Clinical Science Session Pain

advertisement
Clinical Science Session
Pain
Disusun oleh :
Nurlina Wardhani
1301-1214-0658
William Reinaldi
1301-1214-0503
Preseptor :
Arnengsih, dr., Sp.KFR
BAGIAN ILMU KESEHATAN FISIK DAN REHABILITASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
RUMAH SAKIT DR. HASAN SADIKIN BANDUNG
2015
I.
PENDAHULUAN
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan
akibat dari kerusakan jaringan (Smeltzer & Bare 2011). Nyeri selain menimbulkan
penderitaan, juga berfungsi sebagai mekanisme proteksi, defensive dan penunjang
diagnostic.
Sebagai mekanisme proteksi, sensible nyeri memungkinkan seseorang untuk
bereaksi terhadap suatu trauma atau penyebab nyeri sehingga sehingga dapat
menghindari terjadinya kerusakan jaringan tubuh. Sebagai mekanisme defensive,
memungkinkan untuk immobilisasi organ tubuh yang mengalami inflamasi atau
fraktur sehingga sensible yang dirasakan akan mereda.
Sebagai penuntun diagnostic, karena dengan adanya nyeri pada daerah
tertentu dapat diketahui adanya suatu proses abnormal yang terjadi pada seseorang.
II.
DEFINISI
Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori
subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan
kerusakan jaringan actual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya
kerusakan.
III.
KLASIFIKASI
Nyeri dapat digolongkan dalam berbagai cara, yaitu:
1. Menurut jenisnya
- Nosiseptik: timbul akibat adanya stimulus mekanis terhadap nosiseptor.
- Neurogenik: timbul akibat adanya lesi atau disfungsi primer pada system
syaraf.
- Psikogenik: timbul akibat berbagai factor psikologis.
2. Menurut timbulnya nyeri
- Akut: terjadi segera setelah tubuh terkena cedera dan memiliki awitan yang
cepat.
- Kronis: nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu
periode tertentu, berlangsung lama (>6 bulan), intensitas bervariasi.
3. Menurut penyebabnya
- Onkologik
- Non onkologik
4. Menurut derajat nyerinya
- Ringan: nyeri yang hilang timbul, terutama sewaktu melakukan aktifitas
sehari-hari dan hilang pada waktu tidur.
- Sedang: nyeri yang terus menerus, aktifitas terganggu, hilang apabila
penderita tidur.
- Berat: nyeri yang terus menerus sepanjang hari, penderita tidak dapat tidur
atau sering terjaga karena nyerinya.
IV.
PATOFISIOLOGI
Reseptor nyeri atau nosireceptor adalah organ tubuh yang berfungsi untuk
menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai nosireceptor adalah
ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang
secara potensial merusak. Berdasarkan letaknya, nosireceptor dapat dikelompokkan
dalam beberapa bagian tubuh yaitu pada kulit (cutaneous), somatic dalam (deep
somatic), dan pada daerah visceral, karena letaknya yang berbeda-beda inilah nyeri
yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda.
Stimulus yang diterima oleh nosireceptor kemudian akan melalui 4 proses,
yaitu:
1. Transduksi
Proses perubahan energy stimulus menjadi energy elektrik. Terjadi karena
pelepasan mediator kimia seperti prostaglandin dari sel yang rusak, bradikinin
dari plasma, histamine dari sel mast, serotonin dari trombosit dan substansi P
dari ujung syaraf. Stimuli dapat berupa stimuli fisik (tekanan), suhu (panas),
atau kimia.
2. Transmisi
Proses penerusan impuls nyeri dari nosiseptor saraf perifer melewati kornu
dorsalis menuju ke korteks serebri, dimana impuls tersebut diterjemahkan dan
dirasakan sebagai persepsi nyeri.
3. Modulasi
Proses dimana terjadi interaksi antara system analgesi endogen yang dihasilkan
oleh tubuh dengan impuls nyeri yang masuk ke kornu posterior medulla
spinalis.
4. Persepsi
Merupakan hasil akhir proses interaksi yang kompleks dan unik yang dimulai
dari proses transduksi, transmisi, dan modulasi yang pada gilirannya
menghasilkan suatu perasaan yang subjektif yang dikenal sebagai persepsi
nyeri.
V.
PENILAIAN NYERI
Walaupun penilaian nyeri merupakan hal yang sangat subjektif, penderitaan
nyeri pasien perlu dievaluasi secara berkala. Berbagai cara dipakai untuk mengukur
atau menilai derajat nyeri, cara yang sederhana dengan menentukan derajat nyeri
secara kualitatif sebagai berikut :
1. Nyeri ringan : nyeri yang hilang timbul, terutama sewaktu melakukan aktifitas
sehari-hari dan hilang pada waktu tidur.
2. Nyeri sedang : nyeri yang terus menerus, aktifitas terganggu, hilang apabila
penderita tidur.
3. Nyeri berat : nyeri yang terus menerus sepanjang hari, penderita tidak dapat
tidur atau sering terjaga karena nyerinya.
Pada saat ini banyak yang menentukan derajat nyeri secara semi-kuantitatif
dengan menggunakan penggaris yang diberi angka pada skala 0 yang berarti tidak
nyeri sampai 10 untuk nyeri yang maksimal. Cara ini popular disebut Numerical
Rating Scale (NRS). Cara lain yang sudah popular terlebih dahulu adalah
mempergunakan Visual Analogue Scale (VAS).
VI.
RESPON FISIOLOGIS TERHADAP NYERI
Respon tubuh terhadap nyeri yaitu dengan terjadinya reaksi endokrin berupa
mobilisasi hormone-hormon katabolic dan terjadinya reaksi imunologik, yang secara
umum disebut sebagai respons stress. Respons stress ini sangat merugikan pasien,
karena selain akan menurunkan daya tahan tubuh, juga meningkatkan kebutuhan
oksigen jantung, mengganggu fungsi respirasi dengan segala konsekuensinya, serta
akan mengundang resiko terjadinya tromboemboli, yang pada gilirannya
meningkatkan morbiditas dan mortalitas.
Nyeri menyebabkan pasien sangat menderita, tidak mampu bergerak, susah
tidur, tidak enak makan atau minum, cemas, gelisah, perasaan pesimis dan putus asa.
Keadaan seperti ini sangat mengganggu kehidupan normal penderita sehari-hari
sehingga dapat menurunkan mutu kehidupannya, bahkan sampai tidak mampu untuk
hidup mandiri.
VII.
PENATALAKSANAAN NYERI
Di dalam penatalaksanaan nyeri terdapat prinsip-prinsip umum sebagai
berikut :
1. Mengawali pemeriksaan dengan seksama
2. Menentukan penyebab dan derajat/ stadium penyakit dengan tepat
3. Komunikasi yang baik dengan penderita dan keluarga
4. Mengajak penderita berpartisipasi aktif dalam perawatan
5. Meyakinkan penderita bahwa nyerinya dapat ditanggulangi
6. Memperhatikan biaya pengobatan dan tindakan
7. Merencanakan pengobatan, bila perlu secara multidisiplin
Tujuan keseluruhan dalam penatalaksanaan nyeri adalang mengurangi nyeri
sebesar-besarnya dengan kemungkinan efek samping paling kecil. Terdapat 2 metode
umum untuk penatalaksanaan nyeri yaitu :
- Pendekatan Farmakologik
Garis besar strategi terapi farmakologi mengikuti WHO Three-step Analgesic
Ladder (3 langkah tangga analgesic WHO), terdiri dari :
1. Pada mulanya menggunakan obat analgesic non opiat misalnya NSAID.
2. Apabila masih tetap nyeri, ditambahkan obat opioid lemah misalnya kodein.
3. Apabila nyeri masih belum reda atau menetap maka sebagai langkah ketiga
disarankan untuk menggunakan opioid keras yaitu morfin.
-
Pendekatan Non Farmakologik (Intervensi Rehab Medik)
Download