BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebisingan 2.1.1 Definisi Kebisingan Menurut Suma’mur (2009), yang dimaksud dengan kebisingan adalah bunyi atau suara didengar sebagai rangsangan pada sel saraf pendengar dalam telinga oleh gelombang longitudinal yang ditimbulkan getaran dari sumber bunyi atau suara dan gelombang tersebut merambat melalui media udara atau penghantar lainnya, dan manakala bunyi atau suara tersebut tidak dikehendaki oleh karena menganggu atau timbul di luar kemauan orang yang bersangkutan, maka bunyibunyian atau suara demikian dinyatakan sebagai kebisingan. Jadi kebisingan adalah bunyi atau suara yang keberadaannya tidak dikehendaki (noise is unwanted sound). Bising dalam kesehatan kerja, bising diartikan sebagai suara yang dapat menurunkan pendengaran baik secara kuantitatif (peningkatan ambang pendengaran) maupun secara kualitatif (penyempitan spektrum pendengaran), berkaitan dengan faktor intensitas, frekwensi, durasi dan pola waktu (Buchari, 2007). Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 48 Tahun 1996, kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari suatu usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan, termasuk ternak, satwa, dan sistem alam. 8 Universitas Sumatera Utara 9 Kebisingan didefinisikan sebagai bunyi yang tidak dikehendaki. Bising menyebabkan berbagai gangguan terhadap pendengarnya, seperti gangguan fisiologis, gangguan psikologis, gangguan komunikasi dan ketulian, atau ada yang menggolongkan gangguannya berupa gangguan pendengaran seperti komunikasi terganggu, ancaman bahaya keselamatan, kelelahan dan stres. Bising dapat didefenisikan juga sebagai bunyi yang tidak disukai, suara yang menganggu atau bunyi yang menjengkelkan. Suara bising adalah suatu hal yang dihindari oleh siapapun, lebih-lebih dalam melaksanakan suatu pekerjaan, karena konsentrasi pekerja akan dapat terganggu. Dengan terganggunya konsentrasi ini maka pekerjaaan yang dilakukan akan banyak timbul kesalahan ataupun kerusakan sehingga akan menimbulkan kerugian (Anizar, 2009). Menurut Berglund et.al. (1999) menyatakan bahwa kebisingan kendaraan adalah sumber utama dari polusi kebisingan terhadap lingkungan, termasuk lalu lintas jalan, lalu lintas rel dan lalu lintas udara. Hal yang umum terjadi, pada kebsingan road-contact melebihi kebisingan mesin pada saat kecepatan tinggi lebih dari 60km/jam. Berdasarkan pendapat Mulia (2005), terdapat dua karakteristika utama yang menentukan kualitas suatu bunyi atau suara, yaitu frekuensi dan intensitasnya. Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran per detik dengan satuan Herz (Hz), yaitu jumlah gelombang bunyi yang sampai di telinga setiap detiknya. Sesuatu benda jika bergetar menghasilkan bunyi atau suara dengan frekuensi tertentu yang merupakan ciri khas dari benda tersebut. Biasanya suatu kebisingan terdiri atas campuran sejumlah gelombang sederhana dari aneka frekuensi. Nada suatu Universitas Sumatera Utara 10 kebisingan ditentukan oleh frekuensi getaran sumber bunyi. Intensitas atau arus energi per satuan luas biasanya dinyatakan dalam suatu satuan logaritmis yang disebut desibel (dB) dengan memperbandingkannya dengan kekuatan standar 0,0002 dine (dyne)/cm2 yaitu kekuatan bunyi dengan frekuensi 1000 Hz yang tepat dapat didengar telinga normal. Telinga manusia mampu mendengar frekuensi bunyi atau suara antara 16-20000 Hz, sedangkan sensitivitas terhadap frekuensi-frekuensi tersebut tidak sama. Suatu akibat kombinasi antara frekuensi dan intensitas adalah kekerasan suara yang didengar oleh telinga. 2.1.2 Jenis-Jenis Kebisingan Menurut Chandra (2007), bahwa jenis-jenis kebisingan yang sering ditemukan adalah : 1. Kebisingan kontinyu dengan spektrum luas (steady state, wide band noise), bising ini relatif tetap dalam batas kurang lebih 5 dB untuk periode 0,5 detik berturut-turut. Misalnya suara yang ditimbulkan oleh kipas angin. 2. Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi sempit ( steady state, narrow band noise), bising ini juga relatif tetap, akan tetapi ia hanya mempunyai frekuensi tertentu saja (pada frekuensi 500, 1000, dan 4000 Hz). Misalnya suara yang ditimbulkan oleh gergaji sirkuler dan katup gas. 3. Kebisingan terputus-putus (intermitten), bising di sini tidak terjadi secara terus menerus melainkan ada periode relatif tenang. Misalnya suara lalu lintas, suara kapal terbang dilapangan udara. Universitas Sumatera Utara 11 4. Kebisingan impulsif (impact or impulsive noise), bising jenis ini memiliki perubahan tekanan suara melebihi 40 dB dalam waktu sangat cepat dan biasanya mengejutkan pendengaranya. Mislanya suara tembakan atau meriam 5. Kebisingan impulsif berulang, sama dengan bising impulsif, hanya saja disini terjadi secara berulang-ulang. Misalnya suara yang ditimbulkan mesin tempa. Berdasarkan pendapat Buchari (2007) bahwa bising dapat terbagi atas pengaruhnya terhadap manusia yaitu : 1. Bising yang menganggu (irritating noise), intensitas tidak terlalu keras, misalnya mendengkur. 2. Bising yang menutupi (masking noise), merupakan bunyi yang menutupi pendengaran yang jelas. Secara tidak langsung bunyi ini akan mempengaruhi kesehatan dan keselamata pekerja, karena teriakan isyarat atau tanda bahaya tenggelam dari bising sumber lain. 3. Bising yang merusak (damaging/injurious noise), adalah bunyi yang melampaui NAB. Bunyi jenis ini akan merusak/menurunkan fungsi pendengaran. 2.1.3 Sumber Kebisingan Bunyi yang menimbulkan bising disebabkan oleh sumber yang bergetar. Getaran sumber suara mengganggu molekul-molekul udara di sekitar sehingga molekul-molekul ikut bergetar. Getaran sumber ini menyebabkan terjadinya Universitas Sumatera Utara 12 gelombang rambatan energi mekanis dalam medium udara menurut pola rambatan longitudinal (Suma’mur, 2009). Menurut Slamet (2006), bermacam-macam sumber kebisingan yang merupakan dampak dari aktivitas berbagai proyek pembangunan dapat dibagi ke dalam empat tipe pembangunan yaitu: 1. Sumber kebisingan dari tipe pembangunan pemukiman 2. Sumber kebisingan dari tipe pembangunan gedung bukan untuk tempat tinggal tetap, misalnya untuk perkantoran, gedung umum, hotel, rumah sakit, sekolah dan lain sebagainya. 3. Sumber kebisingan dari tipe pembangunan industri. 4. Sumber kebisingan dari tipe pekerjaan umum, mislanya jalan, saluran induk air, selokan induk air, dan lainnya. Sementara itu, menurut Saenz et.al (1984), dilihat dari sifat sumber kebisingan dibagi menjadi dua yaitu: 1. Sumber kebisingan statis, misalnya pabrik, mesin, tape, dan lainnya. 2. Sumber kebisingan dinamis, misalnya mobil, pesawat terbang, kapal laut, dan lainnya. Menurut Buchari (2007), sumber bising yang dilihat dari bentuk sumber suara yang dikeluarkannya ada dua yaitu: 1. Sumber bising yang berbentuk sebagai suatu titik/bola/lingkaran. Contohnya sumber bising dan mesin-mesin yang tak bergerak. Universitas Sumatera Utara 13 2. Sumber bising yang berbentuk sebagai suatu garis. Contohnya kebisingan yang timbul karena kendaraan-kendaraan yang bergerak di jalan. Berdasarkan letak sumber suaranya, kebisingan dibagi menjadi (Presetoi, 1985) : 1. Bising Interior Merupakan bising yang berasal dari manusia, alat-alat rumah tangga atau mesin-mesin gedung yang antara lain disebabkan oleh radio, televisi, alat-alat musik, dan juga bising yang ditimbulkan oleh mesinmesin yang ada di gedung tersebut seperti kipas angin, mesin kompresor pendingin, pencuci pring, dan lain-lain. 2. Bising Eksterior Bising yang dihasilkan oleh kendaraan transportasi darat, laut. maupun udara, dan alat-alat konstruksi. 2.1.4 Pengukuran Kebisingan Menurut Suma’mur (2009), maksud pengukuran kebisingan adalah : 1. Memperoleh data tentang frekuensi dan intenstas kebisingan di sekolah atau di mana saja; 2. Menggunakan data hasil pengukuran kebisingan untuk mengurangi intensitas kebisingan tersebut, sehingga tidak menimbulkan gangguan dalam rangka upaya konservasi pendengaran tenaga kerja, atau perlindungan masyarakat dari gangguan kebisingan atas ketenangan dalam kehidupan masyarakat atau tujuan lainnya. Universitas Sumatera Utara 14 Menurut Saenz et.al (1984), bahwa dalam pemilihan alat ukur kebisingan ditentukan oleh jenis kebisingan yang akan diukur. Sebagaimana yang telah dinyatakan, untuk mengukur intensitas dan menentukan frekuensi kebisingan diperlukan peralatan khusus yang berbeda bagi jenis kebisingan yang dimaksud dan untuk memperoleh data hasil pengukuran kebisingan yang akurat juga harus mengikuti standar yang telah ditetapkan baik nasional maupun interansional seperti International Electrotechnical Commision (IEC). Jika tujuan dari pengukuran kebisingan hanya untuk mengendalikan intensitas kebisingan, seperti misalnya untuk melakukan isolasi mesin atau pemasangan perlengkapan dinding yang mengabsorpsi suara atau pemilihan alat pelindung telinga, pengukuran tidak perlu selengkap sebagaimana dimaksudkan dalam rangka lokalisasi secara tepat sumber kebisingan pada suatu mesin dengan tujuan memodifikasi mesin tersebut melalui pembuatan desain yang dipakai dasar konstruksi bentuk mesin dengan tingkat kebisingan yang kurang intensitasnya dan frekuensi yang ditentukan. Faktor lainnya yang menentukan pemilihan alat pengukur kebisingan adalah tersedianya tenaga pelaksana untuk melakukan pengukuran terhadap kebisingan dan juga waktu yang dialokasikan untuk hal tersebut. Sebagaimana sering dialami kenyataan bahwa lebih disenangi pengumpulan data tentang kebisingan secara merekamnya (recording) yang kemudian data rekaman dibawa ke laboratorium untuk dilakukan analisis (Suma’mur, 2009). Menurut Chandra (2007), alat utama dalam pengukuran kebisingan adalah sound level meter. Alat ini mengukur kebisingan di antara 30-130 dB dan dari frekuensi 20-20000 Hz. Suatu sistem kalibrasi terdapat dalam alat itu sendiri, Universitas Sumatera Utara 15 kecuali untuk kalibrasi mikrofon diperlukan pengecekan dengan kalibrasi tersendiri. Sebagai alat kalibrasi dapat dipakai pengeras suara yang kekuatan suaranya diatur oleh amplifier. Atau suatu piston phone dibuat untuk maksud kalibrasi tersebut, yang tergantung dari tekanan udara, sehingga perlu koneksi berdasarkan atas perbedaan tekanan barometer. Kalibrator dengan intensitas tinggi (125 dB) lebih disukai, oleh karena alat pengukur intensitas kebisingan demikian mungkin dipakai untuk mengukur kebisingan yang intensitasnya tinggi. Analisis frekuensi terhadap suatu kebisingan biasanya diperlukan , dan hal ini dilakukan dengan menggunakan alat octave. Jika spektrumnya sangat curam dan kandungan frekuensinya berbeda banyak, dapat dipakai skala 1/3 oktaf. Unntuk filter oktaf disukai frekuensi-frekuensi tengah 31,5; 63; 125; 250; 500; 1000; 2000; 4000; 8000; 16000; dan 31500 Hz. Untuk analisis kebisingan lebih lanjut, dapat dipakai narrow-band-analyzer (alat analisis spektrum tipis), baik latar spektrumnya tetap misalnya 2-200 Hz atau melebar dengan lebih banyaknya frekuensi. Yang terakhir ini lebih disenangi di lapangan, mengingat komponen frekuensi kebisingan mungkin berbeda tergantung dari frekuensi sumber kebisingan antara lain bisingnya suara beraneka mesin yang dioperasikan dalam proses produksi (Suma’mur, 2009). Kebisingan terputus-putus biasanya dibuat rekamannya, dan rekaman tersebut dibawa ke laboratorium dan dianalisis. Suatu alat perekam suara (tape recorder) dengan kualitas prima sangat diperlukan. Perekam kebisingan demikian harus mampu mencatat frekuensi dari 20-20000 Hz. Suatu alat kalibrasi juga sangat diperlukan untuk menjamin ketelitian bekerjanya alat perekam kebisingan Universitas Sumatera Utara 16 demikian. Alat ini harus mempunyai sifat perbandingan antara sinyal terhadap kebisingan yang tinggi, dan bekerjanya perekaman berlangsung dengan kecepatan yang menetap. Untuk kebisingan impulsif digunakan alat analisis kebisingan yang disebut impact noise analyzer. Bagi survei pendahuluan masalah kebisingan menetap berkelanjutan, biasanya diukur intensitas menyeluruh yang dinyatakan sebagai intensitas kebisingan dengan satuan dB(A); pengkuran intensitas menyeluruh demikian menggunakan jaringan A dari sound level meter. Dengan penggunaan jaringan tersebut berarti bahwa kepekaan alat pengukur kebisingan sesuai dengan garis kepekaan sama yaitu 40 dB, sehingga tidak memberi reaksi kepada intensitas kebisingan rendah, melainkan memungkinkan diukurnya intensitas kebisingan tinggi yang berbahaya kepada alat pendengaran. Menurut Feidihal (2007), bahwa pada sound level meter terdapat tiga skala pengukuran yaitu : 1. Skala A, yaitu untuk memperlihatka kepekaan yang terbesar pada frekuensi rendah dan tinggi yang menyerupai reaksi untuk intensitas rendah. 2. Skala B, yaitu untuk memperlihatkan kepekaan telinga terhadap bunyi dengan intensitas sedang. 3. Skala C, yaitu untuk bunyi dengan intensitas tinggi. Alat ini dilengkapi dengan Okatve Band Analyzer. Berdasarkan pendapat Suma’mur (2009), bahwa kebanyakan alat pengukur kebisingan hanya mengukur intensitas kebisingan pada suatu waktu dan suatu Universitas Sumatera Utara 17 tempat dan tidak menunjukkan dosis kumulatif paparan seorang tenaga kerja dalam seluruh waktu kerjanya. Untuk mengukur dosis kebisingan seluruh waktu digunakan alat pengukur dosis kebisingan perseorangan (personal noise-dose meter). Dalam upaya pengendalian kebisingan perlu dilakukan evaluasi tingkat kebisingan dari lingkungan tertentu. Pengukuran tingkat kebisingan dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara sesuai dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 48 Tahun 1996 Tentang Baku Tingkat Kebisingan yaitu sebagai berikut (Mukono, 2008): 1. Cara Sederhana Dengan sebuah sound level meter biasa diukur tingkat tekanan bunyi dB (A) selama 10 (sepuluh) menit untuk tiap pengukuran. Pembacaan dilakukan setiap 5 (lima) detik. 2. Cara langsung Dengan sebuah integrating sound level meter yang mempunyai fasilitas penguktan LTMS, yaitu Leq dengan waktu ukur setiap 5 detik, dilakukan pengukuran selama 10 (sepuluh) menit. Waktu pengukuran dilakukan selama aktivitas 24 jam (LSM) dengan cara pada siang hari tingkat aktifitas yang paling tinggi selama 10 jam (LS) pada selang waktu 06.00-22.00 dan aktifitas dalam hari selama 8 jam (LM) pada selang 22.00-06.00. Universitas Sumatera Utara 18 Setiap pengukuran harus dapat mewakili selang waktu tertentu dengan menetapkan paling sedikit 4 waktu pengukuran pada siang hari dan pada malam hari paling sedikit 3 waktu pengukuran, sebagai contoh : a. L1 diambil pada jam 07.00 mewakili jam 06.00-09.00 b. L2 diambil pada jam 10.00 mewakili jam 09.00-11.00 c. L3 diambil pada jam 15.00 mewakili jam 14.00-17.00 d. L4 diambil pada jam 20.00 mewakili jam 17.00-22.00 e. L5 diambil pada jam 23.00 mewakili jam 22.00-24.00 f. L6 diambil pada jam 01.00 mewakili jam 24.00-03.00 g. L7 diambil pada jam 04.00 mewakili jam 03.00-06.00. Menurut Prasetio (1985), untuk mengukur tingkat kebisingan secara fisik dan juga menghubungkan pendengaran dengan reaksi subjektif manusia, sound level meter menyediakan karakteristik tanggapan frekuensi yang bervariasi dengan memasukkan skala pengukuran yang ditandai dengan huruf A, B dan C. Skala ini secara selektif mampu membedakan frekuensi rendah dan frekuensi tinggi sesuai dengan kurva tingkat kekerasan yang sama dan mendekati tanggapan frekuensi telinga manusia yang masing-masing mengikuti kekerasan sama 40, 70 dan 100 phon. Universitas Sumatera Utara 19 Gambar 2.1 Grafik respon A, B, C meter tingkat bunyi standar Sumber : Prasetio, 1985 Jika kebisingan diukur dengan menggunakan sound level meter dengan pembobotan, maka tanggapan frekuensi dipilih dengan tingkat kebisingan yang terukur dan pembacaan yang diperoleh disebut dengan tingkat bunyi. Pembacaan yang diperoleh pada tanggapan frekuensi A digunakan untuk kebisingan di bawah 55 dB, pengukurannya ditandai dengan dB(A), pada pembacaan tanggapan frekuensi B digunakan untuk kebisingan antara 55-85 dB, dan untuk tanggapan frekuensi C digunakan untuk kebisingan diatas 85 dB. Pembacaan yang diperoleh dengan nilai tanggapan frekuensi C disebut sebagai tingkat tekanan bunyi (Prasetio, 1985). 2.1.5 Nilai Ambang Batas Kebisingan Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Republik Indonesia Lingkungan Hidup Nomor 48 Tahun 1996 Tentang Baku Tingkat Kebisingan, Nilai Ambang Batas (NAB) atau baku tingkat kebisingan adalah batas maksimal tingkat Universitas Sumatera Utara 20 kebisingan yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan dari usaha atau kegiatan sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Baku tingkat kebisingan nilainya disesuiakan dengan peruntukkannya ataupun dengan lingkungan kegiatan. Baku tingkat kebisingan untuk perumahan tidak sama dengan perkantoran, sedangkan baku tingkat kebisingan untuk lingkungan kegiatan rumah sakit juga tidak sama dengan lingkungan kegiatan sekolah (Mulia, 2005). Adapun peraturan – peraturan yang menetapkan tentang ukuran kebisingan yang diperbolehkan berdasarkan lingkungan kegiatan terhadap tingkat kebisingan dan pemaparan harian terhadap tingkat kebisingan yaitu seperti terlihat pada tabeltabel berikut: Tabel 2.1 Peraturan tentang Kebisingan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405 Tahun 2002 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Perkantoran dan Industri Berdasarkan Tingkat Pajanan Kebisingan Maksimal Selama 1 (satu) Hari Pada Ruang Proses Tingkat Kebisingan NO Pemaparan Harian (dBA) 1 85 8 jam 2 88 4 jam 3 91 2 jam 4 94 1 jam 5 97 30 menit 6 100 15 menit Catatan: Tingkat kebisingan 140 dBA tidak diperbolehkan meskipun sesaat. Sumber : Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2002 Tabel 2.2 Peraturan tentang Kebisngan berdasarkan Keputusan Menteri Republik Indonesia Lingkungan Hidup Nomor 48 Tahun 1996 Tentang Baku Tingkat Kebisingan. Kebisingan Peruntukan Kawasan/Lingkungan Kegiatan dB(A) a. Peruntukan Kawasan 1. Perumahan dan Pemukiman 55 Universitas Sumatera Utara 21 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Perdagangan dan Jasa Perkantoran dan Perdagangan Ruang Terbuka Hijau Industri Pemerintahan dan Fasilitas Umum Rekreasi Khusus - Bandar Udara - Stasiun Kereta Api - Pelabuhan Laut - Cagar Budaya b. Lingkungan Kegiatan 1. Rumah sakit dan sejenisnya 2. Sekolah atau sejenisnya 3. Tempat Ibadah atau sejenisnya Sumber : Menteri Negara Lingkungan Hidup, 1996 70 65 50 70 60 70 70 60 55 55 55 Tabel 2.3 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 718 Tahun 1987 Tentang Kebisingan Tingkat Kebisingan (dBA) No Zona Maksimum yang Maksimum yang dianjurkan diperbolehkan Zona A adalah zona yang diperuntukan bagi tempat-tempat 1 penelitian, rumah sakit, tempat 35 45 perawatan kesehatan, atau sosial dan sejenisnya Zona B adalah zona yang diperuntukan bagi perumahan, 2 45 55 tempat pendidikan, rekreasi dan sejenisnya Zona C adalah zona yang 3 diperuntukan bagi pertokoan, 50 60 perdagagan, pasar dan sejenisnya Zona D adalah zonz yang diperuntukan bagi industri pabrik, 4 60 70 stasiun kereta, terminal bus dan sejenisnya Sumber: Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 1987 Sedangkan menurut Saenz et.al. (1984), berdasarkan pedoman yang terdapat di Jerman yaitu penilaian kebisingan pada area kerja untuk operasi khusus atau VDI- Universitas Sumatera Utara 22 Guideline Nomor 2058 Tahun 1981, ada tiga kelas tingkat suara yang sesuai dengan masing-masing kegiatannya yaitu : 1. 55 dB(A) : terdapat pada tempat kerja yang bersifat intelektual (misalnya pada kegiatan yang menuntut konsentrasi yang tinggi, berpikir kreatif, atau pada pembuat keputusan pemerintahan). 2. 70 dB(A) : terdapat pada pekerjaan yang tidak rumit atau seperti di bengkel, pasar dan lain-lain. 3. 85 dB(A) : semua kegiatan lainnya kecuali yang dijelaskan seperti diatas. Berdasarkan peraturan-peraturan di atas tentang kebisingan bahwa tingkat kebisingan untuk sekolah atau sejenisnya adalah 55 dB dan tidak boleh melebihi dari 55 dB karena dapat mengganggu kegiatan proses belajar dan mengajar dikarenakan dapat membuat penurunan konsentrasi dalam belajar dan mengajar. Sedangkan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405 Tahun 2002 bahwa tingkat kebisingan di sekolah tidak boleh melebihi dari 85 dB/8 jam sehari, namun hal ini tidak cocok digunakan untuk kegiatan belajar mengajar karena tidak sesuai dengan kondisi proses belajar yang membutuhkan konsentrasi yang penuh. Menurut Slamet (2006), berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan ada beberapa hal yang mempengaruhi perubahan tingkat kebisingan yaitu sebagai berikut: 1. Jenis kegiatan yang dilakukan di ruang tersebut 2. Jumlah alat yang digunakan yang dapat menjadi sumber kebisingan Universitas Sumatera Utara 23 3. Jumlah manusia yang terdapat di dalamnya terhadap luasnya ruangan 4. Jumlah manusia yang melakukan pembicaraan antar sesama di ruanagan tersebut. 2.1.6 Dampak Kebisingan Menurut Mansyur (2003), bahwa suara yang tidak diinginkan akan memberikan efek yang kurang baik terhadap kesehatan. Suara merupakan gelombang mekanik yang dihantarkan oleh suatu medium yaitu umumnya oleh udara. Kualitas dan kuantitas suara ditentukan antara lain oleh intensitas (loudness), frekuensi, periodesitas (kontinyu atau terputus) dan durasinya. Faktorfaktor tersebut juga ikut mempengaruhi dampak suatu kebisingan terhadap kesehatan. Kebisingan dapat menimbulkan gangguan pada indera pendengaran antara lain trauma akustik, ketulian sementara, hingga ketulian permanen. Trauma akustik adalah gangguan pendengaran yang disebabkan oleh pemaparan tunggal akibat intensitas kebisingan yang sangat tinggi dan terjadi secara tiba-tiba. Ketulian sementara merupakan gangguan pendengaran yang sifatnya sementara, daya dengar mampu pulih kembali berkisar dari beberapa menit sampai beberapa hari (3-10 hari). Kebisingan mempengaruhi kesehatan manusia baik secara fisik maupun psikologis. Pada tahun 1993, WHO mengakui efek kesehatan penduduk yang berasal dari kebisingan, antara lain gangguan pola tidur, kardiovaskuler, sistem pernafasan, psikologis, fisiologis, dan pendengaran. Kebisingan juga berpengaruh negatif dalam komunikasi, produktivitas dan perilaku sosial. Efek psikologis Universitas Sumatera Utara 24 akibat kebisingan termasuk hipertensi, takikardia, peningkatan pelepasan kortisol dan stres fisiologis meningkat (Pringgahapsari, 2010). Menurut Saenz et.al. (1984) mengatakan bahwa kebisingan di bawah nilai ambang batas yaitu 90 atau 85 dB(A) dapat membahayakan kesehatan manusia. Pada tingkat kebisingan 75 dB(A) dapat menyebabkan gangguan pendengaran yang terbukti pada penelitian di akhir abad kesembilan belas yang terdapat pada pekerja boiler dimana kebanyakan para pekerja tersebut mengalami penurunan pendengaran akibat terpapar secara terus-menerus dengan mesin boiler. Selain gangguan pendengaran, secara fisiologis pekerja juga akan mengalami kenaikan tekanan darah, stress pada tingkat kebisingan 90 dB(A). Selain itu gangguan kerusakan terhadap indera-indera pendengar, kebisingan juga dapat menyebabkan gangguan kenyamanan, kecemasan dan gangguan emosi lainnya, stress, denyut jantung bertambah, dan gangguangangguan lainnya (Mulia, 2005). Menurut Berglund (1966) Pengaruh kebisingan pada 55-65 dBALeq terhadap kesehatan antara lain berupa gangguan kenyamanan, gangguan komunikasi, gangguan konsentrasi dan menimbulkan rasa kesal. Sedangkan menurut Damayanti (2015) yang mengutip hasil penelitian Wahyu (2003), bahwa pengaruh utama dari kebisingan kepada kesehatan adalah kerusakan kepada indera-indera pendengar. Mula-mula efek kebisingan pada pendengaran adalah sementara dan pemulihan terjadi secara cepat sesudah pemaparan dihentikan. Tetapi pemaparan secara terus menerus mengakibatkan kerusakan menetap kepada indera-indera pendengaran. Universitas Sumatera Utara 25 Menurut Feidihal (2007), bahwa kebisingan dapat menimbulkan gangguan yang dapat dikelompokkan secara bertingkat sebagai berikut : a. Gangguan fisiologis Gangguan fisiologis adalah gangguan yang mula-mula timbul akibat bising dengan kata lain lain fungsi fisiologis dapat terganggu. Pembicaraan atau instruksi dalam pekerjaan tidak dapat didengar secara jelas, sehingga dapat menimbulkan gangguan lain seperti: kecelakaan. Pembicaraan terpaksa berteriak-teriak sehingga memerlukan tenaga ekstra dan juga menambah kebisingan. b. Gangguan psikologis Gangguan fisiologis lama kelamaan bisa menimbulkan gangguan psikologis. Kebisingan dapat mempengaruhi stabilitas mental dan reaksi psikologis, seperti rasa khawatir, jengkel, takut dan sebagainya. Suara yang tidak dikehendaki memang tidak menimbulkan mental illness akan tetapi dapat memperberat problem mental dan perilaku yang sudah ada (Jain, 1981). Reaksi terhadap gangguan ini sering menimbulkan keluhan terhadap kebisingan yang berasal dari pabrik, lapangan udara dan lalu lintas. Umumnya kebisingan pada lingkungan melebihi 50 – 55 dB pada siang hari dan 45 – 55 dB akan mengganggu kebanyakan orang. Apabila kenyaringan kebisingan meningkat, maka dampak terhadap psikologis juga akan meningkat. c. Gangguan patologis organis Universitas Sumatera Utara 26 Gangguan kebisingan yang paling menonjol adalah pengaruhnya terhadap alat pendengaran atau telinga, yang dapat menimbulkan ketulian yang bersifat sementara hingga permanen. Menurut Wahyu (2003), kelainan yang timbul pada telinga akibat bising terjadi tahap semi tahap sebagai berikut : 1. Stadium adaptasi Adaptasi merupakan suatu daya proteksi alamiah dan keadaan yang dapat pulih kembali, atau kata lain sifatnya reversible. 2. Stadium “temporary threshold shift” Disebut juga “auditory fatigue” yang merupakan kehilangan pendengaran “reversible” sesudah 48 jam terhindar dari bising itu. Batas waktu yang diperlukan untuk pulih kembali sesudah terpapar bising adalah 16 jam. Bila pada waktu bekerja keesokan hari pendengaran hanya sebagian yang pulih maka akan terjadi “permanent hearing lose” 3. Stadium “persistem threshold shift” Dalam stadium ini ambang pendengaran meninggi lebih lama, sekurang-kurangnya 48 jam setelah meninggalkan lingkungan bising pendengaran masih terganggu. 4. Stadium “permanent threshold shift” Pada stadium ini meningginya ambang pendengaran menetap sifatnya, gangguan ini banyak dietemukan dan tidak dapat disembuhkan. Tuli Universitas Sumatera Utara 27 akibat bising ini merupakan tuli persepsi yang kerusakannya terdapat dalam cochlea berupa rusaknya syaraf pendengaran. d. Komunikasi Kebisingan dapat menganggu pembicaraan. Paling penting disini bahwa kebisingan menganggu kita dalam menangkap dan mengerti apa yang dibicarakan oleh orang lain, apakah itu berupa: 1. Percakapan langsung (face to face) 2. Percakapan telepon 3. Melalui alat komunikasi lain, misalnya radio, televisi dan pidato. Berdasarkan pendapat Jain (1981), yaitu tempat dimana komunikasi tidak boleh terganggu oleh suara bising adalah sekolah, area latihan dan test, teater, pusat komunikasi militer, kator, tempat ibadah, perpustakaan, rumah sakit dan laboratorium. Banyaknya suara yang bisa dimengerti tergantung faktor seperti : level suara pembicaraan, jarak pembicaraan dengan pendengaran, bahasa/kata yang dimengerti, suara lingkungan dan faktorfaktor lain. Menurut Soedirman (2014) yang dikutip dari skripsi Damayanti (2015), dampak kebisingan terhadap manusia terbagi dua yaitu: 1. Efek auditori Terhadap tenaga kerja yang terpapar bising ada dua tipe kehilangan daya pendengaran, yaitu: Universitas Sumatera Utara 28 a. Temporary threshold shift (TTS) atau kehilangan daya pendengaran sementara, yaitu berkurangnya kemampuan untuk mendengar suara yang lemah b. Noise-induced permanent threshold shift (NIPTS) atau kehilangan daya pendengaran menetap, yaitu berkurangnya kemampuan mendengar suara, yang tidak dapat pulih. 2. Efek Non-auditori Efek non-auditory adalah semua efek terhadap kesehatan dan kesejahteraan yang disebabkan oleh pemaparan bising, kecuali efek pada organ pendengaran dan efek karena masking dari auditori informasi. Efek non-auditori sering kali hanya dianggap sebagai sesuatu yang ringan dan efek yang kurang penting, baik disebabkan oleh stresor lain maupun sebagai pilihan gaya hidup individual. Namun, sebenarnya telah ditemukan indikasi efek-efek non-auditori yang tidak dapat atau harus tidak diabaikan dalam melindungi tenaga kerja di lingkungan kerjanya, diantaranya : 1. Insiden stres meningkat (ansietas) 2. Perubahan perilaku kejiwaan, seperti perasaan khawatir, penurunan kemampuan membaca komprehensif, penurunan luasnya perhatian dan memori, kesulitan memecahkan masalah, mudah tersinggung, tidak sabar dan gugup, gangguan ketenangan, gangguan kenyamanan, gangguan konsentrasi, ketidakmampuan menurunkan ketegangan. Universitas Sumatera Utara 29 3. Perubahan pola perilaku, seperti peningkatan agresivitas, penurunan perilaku menolong masalah dengan hubungan personal, dan gangguan komunikasi. 4. Perubahan fisiologi pada tubuh, seperti hipertensi, penyakit jantung iskemik, gangguan peredaran darah/jantung, gangguan pencernaan, gangguan tidur, perubahan dalam sistem imun, sakit kepala. Dalam dunia pendidikan, kebisingan juga memberikan dampak diantaranya yaitu pembangunan sekolah yang berada di pinggir atau dekat dengan jalan raya juga dapat memberikan dampak terhadap proses belajar-mengajar di sekolah. Dimana tingkat kebisingan pada sekolah berdasarkan peraturan yang telah ditetapkan bahwa tidak boleh melebihi dari 55 dB karena hal tersebut dapat mempengaruhi proses belajar. Salah satu hal yang menjadi dampak tersebut tingkat konsentrasi belajar siswa dimana pada proses belajar dibutuhkan konsentrasi yang baik pada siswa dalam menerima pelajaran yang disampaikan oleh guru agar dapat dipahami apa yang telah dipelajari untuk mencapai prestasi belajar yang lebih baik. 2.1.7 Pengendalian Kebisingan Menurut Mulia (2005), pengendalian kebisingan pada sumbernya dapat melalui pemberlakuan peraturan yang melarang sumber bising (misalnya mesin pabrik) mengeluarkan bunyi dengan tingkat kebisingan yang tinggi. Penempatan penghalang (barrier) pada jalan transmisi dapat dilakukan dengan membuat penghalag (barrier) pada jalan transmisi diantara sumber bising dengan masyarakat yang terpapar. Sebagai contoh, penanaman pohon bambu disekitar Universitas Sumatera Utara 30 kawasan industri dapat mereduksi bising yang diterima masyarakat. Ataupun proteksi kebisingan pada masyarakat yang terpapar dapat dilakukan dengan penggunaan sumbat telinga pada masyarakat yang berada dekat kawasan industri yang menghasilkan kebisingan. Berdasarkan pendapat Chandra (2007), bahwa kebisingan dapat dikendalikan dengan berbagai cara, antara lain : 1. Pengurangan sumber bising Hal ini dapat dilakukan dengan menempatkan peredam suara pada sumber kebisingan, melakukan modifikasi mesin atau bangunan, dan mengganti mesin dan menyusun perencanaan bangunan baru. 2. Penempatan penghalang pada jalan transmisi suara Isolasi antara ruangan kerja dengan ruangan mesin merupakan upaya yang cepat dan baik untuk mengurangi kebisingan. Agar efektif, harus disusun rencana yang sebaik mungkin dan bahan yang dapat menyerap suara agar tidak menimbulkan getaran yang kuat. 3. Perlindungan dengan sumbat atau tutup telinga Tutup telinga biasanya lebih efektif dari penyumbat telinga. Alat seperti ini harus diseleksi agar terpilih yang paling tepat. Alat semacam ini dapat mengurangi intensitas kebisingan sampai sekitar 20-25 dB. Selain itu, sebagai akibat penggunaan alat tersebut, upaya perbaikan komunikasi harus dilakukan. Masalah utama pemakaian alat perlindungan pendengaran adalah kedisiplinan pekerja di dalam Universitas Sumatera Utara 31 menggunakannya. Masalah ini dapat diatasi dengan menyelenggarakan pendidikan pekerja tentang kegunaan alat itu. Menurut Satwiko (2004) yang dikutip dari skripsi Damayanti (2015) Strategi Umum Penanganan Kebisingan : 1. Langkah awal selalu menangani kebisingan pada sumbernya dengan cara mengatur sedemikian rupa agar sumber bunyi mengeluarkan intensitas bunyi minimal. Bila memungkinkan, bungkamlah sumber kebisingan dengan cara memberikan penutup yang melingkupi sumber tadi dari bahan yang memiliki hambatan suara tinggi. 2. Bila tidak memungkinkan menangani sumber kebisingan langsung, maka tangani media rambat bunyi. Getaran mesin dapat merambat melalui lantai yang akan menjadi kebisingan diruang lain. Pemakaian pegas atau peredam getaran langsung pada mesin akan memotong rambatan bunyi. Permukaan-permukaan yang tidak memantulkan bunyi akan sangat membantu mengurangi kebisingan. 3. Jika kedua hal diatas tidak memnugkinkan, maka terpaksa penanganan kebisingan dilakukan pada penerima bunyi. Perlindungan telinga (ear protector) sangat dibutuhkan untuk melindungi telinga dari ketulian akibat kebisngan yang berat. 2.2 Konsentrasi Belajar 2.2.1 Pengertian Konsentrasi Belajar Konsentrasi dalam bentuk kata kerja (verb), yaitu concentrate, yang berarti memusatkan, dan dalam bentuk kata benda (noun), yaitu concentration, yang Universitas Sumatera Utara 32 berarti pemusatan. Secara garis besar, sebagian besar orang memahami pengertian konsentrasi sebagai suatu proses pemusatan pikiran kepada suatu objek tertentu. Dengan adanya pengertian tersebut, timbullah suatu pengertian lain bahwa di dalam melakukan konsentrasi, orang harus berusaha keras agar segenap perhatian panca indera dan pikirannya hanya boleh terfokus pada satu objek saja. Panca indera, khususnya mata dan telinga tidak boleh terfokus kepada hal-hal lain (Hakim, 2002). Konsentrasi adalah pemusatan atau pengarahan (perhatiannya ke pekerjaanya atau aktivitasnya). Menurut Slameto (2003) konsentrasi merupakan pemusatan pikiran terhadap suatu hal dengan mengeyampingkan semua hal lainnya yang tidak berhubungan. Dimana dalam belajar konsentrasi berarti pemusatan pikiran terhadap mata pelajaran dengan mengeyampingkan semua hal yang tidak berhubungan dengan pelajaran. Hendrata (2007) berpendapat konsentrasi adalah sumber kekuatan pikiran dan bekerja berdasarkan daya ingat dan lupa dimana pikiran tidak dapat bekerja untuk lupa dan ingat dalam waktu bersamaan. Apabila konsentrasi seseorang mulai lemah maka akan cenderung mudah melupakan suatu hal dan sebaliknya apabila konsentrasi masih cukup kuat maka akan dapat mengingat dalam waktu yang lama. Menurut Djamarah (2008) mengungkapkan bahwa konsentrasi adalah pemusatan fungsi jiwa terhadap suatu objek seperti konsentrasi pikiran, perhatian dan sebagainya. Dalam belajar dibutuhkan konsentrasi dalam bentuk perhatian yang terpusat pada suatu pelajaran. Maka dari itu konsentrasi merupakan salah Universitas Sumatera Utara 33 satu aspek yang mendukung siswa untuk mencapai prestasi yang baik dan apabila konsentrasi ini berkurang maka dalam mengikuti pelajaran di kelas maupun belajar secara pribadi akan terganggu. Sedangkan menurut Ahmadi (2003), dapat disimpulkan bahwa konsentrasi belajar adalah pemusatan fungsi jiwa dan pemikiran seseorang terhadap objek yang berkaitan dengan belajar (penerimaan informasi tentang pelajaran) dimana konsentrasi belajar ini sangat penting dalam proses pembelajaran karena merupakan usaha dasar untuk dapat mencapai prestasi belajar yang lebih baik (Ahmadi, 2003). 2.2.2 Gangguan Konsentrasi Belajar Menurut Taylor (2009), apabila individu dengan sengaja memusatkan perhatiannya pada suatu objek yang menjadi sasaran kesadaran, dan selalu dalam kesibukan untuk membatasi medan perhatian (konsentrasi), maka akan menimbulkan ketegangan-ketegangan otot, yang tidak diperlukan oleh pekerjaan pelaksanaan tugas itu sendiri, yang berakibat timbulnya kelelahan dalam melaksanakan tugas tersebut. Oleh sebab itu, konsentrasi yang sengaja dibangun individu harus selalu dipertahankan dan menunjukkan sifat ketidakseimbangan. Berdasarkan pendapat Ilyana (2013) bahwa kemampuan anak berkonsentrasi berbeda-beda sesuai usianya. Rentang perhatian anak dalam menerima informasi melalui aktivitas apapun juga berbeda. Pada dasarnya individu tidak akan dapat berkonsentrasi apabila berada dalam keadaan yang terlalu menegangkan atau berada dalam keadaan yang terlalu rileks. Konsentrasi dapat terbentuk apabila individu berada dalam keadaan diantara keduanya. Universitas Sumatera Utara 34 Walaupun konsentrasi merupakan pemusatan perhatian yang dilakukan secara sengaja, tetapi apabila dilakukan dalam jangka waktu yang relatif lama, dapat berpindah ke kondisi yang dapat menurunkan konsentrasi. Ketidakberdayaan melakukan konsentrasi belajar ini merupakan problematik aktual di kalangan pelajar. Kita sering kali mengalami pikiran bercabang (duplikasi pikiran), saat melakukan kegiatan belajar. Pikiran bercabang bisa muncul tanpa kita sadari. Tentunya kita pun merasa terganggu sekali saat tak mampu berkonsentrasi dalam belajar. Saat belajar, kadangkala tanpa kita undang muncul ke permukaan alam pikiran mengenai masalah-masalah lama. Keinginankeinginan lain atau yang terhambat menjadi pengganggu aktivitas belajar kita. Alhasil kitapun ikut terlibat ke alam pikiran yang melintas tersebut (Wardani, 2013). Berdasarkan pendapat Hakim (2002), jika seorang siswa merasa tidak dapat berkonsentrasi di dalam belajar, sangat mungkin ia tidak dapat merasakan nikmat dari proses belajar yang dilakukannya. Hal ini mungkin dapat terjadi karena ia sedang mempelajari pelajaran yang tidak disukai, pelajaran yang dirasakan sulit, pelajaran dari guru yang tidak disukai, atau suasana tempat belajar yang ia pakai tidak menyenangkan. Menurut Ahmadi (2003), bahwa ada beberapa aspek konsentrasi belajar adalah sebagai berikut : 1. Pemusatan pikiran Universitas Sumatera Utara 35 Pemusatan pikiran yaitu suatu keadaan belajar yang membutuhkan ketenangan, nyaman, perhatian seseorag dalam memahami isi pelajaran yang dihadapi 2. Motivasi Motivasi merupakan keinginan atau dorongan yang terdapat dalam diri seseorang untuk berusaha mengadakan perubahan tingkah laku yang lebih baik dalam memenuhi kebutuhannya. 3. Rasa khawatir Rasa khawatir merupakan perasaan yang tidak tenang karena seseorang merasa tidak optimal dalam melakukan pekerjaannya. 4. Perasaan tertekan Perasaan tertekan adalah perasaan seseorang yang buka dari individu melainkan dorongan/tuntutan dari orang lain maupun lingkungan. 5. Gangguan pemikiran Gangguan pemikiran ini merupakan hambatan seseorang yang berasal dari dalam individu maupun orang sekitar sendiri. Misalnya, masalah ekonomi keluarga ataupun masalah pribadi individu. 6. Gangguan kepanikan Gangguan kepanikan merupakan hambatan dalam berkonsentrasi dalam bentu rasa was-was akan menunggu hasil yang akan dilakukan maupun yang sudah dilakukan oleh seseorang tersebut. 7. Kesiapan belajar Universitas Sumatera Utara 36 Kesiapan belajar adalah keadaan seseorang yang sudah siap akan menerima pelajaran, sehingga individu dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya. Gangguan konsentrasi berhubungan dengan kemampuan anak untuk memperhatikan dan berkonsentrasi, kemampuan yang berkembang seiring dengan perkembangan anak. Anak yang sangat terganggu konsentrasinya mengalami kesulitan untuk memfokuskan konsentrasinya, perhatiannya dan menyelesaikan tugas secara terusmenerus. Mereka sering lupa instruksi-instruksi, kehilangan barangbarang dan tidak mendengarkan orangtua dang gurunya. 2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsentrasi Belajar Menurut Kaur (2014), konsentrasi belajar siswa dapat dipenagruhi oleh berbagai faktor, seperti di bawah ini : a. Lingkungan Lingkungan dapat mempengaruhi kemampuan dalam berkonsentrasi, siswa akan dapat memaksimalkan kemampuan konsentrasi. Faktor lingkungan yang mempengaruhi konsentrasi belajar adalah suara, pencahayaan, temperatur, dan desain belajar. 1. Suara. Setiap orang memiliki reaksi yang berbeda terhadap suara, ada yang menyukai belajar sambil mendengarkan musik, belajar ditempat ramai, dan bersama teman. Tetapi ada yang hanya dapat belajar di tempat yang tenang tanpa suara, atau ada juga yang dapat belajar di tempat dalam keadaan apapun. Universitas Sumatera Utara 37 2. Pencahayaan. Pencahayaan merupakan salah satu faktor yang pengaruhnya kurang begitu dirasakan dibandingkan pengaruh suara, tetapi terdapat juga seseorang yang senang belajar di tempat terang, atau senang belajar di tempat yang gelap, tetapi kenyamanan visual dapat juga digolongkan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kenyamanan di dalam ruangan atau bangunan. 3. Temperatur. Temperatur sama seperti faktor pencahayaan, merupakan faktor yang pengaruhnya kurang begitu dirasakan dibandingkan pengaruh suara, tetapi terdapat juga seseorang yang senang belajar di tempat dingin, atau senang belajar di tempat yang hangat, dan juga senang belajar di tempat dingin maupun hangat. 4. Desain belajar. Desain belajar merupakan salah satu faktor yang memiliki pengaruh juga, yaitu sebagai media atau sarana dalam belajar, misalnya terdapat seseorang yang senang belajar di tempat santai sambil duduk di kursi, sofa, tempat tidur, maupun di karpet. Cara mendesain media dan sarana belajar merupakan salah satu cara yang dapat membuat kita lebih dapat berkonsentrasi. b. Modalitas Belajar Modalitas belajar yang menentukan siswa dapat memproses setiap informasi yang diterima. Konsentrasi dalam belajar dan kreativitas guru dalam mengembangkan strategi dan metode pembelajaran di kelas akan Universitas Sumatera Utara 38 meningkatkan konsentrasi belajar siswa sehingga hasil belajarnya pun akan meningkat pula. Semakin banyak informasi yang diterima dan diserap oleh siswa, maka kemampuan berkonsentrasi pun harus semakin baik dan fokus dalam mengikuti setiap proses pembelajaran. Banyak cara yang ditawarkan oleh para ahli dalam meningktakan konsentrasi belajar siswa, isalnya dengan cara meningkatkan gelombang alfa agar setiap siswa dapat berkonsentrasi dengan baik, kemudian dapat juga dengan mengatur posisi tubuh pada saat belajar, dan mempelajari materi (informasi) sesuai dengan karakteristik siswa itu sendiri. c. Pergaulan Pergaulan juga dapat mempengaruhi siswa dalam menerima pelajaran, perilaku dan pergaulan mereka, dapat mempengaruhi konsentras belajar yang dipengaruhi juga oleh beberapa faktor, seperti faktor tekonologi yang berkembang saat ini contohnya televisi, internet, dan lain-lain ini sangat berpengaruh pada sikap dan perilaku siswa. d. Psikologi Faktor psikologi juga dapat mempengaruhi bagaimana sikap dan perilaku siswa dalam berkonsentrasi, misalnya karena adanya maslah dalam lingkungan sekitar dan keluarga. Hal ini ternyata akan mempengaruhi keadaan psikologis siswa, karena siswa akan kehilangan semangat da motivasi belajar mereka, tentunya akan berpenagruh juga terhadap tingkat konsentrasi siswa yang akan semakin menurun. Universitas Sumatera Utara 39 Selain itu menurut Hakim (2002), tidak dapat dipungkiri bahwa keberhasilan seseorang untuk dapat melakukan konsentrasi yang efektif memerlukan faktor-faktor pendukung tertentu. Faktor-faktor pendukung tersebut meliputi: 1. Faktor internal (faktor-faktor yang berasal dari dalam diri seseorang) Faktor internal merupakan faktor pertama dan utama yang sangat menetukan apakah seseorang dapat melakukan konsentrasi secara efektif atau tidak. Secara garis besar, faktor-faktor ini meliputi hal-hal berikut: a. Faktor jasmaniah Hal ini dapat dilihat dari kondisi jasmani seseorang yang meliputi kesehatan badan secara menyeluruh, seperti berikut ini: 1. Kondisi badan yang normal menurut standar kesehatan atau bebas dari penyakit yang serius. 2. Kondisi badan di atas normal atau fit akan lebih menunjang konsentrasi. 3. Cukup tidur dan istirahat. 4. Cukup makan dan minum serta makanan yang dikonsumsi memenuhi standar gizi untuk hidup sehat. 5. Seluruh panca indera berfungsi dengan baik. 6. Tidak mengalami gangguan fungsi otak karena penyakit tertentu, seperti mag dan sakit kepala. 7. Detak jantung normal. Detak jantung ini snagat mempengaruhi ketenangan dan sangat mempengaruhi konsentrasi efektif. Universitas Sumatera Utara 40 8. Irama napas berjalan baik. Sama halnya dengan jantung, irama napas juga sangat mempenagruhi ketenangan. b. Faktor rohaniah Untuk dapat melakukan konsentrasi efektif, kondisi rohani seseorang setidak-tidaknya harus memenuhi hal-hal berikut: 1. Kondisi kehidupan sehari-hari cukup tenang 2. Memiliki sifat baik, terutama sifat sabar dan konsisten 3. Taat beribadah sebagai penunjang ketengan dan daya pengendalian diri 4. Tidak dihinggapi berbagai jenis masalah yang terlalu berat 5. Tidak emosional 6. Tidak sedang dihinggapi stres berat 7. Memiliki rasa percaya diri yang cukup 8. Tidak mudah putus asa 9. Memiliki kemauan keras yang tidak mudah padam 10. Bebas dari berbagai gangguan mental, seperti rasa takut, waswas dan gelisah. 2. Faktor eksternal (faktor-faktor yang ada di luar diri atau sekitar lingkungan seseorang). Faktor eksternal adalah segala hal-hal yang berada di luar diri seseorang atau lebih tepatnya segala hal yang berada di seitar lingkungan. Hal-hal tersebut juga dapat menjadi pendukung terjadinya konsentrasi efektif. Universitas Sumatera Utara 41 Berikut ini beberapa faktor eksternal yang mendukung konsentrasi efektif. a. Lingkungan sekitar harus cukup tenang, bebas dari suara-suara yang terlalu keras yang mengganggu pendengaran dan ketenangan. Sebagai contoh suara bising dari mesin kendaraan bermotor, suara keramaian orang banyak, suara pesawat radio, dan televisi yang terlalu keras. b. Udara sekitar harus cukup nyaman, bebas dari polusi dan bau-bauan yang mengganggu rasa nyaman. Sebagai contoh, bau bangkai dan kotoran binatang, bau sampah, bau WC, dan lain-lain. c. Peneragan di sekitar lingkungan juga harus cukup, tidak lebih dan tidak kurang sehingga tidak menimbulkan kesukaran bagi pandangan mata d. Orang-orang yang ada di sekitar lingkungan juga harus terdiri dari orang-orang yang dapat menunjang suasana tenang. Apalagi jika lingkungan tersebut merupakan lingkungan belajar atau lingkungan kerja. Setiap orang akan sulit melakukan konsentrasi kerja yang efektif jika ia selalu dihadapkan dengan orang yang tidak dapat bekerja sama dengannya, terlebih lagi jika ia harus selalu berhadapan dengan orang-orang yang menjadi musuhnya. e. Suhu di sekitar lingkungan harus menunjang kenyamanan dalam melakukan kegiatan yang memerlukan konsentrasi. Untuk itu perlu Universitas Sumatera Utara 42 diperhatikan sirkulasi udara, pendingin ruangan atau setidaknya kipas angin. f. Tersedia fasilitas yang cukup menunjang kegiatan kerja, seperti ruangan yang bersih, kursi, meja dan peralatan untuk keperluan belajar, yang menimbulkan rasa nyaman dan dapat mendukung konsentrasi belajar yang efektif. 2.2.4 Ciri-ciri Konsentrasi Belajar Menurut Engkoswara (2012), bahwa ada klasifikasi perilaku belajar yang dapat digunakan untuk mengetahui ciri-ciri siswa yang dapat digunakan untuk mengetahui ciri-ciri siswa yang dapat berkonsentrasi adalah sebagai berikut : 1. Perilaku kognitif, yaitu perilaku yang menyangkut masalah pengetahuan, informasi, dan maslah kecakapan intelektual. Pada perilaku kognitif ini, siswa yang memiliki konsentrasi belajar dapat dilihat melalui: a. Kesiapan pengetahuan yang dapat segera muncul bila diperlukan b. Komprehensif dalam penafsiran informasi c. Mengaplikasikan pengetahuan yang diperoleh d. Mampu mengadakan analisis dan sintesis pengetahuan yang diperoleh. 2. Perilaku afektif yaitu perilaku yag berupa sikap dan persepsi. Pada perilaku ini siswa yang memiliki konsentrasi belajar dapat dilihat dari: a. Adanya penerimaan, yaitu tingkat perhatian tertentu b. Respon, yaitu keinginan untuk intraksi bahan yang diajarkan Universitas Sumatera Utara 43 c. Mengemukakan suatu pandangan atau keputusan sebagi integrasi dari suatu keyakinan, ide dan sikap seseorang. 3. Perilaku psikomotor. Pada perilaku ini, siswa yang memiliki konsentrasi belajar dapat dilihat dari adanya: a. Adanya gerakan anggota badan yang tepat atau sesuai dengan petunjuk guru. b. Komunikasi non vrbal, seperti ekspresi muka dan gerakan-gerakan yang penuh arti. c. Perilaku berbahasa. Pada perilaku ini, siswa yang memiliki konsentrasi belajar dapat dipengaruhi adanya aktivitas berbahasa yang terkoordinasi dengan baik dan benar. 2.2.5 Penyebab Terganggunya Konsentrasi Hambatan konsentrasi pada umumnya terjadi karena perhatian bercabang, terjadi pertentangan antara keinginan belajar dengan dorongan untuk melakukan pekerjaan yang lain. Dengan menekan semua keinginan yang tidak berhubungan dengan belajar, sesorang bisa berkonsentrasi dengan optimal. Menurut Nugroho (2007), kemampuan konsentrasi ini dapat ditingkatkan dengan niat mengerjakan, mempersiapkan suasana, bahan dan semua perlengkapan yang diperlukan lebih dahulu. Apabila hal ini dibiasakan, maka begitu duduk akan segera dapat langsung konsentrasi pada kegiatan belajar saja. Faktor-faktor penyebab gangguan konsentrasi adalah sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara 44 1. Faktor internal Dari dalam diri sendiri, misalnya minat belajar rendah (mata pelajaran dianggap tidak menarik), perencanaan jadwal belajar yang buruk dan kesehatan yang sedang menurun. 2. Faktor eksternal Berupa suasana perlengkapan, penerangan ruangan, suara, dan adanya gambar-gambar yang mengganggu perhatian. Selain itu, penyebab-penyebab timbulnya kesulitan konsentrasi belajar, antara lain: 1. Lemahnya minat dan motivasi pada pelajaran Motivasi kuat yang timbul dalam diri seorang siswa dapat mendorongnya belajar sangat diperlukan. Ada siswa yang akan dapat berprestasi bila diberikan sebuah rangsangan. 2. Timbulnya perasaan negatif, seperti gelisah, tertekan, marah, khawatit, takut, benci dan dendam. 3. Suasana lingkungan belajar yang berisik dan berantakan Suara hiruk-pikuk kendaraan, suara orang yang sedang bertengkar dan lain-lain dapat mempengaruhi perhatian dan kemampuan seseorang untuk konsentrasi belajar. 4. Gangguan kesehatan jasamani Bila siswa terlihat ogah-ogahan pada materi pelajaran yang sedang didalaminya, hendaknya jangan tergesa-gesa untuk menghakimi bahwa Universitas Sumatera Utara 45 ia malas belajar. Mungkin saja kondisi kesehatannya saat itu sedang ada masalah. 5. Bersifat pasif dalam belajar 6. Tidak memiliki kecakapan dalam cara-cara belajar yang baik. Menurut Hakim (2002) bahwa timbulnya gangguan konsentrasi dapat disebabkan oleh hal-hal berikut ini yaitu: 1. Faktor internal, merupakan faktor penyebab gangguan konsentrasi yang berasal dari dalam diri seseorang. Faktor internal terbagi ke dalam dua garis besar sebagai berikut: a. Faktor jasmaniah Faktor penyebab gangguan konsentrasi yang bersumber dari kondisi jasmaniah siswa yang tidak berada di dalam kondisi normal atau mengalami gangguan kesehatan, misalnya: 1. mengantuk 2. lapar dan haus 3. gangguan panca indera 4. gangguan pencernaan 5. gangguan pernapasan 6. gangguan di kulit yang menyebabkan gatal dan perih 7. gangguan saraf dan otak 8. tidak betah diam dan hiperaktif, dan 9. kondisi tubuh yang tidak sehat seperti tidak enak badan, demam, pusing, dan gangguan kesehatan lainnya. Universitas Sumatera Utara 46 b. Faktor rohaniah Faktor penyebab gangguan konsentrasi berasal dari mental seseorang (rohaniah) yang sedang mengalami berbagai macam gangguan, mulai dari gangguan mental ringan (saat pribadi seseorang masih berada dalam batas normal) sampai pada gangguan mental berat (saat pribadi orang tersebut sudah berada dalam kondisi abnormal). Berikut ini beberapa gangguan mental yang dapat menimbulkan gangguan konsentrasi seseorang yaitu: 1. Tidak tenang dan tidak betah diam yang bersumber dari pembawaan atau maslah tertentu 2. Ada kecenderungan mudah gugup (nervous) dan grogi 3. Emosional, tidak sabar, dan selalu sering bersikap terburu-buru. 4. Mudah tergoda pada sesuatu yang terlihat dan terdengar di sekitar lingkungan 5. Ada kecenderungan untuk mudah cemas setiap kali mengerjakan sesuatu yang penting. 6. Mudah grogi di tengah lingkungan orang banyak, seperti kampus, kantor 7. Tidak dapat mengendalikan khayalan, ingatan masa lalu, dan pikiran-pikiran lain yang muncul saat mengerjakan sesuatu. 8. Tidak percaya diri yang mengakibatkan timbulnya bayangan takut gagal yang mencemaskan. Universitas Sumatera Utara 47 9. Sedang dihinggapi gangguan mental tertentu, seperti stres, trauma, frustasi, psikomatis, neurosis, dan depresi, mulai dari yang ringan sampai yang berat. Pada gangguan psikosomatis, seseorang sudah sering tidak dapat lagi berpikir secara realitis. 2. Faktor eksternal, merupakan faktor penyebab gangguan konsentrasi yang berasal dari luar diri seseorang, yaitu lingkungan di sekitar orang tersebut berada. Faktor gangguan eksternal yang sering dialami adalah adanya rasa tidak nyaman dalam melakukan berbagai kegiatan yang memerlukan konsentrasi penuh, seperti belajar, bekerja, dan beribadah. Berikut ini contoh-contoh gangguan tersebut yaitu sebagai berikut: a. Ruangan belajar yang terlalu sempit dan menimbulkan rasa tidak leluasa dan tidak rileks, apalagi jika ruangan tersebut dipenuhi oleh barang-barang yang sebetulnya tidak layak berada di ruangan tersebut. b. Ruangan belajar yang tidak bersih c. Tata letak barang-barang yang tidak teratur sehingga menimbulkan kesan berantakan atau semrawut yang juga dapat menimbulkan perasaan tak menentu. d. Udara di sekitar lingkungan kerja yang berpolusi dari debu yang berasal dari ruangan kerja yang tidak bersih atau berasal dari luar karena terlalu ramainya lalu lintas. e. Adanya aroma yang tidak sedap, seperti bau busuk dari sampah, bangkai binatang, atau WC yang jarang dibersihkan. Universitas Sumatera Utara 48 f. Suhu udara yang terlalu panas g. Hubungan yang kurang harmonis dengan orang-orang yang sering berada dalam satu lingkungan yang sama. h. Polusi udara yang berasal dari kendaraan bermotor, mesin pekerja bangunan, suara bising dari kerumunan orang banyak, dan suara keramaian lalu lintas, terutama jika orang tersebut melakukan kegiatan di tempat yang lokasinya di daerah pusat bisnis. i. Gangguan penglihatan yang bersumber dari lingkungan yang kotor, tata letak barang-barang yang tidak teratur, gambar di dinding yang tidak sesuai dengan selera dan etika, dan tingkah laku orang di sekitar lingkungan. 2.2.6 Pengukuran Konsentrasi Belajar Salah satu cara untuk mengukur konsentrasi belajar adalah dengan menggunakan Stroop Test. Kajian Stroop Effect adalah salah satu kajian yang digunakan untuk melihat proses perhatian dan kesadaran dalam diri manusia. “Stroop Effect” pertama kali diperkenalkan pada tahun 1935 oleh John Ridley Stroop dalam jurnalnya yaitu “Studies Of Interference In Serial Verbal Reactions”. Eksprimen ini adalah yang berkaitan dengan pengencaman warna dan perkataan. Hasil keputusan dalam eksprimen ini, untuk menguji hipotesisnya itu. Stroop memperkenalkan beberapa eksprimen visual (MacLeod, 1991). Dalam satu eksprimen, Stroop menunjukkan satu perkataan dan warna subjek perlu membaca dan mengecam warna yang ditunjukkan. Dalam eksprimen ini dua proses berlaku yaitu membaca perkataan dan mengecam warna dalam masa yang sama. Ini Universitas Sumatera Utara 49 memberi satu bentuk “gangguan” antara membaca perkataaan dan mengecam warna tersebut. Stroop membuat pengecaman pada perkataan daripada mengecam warna. Terdapat kurang gangguan apabila seseorang itu mengecam perkataan daripada mengecam warna (Stroop, J. R, 1935). Stroop test merupakan salah satu bentuk permainan asah otak yang dapat digunakan untuk menguji daya konsentrasi seseorang. Test ini sering digunakan oleh para psikolog menilai daya konsentrasi seseorang. Instrumen tes ini adalah kartu yag berisi sebuah kata dalam berbagai warna. Dimana responden menyebutkan kata dan warna tulisan dalam kartu dengan waktu yang diukur untuk setiap pengukuran. Misalnya, bila yang kartu yang ditunjukkan pada responden adalah kartu yang berisi kata “red” dalam warna hijau, maka responden harus “red” pada pengukuran yang pertama dan menyebutkan hijau dan bukan “red” yang tertulis dalam kartu pada pengukuran yang kedua. Menurut Damayanti (2015), penilaian tes ini dilakukan dengan mengukur kecepatan responden untuk menyebutkan warna kata dalam 25 kartu yang tersedia dengan menggunakan stopwatch untuk setiap pengukuran. Waktu yang didapatkan dari pengukuran saat responden meyebutkan warna tulisan setiap kata dalam 25 kartu dikurangi dengan waktu responden membaca kata dalam 25 kartu untuk mendapatkan interference score. Bila didapatkan selisih kedua waktu (interference score) 13, maka dikatakan konsetrasi baik. Namun bila interference score > 13, maka dikatakan konsentrasi buruk (Damayanti, 2015). Universitas Sumatera Utara 50 2.3 Hubungan Kebisingan dengan Tingkat Konsentrasi Belajar Lingkungan sekolah memerlukan lingkungan yang tenang dan jauh dari kebisingan. Tetapi pada kenyataannya untuk daerah perkotaan sulit untuk mendapatkan lokasi sekolah yang tenang, karena di perkotaan yang padat lalu lintasnya kebisingan bukan merupakan masalah baru lagi, tetapi permasalahan lama yang perlu dipecahkan bersama. Menurut Maknun (2008), bahwa ada dua syarat agar murid dapat mendengarkan pelajaran dengan baik. Pertama, lingkungan yang tidak bising. Bising dalam hal ini adalah bising yang bisa saja bersumber dari lalu lintas di jalan, aktivitas di sekitar sekolah, suara dari kelas sebelah dan bising dari mesin penyejuk udara. Kedua adalah waktu dengung yang rendah. Waktu dengung adalah ukuran yang menunjukkan seberapa cepat suara akan menghilang (Maknun, 2008). Berdasarkan pendapat Hidayati (2007), apabila kebisingan terpapar pada seseorang yang sedang belajar, maka kebisingan yang sangat rendah sekalipun dianggap mengganggu, sumber kebisingan yang berdampak pada seseorang yang belajar bukan hanya bersumber dari dalam ruangan saja akan tetapi juga sekeliling dan luar ruangan belajar tersebut. Belajar tidak hanya dipengaruhi oleh faktor internal saja akan tetapi juga faktor eksternal, yaitu kondisi lingkungan sekitar belajarnya. Kebisingan merupakan gangguan dalam proses belajar mengajar, kebisingan pada intensitas yang lama dan pada tingkat tertentu dapat membahayakan kesehatan. Universitas Sumatera Utara 51 Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 48 Tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 718 Tahun 1987 Tentang Kebisingan menyebutkan bahwa baku tingkat kebisingan untuk sekolah atau sejenisnya adalah sebesar 55 dB dan tidak boleh melebihi 55 dB karena pada proses belajar dibutuhkan konsentrasi yang baik pada siswa dalam menerima pelajaran yang disampaikan oleh guru agar dapat dipahami apa yang telah dipelajari untuk mencapai prestasi belajar yang lebih baik. Hal ini juga diungkapkan dalm beberapa penelitian diantaranya adalah bahwa semakin tinggi tingkat bising di ruang kelas, maka semakin rendah konsentrasi belajar siswa pada kelas tersebut dan sebaliknya semakin rendah tingkat kebisingan ruang kelas, maka akan semakin tinggi konsentrasi belajar siswa (Halil dkk, 2015). Menurut Woolner et al. (2010) dampak kebisingan dalam belajar yaitu dimana kondis bising yang memapar ruag belajar dapat memberikan efek negatif secara langsung pada pemebelajaran, khususnya pemahaman bahasa dan perkembangan membaca. Sedangkan, penyebab tak langsung permasalahan tersebut yaitu pada pelajar sering mengalami perasaan bingung atau jengkel ketika belajar saat terjadi kebisingan yang demikian karena konsentrasi mereka dalam belajar terganggu akibat dari bising. Universitas Sumatera Utara 52 2.4 Kerangka Konsep Tingkat Kebisingan Jalan Raya di Sekolah Dasar Karakteristik Responden : Tingkat Konsentrasi Belajar 1. Jenis Kelamin 2. Rangking Kelas 3. Kebiasaan Sarapan Universitas Sumatera Utara