BAB IV Aktivitas Antioksidan Fraksi Etil

advertisement
57
AKTIVITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI ETIL ASETAT SECARA
IN VITRO
Abstrak
Penelitian ini dilakukan untuk menentukan aktivitas antioksidan fraksi etil
asetat (FEA) di berbagai sistem uji in vitro, meliputi kemampuan menangkap
spesies oksigen reaktif (SOR) (hidrogen peroksida, radikal superoksida dan
hidroksil), mereduksi dan mengkelat ion besi, dan menghambat oksidasi asam
linoleat- -karoten. Aktivitas antioksidan FEA dibandingkan dengan ekstrak
metanolik beluntas (EMB) dan antioksidan pembanding (BHT, -tokoferol, dan
EDTA). FEA berpotensi sebagai antioksidan melalui kemampuan menangkap
radikal superoksida, mereduksi dan mengkelat ion besi, sedangkan EMB
berpotensi sebagai antioksidan melalui kemampuan menangkap radikal
superoksida, mereduksi ion besi, dan menghambat oksidasi asam linoleat- karoten.
Kata Kunci : antioksidan, daun beluntas (Pluchea indica Less), fraksi etil asetat,
ekstrak metanolik.
Abstract
The objective of this study was to investigate the antioxidant activity of
ethyl acetate fraction (FEA) by using different analysis test systems, including
superoxide and hydroxyl radical-scavenging activities, hydrogen peroxide
scavenging activity, ferric reducing power, iron chelating capacity and carotene–linoleic acid bleaching assay. Antioxidant activities of FEA were
compared with Pluchea leaves methanolic extract (EMB) and antioxidant standard
(BHT, -tocopherol, EDTA). FEA exhibited antioxidant activity, based on
superoxide radical-scavenging activity, ferric reducing power, and iron chelating
capacity. Furthermore, EMB showed antioxidant activity based on superoxide
radical-scavenging activity, ferric reducing power and -carotene–linoleic acid
bleaching assay.
Keywords :
antioxidant, Pluchea indica Less leaves, ethyl acetate fraction,
methanolic extract.
58
Pendahuluan
Daun beluntas 1-6 (urutan dari pucuk) terbukti lebih berpotensi sebagai
sumber antioksidan alami berdasarkan kemampuan menangkap radikal bebas
DPPH. Senyawaan fitokimia yang terkandung dalam daun beluntas meliputi grup
senyawa tanin, sterol, flavonoid, dan fenol hidrokuinon. Senyawa tersebut lebih
terkonsentrasi pada daun yang masih muda. Hal ini juga dikuatkan oleh hasil uji
total fenol (TP) dan total flavonoid (TF). Secara berturutan kadar TP dan TF
kelompok daun 1-3 > kelompok daun 4-6 > kelompok daun >6.
Senyawa flavonoid dan fenol hidrokuinon telah terbukti mampu
mendonorkan atom hidrogen pada radikal bebas, mereduksi dan mengkelat ion
besi disebabkan oleh keberadaan gugus hidroksil dan ikatan rangkap terkonjugasi
pada struktur molekulnya (Abu bakar et al. 2009). Tanin mempunyai aktivitas
mengkelat ion logam dan menangkap radikal bebas (Hagerman et al. 1998). Sterol
((3β,22E)-stigmasta-5,22-dien-3-ol (stigmasterol) dan (3β)-stigmast-5-en-3-ol (βsitosterol) mampu mencegah oksidasi lemak (Nystrom et al. 2007; Li et al. 2007).
Senyawaan fitokimia yang terkandung dalam daun beluntas 1-6
mempunyai kelarutan berbeda berdasarkan perbedaan tingkat kepolaran pelarut.
Grup senyawa tanin, flavonoid, dan fenol hidrokuinon ditemukan pada ekstrak
metanolik daun beluntas (EMB), fraksi etil asetat (FEA), fraksi n-butanol (FNB),
dan fraksi air (FA). Sedangkan grup senyawa sterol tidak ditemukan pada fraksi
air (FA).
Senyawa fenolik penyusun EMB umumnya bersifat semipolar yang dapat
diekstrak oleh etil asetat. Senyawa fenolik ini mempunyai kemampuan yang tinggi
menangkap
radikal
bebas
DPPH
berdasarkan
nilai
IC50
(konsentrasi
penghambatan 50% radikal bebas DPPH) maupun AE (efisiensi antiradikal).
Conforti et al. (2009) menjelaskan bahwa aktivitas antioksidan senyawa fenolik
ditentukan oleh jenis, jumlah dan posisi gugus hidroksil yang tersubstitusi pada
cincin aromatis.
Oleh karena itu untuk menentukan potensi FEA sebagai antioksidan dalam
mencegah WOF daging itik selama penyimpanan perlu dilakukan uji lanjut
aktivitas antioksidan diberbagai sistem uji in vitro, meliputi kemampuan
menangkap spesies oksigen reaktif (SOR) (hidrogen peroksida, radikal
superoksida dan hidroksil), mereduksi dan mengkelat ion besi, dan menghambat
59
oksidasi asam linoleat- -karoten. Pengujian aktivitas antioksidan ini dibandingkan
dengan EMB dan antioksidan pembanding (BHT, -tokoferol, dan EDTA).
Bahan dan Metode
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai Maret 2010–Agustus 2010 di Laboratorium
Kimia dan Laboratorium Penyakit Hewan Fakultas Kedokteran Hewan IPB.
Bahan Penelitian
Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah fraksi etil asetat
(FEA) dan ekstrak metanolik daun beluntas (EMB) yang diperoleh dari daun
beluntas di daerah Dramaga, Bogor. Darah ayam pedaging segar yang dibeli dari
tempat pemotongan ayam secara tradisional di pasar Laladon, Bogor.
Bahan kimia untuk analisis terdiri dari : akuades, asam trikloro asetat
(TCA), nitroblue tetrazolium (NBT), nikotinamida adenin dinukleotida (NADH),
kloroform, fenazin metoksulfat (PMS), buffer fosfat, ferro amonium sulfat, asam
etilena diamina tetra asetat (EDTA), dimetil sulfoksida (DMSO), asam askorbat,
pereaksi Nash (75 g amonium asetat, 3 ml asam asetat glasial dan 2 ml asetil
aseton), kalium ferisianida, asam kloroasetat, besi klorida, ferrozin, tween 20,
asam linoleat, -karoten, BHT, -tokoferol, dan hidrogen peroksida.
Metode Penelitian
Tahap kedua penelitian ini dilakukan pengujian aktivitas antioksidan FEA
pada berbagai sistem uji in vitro. Pengujian aktivitas antioksidan ini dibandingkan
dengan EMB dan antioksidan pembanding (BHT,
-tokoferol, dan EDTA).
Analisis yang dilakukan, meliputi : kemampuan menangkap SOR (radikal
superoksida dan hidroksil serta hidrogen peroksida), kemampuan mereduksi dan
mengkelat ion besi serta kemampuan menghambat oksidasi asam linoleat- karoten. Rangkaian penelitian ditunjukkan pada Gambar 15.
Kemampuan menangkap SOR dilakukan untuk mengetahui keterlibatan
komponen aktif pada EMB dan FEA dalam menangkap radikal oksigen
60
(superoksida dan hidroksil) dan non radikal oksigen (hidrogen peroksida) yang
diduga sebagai penyebab kerusakan oksidasi pada daging itik. Ganhao et al.
(2010) menyatakan bahwa senyawa fenolik dari tanaman dapat digunakan sebagai
antioksidan pada daging dan produk olahannya jika mempunyai kemampuan
menangkap radikal bebas dan mengkelat ion besi. Pengujian kemampuan
menangkap radikal superoksida dan hidroksil serta hidrogen peroksida didasarkan
pada metode Sahreen et al. (2010). Radikal hidroksil dihasilkan dari reaksi Fenton
dari campuran Fe-EDTA-DMSO-asam askorbat, dihasilkan larutan berwarna
kuning (Lampiran 14). Radikal superoksida diperoleh dari reaksi antara O2-NBTNADH-PMS, dihasilkan larutan kompleks berwarna biru (formazan) (Lampiran
16). Kemampuan menangkap hidrogen peroksida ditandai oleh penurunan
absorbansi larutan hidrogen peroksida yang dapat diukur pada panjang gelombang
ultra violet (UV) (Lampiran 18).
Kemampuan mereduksi dan mengkelat ion besi dilakukan pengujian
karena ion besi merupakan katalis terjadinya reaksi oksidasi lemak pada daging
itik. Kemampuan mengkelat ion besi difokuskan pada ion besi dan ion besi pada
hemoglobin (Hb). Pengujian kemampuan mereduksi dan mengkelat ion besi
berdasarkan modifikasi metode Sahreen et al. (2010). Kemampuan mengkelat ion
besi ditandai oleh penurunan intensitas kompleks warna ungu-kemerahan
(magenta) (Lampiran 20). Sedangkan pengujian mengkelat ion besi pada Hb
dilakukan berdasarkan metode Bate-Smith (1977), dihasilkan larutan kompleks
berwarna merah (Lampiran 22). Potensi mereduksi ion Fe3+ menjadi ion Fe2+
ditunjukkan dengan terbentuknya kompleks warna larutan hijau-biru (Lampiran
26).
Kemampuan menghambat oksidasi asam linoleat- -karoten dilakukan
untuk mengetahui keterlibatan komponen aktif hidrofobik maupun hidrofilik pada
EMB dan FEA dalam menghambat oksidasi lemak pada daging itik. Pengujian ini
didasarkan pada metode Sahreen et al. (2010), dihasilkan penurunan intensitas
warna orange karena oksidasi -karoten (Lampiran 24).
61
Analisis Data
Pengujian aktivitas antioksidan ekstrak metanolik beluntas (EMB) dan
fraksi etil asetat (FEA) pada setiap perlakuan dinyatakan sebagai rata-rata ± SD
dari dua ulangan. Semua data dianalisis dengan prosedur sidik ragam (ANOVA)
dengan bantuan program SPSS (Statistical Package for the Social Sciences) versi
17. Apabila hasil analisis sidik ragam menunjukkan ada perbedaan maka
dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Duncan New Multiple Range Test
/DMRT) pada taraf 5%.
Hasil dan Pembahasan
Kemampuan Fraksi Etil Asetat Menangkap Radikal Superoksida
Kemampuan fraksi etil asetat (FEA) menangkap radikal superoksida
ditunjukkan pada Gambar 23. Kapasitas FEA dan EMB dalam menangkap radikal
superoksida lebih tinggi dari antioksidan pembanding BHT dan -tokoferol (AT).
Penambahan FEA dan EMB pada konsentrasi 1 ppm telah menunjukkan
kemampuan menangkap radikal superoksida maksimum, yang ditandai dengan
grafik mendatar. Sedangkan penambahan BHT dan AT mencapai maksimum
Penghambatan terhadap Radikalcc
Superoksida (%)
setelah penambahan >1 ppm.
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
0
1
2
3
4
5
6
Konsentrasi Antioksidan (ppm)
FEA
Gambar 23.
EMB
BHT
AT
Kemampuan senyawa antioksidan (FEA = fraksi etil asetat, EMB =
ekstrak metanolik daun beluntas, BHT = butil hidroksi toluena, AT
= -tokoferol) menangkap radikal superoksida.
62
Hasil
perhitungan
IC50
(konsentrasi
penghambatan
50%
radikal
superoksida) yang ditunjukkan pada Tabel 11. Aktivitas antioksidan FEA (IC 50 =
6.19 mg/L) lebih tinggi secara signifikan dibandingkan BHT (IC50 = 9.07 mg/L),
tetapi aktivitasnya lebih rendah secara signifikan dibandingkan -tokoferol (IC50
= 3.34 mg/L) dan EMB (IC50 = 2.45 mg/L).
Tabel 11. Kemampuan penghambatan oksidasi (IC50) dari senyawa antioksidan
uji di berbagai sistem uji in vitro
Konsentrasi Penghambatan 50% (IC50) (mg/L)
A
Sampel
FEA
B
c
2402.67 ± 33.43
a
c
6.19 ± 0.19
d
C
c
3404,08 ± 538,36
b
D
c
45.97 ± 1.37
b
E
b
1436.72 ±
c
F
2.09
334.26 ± 11.50
846.01c ± 7.64
EMB
2.45 ± 0.03
1524.16 ± 60.72
1575,25 ± 0,00
31.97 ± 4.90
2072.63 ± 207.44
BHT
9.07d ± 0.08
1399.06b ± 9.30
608,27a ± 0,75
2.53a ± 0.00
-
b
AT
3.34 ± 0.09
EDTA
Keterangan :
-
a
896.16 ± 49.74
-
a
666,25 ± 4,77
-
b
30.60 ± 1.13
-
b
-
-
-
nd
a
110.17 ± 2.02
A = kemampuan menangkap radikal superoksida, B = kemampuan menangkap radikal
hidroksil, C = kemampuan menangkap hidrogen peroksida, D = kemampuan menghambat
oksidasi asam linoleat- -karoten, E = kemampuan mengkelat ion besi, F = kemampuan
mengkelat ion besi pada hemoglobin, a-d = huruf superskrip dalam kolom yang sama
menunjukkan perbedaan signifikan pada taraf 5%, FEA = fraksi etil asetat, EMB = ekstrak
metanolik daun beluntas, BHT = butil hidroksi toluena, AT = -tokoferol, nd = tidak terdeteksi,
- = tidak diujikan.
Potensi EMB dan FEA sebagai penangkap radikal superoksida terkait
dengan kandungan senyawaan fitokimianya, meliputi grup senyawa tanin,
flavonoid, fenol hidrokuinon, dan sterol (Tabel 8). Kemampuan senyawaan
fitokimia menangkap radikal superoksida dengan melibatkan donor atom hidrogen
atau donor elektron, seperti yang dijelaskan oleh Leopoldini et al. (2011) (Gambar
24). Nakiboglu et al. (2007) menyatakan bahwa kemampuan mendonorkan atom
hidrogen/elektron menjadi ukuran kemampuan senyawa antioksidan menangkap
radikal.
Hagerman et al. (1998) menyatakan bahwa tanin terkondensasi dan tanin
terhidrolisis mempunyai kemampuan menangkap radikal bebas (Gambar 25).
Tanin sangat efektif sebagai pendonor elektron/atom hidrogen, sebab senyawa ini
mempunyai gugus hidroksil pada posisi ortho di cincin aromatis, struktur planar
dengan ikatan rangkap terkonjugasi dan memungkinkan terjadi delokalisasi
elektron serta mempunyai gugus karbonil tambahan pada struktur molekulnya,
seperti yang dijelaskan oleh Leopoldini et al. (2011).
63
Keberadaan senyawa flavonoid pada kedua sumber antioksidan tersebut
dapat mendonorkan atom hidrogen/elektron kepada radikal superoksida. Tapas et
al. (2008) menjelaskan bahwa efektivitas flavonoid sebagai penangkap radikal
bebas ditentukan oleh kemampuan struktur molekul flavonoid membentuk radikal
yang terstabilkan oleh resonansi. Rice-Evans et al. (1997) dan Amic et al. (2003)
juga menginformasikan keefektifan flavonoid mendonorkan atom hidrogen
dipengaruhi oleh jumlah dan posisi gugus hidroksil, adanya gugus ikatan rangkap
terkonjugasi serta gugus karbonil pada struktur benzo- -piron.
a
Pemutusan homolitik
Radikal alkil
Fenol
Hidrokarbon Radikal Fenol
Pemutusan elektron
dari orbital HOMO
Radikal alkil
Fenol
b
Karbanion
Radikal Fenol
Gambar 24. Mekanisme senyawa antioksidan dalam menangkap radikal bebas
(a = donor atom hidrogen, b = donor elektron) (Leopoldini et al.
2011).
Keberadaan grup senyawa sterol ( -sitosterol) dalam FEA dan EMB dapat
mempengaruhi kedua sampel tersebut dalam mendonorkan atom hidrogen. Xu et
al. (2011) menjelaskan bahwa senyawa sterol dapat mendonorkan atom hidrogen
pada radikal superoksida sehingga terbentuk senyawa sterol teroksidasi, seperti 7ketositosterol, 7 -hidroksi sitosterol, dan 7 -hidroksi sitosterol.
Metanol dapat mengekstrak komponen semipolar, polar, dan sangat polar,
seperti yang dijelaskan oleh Houghton & Raman (1998) ; Yu Lin et al. (2009) ;
Dehkharghanian et al. (2010) dan Cowan (1999). Sedangkan etil asetat hanya
dapat mengekstrak senyawaan fitokimia semipolar, seperti yang dijelaskan oleh
Houghton & Raman (1998) dan Cowan (1999). Dengan demikian EMB lebih
64
mempunyai senyawa antioksidan penyusun yang mampu menangkap radikal
superoksida lebih banyak dibandingkan FEA.
a
c
b
e
d
f
Gambar 25. Struktur molekul tanin terhidrolisis (a, b, e) dan tanin terkondensasi (c, d, f),
a = asam gallat, b = asam ellagat, c = epikatekin, d = katekin, e = 1,2,3,4,6-pentagaloil-O-D-glikosa, f = epikatekin-[(4 ->8)-epikatekin]15(4 ->8)-katekin (Hagerman et al. 1998).
65
Kemampuan Fraksi Etil Asetat Menangkap Radikal Hidroksil
Kemampuan FEA menangkap radikal hidroksil ditunjukkan pada Gambar
26. Pada pengujian ini radikal hidroksil dihasilkan melalui reaksi Fenton dari
campuran antara Fe-EDTA-DMSO-asam askorbat (Kumar et al. 2008).
Keberadaan ion logam transisi Fe2+ dapat mereduksi hidrogen peroksida. Asam
askorbat sebagai senyawa pereduksi dapat memacu pembentukan radikal hidroksil
karena senyawa ini dapat mereduksi ion Fe3+ menjadi Fe2+ (Vrchovska et al.
2006).
Penambahan FEA, EMB, BHT, dan AT pada konsentrasi 100 ppm sudah
menunjukkan kemampuan penangkapan radikal hidroksil maksimum. Pada
konsentrasi sama, penambahan FEA maupun EMB kurang menunjukkan
kemampuan menangkap radikal hidroksil dibandingkan BHT dan AT. Hal ini juga
didukung oleh nilai IC50 dari EMB dan FEA lebih tinggi dibandingkan BHT dan
Penghambatan terhadap Radikal Hidroksil
c
(%)
AT (Tabel 11).
40
35
30
25
20
15
10
5
0
0
100
200
300
400
500
600
700
Konsentrasi Antioksidan (ppm)
FEA
EMB
BHT
AT
Gambar 26. Kemampuan senyawa antioksidan (FEA = fraksi etil asetat, EMB =
ekstrak metanolik daun beluntas, BHT = butil hidroksi toluena, AT =
-tokoferol) menangkap radikal hidroksil.
66
Kemampuan Fraksi Etil Asetat Menangkap Hidrogen Peroksida
Kemampuan FEA menangkap hidrogen peroksida ditunjukkan pada
Gambar 27. Hidrogen peroksida merupakan spesies oksigen reaktif (SOR) non
radikal yang dapat menyebabkan reaksi oksidasi pada daging. Senyawa tersebut
dapat bereaksi dengan metmioglobin menghasilkan ferrilmioglobin yang dapat
mengawali reaksi rantai oksidasi. Selain itu hidrogen peroksida dapat melepaskan
ion besi heme dan non heme yang dapat mengkatalisis oksidasi lemak pada
daging (Min et al. 2010).
Data menunjukkan bahwa FEA maupun EMB mempunyai aktivitas
menangkap hidrogen peroksida lebih rendah dibandingkan dengan BHT dan AT.
Hal ini juga ditunjukkan oleh nilai IC50 EMB maupun FEA lebih besar dari BHT
dan AT (Tabel 11).
Penghambatan terhadap Hidrogen
n
Peroksidac (%)
50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
0
100
200
300
400
500
600
700
Konsentrasi Antioksidan (ppm)
EMB
BHT
AT
FEA
Gambar 27. Kemampuan senyawa antioksidan (FEA = fraksi etil asetat, EMB =
ekstrak metanolik beluntas, BHT = butil hidroksi toluena, AT = tokoferol) menangkap hidrogen peroksida.
67
Kemampuan Fraksi Etil Asetat Mereduksi Ion Besi
Kapasitas reduksi FEA terhadap ion Fe3+ menjadi Fe2+ lebih rendah secara
signifikan dibandingkan EMB, namun kapasitas mereduksi FEA tidak berbeda
nyata dengan BHT dan AT (Gambar 28). Berdasarkan data tersebut EMB dan
FEA berpotensi sebagai pereduksi ion besi dibandingkan antioksidan kontrol.
Kapasitas reduksi ion Fe3+ menjadi Fe2+ oleh antioksidan disebabkan kemampuan
senyawa ini mendonorkan elektron, yang ditandai oleh perubahan warna larutan
dari kuning menjadi hijau-biru (Liu et al. 2011).
Kemampuan FEA dan EMB sebagai pereduksi ion besi diduga adanya
senyawa redukton, seperti fenolik yang dapat menurunkan sifat ion Fe3+ sebagai
katalis oksidasi (prooksidan). Zhang et al. (2009) menyatakan bahwa keberadaan
redukton dalam ekstrak mampu memutus rantai radikal bebas dengan
mendonorkan atom hidrogen/elektron sehingga mampu mereduksi ion Fe3+.
Absorbansi pada l 700 nmcc
0.25
0.20
0.15
0.10
0.05
0.00
0
200
400
600
800
1000
1200
Konsentrasi Antioksidan (ppm)
FEA
BHT
EMB
AT
Gambar 28. Kemampuan senyawa antioksidan (FEA = fraksi etil asetat, EMB =
ekstrak metanolik daun beluntas, BHT = butil hidroksi toluena, AT =
-tokoferol) mereduksi ion besi.
Hasil uji kualitatif senyawaan fitokimia pada Tabel 8 menunjukkan bahwa
EMB maupun FEA mengandung grup senyawa tanin, sterol, flavonoid, dan fenol
hidrokuinon. Potensi EMB mereduksi ion besi disebabkan ekstrak ini
mengandung senyawa semipolar hingga sangat polar, meliputi : gula, asam amino,
68
glikosida, dan aglikon (Houghton & Raman 1998; Dehkharghanian et al. 2010),
fenolik dengan berat molekul rendah dan tingkat kepolaran sedang (Yu Lin et al.
2009), vitamin C dan A (Dalimarta 2003; Rukmiasih 2011). Sedangkan etil asetat
hanya mengandung senyawa aglikon dan glikosida (Houghton & Raman 1998).
Perbedaan struktur molekul senyawaan fitokimia pada EMB dan FEA
mempengaruhi efektivitasnya mendonorkan atom hidrogen/elektron, seperti yang
dijelaskan oleh Chludil et al. (2008) dan Skerget et al. (2006). Adanya
keterlibatan gula, vitamin C dan A dalam reaksi redoks dengan ion Fe3+
menyebabkan EMB lebih berpotensi sebagai pereduksi ion besi.
Kemampuan Fraksi Etil Asetat Mengkelat Ion Besi (II) dan Ion Besi pada
Hemoglobin (Hb)
Fraksi etil asetat (FEA) mempunyai aktivitas pengkelat ion besi pada
hemoglobin dan ion besi (II) lebih tinggi secara signifikan dibandingkan EMB,
tetapi kemampuan mengkelat FEA masih lebih rendah dari EDTA (Gambar 29
dan 30). Kemampuan mengkelat ion besi pada Hb oleh FEA ditandai
terbentuknya senyawa kompleks yang berwarna merah jernih (Bate-Smith 1977),
sedangkan kapasitas mengkelat ion Fe2+ditunjukkan oleh penurunan pembentukan
kompleks berwarna ungu kemerahan (magenta) dari Fe2+-ferrozin (Sahreen et al.
2010).
Berdasarkan data hasil uji kualitatif senyawaan fitokimia (Tabel 8)
menunjukkan bahwa ada kemungkinan korelasi positif antara kandungan
flavonoid dan tanin dapat mengkelat ion besi (Gambar 31 dan 32). Adanya gugus
hidroksil posisi ortho pada C3-4 di cincin B dan C5 di cincin A serta gugus karbonil
(okso) pada C4 di cincin C pada senyawa flavonoid dapat berikatan dengan ion
besi (Leopoldini et al. (2011). Sedangkan pada senyawa tanin terhidrolisis
berikatan dengan ion besi dapat terjadi pada gugus hidroksil di gugus galloil
(South & Miller 1998). Tanin terkondensasi berikatan dengan ion besi terjadi pada
gugus hidroksil posisi ortho di cincin B dari setiap monomer penyusun (epikatekin
atau katekin) (Hagerman et al. 1998).
69
Aktivitas Mengkelat Ion Besi (%)
c
120
100
80
60
40
20
0
0
200
400
600
800
1000
1200
Konsentrasi Antioksidan (ppm)
EMB
FEA
EDTA
Gambar 29. Kemampuan senyawa antioksidan (FEA = fraksi etil asetat, EMB =
ekstrak metanolik daun beluntas, EDTA = asam etilena diamina tetra
asetat) mengkelat ion besi.
Aktivitas Mengkelat Hemoglobin (%)
120
100
80
60
40
20
0
0
200
400
600
800
1000
1200
Konsentrasi (ppm)
EMB
FEA
EDTA
Gambar 30. Kemampuan senyawa antioksidan (FEA = fraksi etil asetat, EMB =
ekstrak metanolik daun beluntas, EDTA = asam etilena diamina tetra
asetat) mengkelat ion besi pada hemoglobin.
70
Gambar 31. Mekanisme senyawa flavonoid mengkelat ion logam (a, b, c = tempat
terjadinya ikatan dengan ion logam (Leopoldini et al. 2011).
Wong et al. (2006b) menginformasikan bahwa kemampuan senyawa
fenolik mengkelat ion Fe2+ ditentukan oleh posisi gugus fungsional. Hanya gugus
fungsi tertentu yang dapat dengan tepat mengkelat ion logam. Ligan bidentat lebih
kuat mengkelat ion logam dibandingkan monodentat. Senyawa fenolik glikosida
relatif sulit berikatan dengan ion logam. Chludil et al. (2008) menyatakan bahwa
keefektifan senyawa fenolik berikatan dipengaruhi oleh ukuran molekul dan steric
hindrance (keruahan molekul).
Gambar 32. Mekanisme senyawa tanin mengkelat ion logam (1= tanin terhidrolisis,
2 = tanin terkondensasi, a, b, c = tempat terjadinya ikatan dengan ion
logam pada setiap monomernya) (Hagerman et al. 1998).
71
Efektivitas FEA dalam mengkelat ion besi lebih rendah dari EDTA, hal ini
dapat dijelaskan dengan melihat perbedaan struktur molekul kedua bahan.
Senyawa flavonoid dan tanin merupakan ligan bidentat (Leopoldini et al. 2011),
sedangkan EDTA adalah ligan heksadentat yang dapat membentuk senyawa
kompleks yang stabil dengan ion besi (Gambar 33). South & Miller (1998)
melaporkan bahwa senyawa kompleks yang terbentuk antara EDTA-Fe2+ lebih
stabil dibandingkan gugus galloil-Fe2+.
Senyawa kompleks dapat terjadi antara ion besi dengan ligan (EDTA,
flavonoid, dan tanin), disebabkan terjadi ikatan koordinasi antara ion besi yang
mempunyai orbital kosong dengan ligan yang mempunyai elektron tidak
berpasangan (atom oksigen dan nitrogen) (Carey & Sundberg 2007). Oleh karena
itu semakin mudah ligan mendonorkan elektron pada orbital kosong pada ion besi
menentukan kapasitas mengkelat ion besi.
Gambar 33. Pembentukan senyawa kompleks antara EDTA dengan ion logam.
Interaksi antara ligan dengan ion besi juga dipengaruhi oleh komposisi
senyawa-senyawa aktif yang terdapat dalam medium reaksi, seperti protein dan
karbohidrat. Senyawa polifenol, seperti tanin dapat membentuk senyawa
kompleks dengan protein melalui interaksi hidrofobik dan ikatan hidrogen. Tanin
dapat mengendapkan protein dengan melibatkan gugus fungsi pada kedua
senyawa sehingga terbentuk struktur molekul yang besar (Freitas et al. 2003).
Karbohidrat dapat beinteraksi dengan tanin. Keberadaan gugus hidroksil pada
72
molekul gula dapat terlibat ikatan hidrogen dengan gugus fenolik pada gallotanin
(He et al. 2006).
Aktivitas mengkelat FEA terhadap ion besi (II) lebih tinggi dibandingkan
EMB, hal ini diduga adanya asam amino, protein, dan gula (Houghton & Raman
1998; Rukmiasih 2011) yang dapat terekstrak oleh metanol dapat mengganggu
efektivitas EMB mengkelat ion besi (II) (Gambar 29). Pada kondisi ini EDTA
menunjukkan efektivitas pengkelat yang sangat tinggi, dengan nilai IC 50 yang
sangat kecil (Tabel 11).
Kondisi yang sama juga terjadi pada uji kemampuan FEA mengkelat ion
besi pada hemoglobin yang ditunjukkan pada Gambar 30. Adanya senyawa
pengkelat lain yang terekstrak dalam EMB menurunkan kemampuan EMB
mengkelat ion besi pada hemoglobin. Rendahnya nilai IC50 FEA maupun EMB
pada pengujian ini dibandingkan kemampuannya mengkelat ion besi (II) (Tabel
11) diduga karena adanya interaksi antara tanin-ion besi pada hemoglobin dan
tanin-protein pada hemoglobin (Bate-Smith 1977; Hagerman et al. 1998).
Sedangkan rendahnya aktivitas mengkelat EDTA terhadap ion besi pada
hemoglobin dibandingkan kompleks EDTA-ion besi (II) disebabkan adanya
kompetisi dengan protein globin maupun gugus porfirin. Akibatnya keenam gugus
atom pendonor elektron pada EDTA tidak maksimal mengkelat ion besi pada
hemoglobin.
Gambar 34. Stuktur molekul hemoglobin (McWilliam, 1997)
73
Kemampuan Fraksi Etil Asetat Menghambat Oksidasi
Asam Linoleat- -Karoten
Aktivitas FEA menghambat oksidasi asam linoleat- -karoten lebih rendah
secara signifikan dibandingkan EMB, BHT, dan AT (Gambar 35). Aktivitas
antioksidan pada pengujian ini ditunjukkan oleh kemampuan senyawa antioksidan
mencegah degradasi warna larutan -karoten sebagai akibat oksidasi radikal bebas
yang dihasilkan dari oksidasi ikatan rangkap pada asam linoleat (Subhasree et al.
2009). Penambahan senyawa antioksidan dapat menetralkan radikal bebas yang
dihasilkan dari oksidasi asam linoleat (Bougatef et al. 2009).
Kapasitas FEA menghambat oksidasi asam linoleat- -karoten juga
ditunjukkan dari nilai IC50 (Tabel 11). Secara berturutan kemampuan antioksidan
BHT (IC50 = 2.53 mg/L ) > AT (IC50 = 30.60 mg/L) ~ EMB (IC50 = 31.97 mg/L) >
FEA (IC50 = 45.97 mg/L). Rendahnya potensi antioksidan FEA ini disebabkan
perbedaan komponen antioksidan penyusunnya karena perbedaan afinitas pelarut,
seperti yang dijelaskan oleh Houghton & Raman (1998) dan Dehkharghanian et al.
Aktivitas Menghambat Oksidasicc
Asam Linoleat b-Karoten (%)
(2010).
120
100
80
60
40
20
0
0
20
40
60
80
100
120
Konsentrasi (ppm)
FEA
EMB
BHT
AT
Gambar 35. Kemampuan senyawa antioksidan (FEA = fraksi etil asetat, EMB =
ekstrak metanolik daun beluntas, BHT = butil hidroksi toluena, AT =
- tokoferol) menghambat oksidasi asam linoleat- -karoten.
74
Hayes et al. (2011) melaporkan bahwa kemampuan menghambat oksidasi
asam linoleat- -karoten dari suatu senyawa antioksidan melibatkan gugus
hidrofilik dan hidrofobik, senyawa fenolik polar mempunyai aktivitas yang kuat
dalam sistem emulsi minyak (asam linoleat- -karoten) dalam air sebab senyawa
tersebut dapat terkonsentrasi pada kondisi interfase antara minyak dan air,
sehingga dapat melindungi oksidasi asam linoleat. Manian et al. (2008) juga
menyatakan bahwa pengujian asam linoleat
-karoten merupakan sistem yang
sangat kompleks karena melibatkan adanya gugus hidrofilik maupun hidrofobik,
sehingga diduga ada keterlibatan senyawa fenolik dan non fenolik. Dugaan ini
dikuatkan juga oleh Zhu et al. (2010), bahwa kemampuan menghambat asam
linoleat dapat merefleksikan keterlibatan keseluruhan komponen dalam ekstrak
atau fraksi dengan berbagai macam mekanisme antioksidan, seperti kemampuan
menangkap radikal bebas, mengkelat ion logam, mendekomposisi peroksida, dan
memutus rantai reaksi oksidasi.
Rendahnya potensi FEA dalam menghambat oksidasi asam linoleat- karoten dibandingkan EMB karena sebagian besar senyawa penyusun FEA
bersifat semipolar dan EMB bersifat semipolar hingga sangat polar. Aktivitas
EMB menghambat oksidasi asam linoleat- -karoten seiring dengan aktivitas EMB
menangkap radikal superoksida serta kemampuan mereduksi ion besi. Hal ini
berarti ada keterlibatan redukton yang berupa senyawa fenolik maupun non
fenolik yang mampu mendonorkan atom hidrogen/elektron.
Simpulan
Fraksi etil asetat (FEA) dan ekstrak metanolik daun beluntas (EMB)
menunjukkan aktivitas antioksidan pada pengujian in vitro setelah dibandingkan
dengan antioksidan standar (BHT, -tokoferol, dan EDTA). Aktivitas antioksidan
FEA meliputi kemampuan menangkap radikal superoksida, mereduksi ion besi,
mengkelat ion besi (II) dan ion besi pada hemoglobin, sedangkan aktivitas
antioksidan EMB meliputi kemampuan menangkap radikal superoksida,
mereduksi ion besi, dan menghambat oksidasi asam linoleat- -karoten.
75
Daftar Pustaka
Abu Bakar MF, Mohamed M, Rahmat A, Fry J. 2009. Phytochemicals and
antioxidant activity of different parts of bambangan (Mangifera pajang) and tarap
(Artocarpus odoratissimus). Food Chemistry 113 : 479–483.
Amic D, Davidovic-Amic D, Beslo D, Trinajsti N. 2003. Structure-radical
scavenging activity relationships of flavonoids. Croatica Chemica Acta 76(1) :
55-61.
Bate-Smith EC. 1977. Astringent tannins of Acer species. Phytochemistry 16 :
1421.
Bougatef A et al. 2009. Antioxidant and free radical-scavenging activities of
smooth hound (Mustelus mustelus) muscle protein hydrolysates obtained by
gastrointestinal proteases. Food Chemistry 114 : 1198–1205.
Carey F, Sundberg RJ. 2007. Advanced Organic Chemistry Part A: Structure and
Mechanisms. Fifth edition. New York : Springer Science+Business Media, LLC
Chludil HD, Corbino GB, Leicarh SR. 2008. Soil quality effects on Chenopodium
album flavonoid content and antioxidant potential. Journal of Agricultural and
Food Chemistry. 56 : 5050–5056.
Conforti F et al. 2009. The protective ability of Mediterranean dietary plants
against the oxidative damage : The role of radical oxygen species in inflammation
and the polyphenol, flavonoid and sterol content. Food Chemistry 112 : 587-594.
Cowan MM. 1999. Plant product as antimicrobial agents. Journal of Microbiology
Reviews 12(4) : 564-582.
Dalimarta S. 2003. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Jakarta : Trubus Agriwidya.
Dehkharghanian M, Adenier H, Vijayalakshmi MA. 2010. Analytical methods
study of flavonoids in aqueous spinach extract using positive electrospray
ionisation tandem quadrupole mass spectrometry. Food Chemistry 121 : 863–870.
Freitas VD, Carvalho E, Mateus N. 2003. Study of carbohydrate influence on
protein–tannin aggregation by nephelometry. Food Chemistry 81 : 503–509.
Ganhao R, Morcuende D, Estevaz M. 2010. Protein oxidation in emulsified
cooked burger patties with added fruit extracts : Influence on colour and texture
deterioration during chill storage. Meat Science 85 : 402-409.
Hagerman AE et al. 1998. High molecular weight plant polyphenolics (tannins) as
biological antioxidants. Journal of Agricultural and Food Chemistry 46 : 18871892.
76
Hayes JE et al. 2011. Phenolic composition and in vitro antioxidant capacity of
four commercial phytochemical products : Olive leaf extract (Olea europaea L.),
lutein, sesamol and ellagic acid. Food Chemistry 126 : 948–955.
He Q, Shi B, Yao K. 2006. Interactions of gallotannins with proteins, amino acids,
phospholipids and sugars. Food Chemistry 95 : 250–254.
Houghton PJ, Raman A. 1998. Laboratory Handbook for the Fractionation of
Natural Extracts. New York : Chapman & Hall.
Kumar S et al. 2008. Antioxidant and free radical scavenging potential of
Citrullus colocynthis (l.) schrad. methanolic fruit extract. Acta Pharmacology 58 :
215–220.
Leopoldini M, Russo N, Toscano M. 2011. The molecular basis of working
mechanism of natural polyphenolic antioxidants. Food Chemistry 125 : 288–306.
Li C et al. 2007. Flavonoid composition and antioxidant activity of tree peony
(Paeonia section moutan) yellow flowers. Journal of Agricultural and Food
Chemistry 57 : 8496–8503.
Liu J et al. 2011. The antioxidant and free-radical scavenging activities of extract
and fractions from corn silk (Zea mays L.) and related flavone glycosides. Food
Chemistry 126 : 261–269.
Manian R, Anusuya N, Siddhuraju P, Manian S. 2008. The antioxidant activity
and free radical scavenging potential of two different solvent extracts of Camellia
sinensis (L.) O. Kuntz, Ficus bengalensis L. and Ficus racemosa L. Food
Chemistry 107 : 1000–1007.
McWlliams M. 1997. Foods Experimental Perspectives. Third Edition. New
Jersey : Merrill. an Imprint of Prentice Hall.
Min B, Nam KC, Ahn DU. 2010. Catalytic mechanisms of metmyoglobin on the
oxidation of lipids in phospholipids liposome model system. Food Chemistry
123 : 231-236.
Nakiboglu M, Urek RO, Kayali HA, Tarhan L. 2007. Antioxidant capacities of
endemic Sideritis sipylea and Origanum sipyleum from Turkey. Food Chemistry
104 : 630–635.
Nystrom L et al. 2007. A comparison of the antioxidant properties of steryl
ferulates with tocopherol at high temperatures. Food Chemistry 101 : 947–954.
Rice-Evans CA, Miller NJ, Paganga G. 1997. Antioxidant properties of phenolic
compounds . Trends in plants science 2(4) : 152-159.
Rukmiasih. 2011. Penurunan bau amis (off-odor) daging itik lokal dengan
pemberian daun beluntas (Pluchea indica Less) dalam pakan dan dampaknya
77
terhadap performa [disertasi] Bogor : Program Pascasarjana. Institut Pertanian
Bogor.
Sahreen S, Khan MR, Khan RA. 2010. Evaluation of antioxidant activities of
various solvent extracts of Carissa opaca fruits. Food Chemistry 122 : 1205–1211.
Skerget M et al. 2005. Phenols, proanthocyanidins, flavones and flavonols in
some plant materials and their antioxidant activities. Food Chemistry 89 : 191-198.
South PK, Miller DD. 1998. Iron binding by tannic acid: selected ligands. Food
Chemisrry 63(2) : 167-172.
Subhasree B et al. 2009. Evaluation of antioxidant potential in selected green
leafy vegetables. Food Chemistry 115 : 1231-1220.
Tapas A, Sakarkar DM, Kakde RB. 2008. Flavonoids as nutraceuticals: a review.
Tropical Journal of Pharmaceutical Research 7(3) : 1089-1099.
Vrchovska V et al. 2006. Antioxidative properties of tronchuda cabbage (Brassica
oleracea L. var. costata DC) external leaves against DPPH, superoxide radical,
hydroxyl radical and hypochlorous acid. Food Chemistry 98 : 416–425.
Wong SP, Leong LP, Koh JHW. 2006b. Antioxidant activities of aqueous extracts
of selected plants. Food Chemistry 99 : 775–783.
Xu G et al. 2011. Interaction of fatty acids with oxidation of cholesterol and bsitosterol. Food Chemistry 124 : 162–170.
Yu Lin H, Kuo YH, Lin YL, Chiang W. 2009. Antioxidative effect and active
component from leaves of lotus (Nelumbo nucifera). Journal of Agricultural and
Food Chemistry 57 : 6623-6629.
Zhang OF, Zhang ZR, Cheung HY. 2009. Analytical methods antioxidant activity
of rhizoma Smilacis glabrae extracts and its key constituent-astilbin. Food
Chemistry 115 : 297–303.
Zhu KX et al. 2010. Antioxidant activities and total phenolic contents of various
extracts from defatted wheat germ. Food Chemistry 126 : 1122-1126.
Download