1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Peran dan fungsi ibu dalam kehidupan seorang anak sangat besar. Anak akan lebih
merasa senang, lebih bebas, lebih terbuka dalam menanyakan sesuatu jika berkomunikasi
dengan ibunya (Gunarsa dalam Astuti dan Gusniarti, 2009). Ibu merupakan sosok yang
memiliki peran sangat vital dalam proses pendidikan anak sejak dini, sebab ibulah sosok
pertama yang berinteraksi dengan anak, sosok pertama yang memberi rasa aman dan sosok
pertama yang dipercaya dan didengar omongannya. Ibu menjadi sekolah pertama bagi
anak-anaknya. Anak biasanya berfikir tentang ibu sebagai seseorang yang melakukan
sesuatu baginya, yang memenuhi kebutuhan fisik baginya, dan yang memberikan kasih
sayang serta perhatian (Astuti dan Gusniarti, 2009). Kehadiran ibu dalam perkembangan
jiwa anak sangatlah penting. Anak yang kehilangan peran dan fungsi ibu dalam proses
tumbuhkembangnya akan kehilangan pembinaan, bimbingan, kasih sayang dan perhatian.
Anak akan mengalami dampak yang negatif dalam perkembangannya. Dampak negatif
tersebut tidak hanya jika anak semata-mata kehilangan ibu secara fisik, tetapi juga bisa
dikarenakan tidak adanya peran ibu yang amat penting dalam proses imitasi dan
identifikasi anak terhadap ibunya (Ma’ruf, 2007). Peran seorang ibu bagi remaja putri tidak
jauh berbeda dengan peran ibu kepada anak perempuan atau anak laki-laki. Ibu akan
mendampingi selama rentang perkembangan anaknya, dari kecil hingga dewasa, bahkan
sampai berumah tangga sekalipun. Ibu akan selalu mencurahkan kasih sayang dan
perhatian terhadap anak gadisnya. Ibu merupakan satu model, yang sangat diperlukan bagi
pembentukan feminitas anak gadisnya. (Astuti dan Gusniarti, 2009)
1
2
Seorang ibu belum tentu dapat mendampingi hingga remaja putrinya matang dan
mampu menjalani kehidupannya secara mandiri. Hal itu dapat menjadi sebuah masalah
bagi anak karena di usia dewasa sekalipun ibu juga masih memiliki peran penting bagi
putrinya yang sudah menikah untuk bertukar pikiran mengenai kehidupan rumah tangga
dan kehidupan sebagai istri atau ibu. Peran ibu sangat besar dalam kehidupan anak
sehingga ketika ibu telah meninggal, dampak yang ditimbulkan akan menjadi besar.
Menurut Santrock (2002) kematian orang-orang yang dicintai, dalam hal ini ibu, memang
merupakan suatu kehilangan yang sangat besar pengaruhnya terhadap individu/anak.
Dalam penelitian Astuti dan Gusniarti (2009), disebutkan bahwa adanya dukungan sosial
dari keluarga, saudara, dan juga orang lain dapat memperkuat remaja putri dalam
menjalani kehidupannya sehari-hari. Kematian ibu sendiri memberikan perubahan dalam
keluarga di antaranya keluarga tidak berperan secara optimal, namun hubungan dengan
saudara sangat mungkin menjadi lebih solid dan pernikahan akan memunculkan hadirnya
orang baru dalam keluarga. Peran ibu yang sangat besar dalam kehidupan anak
memberikan dampak pada anak ketika ibu telah meninggal. Dampak yang ditimbulkan
yaitu anak mengalami, ketidakmampuan dalam menyelesaikan suatu masalah, anak
dituntut untuk harus lebih mandiri. Hilangnya sosok ibu yang selalu memberikan dukungan
dan nasihat menyebabkan perubahan nilai akademis, serta memunculkan kekhawatiran saat
sudah menikah (Astuti dan Gusniarti, 2009).
Terkait dengan uraian diatas, peneliti tertarik untuk meneliti emosi nelongso pada
remaja putri piatu. Peneliti juga pernah kehilangan ibu saat berusia 16 tahun. Peneliti
pernah merasakan situasi dimana peneliti sedang memiliki masalah tetapi peneliti merasa
tidak ada yang peduli dengan dirinya. Saat masih memiliki ibu, peneliti biasanya berkeluh
kesah pada ibu. Tetapi saat ibu peneliti telah tiada, peneliti tidak lagi memiliki tempat yang
bisa digunakan untuk mencurahkan isi hatinya. Peneliti memiliki keluarga dan banyak
3
teman, tetapi terkadang peneliti merasa sendirian, keluarga memiliki urusan masingmasing, begitu pula teman-teman. Situasi seperti itulah yang diartikan peneliti sebagai
emosi nelongso. Situasi emosional nelongso dirasakan remaja putri saat sedang
membutuhkan dukungan dari orang lain sementara orang lain tersebut belum tentu dapat
memberikan dukungannya. Remaja putri yang sedang nelongso biasanya mencari
dukungan dengan menceritakan apa yang sedang dirasakan kepada ibu sehingga akhirnya
mendapatkan dukungan secara emosional. Lalu bagaimana para remaja putri yang sudah
tidak memiliki ibu saat sedang merasakan nelongso?
Dalam kamus Bahasa Indonesia (Qodratillah, 2011) dituliskan kata nelangsa yang
artinya perasaan sedih. Dalam kehidupan sehari-hari nelangsa atau nelongso dapat
diartikan sebagai suatu keadaan yang lebih dari sekedar perasaan sedih, yang terkadang
melanda remaja putri baik yang memiliki orangtua ataupun yang tidak memiliki orangtua.
Dalam
novel
Bumi
Manusia
karya
Pramoedya
Ananta
Toer
dalam
artikelsaku.wordpress.com/2012/03/23/ nelangsa/ terdapat kata nelangsa yang artinya yaitu
”perasaan sebatang kara di tengah sesamanya yang sudah menjadi lain daripada dirinya,
dimana panas matahari ditanggung semua orang, tetapi panas hati ditanggung seorang
diri”. Dengan demikian situasi emosional nelongso pada remaja putri piatu khususnya,
dapat dipahami sebagai dampak dari ketidakmampuan seorang remaja putri piatu yang
tidak mampu seperti remaja putri lainnya yang masih memiliki ayah dan ibu. Pengetahuan
tentang cara coping remaja putri piatu menjadi penting untuk dipelajari bagi para remaja
putri yang mungkin sedang mengalami situasi yang sama. Hal ini penting menurut peneliti
karena ada kecenderungan remaja masa kini lebih permisif dalam pergaulan yang dapat
terjerumus dalam hal-hal di luar kehendak, dan remaja masa kini sangat tergantung pada
gadget, yang tidak selalu bermanfaat secara positif bagi perkembangan pribadi remaja
(kecanduan chatting atau game).
4
Strategi coping adalah bentuk tingkah laku individu untuk melindungi diri dari
tekanan-tekanan psikologi yang ditimbulkan oleh problematika pengalaman sosial (Pearlin
& Schooler, dalam Yesamine, 2000). Kehilangan ibu karena meninggal merupakan
kejadian sosial yang memberikan dampak terhadap para remaja putri dan seorang remaja
putri harus bisa menguatkan dirinya sendiri untuk kembali menjalani hidupnya tanpa
dampingan sang ibu. Data yang disampaikan (O’Neill dalam Yuliawati, Setiawan, dan
Mulya, 2007) yang cukup mengkhawatirkan adalah kondisi anak yang hidup tanpa ayah
biologisnya (termasuk di dalamnya keluarga ibu tunggal akibat perceraian, meninggal, dan
alasan-alasan lain). Anak-anak dari keluarga tanpa ayah biologis tersebut ternyata 2,5 kali
lebih sering merasa tidak bahagia dan 3,3 kali lebih rendah self esteemnya dibandingkan
anak-anak dari keluarga utuh. Sebagian juga terlibat dalam penyalahan obat-obat terlarang,
dan kriminalitas serta mendapatkan nilai akademik yang lebih rendah. Anak yang hidup
tanpa ayah biologisnya tiga kali lipat mengalami masalah dalam pergaulan dan relasi
interpersonal. Remaja pada keluarga bercerai juga memiliki level yang tinggi dalam
gangguan eksternal seperti agresi dan penyimpangan perilaku serta gangguan internal
dalam emotional distress, misalnya depresi (Simons, Lin, Gordon, Conger, & Lorenz,
dikutip oleh O’neill, 2002 dalam Yuliawati, Setiawan, dan Mulya, 2007). Penelitian
Zahroh (2005) menghasilkan gambaran konflik need yang dialami remaja yang diasuh
orangtua tunggal karena perceraian. Remaja yang diasuh oleh orangtua tunggal pada
umumnya memiliki kesadaran maskulin yang lebih dominan, cenderung lebih suka dengan
hal-hal yang praktis dan tidak suka hal-hal yang berbelit-belit. Remaja dengan orangtua
tunggal mengalami gangguan emosional yang berat, lebih suka menjauhi hidup dan
mengalami hambatan dalam pengelolaan emosi maupun dalam penempatan diri di
lingkungan sosialnya. Kemampuan intelektualitasnya cenderung menurun dan tidak
dinamis sehingga aktivitas kognitifnya cenderung menurun dan remaja-remaja tersebut
5
juga mengalami ketegangan dan perasaan tidak aman dalam memandang segala persoalan,
lebih suka menghindari konflik dan tidak berani menyatakan diri.
Berdasarkan pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa ada banyak kemungkinankemungkinan permasalahan yang terjadi pada remaja putri piatu ketika diasuh oleh
orangtua tunggal. Permasalahan yang muncul akibat kurang optimalnya peran keluarga
dapat berupa: (a) penyalahan obat-obatan terlarang; (b) mendapatkan nilai akademik yang
rendah; (c) memiliki perasaan tidak aman dan was-was; serta (d) hadirnya orang baru
dalam keluarga. Pada situasi lain dapat muncul juga permasalahan perilaku, psikologis,
dan emosi. Hasil observasi peneliti terhadap sejumlah teman yang di asuh oleh orangtua
tunggal menunjukkan hal yang berbeda. Sejumlah teman peneliti yang sudah di tinggal
ibunya menunjukkan kondisi yang lain. Teman-teman peneliti tersebut tetap hidup wajar
dan tidak bermasalah. Karena itu peneliti tertarik pada kondisi remaja putri piatu yang
sejauh ini menurut pengamatan peneliti relatif dapat terhindar dari permasalahan tersebut.
Dari contoh-contoh tersebut peneliti tertantang untuk mempelajari bagaimana coping
remaja putri piatu ketika dalam situasi nelongso.
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan strategi coping remaja putri piatu saat
merasakan emosi nelongso hingga dapat menerima keadaan yang membuatnya merasa
nelongso, sehingga dapat dibuat saran bagi para remaja putri piatu tentang strategi
menghadapi emosi nelongso.
6
C. Manfaat Penelitian
Beberapa manfaat dari penelitian ini antara lain:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan di
bidang psikologi, khususnya psikologi perkembangan dalam memahami suatu kejadian
yang pasti akan terjadi dalam rentang kehidupan manusia, dan juga psikologi klinis
terkait dengan emosi nelongso pada remaja putri piatu. Hasil penelitian ini diharapkan
juga membawa manfaat bagi peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian
tentang perilaku coping remaja putri piatu.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan dukungan kepada remaja putri
yang kehilangan ibu. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai
landasan orientasi bagi remaja putri untuk dapat melewati masa sulit saat kehilangan ibu
sehingga tidak terjerumus ke dalam keadaan yang tidak baik dan tidak diharapkan.
Download