analisis interaksi fiskal dan moneter terhadap produk domestik bruto

advertisement
 27
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Pendapatan Nasional
Untuk mengukur kinerja ekonomi suatu negara dapat dilakukan dengan menghitung
besarnya pendapatan nasional atau produksi nasional setiap tahunnya, yang disebut dengan
PDB (Product Domestic Brutto). Product Domestic Brutto diartikan sebagai nilai barangbarang dan jasa-jasa yang diproduksikan di dalam negara selama satu tahun tertentu
(Mankiew, 2006). Perhitungan besarnya pendapatan nasional dapat dilakukan dengan 3
pendekatan, yaitu pendekatan produksi, pendekatan pendapatan dan pendekatan
pengeluaran.
Pendekatan produksi, perhitungan pendapatan nasional dengan menjumlahkan nilai
tambah yang dihasilkan oleh berbagai sektor dalam perekonomian (sektor pertanian;
pertambangan; industri, listrik, gas dan air minum; bangunan; pengangkutan, perdagangan,
keuangan, sewa rumah; pemerintah dan pertahanan; jasa-jasa lain).
Pendekatan pendapatan, perhitungan pendapatan nasional dengan menjumlahkan
pendapatan yang diterima oleh para pemilik faktor-faktor produksi yang digunakan untuk
menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa ke dalam perekonomian.
Pendekatan pengeluaran, Perhitungan pendapatan nasional dengan menjumlahkan
seluruh pengeluaran para pelaku ekonomi atas barang-barang dan jasa-jasa yang
diproduksikan dalam perekonomian.
2.2.
Model IS-LM Sederhana
11
Universitas Sumatera Utara
28
Model IS-LM dirancang untuk menjelaskan perekonomian dalam jangka pendek
ketika tingkat harga adalah tetap dan melihat bagaimana perubahan tingkat harga
mempengaruhi keseimbangan dalam model IS-LM. Model IS-LM juga menjelaskan
perekonomian dalam jangka panjang ketika tingkat disesuaikan untuk menjamin bahwa
perekonomian berproduksi pada tingkat alamiah.
2.2.1. Model IS
(Mankiw, 2006) Pendapatan nasional mengalami kenaikan atau penurunan menurut
Teori Keynes tergantung kepada total permintaan agregat. Model permintaan agregat
dibentuk dari variabel-variabel C, I, G, X – M dengan bentuk perekonomian terbuka
sebagai berikut:
Y = AD = C + I + G + NX
(2.1)
dimana C = C(Y - T). Fungsi konsumsi dinyatakan dalam bentuk C = C (Y-T), yang berarti
C merupakan variabel endogen yang dipengaruhi oleh besar kecilnya pendapatan nasional
dan pajak yang dikeluarkan (dispossible income). Semakin besar pendapatan yang diterima
maka pengeluaran konsumsi akan semakin tinggi, sehingga hubungannya positif terhadap
pertumbuhan pendapatan nasional. Sedangkan pajak yang dibayarkan memiliki hubungan
negative terhadap pengeluaran konsumsi. Jika pajak yang dibayarkan semakin tinggi maka
pengeluaran konsumsi akan semakin menurun dan akhirnya akan menurunkan pendapatan
nasional.
I
= I(r,Y)
(2.2)
Pengertian investasi dalam teori ekonomi makro lebih banyak kepada investasi fisik,
misalnya dalam bentuk barang modal (pabrik dan peralatan), bangunan dan persediaan
Universitas Sumatera Utara
29
barang (inventory). Investasi berarti pembelian (dan berarti juga produksi) dari
capital/modal barang–barang yang tidak dikonsumsi tetapi digunakan untuk produksi yang
akan datang (barang produksi). Agar tidak terjadi kerancuan dengan kenyataan sehari-hari,
perhitungan investasi harus konsisten dengan perhitungan pendapatan nasional. Yang
dimasukkan dalam perhitungan investasi adalah barang modal, bangunan/konstruksi,
maupun persediaan barang jadi yang masih baru.
Fungsi investasi dinyatakan dalam bentuk I = I(r,Y), yang berarti besar kecil
investasi dipengaruhi oleh tinggi rendahnya tingkat bunga yang berlaku (r) dan juga
pendapatan nasional (Y). Jika tingkat bunga mengalami kenaikan maka investasi akan
menurun dan sebaliknya, sehingga hubungannya dinyatakan bersifat negatif, sedangkan
terhadap pendapatan nasional, apabila pendapatan nasional mengalami kenaikan maka
permintaan investasi juga akan meningkat dan sebaliknya, sehingga hubungannya
dinyatakan positif.
Tingkat Bunga (r) NX = NX(e, r , Y)
Investasi (I) (2.3)
Gambar 2.1 Fungsi Investasi
Selisih dari kegiatan ekspor terhadap impor menghasilkan net ekspor, yang berarti
neraca perdagangan bersifat surplus. Bagi perekonomian negara yang terbuka adanya arus
Universitas Sumatera Utara
30
modal dan barang internasional, maka pengeluaran domestic tidak harus sama dengan
output barang dan jasa yang dihasilkan. Karena jika terdapat selisih pendapatan atas
pengeluaran konsumsi, investasi dan pengeluaran pemerintah akan menghasilkan net
ekspor positif ( Y > C + I + G ), karena:
Y = C + I + G + NX
Y – C – G = I + NX
Y–C–G=S
S = I + NX
S – I = NX
(2.4)
dimana S = tabungan. Jika S – I positif dan S > I, maka negara meminjamkan kelebihan
dananya pada pihak asing, tetapi bila S – I negative dan S < I negara memiliki kekurangan
dana dan untuk mendanai investasi dilakukan dengan meminjam dana dari luar negeri.
Neraca perdagangan suatu negara dipengaruhi oleh nilai kurs (e), tingkat bunga (r)
dan juga pendapatan nasional (Y). Pengaruh nilai tukar mata uang diantara negara yang
menjalin hubungan ekonomi luar negeri (e) adalah Jika harga barang dan jasa di luar negeri
lebih murah (nilai kurs riil tinggi ) dibanding dalam negeri maka neraca perdagangan akan
bersifat negatif, karena mendorong impor yang lebih besar, dan itu artinya pendapatan
nasional akan menurun dan mendorong terjadinya depresiasi nilai tukar mata uang terhadap
mata uang negara yang berhubungan. Sebaliknya bila nilai kurs riil rendah maka harga
barang di dalam negeri akan lebih murah dibanding luar negeri dan akan mendorong
meningkatnya net ekspor dan berkurang impor, sehingga pendapatan nasional mengalami
Universitas Sumatera Utara
31
peningkatan. Sehingga dapat dikatakan hubungan antara nilai kurs riil terhadap neraca
perdagangan bersifat negatif.
Arus barang dan modal internasional menggambarkan bahwa neraca perdagangan
adalah sama dengan arus modal keluar netto, atau tabungan sama dengan investasi. Dalam
perekonomian terbuka, meminjam dan memberi pinjaman dipengaruhi tingkat bunga (r).
Apabila tingkat bunga dunia (r*) di atas tingkat bunga domestik (r), maka investasi keluar
netto akan naik sehingga tabungan domestik menurun dan akibatnya neraca perdagangan
akan negatif (defisit) sehingga pendapatan nasional menurun.
Sehingga:
Y = C(Y-T) + I(r,Y) + G + NX (e, r , Y)
(2.5)
Dari persamaan (2.5) ditunjukkan variabel yang mempengarhi Y yaitu, T, G, r dan e
sehingga model IS dinyatakan dengan fungsi sebagai berikut
Y = Y(G, T , r, e)
(2.6)
dimana Y = pendapatan nasional, C = pengeluaran konsumsi ,I = pengeluaran investasi, T
= penerimaan pajak, r = tingkat bunga, G = pengeluaran pemerintah, NX = X – M = net
export, jika X > M (surplus neraca perdagangan), X = pengeluaran export dan M = import.
Apabila terjadi peningkatan pengeluaran pemerintah (∆G) maka permintaan output
(pendapatan nasional) mengalami peningkatan sebesar multiplier effect atas komponen
pengeluaran pemerintah tersebut.
Peningkatan pajak berefek negatif terhadap perekonomian, karena menurunnya
dispossible income akan mengurangi konsumsi, sehingga permintaan output mengalami
penurunan sebesar multiplier pajak atas penerimaan pajak tersebut.
Universitas Sumatera Utara
32
Semakin tinggi tingkat bunga ke dalam perekonomian berarti akan mengganggu
investasi, sehingga investasi berefek negatif atas tingkat bunga. Jika investasi turun maka
output juga akan menurun atau berkurang.
Perubahan nilai kurs terhadap pertumbuhan output terlihat besar pengaruhnya bagi
perekonomian yang bersifat terbuka. Apabila kurs mata uang negara tersebut cenderung
menguat maka efek negatifnya terhadap kegiatan export, sehingga sangat mungkin terjadi
penurunan pada pendapatan nasional. Dan sebaliknya jika kurs melemah maka sangat
dimungkinkan neraca perdagangan akan menigkat, sehingga terjadi pertumbuhan
pendapatan nasional karena didorong bertambahnya permintaan output dari pasar luar
negeri.
2.2.2. Model LM
Model LM menjelaskan hubungan antara tingkat bunga dan tingkat pendapatan
yang muncul di pasar uang, dan untuk memahami pemahaman model LM adalah dengan
melihat teori tingkat bunga atau teori preferensi likuiditas (theory of liquidity preference).
Teori ini menyatakan bahwa tingkat bunga disesuaikan untuk menyeimbangkan penawaran
dan permintaan uang. Permintaan terhadap keseimbangan uang riil yang ditegaskan oleh
teori preferensi menegaskan bahwa tingkat bunga adalah salah satu determinant dari berapa
banyak uang yang ingin dipegang, karena tingkat bunga merupakan opportunity cost dari
memegang uang. Ketika tingkat bunga naik, orang hanya ingin memegang uang lebih
sedikit.
Perubahan pendapatan nasional (Y) terhadap keseimbangan uang riil adalah positif
terhadap permintaan uang dalam perekonomian, yaitu ketika pendapatan tinggi,
Universitas Sumatera Utara
33
pengeluaran tinggi sehingga permintaan uang lebih besar. Karenanya pendapatan yang
lebih tinggi menyebabkan tingkat bunga juga lebih tinggi.
Sehingga dapat ditulis bahwa fungsi dari jumlah uang yang diminta (M/P)
ditentukan tingkat bunga dan pendapatan, yaitu:
M / P = L (r , Y)
P =
M
L (r ,Y ) (2.7)
(2.8)
r
= r(M/P, Y) (2.9) Apabila jumlah uang beredar mengalami peningkatan akibat tingginya permintaan
barang dan jasa yang diikuti dengan permintaan uang, menurut teori kuantitas uang Fisher,
maka akan terjadi penurunan tingkat bunga nominal karena terbukanya peluang inflasi. Hubungan antara tingkat harga terhadap tingkat bunga adalah bersifat positif, artinya
apabila terjadi inflasi ke dalam perekonomian maka kebijakan moneter yang dilakukan
adalah dengan menaikkan tingkat bunga.
Kenaikan pendapatan nasional yang diikuti dengan meningkatnya permintaan
output harus dicegah pengaruhnya terhadap kenaikan jumlah uang beredar, karena
kenaikan permintaan menimbulkan ancaman inflasi dengan cara menaikkan tingkat bunga
agar perekonomian stabil.
2.3.
Kebijakan Fiskal
Kebijakan ekonomi makro akan selalu diperlukan untuk mencegah dan
menghilangkan gejala ekonomi makro yang tidak diinginkan seperti tingkat inflasi yang
tinggi, pengangguran, neraca pembayaran yang defisit. Kebijakan fiskal merupakan
Universitas Sumatera Utara
34
kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mempengaruhi perekonomian dengan
menggunakan instrument variabel pajak (tax), transfer pemerintah atau dengan pengeluaran
pemerintah. (Reksoprayitno: 2000). Kedua kebijakan ekonomi makro tersebut dapat
bersifat ekspansi maupun kontraksi. Ketika perekonomian menghadapi peningkatan
pengangguran dan kapasitas produksi nasional bersifat unemployment dilakukan kebijakan
yang bersifat ekspansi (mis: defisit neraca pembayaran), sedangkan kebijakan kontraksi
digunakan apabila perekonomian dalam keadaan over employment yaitu permintaan
agregatif melebihi kapasitas produksi nasional (mis: inflasi yang tinggi). Tujuan dari kedua
kebijakan ekonomi makro tersebut baik ekspansi maupun kontraksi adalah untuk
meningkatkan pendapatan nasional dan menurunkan tingkat pengangguran serta tingkat
inflasi dan memperkecil defisit neraca pembayaran luar negeri.
Perubahan dalam belanja pemerintah akan mempengaruhi perekonomian. Jika
belanja pemerintah naik sebesar
G (Government expenditure) akan mendorong adanya
kenaikan pendapatan nasional sebesar
= KG x
G (Direct Stimulus). Bertambahnya
pendapatan, akibat kebijakan fiskal yang ekspansif menyebabkan permintaan uang juga
meningkat, sehingga mendorong kenaikan tingkat bunga (r). Sebaliknya kebijakan fiskal
yang bersifat kontraksi dengan menaikkan pajak akan menurunkan pendapatan nasional,
karena pajak (tax) bersifat indirect stimulus. Dengan menurunnnya pendapatan nasional
(Y) maka terjadi penurunan permintaan uang, akibatnya tingkat bunga (r) turun. Dalam
kebijakan fiskal ini lebih efektif menurunkan pengeluaran (G) dibandingkan dengan
menaikkan pajak (Tax).
2.4.
Kebijakan Moneter
Universitas Sumatera Utara
35
Kebijakan moneter merupakan kebijakan pemerintah yang dilakukan otoritas
moneter (Bank Sentral) untuk mempengaruhi perekonomian dengan cara penambahan atau
pengurangan jumlah uang beredar (M1) yang biasa disebut dengan penawaran uang
(Reksoprayitno: 2000). Kebijakan moneter yang bersifat ekspansi dengan cara menambah
jumlah uang beredar (M), bertujuan untuk menambah jumlah pendapatan nasional (Y),
pada tingkat yang diharapkan. Kenaikan pendapatan pada tingkat keseimbangan penawaran
riil akan diikuti dengan adanya peningkatan permintaan uang dan mendorong terjadinya
kenaikan tingkat bunga. Sehingga hubungan antara peningkatan pertambahan jumlah uang
beredar terhadap tingkat bunga adalah positif. Sebailiknya kebijakan moneter yang bersifat
kontraksi dengan mengurangi jumlah uang beredar pada tingkat harga yang fleksibel akan
menurunkan pendapatan nasional sehingga inflasi dan tingkat bunga juga akan menurun.
2.5.
Interaksi Kebijakan Fiskal dan Moneter
Ketika menganalisis setiap perubahan dalam kebijakan moneter atau fiskal maka
perlu disadari bahwa kebijakan dalam suatu kebijakan akan mempengaruhi kebijakan
lainnya. Artinya ada saling ketergantungan atas sebuah kebijakan terhadap dampak
kebijakan ekonomi yang dihasilkan. Hasil interaksi atas kebijakan fiskal dan moneter dapat
terdiri dari:
1.
Kebijakan fiskal dengan menaikkan pajak
Universitas Sumatera Utara
36
Apabila pemerintah menjalankan kebijakan fiskalnya dengan menaikkan pajak maka
ada 3 kemungkinan yang akan berlaku yaitu:
a. Otoritas moneter mempertahankan jumlah uang beredar pada tingkat konstan, maka
akan mengakibatkan pendapatan nasional akan turun, karena kenaikan pajak akan
mengurangi pengeluaran konsumen, sehingga tingkat bunga juga akan turun karena
ada kecenderungan mengurangi permintaan uang (kurva IS bergeser ke kiri dari
IS1 ke IS2 sedangkan kurva LM tetap akibatnya Y1 turun menjadi Y21 dan tingkat
bunga turun dari r1 ke r2 , Gambar 2.2).
b. Otoritas moneter mempertahankan tingkat bunga konstan dengan mengurangi
jumlah uang beredar, sehingga pendapatan nasional akibatnya juga turun lebih
besar dibandingkan cara no (a), karena kenaikan pajak (Gambar 2.2).
c. Otoritas moneter mencegah akibat kenaikan pajak pada menurunnnya pendapatan
nasional (pendapatan nasional berada pada tingkat tetap) dengan meningkatkan
jumlah uang beredar, akibatnya tingkat bunga turun cukup besar. Refleksi dari
kebijakan fiskal dan moneter tersebut ke dalam perekonomian dengan tingkat
pendapatan nasional yang tetap adalah adanya penurunan konsumsi akibat kenaikan
pajak, sedangkan ekspansi moneter dengan tingkat bunga yang turun mendorong
investasi (kurva IS bergeser ke kiri dari IS1 ke IS2 dan kurva LM bergeser ke
kanan dari LM1 ke LM2, akibatnya Y tetap dan tingkat bunga turun dari r1 ke r2,
(Gambar 2.3).
Tingkat bunga (r)
IS1
LM2
Universitas Sumatera Utara
37
IS2
LM1
r1 r2 Y22 Y21 Y1
0
Pendapatan (Y)
Gambar 2.2. Peningkatan Pajak, Cateris Paribus
Tingkat bunga (r)
LM1
LM2
r1 r2 IS1
IS2
0
Y
Pendapatan (Y)
Gambar 2.3. Peningkatan Jumlah Uang Beredar, Cateris Paribus
2. Kebijakan fiskal dengan menaikkan pengeluaran pemerintah
Kebijakan menaikkan pengeluaran akan mendorong meningkatnya output. Nasional
atau pendapatan nasional bertambah, dan akan meningkatkan permintaan uang. Jika
otoritas moneter mempertahankan jumlah uang beredar pada tingkat konstan maka
tingkat bunga akan naik (kurva IS bergeser dari IS2 ke IS1 dan kurva LM tetap LM1
sedangkan Y bertambah dari Y21 ke Y1 tetapi tingkat bunga naik dari r2 ke r1,
Gambar 2.2). Kebijakan menaikkan pengeluaran untuk meningkatkan pendapatan
Universitas Sumatera Utara
38
nasional pada tingkat bunga yang tetap dapat direspon otoritas moneter dengan
menambah jumlah uang beredar, sehingga sebanding dengan permintaan uang akibat
peningkatan pendapatan nasional yang bertambah (kurva IS bergeser ke kanan dari IS2
ke IS1, sedangkan kurva LM bergeser ke kanan dari LM2 ke LM1 dengan tingkat
bunga sebesar r1, Gambar 2.2).
2.6.
Penelitian Terdahulu
Turnovsky (2000), meneliti tentang hubungan antara kebijakan fiskal dan output di
Amerika Serikat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah OLS. Penelitiannya
menemukan bahwa kebijakan fiskal tidak memiliki dampak terhadap keseimbangan
pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Tingkat pertumbuhan yang lambat
memberikan kenyataan bahwa kebijakan fiskal hanya berpengaruh pada jangka pendek
pada masa transisi. Kenaikan variabel instrumen fiskal dalam jumlah yang relatif besar
tidak terlalu berpengaruh besar terhadap output. Dalam penelitiannya memperlihatkan,
kenaikan investasi pemerintah dari 0.08 ke 0.14 dari output akan menaikkan tingkat
pendapatan dalam jangka panjang sebesar 40% saja. Sedangkan kenaikan pajak atas
pendapatan modal dari 0,28 ke 0,40 hanya akan menurunkan output dalam jangka panjang
sebesar 16%.
Hafer, Haslag dan Jones (2002), meneliti tentang hubungan antara kebijakan
moneter, jumlah uang beredar, dan output di Amerika Serikat. Metodologi yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode OLS, dengan menggunakan data tahun 1961-1982 dan
1961-2000. Penelitian ini terdiri dari tiga kajian. Yang pertama yaitu melihat hubungan
antara kebijakan moneter dan output dengan mengestimasi persamaan output gap dimana
Universitas Sumatera Utara
39
tingkat pembiayaan bank sentral menjadi instrument kebijkan moneter. Yang kedua yaitu
Congressional Budget Office (CBO) terhadap output gap, dan yang ketiga mengestimasi
pengaruh jumlah uang beredar (M0,M1,M2) dengan mempengaruhi tingkat bunga terhadap
output. Hasil estimasi memperlihatkan bahwa ada korelasi yang signifikan antara tingkat
pembiayaan bank sentral terhadap output kurun waktu tahun 1961-1982. Namun tercatat
tidak signifikan pada data tahun 1982 hingga tahun 2000. Penelitian ini juga menemukan
hubungan yang signifikan antara lag jumlah uang beredar riil dan output gap pada tahun
1961-1982. Namun juga tidak signifikan pada tahun 1982-2000.
Albatel (2003), meneliti tentang hubungan antara kebijakan pemerintah (kebijakan
moneter dan kebijakan fiskal) dan output di Arab Saudi. Metodologi yang digunakan dalam
penelitiannya adalah metode Kointegrasi dan Error Correction Model dengan
menggunakan data tahun 1964-1998. Hasil penelitian memperlihatkan terdapat hubungan
kointegrasi antara kebijakan pemerintah (kebijakan fiskal dan moneter), liberalisasi
perdagangan, dan pertumbuhan ekonomi. Pemerintah ternyata memiliki peran penting
dalam pembangunan ekonomi di Arab Saudi. Variabel pengeluaran pemerintah (kebijakan
fiskal) dan jumlah uang beredar (kebijakan moneter) memiliki pengaruh signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi. Hasil statistik mendukung adanya pemikiran bahwa
aktivitas pemerintah berupa investasi akan meningkatkan pertumbuhan pendapatan
perkapita. Termasuk kebijakan fiskal dan moneter memiliki efek permanen terhadap output
riil. Semenjak kenaikan harga minyak tahun 1973, Arab Saudi terus meningkatkan
pengeluarannya. Namun fluktuasi harga minyak menyebabkan pemerintah harus
meningkatkan defisit anggaran dan mengurangi pengeluaran untuk aktivitasnya.
Universitas Sumatera Utara
40
Hagen dan Mundshenk (2003), meneliti tentang koordinasi antara kebijakan fiskal
dan kebijakan moneter di EMU (Economic and Monetary Union di Eropah). Hasil
penelitian memperlihatkan bahwa pada jangka panjang kebijakan moneter dapat mencapai
kestabilan harga tanpa bertentangan dengan kebijakan fiskal. Bank Sentral dapat
menetapkan tingkat inflasi tanpa mempengaruhi output terhadap individu dan keseluruhan
masyarakat. Namun pada jangka pendek, ada konflik potensial antara kebijakan moneter
dan kebijakan fiskal. Bila Bank Sentral hendak mencapai kestabilan harga, maka kebijakan
fiskal pemerintah harus bisa menekan permintaan aggregate, dan meningkatkan output.
Dalam jangka pendek, kebijakan tersebut cenderung berbiaya tinggi, sehingga resiko inflasi
tinggi sulit ditekan. Keseimbangan diperlukan dengan mempengaruhi permintaan
aggregate oleh Bank Sentral dan Pemerintah mempengaruhi melalui aggregate supply.
Giavazzi (2003), meneliti tentang koordinasi antara kebijakan fiskal dan kebijakan
moneter di Brazil. Hasil studinya memperlihatkan bahwa resiko kredit dapat menjadi pusat
mekanisme dimana bank sentral yang menargetkan inflasi dapat kehilangan kendali atas
inflasi itu sendiri. Dengan kata lain terjadi perpindahan dominasi moneter ke dominasi
fiskal. Ketidak teraturan kebijakan fiskal dapat menyebabkan efektivitas kebijakan moneter
menjadi berkurang. Misalnya kebijakan peningkatan tingkat bunga malah menyebabkan
inflasi tidak menurun. Perekonomian Brazil jatuh pada tingkat keseimbangan yang buruk
ketika kebijakan fiskal mengurangi efektivitas kebijakan moneter (terjadi crowding out).
Namun dalam jangka panjang, kebijakan fiskal ini dapat mengembalikan kondisi kembali
normal, terjadi kestabilan EMBI spread, kestabilan nilai tukar, inflasi, dan hutang
pemerintah , dan pertumbuhan ekonomi.
Universitas Sumatera Utara
41
Arestis dan Sawyer (2002), melihat bagaimana tingkat bunga sebagai instrumen
utama kebijakan moneter mempengaruhi sektor riil. Penelitian ini menggunakan metode
VAR dan OLS dengan menggunakan data tahun 2001-2005, dengan studi kasus di
Angeloni salah satu wilayah dalam zona Euro. Sektor riil disini diukur dengan GDP.
permintaan aggregate, nilai tukar, dan investasi. Hasil estimasi memperlihatkan bahwa
tingkat bunga berpengaruh signifikan terhadap sekto riil. Kenaikan 1% tingkat bunga akan
menurunkan 0,2-0,35 % GDP dan menurunkan 0,2-0,4 % tingkat inflasi.
Nasir,Muhammad,dkk (2010), meneliti tentang koordinasi antara kebijakan fiskal
dan kebijakan moneter di Pakistan. Penelitian ini menggunakan metode VAR, dengan
variabel Pajak, Pengeluaran pemerintah, tingkat bunga. Inflasi dan jumlah uang beredar
dari thn 1975-2006 (31 thn). Lemahnya koordinasi dalam kebijakan fiskal dan moneter
menimbulkan “shock” gangguan pada kebijakan lainnya dalam jangka panjang, berupa
tingginya pengangguran akibat rendahnya permintaan output, dan tingginya angka inflasi
akibat respon kebijakan moneter pada fiskal.
2.7.
Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Penelitian
Penerimaan pajak, konsumsi pemerintah dan kurs secara langsung mempengaruhi
PDB, sebaliknya indeks harga konsumen dan jumlah uang beredar dalam arti sempit secara
langsung mempengaruhi suku bunga pasar uang. Sedangkan suku bunga pasar uang dan
PDB saling mempengaruhi. Kerangka pemikiran ini ditunjukkan pada Gambar 2.4.
Universitas Sumatera Utara
42
(Penerimaan
Pajak-Konsumsi
Pemerintah)
PDB Kurs/Nilai Tukar
Indeks Harga
Konsumen
(IHK)
Suku
Bunga
Pasar
Uang Jumlah Uang
Beredar Dalam
Arti Sempit
(M1)
Universitas Sumatera Utara
43
Gambar 2.4. Kerangka Pemikiran Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah dan dari beberapa kajian empiris yang dilakukan
oleh peneliti-peneliti sebelumnya, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Selisih antara penerimaan pajak dengan konsumsi pemerintah berpengaruh positif
terhadap PDB.
2. Kurs atau nilai tukar berpengaruh positif terhadap PDB.
3. Indeks harga konsumen berpengaruh positif terhadap suku bunga pasar uang.
4. Jumlah uang beredar dalam arti sempit berpengaruh negatif terhadap suku bunga pasar
uang.
5. Suku bunga pasar uang berpengaruh negatif terhadap PDB, sebaliknya PDB
berpengaruh positif terhadap suku bunga pasar uang.
Universitas Sumatera Utara
Download