BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan yang telah tercantum pada Sistem Kesehatan Nasional adalah suatu upaya penyelenggaraan kesehatan yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia guna mendapatkan kemampuan hidup sehat bagi setiap masyarakat agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal yang mana dikatakan bahwa peningkatan derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu lingkungan, pelayanan kesehatan, tindakan serta bawaan (congenital) (Depkes RI, 2002). Keadaan lingkungan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat. Banyak aspek kesejaheraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak penyakit dapat dimulai, didukung, ditopang, atau dirangsang oleh faktor lingkungan. Hal ini berarti bahwa interaksi antara manusia dengan lingkungannya merupakan komponen penting dari kesehatan karena manusia memerlukan daya dukung unsurunsur lingkungan untuk kelangsungan hidupnya misalnya, udara, air, makanan, sandang papan, dan seluruh kebutuhan manusia harus diambil dari lingkungannya. Kesehatan manusia hanya dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan jika manusia tersebut terpapar (exposed) terhadap faktor lingkungan pada tingkat yang tidak dapat ditenggang keberadaannya (Mulia dan Ricki, 2005). Rumah berperan sangat penting dalam kehidupan manusia, di mana nilai-nilai sebuah keluarga berlangsung, menjadi ruang manusia mengekspresikan cara menjalani hidup, berkomunikasi, berinteraksi dengan orang-orang terdekatnya. Masalah rumah dan pemukiman di Indonesia berakar dari pergeseran konsentrasi penduduk dari desa ke kota. Pertumbuhan penduduk kota di Indonesia yang cukup tinggi, sekitar 4% pertahun, lebih tinggi dari pertumbuhan nasional, dan cenderung akan terus meningkat. Ketidaksesuaian antara tingkat kemampuan dengan kebutuhan sumber daya manusia untuk lapangan kerja yang mengakibatkan timbulnya kelas sosial yang tingkat ekonominya sangat rendah. Hal ini akan berpengaruh terhadap 1 2 kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, dan papan yang sangat minim. Rumah dan tempat hunian mereka tidak lebih merupakan tempat untuk tetap survive dengan kualitas rumah yang dianggap rendah dan tidak memenuhi standar hidup yang layak, sehingga akan menimbulkan akibat-akibat yang buruk bagi kesehatan dan merupakan sumber yang potensial terhadap penyakit infeksi (Kasjono, 2011). Saluran pernapasan merupakan jalur pemaparan yang paling penting pada lingkungan fisik rumah yang tidak memadai misalnya pencahayaan, ventilasi, kepadatan hunian, jenis lantai, jenis rumah, jenis dinding, kelembaban, suhu, keberadaan langit-langit rumah, volume udara ruang, keberadaan lubang pengeluaran asap dapur, dan letak dapur dengan rumah induk. Berbagai jenis agent dapat terbawa dalam lingkungan yang buruk. Efek paparan melalui saluran pernapasan sangat beragam, tergantung pada konsentrasi dan lamanya pemaparan serta status kesehatan orang yang terpapar. Salah satu penyakit gangguan pernapasan yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan fisik rumah adalah penyakit pneumonia. Hal ini sesuai dengan penelitian, bahwa jenis lantai, jenis tembok, jenis atas, kepadatan hunian, dan bahan bakar menunjukkan tingkat kemaknaan terhadap kepemilikan rumah sehat (Lubis dkk., 1996). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) menyatakan bahwa kabupaten/kota wajib menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai SPM yang telah ditetapkan, salah satunya adalah pneumonia Berdasarkan Data Seksi Kesehatan Lingkungan Bidang Kesmas (2011), terdapat 303.305 rumah di Kabupaten Klaten, dan yang diperiksa sebanyak 170.160 rumah. Dari hasil pemeriksaan tersebut yang memenuhi kriteria rumah sehat ada 132.873 rumah atau sebesar 78,1 persen. Menurut WHO dan UNICEF (2006), pneumonia merupakan pembunuh anak paling utama yang terlupakan (major “forgotten killer of children”). Pneumonia merupakan penyebab kematian yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan total kematian akibat AIDS, malaria dan campak. Setiap tahun, lebih dari 2 juta anak meninggal karena pneumonia, berarti 1 dari 5 orang balita meninggal di dunia. Pneumonia merupakan penyebab kematian yang paling sering, terutama di negara 3 dengan angka kematian tinggi. Hampir semua kematian akibat pneumonia (99,9%), terjadi di negara berkembang dan kurang berkembang (least developed). Indonesia merupakan salah satu diantara ke 15 negara tersebut dan menduduki tempat ke-6 dengan jumlah kasus sebanyak 6 juta. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) dari Departemen Kesehatan tahun 1992, 1995 dan 2001 menunjukkan bahwa pneumonia mempunyai kontribusi besar terhadap kematian bayi dan anak. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, insiden tertinggi pneumonia balita terdapat pada kelompok umur 12-23 bulan sebesar 21,7%. Sumber : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI Tahun 2013 Gambar 1. Insidens Pneumonia per 1000 Balita Menurut Kelompok Umur di Indonesia tahun 2013 Cakupan Pneumonia pada balita tahun 2010 sebesar 23% dengan jumlah kasus yang ditemukan sebanyak 499.259 kasus. Berikut ini merupakan angka cakupan penemuan Pneumonia balita menurut propinsi tahun 2010. 4 Sumber: Ditjen PP & PL Kemenkes RI 2011 Gambar 2. Cakupan Penemuan Pneumonia Balita Menurut Propinsi di Indonesia Tahun 2010. Pada tingkat propinsi, dapat diketahui bahwa tiga propinsi dengan cakupan tertinggi berturut-turut adalah Propinsi NTB sebesar 64,49%, Kalimantan Selatan sebesar 49,6 % dan Jawa barat sebesar 48,65%. Sedangkan tiga propinsi dengan cakupan terendah adalah Propinsi Bengkulu sebesar 1,68%, Kepulauan Riau sebesar 1,91% dan Aceh sebesar 3,53%. Indikator nasional cakupan penemuan penderita pneumonia tahun 2009 sebesar 86%. Kondisi di Jawa Tengah pada tahun 2009 cakupan penemuan pneumonia mencapaii 26,76%. Perkiraan jumlah balita tahun 2009 sebanyak 4.423.370 balita, dengan jumlah pneumonia 69.619. 5 Sumber: Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah 2009 Gambar 3. Cakupan Penanganan Kasus Pneumonia Balita Di Propinsi Jawa Tengah Tahun 2005 - 2009 Cakupan penemuan penderita Pneumonia Balita di Propinsi Jawa Tengah tahun 2009 sebesar 25,96% mengalami peningkatan bila dibanding cakupan tahun 2008 yang mencapai 23,63%. Cakupan penemuan dan penanganan penderita penyakit ini masih jauh dari target Standar Pelayanan Minimal tahun 2010 yaitu 100% (Biro Hukum dan Organisasi Setjen Depkes RI, 2008). Di Kabupaten Klaten berdasarkan hasil pencatatan dan pelaporan dari 34 puskesmas menunjukkan situasi jumlah kasus pneumonia balita dalam 3 tahun terakhir (2009-2011) terlihat dalam grafik 4. berikut: Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten Tahun 2009-2011 Gambar 4. Jumlah Kasus Pneumonia Di Kabupaten Klaten Propinsi Jawa Tengah Tahun 2009 - 2011. 6 Berdasarkan grafik 4. di atas menunjukkan bahwa selama 3 tahun terakhir jumlah kasus pneumonia mengalami peningkatan pada tahun 2009 hingga tahun 2011. Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten Tahun 2009-2011 Gambar 5. Proporsi Kasus Pneumonia Balita Di Kabupaten Klaten Propinsi Jawa Tengah Tahun 2009 - 2011 Berdasarkan gambar 5. menunjukkan bahwa pada tahun 2009 proporsi pneumonia di Kabupaten Klaten sebesar 1,21%, namun pada tahun 2011 mengalami kenaikan dari 0,92% pada tahun 2010 menjadi 1,29% tahun 2011. 7 Tabel 1. Persentase Rumah Sehat Menurut Kecamatan di Kabupaten Klaten Tahun 2011 No. Kecamatan 1 Prambanan Puskesmas Jumlah yang ada 6.234 6.677 2 10.802 Gantiwarno 3 11.182 Wedi 4 14.922 Bayat 5 7.288 Cawas 8.567 6 9.205 Trucuk 9.358 7 8.743 Kalikotes 8 4.648 Kebonarum 9 7.421 Jogonalan 6.886 10 9.975 Manisrenggo 11 8.355 Karangnongko 12 10.496 Ngawen 13 7.856 Ceper 9.007 14 12.028 Pedan 15 9.770 Karangdowo 16 11.984 Juwiring 17 7.291 Wonosari 8.841 18 10.628 Delanggu 19 9.242 Polanharjo 20 10.459 Karanganom 21 6.227 Tulung 6.204 22 7.114 Jatinom 6.756 23 9.544 Kemalang 24 10.072 Klaten Selatan 25 9.005 Klaten Tengah 26 10.518 Klaten Utara Jumlah 303.305 Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten Tahun 2011 Prambanan Kebondalem Lor Gantiwarno Wedi Bayat Cawas I cawas II Trucuk I Trucuk II Kalikotes Kebonarum Jogonalan I Jogonalan II Manisrenggo Karangnongko Ngawen Ceper Jambukulon Pedan Karangdowo Juwiring Wonosari I Wonosari II Delanggu Polanharjo Karanganom Tulung Majegan Jatinom Kayumas Kemalang Klaten Selatan Klaten Tengah Klaten Utara Jumlah yang diperiksa Rumah Diperiksa (%) Jumlah yang sehat Rumah sehat (%) 5.055 4.712 6.046 8.866 7.332 7.255 5.578 6.170 6.282 4.599 3.947 5.208 2.648 4.076 3.107 1.882 3.584 4.700 7.122 3.968 9.637 1.388 3.297 8.442 6.806 5.365 6.227 2.502 3.905 2.400 955 7.991 5.937 3.171 170.160 81,1 70,6 56,0 79,3 49,1 99,5 65,1 67,0 67,1 52,6 84,9 70,2 38,5 40,9 37,2 17,9 45,6 52,2 59,2 40,6 80,4 19,0 37,3 79,4 73,6 51,3 100,0 40,3 54,9 35,5 10,0 79,3 65,9 30,1 56,8 4.403 3.704 5.714 8.571 5.998 3.236 4.220 5.506 5.394 4.463 3.336 4.972 1.876 2.556 1.827 1.243 3.162 4.480 5.376 2.577 5.899 1.073 2.746 7.778 4.735 3.985 4.362 1.446 1.371 1.943 766 6.039 3.348 2.768 132.873 87,1 78,6 94,5 96,7 81,8 44,6 75,7 89,2 85,9 97,0 84,5 95,5 70,8 62,7 58,8 66,0 88,2 95,3 75,5 64,9 61,2 77,3 83,3 92,1 69,6 74,3 70,0 57,8 35,1 81,0 80,2 75,6 56,4 87,3 76,3 8 Dari tabel 1. di atas menunjukkan bahwa persentase rumah sehat di Kabupaten Klaten tahun 2011 masih banyak yang jauh dari harapan nasional sebesar 80% (Depkes, 2003). Puskesmas dengan persentase rumah sehat yang belum mencapai harapan nasional sebesar 80% antara lain Kebondalem Lor, Cawas 1, Cawas 2, Jogonalan 2, Manisrenggo, Karangnongko, Ngawen, Pedan, Karangdowo, Juwiring, Wonosari 1, Polanharjo, Karanganom, Tulung, Majegan, Jatinom, Klaten Selatan, dan Klaten Tengah. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara kejadian Pneumonia dengan lingkungan fisik rumah pada anak usia di bawah 5 tahun di Kabupaten Klaten Propinsi Jawa Tengah, sehingga dapat dengan segera dilakukan penanganan yang baik berdasarkan faktor risiko yang pengaruhnya sangat besar terhadap kejadian pneumonia dan memberi kontribusi terhadap pemerintah daerah dalam peningkatan kualitas rumah yang memenuhi syarat kesehatan meskipun perumahan sederhana. B. Rumusan Masalah Apakah terdapat hubungan antara kejadian Pneumonia dengan lingkungan fisik rumah pada anak usia di bawah 5 tahun di Kabupaten Klaten Propinsi Jawa Tengah ? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan antara kejadian Pneumonia dengan lingkungan fisik rumah pada anak usia di bawah 5 tahun di Kabupaten Klaten Propinsi Jawa Tengah. 2. Tujuan Khusus Untuk mengetahui hubungan antara kejadian pneumonia dengan ventilasi rumah, kelembaban, suhu, atap rumah, jenis lantai, jenis dinding, kepadatan hunian, keberadaan lubang pengeluaran asap dapur, letak dapur, keberadaan langit-langit rumah, dan kebersihan perabotan rumah pada anak usia di bawah 5 tahun di Kabupaten Klaten Propinsi Jawa Tengah. 9 D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sebagai masukan kepada masyarakat tentang persyaratan lingkungan fisik rumah sehat. 2. Memberi masukan kepada tenaga kesehatan di Kabupaten Klaten Propinsi Jawa Tengah dalam pengawasan kualitas kesehatan lingkungan pemukiman penduduk di wilayahnya. 3. Sebagai informasi yang dapat dijadikan referensi bagi pengembangan ilmu atau penelitian lebih lanjut. E. Keaslian Penelitian Penelitian yang hampir sama dengan judul penelitian ini adalah: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Semedi (2001), tentang Faktor-Faktor Risiko Kejadian Pneumonia Pada Anak Balita Di Kawasan Perbukitan Menoreh Kabupaten Kulon Progo. Desain penelitian unmatched case control study, dengan variabel yang diteliti adalah status gizi, status imunisasi, pemberian vitamin A, umur balita, jenis kelamin, tingkat penghasilan, tipe rumah, bahan bakar, kelembaban, letak dapur, obat nyamuk, pendidikan ibu, dan umur ibu. Letak perbedaan dengan penelitian ini adalah pada penelitian Semedi variabel penelitian lubang pengeluaran asap dapur, suhu, jenis dinding, jenis lantai, kebersihan perabotan rumah, dan padatan hunian tidak dilakukan penelitian, sedangkan pada penelitian ini tidak dilakukan penelitian pada variabel status gizi kurang, imunisasi tidak lengkap, vitamin A tidak lengkap, umur <2 tahun, jenis kelamin laki-laki, jumlah penghasilan, bahan bakar kayu/arang, obat nyamuk >3 hari per minggu, pendidikan ibu rendah, dan umur ibu <20 tahun. Selain itu, perbedaan juga terletak pada lokasi, waktu, besar sampel penelitian dan desain penelitian. Persamaan dengan penelitian ini adalah terletak pada subjek penelitian yaitu anak balita 0-<5 tahun 10 2. Penelitian yang dilakukan oleh Yulianti (2001), tentang Faktor Risiko Kejadian Pneumonia Pada Anak Balita Di Kota Banjarmasin. Desain penelitian case control study dengan variabel yang diteliti adalah status imunisasi, berat badan lahir, pemberian ASI eksklusif, suplementasi vitamin A, status gizi, kebiasaan merokok, jenis bahan bakar, lokasi dapur, lubang asap, obat nyamuk bakar, kepadatan hunian, ventilasi, kelembaban, penghasilan orang tua, dan tingkat pendidikan ibu. Letak perbedaan dengan penelitian Yulianti variabel penelitian suhu, jenis rumah, jenis dinding, kebersihan perabotan rumah, dan jenis lantai, serta lokasi dan waktu penelitian. Sedangkan dalam penelitian ini tidak melakukan penelitian pada variabel BBLR, ASI eksklusif, status gizi kurang, status imunisasi tidak lengkap, suplementasi vitamin A tidak sesuai kebutuhan, kebiasaan merokok, jenis bahan bakar kayu, penghasilan ibu, dan pendidikan orang tua. Persamaan dengan penelitian ini adalah terletak pada jenis penelitian observasional, desain penelitian case control study, populasi penelitian pada anak berumur <5 tahun. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Salam (2006), tentang Faktor Risiko Pneumonia Pada Balita Di Kabupaten Magelang Tahun 2005. Desain penelitian case control study dengan variab el yang diteliti adalah status gizi,status imunisasi, status ASI, status vitamin A, riwayat BBLR, kebiasaan merokok, konstruksi rumah, ventilasi rumah, kelembaban, kepadatan hunian, letak dapur, bahan bakar dapur, asap dapur, riwayat wheezing, pneumonia berulang, dan tingkat pendidikan ibu. Letak perbedaan dengan penelitian ini adalah pada penelitian Salam tidak dilakukan penelitian pada variabel suhu, jenis dinding, jenis lantai, kebersihan perabotan rumah, dan keberadaan lubang pengeluaran asap dapur, serta perbedaan lokasi dan waktu penelitian. Sedangkan dalam penelitian ini tidak melakukan penelitian pada variabel status gizi, status imunisasi, status ASI, status vitamin A, riwayat BBLR, kebiasaan merokok, bahan bakar dapur, riwayat wheezing, pneumonia berulang, dan status pendidikan ibu. Persamaan dengan penelitian ini adalah terletak pada desain penelitian case control study, dan populasi penelitian anak usia <5 tahun. 4. Penelitian yang dilakukan oleh Yunihasto (2007), tentang Lingkungan Rumah Balita Penderita Pneumonia Di Kecamatan Sukmajaya Kota Depok Propinsi Jawa 11 Barat. Desain penelitian case control study dengan variabel yang diteliti adalah faktor lingkungan fisik rumah yang terdiri dari: ventilasi, kelembaban, jenis lantai, jenis dinding, kepadatan penghuni, lubang asap dapur, letak dapur, dan kepemilikan langit-langit rumah, sedangkan faktor sumber pencemar dalam rumah meliputi: kebersihan perabotan, kebersihan lantai, jenis bahan bakar, bahan obat nyamuk, asap rokok, dan kebersihan langit-langit. Serta faktor perilaku ibu meliputi: membuka jendela, frekuensi membersihkan lantai, frekuensi membersihkan langit-langit, frekuensi membersihkan perabotan, posisi balita saat perabotan dibersihkan, posisi balita saat langit-langit dibersihkan, posisi balita saat menyapu lantai, anak berada didapur, frekuensi penggunaan obat nyamuk bakar, dekat dengan orang merokok. Letak perbedaan dengan penelitian ini adalah waktu, lokasi penelitian, dan besar sampel serta pada penelitian Yunihasto tidak melakukan penelitian pada variabel suhu ruang dan jenis rumah. Sedangkan pada penelitian ini tidak dilakukan penelitian pada hubungan sumber pencemar dalam rumah yang meliputi: kebersihan langit-langit, kebersihan lantai, bahan bakar memasak, bahan obat nyamuk, asap merokok dalam rumah. Sedangkan perilaku ibu antara lain: membuka jendela, frekuensi membersihkan lantai, frekuensi membersihkan langit-langit, posisi balita saat perabotan dibersihkan, posisi balita saat langit-langit dibersihkan, posisi balita saat menyapu lantai, anak berada di dapur, frekuensi penggunaan obat nyamuk, dan dekat orang merokok. Persamaan penelitian terletak pada populasi yang berusia di bawah 59 bulan (balita) dengan desain penelitian case control study. 5. Penelitian yang dilakukan oleh Fatarani (2009), tentang Lingkungan Fisik Rumah dan Pneumonia Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Argamakmur Kabupaten Bengkulu, dengan subjek penelitian adalah semua kasus pneumonia pada anak usia kurang dari 59 bulan. Desain penelitian case control study dengan variabel yang diteliti meliputi: ventilasi, jenis lantai, jenis dinding, kelembaban, langitlangit, letak dapur, kebersihan fisik perabotan, dan kepadatan hunian. Letak perbedaan dengan penelitian ini adalah terletak pada lokasi, waktu penelitian, teknik pengambilan sampel serta pada penelitian Fatarani tidak dilakukan 12 penelitian pada variabel penelitian lubang pengeluaran asap dapur dan suhu. Persamaan penelitian terletak pada desain penelitian case control study. 6. Pramudiyani dan Galuh (2011) tentang Hubungan antara Sanitasi Rumah dan Perilaku dengan Kejadian Pneumonia Balita. Desain penelitian cross sectional study. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kondisi rumah yang meliputi suhu rumah, kelembaban rumah, kondisi jendela, luas ventilasi kamar balita, jenis lantai rumah, kepadatan hunian kamar balita, serta perilaku yang meliputi membuka jendela setiap pagi dan siang hari, merokok, dan penggunaan obat nyamuk. Letak perbedaan dengan penelitian ini adalah pada penelitian Pramudiyani dan Galuh tidak dilakukan penelitian pada variabel dinding rumah, keberadaan langit-langit rumah, lubang asap dapur, letak dapur, dan kebersihan perabotan serta desain penelitian cross sectional study. Sedangkan dalam penelitian ini tidak melakukan penelitian pada variabel perilaku yang meliputi membuka jendela setiap pagi dan siang hari, merokok, dan penggunaan obat nyamuk serta desain penelitian case control study. Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel suhu rumah, kelembaban rumah, kondisi jendela, luas ventilasi kamar balita, jenis lantai rumah, kepadatan hunian kamar balita. 7. Penelitian yang dilakukan oleh Sartika dkk. (2011) tentang Faktor Lingkungan Rumah Dan Praktik Hidup Orang Tua Yang Berhubungan Dengan Kejadian Pneumonia Pada Anak Balita Di Kabupaten Kubu Raya. Desain penelitian cross sectional study dengan metode retrospective study. Variabel yang diteliti adalah jenis atap, jenis lantai, luas ventilasi, kepadatan hunian, kebiasaan membuka jendela, kebiasaan mencuci tangan, kebiasaan merokok, dan kebiasaan membersihkan rumah. Letak perbedaan dengan penelitian ini adalah pada penelitian Sartika tidak dilakukan penelitian pada variabel dinding rumah, keberadaan langit-langit rumah, lubang asap dapur, letak dapur, dan kebersihan perabotan serta desain penelitian cross sectional study. Sedangkan dalam penelitian ini tidak melakukan penelitian pada variabel kebiasaan membuka jendela, kebiasaan mencuci tangan, kebiasaan merokok, dan kebiasaan membersihkan rumah serta desain penelitian yang digunakan adalah case control. Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel kebiasaan merokok. 13 8. Penelitian yang dilakukan oleh Yulianti dkk. (2012) tentang Faktor-Faktor Lingkungan Fisik Rumah Yang Berhubungan Dengan Kejadian Pneumonia pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Pangandaran Kabupaten Ciamis. Desain penelitian case control study. Variabel yang diteliti adalah jenis dinding, jenis lantai, kondisi ventilasi, kepadatan hunian rumah, kepadatan hunian kamar, kondisi pencahayaan rumah, jenis bahan bakar masak, tingkat bahaya rokok, dan praktik penggunaan obat nyamuk bakar. Letak perbedaan dengan penelitian ini adalah pada penelitian Yulianti tidak dilakukan penelitian pada variabel keberadaan langit-langit rumah, lubang asap dapur, letak dapur, dan kebersihan perabotan. Sedangkan dalam penelitian ini tidak melakukan penelitian pada variabel kondisi pencahayaan rumah, jenis bahan bakar masak, tingkat bahaya rokok, dan praktik penggunaan obat nyamuk bakar. Persamaan dengan penelitian ini terletak pada desain penelitian yang digunakan yaitu case control study.