Hubungan Karakteristik Atlet, Pengetahuan Gizi

advertisement
4
TINJAUAN PUSTAKA
Olahraga
Olahraga adalah kegiatan pelatihan jasmani, yaitu kegiatan jasmani untuk
memperkaya dan meningkatkan kemampuan dan keterampilan gerak dasar
maupun gerak keterampilan (kecabangan olahraga). Kegiatan itu merupakan
bentuk pendekatan ke aspek sejahtera jasmani atau sehat jasmani yang berarti
juga sehat dinamis yaitu sehat yang disertai dengan kemampuan gerak yang
memenuhi segala tuntutan gerak kehidupan sehari-hari, artinya memiliki tingkat
kebugaran jasmani yang memadai (Santosa & Komariah 2007).
Aktivitas dalam olahraga dapat dibedakan menjadi aktivitas aerobik,
anaerobik, dan kombinasi antara aktivitas aerobik dan anaerobik. Aktivitas
aerobik merupakan aktivitas kegiatan fisik yang dilakukan pada tingkat intensitas
sedang untuk jangka waktu tertentu. Dalam hal ini, oksigen digunakan untuk
"membakar" lemak dan gula untuk menghasilkan adenosin trifosfat yang
merupakan pembawa dasar dari energi di tingkat sel. Contoh olahraga aerobik
yaitu gerak jalan cepat, jogging, bola basket, sepak bola, senam, renang.
Olahraga anaerobik (tanpa oksigen) adalah kebalikan dari olahraga aerobik
(dengan oksigen). Olahraga aerobik dan anaerobik, lebih menggunakan energi
selama melakukan aktivitas fisik. Olahraga anaerobik membakar lebih banyak
kalori, membutuhkan oksigen yang lebih besar dimana oksigen tersebut tidak
tersedia dalam jumlah yang cukup untuk sel-sel dalam membakar lemak. Contoh
olahraga anaerobik yaitu angkat besi, sprint 100m (Riyadi 2007).
Tipe atlet dalam olahraga dapat dibedakan menjadi atlet endurance (daya
tahan, atlet strength (kekuatan), dan atlet beregu. Atlet daya tahan merupakan
atlet yang berpartisipasi dalam olahraga yang aktivitasnya berkesinambungan
(30 menit hingga 4 jam) dan melibatkan otot secara keseluruhan. Adapun contoh
olahraganya yaitu, renang, lari, dan bersepeda. Atlet kekuatan merupakan atlet
yang berpartisipasi dalam olahraga yang keberhasilan dalam olahraga tersebut
sangat bergantung kepada kekuatan otot contohnya yaitu, angkat berat, gulat,
dan senam. Atlet beregu merupakan atlet yang terdiri dari dua orang atau lebih
yang berpartisipasi dalam suatu olahraga secara bersama-sama yang terkadang
dipengaruhi oleh kemampuan fisik seperti daya tahan tubuh contohnya yaitu bola
basket, sepak bola, dan bola voli (Riyadi 2007).
5
Olahraga Basket
Bola basket adalah olahraga bola berkelompok yang terdiri atas dua tim
beranggotakan masing-masing lima orang yang saling bertanding mencetak poin
dengan memasukkan bola ke dalam keranjang lawan (Anonim 2010). Bola
basket termasuk ke dalam aktivitas olahraga aerobik yang membutuhkan oksigen
dalam aktivitasnya (Riyadi 2007). Bola basket sangat cocok untuk ditonton
karena biasa dimainkan di ruang olahraga tertutup dan hanya memerlukan
lapangan yang relatif kecil. Olahraga bola basket juga mudah dipelajari karena
bentuk bolanya yang besar, sehingga tidak menyulitkan pemain ketika
memantulkan atau melempar bola tersebut (KONI 2007). Bola basket adalah
salah satu jenis permainan yang termasuk olahraga permainan. Permainan
olahraga bola basket termasuk permainan yang menggunakan bola besar.
Permainan bola basket
keterampilan
gerak
memiliki ciri-ciri dimana pemain membutuhkan
yang
memukau
dalam
menggiring
(dribble)
bola,
memasukkan (shoot) bola ke dalam ring basket (Faruq 2008).
Penilaian Status Gizi Secara Antropometri
Penilaian status gizi pada dasarnya merupakan proses pemeriksaan
keadaan gizi seseorang dengan cara mengumpulkan data penting, baik yang
bersifat objektif maupun subjektif, untuk kemudian dibandingkan dengan baku
yang telah tersedia. Banyak cara untuk melakukan penilaian status gizi terhadap
individu yaitu dengan cara penilaian status gizi secara antropometri, secara
biokimia, secara klinis dan juga dengan asupan pangan (Arisman 2004).
Metode
antropometri
merupakan
pengukuran
ukuran
tubuh
dan
komposisi tubuh secara kasar. Pengukuran ini dapat berubah-ubah sesuai
dengan usia dan juga dipengaruhi oleh faktor jenis kelamin. Antropometri
merupakan salah satu metode yang digunakan dalam melakukan penilaian
status gizi secara langsung. Pengukuran antropometri mempunyai keuntungan
dalam menyediakan informasi status gizi pada masa lampau yang tidak dapat
diperoleh dengan teknik penilaian yang lain (Gibson 2005). Pengukuran
antropometri dapat digunakan dengan cepat, mudah, dan dapat dipercaya.
Menurut Roedjito (1988) ukuran fisik seseorang sangat berhubungan dengan
status gizi. Oleh karena itu, ukuran antropometri diakui sebagai indeks yang
paling baik dan dapat diandalkan dalam penentuan status gizi untuk negara
berkembang. Hal ini sangat penting karena penilaian status gizi lain lebih sulit
dan lebih mahal.
6
Metode
antropometri
juga
menggunakan
pengukuran-pengukuran
dimensi fisik dan komposisi tubuh. Pengukuran tersebut bervariasi menurut umur
dan derajat gizi, sehingga bermanfaat terutama pada keadaan dimana terjadinya
ketidakseimbangan energi dan protein secara kronis. Antropometri juga dapat
digunakan untuk mendeteksi malnutrisi derajat sedang dan berat. Keuntungan
lain dari pengukuran antropometri adalah memberikan informasi tentang riwayat
gizi masa lampau, hal ini tidak dapat diperoleh (dengan tingkat kepercayaan
yang sama) dengan menggunakan teknik penilaian lainnya (Riyadi 2003).
Parameter-parameter yang biasanya diukur dalam pemeriksaan status
gizi secara antropometri meliputi berat badan, tinggi badan, tebal lipatan kulit
(biseps, triseps, subscapula, suprailliac), lingkar lengan, lingkar kepala dan dada
(Arisman 2004). Kategori remaja metode pengukuran status gizi menurut
antropometri yang umumnya dilakukan adalah metode pengukuran status gizi
antropometri berdasarkan IMT/U. Pengukuran status gizi dengan parameter IMT
menurut umur (IMT/U) direkomendasikan sebagai indikator terbaik untuk remaja.
Indikator ini memerlukan informasi mengenai umur.
Tabel 1 Nilai titik batas yang direkomendasikan untuk remaja berdasarkan IMT/U
Status gizi
Kurus
Normal
At risk
Gemuk
Obese
Sumber: Depkes 1996
Kategori
-3 SD ≤ Z-score ≤ -2SD
-2 SD ≤ Z-score ≤ +1 SD
+1 SD ≤ Z-score ≤ +2 SD
+2 SD ≤ Z-score ≤+3
Z-score ≥ +3 SD
Pengetahuan Gizi
Menurut Karyadi (1997) pengetahuan gizi sangat erat hubungannya
dengan baik-buruknya kualitas gizi dan makanan yang dikonsumsi. Dengan
pengetahuan yang tepat dan benar mengenai gizi, orang tersebut akan berupaya
untuk mengatur pola makannya sedemikian rupa sehingga seimbang, tidak
kekurangan, tidak berlebihan.
Pengetahuan gizi khususnya tentang pengaturan makanan untuk atlet
sangat bermanfaat karena memberikan beberapa keuntungan bagi atlet.
Keuntungan itu antara lain: 1) memberikan pengetahuan tentang makanan yang
dapat mencapai atau mempertahankan kondisi tubuh yang telah diperoleh dalam
latihan, 2) memberikan informasi mengenai makanan yang dapat menyediakan
energi yang diperlukan untuk melakukan aktivitas fisik dan olahraga, 3)
7
menentukan bentuk makanan dan frekuensi makan yang tepat pada waktu
latihan intensif sebelum, selama, dan sesudah pertandingan, 4) menggunakan
prinsip gizi dalam menurunkan dan menaikkan berat badan sesuai yang
diinginkan, 5) menggunakan prinsip gizi untuk mengembangkan atau membuat
rencana diet individu sesuai dengan aturan tubuh, keadaan fisiologi dan
metabolismenya serta mempertimbangkan selera serta kebiasaan dan daya
cerna atlet (Napu 2006).
Pengukuran Pengetahuan Gizi
Pengukuran pengetahuan gizi dapat dilakukan dengan menggunakan
instrument dalam bentuk tes obyektif yang paling sering digunakan. Di dalam
menyusun instrument, diperlukan alternatif jawaban yang benar yang disebut
sebagai “jawaban”, sedangkan alternatif jawaban yang salah disebut distracter.
Multiple choice tes dapat digunakan untuk mengukur berbagai aspek yang terkait
di dalam ranah kognitif. Oleh karena itu, bentuk tes ini sangat baik untuk
mengetahui pengetahuan gizi individu (Khomsan 2000).
Menurut Khomsan (2000) kategori pengetahuan gizi bisa dibagi dalam
tiga kelompok yaitu baik, sedang, dan kurang. Cara pengkategorian dilakukan
dengan menetapkan cut off point dari skor yang telah dijadikan dalam bentuk
persentase. Cut off point yang biasa digunakan yaitu.
Tabel 2 Cut off point Pengetahuan Gizi
Kategori pengetahuan gizi
Skor
Baik
Sedang
>80%
60%-80%
Kurang
Sumber: Khomsan 2000
<60%
Konsumsi Pangan
Konsumsi pangan adalah jumlah pangan (tunggal atau beragam) yang
dimakan
seseorang
atau
kelompok
dengan
tujuan
tertentu.
Tujuan
mengkonsumsi pangan dalam aspek gizi adalah untuk memperoleh sejumlah zat
gizi yang diperlukan tubuh. Konsumsi pangan meliputi informasi mengenai jenis
pangan dan jumlah pangan yang dimakan seseorang atau kelompok orang
(sekeluarga atau rumah tangga) pada waktu tertentu (Hardinsyah & Martianto
1992).
Menurut Hardinsyah dan Briawan (1994) banyak hal yang mempengaruhi
konsumsi pangan individu diantaranya faktor ekonomi dan harga, serta faktor
8
sosio budaya dan religi yang ada di suatu daerah. Selain itu faktor kesehatan
individu juga berpengaruh dalam konsumsi pangan, serta faktor fisiologis individu
juga sangat menentukan jenis dan jumlah bahan pangan yang dikonsumsi oleh
individu.
Survei diet atau penilaian konsumsi pangan adalah salah satu metode
yang digunakan dalam penentuan tingkat asupan gizi perorangan atau
kelompok. Dalam melakukan penilaian konsumsi pangan banyak terjadi bias
yang
disebabkan
oleh
beberapa
faktor
seperti
ketidaksesuaian
dalam
menggunakan alat ukur, waktu pengumpulan data yang tidak tepat, instrumen
tidak sesuai dengan tujuan, kemampuan dalam mengumpulkan data, daya ingat
responden, dan daftar komposisi makanan yang digunakan tidak sesuai dengan
makanan yang dikonsumsi responden sehingga interpretasi hasil yang kurang
tepat. Oleh karena itu, perlu pemahaman yang baik dalam melakukan survei
konsumsi pangan baik untuk individu, kelompok, maupun rumah tangga.
Walaupun data konsumsi pangan sering digunakan sebagai salah satu metode
penentuan status gizi, namun survei konsumsi tidak dapat menentukan status
gizi seseorang atau masyarakat secara langsung (Supariasa, Bakri, Fajar 2002).
Supariasa et al. (2002) menjelaskan bahwa dalam survei konsumsi
pangan terdapat tiga metode yang digunakan yaitu metode kualitatif, metode
kuantitatif, serta gabungan dari metode keduanya. Metode kualitatif digunakan
untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut jenis bahan
pangan, dan menggali informasi tentang kebiasaan makan. Metode kuantitaif
digunakan untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi sehingga dapat
dihitung konsumsi zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan
Makanan (DKBM) atau daftar lain yang diperlukan seperti Daftar Ukuran Rumah
Tangga (URT), Daftar Konversi Mentah Masak (DKMM), dan Daftar Penyerapan
Minyak (DPM).
Metode yang biasa digunakan dalam menilai konsumsi pangan baik
tingkat individu, keluarga maupun masyarakat antara lain metode penimbangan
(weighed method), metode mengingat-ingat (recall method), riwayat makan
(dietary history), frekuensi pangan (food frequency) dan metode kombinasi
(Kusharto & Sa’adiyyah 2008).
Food Recall 24 Jam
Metode Food Recall 24 Jam merupakan salah satu metode dalam
melakukan survei konsumsi pangan dengan tujuan untuk mengetahui kebiasaan
9
makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada
tingkat kelompok, rumah tangga, dan perorangan serta faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap konsumsi pangan. Mengingat kembali dan mencatat
jumlah serta jenis pangan dan minuman yang telah dikonsumsi 24 jam
merupakan metode pengumpulan data yang paling banyak digunakan dan paling
mudah digunakan (Arisman 2004). Hal yang perlu diketahui bahwa dengan
menggunakan metode recall 24 jam maka data yang diperoleh cenderung lebih
bersifat kualitatif. Untuk mendapatkan data kuantitatif maka data jumlah
konsumsi pangan individu ditanyakan secara lebih jelas dengan teliti dengan
menggunakan alat ukuran rumah tangga seperti sendok, gelas, piring, mangkuk,
dan lain-lain (Supariasa et al. 2002).
Metode recall ini mencatat mengenai jumlah dan jenis pangan yang
dikonsumsi pada waktu yang lalu. Pengukuran konsumsi biasanya diawali
dengan menanyakan jumlah pangan dalam URT, setelah itu baru dikonversikan
ke dalam satuan berat. Metode recall ini murah, dan tidak memakan waktu
banyak (Kusharto & Sa’adiyyah 2008).
Pengukuran jika hanya dilakukan sebanyak satu kali (1x24 jam) maka
data yang diperoleh kurang representatif untuk menggambarkan kebiasaan
makan individu. Pengukuran recall 24 jam sebaiknya dilakukan berulang-ulang
dan harinya tidak berturut-turut. Pengukuran sebaiknya dilakukan minimal dua
kali (2x24 jam) tanpa berturut-turut sehingga dapat menghasilkan gambaran
asupan zat gizi lebih optimal dan memberikan variasi yang lebih besar tentang
intik harian indvidu (Gibson 2005). Metode ini cukup baik diterapkan dalam survei
terhadap suatu kelompok masyarakat karena setiap orang telah memiliki menu
yang relatif tetap selama seminggu kecuali pada hari libur tertentu atau ketika
mereka diundang menghadiri jamuan tertentu. Keberhasilan metode recall 24
jam ini sangat ditentukan oleh daya ingat responden, kesungguhan serta
kesabaran dari pewawancara, kemampuan responden dalam memperkirakan
ukuran makanan yang telah dimakan, dan derajat motivasi. Oleh karena itu,
untuk dapat meningkatkan mutu data recall 24 jam maka sebaiknya dilakukan
selama beberapa kali pada hari yang berbeda (tidak berturut-turut) tergantung
dari variasi menu keluarga dari hari ke hari (Arisman 2004).
Kebutuhan Energi untuk Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik memerlukan energi di luar kebutuhan untuk metabolisme
basal. Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem
10
penunjangnya. Selama aktivitas
fisik,
otot
membutuhkan
energi
diluar
metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan
tambahan energi untuk mengantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh
untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh. Banyaknya energi yang dibutuhkan
tergantung kepada banyaknya otot yang bergerak, berapa lama dan berapa
berat kerja yang dilakukan (Almatsier 2001).
Kecukupan Gizi Atlet
Kecukupan gizi merupakan suatu kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari
bagi semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, aktivitas
tubuh, dan kondisi fisiologis khusus untuk mencapai derajat kesehatan yang
optimal (Sandjaja et al 2009). Jenis aktivitas fisik misalnya adalah berjalan,
berkebun, melakukan pekerjaan rumah tangga, menari, dan juga mencuci mobil
juga termasuk ke dalam aktivitas fisik (Hoeger & Hoeger 2005). Menurut
Almatsier (2001) aktivitas fisik memerlukan energi di luar kebutuhan untuk
metabolisme basal. Pada saat melakukan aktivitas fisik, otot memerlukan
tambahan energi di luar metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan
paru-paru memerlukan tambahan energi untuk mengantarkan zat-zat gizi dan
oksigen ke seluruh tubuh dan untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh.
Banyaknya energi yang dibutuhkan selama aktivitas fisik bergantung pada
banyaknya otot yang bergerak, berapa lama, dan berapa berat pekerjaan yang
dilakukan. Oleh sebab itu, kecukupan gizi seseorang yang melakukan aktivitas
fisik seperti atlet lebih besar dibandingkan orang biasa.
Energi
Aktivitas fisik membutuhkan energi yang diperoleh dari makanan yang
dikonsumsi setiap hari. Menurut Angka Kecukupan Gizi yang tercantum dalam
Widyakarya Pangan dan Gizi tahun 1998, rata-rata kecukupan energi yang harus
dipenuhi oleh seorang laki-laki yang berumur 16-19 tahun yang berprofesi bukan
sebagai atlet adalah 2500 kkal, sedangkan kebutuhan energi orang yang
berprofesi sebagai atlet akan lebih besar daripada non atlet. Oleh karena itu
penyusunan menu untuk memenuhi kebutuhan gizi seorang atlet harus dimulai
dengan menentukan kebutuhan energi terlebih dahulu.
Kebutuhan energi pada saat berolahraga dapat dipenuhi melalui sumbersumber energi yang tersimpan di dalam tubuh yaitu melalui pembakaran
karbohidrat, pembakaran lemak, serta kontribusi sekitar 5% melalui pemecahan
protein. Diantara ketiganya, simpanan protein bukanlah merupakan sumber
11
energi yang langsung dapat digunakan oleh tubuh dan protein baru akan terpakai
jika simpanan karbohidrat ataupun lemak tidak lagi mampu untuk menghasilkan
energi yang dibutuhkan oleh tubuh. Penggunaan antara lemak ataupun
karbohidrat oleh tubuh sebagai sumber energi untuk dapat mendukung kerja otot
akan ditentukan oleh 2 faktor yaitu intensitas serta durasi olahraga yang
dilakukan (Irawan 2007).
Protein
Protein bukan merupakan substrat penghasil energi yang bermakna
selama berolahraga karena hanya 5-10% dari total energi yang dikeluarkan
berasal dari protein (Depkes 1993). Protein berperan sebagai zat pembangun
komponen dan struktur jaringan tubuh yang rusak seperti otot, dan berperan
dalam pembentukan enzim, hormon, neurotransmitter, dan antibodi. Metabolisme
protein dalam tubuh atlet dipengaruhi oleh asupan energi dimana asupan energi
yang optimal akan mengoptimalkan metabolisme protein di dalam tubuh. Selain
itu juga dipengaruhi oleh asupan karbohidrat, asupan protein dari makanan,
asam amino, interaksi antara zat gizi, hormon, jenis kelamin, dan status hidrasi
(Driskell 2007)
Kebutuhan protein remaja putri berusia 11-18 tahun yang bukan atlet
adalah 66 gram per hari. Namun sesungguhnya kebutuhan protein atlet itu
sebesar 1gr/kgBB/hari. Misalnya untuk atlet yang mempunyai berat badan 60 kg,
sebaiknya mengkonsumsi 60 gram protein per hari. Tetapi, untuk atlet yang
berlatih intensif, lama atau sedang dalam program membesarkan otot
membutuhkan protein lebih tinggi yaitu 1.2-1.6 gram/kg BB/hari (Depkes 1993).
Menurut Husaini (2000) untuk atlet remaja yang sedang dalam proses
pertumbuhan membutuhkan protein yaitu 1.5 gram/kg BB/hari. Peningkatkan
kebutuhan protein bagi atlet ini disebabkan oleh karena atlet lebih berisiko untuk
mengalami kerusakan jaringan otot terutama saat menjalani latihan/pertandingan
olahraga yang berat (Irawan 2007).
Menurut Riyadi (2007) kebutuhan protein seseorang yang berprofesi
sebagai bukan atlet sebesar 0,8g/kg berat badan, kebutuhan atlet daya tahan
sebesar 1.2-1.4 g/kg berat badan, sedangkan untuk atlet kekuatan dan atlet
beregu kebutuhan proteinnya sebesar 1.4-2.0 g/kg berat badan.
Atlet
sebaiknya
mengkonsumsi
pangan
yang
bervariasi
untuk
meningkatkan kualitas protein. Akan tetapi, atlet tidak dianjurkan mengkonsumsi
pangan sumber protein dalam jumlah berlebih. Asupan protein yang berlebih
12
akan diubah menjadi lemak badan dan menyebabkan diuresis sehingga dapat
menyebabkan dehidrasi (Depkes 1993). Pengunaan protein sebagai sumber
energi tubuh saat berolahraga biasanya akan dicegah karena hal tersebut akan
menganggu fungsi utamanya sebagai bahan pembangun tubuh dan fungsiya
untuk memperbaiki jaringan-jaringan tubuh yang rusak. Hubungan pemecahan
protein dengan laju produksi energi di dalam tubuh memberikan kontribusi yang
lebih kecil dibandingkan dengan karbohidrat dan lemak (Irawan 2007).
Lemak
Lemak atau disebut trigliserida yang digunakan utnuk pembentukan
energi terutama yang berasal dari lemak endogen yaitu lemak yang dibentuk
tubuh. Kebutuhan lemak tidak dinyatakan secara mutlak, akan tetapi seseorang
yang berprofesi bukan sebagai atlet sebaiknya mengkonsumsi makanan yang
mengandung lemak 15-30% (Almatsier 2004), sedangkan kebutuhan lemak atlet
berkisar antara 20-25% dari total energi yang dibutuhkan (Depkes 1993).
Menurut Mihardja (2007) Jumlah lemak dalam makanan yang dibutuhkan
seorang atlet berkisar antara 20 – 25% dari energi total. Asam lemak esensial
harus terdapat di dalam diet, sementara lemak jenuh harus direstriksi tidak lebih
dari 10% asupan energi. Lemak disimpan di dalam jaringan lemak. Lemak tubuh
berperan sebagai sumber energi terutama pada olahraga dengan intensitas
sedang dalam waktu lama, misalnya olahraga endurance (daya tahan). Latihan
endurance meningkatkan kapasitas metabolisme lemak pada otot. Lemak atau
trigliserida yang digunakan untuk pembentukan energi terutama berasal dari
lemak endogen yaitu lemak yang dibentuk tubuh dalam keadaan asupan energi
dari makanan melebihi kebutuhan.
Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber energi utama dan memegang peranan
sangat penting untuk seorang atlet dalam melakukan olahraga. Untuk
berolahraga, energi berupa ATP dapat diambil dari karbohidrat yang terdapat
dalam tubuh berupa glukosa dan glikogen yang disimpan dalam otot dan hati.
Selama beberapa menit permulaan kerja glukosa darah merupakan sumber
energi utama, selanjutnya tubuh menggunakan glikogen otot dan hati. Glikogen
otot dipergunakan langsung oleh otot untuk pembentukan energi, sedangkan
glikogen hati mengalami perubahan menjadi glukosa yang akan masuk ke
peredaran darah untuk selanjutnya dipergunakan oleh otot (Depkes 1993).
13
Menurut Almatsier (2004) kebutuhan karbohidrat untuk orang yang bukan
berprofesi sebagai atlet adalah 55-75% berasal dari karbohidrat kompleks dan
10% berasal dari gula sederhana. Pemberian karbohidrat bagi seorang atlet
bertujuan untuk mengisi kembali simpanan glikogen otot dan glikogen hati yang
telah dipakai pada kontraksi otot. Pada atlet yang mempunyai simpanan glikogen
sangat sedikit, akan mengalami cepat lelah dan kurang berprestasi. Oleh karena
itu, sebaiknya karbohidrat diberikan 60-70% dari total energi yang dibutuhkan
atau sama dengan 6-10 gram/kg BB/hari. Karbohidrat dalam makanan sebagian
besar harus adalam bentuk karbohidrat kompleks, sedangkan karbohidrat
sederhana hanya sebagian kecil saja (Depkes 1993). Ilyas (2007) di negara maju
kebutuhan karbohidrat orang aktif atau atlet yang melakukan latihan berat dan
intensif adalah 60% dari kebutuhan energi total (400-600gram) sehari yang
diberikan dalam bentuk karbohidrat kompleks.
Menurut Riyadi (2007) kebutuhan karbohidrat sehari-hari atlet beregu
seperti atlet basket adalah sebanyak 350-490gram atau setara dengan 14001960 kalori.
Vitamin A
Vitamin A merupakan vitamin larut lemak yang pertama ditemukan dan
merupakan
nama
generik
yang
menyatakan
semua
retinoid
dan
prekursor/provitamin A/karotenoid yang mempunyai aktivitas bilogik seperti
retinol. Fungsi utama dari Vitamin A adalah sebagai bagian yang vital pada
sistem penglihatan (Wolinsky & Driskell 2006). Vitamin A selain berperan dalam
proses penglihatan juga berperan dalam kekebalan tubuh, pertumbuhan dan
perkembangan, reproduksi, dan pencegahan penyakit kanker dan penyakit
degeneratif seperti penyakit jantung (Almatsier 2004).
Bagi atlet, vitamin A sangat berperan penting dalam differensiasi sel, oleh
sebab itu intik vitamin A yang cukup sangat diperlukan dalam peningkatan
performa atlet dan pemulihan latihan. Menurut Wolinsky dan Driskell (2006) intik
vitamin A yang dianjurkan bagi atlet yang berumur diantara 14-18 tahun
sebaiknya lebih dari 900 µgRE dan tidak melebihi 2800 µgRE. Kelebihan
konsumsi vitamin A menurut Sulaeman dan Muhilal (2004) dapat memberikan
efek teratogenik, kelainan jantung, kelainan saluran kemih, mengganggu sistem
saraf pusat dan tulang otot.
14
Vitamin C
Vitamin C atau yang biasa dikenal dengan nama asam askorbat
merupakan salah satu vitamin larut air yang berfungsi dalam sintesis kolagen,
katekolamin, serotonin dan karnitin di dalam tubuh. Vitamin C merupakan
antioksidan yang sangat kuat dalam menangkal radikal bebas. Vitamin C juga
berguna dalam absorbsi zat besi, peredaran, dan juga cadangannya. Dalam
aktivitas, vitamin C berguna dalam stimulasi sistem imun, mengurangi kelelahan
dan kelemahan otot, meningkatkan performa, dan melindungi sel dari ancaman
radikal bebas (Chen 2000).
Kecukupan vitamin C yang dianjurkan untuk individu adalah sebanyak 60
mg per hari (Setiawan & Rahayuingsih 2004). Namun jumlah tersebut dapat
melebihi anjuran, hal ini dikarenakan terdapat beberapa aktivitas fisik yang
terkadang menurunkan kadar vitamin C di dalam tubuh. Menurut Wolinsky dan
Driskell (2006) intake vitamin C bagi atlet dapat bervariasi dari 100 mg hingga
1000 mg per hari bergantung kepada aktivitas yang dilakukan.
Vitamin B1
Vitamin B1 atau yang lebih biasa dikenal dengan nama Tiamin
merupakan vitamin yang berfungsi sebagai koenzim yang penting dalam
metabolisme energi dari karbohidrat. Tiamin dalam betuk koenzim dikenal
sebagai Tiamin Pirofisfat (TPP) atau Trifosfat (TTP). Timain terdapat pada
seluruh jaringan tubuh, tapi tidak terdapat caringan cadangan tiamin, sehingga
asupan sehari-hari sangat penting untuk mencukupi kebutuhan tubuh. Jumlah
tiamin yang dianjurkan dalam kebutuhan harus berdasarkan pada jumlah
karbohidrat dalam makanan (Setiawan & Rahayuningsih 2004).
Kebutuhan tiamin dipengaruhi oleh umur, asupan energi, asupan
karbohidrat, dan berat badan. Angka kecukupan tiamin sehari-hari pada remaja
yang berumur 13-16 tahun adalah 1 mg per hari menurut WKNPG tahun 2004.
Sumber utama tiamin di dalam makanan adalah serealia, kacang-kacangan,
semua daging organ, daging tanpa lemak, dan kuning telur (Almatsier 2004).
Zat Besi
Zat besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam
tubuh manusia dan hewan, yaitu sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh manusia
dewasa. Zat besi mempunyai beberapa fungsi essensial di dalam tubuh, yaitu
sebagai alat angkut elektron di dalam sel dan sebagai bahan terpadu berbagai
reaksi enzim di dalam jaringan tubuh (Almatsier 2004). Zat besi ada dihampir
15
semua bentuk makanan dan minuman serta wadah yang digunakan baik untuk
menyimpan maupun untuk tempat makanan. Dalam bentuk padat, besi dikenal
sebagai metal atau senyawa besi. Sedangkan dalam larutan, besi ada dalam
bentuk ferro maupun ferri (Kartono & Soekatri 2004).
Kecukupan zat besi yang dianjurkan oleh WKNPG tahun 2004 untuk
remaja pria berumur 13-15 tahun adalah sebanyak 19 mg, sedangkan untuk
remaja pria berumur 16 tahun sebanyak 15 mg. Kecukupan besi untuk remaja
wanita berumur 15 dan 16 tahun sebanyak 26 mg.
Kalsium
Atlet yang masih remaja memerlukan kalsium yang jumlahnya relatif lebih
tinggi untuk pertumbuhan tulangnya. Menurut Kartono dan Soekatri (2004) anak
yang masih tumbuh dan kembang seperti remaja memerlukan pembentukan
tulang yang lebih banyak daripada orang tua. Oleh sebab itu atlet remaja masih
sangat dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan tinggi kalsium dalam mencapai
pertumbuhan yang optimal. Kecukupan kalsium yang dianjurkan oleh WKNPG
2004 untuk remaja baik pria maupun wanita yang berumur 15-16 tahun adalah
sebanyak 1000 mg setiap harinya.
Kebugaran Jasmani
Kebugaran jasmani atau kebugaran fisik merupakan kemampuan tubuh
seseorang untuk melakukan tugas dan pekerjaan sehari-hari, kegiatan rekreasi
atau kegiatan lainnya yang bersifat mendadak tanpa mengalami kelelahan yang
berarti (Riyadi 2007).
Menurut Giriwijoyo dan Ali (2005) kebugaran jasmani
sesungguhnya adalah derajat sehat dinamis tertentu yang dapat menanggulangi
tuntutan jasmani dalam menjalankan tugas hidup sehari-hari dengan selalu
masih mempunyai cadangan kemampuan untuk melakukan kegiatan aktivitas
fisik ekstra serta pulih kembali sebelum menjalani tugasnya sehari-hari.
Kebugaran fisik atau jasmani adalah suatu kualitas atau kondisi fisiologis dan
karena itu jelas berbeda dengan aktivitas fisik serta latihan fisik yang merupakan
tipe perilaku lainnya. Kebugaran fisik dapat diklasifikasikan sebagai kebugaran
yang berkaitan dengan kesehatan dan kebugaran yang berkaitan dengan kinerja.
Kebugaran
yang
berkaitan
dengan
kesehatan
meliputi
kebugaran
kardiorespiratori, kekuatan dan ketahan otot, komposisi tubuh dan kelenturan
(fleksibilitas). Sedangkan kebugaran yang berkaitan dengan kinerja meliputi
kebugaran kardiorespiratori, kekuatan dan ketahanan otot, komposisi tubuh,
16
kelenturan (fleksibilitas), tenaga otot (muscle power), kecepatan (speed), agilitas
dan keseimbangan (Gibney et al 2008).
Kebugaran dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, umur jenis
kelamin, keturunan, makanan dan gizi yang seimbang, serta kebiasaan merokok.
Ciri-ciri kebugaran jasmani yang baik yaitu, tahan jika bekerja dalam waktu yang
lama, tidak lekas capai, tidak mudah terkena stress, tidak mudah terserang
penyakit, dan produktivitas kerja yang tinggi (Riyadi 2007).
VO2 Max
Kebugaran dapat diukur dengan cara mengukur volume oksigen yang
dapat dikonsumsi selama berolahraga pada kapasitas maksimum. Nilai VO2
maximum seorang atlet dan non atlet dapat dikategorikan berdasarkan umur dan
jenis kelamin. Nilai VO2 max seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara
lain, 1) kemampuan kimia dari sistem jaringan otot selular untuk menggunakan
oksigen dalam mengurai bahan bakar dan 2) kemampuan gabungan sistem
jantung dan paru untuk mengangkut oksigen ke sistem jaringan otot
Tabel 3 Normatif nilai VO2 maximum atlet dan non atlet
Non Atlet
Umur
Laki-laki
Perempuan
10-19
20-29
30-39
40-49
50-59
60-69
47-56
43-52
39-48
36-44
34-41
31-38
38-46
33-42
30-38
26-35
24-33
22-30
70-79
28-35
20-27
Atlet
Jenis Olahraga
Bolabasket
Bersepeda
Senam
Sepakbola
Skating
Berenang
Atletik
Atletik
Bola voli
Angkat berat
Gulat
Umur
18-30
18-26
18-22
22-28
18-24
10-25
18-39
40-75
18-22
20-30
20-30
Sumber: Mackenzie 1997
Laki-laki
40-60
62-74
52-58
54-64
56-73
50-70
60-85
40-60
38-52
52-65
Perempuan
43-60
47-57
35-50
50-60
44-55
40-60
50-75
35-60
40-56
17
Individu yang berada dalam kondisi sehat memiliki nilai VO2 max yang
lebih tinggi dan dapat melaksanakan aktivitas lebih baik daripada individu yang
berada dalam kondisi tidak sehat. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa
seorang individu
dapat meningkatkan VO2 max dengan melakukan aktivitas
yang intensitasnya dapat meningkatkan denyut jantung menjadi antara 65 dan
85% dari keadaan maksimum (pada keadaan normal) setidaknya selama 20
menit tiga sampai lima kali seminggu. Nilai rata-rata VO2 max untuk atlet laki-laki
adalah sekitar 3,5 liter / menit dan untuk atlet perempuan itu adalah sekitar 2,7
liter / menit (Mackenzie 1997)
Tes Balke
Tes Balke merupakan salah satu metode untuk mengukur VO2
maksimum atau kebugaran aerobik yang dilakukan dengan cara atlet berlari
selama 15 menit kemudian diukur jarak yang mampu ditempuh selama selang
waktu tersebut. Untuk menghitung berapa VO2 maksimum atlet tersebut maka
digunakan perhitungan berdasarkan jarak yang telah ditempuh oleh atlet
tersebut.
Total VO2 maksimum = (((Total jarak yang ditempuh ÷ 15) - 133) × 0.172) + 33.3
Hasil uji yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan hasil uji Balke
yang telah dilakukan sebelum-sebelumnya. Hal ini digunakan untuk mengetahui
seberapa besar pengaruh latihan seorang atlet untuk meningkatkan VO2
maksimum atlet tersebut (Mackenzie 1997). Hasil pengukuran Tes Balke dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
1. Suhu, tingkat kebisingan dan kelembaban
2. Waktu tidur atlet sebelum melaksanakan tes dan emosi atlet
3. Obat-obatan yang sedang dikonsumsi oleh atlet
4. Waktu pelaksanaan tes (sebaiknya dilakukan sebelum jam 11 siang)
5. Asupan kafein atlet
6. Waktu makan terakhir atlet
7. Lingkungan pelaksanaan tes (rumput, track, jalanan, gym)
8. Pengetahuan atlet
9. Akurasi pengukuran
10. Apakah atlet benar benar menggunakan usaha maksimal untuk
melakukan tes
11. Kepribadian, pengetahuan dan kemampuan penguji.
(Mackenzie 1997)
18
Denyut Jantung
Denyut jantung dapat diartikan sebagai jumlah detak jantung setiap satu
menit. Jumlah denyut jantung pada orang normal berkisar antara 60-80 kali per
menit. Pada olahragawan seperti atlet jumlah denyut jantung per menit nya lebih
rendah dari pada orang normal. Denyut jantung akan meningkat karena berbagai
macam sebab diantaranya karena emosi, kelelahan, kurang tidur, dan olahraga.
Pada saat berolahraga dan melakukan aktivitas, denyut jantung akan meningkat
dan akan menurun kembali pada saat beristirahat. Hal ini dikarenakan pada saat
berolahraga tubuh memerlukan oksigen lebih besar dari pada saat aktivitas
normal, sehingga akan membuat jantung bekerja lebih keras dan akan
mempercepat denyut jantung (Wibowo 2005).
Download