BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG abcdefKemajuan teknologi saat ini telah mengubah gaya hidup dan sosial ekonomi masyarakat di seluruh dunia. Hal ini memberikan dampak adanya kecenderungan transisi epidemiologi penyakit penyakit tidak dari menular, penyakit terutama menular di menjadi negara-negara miskin dan berkembang. Pada tahun 2012, diperkirakan sebesar 68% dari jumlah kematian yang ada disebabkan oleh penyakit tidak menular. Penyakit kardiovaskular terutama penyakit jantung iskemia, merupakan penyakit tidak menular penyebab kematian terbesar di dunia dimana diestimasi menyebabkan sekitar 7,4 juta kematian pada tahun 2012 (Anonymous, 2012). Di Indonesia pada tahun 2000, penyakit kardiovaskular berperan sebesar 26,3% dari total kematian yang ada dan proporsi ini terus meningkat dengan bertambahnya tahun (Delima et al., 2009). Angka tersebut menunjukkan tingginya kematian penduduk akibat penyakit kardiovaskular. Salah satu penyakit kardiovaskular yang sering ditemukan pada negara berpenghasilan menengah ke bawah adalah penyakit jantung iskemia. 1 abcdefSalah iskemia satu adalah manifestasi infark dari miokard penyakit akut yang jantung merupakan sindrom klinis akibat adanya cedera pada jaringan otot jantung oleh karena adanya ketikdakseimbangan yang berkepanjangan antara suplai dan kebutuhan oksigen pada otot jantung (Jaffe & Miller, 2003). Faktor pemicu utamanya adalah karena adanya plak aterosklerosis pada dinding arteri jantung. Plak ini dapat mengalami progresivitas, dimana pada awalnya berupa plak atheroma obstruktif yang terfiksasi, plak kemudian dikarenakan beberapa keadaan menjadi tidak stabil. Plak yang tidak stabil ini menjadi ruptur dan memaparkan plak terhadap elemen-elemen agregasi subendotelial platelet dan sehingga pembentukan terjadi trombus proses (Topol et al., 2007). abcdefKenaikan kadar kolesterol dalam darah berperan besar dalam proses pembentukan plak aterosklerosis. Total kolesterol terdiri atas kolesterol low density lipoprotein (LDL) dan kolesterol high density lipoprotein (HDL). Secara berurutan, apolipoprotein B (apo B) dan apolipoprotein A-I (apo A-I) merupakan protein struktural utama penyusun LDL dan HDL sehingga kadar kedua apolipoprotein ini secara tidak langsung 2 juga berperan aterosklerosis dalam dalam proses pembuluh pembentukan darah (Chan plak & Watts, 2006). abcdefRasio apo B/apo A-I merupakan indikator yang lebih baik dalam menilai risiko infark miokard akut dibandingkan dengan pengukuran lipid secara tradisional (Parish et al., 2009). Pasien pada umumnya akan memiliki rasio apo B/apo A-I yang lebih tinggi. Selain itu, rasio yang tinggi juga ditemukan pada pasien IMA yang memiliki indeks massa tubuh yang lebih tinggi (Tian et al., 2011). abcdefIndeks Massa Tubuh (IMT) adalah berat badan dalam kilogram (kg) dibagi dengan tinggi badan dalam meter kuadrat (m2). Parameter ini memiliki hubungan yang berbanding lurus dengan total konsentrasi kolesterol LDL dan (Schroder berbanding et al., terbalik 2003). dengan Oleh kolesterol karena itu, HDL menurut peneliti terdapat hubungan yang berbanding lurus dari rasio apo B/apo A-I dengan indeks massa tubuh pada pasien infark miokard akut. abcdefPenelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya mengenai rasio apo B/apo A-I hanya mengenai hubungan 3 rasio apo B/apo A-I dengan risiko infark miokard akut. Data dari penelitian Goswami et al., 2008 menunjukkan korelasi rasio apo B/apo A-I dengan indeks massa tubuh pada pasien infark miokard akut. Namun penelitian tersebut dilakukan dengan subjek di India. Penelitian mengenai hubungan antara rasio apo B/apo A-I dan indeks massa tubuh di Indonesia, khususnya Yogyakarta, belum pernah dilakukan sehingga peneliti merasa penelitian ini perlu dilakukan. B. Rumusan Masalah abcdefBerdasarkan latar belakang tersebut, maka didapatkan rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana kadar apo B, apo A-I, dan rasio apo B/apo A-I pada pasien infark miokard akut? Bagaimanakah indeks massa tubuh pada pasien infark miokard akut? Apakah ada hubungan antara rasio apolipoprotein B/apolipoprotein A-I dengan indeks massa tubuh pada pasien infark miokard akut? C. Keaslian Penelitian abcdefTian et al.,(2011) melakukan penelitian mengenai penggunaan rasio apo B/apo A-I sebagai prediktor risiko penyakit jantung koroner pada pasien overweight dan 4 obesitas. Penelitian dengan uji korelasi Pearson menunjukkan nilai koefisien korelasi (r) = 0,119 dengan P = 0,017 untuk korelasi rasio apo B/apo A-I dan indeks massa tubuh Penelitian (IMT) dilakukan pada di pasien Tiongkok overweight/obese. dengan 2 kelompok subjek, yaitu kelompok pasien dengan IMT normal dan IMT overweight/obese dengan metode cross-sectional . abcdefKannan et al.,(2012) melakukan penelitian mengenai penggunaan apo B, apo A-I, dan apo B/apo A-I sebagai prediktor penyakit jantung koroner (PJK) pada populasi India Selatan. Metode yang digunakan adalah metode case-control pada 125 pasien yang terdiagnosis PJK dan 125 pasien tanpa PJK. Analisis data dengan uji Pearson menunjukkan nilai koefisien korelasi (r) = 0,028 dengan P = 0,658 untuk korelasi rasio apo B/apo A-I dan indeks massa tubuh (IMT). abcdefGoswami et al.,(2008) pada penelitiannya mengenai penggunaan penyakit rasio jantung apo B/apo koroner A-I pada sebagai populasi prediktor di India menunjukkan nilai koefisien korelasi moderat (r = 0,397 dan P = 0,002). Penelitian menggunakan metode casecontrol. 5 abcdefPenelitian lain dilakukan Wallendfeldt et al., (2004) mengenai korelasi rasio apo B/apo A-I dengan faktor karakteristik sindroma metabolik, diantaranya terhadap indeks massa tubuh. Analisis yang digunakan adalah uji spearman dengan nilai koefisien korelasi (r) = 0,22, dengan P = 0,000. Kesimpulan dari penelitian ini adalah adanya korelasi positif antara rasio apo B/apo A-I dan indeks massa tubuh. Penelitian dilakukan dengan metode longitudinal terhadap 313 subjek lakilaki berusia 58 tahun. abcdefDi Indonesia, khususnya di Yogyakarta, penelitian mengenai hubungan rasio apo B/apo A-I dengan indeks massa tubuh belum pernah dilakukan. Populasi penduduk dengan ras, etnis, dan gaya hidup yang berbeda tentu akan memberikan hasil yang berbeda. Enkhmaa et al.,(2011) menyatakan bahwa terdapat perbedaan rasio apo B/apo A-I pada pasien ras Afrika-Amerika dengan Eropa-Amerika. Inoue et al., (2000) bahwa populasi Asia lebih rentan juga menyatakan mengalami obesitas pada indeks massa tubuh yang lebih rendah sehingga WHO membuat Pasifik. kriteria Oleh IMT karena tersendiri untuk itu, sangat wilayah mungkin Asia- terdapat perbedaan hasil korelasi pada pasien di Indonesia. 6 D. Manfaat Penelitian abcdefManfaat dari penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui adanya hubungan rasio apo B/apo A-I dengan indeks massa tubuh sehingga dengan mengontrol indeks massa menurun tubuh sehingga diharapkan risiko rasio infark apo miokard B/apo akut A-I dapat menurun. E. Tujuan Penelitian abcdefPenelitian ini bertujuan untuk menyelidiki korelasi antara indeks massa tubuh dan rasio apo B/apo A-I pasien infark miokard akut. 7