BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan jaman dan kemajuan teknologi maka
makin meningkatnya juga tuntutan akan produktivitas. Dalam hal ini
masalah kesehatan adalah hal yang sangat penting yang harus dijaga namun
karena tingginya aktivitas dan pola hidup yang kurang baik, kesehatan dapat
terganggu yang akhirnya dapat berdampak pada penurunan aktivitas dan
produktivitas.
Dalam melakukan kegiatan sehari-hari dengan tingkat aktivitas yang
tinggi pasti akan sering menimbulkan keluhan, salah satunya pada bagian
tangan. Tangan adalah bagian tubuh yang memiliki peran penting dalam
melakukan berbagai aktivitas dari yang paling ringan sampai berat, seperti
menggenggam, menulis, mengetik, mencuci, mengangkat barang berat dan
aktivitas lainnya. Jika terjadi gangguan pada tangan maka kita akan sangat
kesulitan untuk beraktivitas. Salah satu penyakit maupun gangguan yang
dapat timbul di tangan khususnya pada bagian ibu jari adalah de Quervain’s
syndrome. de Quervain’s syndrome adalah suatu sindrom penyakit yang
diakibatkn oleh adanya peradangan pada tendon dari m. abductor pollicis
longus dan m. extensor pollicis brevis, yang bersama-sama masuk ke dalam
satu selubung tendon menurut Wolf dan Mens, dalam Incidence of de
Quervain's tenosynovitis in a young tahun 2008.
De Quervain's syndrome juga dikenal sebagai de Quervain’s disease,
first dorsal compartment tenosynovitis, texting tenosynovitis, Blackberry
thumb dan Washer Woman’s Sprain (Foye P, Stitik T, 2008). De Quervain’s
syndrome
dipicu
oleh
peradangan
stenosing
selubung
tendon
di
kompartemen dorsal pertama pergelangan tangan (Moore K, 1992).
Pada masa kini banyak penelitian tentang de Quervain’s syndrome
yang meneliti pada penggunaan teknologi dan handphone. Selama dekade
1
2
terakir masa perkembangan teknologi di Swedia saja, kelompok usia 15-24
tahun memiliki 100% akses ke ponsel dan 93% rata-rata memanfaatkan
untuk mengirim pesan teks (SMS) (Gustafsson E, 2011). Penggunaan ponsel
telah meningkat di Amerika Serikat pada remaja untuk teks pesan dari 38%
di tahun 2008 menjadi 54% pada tahun 2009 (Lethar, 2010). Pada penelitian
di Karachi, Pakistan dari 300 sample remaja yang mengisi questionaire 125
orang (42%) positif nyeri pada ibu jari ketika dilakukan finkelstein test.
Tercatat bahwa frekuensi penggunaan telepon seluler yang meningkat secara
progresif semakin menunjukkan positif test Finkelstein dan mengalami de
Quervain’s syndrome (Maryam Ali, et al 2014).
Angka kejadian untuk penyakit ini relatif, terutama di antara orangorang yang menunjukkan aktivitas yang menggunakan tangan berulangulang, seperti pengendara motor, mencuci, pekerja pemasangan bagianbagian mesin tertentu, pengrajin, bermain video game, penggunaan
handphone dan sekretaris (Foye, PM, 2014). Dalam penelitian berdasarkan
komunitas besar dari Inggris, prevalensi de Quervain’s syndrome ditemukan
0,5% pada pria dan 1,3% pada wanita populasi di inggris (Crawford JO,
Laiou E, 2007).
Pada kasus penyebab nyeri dan terjadinya keterbatasan gerak yang
dialami oleh penderita de Quervain’s syndrome inilah yang harus ditangani
secara optimal agar mengembalikan penderita pada kondisi dimana ia bisa
kembali melakukan aktivasnya secara maksimal. Penanganan dalam
mengatasi masalah-masalah tersebut sangat beragam, salah satunya adalah
penanganan dengan fisioterapi.
Saat ini tenaga kesehatan terutama fisioterapi sangat berperan penting
dalam penanganan kasus de Quervain’s syndrome. Banyak cara untuk
menyembuhkan dan mengembalikan fungsional fisik seseorang dengan
melakukan fisioterapi. Tujuan utama yang hendak dicapai oleh fisioterapi
adalah memberi pelayanan peningkatan gerak fungsional. Dalam hal ini
3
fisioterapi lebih fokus memberikan pelayanan kesehatan dalam masalah
kemampuan gerak dan fungsi.
Menurut PERMENKES RI nomor 65 tahun 2015, pasal 1 ayat 2
tentang standar pelayanan fisioterapi dicantumkan bahwa :
“Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada
individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan
memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan
menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan
(fisik, elektroterapeutis dan mekanis).
Fisioterapi
dapat
memberikan
penanganan
rehabilitatif
dalam
menangani kasus de Quervain’s syndrome dengan banyak intervensi,
beberapa berupa pemberian intervensi electrotherapy seperti ultrasound,
manual terapi seperti tranverse friction dan kinesio taping.
Ultrasound merupakan salah satu modalitas fisioterapi yang
menggunakan gelombang suara dengan frekuensi sangat tinggi yaitu
0,75Mhz-3Mhz (Tim Watson, 2012). Ultrasound dapat memberikan efek
mekanik dan efek panas. Gelombang ultrasund menimbulkan adanya
peregangan dan pemampatan di dalam jaringan dengan frekuensi yang sama
dengan frekuensi dari ultrasound. Oleh karena itu terjadilah variasi tekanan
di dalam jaringan atau yang biasa disebut dengan efek micro massage. Efek
micro massage dapat menghasilkan efek panas dalam jaringan. Efek panas
tersebut menyebabkan terjadinya vasodilatasi pembuluh darah sehingga
pembuluh darah menjadi lancar. Hal ini menyebabkan zat-zat nyeri yang
tertimbun dalam darah dapat larut sehingga nyeri dapat berkurang.
Pada kasus de Quervain syndrome penggunaan ultrasound dengan
menggunakan bentuk aplikasi intermitten untuk kasus cedera akut dan
continous untuk kasus cedera kronis. Pada kasus akut menggunakan
intermitten karena cedera yang dialami belum parah sehingga kerusakan
pada jaringan juga belum terlalu parah. Sedangkan pada kasus kronis
4
menggunakan continous agar lebih efektif karena kerusakan jaringan pada
kasus kronis lebih parah.
Dalam mengatasi masalah de Quervain’s syndrome juga bisa
menggunakan cara transverse friction yang berpengaruh pada pelepasan
perlengketan (to break adhesion) dan dapat meningkatkan sirkulasi
dikarenakan adanya efek vasodilatasi dan mempunyai efek untuk
menurunkan nyeri. Selain itu dengan transverse friction dapat melepaskan
abnormal cross links akibat jaringan fibrous otot. Oleh karena terlepasnya
jaringan fibrous tersebut, serabut kolagen yang dalam keadaan tidak
beraturan akan kembali ke arah longitudinal, sehingga akan menyebabkan
jaringan otot menjadi elastis kembali dan spasme berkurang dan nyeri
berkurang.
Penggunaa terapi dengan kinesio taping yang terbuat dari bahan baku
khusus yang sangat elastis yakni katun dan perekat akrilik (acrylicadhesive).
Pada kondisi kelemahan otot yang akut atau kronis harus disangga full
ROM, aplikasinya dari origo ke insertio, sebelumnya otot diposisikan
memanjang dengan tekanan ringan, setelah itu diberikan tambahan stimulasi
untuk menjaga kontraksi selama otot bekerja. Pada kasus cidera sendi atau
ligamen aplikasi taping dari medium ke full stretch untuk menjaga posisi
fungsional sendi selama aplikasi tapping. Untuk kelemahan otot,
aplikasinya dari origo ke insertio, sedangkan untuk mencegah kram atau
over kontraksi otot aplikasinya dari insertio ke origo. Di sisi lain, pola
gelombang tapping memiliki efek mengangkat kulit sehingga membebaskan
daerah sub cutan untuk mengurangi pembengkakan dan inflamasi dengan
meningkatkan sirkulasi dan mengurangi sakit dengan mengambil tekanan
dari reseptor rasa sakit (mengurangi iritasi nosiseptor) sehingga aliran darah
kaya oksigen meningkat, terjadi regenerasi area yang diterapi, perlengketan
berkurang, terjadi peningkatan fleksibilitas kolagen yang secara mekanis
menyebabkan gerakan menjadi lebih leluasa (Kaze, 2005).
5
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk mengetahui intervensi
apa yang efektif dan bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan
fungsional pada tangan khususnya ibu jari, sehingga penulis tertarik untuk
membahas dan melakukan penelitian yang dipaparkan dalam skripsi dengan
judul: Perbedaan efek antara transverse friction dan kinesio taping pada
intervensi ultrasound terhadap nyeri dan disabilitas ibu jari pada kasus de
Quervain’s syndrome.
B.
Identifikasi Masalah
De Quervain’s syndrome merupakan penyakit dengan nyeri pada
daerah prosesus stiloideus akibat inflamasi kronik pembungkus tendon otot
abduktor polisis longus dan ekstensor polisis brevis setinggi radius distal
dan penjepitan pada kedua tendon tersebut. Lokasi de Quervain’s syndrome
ini adalah pada kompartemen dorsal pertama pada pergelangan tangan
termasuk di dalamnya adalah tendon otot abductor pollicis longus dan
tendon otot extensor pollicis brevis. Pasien dengan kondisi yang seperti ini
biasanya datang dengan nyeri pada aspek dorsolateral dari pergelangan
tangannya dengan nyeri yang berasal dari arah ibu jari dan atau lengan
bawah bagian lateral.
Secara umum, sekarang ini pasien de Quervain’s syndrome akan
mengeluhkan penurunan aktivitas fungsional dan disabilitas ketika pasien
mengenakan pakaian dalam, mengancing baju, bermain video games,
mengirim
pesan
menggenggam
dan
benda,
chatting
mencubit
menggunakan
sesuatu,
handphone,
menggunakan
menulis,
alat
yang
memerlukan bantuan ibu jari, para pengrajin, maupun aktivitas dalam
memegang stang sepeda motor. Pasien kurang percaya diri di muka umum
ketika mengalami kesusahan dalam hal-hal tersebut.
Penyebab dari de Quervain syndrome belum diketahui secara pasti.
Tetapi ada beberapa faktor yang dianggap menjadi penyebab dari sindrom
ini yaitu overuse dan terlalu dibebani pada sendi carpometacarpal I dapat
menyebabkan ruptur dan peradangan pada daerah tersebut sebagai akibat
6
dari pergesekan, tekanan, dan iskemia daerah persendian (Appley dan
Solomon,1995). Trauma langsung yang menyerang pada tendon m.
abductor pollicis longus dan m. extensor pollicis brevis dapat menyebabkan
kerusakan jaringan serta peradangan yang bisa menimbulkan reaksi nyeri.
Kerusakan persendian akibat radang dapat mengakibatkan terjadinya erosi
tulang yang terjadi pada bagian tepi sendi akibat invasi jaringan granulasi
dan akibat resorbsi osteoclast dan pada tendon terjadi tenosinovitis yang
disertai invasi kolagen yang dapat menyebabkan ruptur tendon baik total
maupun parsial.
Ada beberapa tanda dan gejala klinis yang dapat kita amati dari
penderita de Quervain Syndrome, antara lain: nyeri pada sekitar ibu jari,
bengkak pada pergelangan tangan sisi ibu jari, rasa tebal pada sekitar
pergelangan tangan sisi ibu jari karena syaraf yang menempel pada selubung
tendon ikut teriritasi maupun karena penjepitan syaraf dari tendon yang
membengkak, adanya penumpukan cairan pada daerah yang mengalami
bengkak, krepitasi saat menggerakkan ibu jari, persendian ibu jari terasa
kaku saat bergerak, adanya penurunan lingkup gerak sendi carpometacarpal
(Dischere, 2007).
Gerakan
yang
berlebihan
serta
pembebanan
yang
berlebih
menimbulkan adanya pergesekan, tekanan, dan iskemia pada sekitar sendi
carpometacarpal I dapat menyebabkan terjadinya ruptur otot serta
peradangan yang akhirnya menimbulkan nyeri pada m.abductor pollicis
longus dan m. extensor pollicis brevis. Proses peradangan ini juga bisa
mengakibatkan timbulnya bengkak serta penurunan lingkup gerak sendi
akibat nyeri (Clarke, 2007).
Proses fisioterapi pada kasus ini yaitu berupa assesmen (history
taking), inspeksi, tes orientasi, pemeriksaaan fungsi gerak dasar, serta tes
khusus yang disertai dengan pemeriksaan penunjang yang dilakukan dengan
algoritma dan berdasarkan evidence base practice.
7
Pada saat dilakukan pemeriksaan palpasi ditemukan adanya nyeri
tekan, adanya spasme m. extensor pollicis brevis dan m. abductor pollicis
longus dan tidak ada perbedaan suhu lokal.
Pemeriksaan gerak dasar sendi meliputi tiga pemeriksaan yaitu
pemeriksaan gerak aktif, pemeriksaan gerak pasif dan gerak aktif melawan
tahanan. Adapun tes yang dapat dilakukan pada kasus de quervain’s
syndrome terapis melakukan tes finkelstein, dimana tes ini dilakukan untuk
menentukan ada atau tidaknya penyempitan di terowongan ligamentum
dorsal pergelangan tangan yang dilintasi selubung tendon abductor pollicis
longus dan extensor pollicis brevis. Pasien disuruh mengepal dengan ibu jari
yang didalam kepalan jari-jari lainnya, kemudian pasien disuruh melakukan
ulnofleksi tangan pada sendi pergelangan tangan. Bila pasien merasakan
nyeri pada waktu melakukan gerakan tersebut, maka terowongan
pergelangan tangan menyempit. Pada kondisi de Quervain’s syndrome
didapatkan hasil adanya nyeri ada saat melakukan tes finkelnstein.
Untuk membantu fisioterapi dalam melakukan evaluasi terhadap
peningkatan maupun derajat nyeri dan disabilitas pada pasien setelah terapi,
fisioterapi dapat melakukan pengukuran nyeri dan disabilitas. Nyeri dan
disabilitas pada kasus de Quervain’s syndrome dapat diukur melalui
beberapa cara, salah satunya adalah wrist and hand disability index. Wrist
hand disability index adalah alat ukur yang digunakan untuk mengukur
disabilitas, pada kali ini digunakan pada kasus de Quervain’s syndrome.
Wrist hand disability index adalah kuesioner yang terdiri 60 item pertanyaan
yang dibagi menjadi 10 sub-skala, setiap sub-skala mewakili nilai dari 0
sampai 5, dimana 0 adalah tidak ada rasa sakit atau tidak ada kesulitan
dalam melakukan kegiatan dan 5 adalah nyeri terburuk atau sulit melakukan
aktivitas. Kemudian untuk mengukur kekuatan dan kemampuan otot
menggunakan modifikasi hand dynamometer hanger weight scale.
Pada pemberian transverse friction dengan menggerus jaringan dapat
terputus-putus atau terus menerus tanpa mengangkat tangan dan gesekan
8
dengan menggunakan ibu jari. Pada pemberian kinesio taping, yang
direkatkan pada de Quervain’s syndrome terutama bertujuan untuk
mengihibisi aktivasi otot yang mengalami gangguan nyeri dan memfasilitasi
fungsi otot yang mengalami kelemahan. Dengan waktu, frekuensi, dan
intensitas pada pasien. Sehingga kita dapat mengurangi nyeri dan
menurunkan disabilitas pada seseorang dengan penanganan kasus de
Quervain’s syndrome.
C.
Perumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan diatas, maka penulis menjelaskan masalah
yang akan diteliti, antara lain :
1.
Apakah ada efek ultrasound dan transverse friction terhadap nyeri ibu
jari pada kasus de Quervain’s syndrome?
2.
Apakah ada efek ultrasound dan kinesio taping terhadap nyeri ibu jari
pada kasus de Quervain’s syndrome?
3.
Apakah ada perbedaan efek ultrasound dan transverse friction dengan
ultrasound dan kinesio taping terhadap nyeri ibu jari pada kasus de
Quervain’s syndrome?
4.
Apakah ada efek ultrasound dan transverse friction terhadap
disabilitas ibu jari pada kasus de Quervain’s syndrome?
5.
Apakah ada efek antara ultrasound dan kinesio taping terhadap
disabilitas ibu jari pada kasus de Quervain’s syndrome?
6.
Apakah ada perbedaan efek antara ultrasound dan transverse friction
dengan ultrasound dan kinesio taping terhadap disabilitas ibu jari
pada kasus de Quervain’s syndrome?
D.
Tujuan Penelitian
1.
Tujuan Umum
Untuk membuktikan perbedaan efek antara ultrasound dengan
transverse friction dan ultrasound dengan kinesio taping terhadap
nyeri dan disabilitas ibu jari pada kasus de Quervain’s syndrome.
9
2.
Tujuan Khusus
a.
Untuk membuktikan efek ultrasound dan transverse friction
terhadap nyeri ibu jari pada kasus de Quervain’s syndrome.
b.
Untuk membuktikan efek ultrasound dan kinesio taping
terhadap nyeri ibu jari pada pada kasus de Quervain’s syndorme.
c.
Untuk membuktikan perbedaan efek antara ultrasound
dan
transverse friction dengan ultrasound dan kinesio taping
terhadap nyeri ibu jari pada kasus de Quervain’s syndrome.
d.
Untuk membuktikan efek ultrasound dan transverse friction
terhadap disabilitas ibu jari pada kasus de Quervain’s syndrome.
e.
Untuk membuktikan efek ultrasound dan kinesio taping
terhadap disabilitas ibu jari pada kasus de Quervain’s syndrome.
f.
Untuk membuktikan perbedaan efek antara ultrasound dan
transverse friction dengan ultrasound dan kinesio taping
terhadap disabilitas ibu jari pada kasus de Quervain’s syndrome.
E.
Manfaat penelitian
1.
Bagi institusi pendidikan fisioterapi dapat dipergunakan sebagai bahan
referensi atau bahan tambahan mengenai de Quervain’s syndrome dan
dapat dikembangkan dalam studi ilmiah dalam mendapatkan
intervensi yang tepat bagi fisioterapi.
2.
Bagi institusi pelayanan fisioterapi sebagai bahan pertimbangan dalam
memberikan pelayanan fisioterapi secara tepat dan efektif kepada
pasien pada praktek klinis.
3.
Bagi peneliti sebagai sarana untuk meningkatkan pengetahuan peneliti
dalam melakukan penelitian ilmiah sekaligus pengetahuan patologi
mengenai de Quervain’s syndrome dan mengetahui intervensi yang
tepat sesuai dengan anatomi jaringan spesifik dan patologi.
Download