peraturan pemerintah republik indonesia nomor 12 tahun 1988

advertisement
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 12 TAHUN 1988
TENTANG
PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PEMBANGUNAN PERUMAHAN NASIONAL
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a.
bahwa dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1983
tentang Tata Cara Pembinaan dan Pengawasan Perusahaan Jawatan (PERJAN),
Perusahaan Umum (PERUM), dan Perusahaan Perseroan (PERSERO)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1983,
maka pengaturan Perusahaan Umum (PERUM) Pembangunan Perumahan
Nasional yang didirikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1974 perlu
disesuaikan;
b.
bahwa berhubung dengan hal tersebut pada huruf a di atas, dipandang perlu untuk
mengatur kembali Perusahaan Umum (PERUM) Pembangunan Perumahan
Nasional tersebut.
Mengingat :
1.
Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945;
2.
Undang-undang Nomor 19 Prp Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara
(Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor
1989);
3.
Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1969 tentang Bentuk-bentuk Usaha
Negara (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 2890) menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 40,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2904);
4.
Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1983 tentang Tata Cara Pembinaan dan
Pengawasan Perusahaan Jawatan (PERJAN), Perusahaan Umum (PERUM) dan
Perusahaan Perseroan (PERSERO) (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 3,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3246) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1983 (Lembaran Negara Tahun 1983
Nomor 37).
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUSAHAAN UMUM
PEMBANGUNAN PERUMAHAN NASIONAL.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1.
Pemerintah adalah Pemerintah Republik Indonesia.
2.
Presiden adalah Presiden Republik Indonesia.
3.
Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang Pekerjaan Umum.
4.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang bertanggung jawab di bidang
perumahan nasional di lingkungan Departemen Pekerjaan Umum.
5.
Dewan Pengawas adalah Dewan Pengawas Perusahaan Umum (PERUM)
Pembangunan Perumahan Nasional.
6.
Perusahaan adalah Perusahaan Umum (PERUM) Pembangunan Perumahan
Nasional disingkat menjadi "PERUM PERUMNAS".
7.
Direksi adalah Direksi Perusahaan Umum (PERUM) Pembangunan Perumahan
Nasional.
8.
Direktur Utama adalah Direktur Utama Perusahaan Umum (PERUM)
Pembangunan Perumahan Nasional.
9.
Pegawai adalah pegawai pada Perusahaan Umum (PERUM) Pembangunan
Perumahan Nasional.
10.
Pembinaan adalah kegiatan untuk memberikan pedoman bagi Perusahaan dalam
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian dengan maksud
agar Perusahaan dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara berdaya guna
dan berhasil guna serta dapat berkembang dengan baik.
11.
Pengawasan adalah seluruh proses kegiatan penilaian terhadap Perusahaan
dengan tujuan agar Perusahaan dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dengan
baik, dan berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
12.
Pemeriksaan adalah kegiatan untuk menilai Perusahaan dengan cara
membandingkan antara keadaan yang sebenarnya dengan keadaan yang
seharusnya dilakukan, baik dalam bidang keuangan maupun dalam bidang teknis
operasional.
13.
Pengelolaan Perusahaan adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, dan pengendalian Perusahaan sesuai dengan pembinaan yang
digariskan oleh Menteri.
BAB II
PENDIRIAN PERUSAHAAN
Pasal 2
Perusahaan yang didirikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1974
dilanjutkan berdirinya dan meneruskan usaha-usaha selanjutnya berdasarkan ketentuanketentuan di dalam Peraturan Pemerintah ini.
BAB III
ANGGARAN DASAR PERUSAHAAN
Bagian Pertama
Umum
Pasal 3
(1)
(2)
(3)
Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah badan usaha berbentuk
Perusahaan Umum yang diberi tugas dan wewenang untuk melaksanakan
pembangunan perumahan rakyat dan prasarana lingkungan sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku.
Perusahaan melakukan usaha-usahanya berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam
Peraturan Pemerintah ini dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini
terhadap Perusahaan berlaku Hukum Indonesia.
Bagian Kedua
Tempat Kedudukan
Pasal 4
(1)
(2)
(3)
Perusahaan bertempat kedudukan dan berkantor pusat di Jakarta.
Perubahan tempat kedudukan dan kantor pusat Perusahaan ditetapkan oleh
Presiden atas usul Menteri.
Dalam rangka pengembangan, Perusahaan dapat mengadakan satuan organisasi
pelaksana yang ditetapkan oleh Direksi setelah mendapat persetujuan Menteri.
Bagian Ketiga
Sifat, Maksud dan Tujuan
Pasal 5
(1)
(2)
(3)
Sifat usaha dari Perusahaan adalah menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan
umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan
Perusahaan.
Maksud didirikannya Perusahaan adalah untuk menyelenggarakan kemanfaatan
umum berupa kegiatan-kegiatan produktif di bidang pelaksanaan pembangunan
perumahan rakyat beserta sarana dan prasarananya, dan melakukan pemupukan
dana.
Tujuan Perusahaan melaksanakan kebijaksanaan dan program pemerintah di
bidang pelaksanaan pembangunan perumahan rakyat beserta sarana dan
prasarananya yang mampu mewujudkan lingkungan pemukiman sesuai dengan
rencana pembangunan wilayah/kota.
Bagian Keempat
Lapangan Usaha
Pasal 6
Dengan mengindahkan prinsip-prinsip ekonomi dan terjaminnya keselamatan kekayaan
negara, Perusahaan menyelenggarakan usaha-usaha sebagai berikut :
a.
menyiapkan perencanaan proyek-proyek pembangunan perumahan rakyat dalam
arti luas dan prasarana lingkungan;
b.
mengusahakan pembiayaan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan tugasnya;
c.
menyiapkan, melaksanakan dan mengendalikan pelaksanaan proyek-proyek
pembangunan perumahan rakyat dan prasarana lingkungan yang mencakup
penguasaan dan pematangan tanah, pembangunan perumahan, pembangunan
prasarana lingkungan, perbaikan lingkungan serta kegiatan-kegiatan lainnya yang
berhubungan dengan hal itu;
d.
mengelola tanah-tanah yang dikuasainya, dengan kewenangan untuk :
d.1. merencanakan
peruntukan
dan
penggunaan
tanah
yang
bersangkutan;
d.2. menggunakan tanah tersebut untuk keperluan usahanya;
d.3. menyerahkan bagian-bagian daripada tanah tersebut
berikut
rumah/ bangunannya dan/atau memindah-tangankan
(menjual)
tanah yang sudah dimatangkan berikut
prasarana yang diperlukan
kepada pihak ketiga;
e.
melaksanakan dan mengusahakan unit-unit produksi bahan bangunan dan usaha
penunjang lainnya dalam rangka pelaksanaan tugas pokok perusahaan;
f.
melakukan hubungan kerja dan hal-hal lain yang diperlukan dalam rangka
pelaksanaan tugasnya.
Pasal 7
(1)
(2)
Untuk melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Perusahaan
dapat menguasai tanah yang diperlukan dengan hak pengelolaan, hak guna
bangunan, dan hak pakai menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penyerahan/penggunaan tanah-tanah tersebut pada ayat (1) kepada pihak lain
dilakukan dalam pelaksanaan rencana pengadaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 ayat (1) dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Bagian Kelima
Modal
Pasal 8
(1)
(2)
Modal Perusahaan adalah kekayaan Negara yang dipisahkan dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara dan tidak terbagi atas saham-saham.
Besarnya modal Perusahaan adalah sama dengan nilai seluruh kekayaan Negara
(3)
(4)
(5)
(6)
yang telah tertanam dalam Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2,
berdasarkan penetapan Menteri Keuangan sesuai dengan hasil perhitungan yang
dilakukan bersama oleh Departemen Keuangan dan Departemen Pekerjaan
Umum.
Setiap penambahan modal yang berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan
dilakukan dengan Peraturan Pemerintah.
Perusahaan dapat menambah modalnya dengan dana yang dibentuk dan dipupuk
secara intern menurut ketentuan dalam Pasal 54.
Perusahaan tidak mengadakan cadangan diam atau cadangan rahasia.
Semua alat-alat likuid (liquide) yang tidak segera diperlukan oleh Perusahaan
disimpan dalam bank milik Negara yang penunjukannya atas persetujuan Menteri.
Pasal 9
(1)
(2)
Pembelanjaan untuk investasi yang dilaksanakan oleh Perusahaan dapat berasal
dari :
a.
dana intern Perusahaan;
b.
penyertaan Negara melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
c.
pinjaman dari dalam dan/atau luar negeri;
d.
sumber-sumber lainnya yang sah.
Anggaran investasi diajukan dalam anggaran Perusahaan, sedangkan bilamana
anggaran investasi diajukan pada masa tahun buku yang bersangkutan, maka
anggaran investasi diajukan bersamaan dengan anggaran tahunan atau perubahan
anggaran Perusahaan yang pengajuannya dilakukan sesuai dengan tata cara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
Pasal 10
(1)
(2)
Perusahaan dapat memperoleh dan menggunakan dana yang diperoleh untuk
mengembangkan usahanya melalui pengeluaran obligasi atau alat-alat yang sah
lainnya.
Pengeluaran obligasi atau alat-alat yang sah lainnya sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), termasuk ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan itu, diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 11
Setiap kegiatan penyerahan, pemindah-tanganan, pembebanan, penghapusan aktiva
tetap, penerimaan pinjaman jangka menengah/panjang, pemberian pinjaman dalam
bentuk dan cara apapun, tidak menagih lagi, menghapuskan dari pembukuan piutang dan
persediaan barang dapat dilakukan oleh Direksi atas izin Menteri setelah Menteri
mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Menteri Keuangan.
Pasal 12
Pembebanan tugas tambahan kepada Perusahaan diluar tugas pokoknya yang
menimbulkan akibat keuangan terhadap anggaran Perusahaan ditetapkan oleh Menteri
setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan.
Bagian Keenam
Pimpinan, Pembinaan,
dan Pengelolaan
Pasal 13
Perusahaan dipimpin dan dikelola oleh Direksi yang terdiri dari seorang Direktur Utama
dan sebanyak-banyaknya 4 (empat) orang Direktur sesuai dengan bidangnya.
Pasal 14
(1)
(2)
(3)
Pembinaan terhadap Perusahaan dilakukan oleh Menteri, yang dalam
pelaksanaannya dibantu oleh Direktur Jenderal berdasarkan ketentuan-ketentuan
yang ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri.
Direksi atau Direktur Utama untuk dan atas nama Direksi menerima petunjukpetunjuk dari dan bertanggung jawab kepada Menteri tentang kebijaksanaan umum
untuk menjalankan tugas-tugas pokok Perusahaan dan hal-hal lain yang dianggap
perlu.
Pelaksanaan tanggung jawab administratif fungsional Perusahaan sebagai Badan
Usaha Milik Negara terhadap pemerintah, dalam hal ini Menteri dan Menteri
Keuangan, dilakukan oleh Direktur Utama atas nama Direksi.
Pasal 15
Dengan memperhatikan ketentuan Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) maka sejauh
menyangkut koordinasi pelaksanaan kebijaksanaan di bidang pembangunan perumahan
rakyat, Direksi atau Direktur Utama juga memperhatikan petunjuk Menteri Negara
Perumahan Rakyat.
Pasal 16
Tugas dan wewenang Direksi adalah sebagai berikut :
a.
memimpin, mengurus dan mengelola Perusahaan sesuai dengan maksud dan
tujuan Perusahaan dengan senantiasa berusaha meningkatkan daya guna dan
hasil guna dari Perusahaan;
b.
menguasai, memelihara dan mengurus kekayaan Perusahaan;
c.
mewakili Perusahaan di dalam dan di luar Pengadilan;
d.
melaksanakan kebijaksanaan umum dalam mengurus Perusahaan yang telah
digariskan oleh Menteri;
e.
menetapkan kebijaksanaan Perusahaan sesuai dengan kebijaksanaan umum yang
ditetapkan oleh Menteri;
f.
menyiapkan pada waktunya rencana kerja tahunan Perusahaan lengkap dengan
g.
h.
i.
j.
k.
l.
anggaran keuangan;
mengadakan dan memelihara tata buku dan administrasi Perusahaan sesuai
dengan kelaziman yang berlaku bagi suatu Perusahaan,
menyiapkan susunan organisasi Perusahaan lengkap dengan perincian tugasnya;
mengangkat dan memberhentikan pegawai sesuai dengan peraturan kepegawaian
yang berlaku bagi Perusahaan;
menetapkan gaji, pensiun/jaminan hari tua dan penghasilan lain bagi pegawai serta
mengatur serta hal kepegawaian lainnya dari pada pegawai, sesuai dengan
ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
memberikan segala keterangan tentang keadaan dan jalannya Perusahaan baik
dalam bentuk laporan tahunan, maupun laporan berkala menurut cara dan waktu
yang ditentukan dalam Peraturan Pemerintah ini serta setiap kali diminta oleh
Menteri;
menjalankan kewajiban-kewajiban lainnya berdasarkan petunjuk Menteri.
Pasal 17
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Dalam menjalankan tugas-tugas pokok Perusahaan :
a.
Direktur Utama berhak dan berwenang bertindak atas nama Direksi;
b.
Para Direktur berhak. dan berwenang bertindak atas nama Direksi masingmasing untuk bidangnya dalam batas-batas yang ditentukan dalam
peraturan tata tertib dan tata cara menjalankan pekerjaan Direksi.
Apabila Direktur Utama berhalangan tetap menjalankan pekerjaannya atau apabila
jabatan itu terluang dan penggantinya belum diangkat atau belum memangku
jabatannya, maka jabatan Direktur Utama dipangku oleh Direktur yang tertua dalam
masa jabatan berdasarkan penunjukan sementara Menteri dan apabila Direktur
dimakud tidak ada atau berhalangan tetap, maka jabatan tersebut dipangku oleh
Direktur lain berdasarkan penunjukan sementara Menteri, keduanya dengan
kekuasaan dan wewenang Direktur Utama.
Apabila semua anggota Direksi berhalangan tetap menjalankan pekerjaannya atau
jabatan Direksi terluang seluruhnya dan belum diangkat penggantinya atau belum
memangku jabatannya, maka untuk sementara waktu pimpinan dan pengurusan
Perusahaan dijalankan oleh seorang Pejabat Direksi yang ditunjuk oleh Menteri.
Dalam menjalankan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16
huruf c Direksi dapat melaksanakannya sendiri atau menyerahkan kekuasaan
tersebut kepada :
a.
Seorang atau beberapa orang anggota Direksi, atau
b.
Seorang atau beberapa orang pegawai baik sendiri maupun bersama-sama,
atau
c.
Orang atau badan lain. Yang khusus ditunjuk untuk hal tersebut.
Tata tertib dan tata cara menjalankan pekerjaan Direksi sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), diatur dalam peraturan yang ditetapkan oleh Direksi dengan
persetujuan Menteri.
Gaji, tunjangan, emolumen, dan penghasilan lain dari para anggota Direksi
ditetapkan oleh Menteri, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang berlaku.
Pasal 18
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Anggota Direksi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri setelah
mendengar pertimbangan Menteri Keuangan.
Anggota Direksi diangkat untuk masa 5 (lima) tahun dan setelah masa jabatannya
berakhir dapat diangkat kembali.
Dalam hal-hal tersebut di bawah ini, Presiden atas usul Menteri dapat
memberhentikan seluruh atau salah seorang anggota Direksi meskipun masa
jabatannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) belum berakhir karena :
a.
mutasi jabatan untuk kepentingan Perusahaan dan Negara;
b.
atas permintaan sendiri ;
c.
melakukan perbuatan atau sikap yang merugikan Perusahaan;
d.
melakukan tindakan atau sikap yang bertentangan dengan kepentingan
Negara,
e.
acat fisik atau mental yang mengakibatkan tidak dapat melaksanakan
tugasnya,
f.
meninggal dunia;
g.
tidak cukup cakap atau ternyata tidak melaksanakan tugasnya dengan baik;
h.
tidak melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam anggaran dasar
Perusahaan.
Pemberhentian karena alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf c dan
huruf d, jika merupakan suatu pelanggaran terhadap peraturan hukum pidana,
merupakan pemberhentian tidak dengan hormat.
Sebelum pemberhentian karena alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
huruf c dan huruf d dilakukan, kepada anggota Direksi yang bersangkutan diberi
kesempatan untuk membela diri secara tertulis yang ditujukan kepada Menteri yang
harus dilaksanakan dalam waktu 1 (satu) bulan setelah anggota Direksi yang
bersangkutan diberitahukan oleh Menteri tentang rencana pemberhentian itu.
Selama persoalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) belum diputus, maka
Menteri dapat memberhentikan untuk sementara waktu anggota Direksi yang
bersangkutan. Jika dalam waktu 2 (dua) bulan setelah memberhentikan anggota
Direksi yang bersangkutan berdasarkan ketentuan ayat (4) belum diperoleh
keputusan mengenai pemberhentian anggota Direksi tersebut, maka
pemberhentian sementara itu menjadi batal dan anggota Direksi bersangkutan
dapat segera menjalankan jabatannya lagi, kecuali bilamana untuk keputusan
pemberhentian tersebut diperlukan keputusan pengadilan dalam hal itu harus
diberitahukan kepada yang bersangkutan.
Pasal 19
(1)
(2)
Anggota Direksi adalah Warga Negara Indonesia.
Anggota Direksi diangkat berdasarkan syarat-syarat kemampuan dan keahlian
dalam bidang pengelolaan Perusahaan, memiliki pengetahuan dan pengalaman
yang diperlukan untuk memimpin suatu Perusahaan yang bergerak dalam bidang
pembangunan perumahan, mempunyai akhlak dan moral yang baik serta
memenuhi syarat-syarat lainnya yang diperlukan untuk menunjang kemajuan
(3)
Perusahaan yang dipimpinnya.
Direksi mencurahkan pengabdian dan kemampuannya secara penuh pada tugas,
kewajiban dan pencapaian tujuan diadakannya Perusahaan.
Pasal 20
(1)
(2)
(3)
(4)
Antara para anggota Direksi tidak boleh ada hubungan keluarga sampai derajat
ketiga baik menurut garis lurus maupun garis ke samping termasuk menantu dan
ipar, kecuali jika diizinkan Presiden.
Jika sesudah pengangkatan, mereka memasuki hubungan kekeluargaan yang
terlarang itu, maka untuk dapat melanjutkan jabatannya, diperlukan izin tertulis dari
Presiden.
Anggota Direksi tidak boleh mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun
tidak langsung dalam suatu perkumpulan/perusahaan lain yang berusaha/bertujuan
mencari laba.
Anggota Direksi tidak dibenarkan untuk memangku jabatan rangkap sebagaimana
tersebut di bawah ini :
a.
Direktur Utama dan Direktur pada badan usaha milik negara lainnya atau
perusahaan swasta, atau jabatan lain yang berhubungan dengan
pengelolaan Perusahaan;
b.
Jabatan struktural dan fungsional lainnya dalam Instansi/Lembaga
Pemerintah Pusat/Daerah;
c.
Jabatan-jabatan lainnya, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Bagian Ketujuh
Rencana Kerja
dan Anggaran Perusahaan
Pasal 21
(1)
Selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum tahun buku mulai berlaku, Direksi
mengirimkan rencana kerja dan anggaran Perusahaan yang meliputi anggaran
investasi dan anggaran eksploitasi kepada Menteri untuk memperoleh
pengesahannya berdasarkan penilaian bersama oleh Menteri dan Menteri
Keuangan.
(2)
Kecuali apabila Menteri secara tertulis mengemukakan keberatan atau menolak
kegiatan yang dimuat dalam rencana kerja dan anggaran Perusahaan sebelum
menginjak tahun buku baru, maka anggaran tersebut berlaku sepenuhnya.
(3)
Rencana kerja dan/atau anggaran tambahan atau perubahan anggaran yang
tertera di dalam tahun buku yang bersangkutan harus diajukan terlebih dahulu
kepada Menteri, menurut cara dan waktu yang ditetapkan oleh Menteri, untuk
memperoleh pengesahannya berdasarkan penilaian bersama oleh Menteri dan
Menteri Keuangan.
(4)Apabila dalam waktu 3 (tiga) bulan sesudah permintaan persetujuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3) diajukan, oleh Menteri tidak diberikan keberatan secara
tertulis, maka perubahan rencana kerja dan anggaran tersebut dianggap telah
disahkan.
(5)Rencana kerja dan/atau anggaran Perusahaan yang telah disahkan merupakan
landasan kerja dan menjadi tugas bagi Direksi untuk melaksanakan kegiatan yang
tercantum di dalamnya.
Pasal 22
(1)Semua pembiayaan dalam rangka pelaksanaan tugas Satuan Pengawasan Intern,
Dewan Pengawas serta tenaga ahli, dibebankan kepada Perusahaan dan secara
jelas dianggarkan dalam anggaran Perusahaan.
(2)Perusahaan dilarang membiayai pengeluaran yang dilakukan oleh Departemen/Instansi
yang membina dan mengawasi Perusahaan dalam rangka pembinaan dan
pengawasan Perusahaan,
Bagian Kedelapan
Sistem Akuntansi
Pasal 23
Tahun Buku Perusahaan adalah tahun takwim, kecuali jika ditetapkan lain oleh Menteri.
Pasal 24
(1)Setiap perubahan baik yang diakibatkan oleh transaksi maupun oleh kejadian lain
dalam Perusahaan yang mempengaruhi aktiva, hutang, modal, biaya dan
pendapatan harus dibukukan atas dasar sistem akuntansi yang dapat
dipertanggungjawabkan.
(2)Sistem akuntansi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disusun dan dilaksanakan oleh
Direksi agar dapat berjalan dengan baik berdasarkan prinsip-prinsip pengendalian
intern, terutama pemisahan fungsi pengurusan, pencatatan, penyimpanan, dan
pengawasan.
(3)Dalam rangka pemeriksaan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan menilai
sistem yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan bilamana perlu
memberikan petunjuk serta saran penyempurnaan.
Bagian Kesembilan
Pengawasan
Pasal 25
(1)Menteri melakukan pengawasan umum atas jalannya Perusahaan.
(2)Pada Perusahaan dibentuk Dewan Pengawas yang bertanggung jawab kepada
Menteri.
(3)Dewan Pengawas bertugas untuk melaksanakan pengawasan terhadap pengelolaan
Perusahaan termasuk pelaksanaan rencana kerja dan anggaran Perusahaan.
(4)Dewan Pengawas melaksanakan tugas, wewenang, dan tanggung jawabnya sesuai
dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku terhadap Perusahaan dan menjalankan
keputusan-keputusan dan petunjuk-petunjuk dari Menteri.
Pasal 26
Dewan Pengawas dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban :
a.memberikan pendapat dan saran kepada Menteri melalui Direktur Jenderal mengenai
rancangan
rencana
kerja
dan
anggaran
Perusahaan,
serta
perubahan/tambahannya, laporan-laporan lainnya dari Direksi;
b.mengawasi pelaksanaan rencana dan anggaran Perusahaan serta menyampaikan hasil
penilaiannya kepada Menteri dengan tembusan kepada Direksi dan Direktur
Jenderal;
c.mengikuti perkembangan kegiatan Perusahaan dan hal Perusahaan menunjukkan gejala
kemunduran, segera melaporkannya kepada Menteri dengan tembusan kepada
Direktur Jenderal, dengan disertai saran mengenai langkah perbaikan yang harus
ditempuh;
d.memberikan pendapat dan saran kepada Menteri dengan tembusan kepada Direktur
Jenderal dan kepada Direksi mengenai setiap masalah lainnya yang dianggap
penting bagi pengelolaan Perusahaan;
e.memberikan laporan kepada Menteri dan Menteri Keuangan secara berkala (Triwulan
dan tahunan) serta pada setiap waktu yang diperlukan mengenai perkembangan
Perusahaan dan hasil pelaksanaan tugas Dewan Pengawas;
f.melakukan tugas-tugas pengawasan lain yang ditentukan oleh Menteri.
Pasal 27
Dalam melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, Dewan
Pengawas wajib memperhatikan :
a.pedoman dan petunjuk-petunjuk Menteri dengan senantiasa memperhatikan efisiensi
Perusahaan;
b.ketentuan dalam peraturan pendirian Perusahaan serta ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku;
c.pemisahan tugas pengawasan dengan tugas pengurusan Perusahaan yang merupakan
tugas dan tanggungjawab Direksi.
Pasal 28
Dalam melaksanakan tugas dan kewajiban Dewan Pengawas mempunyai wewenang
sebagai berikut :
a.melihat buku-buku dan surat-surat serta dokumen-dokumen lainnya, memeriksa
keadaan kas (untuk keperluan verifikasi) dan memeriksa kekayaan Perusahaan;
b.memasuki pekarangan-pekarangan, gedung-gedung, dan kantor-kantor yang
dipergunakan oleh Perusahaan;
c.meminta penjelasan-penjelasan dari pimpinan Perusahaan mengenai segala persoalan
yang menyangkut pengelolaan Perusahaan;
d.meminta Direksi dan/atau Pejabat lainnya dengan sepengetahuan Direksi untuk
menghadiri rapat Dewan Pengawas;
e.menghadiri rapat Direksi dan memberikan pandangan-pandangan terhadap hal-hal yang
dibicarakan;
f.melakukan hal-hal lain yang dianggap perlu sebagaimana diatur dalam peraturan
pendirian Perusahaan.
Pasal 29
(1)Dewan Pengawas mengadakan rapat sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sekali dan
sewaktu-waktu apabila diperlukan.
(2)Dalam rapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibicarakan hal-hal yang
berhubungan dengan Perusahaan sesuai dengan tugas pokok, fungsi, dan hak
serta kewajibannya.
(3)Keputusan rapat Dewan Pengawas diambil atas dasar musyawarah untuk mufakat.
(4)Untuk setiap rapat dibuat risalah rapat.
Pasal 30
Untuk membantu kelancaran pelaksanaan tugas Dewan Pengawas, Menteri dapat
mengangkat seorang Sekretaris atas beban Perusahaan.
Pasal 31
(1)Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 terdiri unsur-unsur Pejabat
Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Keuangan dan Departemen/Instansi
lain yang kegiatannya berhubungan dengan Perusahaan atau Pejabat yang
diusulkan oleh Menteri dengan memperhatikan pertimbangan Menteri Keuangan.
(2)Salah seorang anggota Dewan Pengawas diangkat sebagai Ketua Dewan tersebut.
Pasal 32
(1)Anggota Dewan Pengawas diangkat dari tenaga yang mempunyai dedikasi, dipandang
cakap, dan mempunyai kemampuan untuk menjalankan kebijaksanaan Menteri
mengenai pembinaan dan pengawasan Perusahaan.
(2)Disamping syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) anggota Dewan Pengawas
tidak dibenarkan memiliki kepentingan yang bertentangan dengan atau
mengganggu kepentingan Perusahaan.
Pasal 33
(1)Anggota Dewan Pengawas berjumlah sekurang-kurangnya 2 (dua) orang dan
sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang yang terdiri dari Ketua dan anggota Dewan.
(2)Ketua Dewan Pengawas yang mengkoordinasikan anggota Dewan Pengawas
bertanggung jawab atas pelaksanaan pengawasan kepada Menteri dan/atau
Menteri Keuangan.
Pasal 34
(1)Masa jabatan Ketua dan anggota Dewan Pengawas ialah 3 (tiga) tahun.
(2)Anggota Dewan Pengawas setelah selesai masa jabatannya sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dapat diangkat kembali dengan tetap memperhatikan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33.
Pasal 35
(1)Pengangkatan dan pemberhentian anggota Dewan Pengawas dilakukan oleh Presiden
atas usul Menteri setelah mendengar pertimbangan Menteri Keuangan.
(2)Apabila Menteri berpendapat bahwa anggota-anggota atau salah seorang anggota
Dewan Pengawas setelah menjabat beberapa waktu ternyata tidak atau tidak dapat
menjalankan tugasnya dengan baik, maka Menteri dapat mengusulkan
pemberhentiannya kepada Presiden.
Pasal 36
Jika dianggap perlu Dewan Pengawas dalam melaksanakan tugasnya dapat memperoleh
bantuan tenaga ahli.
Pasal 37
Anggota Dewan Pengawas tidak dibenarkan merangkap jabatan lain pada badan usaha
swasta yang dapat menimbulkan pertentangan kepentingan secara langsung maupun
tidak langsung dengan kepentingan Perusahaan.
Pasal 38
(1)Pengawasan Intern Perusahaan dilakukan oleh Satuan Pengawasan Intern.
(2)Satuan Pengawasan Intern dipimpin oleh seorang Kepala yang bertanggungjawab
kepada Direktur Utama.
Pasal 39
(1)Satuan Pengawasan Intern bertugas membantu Direktur Utama dalam mengadakan
penilaian atas sistem pengendalian pengelolaan (manajemen) dan pelaksanaannya
pada Perusahaan dan memberikan saran-saran perbaikannya.
(2)Direksi menggunakan pendapat dan saran Satuan Pengawasan Intern sebagai bahan
untuk melaksanakan penyempurnaan pengelolaan (manajemen) Perusahaan yang
baik dan dapat dipertanggungjawabkan.
Pasal 40
Dalam pelaksanaan tugasnya, Satuan Pengawasan Intern wajib menjaga kelancaran
pelaksanaan tugas satuan organisasi lainnya dalam Perusahaan sesuai dengan tugas dan
tanggung jawabnya masing-masing.
Pasal 41
Satuan Pengawasan Intern dapat memperoleh bantuan tenaga ahli.
Pasal 42
Pimpinan Satuan Pengawasan Intern harus memiliki pendidikan dan/atau keahlian yang
cukup memenuhi persyaratan sebagai pengawas intern, obyektif dan berdedikasi tinggi.
Pasal 43
Kepala satuan Pengawasan Intern diangkat dan diberhentikan oleh Direksi.
Pasal 44
(1)Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan melakukan pemeriksaan
akuntansi atas laporan keuangan tahunan Perusahaan.
(2)Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat juga dilakukan oleh Akuntan
Publik dengan ketentuan bahwa hasil pemeriksaannya disetujui Kepala Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.
(3)Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat pula
dilakukan pemeriksaan operasional terhadap Perusahaan.
Pasal 45
Hasil pemeriksaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 disampaikan pula
kepada Menteri, Menteri Keuangan, Direksi, dan Dewan Pengawas.
Pasal 46
Dengan tidak mengurangi wewenang pengawasan sebagaimana dimaksud dalam pasalpasal pada Bagian ini setiap Kepala Unit Organisasi dalam Perusahaan bertanggung
jawab melaksanakan pengawasan melekat dalam lingkungan tugasnya masing-masing.
Bagian Kesepuluh
Kepegawaian
Pasal 47
(1)Untuk memperlancar tujuan perusahaan, perlu diciptakan adanya ketentraman,
ketenangan serta kegairahan kerja dalam Perusahaan dengan memberikan
penghargaan yang layak kepada semua pegawai sesuai prestasinya.
(2)Kedudukan hukum, susunan jabatan, kepangkatan, pemberhentian, gaji, pensiun dan
tunjangan bagi pegawai Perusahaan, diatur berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku.
(3)Penghasilan-penghasilan lain pegawai diatur tersendiri oleh Direksi setelah
mendapatkan persetujuan Menteri.
Pasal 48
Direksi mengangkat dan memberhentikan pegawai/pekerja Perusahaan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 49
(1)Kepada pegawai Perusahaan diberikan pensiun berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku bagi pegawai Perusahaan.
(2)Disamping pensiun kepada pegawai dapat diberikan jaminan hari tua lainnya yang
diatur oleh Direksi setelah mendapat persetujuan Menteri.
Bagian Kesebelas
Tanggung Jawab Pegawai
dan Tuntutan Ganti Rugi
Pasal 50
(1)Semua pegawai termasuk anggota Direksi dalam kedudukan selaku demikian yang
tidak dibebani tugas penyimpanan uang, surat-surat berharga, dan barang-barang
persediaan yang karena tindakan-tindakan melawan hukum atau karena melalaikan
kewajiban dan tugas yang dibebankan kepada mereka dengan langsung atau tidak
langsung telah menimbulkan kerugian bagi Perusahaan, diwajibkan mengganti
kerugian tersebut.
(2)Ketentuan-ketentuan tentang ganti rugi terhadap pegawai negeri berlaku sepenuhnya
terhadap pegawai.
(3)Semua pegawai yang dibebani tugas penyimpanan, pembayaran atau penyerahan
uang dan surat-surat berharga milik Perusahaan dan barang-barang persediaan
milik Perusahaan yang disimpan dalam gudang atau tempat penyimpanan yang
khusus dan semata-mata digunakan untuk keperluan itu, bertanggung jawab
tentang pelaksanaan tugasnya kepada Badan Pemeriksa Keuangan.
(4)Pegawai sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak perlu mengirimkan
pertanggungjawaban mengenai cara mengurusnya kepada Badan Pemeriksa
Keuangan. Tuntutan terhadap pegawai tersebut dilakukan menurut ketentuan yang
ditetapkan bagi bendaharawan yang oleh Badan Pemeriksa Keuangan dibebaskan
dari kewajiban pertanggungjawaban mengenai cara pengurusannya.
(5)Semua surat bukti dan surat lainnya bagaimanapun sifatnya, yang termasuk bilangan
tata buku dan administrasi Perusahaan, disimpan di tempat Perusahaan atau
tempat lainnya yang ditunjuk oleh Menteri, kecuali jika untuk sementara
dipindahkan ke Badan Pemeriksa Keuangan dalam hal dianggapnya perlu untuk
kepentingan sesuatu pemeriksaan.
(6)Untuk keperluan pemeriksaan bertahan dengan penetapan pajak dan pemeriksaan
akuntansi pada umumnya surat bukti dan surat lainnya sebagaimana dimaksud
dalam ayat (5) untuk sementara dapat dipindahkan ke Departemen Keuangan
dan/atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.
Bagian Keduabelas
Pelaporan
Pasal 51
(1)Untuk tiap tahun buku oleh Direksi disusun perhitungan tahunan yang terdiri dari neraca
dan perhitungan laba rugi, neraca dan perhitungan laba rugi tersebut dikirimkan
kepada Menteri dengan tembusan kepada Menteri Keuangan, Badan Pemeriksa
Keuangan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Direktur Jenderal,
dan Dewan Pengawas selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sesudah tahun buku
(berakhir) menurut cara yang ditetapkan oleh Menteri.
(2)Cara penilaian pos dalam perhitungan tahunan harus disebutkan.
(3)Jika dalam waktu 3 (tiga) bulan sesudah menerima perhitungan tahunan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) oleh Menteri tidak diajukan keberatan tertulis, maka
perhitungan tahunan itu dianggap telah disahkan.
(4)Perhitungan tahunan disahkan oleh Menteri setelah dinilai bersama oleh Menteri dan
Menteri Keuangan berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pengawasan Keuangan
dan Pembangunan atau Badan yang ditunjuknya. Pengesahan dimaksud memberi
pembebasan kepada Direksi terhadap segala sesuatunya yang termuat dalam
perhitungan tahunan tersebut.
(5)Direktur Utama diwajibkan menyampaikan laporan triwulanan dan laporan berkala
lainnya sesuai dengan batas-batas jangka waktu yang ditetapkan beserta laporan
lainnya menurut ketentuan Anggaran Dasar ini dan ketentuan peraturan perundangundangan, kepada pejabat instansi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 52
Hasil penilaian atas laporan keuangan triwulanan dan tahunan serta laporan lainnya dari
Perusahaan yang dilakukan oleh Direktur Jenderal disampaikan kepada Menteri dan
Menteri Keuangan dalam batas waktu selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah
menerima laporan dari Direktur Utama.
Pasal 53
(1)Laporan-laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 dan Pasal 52 disampaikan
tepat pada waktunya.
(2)Bentuk laporan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1)ditetapkan oleh Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Menteri.
Ketigabelas
Penggunaan Laba
Pasal 54
(1)Dari laba bersih yang telah disahkan menurut Pasal 51 disisihkan untuk :
a.Dana Pembangunan Semesta sebesar 55% (lima puluh lima persen);
b.Cadangan umum sebesar 20% (dua puluh persen) hingga cadangan umum tersebut
mencapai jumlah dua kali modal Perusahaan;
c.Cadangan tujuan sebesar 5% (lima persen);
d.Sisanya sebesar 20% (dua puluh persen) dipergunakan untuk dana sosial, pendidikan,
jasa produksi, dan sumbangan dana pensiun yang perincian perbandingan
pembagiannya ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri.
(2)Apabila jumlah cadangan umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b telah
tercapai, jumlah dari bagian laba bersih yang diperuntukan untuk pemupukan
cadangan umum tersebut, selanjutnya dapat dipergunakan untuk pemupukan dana
bagi pembelanjaan perluasan kapasitas Perusahaan.
(3)Sebelum cadangan umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b mencapai
jumlah 2 (dua) kali modal Perusahaan, dengan persetujuan Menteri Keuangan atas
usul Menteri, Direksi dapat menggunakan dana cadangan umum tersebut untuk
kepentingan pembelanjaan perluasan kapasitas Perusahaan.
(4)Cadangan tujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c antara lain
dipergunakan untuk pemupukan dana bagi pembelanjaan perluasan kapasitas
Perusahaan.
Bagian Keempatbelas
Pembubaran Perusahaan
Pasal 55
(1)Pembubaran Perusahaan dan penunjukan likuidaturnya ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
(2)Semua kekayaan Perusahaan, setelah diadakan likuidasi menjadi milik Negara.
(3)Pertanggungjawaban likuidasi oleh likuidatur dilakukan kepada Menteri yang memberi
pembebasan tanggung jawab tentang pekerjaan yang telah diselesaikan olehnya.
BAB IV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 56
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka ketentuan-ketentuan pelaksanaan
yang telah dikeluarkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1974, masih
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti dengan ketentuan baru
yang dikeluarkan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 57
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah Nomor 29
Tahun 1974 dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 58
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 25 Oktober 1988
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 25 Oktober 1988
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
MOERDIONO
-------------------------------CATATAN
Kutipan:LEMBARAN NEGARA TAHUN 1988
Sumber:LN 1988/25
Download