BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tujuan pembangunan kesehatan yang telah tercantum pada Sistem Kesehatan
Nasional adalah suatu upaya penyelenggaraan kesehatan yang dilaksanakan oleh
bangsa Indonesia guna mendapatkan kemampuan hidup sehat bagi setiap masyarakat
agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal yang mana dikatakan bahwa
peningkatan derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
lingkungan, pelayanan kesehatan, tindakan serta bawaan (congenital) (Depkes RI,
2002).
Keadaan lingkungan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat.
Banyak aspek kesejaheraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak
penyakit dapat dimulai, didukung, ditopang, atau dirangsang oleh faktor lingkungan.
Hal ini berarti bahwa interaksi antara manusia dengan lingkungannya merupakan
komponen penting dari kesehatan karena manusia memerlukan daya dukung unsurunsur lingkungan untuk kelangsungan hidupnya misalnya, udara, air, makanan,
sandang papan, dan seluruh kebutuhan manusia harus diambil dari lingkungannya.
Kesehatan manusia hanya dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan jika manusia
tersebut terpapar (exposed) terhadap faktor lingkungan pada tingkat yang tidak dapat
ditenggang keberadaannya (Mulia dan Ricki, 2005).
Rumah berperan sangat penting dalam kehidupan manusia, di mana nilai-nilai
sebuah keluarga berlangsung, menjadi ruang manusia mengekspresikan cara
menjalani hidup, berkomunikasi, berinteraksi dengan orang-orang terdekatnya.
Masalah rumah dan pemukiman di Indonesia berakar dari pergeseran konsentrasi
penduduk dari desa ke kota. Pertumbuhan penduduk kota di Indonesia yang cukup
tinggi, sekitar 4% pertahun, lebih tinggi dari pertumbuhan nasional, dan cenderung
akan terus meningkat. Ketidaksesuaian antara tingkat kemampuan dengan kebutuhan
sumber daya manusia untuk lapangan kerja yang mengakibatkan timbulnya kelas
sosial yang tingkat ekonominya sangat rendah. Hal ini akan berpengaruh terhadap
1
2
kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, dan papan yang sangat minim. Rumah dan
tempat hunian mereka tidak lebih merupakan tempat untuk tetap survive dengan
kualitas rumah yang dianggap rendah dan tidak memenuhi standar hidup yang layak,
sehingga akan menimbulkan akibat-akibat yang buruk bagi kesehatan dan merupakan
sumber yang potensial terhadap penyakit infeksi (Kasjono, 2011).
Saluran pernapasan merupakan jalur pemaparan yang paling penting pada
lingkungan fisik rumah yang tidak memadai misalnya pencahayaan, ventilasi,
kepadatan hunian, jenis lantai, jenis rumah, jenis dinding, kelembaban, suhu,
keberadaan langit-langit rumah, volume udara ruang, keberadaan lubang pengeluaran
asap dapur, dan letak dapur dengan rumah induk. Berbagai jenis agent dapat terbawa
dalam lingkungan yang buruk. Efek paparan melalui saluran pernapasan sangat
beragam, tergantung pada konsentrasi dan lamanya pemaparan serta status kesehatan
orang yang terpapar. Salah satu penyakit gangguan pernapasan yang dipengaruhi
oleh kondisi lingkungan fisik rumah adalah penyakit pneumonia. Hal ini sesuai
dengan penelitian, bahwa jenis lantai, jenis tembok, jenis atas, kepadatan hunian, dan
bahan bakar menunjukkan tingkat kemaknaan terhadap kepemilikan rumah sehat
(Lubis dkk., 1996).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman
Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) menyatakan bahwa
kabupaten/kota wajib menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai SPM yang telah
ditetapkan, salah satunya adalah pneumonia
Berdasarkan Data Seksi Kesehatan Lingkungan Bidang Kesmas (2011),
terdapat 303.305 rumah di Kabupaten Klaten, dan yang diperiksa sebanyak 170.160
rumah. Dari hasil pemeriksaan tersebut yang memenuhi kriteria rumah sehat ada
132.873 rumah atau sebesar 78,1 persen.
Menurut WHO dan UNICEF (2006), pneumonia merupakan pembunuh anak
paling utama yang terlupakan (major “forgotten killer of children”). Pneumonia
merupakan penyebab kematian yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan total
kematian akibat AIDS, malaria dan campak. Setiap tahun, lebih dari 2 juta anak
meninggal karena pneumonia, berarti 1 dari 5 orang balita meninggal di dunia.
Pneumonia merupakan penyebab kematian yang paling sering, terutama di negara
3
dengan angka kematian tinggi. Hampir semua kematian akibat pneumonia (99,9%),
terjadi di negara berkembang dan kurang berkembang (least developed).
Indonesia merupakan salah satu diantara ke 15 negara tersebut dan
menduduki tempat ke-6 dengan jumlah kasus sebanyak 6 juta. Survei Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) dari Departemen Kesehatan tahun 1992, 1995 dan 2001
menunjukkan bahwa pneumonia mempunyai kontribusi besar terhadap kematian bayi
dan anak.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
tahun 2013, insiden
tertinggi pneumonia balita terdapat pada kelompok umur 12-23 bulan sebesar 21,7%.
Sumber : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI Tahun 2013
Gambar 1. Insidens Pneumonia per 1000 Balita Menurut Kelompok Umur di
Indonesia tahun 2013
Cakupan Pneumonia pada balita tahun 2010 sebesar 23% dengan jumlah
kasus yang ditemukan sebanyak 499.259 kasus. Berikut ini merupakan angka
cakupan penemuan Pneumonia balita menurut propinsi tahun 2010.
4
Sumber: Ditjen PP & PL Kemenkes RI 2011
Gambar 2. Cakupan Penemuan Pneumonia Balita Menurut Propinsi di Indonesia
Tahun 2010.
Pada tingkat propinsi, dapat diketahui bahwa tiga propinsi dengan cakupan
tertinggi berturut-turut adalah Propinsi NTB sebesar 64,49%, Kalimantan Selatan
sebesar 49,6 % dan Jawa barat sebesar 48,65%. Sedangkan tiga propinsi dengan
cakupan terendah adalah Propinsi Bengkulu sebesar 1,68%, Kepulauan Riau sebesar
1,91% dan Aceh sebesar 3,53%.
Indikator nasional cakupan penemuan penderita pneumonia tahun 2009
sebesar 86%. Kondisi di Jawa Tengah pada tahun 2009 cakupan penemuan
pneumonia mencapaii 26,76%. Perkiraan jumlah balita tahun 2009 sebanyak
4.423.370 balita, dengan jumlah pneumonia 69.619.
5
Sumber: Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah 2009
Gambar 3. Cakupan Penanganan Kasus Pneumonia Balita Di Propinsi
Jawa Tengah Tahun 2005 - 2009
Cakupan penemuan penderita Pneumonia Balita di Propinsi Jawa Tengah
tahun 2009 sebesar 25,96% mengalami peningkatan bila dibanding cakupan tahun
2008 yang mencapai 23,63%. Cakupan penemuan dan penanganan penderita
penyakit ini masih jauh dari target Standar Pelayanan Minimal tahun 2010 yaitu
100% (Biro Hukum dan Organisasi Setjen Depkes RI, 2008).
Di Kabupaten Klaten berdasarkan hasil pencatatan dan pelaporan dari 34
puskesmas menunjukkan situasi jumlah kasus pneumonia balita dalam 3 tahun
terakhir (2009-2011) terlihat dalam grafik 4. berikut:
Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten Tahun 2009-2011
Gambar 4. Jumlah Kasus Pneumonia Di Kabupaten Klaten Propinsi Jawa Tengah
Tahun 2009 - 2011.
6
Berdasarkan grafik 4. di atas menunjukkan bahwa selama 3 tahun terakhir
jumlah kasus pneumonia mengalami peningkatan pada tahun 2009 hingga tahun
2011.
Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten Tahun 2009-2011
Gambar 5. Proporsi Kasus Pneumonia Balita Di Kabupaten Klaten
Propinsi Jawa Tengah Tahun 2009 - 2011
Berdasarkan gambar 5. menunjukkan bahwa pada tahun 2009 proporsi
pneumonia di Kabupaten Klaten sebesar 1,21%, namun pada tahun 2011 mengalami
kenaikan dari 0,92% pada tahun 2010 menjadi 1,29% tahun 2011.
7
Tabel 1. Persentase Rumah Sehat Menurut Kecamatan di Kabupaten Klaten Tahun 2011
No.
Kecamatan
1
Prambanan
Puskesmas
Jumlah
yang ada
6.234
6.677
2
10.802
Gantiwarno
3
11.182
Wedi
4
14.922
Bayat
5
7.288
Cawas
8.567
6
9.205
Trucuk
9.358
7
8.743
Kalikotes
8
4.648
Kebonarum
9
7.421
Jogonalan
6.886
10
9.975
Manisrenggo
11
8.355
Karangnongko
12
10.496
Ngawen
13
7.856
Ceper
9.007
14
12.028
Pedan
15
9.770
Karangdowo
16
11.984
Juwiring
17
7.291
Wonosari
8.841
18
10.628
Delanggu
19
9.242
Polanharjo
20
10.459
Karanganom
21
6.227
Tulung
6.204
22
7.114
Jatinom
6.756
23
9.544
Kemalang
24
10.072
Klaten Selatan
25
9.005
Klaten Tengah
26
10.518
Klaten Utara
Jumlah
303.305
Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten Tahun 2011
Prambanan
Kebondalem Lor
Gantiwarno
Wedi
Bayat
Cawas I
cawas II
Trucuk I
Trucuk II
Kalikotes
Kebonarum
Jogonalan I
Jogonalan II
Manisrenggo
Karangnongko
Ngawen
Ceper
Jambukulon
Pedan
Karangdowo
Juwiring
Wonosari I
Wonosari II
Delanggu
Polanharjo
Karanganom
Tulung
Majegan
Jatinom
Kayumas
Kemalang
Klaten Selatan
Klaten Tengah
Klaten Utara
Jumlah yang
diperiksa
Rumah
Diperiksa
(%)
Jumlah
yang sehat
Rumah
sehat (%)
5.055
4.712
6.046
8.866
7.332
7.255
5.578
6.170
6.282
4.599
3.947
5.208
2.648
4.076
3.107
1.882
3.584
4.700
7.122
3.968
9.637
1.388
3.297
8.442
6.806
5.365
6.227
2.502
3.905
2.400
955
7.991
5.937
3.171
170.160
81,1
70,6
56,0
79,3
49,1
99,5
65,1
67,0
67,1
52,6
84,9
70,2
38,5
40,9
37,2
17,9
45,6
52,2
59,2
40,6
80,4
19,0
37,3
79,4
73,6
51,3
100,0
40,3
54,9
35,5
10,0
79,3
65,9
30,1
56,8
4.403
3.704
5.714
8.571
5.998
3.236
4.220
5.506
5.394
4.463
3.336
4.972
1.876
2.556
1.827
1.243
3.162
4.480
5.376
2.577
5.899
1.073
2.746
7.778
4.735
3.985
4.362
1.446
1.371
1.943
766
6.039
3.348
2.768
132.873
87,1
78,6
94,5
96,7
81,8
44,6
75,7
89,2
85,9
97,0
84,5
95,5
70,8
62,7
58,8
66,0
88,2
95,3
75,5
64,9
61,2
77,3
83,3
92,1
69,6
74,3
70,0
57,8
35,1
81,0
80,2
75,6
56,4
87,3
76,3
8
Dari tabel 1. di atas menunjukkan bahwa persentase rumah sehat di Kabupaten
Klaten tahun 2011 masih banyak yang jauh dari harapan nasional sebesar 80% (Depkes,
2003). Puskesmas dengan persentase rumah sehat yang belum mencapai harapan
nasional sebesar 80% antara lain Kebondalem Lor, Cawas 1, Cawas 2, Jogonalan 2,
Manisrenggo, Karangnongko, Ngawen, Pedan, Karangdowo, Juwiring, Wonosari 1,
Polanharjo, Karanganom, Tulung, Majegan, Jatinom, Klaten Selatan, dan Klaten
Tengah.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk
mengetahui hubungan antara kejadian Pneumonia dengan lingkungan fisik rumah
pada anak usia di bawah 5 tahun di Kabupaten Klaten Propinsi Jawa Tengah,
sehingga dapat dengan segera dilakukan penanganan yang baik berdasarkan faktor
risiko yang pengaruhnya sangat besar terhadap kejadian pneumonia dan memberi
kontribusi terhadap pemerintah daerah dalam peningkatan kualitas rumah yang
memenuhi syarat kesehatan meskipun perumahan sederhana.
B. Rumusan Masalah
Apakah terdapat hubungan antara kejadian Pneumonia dengan lingkungan
fisik rumah pada anak usia di bawah 5 tahun di Kabupaten Klaten Propinsi Jawa
Tengah ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara kejadian Pneumonia dengan
lingkungan fisik rumah pada anak usia di bawah 5 tahun di Kabupaten Klaten
Propinsi Jawa Tengah.
2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui hubungan antara kejadian pneumonia dengan ventilasi
rumah, kelembaban, suhu, atap rumah, jenis lantai, jenis dinding, kepadatan
hunian, keberadaan lubang pengeluaran asap dapur, letak dapur, keberadaan
langit-langit rumah, dan kebersihan perabotan rumah pada anak usia di bawah 5
tahun di Kabupaten Klaten Propinsi Jawa Tengah.
9
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Sebagai masukan kepada masyarakat tentang persyaratan lingkungan fisik
rumah sehat.
2.
Memberi masukan kepada tenaga kesehatan di Kabupaten Klaten Propinsi Jawa
Tengah dalam pengawasan kualitas kesehatan lingkungan pemukiman penduduk
di wilayahnya.
3.
Sebagai informasi yang dapat dijadikan referensi bagi pengembangan ilmu atau
penelitian lebih lanjut.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian yang hampir sama dengan judul penelitian ini adalah:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Semedi (2001), tentang Faktor-Faktor Risiko
Kejadian Pneumonia Pada Anak Balita Di Kawasan Perbukitan Menoreh
Kabupaten Kulon Progo. Desain penelitian unmatched case control study, dengan
variabel yang diteliti adalah status gizi, status imunisasi, pemberian vitamin A,
umur balita, jenis kelamin, tingkat penghasilan, tipe rumah, bahan bakar,
kelembaban, letak dapur, obat nyamuk, pendidikan ibu, dan umur ibu. Letak
perbedaan dengan penelitian ini adalah pada penelitian Semedi variabel penelitian
lubang pengeluaran asap dapur, suhu, jenis dinding, jenis lantai, kebersihan
perabotan rumah, dan padatan hunian tidak dilakukan penelitian, sedangkan pada
penelitian ini tidak dilakukan penelitian pada variabel status gizi kurang,
imunisasi tidak lengkap, vitamin A tidak lengkap, umur <2 tahun, jenis kelamin
laki-laki, jumlah penghasilan, bahan bakar kayu/arang, obat nyamuk >3 hari per
minggu, pendidikan ibu rendah, dan umur ibu <20 tahun. Selain itu, perbedaan
juga terletak pada lokasi, waktu, besar sampel penelitian dan desain penelitian.
Persamaan dengan penelitian ini adalah terletak pada subjek penelitian yaitu anak
balita 0-<5 tahun
10
2. Penelitian yang dilakukan oleh Yulianti (2001), tentang Faktor Risiko Kejadian
Pneumonia Pada Anak Balita Di Kota Banjarmasin. Desain penelitian case
control study dengan variabel yang diteliti adalah status imunisasi, berat badan
lahir, pemberian ASI eksklusif, suplementasi vitamin A, status gizi, kebiasaan
merokok, jenis bahan bakar, lokasi dapur, lubang asap, obat nyamuk bakar,
kepadatan hunian, ventilasi, kelembaban, penghasilan orang tua, dan tingkat
pendidikan ibu. Letak perbedaan dengan penelitian Yulianti variabel penelitian
suhu, jenis rumah, jenis dinding, kebersihan perabotan rumah, dan jenis lantai,
serta lokasi dan waktu penelitian. Sedangkan dalam penelitian ini tidak
melakukan penelitian pada variabel BBLR, ASI eksklusif, status gizi kurang,
status imunisasi tidak lengkap, suplementasi vitamin A tidak sesuai kebutuhan,
kebiasaan merokok, jenis bahan bakar kayu, penghasilan ibu, dan pendidikan
orang tua. Persamaan dengan penelitian ini adalah terletak pada jenis penelitian
observasional, desain penelitian case control study, populasi penelitian pada anak
berumur <5 tahun.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Salam (2006), tentang Faktor Risiko Pneumonia
Pada Balita Di Kabupaten Magelang Tahun 2005. Desain penelitian case control
study dengan variab el yang diteliti adalah status gizi,status imunisasi, status ASI,
status vitamin A, riwayat BBLR, kebiasaan merokok, konstruksi rumah, ventilasi
rumah, kelembaban, kepadatan hunian, letak dapur, bahan bakar dapur, asap
dapur, riwayat wheezing, pneumonia berulang, dan tingkat pendidikan ibu. Letak
perbedaan dengan penelitian ini adalah pada penelitian Salam tidak dilakukan
penelitian pada variabel suhu, jenis dinding, jenis lantai, kebersihan perabotan
rumah, dan keberadaan lubang pengeluaran asap dapur, serta perbedaan lokasi dan
waktu penelitian. Sedangkan dalam penelitian ini tidak melakukan penelitian pada
variabel status gizi, status imunisasi, status ASI, status vitamin A, riwayat BBLR,
kebiasaan merokok, bahan bakar dapur, riwayat wheezing, pneumonia berulang,
dan status pendidikan ibu. Persamaan dengan penelitian ini adalah terletak pada
desain penelitian case control study, dan populasi penelitian anak usia <5 tahun.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Yunihasto (2007), tentang Lingkungan Rumah
Balita Penderita Pneumonia Di Kecamatan Sukmajaya Kota Depok Propinsi Jawa
11
Barat. Desain penelitian case control study dengan variabel yang diteliti adalah
faktor lingkungan fisik rumah yang terdiri dari: ventilasi, kelembaban, jenis lantai,
jenis dinding, kepadatan penghuni, lubang asap dapur, letak dapur, dan
kepemilikan langit-langit rumah, sedangkan faktor sumber pencemar dalam
rumah meliputi: kebersihan perabotan, kebersihan lantai, jenis bahan bakar, bahan
obat nyamuk, asap rokok, dan kebersihan langit-langit. Serta faktor perilaku ibu
meliputi:
membuka
jendela,
frekuensi
membersihkan
lantai,
frekuensi
membersihkan langit-langit, frekuensi membersihkan perabotan, posisi balita saat
perabotan dibersihkan, posisi balita saat langit-langit dibersihkan, posisi balita
saat menyapu lantai, anak berada didapur, frekuensi penggunaan obat nyamuk
bakar, dekat dengan orang merokok. Letak perbedaan dengan penelitian ini adalah
waktu, lokasi penelitian, dan besar sampel serta pada penelitian Yunihasto tidak
melakukan penelitian pada variabel suhu ruang dan jenis rumah. Sedangkan pada
penelitian ini tidak dilakukan penelitian pada hubungan sumber pencemar dalam
rumah yang meliputi: kebersihan langit-langit, kebersihan lantai, bahan bakar
memasak, bahan obat nyamuk, asap merokok dalam rumah. Sedangkan perilaku
ibu antara lain: membuka jendela, frekuensi membersihkan lantai, frekuensi
membersihkan langit-langit, posisi balita saat perabotan dibersihkan, posisi balita
saat langit-langit dibersihkan, posisi balita saat menyapu lantai, anak berada di
dapur, frekuensi penggunaan obat nyamuk, dan dekat orang merokok. Persamaan
penelitian terletak pada populasi yang berusia di bawah 59 bulan (balita) dengan
desain penelitian case control study.
5. Penelitian yang dilakukan oleh Fatarani (2009), tentang Lingkungan Fisik Rumah
dan Pneumonia Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Argamakmur Kabupaten
Bengkulu, dengan subjek penelitian adalah semua kasus pneumonia pada anak
usia kurang dari 59 bulan. Desain penelitian case control study dengan variabel
yang diteliti meliputi: ventilasi, jenis lantai, jenis dinding, kelembaban, langitlangit, letak dapur, kebersihan fisik perabotan, dan kepadatan hunian. Letak
perbedaan dengan penelitian ini adalah terletak pada lokasi, waktu penelitian,
teknik pengambilan sampel serta pada penelitian Fatarani tidak dilakukan
12
penelitian pada variabel penelitian lubang pengeluaran asap dapur dan suhu.
Persamaan penelitian terletak pada desain penelitian case control study.
6. Pramudiyani dan Galuh (2011) tentang Hubungan antara Sanitasi Rumah dan
Perilaku dengan Kejadian Pneumonia Balita. Desain penelitian cross sectional
study. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kondisi rumah yang meliputi
suhu rumah, kelembaban rumah, kondisi jendela, luas ventilasi kamar balita, jenis
lantai rumah, kepadatan hunian kamar balita, serta perilaku yang meliputi
membuka jendela setiap pagi dan siang hari, merokok, dan penggunaan obat
nyamuk. Letak perbedaan dengan penelitian ini adalah pada penelitian
Pramudiyani dan Galuh tidak dilakukan penelitian pada variabel dinding rumah,
keberadaan langit-langit rumah, lubang asap dapur, letak dapur, dan kebersihan
perabotan serta desain penelitian cross sectional study. Sedangkan dalam
penelitian ini tidak melakukan penelitian pada variabel perilaku yang meliputi
membuka jendela setiap pagi dan siang hari, merokok, dan penggunaan obat
nyamuk serta desain penelitian case control study. Persamaan dengan penelitian
ini adalah variabel suhu rumah, kelembaban rumah, kondisi jendela, luas ventilasi
kamar balita, jenis lantai rumah, kepadatan hunian kamar balita.
7. Penelitian yang dilakukan oleh Sartika dkk. (2011) tentang Faktor Lingkungan
Rumah Dan Praktik Hidup Orang Tua Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Pneumonia Pada Anak Balita Di Kabupaten Kubu Raya. Desain penelitian cross
sectional study dengan metode retrospective study. Variabel yang diteliti adalah
jenis atap, jenis lantai, luas ventilasi, kepadatan hunian, kebiasaan membuka
jendela, kebiasaan mencuci tangan, kebiasaan merokok, dan kebiasaan
membersihkan rumah. Letak perbedaan dengan penelitian ini adalah pada
penelitian Sartika tidak dilakukan penelitian pada variabel dinding rumah,
keberadaan langit-langit rumah, lubang asap dapur, letak dapur, dan kebersihan
perabotan serta desain penelitian cross sectional study. Sedangkan dalam
penelitian ini tidak melakukan penelitian pada variabel kebiasaan membuka
jendela, kebiasaan mencuci tangan, kebiasaan merokok, dan kebiasaan
membersihkan rumah serta desain penelitian yang digunakan adalah case control.
Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel kebiasaan merokok.
13
8. Penelitian yang dilakukan oleh Yulianti dkk. (2012) tentang Faktor-Faktor
Lingkungan Fisik Rumah Yang Berhubungan Dengan Kejadian Pneumonia pada
Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Pangandaran Kabupaten Ciamis. Desain
penelitian case control study. Variabel yang diteliti adalah jenis dinding, jenis
lantai, kondisi ventilasi, kepadatan hunian rumah, kepadatan hunian kamar,
kondisi pencahayaan rumah, jenis bahan bakar masak, tingkat bahaya rokok, dan
praktik penggunaan obat nyamuk bakar. Letak perbedaan dengan penelitian ini
adalah pada penelitian Yulianti tidak dilakukan penelitian pada variabel
keberadaan langit-langit rumah, lubang asap dapur, letak dapur, dan kebersihan
perabotan. Sedangkan dalam penelitian ini tidak melakukan penelitian pada
variabel kondisi pencahayaan rumah, jenis bahan bakar masak, tingkat bahaya
rokok, dan praktik penggunaan obat nyamuk bakar. Persamaan dengan penelitian
ini terletak pada desain penelitian yang digunakan yaitu case control study.
Download