1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persalinan dengan seksio sesarea cenderung semakin sering dilakukan diseluruh dunia oleh karena berbagai sebab dan indikasi. Seksio sesarea adalah melahirkan bayi, plasenta dan selaput ketuban melaui insisi dinding abdomen atau laparotomi dan dinding uterus atau histerotomi (Cuningham et al., 2010) Di Indonesia, seksio sesarea umumnya dilakukan bila ada indikasi medis tertentu, sebagai tindakan mengakhiri kehamilan dengan komplikasi. Proporsi persalinan dengan seksio sesarea di 64 Rumah Sakit di Jakarta pada tahun 1993 adalah 45,5% dari 17.665 persalinan. Data dari RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta tahun 1999-2000, menyebutkan bahwa proporsi persalinan dengan seksio sesarea 30% dari 404 persalinan per bulan (Dewi, 2007). Salah satu persiapan rutin sebelum seksio sesarea adalah pemasangan kateter. Penggunaan kateter tinggal wajib dilakukan pada operasi seksio sesarea baik operasi emergensi maupun operasi elektif. Umumnya indikasi penggunaan kateter tinggal adalah untuk pengeluaran urine, meningkatkan luasnya paparan saat seksio sesarea pada segmen bawah rahim, menghindari cedera kandung kemih selama operasi dan mengevaluasi keseimbangan cairan (Arlyn, 2007) Kateter yang dipasang sebelum operasi dapat dilepaskan sesudah operasi, atau dipertahankan selama waktu tertentu untuk menghindari retensi urine pasca operasi. Pasca seksio sesarea, kateter dipertahankan untuk mengistirahatkan kandung kemih dan mencegah terjadinya regangan yang berlebihan pada kandung kemih akibat dari gangguan berkemih spontan yang dapat menyebabkan retensi urine. Peregangan yang berlebihan dari kandung kemih ini akan menyebabkan regangan pada otot detrusor sehingga memperlambat fungsi pengosongan kandung kemih. Terganggunya fungsi 2 kandung kemih ini merupakan faktor predisposisi timbulnya infeksi saluran kemih (Ghoresihi.,et al 2003). Kateter tinggal ini dapat dipertahankan bervariasi lamanya, ada penelitian yang mengatakan 12 jam sampai 24 jam pasca operasi,bahkan ada yang menganjurkan melepaskan kateter 6 jam pasca operasi (Djusad, 2002). Retensi urine pasca persalinan merupakan salah satu komplikasi yang bisa terjadi pada kasus obstetri. Retensi urine pasca persalinan,sering terjadi dan meningkatkan angka kesakitan pada ibu. Kejadian retensi urine pasca persalinan tercatat berkisar antara 1,7-17,9% tetapi data ini lebih difokuskan pada persalinan vaginal (Saultz., et al 1991). Pribakti melaporkan kejadian retensi urine pasca seksio sesarea di RSUD Ulin Banjarmasin sebesar 9,1% (Pribakti, 2003). Penelitian Suskhan di RSUP Cipto Mangunkusumo tahun 1998 mendapatkan kejadian retensi urine pasca seksio sesarea sebesar 17,1% dipertahankan 6 jam. Bila kateter dipertahankan jika kateter tinggal 24 jam, kejadian retensi urine sebesar 7,1%. Kerugian utama penggunaan kateter tinggal yang lama adalah kejadian infeksi saluran kemih. Prevalensi bakteriuria setiap hari meningkat 3-10% bila kateter tinggal dipasang. Sehdev dari Departemen Obstetri Ginekologi Universitas Pennsylvania meneliti terdapat 3,2% infeksi saluran kemih setelah persalinan seksio sesarea oleh karena pemakaian kateter tinggal. Sehdev menganjurkan pemasangan kateter tinggal 24 jam pada pasca seksio sesarea untuk mencegah retensi urine (Shehdev, 2005). Jika kateter tinggal dipertahankan 24-48 jam pasca seksio sesarea dan semakin lama kateter dipertahankan, risiko infeksi saluran kemih akan meningkat. Edward dari Centers for Disease Control and Prevention mengatakan kejadian infeksi saluran kemih tergantung dari cara pemasangan, pengambilan urine, lama pemakaian, dan kualitas kateter tersebut ( Edward, 2007). Insidensi infeksi saluran kemih meningkat sesuai dengan lamanya pemakaian kateter, bervariasi sekitar 3-33% (Pribakti, 2003). 3 Di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sardjito Yogyakarta dan RS yang beraffiliasi dengan RS Sardjito Yogyakarta penggunaan kateter umumnya masih dipertahankan selama 48 jam pasca operasi seksio sesarea pada kondisi pasien stabil dan tanpa komplikasi, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui kejadian retensi urine dan infeksi saluran kemih pasca operasi seksio sesarea. B. Pertanyaan Penelitian Apakah ada perbedaan terjadinya retensi urine dan infeksi saluran kemih pasca seksio sesarea pada pemasangan kateter tinggal 24 jam dengan 48 jam. C. Keaslian Penelitian Arlyn dan Antonia,(2007) di Philippine General Hospital dengan menggunakan desain prospective randomized study, meneliti 240 wanita yang dilakukan seksio sesarea baik yang elektif maupun emergensi, dari 120 yang dipasang kateter tinggal 4 jam, tiga (3,3%) membutuhkan pemasangan kateter kembali, spontan berkemih setelah 9,92 jam (SD ±2,02). Sebanyak 50% merasa tidak nyaman, dibandingkan 100 %ketidak nyamanan pada kateter tinggal 24 jam. Sehingga diambil kesimpulan, tidak ada perbedaan penggunaan kateter tinggal 4 jam dan 24 jam terhadap retensi urine pasca operasi seksio sesarea. Kermans., et al(1986), menyatakan angka kejadian retensi urine setelah operasi seksio sesarea lebih tinggi dibanding persalinan vaginal (3,2 dibanding 2,1%). Risiko ini meningkat disebabkan indikasi operasi seksio sesarea, misalnya persalinan yang lama,persalinan yang sulit, riwayat operasi seksio sesarea sebelumnya, cedera pada saat operasi seksio sesarea, kurangnya mobilisasi,dan nyeri luka operasi (Arlyn 2007). Pada pemasangan kateter tinggal 12 jam tidak ditemukan retensi urine dan tanpa penggunaan kateter didapatkan retensi urine sebesar 4,4 % (Ghoreishi, 2002) Acharya., et al(2009) dalam penelitiannnya mendapatkan kejadian infeksi saluran kemih akan meningkat pada penggunaan kateter tinggal 24 jam dibanding tanpa penggunaan kateter OR 6,63(CI 95% 0,97- 42,49). 4 D. Manfaat Penelitian 1. Memberi informasi dan masukan bagi Rumah Sakit, dokter, perawat dan praktisi kesehatan untuk menentukan waktu penggunaan kateter tinggal pasca seksio sesarea. 2. Memberi informasi dan masukan untuk mengurangi efek merugikan penggunaan kateter yang lama. 3. Sebagai bahan masukan dan referensi untuk penelitian selanjutnya. E. Tujuan Penelitian 1. Membandingkan kejadian retensi urine pada pemasangan kateter tinggal 24 jam dibanding dengan kateter tinggal 48 jam. 2. Membandingkan kejadian infeksi saluran kemih pada pemasangan kateter tinggal 24 jam dibanding dengan kateter tinggal 48 jam. 3. Mengetahui faktor risiko terjadinya retensi urine dan infeksi saluran kemih pasca operasi seksio sesarea.