasis web.
Membentuk pusat informasi ketahanan pangan Jawa Tengah yang berfubgsi:
- Membangun database produksi pangan
regional
- Menganalisis produksi, pengadaan, dan
distribusi pangan
Pengambil Kebijakan: Gubernur
Pusat informasi dan pengendalian
ketahanan pangan (BBMKP)
- Menyalurkan informasi dan kebijakan pangan secara periodik dengan fasilitas internet: cepat dan murah.
Pengguna (level kab/kota, kecil)
dan pemasakan padi serta produktivitasnya melalui
citra satelit, maka perencana dapat memprediksi kemampuan dan kinerja produksi pangan wilayah untuk jangka
waktu satu, dua dan tiga bulan. Berdasarkan data dan
informasi kemampuan produksi yang up to date, maka
dapat disusun strategi pencapaian ketahanan pangan insitu (optimalisasi produksi, mempertahankan cadangan pangan yang ada) maupun exsitu (pengadaan pangan dari luar
wilayah).
Untuk meningkatkan efisiensi dan keterpaduan pembangunan antar sektor, antar wilayah, maka penggunaan
data citra, pengembangan sistem informasi yang multi
purpose dan multiple users harus dilakukan. Pemantauan
keberhasilan penghijauan, pemetaan kondisi jaringan irigasi, deliniasi wilayah kekeringan dan genangan, penentuan nilai jual objek pajak, sertifikasi tanah merupakan
teladan tentang jenis aplikasi melalui pengembangan sistem informasi ketahanan pangan. Lebih jauh dengan jenis
citra, skala, waktu pengambilan yang sama, maka: (1)
pendekatan lintas sektor dan lintas wilayah, (2) penyeragaman data antar sektor, (3) perencanaan dan pemantauan keberhasilan program dapat difokuskan alokasi dan
pelaksanaannya agar investasi tenaga, waktu dan biaya
dapat dioptimalkan.
Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat,
BERITA INDERAJA Volume III, NO. 6, Desember 2004
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian bekerjasama dengan Badan Bimbingan Masal Ketahanan
Pangan Provinsi Jawa Tengah Tahun Anggaran 2003 telah
berhasil menyusun sistem informasi ketahanan pangan
provinsi Jawa Tengah berbasis kecamatan. Informasi yang
ditampilkan meliputi: (1) data potensi wilayah: biofisik,
komoditas, demografi, sarana produksi pertanian, kelembagaan dan infrastruktur (2) informasi citra: katalog citra,
informasi penggunaan lahan,dinamika fase pertumbuhan
padi dan (3) level data: kecamatan, kabupaten/kota dan
provinsi (Gambar 2). Dengan menggunakan data citra
Landsat TM dengan resolusi 50X50 meter, waktu liputan
16 hari, maka peta (layer) yang ditampilkan meliputi:
penggunaan lahan dari citra, jalan, sungai dan high light.
Menu sistem informasi ketahanan pangan ini secara praktis dapat dimodifikasi, ditambah jenis dan jumlahnya
sesuai dengan kebutuhan, karena diprogram sendiri.
Penyajian sistem informasi ketahanan pangan secara
on line memungkinkan pemerintah kabupaten/kota dan
masyarakat dapat memantau dinamika alihfungsi lahan
dan keberhasilan kegiatan pembangunan secara
transparan. Efisiensi penggunaan dana dan sumberdaya
juga dapat ditingkatkan, karena program dan pendanaan
antar sektor terkait seperti pertanian, pemukiman dan
prasarana wilayah, kehutanan dan antar wilayah (provinsi,
kabupaten/kota, kecamatan) untuk pencapaian ketahanan
41
Peristiwa dalam Gambar
LAPAN Berpartisipasi
Dalam Pameran PUSPITEK
DALAM rangka memperingati “Hari
Teknologi Nasional”, Kementerian
Negara Riset Dan Teknologi menyelenggarakan Kegiatan Pameran HATEKNAS
pada 12-13 Agustus 2004 yang berlokasi
di Gedung Dewan Riset Nasonal PUSPITEK Serpong - Tangerang. Kegiatan
pameran ini secara resmi dibuka oleh
Presiden RI saat itu Ibu Megawati
Soekarnoputri Gambar di atas memperlihatkan suasana Stand LAPAN. Pusdata
dalam pameran ini menampilkan data
Inderaja Satelit dalam bentuk poster.
DIKLAT Untuk PASPAMPRES
UNTUK meningkatkan pengetahuan teknologi penginderaan jauh dan aplikasinya bagi para petugas pasukan
pengamanan presiden (PASPAMPRES), telah diselenggarakan diklat selama sepuluh hari kerja sejak tanggal
14 September sampai dengan 22 September 2004.
Diklat terselenggara atas kerjasama LAPAN – DEPHAN,
dilangsungkan di PUSDATA LAPAN Pekayon dengan
tema “Pemanfaatan Penginderaan Jauh untuk
Mendukung Tugas Pemeliharaan dan Pertahanan
Keamanan Wilayah Indonesia”. KaPusdata Ir.Nur
Hidayat Dipl.Ing. tampak akan memasangkan “papan
nama” pada salah seorang peserta.
Pemanfaatan Data Inderaja untuk
Mendukung Program Pertahanan
dan Keamanan NKRI
SEBAGAI bentuk kepedulian LAPAN dalam rangka mendukung program kerja Direktorat Wilayah
Pertahanan Direktorat Jenderal Strategi
Pertahanan Departemen Pertahanan RI, telah
diserahkan data inderaja Landsat ETM seluruh
wilayah Indonesia, dalam suatu acara serah terima
yang berlangsung pada 15 September 2004
bertempat di Ruang Rapat Ditwilhan Ditjen
Strahan Dephan Jakarta. Tampak pada foto
Kapusdata Ir. Nur Hidayat Dipl.Ing. dan Direktur
Wilayah Pertahanan Brigadir Jenderal TNI Frans
B. Workala, MM, S.Pd sedang menandatangani
berita acara serah terima data.
42
BERITA INDERAJA Volume III, NO. 6, Desember 2004
Pertemuan LGSOWG Di Chiang May
Thailand
PERTEMUAN tahunan operator satelit inderaja Landsat ke
33 tahun 2004 dilangsungkan di Chiang May Thailand
dengan GISTDA (Geo Informations and Space Technology
Development Agecy) Thailand bertindak selaku tuan rumah
. Acara yang dilangsungkan pada tanggal 1 sampai dengan
BERITA INDERAJA Volume III, NO. 6, Desember 2004
5 November 2004 ini dihadiri oleh USGS, NASA, JAXA,
ESA serta para utusan dari negara operator satelit seperti
Indonesia , Jepang, China, Australia, Brazil , Canada,
Afrika Selatan dan Jerman.Dalam pertemuan tersebut
dibahas program-program Landsat, status Landsat 5 dan 7,
produk SLC OFF serta laporan dari masing-masing stasiun
penerima data Landsat. Pada foto di atas terlihat para
peserta berfoto bersama setelah acara pembukaan.
43
INFORMASI DATA INDERAJA
Citra SLC-OFF-24 Mei 2004
Citra SLC-ON-13 Mei 2004
Citra Hasil Mosaik
1. PRODUK DATA
LANDSAT-7 ETM
SLC OFF
=
+
Edyanta Purba (Pusbangja)
S
=
+
Gambar 1b. Metoda Pengisian Gap Fase 2 Citra Landsat-7 (SLC OFF-SLC ON) Path/Row: 105/61 (Daerah Manokwari, Provinsi Papua Barat).
Citra SLC-OFF-12 Mei 2004
Citra SLC-OFF-13 Juni 2004
Citra SLC-OFF-16 Agustus2004
Citra Hasil Mosaik
+
+
=
+
+
=
Gambar 1c. Metoda Pengisian Gap Fase 1 Citra Landsat-7 (SLC OFF-SLC OFF) Path/Row: 114/066 (Pulau Sumbawa, Provinsi NTB).
44
BERITA INDERAJA Volume III, NO. 6, Desember 2004
ebagaimana telah kita ketahui bersama
bahwa satelit LANDSAT-7 ETM mengalami
kerusakan permanen pada salah satu instrumen sensor Scan Line Corrector (SLC) sejak 31 Mei
2003 sehingga data yang diakuisisi sejak tanggal
tersebut mempunyai “gap”, yaitu ada bagian pada
data yang yang terlewat oleh sapuan sensor sebesar 22% (gambar 1a).
Untuk mengatasi permasalahan pada data tersebut, PUSDATA LAPAN melakukan diversifikasi produk data LANDSAT-7 ETM SLC OFF yaitu mengisi
“gap” pada data tersebut dengan metoda mosaik
dua scene atau lebih data pada path-raw yang
sama.
Upaya pengisian “gap” pada data LANDSAT 7
ETM SLC OFF tersebut dilakukan dengan menggunakan data LANDSAT 7 ETM SLC ON, khususnya
untuk data LANDSAT 7 ETM SLC OFF berbeda
waktu akuisisi yang akan tetapi mempunyai orbit
satelit yang sama. Pada kondisi seperti ini, waktu
akuisisi data LANDSAT 7 ETM SLC ON dan data
LANDSAT 7 ETM SLC OFF dipilih pada musim yang
sama, agar terdapat perbedaan informasi yang kecil
diantara kedua data tersebut, seperti ditunjukkan
pada gambar 1.b.
Mosaik beberapa data LANDSAT 7 ETM SLC
OFF dengan waktu akuisisi yang berbeda dilakukan
untuk pengisian “gap”, karena orbit satelit yang
“tidak selalu tepat” melewati tempat yang sama,
sehingga masing-masing data mempunyai “gap”
yang berbeda . Metoda ini tidak tergantung pada
musim karena perbedaan waktu akusisi masingmasing data hanya 16 hari. Jumlah data yang dimosaik untuk pengisian “gap” tergantung pada liputan
awan seperti ditunjukkan pada gambar 1c.
BERITA INDERAJA Volume III, NO. 6, Desember 2004
45
INFORMASI DATA INDERAJA
Berikut adalah beberapa dari produk data
Landsat-7 ETM SLC OFF level 1G dan pengisian
“gap”. Proses pengisian “gap” saat ini masih terus
dilanjutkan. Pada gambar 2a dan 2b dapat dilihat
sampel produk mosaik antar data Landsat-7 SLC
OFF.
Produk data satelit LANDSAT-7 SLC OFF dengan “gap” yang terisi sejak SLC OFF dapat dilihat
pada tabel 1.
Kelebihan produk data mosaik antar LANDSAT-7
ETM SLC OFF untuk mengisi “GAP” (SLC OFF
FILLED GAP) yang diproduksi PUSDATA LAPAN
Pekayon adalah, informasinya tidak berubah karena
data yang digunakan mempunyai kedekatan waktu
akuisisi yaitu 16 hari, sedangkan kelemahannya
adalah diperlukan banyak data disebabkan faktor
liputan awan yang tinggi.
Kelebihan produk data mosaik LANDSAT-7 ETM
SLC OFF dengan data LANDSAT-7 ETM SLC ON
untuk mengisi “GAP” adalah, tertutupnya semua gap
yang ada, sedangkan kelemahannya adalah terjadi
perubahan penutup lahan di antara kedua data
tersebut disebabkan perbedaan waktu akuisisi antar
data yang digunakan dapat lebih dari satu tahun.
2. Distribusi Data
Landsat-7 ETM
SLC OFF
46
BERITA INDERAJA Volume III, NO. 6, Desember 2004
ejak awal Juni 2003 sampai dengan pertengahan
November 2004 telah direkam data Landsat-7 ETM
OFF sebanyak 5.445 Scenes, beberapa diantaranya
telah diolah menjadi level 1G GeoTiff. Dengan dihasilkannya
produk pengisian “gap” pada data Landsat-7 ETM SLC OFF
level 1G akan memudahkan pengguna data inderaja memanfaatkan data tersebut untuk berbagai sektor aplikasi.
Pengguna kelompok Swasta memanfaatkan produk tersebut terutama untuk aplikasii sektor kehutanan, sedangkan
kelompok Pemerintah dan Internal banyak memanfaatkan data
untuk keperluan penelitian dan promosi. Selengkapnya disajikan pada diagram berikut.
S
BERITA INDERAJA Volume III, NO. 6, Desember 2004
47
Download