PENDAHULUAN Latar Belakang Kedelai merupakan tanaman yang sudah lama dikenal sebagai salah satu jenis tanaman pangan di Indonesia dan termasuk tanaman yang banyak diusahakan karena nilai ekonomi serta manfaatnya yang sangat tinggi. Menurut Adisarwanto (2007) biji kedelai mempunyai nilai guna yang cukup tinggi karena dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan, pakan, dan bahan baku industri, baik skala kecil maupun skala besar. Kedelai mengandung kadar protein lebih dari 40% dan kandungan lemak 10-15% sehingga saat ini kedelai masih merupakan bahan pangan sumber protein nabati yang paling murah. Kedelai sebagai bahan baku berbagai produk pangan menempati posisi yang strategis. Permintaan pasar yang terus meningkat setiap tahun secara langsung menuntut agar ditingkatkannya produksi kedelai di dalam negeri guna menjamin ketersediaan kedelai sebagai bahan baku berbagai produk pangan. Namun kebutuhan yang demikian besar belum mampu seluruhnya dipenuhi oleh produksi kedelai domestik sehingga pemerintah melakukan impor kedelai. Kebutuhan kedelai di dalam negeri saat ini mencapai angka 2 juta ton per tahun, tetapi produksi kedelai nasional hanya 775 710 ton sehingga dibutuhkan impor kedelai sebesar 1.2 juta ton (Departemen Pertanian, 2009). Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan produksi kedelai dalam negeri guna mengurangi jumlah impor, di antaranya melalui usaha perluasan areal kedelai ke lahan sawah dan lahan kering. Menurut Somaatmadja (1985) peningkatan produksi kedelai di Indonesia sebagian besar tergantung pada peningkatan luas areal panen, sedangkan produktivitasnya masih kurang menunjukkan peningkatan yang berarti. Upaya perluasan areal tanam kedelai di lahan kering dapat memanfaatkan lahan di bawah tegakan tanaman perkebunan. Keuntungan dari pemanfaatan lahan di bawah kanopi tanaman perkebunan adalah diversifikasi produk, pembukaan lapangan pekerjaan, minimalisasi input, serta meningkatkan ketahanan usaha dan daya saing produksi. Salah satu komoditas perkebunan yang lahan di bawahnya berpotensi untuk ditanami kedelai adalah karet, yang merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan di Indonesia selain kelapa sawit. Loanda (1999) menyatakan bahwa lahan di bawah tanaman perkebunan tersebut dapat dimanfaatkan secara intensif untuk usaha tani lainnya, seperti padi sampai tanaman perkebunan berumur 3-4 tahun. Areal perkebunan yang cukup luas merupakan potensi untuk dilakukannya ekstensifikasi pertanaman kedelai melalui sistem tumpang sari. Menurut Departemen Pertanian (2009), luas areal perkebunan di Indonesia, khususnya karet, mencapai 3.3 juta ha, di mana 3% - 4% dari luasan tersebut berada pada masa TBM yang berumur 2-3 tahun. Jika lahan tersebut dimanfaatkan untuk usaha tani lainnya, khususnya kedelai, maka sangat mungkin produksi kedelai dalam negeri akan meningkat. Namun demikian terdapat beberapa kendala di dalam usaha penanaman kedelai sebagai tanaman sela. Kendala yang utama dalam pengembangan kedelai sebagai tanaman sela adalah rendahnya intensitas cahaya akibat faktor naungan (Sopandie et al., 2007). Rata-rata intensitas cahaya berkurang 25-50% di bawah tegakan karet berumur 2-3 tahun (Chozin et al., 1999). Untuk mengatasi kendala tersebut maka dibutuhkan galur kedelai yang toleran terhadap intensitas cahaya rendah. Institut Pertanian Bogor telah mengembangkan galur-galur kedelai toleran naungan sebagai solusi dari kendala rendahnya intensitas cahaya yang diterima akibat ternaungi kanopi tanaman utama. Saat ini galur-galur kedelai toleran naungan yang telah dihasilkan merupakan generasi F10 hasil persilangan antara varietas Ceneng, Pangrango, Godek dan Slamet. Tetua-tetua tersebut sebelumnya telah melalui proses seleksi guna mendapatkan galur harapan dengan karakter yang diinginkan. Menurut Somaatmadja (1985), pemilihan varietas-varietas induk yang baik, sesuai dengan tujuan persilangan adalah syarat utama untuk membentuk populasi dasar yang mempunyai potensi untuk menghasilkan varietasvarietas unggul. Generasi F10 yang dihasilkan merupakan galur-galur yang telah melalui tahap seleksi di lapang dan juga seleksi melalui marka molekuler. Galur yang lolos seleksi selanjutnya membutuhkan pengujian daya hasil lanjutan di lokasi bercekaman naungan untuk memastikan bahwa galur kedelai tersebut tetap berdaya hasil tinggi meskipun dengan intensitas cahaya rendah dengan ditanam di bawah tegakan tanaman karet. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menguji daya hasil beberapa galur kedelai yang ditanam di bawah tanaman perkebunan, khususnya karet, sebagai tanaman sela, serta mendapatkan informasi mengenai keragaan karakter agronomi galurgalur kedelai toleran naungan. Hipotesis 1. Terdapat perbedaan pertumbuhan di antara galur-galur kedelai toleran naungan yang ditanam di bawah tegakan karet 2. Terdapat perbedaan keragaan agronomi di antara galur-galur kedelai toleran naungan yang ditanam di bawah tegakan karet 3. Terdapat perbedaan daya hasil di antara galur-galur kedelai toleran naungan yang ditanam di bawah tegakan karet 4. Terdapat galur kedelai toleran naungan dengan daya hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan daya hasil pada varietas pembanding