Tumbuhan Obat Indonesia

advertisement
Tumbuhan Obat Indonesia
THE JOURNAL ON INDONESIAN MEDICINAL PLANTS
VOLUME 3
1996
NOMOR 1
EFEK IMUNOMODULATOR DARI TUMBUHAN OBAT
Su~owo
(FAKULTAS
KEDOKTERAN,
Universitas Padjadjaran. Bandung)
PENDAHULUAN
ElAK jaman Paul Ehrlich (1854 - 1915) dan K. Landsteiner
(1868-1943). para ilmuwan mempelajari aspek imunokimia dan
biologi dari suatu respons imun dengan suatu keinginan untuk mencari
jawaban tentang masalah yang selalu membayangi mereka. Masalah
tersebut yaitu: bagaimana cara agar orang dapat mengendalikan
respons imun dalam tubuh (1). Walaupun pada awalnya orang sangat
berminat akan hal tersebut karena dorongan ingin mengungkapkan
mekanisme penolakan jaringan cangkok, nanun kini minat akan
kajian tentang imunosupresi dan imunopotensi lebih dipusatkan untuk
memperolah gambaran yang lebih jelas tentang mekanisme yang
bekeja pada sistem imun.
Untuk mernahami apa dan bagaimana mekanisme respons itu.
lebih dahulu perlu diketahui dan dipahami mengenai konsep-konsep,
modem dalam imunologi itu sendiri, sebab imunologi bukanlah
sekedar ilmu yang mempelajari kekebalan tubuh terhadap infeksi
mikroorganisme saja, namun juga mempakan ilmu yang mencakup
wawasan yang lebih has. Walaupun demikian kita tidak dapat
mengabaikan sejarah perkembangan imunologi itu sendiri, oleh karena
pada awal kelahirannya orang mernang memusatkan perhatiannya
untuk mengatasi infeksi, sehingga usaha tersebut sangat berkaitan
dengan apa yang disebut imunitas. Pada masa kini, orang memberikan
batasan tentang imunitas bukan lagi mengenai kekebalan sematamata, melainkan mencakup selumh mekanisme faali pada hewan dan
manusia untuk mampu mengenal bahan yang terpapar kepada tubuh
sebagai benda asing terhadap dirinya dan kemudian menanggapinya
Tanggapan itulah yang disebut sebagai respons imun, sedang tanggapan
itu sendiri tidak selalu memberikan keuntungan dan perlindungan
tubuh, namun sebaliknya dapat pula memgkan sebagai antigen atau
imunogen (2).
Imunogen dapat bempa sebagai organisme hidup seperti virus,
bakteri, jamur, cacing dan sebagainya, ataupun sebagai molekul
protein, lipid atau karbohidrat. Apapun bentuk atau konfigurasi
antigen tersebut, apabila tubuh atau sistem imun mengenal sebagai
asing. maka terbangkitlah respons imun. Seperti diungkapkan di atas,
respons imun itu sendiri tidak selalu melindungi tubuh terhadap
serbuan antigen. Sehingga timbulah masalah: bagaimana cara
mengendalikan respons imun agar dapat menguntungkan tubuh.
Masalah ini dapat diperluas. misalnya: apakah kualitas dan intensitas
respons imun dapat dimodulasikan. Bahan apakah yang dapat bertindak
sebagai modulator. Tujuan makalah ini yakni membahas masalah
telrsebut, khususnya dikaitkan dengiui tumbuhan obat.
S
1RESPONS IMUN
"-----ncspurlr :
Imun dalam pengertian modem dapat dipisahkan menjadi:
Respons lmun Alamiah yang bersifat tidak spesifik dan Respons
lmun Adaptif yang bersifat spesifik. Respons imun kategori pertama
disebut alamiah, oleh karena kemampuan respons imun tersebut
sudah terdapat pada hewan tingkat rendah dan secara evolusioner
tetap dipertahankan pada hewan tingkat tinggi dan manusia. Sifat ini
berbeda dengan respons imun adaptif, oleh karena respons imun ini
h m s menyesuaikan terhadap antigen yang dipaparkan kepada tubuh.
Oleh sebab itulah respons ini sangat spesifik terhadap masing-masing
antigennya. Dalam perkembangan evolusi sistem imun, respons imun
adaptif bam timbul kemudian sesudah adanya kemampuan respons
imun alamiah. Mekanismenya lebih rumit dan canggih kalau
dibandingkan dengan respons imun alami. Walaupun demikian dalam
kenyataannya, kedua jenis respons imun tersebut saling membantu
dan terkait membentuk suatu jaringan sistem yang mmit.
Respons imun pertama yang berlangsung apabila tubuh
menghadapi konfigurasi yang dikenal asing, biasanya dalam bentuk
alamiah yang bersifat non spesifik dengan mekanisme yang bersifat
stereotifik. Biasanya apabila respons imun ini tidak berhasil dalam
mengatasi antigen bersangkutan, maka bekejalah respons imun spesifik
yang akan melengkapi respons imun terhadap antigen yang terpapar
kepada tubuh. Mekanisme.efektor yang bekeja pada kedua jenis
respons imun dapat berbentuk Humoral dan Seluler.
.
,,.GATURAN RESPONS IMUN
Di dalam proses respons imun tejadilah serangkaian proses
seluler yang dimulai dengan pengenalan melalui reseptor yang terdapat
pada permukaan sel-sel yang terlibat. Pada proses tersebut, sel-sel
tertentu menghasilkan berbagai jenis substansi yang dinamakan Mediator. Mediator ini biasanya dinamakan juga sebagai Sitokin (3).
Dalam proses tersebut bekeja berbagai sitokin yang saling berinteraksi.
Apabila mekanisme pengaturan tersebut mempunyai efek menghambat
respons imun, maka dikatakan bahwa mekanisme pengaturan negatif.
sedang mekanisme pengaturan positif dimaksudkan apabila
memberikan efek mendorong respons imun.
Gangguan pada sistem pengaturan ini dapat mengakibatkan
manifestasi gejala penyakit. Contoh paling menonjol, misalnya
tejadinya gejala penyakit AIDS yang disebabkan oleh infeksi virus
HIV yang menyerang salah satu jenis komponen regulator pada
sistem imun yang dinamakan limfosit T helper. Sel limfosit T helper
ini pada umumnya mengatur secara positif pada proses respons imun.
Dalam mekanisme pengaturannya, sel T helper ini menghasilkan
berbagai sitokin, sehinggga apabila sel ini msak karena infeksi virus
HIV, kemampuan pengaturannya akan sangat terganggu. Gangguan
ini menyebabkan defisiensi imun dengan akibat bahwa penderita
mudah Angalami infeksi, bahkan daiat menderita beberapa jenis
tumor tertentu. Sebaliknya, apabila intensitas respons imun terlalu
besar karena pengaturan positif atas respons imun, maka gangguan
pada sistem imun dapat menyebabkan gejala penyakit otoimup atau
jenis penyakit imun lain. Pada penyakit otoimun, sistem imun
~~-
~
Warta Tumbuhan Obat Indonesia
terganggu dalam mengenal, sehingga mengenal jaringan tubuhnya
sendiri sebagai asing.
Berbagai bahan tertentu telah dikenal dapat menginduksi pelepasan
sitokin oleh sel-sel dari sistem imun. Misalnya sitokin IL-I (InterleukinI) yang
- - diketahui dihmilkan oleh sel makrofag (sel penyaji antigen
kepada limfosit T helper), pada percobaan temyata dapat dibangkitkan
pelepasannya oleh berba~aibahan tertentu, misalnya: lipopolisakarida
(LPS). muiamil d i p e p t i d ( ~ p ~partikel
),
urat atau silikat, almunium
hidroksid, berbagai mikroorganisme tertentu dan bahkan iradiasi
ultraviolet (3). Seb&\nya terdapat pula bahan yang dapat menghambat
pelepasan sitokin. Misalnya kortikosteroid yang sangat luns digunakan
untuk meredam mdang, sebenamya bekerja menghambat pelepasan
IL-l oleh sel-sel makrofag. Prostagladin yang juga mempakan mediator dalam pemdangan bekeja menghambat produksi IL-l (misalnya
prostagladin E2). Tetapi sebaliknya leukotrien yang mempakan mediator yang berasal dari membran sel dapat merangsang produksi
IL-I. (3).
Dengan mengetahui sifat dan efek bahan-bahan yang mempengaruhi sitokin tertentu orang dapat mengaplikasikan untuk
pengobatan terhadap beberapa penyakit tertentu. Jelaslah pendekatan
pengobatan disini bukan seperti halnya pengobatan dengan antibiotika
atau kemoterapika yang mekanismenya bertindak sebagai sebagai
efektor. Antibiotika. misalnya akan membunuh mikroorganisme secara
langsung, sedang kortikosteroid akan menekan radang melalui
hambatan terhadap produksi IL-I. Seperti diungkapkan di atas, IL-l
bekerja sebagai regulator sistem imun, sehingga dalam ha1 ini dapat
digolongkan sebagai imunomodulator.
'
TUMBUHAN OBAT
Masyarakat h a s yang menggunakan tumbuhan sebagai obat,
bukan saja terbatas di Indonesia, melainkan hampir seluruh masyarakat
di dunia seperti: India, Sri Langka, Cina, Korea, Mesir, Afrika dan
Eropa. Bahkan sekarang terdapat kecenderungan penelitian tumbuhan
obat pada tingkat seluler ataupun molekuler. Mungkin tumbuhan
merupakan sumber pertama yang dimanfaatkan oleh manusia sebagai
obat, oleh karena tumbuhan selalu tersedia di lingkungan kehidupan
manusia. Bahkan sampai sekarangpun di berbagai bagian dunia
tertentu, manusia masih mempertahankan tanaman sebagai sumber
obat, seperti di, Cina, Indonesia, Sri Langka, India, Mesir dan lainlainnya. Hal ini mendorong p a n pakar untuk lebih jauh meneliti
secara mendalam dan meluas.
Tentu saja khasiat tumbuhan obat untuk tubuh dapat bermacammacam mekanisme kerjanya dan khasiatnya. Tumbuhan dapat bekeja
pada sistem endokrin (seperti: Paenoiae Radix, Analismatis Rhizoma,
Coptidis Rhizoma, Seutellariae Radix) (4), bekeja pada sistem
kardiovaskuler (Camellia sinensis, Atropa belladona, Papaver
somm~ferum)(5). bekeja pada sistem imunitas (Azadirachta indicu.
Asparagus ,faltaca) (6) don sebagainya.
Selain bekerja pada sistem tubuh, tumbuhan obat juga dapat
bekeja langsung pada mikroorganisme (lateks Jatropha muttifida
menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureuy dan E. coli) (7).
Tumbuhan obat yang bekeja pada sistem imunitas bukanlah
bekerja sebagai efektor yang langsung menghadapi penyebab
penyakitnya, seperti halnya antibiotika, melainkan bekeja melalui
pengaturan sistem imunitas. Bahan-bahan yang bekerja demikian
digolongkan sebagai imunomodulator. Jadi apabila kita mengobati
penyakit yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dengan
imunomodulator, maka imunomodulator tersebut tidak akan
menghadapi langsung mikroorganismenya, melainkan sistem imunitas
akan didorong untuk menghadapi melalui efektor sistem imunitas.
Demikian pula halnya apabila dipakai imunomodulator untuk
mengatasi kanker, maka sistem imunitas akan didorong untuk
menghadapi sel-sel kanker.
Kemajuan ilmiah dalam penelitian tumbuhan obat sebagian besar
(Labadic 1989) (8) ditujukan untuk mengungkap aspek biologi dan
kimiawi tumbuhan tersebut. Dengan mengabaikan pengkajian ilmiah
1996
terhadap data kedokteran tradisional yang berkaitan dengan aspek
kimiawi dan ilmu tanamannya, akan mendorong pengetahuan ini
makin menjahui sumber yang sangat kaya akan informasi. Pengkajian
Ilmiah kedokteran tradisional ditambah dengan keperluan akan
pencarian yang lebih terarah terhadap komponen aktif dalam tumbuhtumbuhan, sudah pasti bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan yang
dirasakan dalam mengeksplorasi pengetahuan tradisional jamu-jamuan
yang digunakan oleh suku-suku tertentu. Maka berkembanglah ilmu
etnofarmakologi dan etnofarmakognosi yang mencerminkan adanya
orientasi kesukuan d a l m eksplorasi ilmiah akan hasil alami yang
digunakan secim tradisional.
Pendekatan ini akan melibatkan para ahli fannakognosi dalam
suatu kerja sama antar ahli dari berbagai disiplin lain, misalnya
antropologi, sosiologi kedokteran, ahli bahasa, ahli ilmu pengetahuan
alamiah dan tentu saja ahli ilmu kedokteran. Perlu disadari bahwa
para ahli farmakognosi yang terlibat dalam penelitian etnofarmakognosi
akan terikat dengan pengumpulan data lapangan di samping pengkajian
tulisan ilmiah kuno maupun modem yang erat kaitannya dengan
pelaksanaan pengobatan tradisional di masyarakat. Lokasi geografis
untuk kerja lapangan pada dasarnya hanya merupakan masalah pilihan
saja. Tentu saja dalam pemilihan ini akan dipengmhi oleh faktor
lain, seperti ekonomi, politik dan tentu saja faktor ilmiahnya.
Di Indonesia, penelitian dasar untuk pengkajian tumbuhan obat,
khususnya yang menyangkut tentang imunomodulator masih sangat
terbatas.
Keputusan untuk memusatkan perhatinn kepada kandungan
tumbuh-tumbuhan yang dapat mempengaruhi respons imun,
menimbulkan pertanyaan: apakah pada penelitian kedokteran
tradisional tersebut terdapat dasar konseptual, seperti misalnya
aktiviitas biologiknya. Dengan kata lain: npakah konsep-konsep
patogenesis dan metode pengobatan yang dipakai sebagai dasar
sistem pengobatan kedokteran tradisional menyajikan suatu pendekatan
yang relevan? Hal ini dapat kita simak kedokteran tradisional yang
digunakan di India, dan Srilangka. Dalam sistem kedokteran tndisional
India dan Srilangka yang tersusun dalam Ayurveda tidak ditemukan
istilah-istilah sistem imun atau imunomodulator seperti yang
diketemukan dalam kedokteran modern. Seperti juga metode
pengobatan tradisional Cina, pendekatan pangobatan tradisional
biasanya tidak melalui pendekatan sistem organ, namun menganggap
bahwa tubuh sebagai suatu kesatuan fungsional dan struktural atau
dapat dikatakan menggunakan pendekatan holistik.
Seperti diungkapkan di depan, fungsi utama sistem imun adalah
mengenal apa yang dianggap asing dan memusnahkan, sehingga salah
satu fungsi sistem imun adalah pertahanan terhadap bahan dari luar
tubuh. Namun oleh karena fungsi sistem imun didasarkan pada
pengenalan, maka respons imun tidak selalu h m s ditujukan kepada
bahan dari luar tubuh, melainkan selama sistem imun mengenalnya
sebagai asing, maka walaupun bahan tersebut milik tubuh sendiri akan
terjadi pula respons imun. Dalam memfungsikan sistem imun, sistem
ini membentuk jalinan dengan sistem komunikmi dalarn tubuh, yaitu
sistem endoknn dan sistem s m f .
Marilah kita simak beberapa titik persamaan antara Ayurveda
dan sistem imun sebagai salah satu bagian dari sistem kedokteran
modem. Menurut Ayurveda: penyebab umum dari penyakit, yaitu
adanya kontak dengan faktor lingkungan, faktor kejiwaan (misalnya
ketidakseimbangan pengenddian diri) dan proses penuaan. Ayurveda
menyadari, bahwa proses penuaan tidak dapat dicegah atau dihindari,
sedang penyebab kedua, yaitu faktor kejiwaan hanya dapat dihindari
dengan cara hidup pola kemurnian dan kebersihan jiwa. Sebaliknya
Ayurveda yakin dapat mengatasi penyakit yang disebabkan oleh
faktor penyebab pertama, yaitu faktor lingkungan (8). Dibandingkan
dengan sistem imun dalam ilmu kedokteran modem, yaitu yang didasarkan pada kemampuan pengenalan teihadap bahan di lingkungannya maka terdapat titik persamaan. Seperti juga ilmu kedokteran
modem yang memilahkan jenis penyakit menjadi: penyakit infeksi,
penyakit degenerasi, penyakit ketumnan, dan penyakit karena ruda
paksa (irauma), tidak semuanya sudah dapat di atasi dengan baik.
3
Volume 3 No. 1
Obat Indonesia
Apabila lebih jauh lagi dikaji dasar filsafati Ayuweda dan konsep
modem imunologi, maka akan ditemukan persamaan pula. Dalam
konsep imunologi, fungsi imunitas bukan saja untuk pertahanan
terhadap paparan dari luar tubuh, melainkan juga ikut terlibat dalam
fungsi homeostatis dan surveillance. Homeostatis tidak lain adalah
suatu kemampuan untuk menjaga keseimbangan antara sistem yang
ada dalam tubuh. Sedang surveillunce dimaksudkan kemampuan
sistem imun untuk meronda atau memantau pembahan yang terjadi
pada tubuh sendiri. Berdasarkan konsep filsafat imunologi, maka
pendekatan pengobatan melalui sistem imun, yaitu mengembalikan
keseimbangan ke kedudukan yang stabil. Pendekatan ini tidak jauh
berbeda dengan konsep Ayuweda yang menyatakan bahwa keadaan
kesehatan akan dipertahankan apabila keseimbangan antara lima
unsur pokok tubuh ("bhuta": udara, air, tanah, api dan angin), tidak
mengalami gangguan.
Mencari titik persamaan dasar filsafati dari suatu pendekatan
mempunyai arti penting untuk menyelusuri obat asal dari tumbuhan
yang telah lama digunakan, agar penelitian dasar khususnya pada
aspek efek imunomodulatomya dapat dilakukan lebih terarah dan
efisien. Langkah ini akan lebih penting lagi bagi pengembangan obat
asal dari tumbuhan yang mempunyai efek imunomodulator yang
masih sangat lamban kemajuannya. Hal ini rnerupakan tantangan
tersendiri bagi para pakar yang berminat besar dalam pengembangan
fitomedika.
dan jenis sediaan ekstrak kasar yang akan dimasukkan dalam program skrining.
Karena aktivitas imunomodulator dapat diekspresikan pada sistem
imun dalam berbagai faktor yang sangat berbeda, maka dalam tahap
program skrining perlu diikutsertakan sejumlah pengukuran laboratorik. Strategi ini dapat memberikan keuntungan terdeteksinya aktivitas
imunomodulator secara dini. Berdasarkan penemuan adanya aktivitas
immomodulator dalam tahap skrining ini, dapat direncanakan fraksinasi
dan pemumian ekstrak kasar sampai dapat dipisahkan satu atau lebih
senvawa aktif. Perhatian utama selama ~elaksanaant a h a ~tersebut
dituiukan pa& adanya peningkatan terus-minerus aktivitas &dasarkan
pertambahan berat. Hal ini memberikan petunjuk adanya penambahan
komponen aktifnya.
Setelah identifikasi dan analisis s t ~ k t usenyawa
r
aktifnya, barulah
dikaji mekanisme kejanya. Pada tahap pengkajian ini tentu saja
perlu diperhatikan masalah spesifitas, selektivitas dan toksisitasnya.
Dalam memperhatikan toksisitas perlu dipusatkan pada fungsi normal
dari sel-sel yang terlibat dalam respons imun.
Untuk mulai program penelitian tumbuhan obat yang mempunyai
efek imunomodulator. oleh Labadic (8)
. . disarankan memoerhatikan
beberapa masalah yang perlu mendapatkan jawabannya, yaitu:
1). Masalah mengenai etnobotani
Dalam masalah ini menyangkut menetapkan identitas dari spesies
tumbuhan yang dimaksud, baik atas dasar nama daerah maupun atas
dasar klasifikasi dan identifikasi ilmiah. Dalam ha1 ini perlu
diperhatikan apabila muncul nama yang sama yang tidak jarang
berbeda tumbuhannya
2). Masalah etnofarmasi
Pettanyaaan ditujukan untuk mendapat jawaban masalah: sifat
dan kualitas sediaan jamu tradisional yang berasal dari tumbuhan.
Juga perlu diperhatiki mengenai kondiii bahan tumbuhan, bagaimana
cara pengumpulannya. cara penyimpanannya, cara ekstraksinya dan
bagaimana cara menentukan~dosis kngobaf mnya.
3) ~ a s a l a hetnofannakologi
Pertanyaan ditujukan untuk mendapat jau vaban mengenai aktivitaIS
biologi dan khasiat pengobatan berdasarkan pendapat masyarakat.
4). Masalah etnomedis
Masalah ini meliputi aplikasi obat yang berasal dari tumbuhan
yang dikenal untuk pengobatan penyakit. Perlu diperhatikan kondisi
patologik atau penyakitnya bedasarkan konsep kedokteran modem
yang hendak diobati dengan bahan yang dimaksud.
Analisis data yang diperoleh dari lapangan d m tinjauan pustaka
akan memberikan bahan untuk menyusun hipotesis yang diperlukan
untuk percobaan di laboratorium.
Pertanyaan tentang jamu yang dipakai untuk mengobati penyakit
dapat diajukan pada para profesional kesehatan, para produsen jamu
dan tentu saja kepada para pemakai (8). Tanya jawab tersebut
hendaknya meliputi penyakit yang mungkin terkait dengan adanyp
gangguan sistem imun atau faktomya, misalnya penyakit kulit, radang.
gejala rematik, infeksi, luka, alergi. Perlu diperhatikan pula sediaan
jamu yang digunakan untuk "obat kuat", obat perangsang tubuh, obat
ringan dan organ.
"pembers
PENDEKATAN PENELITIAN TANAMAN OBAT YANG
BEREFEI
'OR
Di berbagai pusat pe
~ r t di
i Indiia, Srilangka, Cina,
.. ...
Jepang dan Eropa telah dilakukan penyelidikan kandungan bahan
yang mempunyai efek imunomodulator dalam tumbuhan, melalui
penelitian lapangan maupun penelitian dasar.
Labadic (8) mengusukan suatu cara pendekatan dan strategi
untuk mendapatkan bahan yang mempunyai efek imunomodulator.
Prasyarat yang diajukan oleh Labadic; data yang diperoleh dari
pengamatan empirik pada sifat-sifat fannako-medik produk alami,
haruslah ditinjau dan dianalisis berdasarkan konsep tradisional yang
cocok. Untuk memenuhi persyaratan ini, haruslah dibuat rancangan
Ian~gkahpeneli,tian etnofarmakognostik. Menurut para pakar tersebut,
d engan
~ pendek:atan dernikian akan lebih mudah mendapatkan peluang
me:ncapai perc~lehan:
1) Spesies tanaman yang mendapatkan prioritas untuk diteliti,
2) Jenis sediaan yang mengandung dan memenuhi syarat akan
kandungan aktif.
3) Dasar pemilihan uji fannakologi yang lebih cocok, dan
4) Kategori atau sub-kategori farmako-terapetik yang cocok atau
indikasi untuk kepentingan medik.
Dengan pendekatan tersebut, rnaka dapat ditetapkan strategi
untuk memperoleh data yang relevan melalui tahap pengkajian pustaka
d an tahap pen gkajian di Ilapangan.
Pengkajim
i sistem
pusatkan pada aspek ko
disional me1ngenai tumt~uhanbersmigkutan, ser
da jamu
. . aan rumbuhan
.
..
tenenru
obar yang pernan a~umrcan
penggunaannya
; tertentu atau aktivitas biologiknya Pengkajian di
~utipenilaian pemakaian obat pada saat ini dan peninjaun sistem kedokteran dan peninjauan atas data dalam
.
.
.I
Setelah dilalui tahap laplfngan. maka barulah ditempuh tahap
eksperimental tennasuk penelitian di laboratorium dengan memanfaatkan hasil-hasil penyelidikan etnofannakognostik sebagai tuntunan
arah penelitian. Karena kegiatan pengkajian aktivitas imunomodulator
kandungan bahan obat &lam tumbuhan dan sediaan jamu yang
sedang dilaksanakan. maka penelitian ini disebut Imunofannakognosi.
Pada kenyataannya spesies tumbuhan yang terpilih pada awalnya
diskrin untuk aktivitas imunomodulatomya secara in vitro. Sifat
penyediaan jamu secara tradisional yang sedang diselidiki menentukan:
bagian tanaman yang akan digunakan, cara dan kondisi pengolahan
PEF
Dari uraian di atas dapatlah kita mengembangkan penelitian obat
yang mempunyai efek imunomodulator, yang bersumber dari tumbuhan. Namun untuk mendapatkan bahan aktif tersebut dari tumbuhan
obat yang pemah digunakan di Indonesia. diperlukan penelitian yang
sistematis dan terarah melalui pendekatan dan strategi yang cocok.
Penelitian ini akan melibatkan berbagai disiplin ilmu, sehingga kegiatan
tersebut memerlukan kerja sama yang dikoordinasikan s e w a baik.
Di Indonesia, penelitian tumbuhan obat yang bertujuan mencari
bahan yang berefek imunomodulator perlu dimulai dengan sungguhi
sungguh dan terencana, oleh karena khazanah tumbuhan obat di
Download