pemahaman tentang berkat

advertisement
PEMAHAMAN TENTANG BERKAT
1. PENGANTAR : PEMAHAMAN UMAT TENTANG "BERKAT"
Gereja sebagai sakramen induk bukanlah barang mati dan statis. Jemaah Kristen
merupakan suatu masyarakat manusia yang dinamis. Ia mempertahankan, mewujudkan dan
memperluas dirinya dengan berbagai kegiatan dan tindakan Kristus. Tentu saja tidak semua
tindakan yang dengannya Gereja merealisasikan dirinya dalam Gereja sebagai "sakramen
penyelamatan" (sakramen induk), meskipun barangkali, ditinjau dari segi lain, sama penting
dan perlu, supaya Gereja direalisasikan secara menyeluruh. Dengan lain perkataan
"sakramentalitas" Gereja dapat menjadi terwujud dengan pelbagai tingkat. Meskipun semua
"sakramental", namun tidak semua menjadi "sakramen", mungkin hanya termasuk pada bagian
sakramentali saja.
Disadari paham umat akan arti dan makna " Berkat " (merupakan bagian dari tindakan
sakramentali) masih begitu "dangkal". Perbedaan atau hubungan pengertian antara yang disebut
tindakan sakramen dengan tindakan sakramentali (berkat-berkat) masih begitu kabur. Orang
kerap menyamakan berkat dengan sakramen-sakramen. Ada yang berpendapat bahwa para
pelayan untuk berkat-berkat hanya bisa diberikan oleh mereka yang telah ditahbiskan saja
(Uskup, Imam dan Diakon), sedangkan umat biasa tidak boleh. Bahkan sampai sekaang banyak
umat yang masih tetap berkeyakinan bahwa tindakan berkat erat kaitannya magis (berkekuatan
magis). Dengan kata lain setiap barang yang sudah diberkati memiliki nilai kekuatan magis
(menjadi sakti).
Pemakaian kata-kata simbolik dan indah-indah dalam suatu perayaan pemberkatan
bertujuan pemuasaan unsur spikologis saja, tetapi tidak berkaitan dengan arti dan makna liturgi
itu sendiri. Demikian juga dengan gerakan-gerakan yang ditampilkan serta kata-kata hanya
untuk Amemukau@ mereka yang melihat dan mendengarkan, tetapi kurang melibatkan umat
dalam doa-doa bersama.
Sampai pada permulaan abad ini, kekeliruan berkaitan dengan arti, makna sakramentali
dan pelaksanaan liturginya masih ada dalam kehidupan umat kita. Yang jelas kekeliruan ini
mungkin disebabkan oleh pemahaman Gereja lama mengenai berkat yang justru masih dihidupi
hingga saat ini. Pada jaman abad pertengahan berkat hanya terkait dalam perayaan ekaristi.
Dengan jelas disebutkan agar seluruh kekuatan roh jahat dan seluruh yang berbau setan
dijauhkan dari minyak yang memang dicipta untuk dipakai oleh manusia. Dengan cara yang
sama diucapkan eksorsis atas air yang dipakai sebagai air suci dalam setiap rumah-rumah. Pada
zaman ini ada pandangan pessimis terhadap dunia. Waktu itu diyakini bahwa segala sesuatu
yang diciptakah meski dikuduskan dengan pemberkatan. Nada ini masih ditemukan dalam
beberapa teks pemberkatan pada abad IX, seperti pemberkatan sebuah perigi: didoakan agar
Allah menghalau kekuatan setan keluar dari air.
Secara perlahan-lahan permberkatan tidak lagi dihubungakan dengan perayaan ekaristi,
tetapi dibuat upacara tersendiri, liturgi tersendiri. Oleh karena itu jumlah pemberkatan semakin
bertambah, demikian juga baran-barang yang mau diberkati semakin banyak. Dan pada
gilirannya pemberkatan-pemberkatan dipahami sebagai magis. Para uskup dan imam kerap
1
memberkati tanpa ada hubungannya dengan komunitas, dilaksanakan secara pribadi dan
spontan-spontan dan di mana saja dan dalam situasi apa saja.
Memang dengan
gampang kita dapat
mengerti
mengapa para pembaharu
mengetengahkan banyak kritik terhadap pemberkatan-pemberkatan untuk abad pertengahan
tadi. Buku-buku liturgi post-Trente sesungguhnya belum berhasil membebaskan Gereka dari
ikatan belenggu abad pertengahan sebelumnya. Usaha yang ada ialah membatasi jumlah
pemberkatan. Sayangnya masih banyak pemberkatan tidak memiliki nilai liturgis yang
sesungguhnya. Cukup banyak pemberkatan tidak memiliki nilai liturgis yang sesungguhnya.
Sebelum konsili Vatikan II sudah memang sudah ada kesadaran akan perlunya
pengertian baru dan pembaharuan atas tatacara pemberkatan yang ada untuk mulai direvisi
namun belum sesungguhnya memuaskan.
Bapa-bapa konsili mengakui bahwa dalam perjalanan sejarah ada beberapa hal yang
menyusupi upacara sakramentali sehingga hakekat serta tujuannya menjadi kurang jelas bagi
kita sekrang (SC.62). Pada waktu konsili itu disadari bahwa pemberkatan-pemberkatan itu
terutama merupakan suatu bentuk perayaan liturgi. Oleh karena itu pembaharuan sakramentali
harus dibuat dengan mengindahkan kaidah-kaidah dasar tentang keikutsertaan kaum beriman
secara sadar dan aktif dan dengan mudah, dan dengan memperhatikan kebutuhan-kebutuhan
zaman (SC.79). Untuk mewujudkan pembaharuan liturgi, dimungkinkan memakai bahasa
nasional dalam pelayanan sakramentali-sakramentali. Selain itu dimungkinkan juga menyusus
ritus-ritus yang sesuai dengan daerah, didasarkan pada ritus romawi baru (bdk. SC.63).
Pelayan utama pemberkatan ialah uskup dan imam; juga para awam dapat melayankan
beberapa sakramentali, sekurang-kurangnya dalam keadaan-keadaan istimewa dan sesuai
dengan kebijakan Uskup setempat (SC.79). Konstitusi tentang Gereja (bdk. Lumen Gentium.29)
kemudian mengajarkan bahwa para diakon bertugas melayankan sakramentali-sakramentali.
Begitulah Vatikan II keluar dari keterkungkungan abad pertengahan dan kembali melihat
semangatnya Bapa-bapa Gereja. Pada akhirnya Gereja membaharui buku pemberkatanpemberkatan yang diterbitkan secara resmi tahun 1984 dengan judul Rituale Romanum, De
Benedictionibus (DB).
2. MEMAHAMI ARTI BERKAT
Istilah berkat berasal dari bahasa Latin benedicere ( letterlek: berbicara dengan baik,
mengucapkan kata yang baik), demikian juga dalam bahasa Yunani (eulogein) dan bahasa
Ibrani barak yang berhubungan dengan Allah atau benda. Memberkatai suatu ucapan yang
ditujukan kepada Allah atas nama manusia atu kepada manusia atas nama Allah. Dalam
beberapa bahasa modern dipakai untuk menyampaikan dua hal, yaitu pujian(Inggris: to
praise) dan
memberkati (to bless). Dengan demikian konsep berkat mengungkapkan dua
unsur tindakan liturgis: pujian kepada Allah dan memohon berkat-Nya.
3. PEMBERKATAN SEBAGAI PUJIAN DAN PERMOHONAN
Pemberkatan bukanlah suatu untaian kata-kata yang diucapkan secara tahyul untuk secara
magis memperoleh campur tangan ilahi. Paham ini sungguh fundamental untuk mengerti makna
pemberkatan-pemberkatan dengan baik. Pertama-tama, setiap pemberkatan merupakan suatu
2
pujian dan ungkapan syukur kepada Allah, pencipta dan pemberi segala berkat. Berkat, terarah
kepada permohonan untuk menyembah Allah secara benar (SC.59). Pemberkatan orang-orang
atau benda-benda selalu merupakan bentuk permohonan kepada Allah, diucapkan dalam pujian,
agar Allah mengabulkannya. Dalam hal ini dibicarakan anamnesis: Gereja yang penuh ungkapan
terimakasih, mengenang kenyataan bahwa manusia dan benda-benda telah diberkati melalui
penciptaan dan penyelamatan dan dengan demikian dipakai untuk memuji Allah. Selain itu berkat
mengandung unsur keselamatan. Allah melimpahkan kepenuhan berkat-Nya melalui misteri
paskah Putera-Nya yang telah menjadi manusia. Maka berkat, ilahi itu terdiri dari rahmat
keselamatan yang berkelanjutan, dilaksanakan oleh Yesus melalui kematian dan kebangkitan-Nya.
Berkat tersebut harus menumbukan keselamatan pribadi bagi setiap manusia dan berguna bagi
pembangunan tubuh Kristus (SC. 59). Jadi, aspek liturgis pemberkatan besifat ganda: pujian kepada
Allah dan permohonan rahmat keselamtan bagi manusia. Berkat tersebut memperoleh rahmat,
perayaannya sendiri menyiapkan kaum beriman menerima rahmat itu yang membuahkan hasil
nyata, untuk menyembah Allah secara benar, dan untuk mengamalkan cintakasih (SC. 59).
4. BERKAT SEBAGAI TANDA
Pemberkatan-pemberkatan, seperti halnya sakramen-sakramen, mempersiapkan umat untuk
menerima rahmat ilahi yang membuahkan hasil nyata, dan serentak untuk menyembah Allah dan
mencintai sesama, seperti sudah disebut di atas. Pemberkatan-pemberkatan itu adalah
Asakramentali@, tanda-tanda suci. Sengsara, kematian dan kebangkitan Tuhan bukan hanya
dinyatakan dalam ekaristi dan sakramen-sakramen lainnya, tetapi lewat pemberkatan-pemberkatan
sehingga Ahampir setiap peristiwa hiup orang kristen dikuduskan dengan rahmat ilahi yang
mengalir dari misteri Paskah. Konsekuensinya bila manusia menggunakan benda-benda dengan
pantas, boleh dikatakan tidak ada satu pun yang tak dapat dimanfaatkan untuk menguduskan
manusia dan memuliakan Allah (SC.61).
Dengan demiian pemberkatan-pemberkatan menunjukkan fakta bahwa kenyataan dunia ini,
yakni situasi-situasi konkrit hidup manusiawi dan benda-benda materi, mempunyai hubungan
yang erat dengan misteri paska Kristus; misteri itu adalah sumber berkat ilahi bagi semua ciptaan.
Pengertian yang tepat terhadap pembekatan-pemberkatan mengandaikan bahwa dunia ini
diinterpretasikan sebagai kenyataan positif, sebagai Aciptaan yang baik@. Sebab, segala sesuatu
yang telah diciptakan oleh Allah, baik adanya (1Tim 4:4; Kej 1:31). Dunia ciptaan adalah juga
perwujudan Allah yang baik, dunia adalah tempat kehadiran-Nya dan tanda kedekatan-Nya. Dengan
demikian baik ciptaan maupun hasil karya manusia mempunyai nilai ilahi. Realitas ini paling
mendalam diungkapkan dalam inkarnasi Allah.
Iman manusia tahu bahwa seluruh cipataan juga diliputi oleh mysterium iniquitatis, artinya
seluruh ciptaan ternoda oleh dosa, derita, dan kematian. Manusia masih perlu dibebaskan dari
perbudakan kebinasaaan dan masuk kedalam kemerdekaat kemuliaan Anak-anak Allah (Rm 8:21).
Gambaran sakit bersalin menampakkan bahwa derita dan dosa tidak berlangsung selamanya. Dalam
kematian dan kebangkitan Yesus telah diperoleh kemenangan atas derita, dan telah diselamatkan
dan ciptaan baru telah dimulai. Tubuh Tuhan yang bangkit sungguh merupakan jaminan
kesempurnaan seluruh ciptaan kemuliaan yang akan datang.
Berkat-berkat diucapkan untuk manusia maupun barang materi. Manusia yang diberkai
senantiasa dirinya ditopang oleh belaskasih ilahi dan diselamatkan oleh Yesus Kristus. Barangbarang material, baik natural maupun yang diproduksi secara artifisial, dihubungkan melalui
karakterk sakramental pemberkatan bagi manusia dengan peristiwa keselamatan ciptaan dan
3
penyelamatan.
5. PRINSIP BERKAT (SAKRAMENTALI) SELALU TERARAH DAN BERSUMBER
PADA SAKRAMEN
Sakramentali sebagai tanda suci berhubungan erat dengan sakramen. Konstitusi Liturgi
menyatakan bahwa sakramentali memiliki kemiripan dengan sakramen. Menurut kami
sakramentalidalam arti tertentu menghadirkan perayaan sakramen Gereja. Perayaan berkatberkat adalah perayaan kerinduan akan sakramen dan perayaan yang diarahkan kepada perayaan
sakramen. Perayaan sakramentali dapat menghantar dan mempersiapkan orang beriman kepada
sakramen-sakramen Gereja. Hal ini tampak dalam berbagai upacara sakramentali. Pemberkatan
air suci, pemberkatan dengan tanda salib di dahi anak-anak atau katekumen merupakan upacara
dalam rangka menuju atau mengenangkan sakramen baptis; pemberkatan roti, buah atau doa
sebelum atau sesudah makan berhubungan dengan Sakramen Ekaristi; berbagai doa untuk
orang sakit merupakan kerinduan dan perwujudan sakramen pengurapan orang sakit; upacara
pertunangan merupakan perayaan kerinduan akan sakramen perkawinan; upacara tobat terarah
kepada sakramen tobat.
Sakramentali dibedakan dengan sakramen menurut dayaguna atau
akibat
sakramentalnya. Daya guna sakramen terjadi secara ex opere operato (berkat tindakan yang
dilakukan oleh Kristus). Artinya, sakramen pertama-tama tindakan Kristus. Dalam sakramen,
Kristuslah yang melayani dan menguduskan si penerima. Jadi dengan istilah ex opere operato
ini mau ditekankan bahwa sakramen merupakan karya Allah dan bukan usaha manusia. Karya
Allah ini tidak bersangkut paut dengan keadaan moral si pelayan. Lepas dari disposisi dan
keadaan si pelayan manusia, sakramen tetap berlangsung dan berdayaguna. Misalnya, meskipun
imam yang memimpin misa itu berdosa, tetapi Perayaan Ekaristi yang dirayakan tetap sah dan
di sana benar-benar terjadi Tubuh dan Darah Kristus karena Kristuslah yang berkarya.
Berbeda dengan sakramen, dayaguna sakramentali terjadi secara ex opere operantis (
berkat tindakan manusia yang mengerjakan). Itu berarti sakramentali pertama-tama karya,
tindakan dan usaha manusia, yaitu Gereja. Sakramentali adalah doa permohonan Gereja agar
Allah memberkati dan menguduskan orang atau benda itu. Kalau dalam sakramen rahmat
pengudusan terjadi secara tidak tergantung pada disposisi dan usaha si pelayan manusia, dalam
sakramentali pemberkatan dan pengudusan itu terjadi sejauh itu dimohonkan oleh Gereja.
Sakramentali dipahami Gereja tidak secara magis, bahwa seolah-oleh sesudah orang
atau barang itu diberkati, maka orang atau barang itu menjadi sakti. Dengan ungkapan
sakramentali sebagai "doa permohonan Gereja" itu, mau dinyatakan bahwa orang atau barang
yang diberkati oleh Allah melalui doa permohonan Gereja kini memiliki arah dan nilai baru
yang terarah kepada Allah Sang Pencipta dan Penebus.
6. PEMBERKATAN MERUPAKAN BAGIAN DARI OLAH KESALEHAN RAKYAT
Katekese tidak boleh hanya memperhatikan liturgi sakramental dan sakramentali, tetapi
juga bentuk-bentuk kesalehan umat beriman dan religiositas rakyat. Semangat religius umat
Krsiten sejak dulu kala telah dinyatakan dalam pelbagai bentuk kesalehan, yang menyertai
4
kehidupan Gereja seperti penghormatan relikwi, kunjungan tempat-tempat kudus, ziarah dan
prosesi, jalan salib, tarian-tarian religius, rosario, dan medali.
Bentuk-bentuk pernyataan ini melanjutkan kehidupan liturgi Gereja, tetapi tidak
menggantikannya. "Sambil mengindahkan masa-masa liturgi, ulah kesalehan itu perlu diatur
sedemikian rupa, sehingga sesuai dengan liturgi suci; sedikit banyak harus bersumber pada
liturgi, dan mengantar umat kepadanya; sebab menurut hakikatnya liturgi memang jauh lebih
unggul dari semua ulah kesalehan itu" (SC 13).
Pemberkatan-pemberkatan bersama dengan sakramen-sakramen adalah tanda-tanda
keselamatan, yakni tanda-tanda yang kelihatan dari belaskasih yang tidak kelihatan dan hal ini
berarti tanda-tanda iman. Hanya bagi orang yang percaya pemberkatan-pemberkatan Gereja dapat
memberi kesaksian bahwa dunia teberkati. Kepada orang yang percaya, yang menyerahkan diri
kepada Allah dan yang berharap dalam kekuatan penyelamtan Kristus yang dapat mengerti berkat
Allah itu (bdk. SC.61). Pemberkatan-pemberkatan itu hanya mempunyai arti dan berguna bila ada
iman yang hidup dan sebaliknya bila kurang iman maka pemberkatan itu kehilangan nilai dan
maknanya. Bila pemberkatan itu diharapkan bekerja secara otomatis, maka kita jatuh pada magis.
Berkat partisipasi pada imamat umum maka setiap orang Kristen memiliki kewajiban untuk
memberikan berkat. Setiap orang Kristen harus memuji dan mensyukuri Allah. Oleh karena itu juga
kaum awam, dalam lingkungan hidupnya dapat mengucapkan pemberkatan-pemberkatan (sebagai
contoh para orang tua dalam keluarga).
Namun dalam relevansinya tetap diperlukan suatu kemampuan untuk menilai secara
pastoral guna menunjang atau memajukan kesalehan rakyat. Hal ini dipandang perlu guna
menjernihkan dan meluruskan semangat religius yang menjadi dasar devosi-devosi agar
semakin mengembangkan pengetahuan mengenai misteri Krsitus. Perayaannya berada di bawah
pengawasan dan keputusan para Uskup dan kaidah-kaidah umum Gereja (bdk. CT.54; bdk.
KHK. 841).
"Religiositas populer pada intinya adalah satu himpunan nilai, yang dengan kebijaksanaan Kristen
menjawab pertanyaan-pertanyaan besar mengenai eksistensi. Kebijaksanaan umat Katolik mempunyai
kemampuan untuk membuat sintesis kehidupan; demikianlah ia menggabungkan atas cara penuh daya cipta,
Yang Ilahi dan yang manusiawi, Kristus dan maria, roh dan tubuh, persekutuan dan institusi, pribadi dan
persekutuan, iman dan tanah air, akal budi dan perasaan. Kebijaksanaan ini adalah satu humanisme Kristen,
yang pada akal budi dan perasaan. Kebijaksanaan ini adalah satu humanisme Kristen, yang pada dasarnya
mengakui martabat setiap pribadi sebagai anak Allah, yang membuktikan dan mengajarkan satu persaudaraan
yang sangat mendasar untuk menemui alam dan mengerti pekerjaan, dan memberi alasan-alasan untuk
kegembiraan dan untuk humor, juga di tengah kehidupan yang sangat kejam. Kebijaksanaan itu juga bagi umat
adalah satu prisip dasar supaya mampu membeda-bedakan, satu naluri yang didukung oleh Injil, dan atas dasar
itu ia mengerti secara spontan, bilamana di dalam Gereja Injil dilayani dan bilamana ia dirongrong dan
dimatilemaskan oleh kepentingan-kepentingan lain" (Dokumen Puebla 448) (Lihat. KGK. No.1676).
7. PETUGAS YANG MEMBERIKAN PEMBERKATAN
Pelayan pemberkatan tidak harus seorang klerus atau orang tertahbis, tetapi dapat juga
awam. Pelayan awam dalam upacara sakramentali dimungkinkan atas dasar imamat umum
yang diperolehnya dalam sakramen baptis dan krisma. Lain halnya dengan sakramen, pelayan
sakramen (kecuali baptisan darurat) adalah pimpinan jemaat yang resmi, yaitu uskup, imam,
diakon, sebab dalam sakramen ditampakan dan dilaksanakan hakikat dan diri Gereja sendiri.
8. STRUKTUR POKOK UPACARA SAKRAMENTALI
Struktur dasar upacara pemberkatan dan sakramentali terdiri atas dua unsur pokok yang
5
harus selalu ada, yaitu anamnese dan epiklese. Struktur anamnesis memberi dasar seluruh
perayaan, yaitu kenangan akan karya keselamatan Allah dalam Kristus. Kenangan itu
merangkum pujian dan syukur. Sedangkan, struktur epiklesis memberi orientasi doa
permohonan Gereja, yakni doa seruan akan kedatangan Roh Kudus agar Roh Kudus
memberkati dan menguduskan orang atau barang itu. Justru dengan struktur epiklesis perayaan
liturgi dan sakramentali dijamin dari penyelewengan praktek magis. Ada beraneka ragam jenis
sakramentali. Beberapa hal penting dari Ibadat Berkat Indonesia:
Salam pembukaan: Bila petugas resmi Gereja (Uskup, Imam, Diakon) maka salam
disampaikan atas nama Gereja. Bila awam maka ia mengajak umat menyadari kehadiran Tuhan
atau mengajak umat berpuji syukur kepasa-Nya.
Berkat penutup: bila klerus dengan (+) simbolik pemberkatan, awam hanya dengan
menandai dirinya dengan salib.
Tata gerak dan simbolik: petugas awam bukanlah pejabat resmi Gereja karena itu ia
tidak bisa merentangkan tangan waktu mengucapkan doa presidential, tetapi mengatupkan
tangan, waktu memberkati barang ia tidak boleh menggunakan simbolik pemberkatan yang
dipakai oleh klerus (+), dia hanya boleh membawakan doa pemberkatan, petugas awam boleh
membuat tanda salib dengan ibu jari pada dahi orang (tidak boleh pada barang), boleh
mengulurkan tangan di atas atau ke arah orang/barang yang dimohonkan berkat, boleh mereciki
dengan air suci barang/orang yang dimohonkan berkat, boleh mendupai gedung/barang/tempat
tetapi bukan orang.
9. ANEKA RAGAM BENTUK SAKRAMENTALI
Yang termasuk sakramentali pada tempat pertama ialah pemberkatan (orang, benda,
tempat atau makanan). Tiap pemberkatan adalah pujian kepada Allah dan doa meminta
anugerah-anugerah-Nya. Di dalam Kristus, orang-orang Kristen "telah dikarunikan dengan
segala berkat rohani" (Ef 1:3). Karena itu Gereja, apabila ia memberi berkat, menyerukan nama
Yesus dan sementara itu biasanya membuat tanda salib Kristus.
Pemberkatan tertentu mempunyai arti tetap, yaitu menahbiskan pribadi-pribadi untuk
Allah dan mengkhususkan benda atau tempat untuk keperluan liturgi. Dalam permberkatan
yang diberikan kepada pribadi-pribadi - yang tidak boleh dicampur-adukan dengah tahbisan
sakramental - termasuk pemberkatan abbas pria atau wanita, pemberkatan para perawan, ritus,
ritus kaul kebiaraan, dan pemberkatan pribadi-pribadi yang melaksanakan pelayanan khusus di
dalam Gereja (sperti lektor, akilit, dan katekis). Contoh untuk pemberkatan yang menyangkut
benda-benda adalah tahbisan atau pemberkatan gereja atau altar, pemberkatan minyak-minyak
suci, bejana dan pakaian sakral, serta lonceng.
Kalau Gereja secara resmi dan otoritatif berdoa atas nama Yesus Kristus, supaya
seorang atau satu benda dilindungi terhadap kekuatan musuh yang jahat dan dibebaskan dari
kekuasaanya, orang lalu berbicara tentang eksorsisme. Yesus telah melakukan doa-doa
semacam itu (bdk. Mrk 1: 25-26); Gereja menerima dari Dia kekuasaan dan tugas untuk
melaksanakan eksorsisme (bdk. Mrk 3: 15; 6:7.13; 16:17). Dalam bentuk sederhana eksorsisme
dilakukan dalam upacara Pembaptisan. Eksorsisme resmi atau yang dinamakan eksorsisme
besar hanya dapat dilakukan oleh imam dan hanya dengan persetujuan Uskup. Orang harus
melakukannya dengan bijaksana dan harus memegang teguh peraturan-peraturan yang disusun
Gereja. Eksorsisme itu digunakan untuk mengusir setan atau untuk membebaskan dari
pengaruh setan, berkat otoritas rohani yang Yesus percayakan kepada Gereja-Nya. Lain sekali
6
dengan penyakit-penyakit, terutama yang bersifat psikis; untuk menangani hal semacam itu
adalah bidang kesehatan. Maka penting bahwa sebelum seorang merayakan eksorsisme, ia
sebaiknya memperoleh kepastian dimana yang dipersoalkan di sini adalah sungguh kehadiran
musuh yang jahat, dan bukan suatu penyakit.
Diberi kemungkinan untuk penyesuaian (inkulturasi) dalam setiap keuskupan. Hal
paling penting adalah kemungkinan menyusun upacara pemberkatan sendiri: tidak wajib
mengutup semua ritus Romawi. Ritus Romawi tidak memuat semua apa yang dibutuhkan setiap
negara.
Ada kemungkinanmenambah rumus sesuai dengan kebutuhan Gereja Universal.
Pemberkatan-pemberkatan itu dibagi dalam lima kelompok.
Pemberkatan-pemberkatan yang langsung berkaitan dengan warga jemaat.
Pemberkatan-pemberkatan bangunan dan aneka kegiatan kaum beriman.
Pemberkatan-pemberkatan sarana perayaan liturgi dan ulah kesalehan dalam Gereja.
Pemberkatan beda-benda yang dimaksudkan untuk memupuk kesalehan umat kristen.
Pemberkatan aneka.
11. KESIMPULAN
Gereja mengadakan sakramentali untuk menguduskan jabatan-jabatan gerejani tertentu,
status hidup tertentu, aneka ragam keadaan hidup kekristenan serta penggunaan benda-benda
yang bermanfaat bagi manusia. Sesuai dengan keputusan pastoral para Uskup, perayaan
pemberkatan bisa disesuaikan dengan kebutuhan dan situasi kebudayaan setempat, serta
perkembanagan zaman.. Doa dalam pemberkatan kerap diiringi dengan tanda tertentu, misalnya
penumpangan tangan, tanda salib atau pemercikan
dengan air berkat, yang tujuannya
mengingatkan kepada peristiwa pembaptisan.
Sakramentali termasuk wewenang imamat semua orang yang dibaptis; setiap orang
yang dibaptis dipanggil untuk menjadi "berkat" (bdk. Kej 12:12) dan untuk memberkati (Luk
6:28; Rm 12:14; I Ptr 3:9) bagi yang lain. Karena itu, kaum awam dapat melayani pemberkatanpemberkatan tertentu. Jika suatu permberkatan menyangkut kehidupan Gereja dan sakramental,
maka pelaksanaannya dikhususkan untuk jabatan tertahbis, seperti Uskup, imam, dan diaken
(bdk. Mrk 1:25-26).
Sakramentali tidak memberi rahmat Roh Kudus seperti dibuat Sakramen, tetapi
merupakan wujud kesatuan doa Gereja. Tujuannya supaya rahmat yang diterima dapat bekerja
sama dengannya. "Dengan demikian berkat liturgi Sakramen-sakramen dan sakramentali bagi
kaum beriman yang hatinya sungguh siap hampir setiap peristiwa hidup dikuduskan dengan
rahmat ilahi yang mengalir dari Misteri Paska sengsara, wafat dan kebangkitan Kristus. Dari
misteri itulah semua Sakramen dan sakramentali menerima daya kekuatannya. Dan bila
manusia menggunakan benda-benda dengan pantas, boleh dikatakan tidak ada satupun yang tak
dapat dimanfaatkan untuk menguduskan manusia dan memuliakan Allah" (SS 61).
Sakramentali (berkat-bertakat) merupakan tanda-tanda khusus yang diadakan oleh
Gereja untuk mempersiapkan manusia supaya menerima buah-buah Sakramen dan dapat
menguduskan berbagai keadaan hidup.
Di antara sakramentali, pemberkatan-pemberkatan memainkan peranan penting.
Tindakan tersebut selain ungkapan pujian kepada Allah atas karya dan anugerah-Nya, juga
merupakan ujud permohonan Gereja agar mampu mempergunakan anugerah-anugerah Allah
dalam semangat Injil.
Hidup Krsiten tidak hanya dipupuk oleh liturgi, tetapi juga oleh aneka ragam bentuk
7
kesalehan populer yang berakar dalam berbagai kebudayaan. Gereja berusaha untuk
menjelaskan kesalehan populer ini melalui terang iman; ia memajukan bentuk-bentuk itu, yang
di dalamnya terlibat satu naluri dan satu kebijaksanaan manusia yang sesuai dengan Injil dan
memperkaya kehidupan Kristen.
Semua pemberkatan harus dimengerti sebagai perayaan-perayaan komunitas dengn
kemungkinan penyesuaian seturut kebutuhan. Semua pemberkatan berisi suatu pujian kepada
Allah. Dalam pemberkaan-pemberkatan benda, bukan bendanya yang didoakan tetapi orang
yang akan memakai benda itu. Ibadat Berakat Indonesia mecatat, "Berkat hendaklah tidak
dimengerti secara terlalu sempit atau individualistis: memohon keberhasilan, keampuhan,
kesaktian, kemanjuran. Apalagi jangan diharapkan barang atau orang yang diberkati itu
memperoleh sesuatu kesaktian atau kekebalan ajaib yang menjurus kepada takhyul. \mohon
berkat adalah suatu pengungkapan iman Gereja yang memuji Allah dan bersyuku atas segala
karya dan karunia-Nya, dan oleh karena itu dengan penuh keyakinan memohon sesuatu
perlindungan serta bimbingan-Nya atas apa saja yang diperlukannya untuk melaksanakan tugas
kehidupan sebagai orang kristen di dalam masyarakat dunia.
8
Download