BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keluarga Berencana 1. Definisi

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Keluarga Berencana
1. Definisi Keluarga Berencana
Pengertian keluarga berencana menurut UU no 10 th 1992 (tentang
perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera) adalah
upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui
pendewasaan usia perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran, pembinaan
ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga kecil, bahagia dan
sejahtera (Handayani, 2010).
Keluarga Berencana (KB) adalah suatu usaha untuk menjarangkan atau
merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi.
Kontrasepsi atau anti kontrasepsi (Conception Control) adalah cara untuk
mencegah terjadinya konsepsi dengan menggunakan alat atau obat-obatan
(DINKES, 2009).
2. Tujuan Keluarga Berencana
Secara umum tujuan 5 tahun kedepan yang ingin dicapai dalam rangka
mewujudkan visi dan misi program KB adalah “membangun kembali dan
melestarikan pondasi yang kokoh bagi pelaksana program KB nasional yang
kuat dimasa mendatang, sehingga visi untuk mewujudkan keluarga
berkualitas2015dapat tercapai. Secara filosofis tujuan program KB adalah:
a.
Meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta mewujudkan keluarga
kecil yang bahagia dan sejahtera melalui pengendalian kelahiran dan
pengendalian pertumbuhan penduduk Indonesia.
b.
Terciptanya penduduk yang berkualitas, sumber daya manusia yang
bermutu dan meningkatkan kesejahteraan keluarga.
3. Sasaran Program KB
Sasaran program KB dibagi menjadi 2 yaitu sasarang langsung dan
sasaran tidak langsung, tergantung dari tujuan yang ingin dicapai. Yang
termasuk sasaran langsung adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang
bertujuan untuk menurunkan tingkat kelahiran dengan cara penggunaan
kontrasepsi secara berkelanjutan. Sedangkan sasaran tidak langsungnya
addalah pelaksana dan pengelola KB, dengan tujuan menurunkan tingkat
kelahiran melalui pendekatan kebijaksanaan kependudukan terpadu dalam
rangka mencapai keluarga yang berkualitas dan keluarga sejahtera.
B. Kontrasepsi Pria
Kontrasepsi berasal dari kata kontra berarti ‘mencegah’ atau ‘melawan’
dan konsepsi yang berarti pertemuan antara sel telur yang matang dan sel
sperma yang mengakibatkan kehamilan. Maksud dari kontrasepsi adalah
menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan
antara sel telur yang matang dengan sel sperma tersebut (Dinkes, 2009).
Dalam usaha untuk meningkatkan pemeriksaan gerakan Keluarga
Berencana Nasioanal peranan pria sebenarnya sangat penting dan
menentukan. Sebagai kepala keluarga pria merupakan tulang punggung
keluarga dan selalu terlibat untuk mengambil keputusan tentang
kesejahteraan keluarga, termasuk untuk menentukan jumlah anak yang di
inginkan. Dengan pertimbangan demikian telah di kembangkan bentuk
kontrasepsi pria sebagai berikut (Manuaba, 1998).
1. Metode Operasi Pria (MOP) / Vasektomi
Vasektomi sebenarnya telah dikenal orang sejak lama. Pada abad 19,
para ahli bedah telah melakukan vasektomi untuk tujuan pengobatan:
mencegah infeksi kelenjar prostat atau pada hipertrofi kelenjar prostat
(Mochtar, 1998).
Operasi pria yang biasa dikenal dengan nama Vasektomi merupakan
operasi ringan, murah, aman, dan mempunyai arti demografis yang tinggi,
artinya dengan operasi ini banyak kelahiran dapat dihindari.
Vasektomi / MOP merupakan metode sterilisasi atau operasi pada
laki-laki. Penutupan duktus spermatikus (vas deferens) dapat dilakukan
dengan cara diikat (ligasi) dan vasektomi yang dilakukan dengan cara
pemotongan vas deferens dari kantongnya (zakar) ke penis untuk
mencegah lewatnya sperma. Sama seperti sterilisasi perempuan, tindakan
ini dilakukan dengan anestesi lokal atau anestesi umum(Uliyah, 2009).
Pemotongan ataupun penyumbatan pada vas deferens dapat dicapai,
baik dengan insisi tunggal di garis tengah maupun dengan dua insisi, satu
di masing-masing insisi. Pria yang baru di vasektomi tidak langsung
menjadi steril, karena di dalam saluran proksimal vas deferens dan dalam
vesika seminalis masih terdapat puluhan bahkan ratusan juta sperma.
Karena itu pada waktu pulang berikan juga 15 buah kondom, yang harus
dipakai setiap koitus. pria baru bisa steril (mandul) biasanya setelah 10-15
kali ejakulasi (Mochtar, 1998).
Menurut Anna Glaiser, pada vasektomi juga terdapat komplikasikomplikasi, baik yang sifatnya segera (segera terasa atau tampak) maupun
yang sifatnya lambat. Komplikasi yang sifatnya segera ini bisa terlihat
pada beberapa kasus : pertama, timbulnya infeksi luka pada operasi. Hal
ini terjadi hanya hampir 5% laki-laki. Kedua, timbulnya memar di
skrotum. Ketiga, kegagalan vasektomi bisa saja terjadi dan angka ini
hingga mencapai 2%.
Sementara itu, untuk komplikasi yang timbul dalam rentang waktu
yang lama ataupun lambat meliputi beberapa hal di antaranya : pertama,
rasa
tidak
nyaman
dan
nyeri
intraskrotum
kronik
(sindrom
pascavasektomi) saat sedang terangsang dan ejakulasi di alami oleh
sebagian pria. Kedua, adanya gumpalan sperma atau gumpalan kecil di
ujung-ujung vas deferens yang di potong akibat respon peradangan lokal
terhadap
sperma
yang
bocor.
Ketiga,
terjadinya
pembentukan
autoantibody dan kadarnya dapat dideteksi. Keempat, terbentuknya
rekanalisasi secara lambat yang pada akhirnya bisa juga memicu
kehamilan pada perempuan (Uliyah, 2009).
Keuntungan vasektomi adalah teknik operasi kecil yang sederhana,
dapat dikerjakan kapan saja dan dimana saja, komplikasi yang dijumpai
sedikit dan ringan, hasil yang diperoleh (efektivitas) hampir 100%, biaya
murah dan terjangkau oleh masyarakat, bila pasangan suami istri, oleh
karena sesuatu sebab, ingin mendapatkan keturunan lagi, kudua ujung vas
deferens dapat disambung kembali (operasi rekanalisasi).
Kekurangan vasektomi yaitu cara ini tidak langsung efektif, perlu
menunggu beberapa waktu setelah benar-benar sperma tidak ditemukan
berdasarkan analisa semen, karena namanya masih merupakan tindakan
“operasi”, maka para pria masih merasa takut, walaupun pada prinsipnya
dapat disambung kembali, namun masih diperlukan banyak tenaga terlatih
untuk melakukannya (Mochtar, 1998).
C. Persepsi
1. Definisi
Kata “persepsi” biasanya di kaitkan dengan kata lain,menjadi;
persepsi diri, persepsi sosial (Calhoun & Acocella, 1990; Sarwono, 1997;
Gerungan, 1987), dan persepsi interpersonal (Rakhmat,1994). Tegiuri
(dalam Muhadjir, 1992) menawarkan istilah “la connaisance d’atrui” atau
mengenal orang lain. Objek fisik umumnya memberi stimulus fisik yang
sama, sehingga orang mudah membuat persepsi yang sama. Pada
dasarnya, objek berupa pribadi memberi stimulus yang sama pula, namun
kenyataannya tidaklah demikian.
Persepsi dalam arti sempit adalah penglihatan, bagaimana cara
seseorang melihat sesuatu; sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau
pengertian, yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan
sesuatu (Leavitt, 1978). Persepsi disebut inti komunikasi, karena jika
persepsi kita tidak akurat, kita tidak mungkin berkomunikasi dengan
efektif. Persepsilah yang menentukan kita memilih suatu pesan dan
mengabaikan pesan yang lain. Semakin tinggi derajat kesamaan persepsi
antar individu, semakin mudah dan semakin sering mereka berkomunikasi,
dan sebagai konsekuensinya, semakin cenderung membentuk kelompok
budaya atau kelompok identitas (Sobur, 2003).
Menurut Rosentock dalam teory Haelth Belife Model (HBM)
didasarkan pada pemahaman bahwa seseorang akan mengambil tindakan
yang berhubungan dengan kesehatan misalnya menggunakan kondom jika
orang tersebut : Merasa bahwa kondisi kesehatan negatif (misalnya, HIV)
dapat dihindari, Memiliki ekspekstasi yang positif bahwa dengan
mengambil tindakan yang di anjurkan ia akan menghindari kesehatan yang
negatif (misalnya, menggunakan kondom akan mencegah HIV), Percaya
bahwa
dia
berhasil
dapat
mengambil
tindakan
kesehatan
yang
direkomendasikan (yaitu dia dapat menggunakan kondom nyaman dengan
percaya diri).
Kesehatan model kepercayaan telah diterapkan untk berbagai
prilaku kesehatan dan populasi subjek. Health Believe Model terbilang
dalam empat konstuksi mewakili ancaman dan manfaat bersih : dirasakan
tingkat keparahan, dirasakan manfaatnya, dan dirasakan hambatan
kerentanan.
2. Proses Persepsi
Salah satu pandangan yang di anut secara luas menyatakan bahwa
psikologi, sebagai telaah ilmiah, berhubungan dengan unsur dan proses
yang merupakan perantara ransangan di luar organisme dengan tanggapan
fisikorganisme yang dapat diamati terhadap ransangan. Menurut rumusan
ini, yang dikenal dengan teori rangsangan-tanggapan ( stimulus-respons /
SR), persepsi
merupakan
bagian
dari
keseluruhan
proses
yang
menghasilkan tangapan setelah rangsangan diterapkan kepada manusia.
Subproses psikologis lainnya yang mungkin adalah pengenalan, perasaan,
dan penalaran. Seperti dinyatakan dalam bagan berikut :
Penalaran
Rangsangan
Persepsi
Pengenalan
Tanggapan
Perasaan
Bagan 2.1 Variabel Psikologis di Antara Rangsangan dan Tanggapan
Sumber : Sobur, 2003
Persepsi, pengenalan, penalaran, dan perasaan kadang-kadang di
sebut variabel
psikologis yang muncul di antara rangsangan dan
tanggapan. Sudah tentu, ada pula cara lain untuk mengonsepsikan
lapangan psikologi, namun rumus S-R di kemukakan disini karena telah
diterima secara luas oleh para psikolog dan karena unsur-unsur dasarnya
mudah dipahami dan digunakan oleh ilmu sosial lainnya (Sobur, 2003).
3. Macam-macam Persepsi
Health Believe Model (Model Kepercayaan Kesehatan ) adalah
model psikologis yang mencoba untuk menjalaskan dan memprediksi
perilaku kesehatan. Hal ini dilakukan dengan berfokus pada sikap dan
kepercayaan individu. HBM pertama kali dikembangkan pada tahun 1950
oleh para psikolog sosial Hochbaum, Rosentock dan kegels yang bekerja
di Pelayanan Kesehatan Umum Amerikat Serikat. Model ini di
kembangkan
sebagai
jawaban
terhadap
kegagalan
penanganan
tuberkulosis (TB) program kesehatan gratis. Sejak itu, HBM kemudian di
sesuaikan untuk mengeksplorasi berbagai program kesehatan jangka
pendek dan jangka panjang, termasuk perilaku seksual berisiko dan
penularan HIV / AIDS.
Model Kepercayaan Kesehatan (HBM) terbagi dalam empat
konstruksi keyakinan inti yang di dasarkan pada persepsi bahwa terhadap
ancaman dan manfaat bersih yang terdiri dari persepsi kerentanan, persepsi
keparahan, persepsi manfaat dan persepsi hambatan, Rosentock (1982)
dalam Notoatmodjo (2007).
a.
Persepsi Kerentanan
Setiap individu memiliki persepsi sendiri dari adanya kemungkinan
mengalami kondisi yang buruk yang akan mempengaruhi kesehatan
seseorang. Setiap individu memiliki persepsi yang bervariasi tentang
kerentanan terhadap penyakit atau suatu kondisi. Mereka yang
memiliki persepsi
yang rendah akan menyangkal kemungkinan
tertular penyakit yang merugikan, namun individu-individu dengan
kerentanan yang sangat tinggi akan merasa ada bahaya nyata bahwa
mereka akan mengalami kondisi yang merugikan atau berpotensi
tertular penyakit tertentu.
b.
Persepsi keparahan
Persepsi keparahan mengacu pada keyakinan seseorang mengenai
efek suatu penyakit tertentu. Efek ini dapat dirasakan dari sudut
pandang kesulitan-kesulitan yang menciptakan timbulnya suatu
penyakit. Misalnya, rasa sakit dan ketidaknyamanan, kehilangan
waktu kerja, beban keuangan, kesulitan dengan keluarga, hubungan
dan kerentanan terhadap kondisi masa depan. Sangat penting untuk
menyertakan beban emosi dan keuangan ketika mempertimbangkan
keseriusan penyakit atau emosi.
c.
Persepsi Manfaat mengambil Tindakan
Mengambil tindakan pencegahan terhadap penyakit adalah langkah
selanjutnya untuk mengharapkan setelah seseorang telah menerima
penyakit. Arah tindakan yang dipilih seseorang akan di dipengaruhi
oleh keyakinan tentang tindakan.
d.
Persepsi Hambatan
Tindakan yang di ambil tentunya tidak semuanya langsung efektif
dan berdampak positif. Hal ini terjadi mugkin karena hambatan
hambatan berhubungan dengan karakteristik dari pengobatan atau
tindakan pencegahan yang mungkin tidak nyaman, mahal, tidak
menyenangkan, menyakitkan atau mengganggu.
D. Kerangka teori
Faktor demogrfi ( Umur,
Sosial, Ekonomi, Pengetahuan
dan pendidikan)
Ancaman
- Persepsi kerentanan
- Persepsi keparahan
Harapan
- Persepsi manfaat
- Persepsi hambatan
Tindakan yang dilakukan
- Dukungan dari
keluarga
- Sarana prasarana
Tindakan suami dalam
menggunakan
kontrasepsi vasektomi
Skema 2.2 Kerangka Teori Penelitian
Sumber : Health Believe Model, Rosentock (1982) dalam Notoatmodjo (2007)
E. Kerangka Konsep
Persepsi Kerentanan
Persepsi Keparahan
Lamanya penggunaan
kontrasepsi pria
vasektomi
Persepsi Manfaat
Persepsi hambatan
Variabel Dependen
Variabel Independent
Skema 2.3 Kerangka Konsep Penelitian
Sumber : Health Believe Model, Rosentock (1982) dalam Notoatmodjo (2007)
F. Variabel Penelitian
Variabel yang dikaji dalam penelitian ini adalah variabel bebas dan
variabel terikat yaitu :
1. Variabel Bebas atau Independen
Lamanya penggunaan kontrasepsi pria vasektomi
2. Variabel Terikat atau Dependen
Persepsi kerentanan, persepsi keparahan, persepsi manfaat, dan
persepsi hambatan.
G. Hipotesis
Berdasarkan teori yang telah di uraikan diatas, maka rumusan
penelitian ini adalah Ada hubungan antara persepsi suami dengan penggunaan
kontrasepsi pria di wilayah RW 01 Sendangmulyo Kecamatan Temblang, kota
Semarang.
Download