BAB I Pendahuluan Korosi selama ini memberikan kontribusi yang besar sebagai penyebab kegagalan peralatan industri. Departemen Perdagangan Amerika Serikat pada tahun 1982 melaporkan kerugian akibat korosi mencapai $126 milyar per tahun. Saat ini nilai itu diperkirakan mencapai lebih dari $200 milyar per tahun, sudah termasuk sekitar 30% lebih kerugian yang telah dapat dicegah dengan melakukan pengendalian korosi yang tepat. Di Indonesia, nilai kerugian akibat korosi ini diperkirakan mencapai $2 milyar per tahun [1]. Korosi juga menjadi penyebab kegagalan terbesar (47%) pada pipeline, berdasarkan data lapangan minyak Gulf Mexico [2]. Memahami akar penyebab kegagalan akibat korosi yang terjadi dari permukaan luar struktur (korosi eksternal) maupun dari permukaan dalam (korosi internal) serta sistem pengelolaannya, baik menyangkut aspek kegagalan peralatan/komponen maupun manajemen yang harus dilakukan agar korosi sedemikian tidak berulang, merupakan hal yang akan ditekankan disini. I.1 Latar Belakang Permalasalahan-permasalahan korosi dalam industri minyak dan gas banyak terjadi dari perspektif yang keliru terhadap manajemen korosi. Manajemen korosi terkadang dipandang sebagai bagian organisasi yang hanya mengelola beberapa aktifitas rutin terkait desain, inspeksi dan pemeliharaan peralatan-peralatan industri. Hal ini mengakibatkan timbulnya kesulitan dan kelambanan dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan korosi baru yang muncul selama operasi berjalan, sehingga umur pakai suatu peralatan industri yang seharusnya bisa dipertahankan atau bahkan diperpanjang, malah menjadi berkurang. Permasalahan ini dapat terjadi karena tidak adanya metode aplikatif yang dapat mengintegrasikan konsep manajemen korosi, manajemen resiko dan pemeliharaan serta optimasi analisa korosi oleh personil yang berkecimpung di bagian korosi. Padahal, sistem manajemen korosi 1 seharusnya dipandang sebagai sebuah metode yang memberikan manfaat dan keuntungan bagi lingkungan, safety, produktifitas dan kualitas. Oleh karena itu, diperlukan suatu konsep standar sistem terintegrasi yang dapat diaplikasikan untuk industri yang kompleks sekaligus memberi gambaran bagaimana kebijakan korosi harus dirumuskan oleh pihak-pihak yang terikut dalam manajemen safety dan integritas asset. Dengan demikian, diharapkan akan didapat keuntungan dan manfaat, baik bagi industri maupun kemajuan teknologi, manajemen sefety dan keandalan asset-asset industri. Salah satu asset penting untuk transmisi dan disrtibusi dalam industri perminyakan adalah pipa penyalur (pipeline), terlebih belasan ribu kilometer pipa terbentang di darat mapun lepas pantai Indonesia. Karena permasalahan yang beragam pada pipeline, diperlukan perhatian khusus dalam bentuk sistem manajemen integritas pipeline, yang sistem manajemen korosi menjadi bagian darinya. Dalam sejarah kegagalan upstream pipeline di Alberta, secara statistik tercatat 0,01 kegagalan pipeline/km/tahun, dan korosi internal berkontribusi paling besar (Gambar I.1). Berdasarkan pertimbangan ini, dalam penelitian ini dipilih contoh kasus pada pipa penyalur gas yang beresiko to- of-line corrosion (TLC). Internal Corrosion 65% Gambar I.1 Sejarah laju kegagalan pipeline di Alberta [3] 2 I.2 Rumusan Masalah TLC menyebabkan penipisan pada pipa, baik penipisan yang diikuti masa stabilisasi (penipisan 5 – 8 mm antara 6 sampai 18 bulan pertama produksi yang kemudian turun secara cepat dan stabil dengan laju korosi kurang dari 0,5 mm/tahun) [4], maupun yang tidak (kedalaman penipisan 4 – 6 mm, tanpa ada stabilisasi laju korosi relatif walaupun telah 14 tahun berproduksi) [5]. Laju korosi tanpa adanya inhibisi korosi mencapai 24 – 44 mm/tahun), sedangkan bila diinhibisi dengan ketersedian inhibitor 95%, laju korosi yang tersisa paling sedikit sebesar 1 – 2,2 mm/tahun [5]. Dengan corrosion allowance 10 mm, pengendalian TLC pada pipa baja karbon yang praktis hanya mengandalkan chemical treatment ini hanya bertahan 4,6 – 10 tahun, berbeda jauh dari perkiraan awal yang ditujukan untuk usia pakai 20 tahun. Dari hal tersebut, maka perlu panduan praktikal untuk mengoptimalkan manajemen korosi dan teknologi proteksinya agar kinerja pipeline sesuai yang diinginkan. I.3 Tujuan Penelitian ini ditujukan untuk mengembangkan sistem manajemen korosi berbasis keandalan, dengan contoh aplikasi untuk salah satu pipa penyalur gas lepas pantai yang beresiko top-of-line corrosion. Dengan mengidentifikasi permasalahan korosi dan sistematika manajemen korosi berdasarkan kinerja (keandalan) pipa penyalur, diharapkan dapat diketahui solusi yang paling efektif, efisien dan optimal untuk memperhankan/memperpanjang usia pakai dan usia kerja pipa penyalur tersebut. I.4 Sistematika Pembahasan Alur pikir metodologi penelitian ini mengikuti beberapa tahapan berikut : a. Pembelajaran sistem manajemen korosi dan analisa resiko b. Pengumpulan data terkait korosi pada pipa penyalur gas lepas pantai dari salah satu industri perminyakan c. Pengembangan sistem manajemen korosi berbasis keandalan dan metode implementasinya untuk peralatan (pipa) yang ditinjau d. Pembahasan, kesimpulan dan saran. 3