Sebagai menambah referensi, informasi dan wawasan untuk

advertisement
Sebagai menambah referensi, informasi dan wawasan untuk mendukung penelitian
selanjutnya yang berkaitan dengan faktor- faktor yang mempengaruhi kebijakan
penyaluran kredit kepada masyarakat, atau sebagai bahan kepustakaan serta sumber
pengetahuan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Bank
Bank adalah suatu bada usaha lembaga keuangan, yaitu suatu badan yang
berfungsi sebagai financial intermediary atau perantara keuangan dari dua pihak, yakni
pihak yang kelebihan dana dan pihak yang kekurangan dana. Karena demikian eratnya
kaitan antara bank dan uang, maka bank disebut juga sebagai suatu lembaga yang
berniaga uang. Bank menerima simpanan uang dari masyarakat (to receive deposits)
dalam bentuk giro, deposito, dan tabungan. Kemudian uang tersebut dikembalikan lagi
kepada masyarakat dalam bentuk kredit (to make loans).
Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang
perbankan “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan
atau dalam bentuk lain-lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Sebagai lembaga keuangan, kegiatan bank sehari-hari tidak akan terlepas dari bidang
keuangan”.
Menurut Dendawijaya (2005: 14) “Bank adalah suatu badan usaha yang tugas
utamanya sebagai lembaga perantara keuangan (financial intermediares), yang
Universitas Sumatera Utara
menyalurkan dana dari pihak yang berkelebihan dana kepada pihak yang
membutuhkan dana atau kekurangan dana pada waktu yang ditentukan”.
Menurut Prof. G. M. Verryn Stuart (dalam Hasibuan, 2007:2), “Bank is a
company who satisfied other people by giving a credit with the money they accept as a
gamble to the other, eventhough they should supply the new money”. (Bank adalah
badan usaha yang wujudnya memuaskan keperluan orang lain, dengan memberikan
kredit berupa uang yang diterimanya dari orang lain, sekalipun dengan jalan
mengeluarkan uang baru kertas atau logam).
Pengertian Bank Menurut PSAK Nomor 31 dalam Standar Akuntansi Keuangan
yaitu “Bank adalah suatu lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan antara
pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana dan pihak-pihak yang memerlukan dana,
serta sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar lalu lintas pembayaran”. Bank
sebagai lembaga perantara keuangan memberikan jasa-jasa keuangan baik kepada
pihak yang membutuhkan dana dan pihak yang memiliki dana. Bank memiliki fungsi
pokok sebagai berikut (Siamat, 2005: 88):
1.
Menyediakan mekanisme dan alat pembayaran yang lebih efisien dalam kegiatan
ekonomi.
2.
Menciptakan uang.
3.
Menghimpun dana dan menyalurkan kepada masyarakat.
4.
Menawarkan jasa-jasa keuangan lain.
5.
Menyediakan fasilitas untuk perdagangan internasional.
6.
Menyediakan pelayanan penyimpanan untuk barang-barang berharga.
Universitas Sumatera Utara
7.
Menyediakan jasa-jasa pengelolaan dana.
Dari pengertian tersebut dapat dijelaskan secara lebih luas lagi, bahwa bank
merupakan perusahaan yang dalam aktivitasnya selalu berkaitan dalam bidang
keuangan. Aktivitas perbankan yang pertama adalah menghimpun dana dari
masyarakat luas yang dikenal dengan istilah kegiatan funding. Aktivitas menghimpun
dana berupa mengumpulkan atau mencari dana dari masyarakat yang dilakukan oleh
bank dengan cara memasang berbagai strategi agar masyarakat mau menanamkan
dananya dalam bentuk simpanan. Jenis simpanan yang dapat dipilih antara lain
tabungan, giro, dan deposito.
Akitivitas perbankan yang kedua adalah kredit (lending). Setelah memperoleh
dana dalam bentuk simpanan dari masyarakat, maka oleh perbankan dana tersebut
diputarkan kembali atau disebut dengan kredit. Dalam pemberian kredit juga
dikenakan jasa pinjaman kepada debitur dalam bentuk bunga dan biaya administrasi.
Sedangkan bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah dalam bentuk bagi hasil atau
penyertaan modal.
Besarnya bunga kredit sangat dipengaruhi oleh besarnya bunga simpanan.
Semakin besar bunga simpanan maka semakin besar pula bunga pinjaman dan
demikian sebaliknya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kegiatan utama dari perbankan
adalah menghimpun dana (funding) dan menyalurkan dana (lending).
2.2. Bank Pembangunan Daerah
Universitas Sumatera Utara
Bank Pembangunan atau sering disebut BPD merupakan bank yang seluruh
sahamnya, dan akte pendiriannya dimiliki oleh pemerintah daerah, sehingga seluruh
keuntungan bank ini dimiliki oleh pemerintah (Kasmir, 2008: 20). BPD memiliki
peranan dalam menggerakkan perekonomian daerah dan berfungsi sebagai penyimpan
uang daerah dan kontributor utama Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Undang-undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank
Pembangunan Daerah mengatur mengenai fungsi, lapangan kerja, cara mengurus, dan
cara menguasai serta bentuk hukum dari Bank Pembangunan Daerah dalam rangka
Ekonomi Terpimpin, dengan tujuan untuk mempercepat terlaksananya usaha-usaha
pembangunan yang merata di seluruh Indonesia. Untuk mewujudkan hal tersebut,
maka perlu adanya pengerahan modal dan potensi di daerah-daerah untuk pembiayaan
pembangunan daerah.
Kemudian berdasarkan Undang-undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuanketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah pada pasal 4 Bank Pembangunan Daerah
didirikan dengan maksud khusus untuk menyediakan pembiayaan bagi pelaksanaan
usaha-usaha pembangunan daerah dalam rangka pembangunan nasional.
BPD terdapat pada daerah tingkat I dan tingkat II masing-masing provinsi.
Modal BPD sepenuhnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah (Pemda) masing-masing
tingkatan. Sampai saat ini ada 26 BPD yang ada di Indonesia, rata-rata setiap provinsi
mempunyai 1 (satu) BPD tetapi ada juga BPD yang harus melayani 2 (dua)
provinsi.Contoh beberapa BPD di Indonesia yang ada sampai saat ini adalah BPD DKI
Universitas Sumatera Utara
Jakarta, BPD Bali, BPD Sumatera Utara, BPD Jambi, BPD Sulaweasi Utara
(www.bi.go.id).
2.3
Kredit
Menurut Kasmir (2008: 101) kata berasal dari kata Yunani “Credere” yang
berarti kepercayaan, atau berasal dari bahasa Latin “Creditum” yang berarti
kepercayaan akan kebenaran. Pengertian tersebut dibakukan oleh pemerintah dengan
dikeluarkannya Undang-undang Pokok Perbankan Nomor 14 Tahun 1967 bab 1 pasal 1
ayat 2 yang merumuskan pengertian kredit sebagai berikut: “Kredit adalah penyediaan
uang atau yang disamakan dengan itu berdasarkan persetujuan pinjam meminjam
antara bank dengan lain pihak peminjam berkewajiban melunasi hutangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga yang telah ditentukan”.
Selanjutnya pengertian kredit tersebut disempurnakan dengan Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 pasal 1 ayat 1 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992, yang mendefinisikan “Kredit adalahpenyediaan uang atau tagihan yang
dapat disamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.
Proses perkreditan dilakukan secara hati-hati oleh bank dengan maksud untuk
mencapai sasaran dan tujuan pemberian kredit. Ketika bank menetapkan keputusan
pemberian kredit, maka sasaran yang hendak dicapai adalah aman, terarah, dan
meghasilkan pendapatan. Aman dalam arti bahwa bank akan dapat menerima kembali
Universitas Sumatera Utara
nilai ekonomi yang telah diserahkan. Terarah maksudnya adalah bahwa penggunaan
kredit harus sesuai dengan perencanaan kredit yang telah ditetapkan. Menghasilkan
berarti pemberian kredit tersebut harus memberikan kontribusi pendapatan bagi bank,
perusahaan debitur, dan masyarakat umumnya (Taswan, 2006: 310).
Menurut Warjiyo (2004: 284), “Mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui
saluran uang secara implisit beranggapan bahwa semua dana yang dimobilisasi
perbankan dari masyarakat dalam bentuk uang beredar dipergunakan untuk pendanaan
aktivitas sektor riil melalui penyaluran kredit perbankan”.
Menurut Retnadi (2006: 1), “Kemampuan menyalurkan kredit oleh perbankan
dipengaruhi oleh berbagai hal yang dapat ditinjau dari sisi internal dan eksternal bank.
Dari sisi internal bank terutama dipengaruhi oleh kemampuan bank dalam
menghimpun dana masyarakat dan penetapan tingkat suku bunga. Dan dari sisi
eksternal bank dipengaruhi oleh kondisi ekonomi, peraturan pemerintah, dan lain-lain”.
Menurut Dendawijaya (2005: 49) mengemukakan bahwa “Dana-dana yang
dihimpun dari masyarakat dapat mencapai 80%-90% dari seluruh dana yang dikelola
bank dan kegiatan perkreditan mencapai 70%-80% dari kegiatan usaha bank”. Menurut
Abdullah (2005: 84) mengatakan, “Tujuan pemberian kredit guna mendapatkan nilai
tambah baik bagi nasabah (debitur) maupun bagi bank sebagai kreditur”.
2.4
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyaluran Kredit Perbankan
Besarnya jumlah kredit yang disalurkan oleh bank merupakan usaha bank dalam
melaksanakan fungsi intermediasinya, yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan
Universitas Sumatera Utara
menyalurkan kembali kepada masyarakat yang membutuhkan. Penyaluran kredit
merupakan kegiatan usaha yang mendominasi pengalokasian dana bank. Penggunaan
dana untuk penyaluran kredit ini mencapai 70% -80% dari volume usaha bank.
Menurut Siamat (2005: 349), terkonsentrasinya usaha bank dalam penyaluran
kredit tersebut disebabkan beberapa alasan yaitu:
1.
Sifat usaha bank yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi antara unit surplus
dan unit defisit.
2.
Penyaluran kredit merupakan memberikan keuntungan dari selisih bunga yang
pasti sehingga besarnya pendapatan dapat diperkirakan.
3.
Melihat posisinya dalam bidang pelaksanaan kebijakan moneter, perbankan
merupakan sektor usaha yang kegiatannya paling diatur pemerintah.
4.
Sumber dana utama bank berasal dari dana masyarakat sehingga secara moral
mereka harus menyalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit.
Warjiyo (2004: 83) menyebutkan bahwa “Perilaku perbankan dalam penyaluran
kredit selain dipengaruhi oleh dana yang tersedia yang bersumber dari Dana Pihak
Ketiga (DPK), juga dipengaruhi oleh persepsi bank terhadap prospek usaha debitur dan
kondisi perbankan itu sendiri seperti permodalan atau Capital Adequacy Ratio (CAR),
jumlah kredit macet atau Non Performing Loan (NPL), dan Loan to Deposit Ratio
(LDR) yang merupakan perbandingan antara kredit yang diberikan terhadap Dana
Pihak Ketiga. Selian itu, ada indikator lain yang juga berpengaruh terhadap keputusan
bank untuk menyalurkan kredit kepada debitur, yakni faktor rentabilitas atau tingkat
keuntungan yang tercermin dalam Return on Asset (ROA).
Universitas Sumatera Utara
2.4.1 Dana Pihak Ketiga (DPK)
Menurut Dendawijaya (2005: 49), “dana-dana yang dihimpun dari masyarakat
dapat mencapai 80% - 90% dari seluruh dana yang dikelola oleh bank dan kegiatan
penyaluran perkreditan yang optimal mencapai 70% - 80% dari total aktiva bank”.
Dana Pihak Ketiga (DPK) dibutuhkan suatu bank dalam menjalankan operasinya.
Dendawijaya (2005: 56), mendefinisikan “Dana Pihak Ketiga adalah dana berupa
simpanan dari masyarakat”. Bank dapat memanfaatkan dana dari pihak ketiga ini untuk
ditempatkan pada pos-pos yang menghasilkan pendapatan bagi bank, salah satunya
yaitu dalam bentuk kredit.
Pertumbuhan dana pihak ketiga akan mengakibatkan pertumbuhan kredit yang
pada akhirnya Loan to Deposit Ratio (LDR) juga akan meningkat. Masyarakat yang
kelebihan dana dapat menyimpan dananya di dalam bank dalam bentuk tabungan,
deposito, giro, dan sertifikat deposit. Semakin banyak dana yang dimiliki suatu bank,
maka semakin besar peluang bagi bank tersebut untuk melakukan kegiatan-kegiatan
dalam mencapai tujuannya. Peranan bank sebagai lembaga keuangan tidak terlepas dari
masalah kredit. Semakin tinggi DPK, maka penyaluran kredit akan semakin besar.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004
dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank atau dana yang bersumber dari
pihak ketiga dan dihimpun oleh sektor perbankan adalah:
1.
Tabungan (saving deposit) adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat
dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik
dengan cek, bilyet giro. Dana tabungan biasanya dimiliki oleh masyarakat dengan
kegiatan bisnis relatif kecil, bahkan tidak ada.
2.
Deposito berjangka (time deposit) adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat
dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan
bank. Dana yang berasal dari deposito adalah dana termahal yang harus
ditangggung oleh bank. Dana dari simpanan berjangka pada umumnya dihimpun
dari pengusaha menengah dan masyarakat dari golongan menengah atas yang bukan
bisnis.
3.
Giro (demand deposit) adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap
saat dengan cek, bilyet giro, sarana pemerintah pembayaran lainnya, atau dengan
pemindah bukuan. Dana giro umumnya digunakan oleh pengusaha dengan likuiditas
tinggi, sehingga pergerakan dananya sangat cepat. Memiliki rekening giro untuk
pengusaha merupakan kebutuhan mutlak demi kelancaran bisnis dan urusan
pembayaran.
4.
Sertifikat deposito (certificate of deposit) adalah simpanan dalam bentuk deposito
yang sertifikat bukti penyimpanannya dapat di pindah tangankan.
Universitas Sumatera Utara
2.4.2 Capital Adequacy Ratio (CAR)
Capital
Adequacy
Ratio
(CAR)
merupakan
rasio
permodalan
yang
menunjukkan kemampuan bank dalam menyediakan dana untuk keperluan
pengembangan usaha dan menampung risiko kerugian dana yang diakibatkan oleh
kegiatan operasi bank. Dendawijaya (2005: 121) menyatakan bahwa “Capital
Adequacy Ratio merupakan rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva
bank yang mengandung risiko (kredit penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank
lain) untuk dibiayai dari dana modal bank sendiri, disamping memperoleh dana-dana
dari sumber-sumber di luar, seperti dana masyarakat, pinjaman (utang) dan lain-lain”.
Sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 26/5/BPPP tanggal 29 Mei
1993 besarnya CAR yang harus dicapai oleh suatu bank minimal 8% sejak akhir tahun
1995, dan sejak akhir tahun 1997 CAR yang harus dicapai minimal 9%. Menurut
Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/15/PBI/2008 menjelaskan “Bank wajib
menyediakan modal minimum sebesar 8% dari Aktiva Tertimbang Menurut Risiko
(ATMR)”. Dengan demikian semakin tinggi jumlah penyaluran kredit, maka akan
besar risiko kredit terhadap bank dan cadangan CAR yang disediakan bank harus lebih
besar, sehingga memungkinkan adanya pengaruh jumlah penyaluran kredit terhadap
CAR.
Menurut Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004
CAR dirumuskan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
CAR adalah rasio modal terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR).
Modal terdiri dari modal inti dan modal pelengkap. ATMR adalah nilai total masingmasing aktiva bank setelah dikalikan dengan masing-masing bobot risiko aktiva
tersebut. Semakin tinggi CAR, maka semakin besar pula sumber daya finansial yang
dapat digunakan untuk mengantisipasi potensi kerugian yang diakibatkan oleh
penyaluran kredit. Secara singkat dapat dikatakan besarnya nilai CAR akan
meningkatkan kepercayaan diri perbankan dalam menyalurkan kredit.Dengan CAR di
atas 20%, perbankan bisa memacu pertumbuhan kredit hingga 20%-25% setahun.
Adapun kriteria penetapan tingkat peringkat kompsit CAR yang telah ditetapkan
Bank Indonesia sebagai berikut:
Tabel 2.1
Kriteria Penetapan Peringkat Komposit Capital Adequacy Ratio (CAR)
Peringkat
1
2
3
Sangat
Baik
Cukup Baik
Baik
9% < CAR <
8% < CAR <
CAR >
CAR
12%
12%
9%
Sumber: Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004
Komponen
4
Kurang Baik
6% < CAR <
8%
5
Tidak
Baik
CAR <
6%
2.4.3 Non Performing Loan (NPL)
Non Performing Loan (NPL)merupakan rasio yang dipergunakan untuk
mengukur kemampuan dalam meng-cover risiko kegagalan pengembalian kredit oleh
debitur (Darmawan, 2004). Jadi, rasio ini menggambarkan kemampuan manajemen
bank dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank. Risiko kredit yaitu
Universitas Sumatera Utara
risiko yang timbul apabila peminjam tidak dapat mengembalikan dana yang dipinjam
dan bunga yang harus dibayarnya.
Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No.3/30/DPNP tanggal 14 Desember
2001, NPL diukur dari rasio perbandingan antara kredit bermasalah terhadap total
kredit yang diberikan. NPL yang tinggi memperbesar biaya, sehingga berpotensi
terhadap kerugian bank. Semakin tinggi rasio ini, maka semakin buruk kualitas kredit
bank yang menyebabkan jumlah kredit yang bermasalah semakin besar. NPL
mencerminkan risiko kredit, semakin kecil NPL semakin kecil pula risiko kredit yang
ditanggung pihak bank. Bank Indonesia menetapkan nilai NPL maksimum adalah
sebesar 5%, apabila bank memperoleh nilai NPL melebihi batas yang diberikan, maka
bank tersebut dikatakan tidak sehat. Dalam Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia
Nomor 31/147/KEP/DIR Tahun 1998 kredit digolongkan menjadi lima, yaitu lancar,
dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet. Komponen kredit
bermasalah di atas merupakan kredit yang kolektibilitasnya digolongkan ke dalam
tingkat kurang lancar, diragukan, dan macet. Dampak dari keberadaan NPL dalam
jumlah besar tidak hanya berdampak pada bank yang bersangkutan, tetapi juga meluas
dalam cakupan nasional yaitu memperlambat laju pertumbuhan perekonomian nasional
bila tidak dapat ditangani dengan tepat.
Menurut Dendawijaya (2005), kemacetan fasilitas kredit disebabkan oleh 2
(dua) faktor, yaitu:
1.
Dari pihak perbankan
Universitas Sumatera Utara
Dalam hal ini analisis kredit kurang teliti, baik dalam mengecek kebenaran dan
keaslian dokumen maupun salah dalam menghitung rasio-rasio yang ada.
2.
Dari pihak nasabah
Kemacetan kredit yang disebabkan nasabah diakibatkan oleh dua hal yaitu, pertama
adanya unsur kesengajaan, kedua adanya unsur tidak sengaja.
Menurut Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/23/DPNP tanggal 31 Mei
2004, NPL dirumuskan sebagai berikut:
Kredit bermasalah adalah kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan, dan
macet. Kredit yang diberikan adalah kredit yang diberikan bank uang sudah ditarik
atau dicairkan bank. Kredit yang diberikan tidak termasuk kredit kepada bank lain.
Kriteria penilaian tingkat kesehatan rasio NPL dapat dilihat pada Tabel 2.2
berikut ini:
Tabel 2.2
Kriteria Penetapan Peringkat Komposit Non Performing Loan(NPL)
Peringkat
Komponen
1
Sangat
Baik
2
3
4
Baik
Cukup Baik
Kurang Baik
2% < NPL <
5% < NPL <
5%
8%
Sumber: Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004
NPL
NPL < 2%
8% < NPL < 12%
5
Tidak
Baik
NPL > 6%
2.4.4 Loan to Deposit Ratio (LDR)
Fungsi utama bank adalah sebagai lembaga perantara keuangan atau financial
intermediary. Fungsi intermediasi ini dapat ditunjukkan oleh Loan to Deposit Ratio
Universitas Sumatera Utara
(LDR). Menurut Dendawijaya (2005: 116),“Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah rasio
antara seluruh jumlah kredit yang diberikan bank dengan dana yang diterima oleh
bank”. Sedangkan menurut Kasmir (2008), “Loan to Deposit Ratio merupakan rasio
untuk mengukur komposisi jumlah kredit yang diberikan dibandingkan dengan jumlah
dana masyarakat dan modal sendiri yang digunakan”.
Dengan demikian LDR menggambarkan kemampuan bank membayar kembali
penarikan yang dilakukan nasabah deposan dengan mengandalkan kredit yagn
diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Semakin tinggi rasio ini, semakin rendah
kemampuan likuiditas bank. Hal ini dikarenakan penyaluran kredit merupakan salah
satu tujuan dari penghimpunan dana bank, yang sekaligus memberikan kontribusi
pendapatan terbesar bagi bank. Semakin banyak kredit yang disalurkan, maka semakin
tidak likuid (illiquid) suatu bank, karena seluruh dana yang berhasil dihimpun telah
disalurkan dalam bentuk kredit, sehingga tidak terdapat kelebihan dana untuk
dipinjamkan lagi atau untuk diinvestasikan.
Tingginya rasio LDR ini, di satu sisi menunjukkan pendapatan bank yang
semakin besar, tetapi menyebabkan suatu bank menjadi tidak likuid dan memberikan
konsekuensi meningkatnya risiko yang harus ditanggung oleh bank, berupa
meningkatnya jumlah NPL atau Credit Risk, yang mengakibatkan bank mengalami
kesulitan untuk mengembalikan dana yang telah dititipkan oleh nasabah, karena kredit
yang disalurkan mengalami kegagalan atau bermasalah.
Namun di sisi lain, rendahnya rasio LDR cenderung menunjukkan tingkat
likuiditas semakin tinggi, tetapi menyebabkan bank memiliki banyak dana
Universitas Sumatera Utara
menganggur, yang apabila tidak dimanfaatkan dapat menghilangkan kesempatan bank
untuk memperoleh pendapatan yang sebesar-besarnya dan menunjukkan bahwa fungsi
utama bank sebagai financial intermediary tidak berjalan efisien.
Menurut Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/23/DPNP tanggal 31 Mei
2004,LDR dirumuskan sebagai berikut:
Dari penjelasan tersebut disimpulkan bahwa rasio LDR dihitung dari
pembagian kredit yang diberikan kepada pihak ketiga (tidak termasuk antarbank)
dengan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang mencakup giro, tabungan, dan deposito (tidak
termasuk antarbank). Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, besarnya standar nilai
Loan to Deposit Ratio (LDR) menurut Bank Indonesia adalah 85%-100%. Tujuan
perhitungan LDR adalah untuk mengetahui serta menilai sampai seberapa jauh suatu
bank memiliki kondisi sehat dalam menjalankan kegiatan operasinya. Dengan kata
lain, LDR digunakan sebagai suatu indikator untuk mengetahui tingkat kerawanan
suatu bank.
Kriteria penilaian tingkat kesehatan rasio NPL dapat dilihat pada Tabel 2.3
berikut ini:
Tabel 2.3
Kriteria Penetapan Peringkat Komposit Loan to Deposit Ratio (LDR)
Peringkat
1
2
3
4
5
Sangat Baik
Baik
Cukup Baik
Kurang Baik
Tidak Baik
100% <LDR< 120%
LDR>120%
Komponen
LDR
50% < LDR<75%
75% <LDR<85%
85% <LDR<100%
Sumber: Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004
Universitas Sumatera Utara
2.4.5 Return on Asset (ROA)
Dapat dipahami secara konsep bahwa dana dari pihak ketiga dihimpun,
kemudian disalurkan oleh bank kepada masyarakat dalam bentuk aktiva produktif
berupa kredit. Kredit merupakan sumber pendapatan dan keuntungan bank yang
terbesar. Dana yang tertanam dalam bentuk kredit yang diberikan merupakan bagian
yang terbesar dari aset operasional. Kredit inilah yang dimaksudkan dengan total aset
yang digunakan untuk menghitung ROA sebuah bank. Oleh sebab itu, setiap perubahan
yang terjadi pada jumlah dana pihak ketiga serta jumlah kredit yang disalurkan akan
berdampak pada perubahan besar kecilnya persentase ROA suatu bank.
Kemudian ROA dipilih sebagai indikator pengukur kinerja keuangan perbankan,
karena ROA digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan di dalam menghasilkan
keuntungan dengan memanfaatkan aset yang dimilikinya. Dengan semakin tingginya
ROA, maka hal tersebut menunjukkan bahwa bank telah menyalurkan kredit guna
mendapatkan keuntungan.
Dendawijaya (2005) mengemukakan bahwa “ROA bertujuan untuk mengukur
kemampuan perusahaan dalam mendayagunakan aset untuk memperoleh laba dan
mengukur hasil total untuk seluruh kreditor dari pemegang saham selaku penyedia
sumber dana”. Dengan kata lain, rasio ini menunjukkan tingkat pengembalian laba
bersih terhadap penggunaan keseluruhan jumlah aset serta dinyatakan dalam bentuk
persentase.
Universitas Sumatera Utara
Return on Asset (ROA) dapat diukur dengan perbandingan antara laba sebelum
pajak terhadap total aset. Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP
tanggal 31 Mei 2004, ROA dirumuskan sebagai berikut:
Laba sebelum pajak adalah laba bersih dari kegiatan operasional bank sebelum
pajak. Total aset yang dimilki oleh bank yang bersangkutan. Semakin besar ROA
menunjukkan kinerja keuangan yang semakin baik, karena tingkat return semakin
besar. Bank Indonesia selaku pembina dan pengawas perbankan lebih mengutamakan
nilai profitabilitas suatu bank yang diukur dengan aset yang perolehan dananya
sebagian besar berasal dari simpanan masyarakat (Siamat, 2005). Menurut ketentuan
Bank Indonesia ROA dikatakan cukup baik apabila rasio ROA berkisar antara 0,5%
sampai dengan 1,25%.
2.5
Penelitian Terdahulu
Penelitian-penelitian yang digunakan sebagai bahan referensi dalam penelitian
ini antara lain:
Adawiyah (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Penyaluran
Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) pada PT. Bank Riau Kepri
Provinsi Riau”. Penelitian ini menggunakan variabel dependen yaitu Kredit dan
variabel independen meliputi Dana Pihak Ketiga (DPK), Capital Adequacy Ratio
(CAR), Return on Asset (ROA), dan Non Performing Loan (NPL). Teknik analisis
yang digunakan adalah regresi linier berganda. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa
Universitas Sumatera Utara
DPK berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap Kredit pada PT. Bank Bank
Riau Kepri Provinsi Riau, CAR berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Kredit
pada PT. Bank Bank Riau Kepri Provinsi Riau, sedangkan ROA NPL berpengaruh
positif dan tidak signifikan terhadap Kredit pada PT. Bank Bank Riau Kepri Provinsi
Riau.
Dewi (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Risiko Kredit,
DPK, Likuiditas, dan Tingkat Efisiensi Usaha pada Volume Kredit”. Penelitian ini
menggunakan variabel dependen yaitu Kredit dan variabel independen meliputi Non
Performing Loan (NPL), Dana Pihak Ketiga (DPK), Loan to Deposit Ratio (LDR),
Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO). Teknik analisis yang
digunakan adalah regresi data panel. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa NPL
berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap Kredit pada BPR kota Denpasar,
DPK dan LDR berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kredit pada BPR kota
Denpasar, sedangkan BOPO berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap Kredit
pada BPR kota Denpasar.
Oktaviani (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh DPK, ROA,
CAR, NPL, dan Jumlah SBI terhadap Penyaluran Kredit Perbankan (Studi pada Bank
Umum Go Public di Indonesia Periode 2008-2011)”. Penelitian ini menggunakan
variabel dependen yaitu Kredit dan variabel independen meliputi Dana Pihak Ketiga
(DPK), Return on Asset (ROA), Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan
(NPL), Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Teknik analisis yang digunakan adalah regresi
linier berganda. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa DPK dan CAR berpengaruh
Universitas Sumatera Utara
positif dan signifikan terhadap Kredit pada Bank Umum Go Public di Indonesia, ROA
dan NPL berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap Kredit pada Bank Umum
Go Public di Indonesia, sedangkan SBI berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
Kredit pada Bank Umum Go Public di Indonesia.
Wijayanto (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Dana Pihak
Ketiga (DPK), Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), Return
on Asset (ROA), dan Loan to Deposit Ratio (LDR) terhadap Volume Kredit yang
Disalurkan Bank Persero (Studi Empirik pada Bank Persero di Indonesia Periode 20062011)”. Penelitian ini menggunakan variabel dependen yaitu Kredit dan variabel
independen meliputi Dana Pihak Ketiga (DPK), Capital Adequacy Ratio (CAR), Non
Performing Loan (NPL), Return on Asset (ROA), dan Loan to Deposit Ratio (LDR).
Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda. Hasil penelitiannya
menyatakan bahwa DPK dan ROA berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kredit
pada Bank Persero di Indonesia, sedangkan CAR, LDR, dan NPL berpengaruh positif
dan tidak signifikan terhadap Kredit pada Bank Persero di Indonesia.
Muklis (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Penyaluran Kredit Bank
Ditinjau dari Jumlah Dana Pihak Ketiga dan Tingkat Non Performing Loans”.
Penelitian ini menggunakan variabel dependen yaitu Kredit dan variabel independen
meliputi Dana Pihak Ketiga (DPK), dan Non Performing Loan (NPL). Teknik analisis
yang digunakan adalah regresi dinamis versi error correction model (ECM). Hasil
penelitiannya menyatakan bahwa DPK berpengaruh positif dan tidak signifikan
terhadap Kredit pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, sedangkan NPL
Universitas Sumatera Utara
berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap Kredit pada PT. Bank Rakyat
Indonesia (Persero) Tbk.
Tabel 2.4
Penelitian Terdahulu
No
Peneliti/
Tahun
Judul Penelitian
1
Adawiyah
(2012)
Analisis
Penyaluran
Kredit
Usaha
Mikro Kecil dan
Menengah
(UMKM) pada
PT. Bank Riau
Kepri
Provinsi
Riau
2
Dewi
(2012)
Pengaruh Risiko
Kredit,
DPK,
Likuiditas, dan
Tingkat Efisiensi
Usaha
pada
Volume Kredit
Variabel
Dependen
Kredit
Independen
Dana
Pihak
Ketiga (DPK),
Capital
Adequacy Ratio
(CAR), Return
on
Asset
(ROA),
Non
Performing
Loan (NPL)
Kredit
Non Performing
Loan
(NPL),
Dana
Pihak
Ketiga (DPK),
Loan to Deposit
Ratio (LDR),
Teknik
Analisis
Regresi
Linier
Berganda
Regresi
Data
Panel
Hasil Penelitian
1. DPK berpengaruh
negatif
dan
tidak
signifikan
terhadap
Kredit pada PT. Bank
Riau Kepri Provinsi Riau.
2. CAR berpengaruh
negatif dan signifikan
terhadap Kredit pada PT.
Bank Riau Kepri Provinsi
Riau.
3. ROA dan NPL
berpengaruh positif dan
tidak signifikan terhadap
Kredit pada PT. Bank
Riau Kepri Provinsi Riau.
1. NPL berpengaruh
negatif
dan
tidak
signifikan
terhadap
Kredit pada BPR kota
Denpasar.
2. DPK
dan LDR
Universitas Sumatera Utara
Biaya
Operasional
terhadap
Pendapatan
Operasional
(BOPO)
3
Oktaviani
(2012)
Pengaruh DPK,
ROA,
CAR,
NPL, dan Jumlah
SBI
terhadap
Penyaluran
Kredit Perbankan
(Studi pada Bank
Umum Go Public
di
Indonesia
Periode
20082011)
Kredit
Dana
Pihak
Ketiga (DPK),
Return on Asset
(ROA), Capital
Adequacy Ratio
(CAR),
Non
Performing
Loan
(NPL),
Sertifikat Bank
Indonesia (SBI)
Regresi
Linier
Berganda
berpengaruh positif dan
signifikan
terhadap
Kredit pada BPR kota
Denpasar.
3. BOPO berpengaruh
positif
dan
tidan
signifikan
terhadap
Kredit pada BPR kota
Denpasar.
1. DPK dan CAR
berpengaruh positif dan
signifikan
terhadap
Kredit pada Bank Umum
Go Public di Indonesia.
2. ROA dan NPL
berpengaruh positif dan
tidak signifikan terhadap
Kredit pada Bank Umum
Go Public di Indonesia.
3.
SBI
berpengaruh
negatif dan signifikan
terhadap Kredit pada
Bank Umu Go Public di
Indonesia.
Tabel 2.4
Penelitian Terdahulu
No
4
Peneliti/
Tahun
Wijayanto
(2012)
Judul Penelitian
Pengaruh Dana Pihak
Ketiga (DPK), Capital
Adequacy Ratio (CAR),
Non Performing Loan
(NPL), Return on Asset
(ROA), dan Loan to
Deposit Ratio (LDR)
terhadap Volume Kredit
yang Disalurkan Bank
Persero (Studi Empirik
pada Bank Persero di
Variabel
Dependen
Kredit
Independen
Dana Pihak
Ketiga
(DPK),
Capital
Adequacy
Ratio (CAR),
Non
Performing
Loan (NPL),
Return
on
Asset (ROA),
Teknik
Analisis
Regresi
Linier
Berganda
Hasil Penelitian
1. DPK dan ROA
berpengaruh positif
dan
signifikan
terhadap Kredit pada
Bank Persero di
Indonesia.
2. CAR, LDR, dan
NPL
berpengaruh
positif dan tidak
signifikan terhadap
Kredit pada Bank
Universitas Sumatera Utara
Indonesia Periode 20062011)
5
Muklis
(2011)
2.6
Penyaluran
Kredit
Ditinjau dari Jumlah
Dana Pihak Ketiga dan
Tingkat Non Performing
Loans
Persero di Indonesia.
Loan
to
Deposit Ratio
(LDR)
Kredit
Regresi
Dinamis
versi
Error
Correction
Model
(ECM)
Dana Pihak
Ketiga
(DPK), Non
Performing
Loan (NPL)
1. DPK berpengaruh
positif dan tidak
signifikan terhadap
Kredit pada PT.
Bank
Rakyat
Indonesia (Persero)
Tbk.
2. NPL berpengaruh
negatif dan tidak
signifikan terhadap
Kredit pada PT.
Bank
Rakyat
Indonesia (Persero)
Tbk.
Kerangka Konseptual
2.6.1 Pengaruh Dana Pihak Ketiga terhadap Penyaluran Kredit
Dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 dikatakan bahwa “bank adalah
badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk
lainnya, dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak”. Dengan
demikian, bank merupakan bagian dari lembaga keuangan yang memiliki fungsi
intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang kelebihan dana dan
menyalurkan dana yang dihimpunnya kepada masyarakat yang kekurangan dana
(Abdullah, 2005: 17). Dana Pihak Ketiga merupakan sumber dana bank yang berasal
dari masyarakat sebagai nasabah dalam bentuk simpanan giro, tabungan, dan deposito.
Kegiatan bank setelah menghimpun dana dari masyarakat luas adalah menyalurkan
kembali dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya, dalam bentuk
pinjaman atau lebih dikenal dengan kredit (Kasmir, 2008: 101).
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, dapat dikatakan bahwa
besarnya penyaluran kredit bergantung pada besarnya dana pihak ketiga yang dapat
dihimpun oleh perbankan. Umumnya dana yang dihimpun oleh perbankan dari
masyarakat akan digunakan untuk pendanaan aktivitas sektor riil melalui penyaluran
kredit. Dengan demikian menurut (Warjiyo, 2005: 432) dapat dikatakan bahwa
“besarnya penyaluran kredit bergantung kepada besarnya dana pihak ketiga yang dapat
dihimpun oleh perbankan”. Berdasarkan dari penjelasan di atas dapat disimpulkan
bahwa dana pihak ketiga akan mempengaruhi penyaluran kredit pada perbankan.
Dengan demikian, dana pihak ketiga memiliki hubungan dengan penyaluran kredit
yang berarti bila terjadi peningkatan dalam penghimpunan dana pihak ketiga akan
diikuti dengan peningkatan penyaluran kredit. Semakin tinggi dana pihak ketiga yang
berhasil dihimpun oleh perbankan akan mendorong peningkatan jumlah kredit yang
disalurkan, demikian sebaliknya.
Hasil penelitian sebelumnya oleh Dewi (2012),Oktaviani (2012), dan
Wijayanto (2012) Dana Pihak Ketiga (DPK) berpengaruh positif terhadap Kredit
Perbankan. Dengan demikian DPK diprediksi memiliki pengaruh terhadap Kredit
Perbankan.
2.6.2 Pengaruh Capital Adequacy Ratio terhadap Penyaluran Kredit
Capital Adequacy Ratio merupakan rasio permodalan yang menunjukkan
kemampuan bank dalam menyediakan dana untuk keperluan pengembangan usaha dan
menampung risiko kerugian dana yang diakibatkan oleh kegiatan operasi bank.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan dari Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/21/PBI/2001, setiap bank wajib
memenuhi kecukupan modal 8%. Tingkat kecukupan modal pada perbankan
diwakilkan dengan rasio Capital Adequacy Ratio. Capital Adequacy Ratio
memperlihatkan seberapa besar jumlah seluruh aktiva bank yang mengandung risiko,
yang dibiayai dari modal sendiri. Semakin tinggi Capital Adequacy Ratio maka
semakin besar pula sumber daya finansial yang dapat digunakan untuk keperluan
pengembangan usaha dan mengantisipasi potensi kerugian yang diakibatkan oleh
kepercayaan diri perbankan dalam menyalurkan kredit. Dengan Capital Adequacy
Ratio di atas 20%, perbankan bisa memacu pertumbuhan kredit hingga 20%-50%
setahun. Kecukupan modal yang tinggi dan memadai akan meningkatkan volume
kredit perbankan (Warjiyo, 2005: 435).
Berdasarkan dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi
Capital Adequacy Ratio, maka semakin besar pula sumber daya finansial yang dapat
digunakan untuk keperluan pengembangan usaha dan mengantisipasi potensi kerugian
yang diakibatkan oleh penyaluran kredit. Dengan demikian kecukupan modal Capital
Adequacy Ratio yang tinggi dan memadai akan meningkatkan volume kredit
perbankan.
Hasil penelitian sebelumnya oleh Adawiyah (2012) CAR berpengaruh negatif
dan signifikan terhadap Kredit Perbankan.Oktaviani (2012) CAR berpengaruh positif
dan signifikan terhadap Kredit Perbankan.Sedangkan Wijayanto (2012) CAR
berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap Kredit Perbankan. Dengan demikian
Capital Adequacy Ratio diprediksi berpengaruh terhadap Kredit Perbankan.
Universitas Sumatera Utara
2.6.3 Pengaruh Non Performing Loan terhadap Penyaluran Kredit
Dalam menyalurkan kredit, bank mempunyai harapan agar kredit tersebut
mempunyai risiko minimal dalam arti dapat dikembalikan sepenuhnya tepat pada
waktunya dan tidak menjadi kredit bermasalah. Namun pada kenyataannya, bila bank
gagal dalam mengelola risiko tersebut dalam hubungannya dengan perkreditan bank,
akan timbul bermasalah. Non Performing Loan atau kredit bermasalah adalah
banyaknya pinjaman yang mengalami kesulitan dalam pelunasannya. Hal tersebut
diakibatkan karena kesengajaan debitur atau karena sesuatu di luar kendali debitur.
Non Performing Loan merupakan tingkat kredit bermasalah yang dialami oleh
suatu bank yang diakibatkan oleh tidak terbayarnya kewajiban dari para debiturnya
sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan. Non Performing Loan dapat
diketahui dengan membandingkan jumlah pengembalian dana dari nasabah dengan
jumlah dana yang disalurkan oleh bank kepada nasabah. Kredit bermasalah yang tinggi
dapat menimbulkan keengganan bank untuk menyalurkan kredit karena bank harus
membentuk cadangan penghapusan (piutang tak tertagih) dana atau modal bank yang
besar. Bank menyalurkan sejumlah dana untuk kredit yang berasal dari pihak ke satu
(modal bank itu sendiri), dana pihak kedua (dana pinjaman dari pihak luar atau
lembaga lain), dan dana pihak ketiga (simpanan masyarakat).
Dalam kegiatan perbankan yang berkaitan dengan pembiayaan tidak terlepas
dari risiko kredit. Tinggi rendahnya risiko yang dihadapi bank dari seluruh jumlah
pembiayaan yang diberikan ditandai dengan tinggi rendahnya persentase risiko kredit
yang dapat dihitung dengan membandingkan jumlah saldo kredit yang bermasalah
Universitas Sumatera Utara
dengan jumlah harta keseluruhan. Risiko kredit muncul bila bank tidak bisa
memperoleh kembali cicilan pokok atau bunga pinjaman yang diberikannya sesuai
dengan jangka waktu yang ditentukan (Siamat, 2002: 92).
Dengan
demikian
dapat
disimpulkan
bahwa
Non
Performing
Loan
mencerminkan risiko kredit, semakin tinggi Non Performing Loan maka semakin besar
pula risiko kredit yang ditanggung oleh pihak bank. Akibat tingginya Non Performing
Loan perbankan harus menyediakan pencadangan yang lebih besar sehingga pada
akhirnya modal bank ikut terkikis. Padahal besaran modal sangat mempengaruhi
besarnya ekspansi kredit.
Hasil penelitian sebelumnya oleh Dewi (2012) dan Muklis (2011) NPL
berpengaruh negatif terhadap Kredit Perbankan. Sedangkan Adawiyah (2012),
Oktaviani (2012), Wijayanto (2012) NPL berpengaruh positif dan tidak signifikan
terhadap Kredit Perbankan. Dengan demikian NPL diprediksi memiliki pengaruh
terhadap Kredit Perbankan.
2.6.4 Pengaruh Loan to Deposit Ratio terhadap Penyaluran Kredit
Likuiditas adalah kemampuan perusahaan dalam melaksanakan kewajiban yang
segera harus dipenuhi (Sutrisno, 2003: 18). Bank dapat mempertahankan likuiditas,
profitabilitas, dan risikonya dengan mengoptimalkan kinerja manajemen (Abdullah,
2005). Likuiditas dapat diukur dengan rasio Loan to Deposit Ratio (LDR). Bila rasio
LDR bank belum memenuhi aturan Bank Indonesia, maka bank meningkatkan
likuiditasnya dengan cara volume kredit yang disalurkan harus semakin besar dan
Universitas Sumatera Utara
sebaliknya bila LDR bank melampaui ketetapan Bank Indonesia, maka bank harus
menyesuaikan sebab menurunnya volume kredit yang tersalurkan.
Hasil penelitian sebelumnya oleh Dewi (2012) LDR berpengaruh positif dan
signifikan terhadap Kredit Perbankan. Sedangkan Wijayanto (2012) LDR berpengaruh
positif dan tidak signifikan terhadap Kredit Perbankan. Dengan demikian LDR
diprediksi memiliki pengaruh terhadap Kredit Perbankan.
2.6.5 Pengaruh Return on Asset terhadap Penyaluran Kredit
Return on Asset (ROA)adalah perbandingan antara laba sebelum pajak dengan
total aset yang dimiliki oleh bank. ROA menggambarkan seberapa besar penggunaan
aset yang dipakai untuk menghasilkan pendapatan. Semakin tinggi nilai ROA, maka
nilai kredit juga akan semakin besar. Dana yang tertanam dalam bentuk kredit yang
diberikan merupakan bagian yang terbesar dari aktiva operasional. Kredit inilah yang
dimaksudkan dengan total aset yang digunakan untuk menghitung ROA sebuah bank.
Oleh sebab itu, setiap perubahan yang terjadi pada jumlah DPK serta jumlah kredit
yang disalurkan akan berdampak pada perubahan besar kecilnya persentase ROA suatu
bank.
Menurut Dendawijaya (2005) bahwa “Kegiatan perkreditan yang dilakukan bank
mencapai 70%-80% dari kegiatan usaha bank”. Hal tersebut membuktikan bahwa
mayoritas kegiatan usaha bank adalah penyaluran kredit. Oleh karena itu, semakin
tinggi ROA maka membuktikan bahwa semakin optimal penggunaan aktiva
Universitas Sumatera Utara
perusahaan untuk memperoleh pendapatan, maka berarti kegiatan kredit yang
dilaksanakan oleh bank telah dioptimalkan untuk memperoleh pendapatan.
Berdasarkan tinjauan pustaka dan hasil penelitian terdahulu diduga bahwa Dana
Pihak Ketiga (DPK), Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL),
Loan to Deposit Ratio (LDR), dan Return on Asset (ROA) berpengaruh terhadap
Penyaluran Kredit pada Bank Pembangunan Daerah di Indonesia. Dengan demikian
secara skematis dapat dirumuskan kerangka konseptual penelitian sebagai berikut:
Dana Pihak Ketiga (X1)
Capital
(X2)
Adequacy
Ratio
Non Performing Loan (X3)
Penyaluran
(Y)
Kredit
Loan to Deposit Ratio (X4)
Return on Asset (X5)
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual
2.7
Hipotesis
Berdasarkan kerangka konseptual,maka hipotesis penelitian iniadalah Dana
Pihak Ketiga (DPK), Capital Adequacy Ratio (CAR), dan Non Performing Loan
Universitas Sumatera Utara
Download