57 AKTIVITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI ETIL ASETAT SECARA IN VITRO Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk menentukan aktivitas antioksidan fraksi etil asetat (FEA) di berbagai sistem uji in vitro, meliputi kemampuan menangkap spesies oksigen reaktif (SOR) (hidrogen peroksida, radikal superoksida dan hidroksil), mereduksi dan mengkelat ion besi, dan menghambat oksidasi asam linoleat- -karoten. Aktivitas antioksidan FEA dibandingkan dengan ekstrak metanolik beluntas (EMB) dan antioksidan pembanding (BHT, -tokoferol, dan EDTA). FEA berpotensi sebagai antioksidan melalui kemampuan menangkap radikal superoksida, mereduksi dan mengkelat ion besi, sedangkan EMB berpotensi sebagai antioksidan melalui kemampuan menangkap radikal superoksida, mereduksi ion besi, dan menghambat oksidasi asam linoleat- karoten. Kata Kunci : antioksidan, daun beluntas (Pluchea indica Less), fraksi etil asetat, ekstrak metanolik. Abstract The objective of this study was to investigate the antioxidant activity of ethyl acetate fraction (FEA) by using different analysis test systems, including superoxide and hydroxyl radical-scavenging activities, hydrogen peroxide scavenging activity, ferric reducing power, iron chelating capacity and carotene–linoleic acid bleaching assay. Antioxidant activities of FEA were compared with Pluchea leaves methanolic extract (EMB) and antioxidant standard (BHT, -tocopherol, EDTA). FEA exhibited antioxidant activity, based on superoxide radical-scavenging activity, ferric reducing power, and iron chelating capacity. Furthermore, EMB showed antioxidant activity based on superoxide radical-scavenging activity, ferric reducing power and -carotene–linoleic acid bleaching assay. Keywords : antioxidant, Pluchea indica Less leaves, ethyl acetate fraction, methanolic extract. 58 Pendahuluan Daun beluntas 1-6 (urutan dari pucuk) terbukti lebih berpotensi sebagai sumber antioksidan alami berdasarkan kemampuan menangkap radikal bebas DPPH. Senyawaan fitokimia yang terkandung dalam daun beluntas meliputi grup senyawa tanin, sterol, flavonoid, dan fenol hidrokuinon. Senyawa tersebut lebih terkonsentrasi pada daun yang masih muda. Hal ini juga dikuatkan oleh hasil uji total fenol (TP) dan total flavonoid (TF). Secara berturutan kadar TP dan TF kelompok daun 1-3 > kelompok daun 4-6 > kelompok daun >6. Senyawa flavonoid dan fenol hidrokuinon telah terbukti mampu mendonorkan atom hidrogen pada radikal bebas, mereduksi dan mengkelat ion besi disebabkan oleh keberadaan gugus hidroksil dan ikatan rangkap terkonjugasi pada struktur molekulnya (Abu bakar et al. 2009). Tanin mempunyai aktivitas mengkelat ion logam dan menangkap radikal bebas (Hagerman et al. 1998). Sterol ((3β,22E)-stigmasta-5,22-dien-3-ol (stigmasterol) dan (3β)-stigmast-5-en-3-ol (βsitosterol) mampu mencegah oksidasi lemak (Nystrom et al. 2007; Li et al. 2007). Senyawaan fitokimia yang terkandung dalam daun beluntas 1-6 mempunyai kelarutan berbeda berdasarkan perbedaan tingkat kepolaran pelarut. Grup senyawa tanin, flavonoid, dan fenol hidrokuinon ditemukan pada ekstrak metanolik daun beluntas (EMB), fraksi etil asetat (FEA), fraksi n-butanol (FNB), dan fraksi air (FA). Sedangkan grup senyawa sterol tidak ditemukan pada fraksi air (FA). Senyawa fenolik penyusun EMB umumnya bersifat semipolar yang dapat diekstrak oleh etil asetat. Senyawa fenolik ini mempunyai kemampuan yang tinggi menangkap radikal bebas DPPH berdasarkan nilai IC50 (konsentrasi penghambatan 50% radikal bebas DPPH) maupun AE (efisiensi antiradikal). Conforti et al. (2009) menjelaskan bahwa aktivitas antioksidan senyawa fenolik ditentukan oleh jenis, jumlah dan posisi gugus hidroksil yang tersubstitusi pada cincin aromatis. Oleh karena itu untuk menentukan potensi FEA sebagai antioksidan dalam mencegah WOF daging itik selama penyimpanan perlu dilakukan uji lanjut aktivitas antioksidan diberbagai sistem uji in vitro, meliputi kemampuan menangkap spesies oksigen reaktif (SOR) (hidrogen peroksida, radikal superoksida dan hidroksil), mereduksi dan mengkelat ion besi, dan menghambat 59 oksidasi asam linoleat- -karoten. Pengujian aktivitas antioksidan ini dibandingkan dengan EMB dan antioksidan pembanding (BHT, -tokoferol, dan EDTA). Bahan dan Metode Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai Maret 2010–Agustus 2010 di Laboratorium Kimia dan Laboratorium Penyakit Hewan Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Bahan Penelitian Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah fraksi etil asetat (FEA) dan ekstrak metanolik daun beluntas (EMB) yang diperoleh dari daun beluntas di daerah Dramaga, Bogor. Darah ayam pedaging segar yang dibeli dari tempat pemotongan ayam secara tradisional di pasar Laladon, Bogor. Bahan kimia untuk analisis terdiri dari : akuades, asam trikloro asetat (TCA), nitroblue tetrazolium (NBT), nikotinamida adenin dinukleotida (NADH), kloroform, fenazin metoksulfat (PMS), buffer fosfat, ferro amonium sulfat, asam etilena diamina tetra asetat (EDTA), dimetil sulfoksida (DMSO), asam askorbat, pereaksi Nash (75 g amonium asetat, 3 ml asam asetat glasial dan 2 ml asetil aseton), kalium ferisianida, asam kloroasetat, besi klorida, ferrozin, tween 20, asam linoleat, -karoten, BHT, -tokoferol, dan hidrogen peroksida. Metode Penelitian Tahap kedua penelitian ini dilakukan pengujian aktivitas antioksidan FEA pada berbagai sistem uji in vitro. Pengujian aktivitas antioksidan ini dibandingkan dengan EMB dan antioksidan pembanding (BHT, -tokoferol, dan EDTA). Analisis yang dilakukan, meliputi : kemampuan menangkap SOR (radikal superoksida dan hidroksil serta hidrogen peroksida), kemampuan mereduksi dan mengkelat ion besi serta kemampuan menghambat oksidasi asam linoleat- karoten. Rangkaian penelitian ditunjukkan pada Gambar 15. Kemampuan menangkap SOR dilakukan untuk mengetahui keterlibatan komponen aktif pada EMB dan FEA dalam menangkap radikal oksigen 60 (superoksida dan hidroksil) dan non radikal oksigen (hidrogen peroksida) yang diduga sebagai penyebab kerusakan oksidasi pada daging itik. Ganhao et al. (2010) menyatakan bahwa senyawa fenolik dari tanaman dapat digunakan sebagai antioksidan pada daging dan produk olahannya jika mempunyai kemampuan menangkap radikal bebas dan mengkelat ion besi. Pengujian kemampuan menangkap radikal superoksida dan hidroksil serta hidrogen peroksida didasarkan pada metode Sahreen et al. (2010). Radikal hidroksil dihasilkan dari reaksi Fenton dari campuran Fe-EDTA-DMSO-asam askorbat, dihasilkan larutan berwarna kuning (Lampiran 14). Radikal superoksida diperoleh dari reaksi antara O2-NBTNADH-PMS, dihasilkan larutan kompleks berwarna biru (formazan) (Lampiran 16). Kemampuan menangkap hidrogen peroksida ditandai oleh penurunan absorbansi larutan hidrogen peroksida yang dapat diukur pada panjang gelombang ultra violet (UV) (Lampiran 18). Kemampuan mereduksi dan mengkelat ion besi dilakukan pengujian karena ion besi merupakan katalis terjadinya reaksi oksidasi lemak pada daging itik. Kemampuan mengkelat ion besi difokuskan pada ion besi dan ion besi pada hemoglobin (Hb). Pengujian kemampuan mereduksi dan mengkelat ion besi berdasarkan modifikasi metode Sahreen et al. (2010). Kemampuan mengkelat ion besi ditandai oleh penurunan intensitas kompleks warna ungu-kemerahan (magenta) (Lampiran 20). Sedangkan pengujian mengkelat ion besi pada Hb dilakukan berdasarkan metode Bate-Smith (1977), dihasilkan larutan kompleks berwarna merah (Lampiran 22). Potensi mereduksi ion Fe3+ menjadi ion Fe2+ ditunjukkan dengan terbentuknya kompleks warna larutan hijau-biru (Lampiran 26). Kemampuan menghambat oksidasi asam linoleat- -karoten dilakukan untuk mengetahui keterlibatan komponen aktif hidrofobik maupun hidrofilik pada EMB dan FEA dalam menghambat oksidasi lemak pada daging itik. Pengujian ini didasarkan pada metode Sahreen et al. (2010), dihasilkan penurunan intensitas warna orange karena oksidasi -karoten (Lampiran 24). 61 Analisis Data Pengujian aktivitas antioksidan ekstrak metanolik beluntas (EMB) dan fraksi etil asetat (FEA) pada setiap perlakuan dinyatakan sebagai rata-rata ± SD dari dua ulangan. Semua data dianalisis dengan prosedur sidik ragam (ANOVA) dengan bantuan program SPSS (Statistical Package for the Social Sciences) versi 17. Apabila hasil analisis sidik ragam menunjukkan ada perbedaan maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Duncan New Multiple Range Test /DMRT) pada taraf 5%. Hasil dan Pembahasan Kemampuan Fraksi Etil Asetat Menangkap Radikal Superoksida Kemampuan fraksi etil asetat (FEA) menangkap radikal superoksida ditunjukkan pada Gambar 23. Kapasitas FEA dan EMB dalam menangkap radikal superoksida lebih tinggi dari antioksidan pembanding BHT dan -tokoferol (AT). Penambahan FEA dan EMB pada konsentrasi 1 ppm telah menunjukkan kemampuan menangkap radikal superoksida maksimum, yang ditandai dengan grafik mendatar. Sedangkan penambahan BHT dan AT mencapai maksimum Penghambatan terhadap Radikalcc Superoksida (%) setelah penambahan >1 ppm. 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 0 1 2 3 4 5 6 Konsentrasi Antioksidan (ppm) FEA Gambar 23. EMB BHT AT Kemampuan senyawa antioksidan (FEA = fraksi etil asetat, EMB = ekstrak metanolik daun beluntas, BHT = butil hidroksi toluena, AT = -tokoferol) menangkap radikal superoksida. 62 Hasil perhitungan IC50 (konsentrasi penghambatan 50% radikal superoksida) yang ditunjukkan pada Tabel 11. Aktivitas antioksidan FEA (IC 50 = 6.19 mg/L) lebih tinggi secara signifikan dibandingkan BHT (IC50 = 9.07 mg/L), tetapi aktivitasnya lebih rendah secara signifikan dibandingkan -tokoferol (IC50 = 3.34 mg/L) dan EMB (IC50 = 2.45 mg/L). Tabel 11. Kemampuan penghambatan oksidasi (IC50) dari senyawa antioksidan uji di berbagai sistem uji in vitro Konsentrasi Penghambatan 50% (IC50) (mg/L) A Sampel FEA B c 2402.67 ± 33.43 a c 6.19 ± 0.19 d C c 3404,08 ± 538,36 b D c 45.97 ± 1.37 b E b 1436.72 ± c F 2.09 334.26 ± 11.50 846.01c ± 7.64 EMB 2.45 ± 0.03 1524.16 ± 60.72 1575,25 ± 0,00 31.97 ± 4.90 2072.63 ± 207.44 BHT 9.07d ± 0.08 1399.06b ± 9.30 608,27a ± 0,75 2.53a ± 0.00 - b AT 3.34 ± 0.09 EDTA Keterangan : - a 896.16 ± 49.74 - a 666,25 ± 4,77 - b 30.60 ± 1.13 - b - - - nd a 110.17 ± 2.02 A = kemampuan menangkap radikal superoksida, B = kemampuan menangkap radikal hidroksil, C = kemampuan menangkap hidrogen peroksida, D = kemampuan menghambat oksidasi asam linoleat- -karoten, E = kemampuan mengkelat ion besi, F = kemampuan mengkelat ion besi pada hemoglobin, a-d = huruf superskrip dalam kolom yang sama menunjukkan perbedaan signifikan pada taraf 5%, FEA = fraksi etil asetat, EMB = ekstrak metanolik daun beluntas, BHT = butil hidroksi toluena, AT = -tokoferol, nd = tidak terdeteksi, - = tidak diujikan. Potensi EMB dan FEA sebagai penangkap radikal superoksida terkait dengan kandungan senyawaan fitokimianya, meliputi grup senyawa tanin, flavonoid, fenol hidrokuinon, dan sterol (Tabel 8). Kemampuan senyawaan fitokimia menangkap radikal superoksida dengan melibatkan donor atom hidrogen atau donor elektron, seperti yang dijelaskan oleh Leopoldini et al. (2011) (Gambar 24). Nakiboglu et al. (2007) menyatakan bahwa kemampuan mendonorkan atom hidrogen/elektron menjadi ukuran kemampuan senyawa antioksidan menangkap radikal. Hagerman et al. (1998) menyatakan bahwa tanin terkondensasi dan tanin terhidrolisis mempunyai kemampuan menangkap radikal bebas (Gambar 25). Tanin sangat efektif sebagai pendonor elektron/atom hidrogen, sebab senyawa ini mempunyai gugus hidroksil pada posisi ortho di cincin aromatis, struktur planar dengan ikatan rangkap terkonjugasi dan memungkinkan terjadi delokalisasi elektron serta mempunyai gugus karbonil tambahan pada struktur molekulnya, seperti yang dijelaskan oleh Leopoldini et al. (2011). 63 Keberadaan senyawa flavonoid pada kedua sumber antioksidan tersebut dapat mendonorkan atom hidrogen/elektron kepada radikal superoksida. Tapas et al. (2008) menjelaskan bahwa efektivitas flavonoid sebagai penangkap radikal bebas ditentukan oleh kemampuan struktur molekul flavonoid membentuk radikal yang terstabilkan oleh resonansi. Rice-Evans et al. (1997) dan Amic et al. (2003) juga menginformasikan keefektifan flavonoid mendonorkan atom hidrogen dipengaruhi oleh jumlah dan posisi gugus hidroksil, adanya gugus ikatan rangkap terkonjugasi serta gugus karbonil pada struktur benzo- -piron. a Pemutusan homolitik Radikal alkil Fenol Hidrokarbon Radikal Fenol Pemutusan elektron dari orbital HOMO Radikal alkil Fenol b Karbanion Radikal Fenol Gambar 24. Mekanisme senyawa antioksidan dalam menangkap radikal bebas (a = donor atom hidrogen, b = donor elektron) (Leopoldini et al. 2011). Keberadaan grup senyawa sterol ( -sitosterol) dalam FEA dan EMB dapat mempengaruhi kedua sampel tersebut dalam mendonorkan atom hidrogen. Xu et al. (2011) menjelaskan bahwa senyawa sterol dapat mendonorkan atom hidrogen pada radikal superoksida sehingga terbentuk senyawa sterol teroksidasi, seperti 7ketositosterol, 7 -hidroksi sitosterol, dan 7 -hidroksi sitosterol. Metanol dapat mengekstrak komponen semipolar, polar, dan sangat polar, seperti yang dijelaskan oleh Houghton & Raman (1998) ; Yu Lin et al. (2009) ; Dehkharghanian et al. (2010) dan Cowan (1999). Sedangkan etil asetat hanya dapat mengekstrak senyawaan fitokimia semipolar, seperti yang dijelaskan oleh Houghton & Raman (1998) dan Cowan (1999). Dengan demikian EMB lebih 64 mempunyai senyawa antioksidan penyusun yang mampu menangkap radikal superoksida lebih banyak dibandingkan FEA. a c b e d f Gambar 25. Struktur molekul tanin terhidrolisis (a, b, e) dan tanin terkondensasi (c, d, f), a = asam gallat, b = asam ellagat, c = epikatekin, d = katekin, e = 1,2,3,4,6-pentagaloil-O-D-glikosa, f = epikatekin-[(4 ->8)-epikatekin]15(4 ->8)-katekin (Hagerman et al. 1998). 65 Kemampuan Fraksi Etil Asetat Menangkap Radikal Hidroksil Kemampuan FEA menangkap radikal hidroksil ditunjukkan pada Gambar 26. Pada pengujian ini radikal hidroksil dihasilkan melalui reaksi Fenton dari campuran antara Fe-EDTA-DMSO-asam askorbat (Kumar et al. 2008). Keberadaan ion logam transisi Fe2+ dapat mereduksi hidrogen peroksida. Asam askorbat sebagai senyawa pereduksi dapat memacu pembentukan radikal hidroksil karena senyawa ini dapat mereduksi ion Fe3+ menjadi Fe2+ (Vrchovska et al. 2006). Penambahan FEA, EMB, BHT, dan AT pada konsentrasi 100 ppm sudah menunjukkan kemampuan penangkapan radikal hidroksil maksimum. Pada konsentrasi sama, penambahan FEA maupun EMB kurang menunjukkan kemampuan menangkap radikal hidroksil dibandingkan BHT dan AT. Hal ini juga didukung oleh nilai IC50 dari EMB dan FEA lebih tinggi dibandingkan BHT dan Penghambatan terhadap Radikal Hidroksil c (%) AT (Tabel 11). 40 35 30 25 20 15 10 5 0 0 100 200 300 400 500 600 700 Konsentrasi Antioksidan (ppm) FEA EMB BHT AT Gambar 26. Kemampuan senyawa antioksidan (FEA = fraksi etil asetat, EMB = ekstrak metanolik daun beluntas, BHT = butil hidroksi toluena, AT = -tokoferol) menangkap radikal hidroksil. 66 Kemampuan Fraksi Etil Asetat Menangkap Hidrogen Peroksida Kemampuan FEA menangkap hidrogen peroksida ditunjukkan pada Gambar 27. Hidrogen peroksida merupakan spesies oksigen reaktif (SOR) non radikal yang dapat menyebabkan reaksi oksidasi pada daging. Senyawa tersebut dapat bereaksi dengan metmioglobin menghasilkan ferrilmioglobin yang dapat mengawali reaksi rantai oksidasi. Selain itu hidrogen peroksida dapat melepaskan ion besi heme dan non heme yang dapat mengkatalisis oksidasi lemak pada daging (Min et al. 2010). Data menunjukkan bahwa FEA maupun EMB mempunyai aktivitas menangkap hidrogen peroksida lebih rendah dibandingkan dengan BHT dan AT. Hal ini juga ditunjukkan oleh nilai IC50 EMB maupun FEA lebih besar dari BHT dan AT (Tabel 11). Penghambatan terhadap Hidrogen n Peroksidac (%) 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 0 100 200 300 400 500 600 700 Konsentrasi Antioksidan (ppm) EMB BHT AT FEA Gambar 27. Kemampuan senyawa antioksidan (FEA = fraksi etil asetat, EMB = ekstrak metanolik beluntas, BHT = butil hidroksi toluena, AT = tokoferol) menangkap hidrogen peroksida. 67 Kemampuan Fraksi Etil Asetat Mereduksi Ion Besi Kapasitas reduksi FEA terhadap ion Fe3+ menjadi Fe2+ lebih rendah secara signifikan dibandingkan EMB, namun kapasitas mereduksi FEA tidak berbeda nyata dengan BHT dan AT (Gambar 28). Berdasarkan data tersebut EMB dan FEA berpotensi sebagai pereduksi ion besi dibandingkan antioksidan kontrol. Kapasitas reduksi ion Fe3+ menjadi Fe2+ oleh antioksidan disebabkan kemampuan senyawa ini mendonorkan elektron, yang ditandai oleh perubahan warna larutan dari kuning menjadi hijau-biru (Liu et al. 2011). Kemampuan FEA dan EMB sebagai pereduksi ion besi diduga adanya senyawa redukton, seperti fenolik yang dapat menurunkan sifat ion Fe3+ sebagai katalis oksidasi (prooksidan). Zhang et al. (2009) menyatakan bahwa keberadaan redukton dalam ekstrak mampu memutus rantai radikal bebas dengan mendonorkan atom hidrogen/elektron sehingga mampu mereduksi ion Fe3+. Absorbansi pada l 700 nmcc 0.25 0.20 0.15 0.10 0.05 0.00 0 200 400 600 800 1000 1200 Konsentrasi Antioksidan (ppm) FEA BHT EMB AT Gambar 28. Kemampuan senyawa antioksidan (FEA = fraksi etil asetat, EMB = ekstrak metanolik daun beluntas, BHT = butil hidroksi toluena, AT = -tokoferol) mereduksi ion besi. Hasil uji kualitatif senyawaan fitokimia pada Tabel 8 menunjukkan bahwa EMB maupun FEA mengandung grup senyawa tanin, sterol, flavonoid, dan fenol hidrokuinon. Potensi EMB mereduksi ion besi disebabkan ekstrak ini mengandung senyawa semipolar hingga sangat polar, meliputi : gula, asam amino, 68 glikosida, dan aglikon (Houghton & Raman 1998; Dehkharghanian et al. 2010), fenolik dengan berat molekul rendah dan tingkat kepolaran sedang (Yu Lin et al. 2009), vitamin C dan A (Dalimarta 2003; Rukmiasih 2011). Sedangkan etil asetat hanya mengandung senyawa aglikon dan glikosida (Houghton & Raman 1998). Perbedaan struktur molekul senyawaan fitokimia pada EMB dan FEA mempengaruhi efektivitasnya mendonorkan atom hidrogen/elektron, seperti yang dijelaskan oleh Chludil et al. (2008) dan Skerget et al. (2006). Adanya keterlibatan gula, vitamin C dan A dalam reaksi redoks dengan ion Fe3+ menyebabkan EMB lebih berpotensi sebagai pereduksi ion besi. Kemampuan Fraksi Etil Asetat Mengkelat Ion Besi (II) dan Ion Besi pada Hemoglobin (Hb) Fraksi etil asetat (FEA) mempunyai aktivitas pengkelat ion besi pada hemoglobin dan ion besi (II) lebih tinggi secara signifikan dibandingkan EMB, tetapi kemampuan mengkelat FEA masih lebih rendah dari EDTA (Gambar 29 dan 30). Kemampuan mengkelat ion besi pada Hb oleh FEA ditandai terbentuknya senyawa kompleks yang berwarna merah jernih (Bate-Smith 1977), sedangkan kapasitas mengkelat ion Fe2+ditunjukkan oleh penurunan pembentukan kompleks berwarna ungu kemerahan (magenta) dari Fe2+-ferrozin (Sahreen et al. 2010). Berdasarkan data hasil uji kualitatif senyawaan fitokimia (Tabel 8) menunjukkan bahwa ada kemungkinan korelasi positif antara kandungan flavonoid dan tanin dapat mengkelat ion besi (Gambar 31 dan 32). Adanya gugus hidroksil posisi ortho pada C3-4 di cincin B dan C5 di cincin A serta gugus karbonil (okso) pada C4 di cincin C pada senyawa flavonoid dapat berikatan dengan ion besi (Leopoldini et al. (2011). Sedangkan pada senyawa tanin terhidrolisis berikatan dengan ion besi dapat terjadi pada gugus hidroksil di gugus galloil (South & Miller 1998). Tanin terkondensasi berikatan dengan ion besi terjadi pada gugus hidroksil posisi ortho di cincin B dari setiap monomer penyusun (epikatekin atau katekin) (Hagerman et al. 1998). 69 Aktivitas Mengkelat Ion Besi (%) c 120 100 80 60 40 20 0 0 200 400 600 800 1000 1200 Konsentrasi Antioksidan (ppm) EMB FEA EDTA Gambar 29. Kemampuan senyawa antioksidan (FEA = fraksi etil asetat, EMB = ekstrak metanolik daun beluntas, EDTA = asam etilena diamina tetra asetat) mengkelat ion besi. Aktivitas Mengkelat Hemoglobin (%) 120 100 80 60 40 20 0 0 200 400 600 800 1000 1200 Konsentrasi (ppm) EMB FEA EDTA Gambar 30. Kemampuan senyawa antioksidan (FEA = fraksi etil asetat, EMB = ekstrak metanolik daun beluntas, EDTA = asam etilena diamina tetra asetat) mengkelat ion besi pada hemoglobin. 70 Gambar 31. Mekanisme senyawa flavonoid mengkelat ion logam (a, b, c = tempat terjadinya ikatan dengan ion logam (Leopoldini et al. 2011). Wong et al. (2006b) menginformasikan bahwa kemampuan senyawa fenolik mengkelat ion Fe2+ ditentukan oleh posisi gugus fungsional. Hanya gugus fungsi tertentu yang dapat dengan tepat mengkelat ion logam. Ligan bidentat lebih kuat mengkelat ion logam dibandingkan monodentat. Senyawa fenolik glikosida relatif sulit berikatan dengan ion logam. Chludil et al. (2008) menyatakan bahwa keefektifan senyawa fenolik berikatan dipengaruhi oleh ukuran molekul dan steric hindrance (keruahan molekul). Gambar 32. Mekanisme senyawa tanin mengkelat ion logam (1= tanin terhidrolisis, 2 = tanin terkondensasi, a, b, c = tempat terjadinya ikatan dengan ion logam pada setiap monomernya) (Hagerman et al. 1998). 71 Efektivitas FEA dalam mengkelat ion besi lebih rendah dari EDTA, hal ini dapat dijelaskan dengan melihat perbedaan struktur molekul kedua bahan. Senyawa flavonoid dan tanin merupakan ligan bidentat (Leopoldini et al. 2011), sedangkan EDTA adalah ligan heksadentat yang dapat membentuk senyawa kompleks yang stabil dengan ion besi (Gambar 33). South & Miller (1998) melaporkan bahwa senyawa kompleks yang terbentuk antara EDTA-Fe2+ lebih stabil dibandingkan gugus galloil-Fe2+. Senyawa kompleks dapat terjadi antara ion besi dengan ligan (EDTA, flavonoid, dan tanin), disebabkan terjadi ikatan koordinasi antara ion besi yang mempunyai orbital kosong dengan ligan yang mempunyai elektron tidak berpasangan (atom oksigen dan nitrogen) (Carey & Sundberg 2007). Oleh karena itu semakin mudah ligan mendonorkan elektron pada orbital kosong pada ion besi menentukan kapasitas mengkelat ion besi. Gambar 33. Pembentukan senyawa kompleks antara EDTA dengan ion logam. Interaksi antara ligan dengan ion besi juga dipengaruhi oleh komposisi senyawa-senyawa aktif yang terdapat dalam medium reaksi, seperti protein dan karbohidrat. Senyawa polifenol, seperti tanin dapat membentuk senyawa kompleks dengan protein melalui interaksi hidrofobik dan ikatan hidrogen. Tanin dapat mengendapkan protein dengan melibatkan gugus fungsi pada kedua senyawa sehingga terbentuk struktur molekul yang besar (Freitas et al. 2003). Karbohidrat dapat beinteraksi dengan tanin. Keberadaan gugus hidroksil pada 72 molekul gula dapat terlibat ikatan hidrogen dengan gugus fenolik pada gallotanin (He et al. 2006). Aktivitas mengkelat FEA terhadap ion besi (II) lebih tinggi dibandingkan EMB, hal ini diduga adanya asam amino, protein, dan gula (Houghton & Raman 1998; Rukmiasih 2011) yang dapat terekstrak oleh metanol dapat mengganggu efektivitas EMB mengkelat ion besi (II) (Gambar 29). Pada kondisi ini EDTA menunjukkan efektivitas pengkelat yang sangat tinggi, dengan nilai IC 50 yang sangat kecil (Tabel 11). Kondisi yang sama juga terjadi pada uji kemampuan FEA mengkelat ion besi pada hemoglobin yang ditunjukkan pada Gambar 30. Adanya senyawa pengkelat lain yang terekstrak dalam EMB menurunkan kemampuan EMB mengkelat ion besi pada hemoglobin. Rendahnya nilai IC50 FEA maupun EMB pada pengujian ini dibandingkan kemampuannya mengkelat ion besi (II) (Tabel 11) diduga karena adanya interaksi antara tanin-ion besi pada hemoglobin dan tanin-protein pada hemoglobin (Bate-Smith 1977; Hagerman et al. 1998). Sedangkan rendahnya aktivitas mengkelat EDTA terhadap ion besi pada hemoglobin dibandingkan kompleks EDTA-ion besi (II) disebabkan adanya kompetisi dengan protein globin maupun gugus porfirin. Akibatnya keenam gugus atom pendonor elektron pada EDTA tidak maksimal mengkelat ion besi pada hemoglobin. Gambar 34. Stuktur molekul hemoglobin (McWilliam, 1997) 73 Kemampuan Fraksi Etil Asetat Menghambat Oksidasi Asam Linoleat- -Karoten Aktivitas FEA menghambat oksidasi asam linoleat- -karoten lebih rendah secara signifikan dibandingkan EMB, BHT, dan AT (Gambar 35). Aktivitas antioksidan pada pengujian ini ditunjukkan oleh kemampuan senyawa antioksidan mencegah degradasi warna larutan -karoten sebagai akibat oksidasi radikal bebas yang dihasilkan dari oksidasi ikatan rangkap pada asam linoleat (Subhasree et al. 2009). Penambahan senyawa antioksidan dapat menetralkan radikal bebas yang dihasilkan dari oksidasi asam linoleat (Bougatef et al. 2009). Kapasitas FEA menghambat oksidasi asam linoleat- -karoten juga ditunjukkan dari nilai IC50 (Tabel 11). Secara berturutan kemampuan antioksidan BHT (IC50 = 2.53 mg/L ) > AT (IC50 = 30.60 mg/L) ~ EMB (IC50 = 31.97 mg/L) > FEA (IC50 = 45.97 mg/L). Rendahnya potensi antioksidan FEA ini disebabkan perbedaan komponen antioksidan penyusunnya karena perbedaan afinitas pelarut, seperti yang dijelaskan oleh Houghton & Raman (1998) dan Dehkharghanian et al. Aktivitas Menghambat Oksidasicc Asam Linoleat b-Karoten (%) (2010). 120 100 80 60 40 20 0 0 20 40 60 80 100 120 Konsentrasi (ppm) FEA EMB BHT AT Gambar 35. Kemampuan senyawa antioksidan (FEA = fraksi etil asetat, EMB = ekstrak metanolik daun beluntas, BHT = butil hidroksi toluena, AT = - tokoferol) menghambat oksidasi asam linoleat- -karoten. 74 Hayes et al. (2011) melaporkan bahwa kemampuan menghambat oksidasi asam linoleat- -karoten dari suatu senyawa antioksidan melibatkan gugus hidrofilik dan hidrofobik, senyawa fenolik polar mempunyai aktivitas yang kuat dalam sistem emulsi minyak (asam linoleat- -karoten) dalam air sebab senyawa tersebut dapat terkonsentrasi pada kondisi interfase antara minyak dan air, sehingga dapat melindungi oksidasi asam linoleat. Manian et al. (2008) juga menyatakan bahwa pengujian asam linoleat -karoten merupakan sistem yang sangat kompleks karena melibatkan adanya gugus hidrofilik maupun hidrofobik, sehingga diduga ada keterlibatan senyawa fenolik dan non fenolik. Dugaan ini dikuatkan juga oleh Zhu et al. (2010), bahwa kemampuan menghambat asam linoleat dapat merefleksikan keterlibatan keseluruhan komponen dalam ekstrak atau fraksi dengan berbagai macam mekanisme antioksidan, seperti kemampuan menangkap radikal bebas, mengkelat ion logam, mendekomposisi peroksida, dan memutus rantai reaksi oksidasi. Rendahnya potensi FEA dalam menghambat oksidasi asam linoleat- karoten dibandingkan EMB karena sebagian besar senyawa penyusun FEA bersifat semipolar dan EMB bersifat semipolar hingga sangat polar. Aktivitas EMB menghambat oksidasi asam linoleat- -karoten seiring dengan aktivitas EMB menangkap radikal superoksida serta kemampuan mereduksi ion besi. Hal ini berarti ada keterlibatan redukton yang berupa senyawa fenolik maupun non fenolik yang mampu mendonorkan atom hidrogen/elektron. Simpulan Fraksi etil asetat (FEA) dan ekstrak metanolik daun beluntas (EMB) menunjukkan aktivitas antioksidan pada pengujian in vitro setelah dibandingkan dengan antioksidan standar (BHT, -tokoferol, dan EDTA). Aktivitas antioksidan FEA meliputi kemampuan menangkap radikal superoksida, mereduksi ion besi, mengkelat ion besi (II) dan ion besi pada hemoglobin, sedangkan aktivitas antioksidan EMB meliputi kemampuan menangkap radikal superoksida, mereduksi ion besi, dan menghambat oksidasi asam linoleat- -karoten. 75 Daftar Pustaka Abu Bakar MF, Mohamed M, Rahmat A, Fry J. 2009. Phytochemicals and antioxidant activity of different parts of bambangan (Mangifera pajang) and tarap (Artocarpus odoratissimus). Food Chemistry 113 : 479–483. Amic D, Davidovic-Amic D, Beslo D, Trinajsti N. 2003. Structure-radical scavenging activity relationships of flavonoids. Croatica Chemica Acta 76(1) : 55-61. Bate-Smith EC. 1977. Astringent tannins of Acer species. Phytochemistry 16 : 1421. Bougatef A et al. 2009. Antioxidant and free radical-scavenging activities of smooth hound (Mustelus mustelus) muscle protein hydrolysates obtained by gastrointestinal proteases. Food Chemistry 114 : 1198–1205. Carey F, Sundberg RJ. 2007. Advanced Organic Chemistry Part A: Structure and Mechanisms. Fifth edition. New York : Springer Science+Business Media, LLC Chludil HD, Corbino GB, Leicarh SR. 2008. Soil quality effects on Chenopodium album flavonoid content and antioxidant potential. Journal of Agricultural and Food Chemistry. 56 : 5050–5056. Conforti F et al. 2009. The protective ability of Mediterranean dietary plants against the oxidative damage : The role of radical oxygen species in inflammation and the polyphenol, flavonoid and sterol content. Food Chemistry 112 : 587-594. Cowan MM. 1999. Plant product as antimicrobial agents. Journal of Microbiology Reviews 12(4) : 564-582. Dalimarta S. 2003. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Jakarta : Trubus Agriwidya. Dehkharghanian M, Adenier H, Vijayalakshmi MA. 2010. Analytical methods study of flavonoids in aqueous spinach extract using positive electrospray ionisation tandem quadrupole mass spectrometry. Food Chemistry 121 : 863–870. Freitas VD, Carvalho E, Mateus N. 2003. Study of carbohydrate influence on protein–tannin aggregation by nephelometry. Food Chemistry 81 : 503–509. Ganhao R, Morcuende D, Estevaz M. 2010. Protein oxidation in emulsified cooked burger patties with added fruit extracts : Influence on colour and texture deterioration during chill storage. Meat Science 85 : 402-409. Hagerman AE et al. 1998. High molecular weight plant polyphenolics (tannins) as biological antioxidants. Journal of Agricultural and Food Chemistry 46 : 18871892. 76 Hayes JE et al. 2011. Phenolic composition and in vitro antioxidant capacity of four commercial phytochemical products : Olive leaf extract (Olea europaea L.), lutein, sesamol and ellagic acid. Food Chemistry 126 : 948–955. He Q, Shi B, Yao K. 2006. Interactions of gallotannins with proteins, amino acids, phospholipids and sugars. Food Chemistry 95 : 250–254. Houghton PJ, Raman A. 1998. Laboratory Handbook for the Fractionation of Natural Extracts. New York : Chapman & Hall. Kumar S et al. 2008. Antioxidant and free radical scavenging potential of Citrullus colocynthis (l.) schrad. methanolic fruit extract. Acta Pharmacology 58 : 215–220. Leopoldini M, Russo N, Toscano M. 2011. The molecular basis of working mechanism of natural polyphenolic antioxidants. Food Chemistry 125 : 288–306. Li C et al. 2007. Flavonoid composition and antioxidant activity of tree peony (Paeonia section moutan) yellow flowers. Journal of Agricultural and Food Chemistry 57 : 8496–8503. Liu J et al. 2011. The antioxidant and free-radical scavenging activities of extract and fractions from corn silk (Zea mays L.) and related flavone glycosides. Food Chemistry 126 : 261–269. Manian R, Anusuya N, Siddhuraju P, Manian S. 2008. The antioxidant activity and free radical scavenging potential of two different solvent extracts of Camellia sinensis (L.) O. Kuntz, Ficus bengalensis L. and Ficus racemosa L. Food Chemistry 107 : 1000–1007. McWlliams M. 1997. Foods Experimental Perspectives. Third Edition. New Jersey : Merrill. an Imprint of Prentice Hall. Min B, Nam KC, Ahn DU. 2010. Catalytic mechanisms of metmyoglobin on the oxidation of lipids in phospholipids liposome model system. Food Chemistry 123 : 231-236. Nakiboglu M, Urek RO, Kayali HA, Tarhan L. 2007. Antioxidant capacities of endemic Sideritis sipylea and Origanum sipyleum from Turkey. Food Chemistry 104 : 630–635. Nystrom L et al. 2007. A comparison of the antioxidant properties of steryl ferulates with tocopherol at high temperatures. Food Chemistry 101 : 947–954. Rice-Evans CA, Miller NJ, Paganga G. 1997. Antioxidant properties of phenolic compounds . Trends in plants science 2(4) : 152-159. Rukmiasih. 2011. Penurunan bau amis (off-odor) daging itik lokal dengan pemberian daun beluntas (Pluchea indica Less) dalam pakan dan dampaknya 77 terhadap performa [disertasi] Bogor : Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Sahreen S, Khan MR, Khan RA. 2010. Evaluation of antioxidant activities of various solvent extracts of Carissa opaca fruits. Food Chemistry 122 : 1205–1211. Skerget M et al. 2005. Phenols, proanthocyanidins, flavones and flavonols in some plant materials and their antioxidant activities. Food Chemistry 89 : 191-198. South PK, Miller DD. 1998. Iron binding by tannic acid: selected ligands. Food Chemisrry 63(2) : 167-172. Subhasree B et al. 2009. Evaluation of antioxidant potential in selected green leafy vegetables. Food Chemistry 115 : 1231-1220. Tapas A, Sakarkar DM, Kakde RB. 2008. Flavonoids as nutraceuticals: a review. Tropical Journal of Pharmaceutical Research 7(3) : 1089-1099. Vrchovska V et al. 2006. Antioxidative properties of tronchuda cabbage (Brassica oleracea L. var. costata DC) external leaves against DPPH, superoxide radical, hydroxyl radical and hypochlorous acid. Food Chemistry 98 : 416–425. Wong SP, Leong LP, Koh JHW. 2006b. Antioxidant activities of aqueous extracts of selected plants. Food Chemistry 99 : 775–783. Xu G et al. 2011. Interaction of fatty acids with oxidation of cholesterol and bsitosterol. Food Chemistry 124 : 162–170. Yu Lin H, Kuo YH, Lin YL, Chiang W. 2009. Antioxidative effect and active component from leaves of lotus (Nelumbo nucifera). Journal of Agricultural and Food Chemistry 57 : 6623-6629. Zhang OF, Zhang ZR, Cheung HY. 2009. Analytical methods antioxidant activity of rhizoma Smilacis glabrae extracts and its key constituent-astilbin. Food Chemistry 115 : 297–303. Zhu KX et al. 2010. Antioxidant activities and total phenolic contents of various extracts from defatted wheat germ. Food Chemistry 126 : 1122-1126.