1 ANALISIS MANAJEMEN RISIKO OPERASIONAL BUDIDAYA TANAMAN AKAR WANGI PADA RANTAI PASOKAN MINYAK AKAR WANGI DI KABUPATEN GARUT Oleh NOLA NOVIAWATI H24097086 PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 1 RINGKASAN NOLA NOVIAWATI. H24097086. Analisis Manajemen Risiko Operasional Budidaya Tanaman Akar Wangi Pada Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi Di Kabupaten Garut. Di bawah bimbingan H. MUSA HUBEIS dan ALIM SETIAWAN S. Pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Pada tahun 2010, persentase sektor pertanian memberikan kontribusi 15,34 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB). Dari banyak sektor yang menyerap tenaga kerja, pertanian masih memberikan kontribusi yang paling besar dengan persentase 35,86 persen pada tahun 2011. Minyak akar wangi merupakan salah satu komoditi ekspor Indonesia yang memiliki pangsa pasar tingkat dunia. Petani sebagai pemasok bahan baku akar wangi, memiliki peran yang sangat penting di hulu. Penelitian ini bertujuan (1) mengkaji mekanisme rantai pasokan Industri Kecil Menengah (IKM) minyak akar wangi di Kabupaten Garut; (2) menganalisis manajemen risiko operasional dalam budidaya akar wangi sebagai bagian rantai pasokan minyak akar wangi. Jenis data terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dan pengisian kuesioner. Sedangkan data sekunder diperoleh dari dokumen, literatur, hasil penelitian terdahulu, jurnal, internet, Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Perkebunan Garut, Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Garut. Pengolahan data dilakukan dengan software Excel 2007 dan software Statistical Package for Sosial Science (SPSS 16.0). Analisis data dilakukan secara deskriptif untuk memperoleh gambaran mengenai rantai pasokan minyak akar wangi dan risiko operasional yang terjadi pada budidaya akar wangi. Risiko operasional yang dikaji dalam penelitian ini mencakup risiko yang ada dalam input, proses dan output. Penilaian risiko menggunakan teknik Multi-Expert Multi Criteria Decision Macing (ME-MCDM) dengan agregasi penilaian menggunakan teknik Ordered Weighted Averaging (OWA). Rekomendasi pengelolaan risiko menggunakan basis aturan untuk menerjemahkan hasil penilaian risiko. Anggota primer rantai pasokan akar wangi di Kabupaten Garut terdiri dari petani yang memasok bahan baku akar wangi, pengumpul akar wangi, penyuling minyak akar wangi, pengumpul minyak akar wangi, dan eksportir minyak akar wangi. Hasil perhitungan agregasi menunjukkan bahwa tingkat risiko operasional pada budidaya akar wangi adalah tinggi. Risiko yang berada di input bernilai sedang, risiko proses bernilai tinggi dan risiko output bernilai tinggi. Basis aturan digunakan untuk menerjemahkan hasil penilaian risiko. 1 ANALISIS MANAJEMEN RISIKO OPERASIONAL BUDIDAYA TANAMAN AKAR WANGI PADA RANTAI PASOKAN MINYAK AKAR WANGI DI KABUPATEN GARUT SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Oleh NOLA NOVIAWATI H24097086 PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 2 Judul Skripsi : Analisis Manajemen Risiko Operasional Budidaya Tanaman Akar Wangi Pada Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi Di Kabupaten Garut : Nola Noviawati : H24097086 Nama NIM Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl. Ing, DEA NIP 19550626 198003 1 002 Alim Setiawan S, S.TP,M.Si NIP 19820227 200912 1001 Mengetahui, Ketua Departemen Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc NIP 19610123 198601 1 0002 Tanggal Lulus : iii RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Padang, pada tanggal 20 November 1988. Penulis adalah anak pertama dari pasangan Tafrizal dan Ernawati. Penulis merupakan anak pertama dari 2 bersaudara. Penulis menyelesaikan studi di Taman Kanak-Kanak (TK) AlIkhsan pada tahun 1993-1994, Sekolah Dasar Negeri (SDN) Kota Batu 1 pada tahun 1994-2000, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri (SLTP) 9 Bogor pada tahun 2000-2003, Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 7 Bogor pada tahun 2003-2006. Penulis lulus dari SMA Negeri 7 Bogor sebagai siswa berprestasi Tahun Pelajaran 2005/2006 (Angkatan ke 13) dari program Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Tahun 2006 penulis di terima di Program Diploma, Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan bidang keahlian Perencanaan dan Pengendalian Produksi Manufaktur/Jasa (PPMJ). Tahun 2009 penulis lulus dengan mendapat prestasi akademik sebagai lulusan terbaik pada Program Keahlian PPMJ, kemudian melanjutkan studi di Program Sarjana Alih Jenis Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB. iii iv KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul ‖Analisis Manajemen Risiko Operasional Budidaya Tanaman Akar Wangi Pada Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi Di Kabupaten Garut‖ sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini mengungkapkan pentingnya integrasi harus dicapai untuk seluruh mata rantai pengadaan produk minyak akar wangi, mulai dari hulu sampai hilir. Dalam hal ini, petani sebagai pemasok bahan baku akar wangi, memiliki peran sangat penting di hulu. Untuk itu, para petani harus memasok bahan baku bermutu dan berkesinambungan, agar komoditas minyak akar wangi dari Garut dapat memberikan keunggulan kompetitif, namun akar wangi dihadapkan pada berbagai risiko, diantaranya risiko operasional dalam budidaya akar wangi. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan, maka kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan dari semua pihak. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak yang membutuhkan. Bogor, Maret 2012 Penulis iv v UCAPAN TERIMA KASIH Ketika menyusun skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil, maka mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Prof.Dr.Ir.H. Musa Hubeis, MS,Dipl.Ing,DEA dan Bapak Alim Setiawan S, S.TP, M.Si sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan, membagi ilmu, motivasi dan pengarahannya. 2. Bapak Dr. Ir. Muhammad Syamsun, M.Sc sebagai dosen penguji yang telah memberikan kritik dan sarannya. 3. Ibu Heti Mulyati, S.TP, MT sebagai pembimbing awal yang telah memberikan bimbingan, saran dan motivasi, serta pengarahannya. 4. Kedua orang tua yang telah memberikan doa dan motivasi untuk terus bersemangat dalam mencapai cita-cita. 5. Ketua Departemen Manajemen dan seluruh dosen Program Sarjana Alih Jenis Manajemen, FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan yang bermanfaat. 6. Staf Program Sarjana Alih Jenis Manajemen atas bantuan selama menyelesaikan perkuliahan. 7. Bapak H. Ede Kadarusman dan Bapak H. Abdullah S. Rasadi yang banyak membantu selama penelitian tentang akar wangi di Kabupaten Garut. 8. Rekan-rekan seperjuangan selama penelitian di Kabupaten Garut, yaitu Reni, Izni, Lina, Intan, Irma, Agung dan Kak Roni yang merasakan suka duka selama penelitian. 9. Sahabat-sahabatku, Novi, Eka, Ebi, Firsty, Najib, Rozi, Rangga, Hendra, Teh Yulay, Ipal yang telah memberikan semangat dan dorongan, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. 10. Sahabat-sahabat terbaik di Program Sarjana Alih Jenis Manajemen Angkatan 7 yang memberikan persahabatan yang indah. v vi 11. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tugas akhir ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya, khususnya yang terkait dengan manajemen risiko operasional dalam rantai pasok. Terima kasih. vi vii DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN RIWAYAT HIDUP ............................................................................ iii KATA PENGANTAR ........................................................................ iv UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................. v DAFTAR TABEL .............................................................................. ix DAFTAR GAMBAR .......................................................................... x DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................... xi I. PENDAHULUAN .......................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ......................................................................... 1.2. Rumusan Masalah .................................................................... 1.3. Tujuan Penelitian ...................................................................... 1.4. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................ 1 4 5 5 II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 6 2.1. Rantai Pasok dan Manajemen Rantai Pasok ............................ 2.1.1 Area Cakupan Manajemen Rantai Pasok ....................... 2.1.2 Pemain Utama dalam Manajemen Rantai Pasokan ........ 2.2. Definisi Risiko dan Jenis Risiko .............................................. 2.2.1 Risiko Operasional .......................................................... 2.2.2 Proses Manajemen Risiko ............................................... 2.3. Penelitian Terdahulu................................................................. 6 8 9 10 12 13 14 III. METODE PENELITIAN ........................................................... 18 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian ................................................ 3.2. Tahapan Penelitian ................................................................... 3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................... 3.4. Pengumpulan Data ................................................................... 3.5. Pengolahan dan Analisis Data .................................................. 18 20 22 22 25 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 29 4.1. Gambaran Umum Rantai Pasok Minyak Akar Wangi ............ 4.1.1 Potensi Pengembangan Minyak Akar Wangi di Indonesia ....................................................................... 4.1.2 Karakteristik Tanaman Akar Wangi ............................. 4.1.3 Identifikasi Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi ......... 4.1.4 Aktivitas Petani Akar Wangi ......................................... 29 vii 29 30 31 35 viii 4.1.5 Aktivitas Pengumpul Akar Wangi ................................ 4.1.6 Aktivitas Penyuling Minyak Akar Wangi ..................... 4.1.7 Aktivitas Pengumpul Minyak Akar Wangi ................... 4.2. Manajemen Risiko Operasional dalam Budidaya Akar Wangi ................................................................................... 4.2.1 Identifikasi Risiko Operasional Budidaya Akar Wangi 4.2.2 Pemetaan Risiko Operasional Budidaya Akar Wangi ... 4.2.3 Penilaian Risiko Operasional Budidaya Akar Wangi ... 4.2.4 Rekomendasi Pengelolaan Risiko Menggunakan Basis Aturan ............................................................................ 4.3. Implikasi Manajerial............................................................... 40 40 43 KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 59 1. Kesimpulan ...................................................................................... 2. Saran ................................................................................................ 59 59 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 60 LAMPIRAN ........................................................................................ 62 viii 44 44 47 52 55 58 ix DAFTAR TABEL No Halaman 1. Produk domestik bruto atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha (miliar rupiah) ..................................................... 2. Penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama pada tahun 2011 ................................................. 3. Lima bagian utama dalam sebuah perusahaan manufaktur yang terkait dengan fungsi-fungsi utama rantai pasok ......................... 4. Jumlah responden penelitian ......................................................... 5. Luas areal dan produksi minyak akar wangi di Kabupaten Garut.............................................................................................. 6. Standar mutu minyak akar wangi menurut SNI 06-2386-2006 ... 7. Standar mutu minyak akar wangi menurut ISO 4716 : 2002 ........ 8. Skala penilaian risiko .................................................................... 9. Hasil agregasi penilaian risiko pada peubah penentu risiko ....... 10. Negasi bobot untuk kriteria ........................................................... 11. Perhitungan nilai risiko dari setiap faktor ..................................... ix 1 2 9 23 29 42 43 47 48 52 53 x DAFTAR GAMBAR No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Halaman Simplikasi model rantai pasok dan tiga macam aliran yang dikelola Alur kerangka pemikiran penelitian .............................................. Tahapan penelitian ....................................................................... Diagram pemetaan risiko menurut Djohanputro .......................... Tanaman akar wangi ..................................................................... Pola aliran rantai pasokan minyak akar wangi .............................. Sistem budidaya akar wangi ......................................................... Diagram pemetaan risiko operasional budidaya akar wangi......... Pohon keputusan analisis risiko operasional budidaya akar wangi ............................................................................................. x 8 19 21 26 30 33 45 49 54 xi DAFTAR LAMPIRAN No Halaman 1. Kuesioner A.1 : identifikasi rantai pasokan untuk petani akar wangi.................................................................................................. 2. Kuesioner A.2: identifikasi rantai pasokan untuk penyuling akar wangi ............................................................................................. 3. Kuesioner A.3 : identifikasi rantai pasokan untuk pengumpul bahan baku akar wangi ...................................................................... 4. Kuesioner A.4 : identifikasi rantai pasokan untuk pengumpul minyak akar wangi ........................................................................ 5. Kuesioner 5 : identifikasi risiko budidaya akar wangi untuk petani akar wangi .......................................................................... 6. Hasil penilaian petani ahli terhadap risiko operasional................. 7. Perhitungan manual penilaian risiko operasional ......................... 8. Perhitungan penilaian risiko menggunakan software Excel 2007 xi 63 71 78 83 88 91 93 96 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Sektor pertanian masih memberikan kontribusi yang cukup besar bagi perekonomian nasional. Perkembangan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tahun 2006 sampai dengan 2010 dari sektor pertanian masih mengalami pertumbuhan. Persentase sektor pertanian selama lima (5) tahun terakhir (2006-2010) terhadap PDB, rata-rata memberikan kontribusi sebesar 14,36%. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1. Pada tahun 2010, persentase sektor pertanian memberikan kontribusi 15,34% dari total PDB. Tabel 1. Produk domestik bruto atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha (miliar rupiah) Lapangan Usaha Pertanian 2006 2007 2008 2009 2010 433.223,4 541.931,5 716.656,2 857.241,4 985.143,6 Pertambangan 366.520,8 440.609,6 541.334,3 591.912,7 716.391,2 Industri Listrik, Gas dan Air Bersih Konstruksi 919.539,3 1.068.653,9 1.376.441,7 1.477.674,3 1.594.330,4 30.354,8 34.723,8 40.888,6 47.165,9 50.042,2 251.132,3 304.996,8 419.711,9 555.201,4 660.967,5 Perdagangan Transportasi, Pergudangan, Komunikasi Keuangan 501.542,4 592.304,1 691.487,5 744.122,2 881.108,5 231.523,5 264.263,3 312.190,2 352.423,4 417.466,0 269.121,4 305.213,5 368.129,7 404.013,4 462.788,8 Jasa-jasa Produk Domestik Bruto 336,258.9 398.196,7 481.848,3 574.116,5 654.680,0 3.339.216,8 3.950.893,2 4.948.688,4 5.603.871,2 6.422.918,2 Sumber : BPS, 2011 Kontribusi sektor pertanian terhadap PDB Indonesia memang tidak terlalu besar namun pertanian masih merupakan sektor yang menyediakan lapangan pekerjaan bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Dari banyak sektor yang menyerap tenaga kerja, pertanian masih memberikan kontribusi yang paling besar (35,86%) pada tahun 2011. Ada 39,3 juta penduduk Indonesia yang memenuhi kebutuhan hidupnya dari sektor pertanian (Tabel 2). 2 Tabel 2. Penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama pada tahun 2011 (juta orang) Lapangan Pekerjaan Utama 2011* (orang) Persentase (%) Pertanian Pertambangan Industri Listrik, gas dan air Bangunan Perdagangan Angkutan, pergudangan dan komunikasi Keuangan Jasa kemasyarakatan Total 39.328.915 1.465.376 14.542.081 239.636 6.339.811 23.396.537 5.078.822 2.633.362 16.645.859 109.670.399 35,86 1,34 13,26 0,22 5,78 21,33 4,63 2,40 15,18 100 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2011 (Diolah kembali) *Data sampai bulan Agustus Pertumbuhan sektor pertanian akan mendorong pembangunan sektor agroindustri. Salah satu sektor agroindustri yang berkembang saat ini adalah minyak atsiri. Minyak atsiri memberikan kontribusi sebesar US $ 89,3 juta pada pemantauan ekspor 31 kelompok hasil industri (Kemenperin, 2011). Salah satu jenis minyak atsiri yang masih memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan adalah minyak akar wangi. Minyak akar wangi merupakan salah satu komoditi ekspor Indonesia yang memiliki pangsa pasar tingkat dunia. Minyak ini banyak digunakan sebagai bahan baku parfum, kosmetik dan bahan pewangi sabun (Guenther, 1990). Permintaan pasar dunia terhadap minyak yang dikenal dengan vetiver oil ini diperkirakan 100 ton/tahun. Negara eksportir vetiver oil utama untuk pasar dunia adalah Haiti. Indonesia berperan dalam memenuhi permintaan pasar sebanyak 20-30 ton/tahun (Rusli, 2010). Sentra produksi minyak akar wangi di Indonesia berada di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Minyak akar wangi telah menjadi salah satu Industri Kecil Menengah (IKM) yang sedang berkembang di Garut. IKM minyak akar wangi yang sedang berkembang di Kabupaten Garut membuat para petani banyak mengusahakan tanaman akar wangi di wilayah 33 tersebut. Selain di Kabupaten Garut, sentra tanaman akar wangi berada di Sukabumi, Bandung, Sumedang, Kuningan, Wonosobo, Purwokerto, dan sebagian wilayah Sumatera Utara (Rusli, 2010). Luas area perkebunan tanaman akar wangi di Kabupaten Garut mencapai 2.400 ha dan tersebar di beberapa Kecamatan. Nilai ekonomis tanaman akar wangi terletak pada akarnya yaitu sebagai bahan baku penghasil minyak atsiri. Mutu dan kuantitas minyak akar wangi bergantung dari keadaan tanaman akar wangi itu sendiri dan cara pembudidayaan yang dilakukan oleh petani. Pengelolaan rantai pasok akar wangi sebagai salah satu komoditi ekspor harus dilakukan secara baik agar pemenuhan permintaan terhadap minyak akar wangi yang berkualitas dapat dicapai. Menurut Marimin dan Nurul (2010), manajemen rantai pasok merupakan serangkaian pendekatan yang diterapkan untuk mengintegrasikan pemasok, pengusaha, gudang dan tempat penyimpanan lainnya secara efisien. Produk yang dihasilkan harus dapat didistribusikan dengan kuantitas, tempat dan waktu yang tepat untuk memperkecil biaya, serta memuaskan pelanggan. Upaya pengelolaan rantai pasok minyak akar wangi harus memiliki kerjasama perdagangan di antara lima stakeholder yang terlibat, yaitu petani sebagai produsen bahan baku, penyuling sebagai pengolah minyak akar wangi, koperasi atau badan swasta sebagai penampung minyak akar wangi dari penyuling, eksportir yang membeli minyak akar wangi dari koperasi atau badan swasta yang kemudian akan menjualnya kepada pemakai akhir diluar negeri (Indrawanto, 2009). Integrasi harus dicapai untuk seluruh mata rantai pengadaan produk minyak akar wangi, mulai dari hulu sampai hilir. Petani sebagai pemasok bahan baku akar wangi, memiliki peran yang sangat penting di hulu. Para petani harus memasok bahan baku yang bermutu dan berkesinambungan agar komoditas minyak akar wangi dari Garut dapat memberikan keunggulan yang kompetitif. Untuk memenuhi pasokan bahan baku yang bermutu dan berkesinambungan, para petani akar wangi dihadapkan pada berbagai risiko. Risiko merupakan ketidakpastian. Ketidakpastian ini terjadi karena kurangnya atau tidak 4 tersedianya informasi yang menyangkut apa yang akan terjadi (Kountur, 2004). Salah satu risiko yang dihadapi oleh petani akar wangi adalah risiko operasional dalam budidaya akar wangi. Saat ini, budidaya tanaman akar wangi di Kabupaten Garut masih dilaksanakan secara tradisional dan dipanen pada umur yang relatif muda. Mutu bahan baku yang rendah dapat menyebabkan rendahnya rendemen dan mutu minyak akar wangi yang dihasilkan. Petani sebagai pemasok bahan baku harus menyediakan akar wangi yang berkualitas dan berkesinambungan agar para pengusaha di bidang minyak akar wangi bisa memenuhi permintaan konsumen. Dalam suatu rantai pasok, jika suatu pelaku mengalami masalah dalam rantai pasok maka akan berpengaruh baik secara langsung atau tidak langsung kepada mitra dalam jaringan rantai pasoknya. Begitupun dengan risiko akibat dari permasalahan tersebut, sehingga terjadi interaksi antar risiko yang menyebabkan kerugian secara menyeluruh dalam jaringan pasokan (Marimin dan Nurul, 2010). Risiko operasional dalam budidaya akar wangi sangat penting untuk dianalisis agar risiko penurunan kuantitas dan mutu dari bahan baku akar wangi sebagai penghasil minyak atsiri dapat dikurangi. 1.2. Perumusan Masalah Petani sebagai pemasok bahan baku akar wangi, memiliki peranan yang sangat penting di hulu. Budidaya tanaman akar wangi yang masih dilaksanakan secara tradisional menyebabkan mutu bahan baku yang rendah. Hal ini sangat berpengaruh kepada kuantitas dan mutu rendemen minyak atsiri yang dihasilkan. Analisis risiko operasional sangat diperlukan untuk mengidentifikasi, mengukur dan mengendalikan risiko operasional dalam budidaya tanaman akar wangi. Rumusan masalah dari penelitian ini adalah : 1. Bagaimana mekanisme rantai pasokan IKM minyak akar wangi di Kabupaten Garut ? 2. Bagaimana manajemen risiko operasional dalam budidaya akar wangi sebagai bagian dari rantai pasokan minyak akar wangi ? 5 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengkaji mekanisme rantai pasokan IKM minyak akar wangi di Kabupaten Garut. 2. Menganalisis manajemen risiko operasional dalam budidaya akar wangi sebagai bagian rantai pasokan minyak akar wangi. 1.4. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini terfokus pada pengkajian mekanisme rantai pasokan minyak akar wangi di Garut mulai dari Petani, Pengumpul Bahan Baku, Penyuling, dan Pengumpul Minyak yang berada di wilayah Kecamatan Samarang, Bayongbong, Cilawu dan Leles, disamping analisis manajemen risiko operasional dalam budidaya akar wangi oleh petani. 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rantai Pasok dan Manajemen Rantai Pasok Rantai pasok adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan mengantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Perusahaan-perusahaan tersebut biasanya termasuk pemasok, pabrik, distributor, toko, atau ritel dan perusahaan-perusahaan pendukung seperti perusahaan jasa logistik (Pujawan, 2005). Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2002), rantai pasok adalah suatu sistem tempat organisasi menyalurkan barang produksi dan jasanya kepada para pelanggannya. Konsep rantai pasok merupakan konsep baru dalam melihat persoalan logistik. Dalam konsep ini, masalah logistik dilihat sebagai masalah yang lebih luas yang terbentang sangat panjang sejak dari bahan dasar sampai barang jadi yang dipakai konsumen akhir, yang merupakan mata rantai penyediaan barang. Manajemen rantai pasokan adalah pengintegrasian aktivitas pengadaan bahan dan layanan, pengubahan menjadi barang setengah jadi dan produk akhir, serta pengiriman ke pelanggan. Seluruh aktivitas ini mencakup pembelian dan outsourcing, ditambah fungsi lain yang penting bagi hubungan antara pemasok dengan distributor (Heizer dan Barry, 2005). Manajemen rantai pasokan tidak hanya berorientasi pada urusan internal sebuah perusahaan, melainkan juga urusan eksternal yang menyangkut hubungan perusahaan-perusahaan partner. Perusahaan-perusahaan yang berada pada suatu rantai pasok, intinya ingin memuaskan konsumen akhir yang sama, yaitu bekerjasama untuk membuat produk murah, mengirimkannya tepat waktu dan dengan mutu bagus. Hanya dengan kerjasama antara unsur-unsur pada rantai pasok tujuan tersebut akan dicapai. Oleh karena itu, cukup tepat kalau banyak orang mengatakan bahwa persaingan dewasa ini bukan lagi antara satu perusahaan dengan perusahaan yang lain, tetapi antara rantai pasok yang satu dengan rantai pasok yang lain. Semangat kolaborasi dan koordinasi pada rantai pasok tidak mesti (dan tidak boleh) mengorbankan kepentingan tiap individu perusahaan. Manajemen rantai 7 pasokan yang baik dapat meningkatkan kemampuan bersaing bagi rantai pasok secara keseluruhan, namun tidak menyebabkan satu pihak berkorban dalam jangka panjang. Oleh karena itu, diperlukan pengertian, kepercayaan, dan aturan main yang jelas (Pujawan, 2005). Menurut Marimin dan Nurul (2010), manajemen rantai pasok merupakan serangkaian pendekatan yang diterapkan untuk mengintegrasikan pemasok, pengusaha, gudang dan tempat penyimpanan lainnya secara efisien. Produk yang dihasilkan dapat didistribusikan dengan kuantitas, tempat dan waktu yang tepat untuk memperkecil biaya, serta memuaskan pelanggan. Manajemen rantai pasokan bertujuan untuk membuat seluruh sistem menjadi efisien dan efektif, minimalisasi biaya dari transportasi dan distribusi sampai inventori bahan baku, bahan dalam proses, serta barang jadi. Pada suatu rantai pasok biasanya ada tiga (3) macam aliran yang harus dikelola. Pertama adalah aliran barang yang mengalir dari hulu ke hilir. Contohnya adalah bahan baku yang dikirim dari pemasok ke pabrik. Setelah produk selesai diproduksi, dikirim ke distributor, lalu ke pengecer atau ritel, kemudian ke pemakai akhir. Yang kedua adalah aliran uang dan sejenisnya yang mengalir dari hilir ke hulu. Yang ketiga adalah aliran informasi yang terjadi dari hulu ke hilir ataupun sebaliknya. Informasi tentang persediaan produk yang masih ada di masing-masing supermarket sering dibutuhkan oleh distributor maupun pabrik. Informasi tentang ketersediaan kapasitas produksi yang dimiliki oleh pemasok juga sering dibutuhkan oleh pabrik. Informasi tentang status pengiriman bahan baku sering dibutuhkan oleh perusahaan yang mengirim maupun yang akan menerima. Perusahaan pengapalan harus membagi informasi seperti ini supaya pihak-pihak yang berkepentingan bisa memonitor untuk kepentingan perencanaan yang lebih akurat (Pujawan, 2005). Gambar 1 memberikan ilustrasi konseptual sebuah rantai pasok. 8 Finansial : invoice dan term pembayaran Material : bahan baku, komponen dan produk jadi Informasi : kapasitas, status pengiriman dan quotation Supplier Tier 1 Supplier Tier 2 Manufacturer Distributor Ritel/Toko Finansial : pembayaran Material : retur, recycle dan repair Informasi : order dan ramalan Gambar 1. Simplikasi model rantai pasok dan tiga macam aliran yang dikelola (Pujawan, 2005) 2.1.1 Area Cakupan Manajemen Rantai Pasok Menurut Pujawan (2005), semua kegiatan yang terkait dengan aliran material, informasi dan uang di sepanjang rantai pasok adalah kegiatan-kegiatan dalam cakupan manajemen rantai pasok. Apabila mengacu pada sebuah perusahaan manufaktur, kegiatan-kegiatan utama yang masuk dalam klasifikasi manajemen rantai pasok adalah : a. Kegiatan merancang produk baru b. Kegiatan mendapatkan bahan baku c. Kegiatan merencanakan produksi dan pengendalian d. Kegiatan melakukan produksi e. Kegiatan melakukan pengiriman/distribusi Kelima (5) klasifikasi tersebut biasanya tercermin dalam bentuk pembagian departemen atau divisi pada perusahaan manufaktur. Pembagian tersebut sering dinamakan functional division karena mereka dikelompokkan sesuai dengan fungsinya. Umumnya sebuah perusahaan manufaktur akan memiliki bagian pengembangan produk, bagian pembelian atau bagian pengadaan, bagian produksi, bagian perencanaan produksi, dan bagian pengiriman atau distribusi barang jadi. Tabel 3 menguraikan lebih lanjut beberapa contoh kegiatan yang biasanya dilakukan oleh masing-masing bagian. 9 Tabel 3. Lima bagian utama dalam sebuah perusahaan manufaktur yang terkait dengan fungsi - fungsi utama rantai pasok Bagian Cakupan kegiatan antara lain Pengembangan Produk Melakukan riset pasar, merancang produk baru dan melibatkan pemasok dalam perancangan produk baru Pengadaan Memilih pemasok, mengevaluasi kinerja pemasok, melakukan pembelian bahan baku dan komponen, memonitor risiko pasokan, membina dan memelihara hubungan dengan pemasok. Perencanaan dan Pengendalian Perencanaan kebutuhan, peramalan permintaan, perencanaan kapasitas, perencanaan produksi dan persediaan. Operasi/Produksi Pengiriman/Distribusi Eksekusi produksi, pengendalian kualitas Perencanaan jaringan distribusi, penjadwalan pengiriman, mencari dan memelihara hubungan dengan perusahaan jasa pengiriman dan memonitor service level di tiap pusat distribusi. Sumber : Pujawan, 2005 2.1.2 Pemain Utama dalam Manajemen Rantai Pasokan Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2002), ada beberapa pemain utama yang merupakan perusahaan-perusahaan yang mempunyai kepentingan yang sama, yaitu : a. Rantai 1 : Suppliers (pemasok) Jaringan bermula disini, yang merupakan sumber yang menyediakan bahan pertama, di mana mata rantai penyaluran barang akan di mulai. Bahan pertama berbentuk bahan baku, bahan mentah, bahan penolong, bahan dagangan, subassemblies, suku cadang, dan sebagainya. Sumber pertama ini dinamakan pemasok. b. Rantai 1-2 : Suppliers Rantai Manufacturer pertama dihubungkan dengan rantai kedua, yaitu manufacturer atau plants atau assembler atau fabricator atau bentuk lain yang melakukan pekerjaan membuat, memfabrikasi, merakit, mengkonversikan, ataupun menyelesaikan barang (finishing). c. Rantai 1-2-3 : Suppliers Manufacturer Distribution Barang sudah jadi yang dihasilkan oleh manufacturer sudah mulai harus disalurkan kepada pelanggan. Walaupun tersedia banyak cara untuk 10 penyaluran barang ke pelanggan, yang umum adalah melalui distributor dan ini biasanya ditempuh oleh sebagian besar supply chain. Barang dari pabrik melalui gudangnya disalurkan ke gudang distributor atau wholesaler atau pedagang besar dalam jumlah besar dan pada waktunya nanti pedagang besar menyalurkan dalam jumlah yang lebih kecil kepada retailers atau pengecer. d. Rantai 1-2-3-4 : Suppliers Manufacturer Distribution Retail Outlets Pedagang besar biasanya mempunyai fasilitas gudang sendiri atau dapat juga menyewa dari pihak lain. Gudang ini digunakan untuk menimbun barang sebelum disalurkan lagi ke pihak pengecer. Sekali lagi di sini ada kesempatan untuk memperoleh penghematan dalam bentuk jumlah inventories dan biaya gudang, dengan cara melakukan desain kembali pola-pola pengiriman barang baik dari gudang manufacturer maupun ke toko pengecer (retail outlets). e. Rantai 1-2-3-4-5 : Suppliers Outlets Manufacturer Distribution Retail Customer Dari rak-raknya, para pengecer atau retailers ini menawarkan barangnya langsung kepada para pelanggan atau pembeli atau pengguna barang tersebut. Yang termasuk outlets adalah toko, warung, toko serba ada, pasar swalayan, toko koperasi, mal, club stores, dan sebagainya. Walaupun secara fisiknya dapat dikatakan bahwa ini merupakan mata rantai yang terakhir, sebetulnya masih ada satu mata rantai lagi, yaitu dari pembeli (yang mendatangi retail outlet tadi) ke real customers atau real user, karena pembeli belum tentu pengguna sesungguhnya. Mata rantai pasokan baru betul-betul berhenti setelah barang bersangkutan tiba di pemakai langsung (pemakai yang sebenarnya) barang atau jasa dimaksud. 2.2. Definisi Risiko dan Jenis Risiko Risiko merupakan suatu keadaan yang tidak pasti yang dihadapi seseorang atau perusahaan yang dapat memberikan dampak merugikan 11 (Kountur, 2004). Menurut Djohanputro (2008), risiko diartikan sebagai ketidakpastian yang telah diketahui tingkat probabilitas kejadiannya. Pengertian lain dan sering digunakan oleh kebanyakan orang, risiko adalah ketidakpastian yang bisa dikuantitaskan yang dapat menyebabkan kerugian atau kehilangan. Risiko juga dapat diartikan penyebaran atau penyimpangan dari target, sasaran, atau harapan. Menurut Marimin dan Nurul (2010), Risiko rantai pasok dapat didefinisikan sebagai kerugian yang dikaji dari sisi kemungkinan terjadinya, sisi kemungkinan penyebabnya, dan sisi akibatnya dalam rantai pasok sebuah perusahaan dan lingkungannya. Dalam suatu rantai pasok, jika satu pelaku mengalami masalah rantai pasok maka akan berpengaruh baik secara langsung atau tidak langsung kepada mitra dalam jaringan rantai pasoknya. Begitupun dengan risiko akibat dari permasalahan tersebut, sehingga terjadi interaksi antar risiko yang menyebabkan kerugian secara menyeluruh dalam rantai pasokan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengendalian risiko rantai pasok agar dapat terhindar dari akibat berkelanjutan yang terjadi pada setiap titik dalam jaringan pasokan dengan cara melakukan analisis risiko. Menurut Djohanputro (2008), risiko dapat dikategorikan ke dalam risiko murni dan risiko spekulatif. Risiko murni merupakan risiko yang dapat mengakibatkan kerugian pada perusahaan, tetapi tidak ada kemungkinan menguntungkan. Sedangkan risiko spekulatif adalah risiko yang dapat mengakibatkan dua (2) kemungkinan, merugikan atau menguntungkan perusahaan. Cara lain mengklasifikasi risiko adalah mengategorikan ke dalam risiko sistematik dan risiko spesifik. Risiko sistematik disebut risiko yang tidak dapat didiversifikasi. Ciri dari risiko sistematik adalah tidak dapat dihilangkan atau dikurangi dengan cara penggabungan berbagai risiko. Sedangkan risiko spesifik atau risiko yang dapat didiversifikasi dapat dihilangkan melalui proses penggabungan. 12 Menurut Kountur (2004), Risiko dapat dibedakan dalam beberapa jenis, yaitu : 1. Sudut pandang manajer perusahaan Bagi para manajer perusahaan atau orang-orang yang berkecimpung di dunia bisnis, risiko sering dibedakan ke dalam dua (2) kelompok, yaitu : a. Risiko spekulatif Risiko spekulatif adalah risiko yang dihadapi perusahaan yang dapat memberikan dua (2) kemungkinan, yakni kemungkinan merugikan dan menguntungkan. b. Risiko murni Risiko murni adalah risiko dimana tidak ada kemungkinan yang menguntungkan dan yang ada hanya kemungkinan yang merugikan. 2. Sumber penyebab risiko Dari sumber penyebabnya, risiko secara umum dapat dikelompokkan ke dalam dua (2) kelompok besar, yaitu : a. Risiko keuangan Risiko keuangan adalah risiko yang disebabkan oleh faktor-faktor ekonomi dan keuangan, seperti perubahan harga, tingkat bunga dan mata uang. b. Risiko operasional Risiko operasional adalah semua risiko yang tidak masuk pada kelompok risiko keuangan. Risiko operasional disebabkan oleh faktor manusia, alam dan teknologi. 2.2.1. Risiko Operasional Risiko operasional adalah potensi penyimpangan dari hasil yang diharapkan karena tidak berfungsinya suatu sistem, SDM, teknologi, atau faktor lain (Djohanputro, 2008). Risiko operasional bisa terjadi pada dua (2) tingkatan, yaitu teknis dan organisasi. Pada tataran teknis, risiko operasional bisa terjadi apabila sistem informasi, kesalahan mencatat, informasi yang tidak memadai, dan pengukuran risiko tidak akurat dan tidak memadai. Pada tataran organisasi, 13 risiko operasional muncul dikarenakan sistem pemantauan dan pelaporan, sistem dan prosedur, serta kebijakan tidak berjalan sebagaimana seharusnya. Menurut Muslich (2007), Risiko operasional merupakan kerugian finansial yang disebabkan oleh kegagalan proses internal perusahaan, kesalahan sumber daya manusia (SDM), kegagalan sistem, kerugian yang disebabkan kejadian dari luar perusahaan, serta kerugian karena pelanggaran peraturan dan hukum yang berlaku. Kerugian risiko operasional terjadi tidak saja pada lembaga keuangan bank dan bukan bank, tetapi juga terjadi pada perusahaan industri, perdagangan, pertambangan dan semua perusahaan dalam sektor ekonomi lainnya. Risiko operasional merupakan risiko yang umumnya bersumber dari masalah internal perusahaan, dimana risiko ini terjadi disebabkan oleh lemahnya sistem kontrol manajemen yang dilakukan oleh pihak internal perusahaan (Fahmi, 2010). Contoh risiko operasional adalah risiko pada komputer akibat terserang virus, kerusakan maintenance pabrik, kecelakaan kerja, kesalahan dalam pencatatan pembukuan secara manual, kesalahan pembelian barang dan tidak ada kesepakatan bahwa barang yang dibeli dapat ditukar kembali, dan lain sebagainya. 2.2.2. Proses Manajemen Risiko Menurut Halikas et al dalam Marimin dan Nurul (2010), proses manajemen risiko yang umum terjadi pada suatu perusahaan terdiri dari empat (4) kegiatan utama, yaitu identifikasi risiko, pengkajian risiko, pengambilan keputusan dan implementasi pada kegiatan manajemen risiko dan pengawasan risiko. 1. Identifikasi risiko Fokus utama dari identifikasi risiko adalah mengenali ketidakpastian yang akan terjadi agar dapat mengendalikan risiko secara proaktif. Risiko yang bersifat potensial harus diidentifikasi, jika tidak akan menyebabkan kesalahan arah dalam proses manajemen risiko rantai pasok dan menimbulkan tidak tepatnya atau tidak sesuainya strategi pengendalian 14 risiko tersebut, sehingga menyebabkan kerugian yang besar. Salah satu aspek penting dalam identifikasi risiko adalah mendaftar risiko yang mungkin terjadi sebanyak mungkin. Teknik-teknik yang dapat digunakan dalam identifikasi risiko, antara lain brainstorming, survei, wawancara, informasi historis, kelompok kerja, dan lain-lain. 2. Pengkajian risiko Setiap risiko yang sudah diidentifikasi dilakukan pengkajian, meliputi pengukuran risiko rantai pasok secara kuantitatif dan kualitatif, yaitu mengukur besarnya dampak kerugian yang mungkin muncul baik kerugian sosial atau ekonomi dan probabilitas terjadinya risiko tersebut. Dua metode utama untuk mengukur risiko rantai pasok adalah metode pengukuran risiko berdasarkan pendapat pakar dan metode pengukuran risiko secara statistik. 3. Keputusan dan Implementasi Tindakan Manajemen Risiko Tahap ini adalah tahap memilih metode manajemen yang akan digunakan untuk mencegah atau mengurangi risiko yang akan terjadi, baik secara parsial atau menyeluruh, sehingga mampu meminimalkan dampak terhadap pengoperasian rantai pasok. 4. Pengawasan Risiko Status sebuah risiko dapat berubah-ubah sesuai kondisi, sehingga faktorfaktor risiko harus dimonitor untuk mengetahui keefektifan respon yang telah dipilih dan mengidentifikasi adanya risiko yang baru maupun berubah dari kemungkinan dan konsekuensinya. Ketika suatu risiko terjadi, maka respon yang dipilih akan sesuai dan diimplementasikan secara efektif. 2.3. Penelitian Terdahulu Santoso (2005) meneliti Rekayasa Model Manajemen Risiko Untuk Pengembangan Agroindustri Buah-Buahan Secara Berkelanjutan. Penelitian ini difokuskan pada rancang bangun sistem penunjang keputusan (SPK) manajemen risiko untuk pengembangan agroindustri berkelanjutan. Model analisis risiko pengadaan bahan baku, proses pengolahan dan pemasaran serta agregasi nilai risikonya secara berjenjang menggunakan fuzzy non-numeric 15 multi criteria multi person decision making, dengan penilaian pakar secara independen. Model kelayakan usaha menggunakan metode analisis finansial dengan sumber pembiayaan konvensional dan pembiayaan syariah. Analisis risiko finansial menggunakan koefisien variasi, analisis sensitivitas dan teknik simulasi risiko. Model manajemen risiko menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP), sedangkan rancangan pengendalian menggunakan metode Interpretative Structural Modeling (ISM) Hasil validasi SPK M-RISK dengan studi kasus agroindustri mangga yang dilakukan di Kabupaten Pasuruan Jawa Timur menunjukkan bahwa sari buah merupakan produk agroindustri mangga dengan prioritas tertinggi untuk dikembangkan dan prioritas berikutnya konsentrat. Pengembangan agroindustri mangga mempunyai risiko sedang. Risiko tertinggi dalam pengembangan agroindustri mangga terdapat pada aspek penggadaan bahan baku, sedangkan aspek pengolahan dan pemasaran mempunyai risiko sedang. Hasil analisis kelayakan dengan skenario mempertimbangkan risiko menunjukkan pembiayaan syariah relatif lebih dapat mengelola risiko untuk pengembangan usaha agroindustri mangga dibandingkan dengan skema pembiayaan konvensional. Hadiguna (2010) meneliti Perancangan Sistem Penunjang Keputusan Rantai Pasok dan Penilaian Risiko Mutu Pada Agroindustri Minyak Sawit Kasar. Penelitian bertujuan merumuskan cara penilaian risiko operasional, merumuskan model matematik manajemen panen-angkut-olah dan menghasilkan rancang bangun Sistem Penunjang Keputusan (Decision Support System) yang berfungsi untuk pengelolaan risiko penurunan mutu dan optimasi rantai pasok minyak sawit kasar. Penelitian ini menggunakan berbagai teknik antara lain penilaian risiko mutu menggunakan teknik Non-Numeric MultiExpert Multi Criteria Decision Making (ME-MCDM) dengan agregasi penilaian menggunakan teknik Ordered Weighted Averaging (OWA). Rekomendasi pengelolaan risiko menggunakan rule base. Prakiraan Tandan 16 Buah Segar (TBS) dan penjualan minyak sawit kasar menggunakan teknik Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA). Penelitian ini menghasilkan sebuah sistem penunjang keputusan yang berguna membantu pengambil keputusan dalam pengelolaan rantai pasok dan penilaian risiko mutu minyak sawit kasar. Pengelolaan risiko mutu setiap unit rantai pasok adalah penanganan di kebun adalah meminimumkan waktu angkut, mengevaluasi jumlah trip dan menjamin ketersediaan truk. Penanganan di pabrik adalah menjaga akurasi proses sortasi tandan buah segar dan menjamin penumpukan di loading ramp tidak memicu kerusakan tandan buah segar. Penanganan di pelabuhan adalah meningkatkan pengawasan pemuatan dan pembongkaran minyak sawit kasar dan perawatan tangki timbun dengan baik. Santoso dan Marimin (2001) melakukan penelitian mengenai Penentuan Produk Olahan Apel Unggulan Menggunakan Teknik Fuzzy Non Numeric Dan Analisis Struktur Serta Pola Pembinaan Kelembagaannya. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan produk agroindustri berbasis apel unggulan di Malang, Jawa Timur dengan menggunakan pendekatan fuzzy non numeric, memberikan rekomendasi kelembagaan yang mendukung pengembangan agroindustri olahan apel unggulan dengan menganalisis struktur dan pola pembinaannya. Hasil penelitian menunjukkan pemilihan produk olahan apel unggulan di Malang, Jawa Timur dengan pendekatan fuzzy non numeric menghasilkan dodol apel sebagai produk unggulan dengan kategori tinggi (T), sari buah dan keripik apel terkategori sedang (M), sedang produk lainnya terkategori rendah (R). Struktur kelembagaan pengembangan agroindustri olahan apel unggulan dengan teknik ISM menunjukkan elemen pengusaha kecil dan menengah merupakan elemen kunci, dan bersama elemen koperasi dan perguruan tinggi tergolong sektor IV yang memilki power driver sangat besar dan tingkat ketergantungan yang relatif kecil. Lestari (2009) melakukan penelitian mengenai Manajemen Risiko Dalam Usaha Pembenihan Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei), studi kasus di PT. Suri Tani Pemuka, Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Penelitian ini 17 bertujuan untuk mengidentifikasi sumber-sumber risiko operasional dan risiko pasar yang dihadapi oleh PT. Suri Tani Pemuka, menganalisis tingkat dan dampak risiko yang disebabkan oleh sumber-sumber risiko pada kegiatan pembenihan udang Vannamei terhadap PT. Suri Tani Pemuka, dan menganalisis strategi penanganan risiko yang dilakukan oleh PT. Suri Tani untuk mengendalikan risiko dalam kegiatan pembenihan udang Vannamei. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sumber-sumber risiko yang ada di PT. Suri Tani Pemuka dalam kegiatan pembenihan udang vannamei dapat diklasifikasikan ke dalam empat (4) kuadran risiko berdasarkan tingkat kemungkinan terjdinya dan dampak yang ditimbulkan oleh risiko tersebut. Sumber risiko yang dianggap oleh PT. Suri Tani Pemuka memiliki kemungkinan terjadinya besar dan dampak yang ditimbulkan jika risiko tersebut terjadi juga besar adalah risiko timbulnya penyakit dan risiko yang terjadi akibat tingginya tingkat mortalitas benih udang vannamei. 18 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Tanaman akar wangi merupakan komoditi unggulan yang sedang berkembang di Kabupaten Garut. Pengembangan budidaya akar wangi menjadi salah satu alternatif dalam pembangunan sektor pertanian di wilayah tersebut. Nilai ekonomis tanaman akar wangi terletak pada akarnya yaitu sebagai bahan baku penghasil minyak atsiri. Minyak akar wangi merupakan salah satu jenis minyak atsiri yang masih memiliki potensi cukup besar untuk dikembangkan, karena merupakan komoditi ekspor Indonesia yang memiliki pangsa pasar tingkat dunia. Mutu dan kuantitas minyak akar wangi bergantung dari keadaan tanaman akar wangi itu sendiri dan cara pembudidayaan yang dilakukan oleh petani. Pengelolaan rantai pasok minyak akar wangi harus memiliki kerjasama perdagangan di antara lima stakeholder yang terlibat, yaitu petani sebagai produsen bahan baku, penyuling sebagai pengolah minyak akar wangi, koperasi atau badan swasta sebagai penampung minyak akar wangi dari penyuling, eksportir yang membeli minyak akar wangi dari koperasi atau badan swasta yang kemudian akan menjualnya kepada pemakai akhir diluar negeri (Indrawanto, 2009). Integrasi harus dicapai untuk seluruh mata rantai pengadaan produk minyak akar wangi, mulai dari hulu sampai hilir. Petani sebagai pemasok bahan baku akar wangi, memiliki peran yang sangat penting di hulu. Untuk memenuhi pasokan bahan baku bermutu dan berkesinambungan maka, para petani akar wangi dihadapkan pada berbagai risiko. Salah satu risiko yang dihadapi oleh petani akar wangi adalah risiko operasional dalam budidaya akar wangi. Risiko operasional yang dikaji dalam penelitian ini mencakup risiko yang berada dalam input, proses dan output. Risiko dalam budidaya akar wangi sangat penting untuk dianalisis agar risiko penurunan kuantitas dan mutu dari bahan baku akar wangi sebagai penghasil minyak atsiri dapat diminimalisir. Dengan 19 begitu petani dapat memasok bahan baku bermutu dan berkesinambungan, sehingga komoditas minyak akar wangi dari Garut dapat memberikan keunggulan kompetitif. Keunggulan kompetitif tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan para petani yang mengembangkan komoditi tersebut. Alur kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 2. Pengembangan budidaya akar wangi Pengembangan komoditi minyak akar wangi Pangsa pasar tingkat dunia Pengelolaan rantai pasokan minyak akar wangi Peran petani sebagai pemasok bahan baku Manajemen risiko operasional pada budidaya akar wangi Input Proses Output Keunggulan Kompetitif Peningkatan kesejahteraan petani Gambar 2. Kerangka pemikiran penelitian 20 3.2. Tahapan Penelitian Tahapan penelitian terdiri dari : 1. Mempelajari berbagai studi pustaka untuk memahami pustaka yang berhubungan dengan manajemen rantai pasokan dan manajemen risiko operasional. 2. Membuat proposal penelitian untuk mengetahui latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, ruang lingkup penelitian, manfaat penelitian dan merancang pengumpulan data penelitian. 3. Pengajuan ijin penelitian ke Badan Kesatuan Bangsa (Kesbang) dan Perlindungan Masyarakat (Linmas) Kabupaten Garut. 4. Pencarian data sekunder ke Dinas Perkebunan dan Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Kabupaten Garut. 5. Wawancara kepada Ketua sentra akar wangi untuk mendapatkan gambaran secara umum rantai pasokan akar wangi dan mengetahui kondisi geografis obyek penelitian. 6. Wawancara dengan anggota rantai pasokan akar wangi, yaitu petani, pengumpul bahan baku, penyuling, dan pengumpul minyak akar wangi. 7. Wawancara dengan petani akar wangi untuk mengidentifikasi risiko operasional pada budidaya akar wangi. Risiko yang diidentifikasi meliputi risiko yang yang berada dalam input, proses dan output. 8. Wawancara dengan petani ahli dalam budidaya akar wangi untuk melakukan penilaian risiko. 9. Pengolahan data primer dan sekunder untuk mengkaji mekanisme rantai pasokan minyak akar wangi di Garut dengan analisis deskriptif. 10. Pengolahan data primer untuk menganalisis manajemen risiko operasional (identifikasi risiko, pemetaan risiko, penilaian risiko dan rekomendasi pengelolaan risiko) secara deskriptif. 21 Mulai Proposal penelitian Ijin dan penjajakan penelitian Rancangan Pengumpulan Data Analisis rantai pasokan akar wangi Analisis risiko operasional budidaya akar wangi Identifikasi risiko operasional pada petani akar wangi Identifikasi rantai pasok dengan wawancara Pengelolaan risiko dengan peta risiko Input data identifikasi rantai pasok Penilaian risiko operasional (ME-MCDM dengan agregasi OWA) Analisis deskriptif Rekomendasi pengelolaan risiko dengan basis aturan Analisis deskriptif risiko Kesimpulan dan Saran Selesai Gambar 3. Tahapan penelitian Pra Penelitian Studi pustaka 22 3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Garut yang tersebar di empat Kecamatan yaitu Samarang, Bayongbong, Cilawu dan Leles. Penelitian dilakukan kepada petani akar wangi, pengumpul akar wangi, penyuling minyak akar wangi, dan pengumpul minyak akar wangi. Penelitian berlangsung dari bulan Mei sampai Oktober 2011. 3.4. Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian berupa data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung, wawancara dan pengisian kuesioner. Sedangkan data sekunder diperoleh dari dokumen, literatur, hasil penelitian terdahulu, jurnal, internet, BPS, Dinas Perkebunan Garut, Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Garut. Metode pengumpulan data terdiri dari : 1. Pengamatan langsung obyek penelitian untuk memahami kondisi rantai pasok yang sebenarnya. 2. Wawancara dan diskusi dengan petani, pengumpul akar, penyuling dan pengumpul minyak akar wangi untuk mengidentifikasi rantai pasok minyak akar wangi. 3. Penyebaran kuesioner yang ditujukan kepada pihak-pihak terkait dengan topik penelitian, yaitu petani, pengumpul akar, penyuling dan pengumpul minyak akar wangi. Ada dua (2) jenis kuesioner yang disebar, yaitu kuesioner untuk mengetahui model rantai pasokan IKM akar wangi dan kuesioner risiko operasional petani akar wangi. 4. Mencari dokumen-dokumen yang berhubungan dengan perkembangan minyak akar wangi dari Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi dan Dinas Perkebunan Kabupaten Garut. 23 Populasi penelitian ini pelaku industri minyak akar wangi di Kabupaten Garut yang dikelompokkan ke dalam empat (4) kelompok, yaitu petani, penyuling, pengumpul akar wangi dan pengumpul minyak akar wangi. Pengambilan sampel non probability sampling dilakukan secara purposive sampling dengan sampel kriteria pengambilan contoh mengetahui dan terlibat dalam aliran komoditas, finansial dan informasi yang terjadi dalam rantai pasokan minyak akar wangi. Karakteristik contoh disesuaikan dengan kriteria pelaku usaha, yaitu mempertimbangkan lokasi usaha, status usaha dan keberlanjutan usaha petani, pengumpul akar, penyuling dan pengumpul minyak akar wangi. Jumlah responden yang dikumpulkan terdiri dari 25 petani, tiga (3) pengumpul akar, 12 penyuling dan dua (2) pengumpul minyak akar wangi (Tabel 4). Responden untuk penilaian risiko operasional berasal dari 25 orang petani untuk mengidentifikasi risiko operasional dan tiga (3) orang petani yang ahli dalam budidaya akar wangi, serta memiliki pengaruh terhadap kelompok- kelompoknya taninya. Tabel 4. Jumlah responden penelitian Responden untuk analisis risiko operasional Responden untuk identifikasi rantai pasok No Kecamatan 1. Samarang 10 5 2 Pengumpul minyak akar wangi - 2. Bayongbong 7 4 1 1 7 1 3. Cilawu 7 2 - - 7 1 4. Leles 1 1 - - 1 - 5. Garut Kota - - - 1 - - 25 12 3 2 25 3 Total Petani Penyuling Pengumpul akar wangi Petani (identifikasi risiko) 10 Petani ahli (penilaian risiko) 1 24 Kuesioner digunakan untuk mengidentifikasi rantai pasokan minyak akar wangi dan risiko operasional pada petani. Kuesioner berisi daftar pertanyaan yang ditujukan kepada pihak-pihak terkait topik penelitian, yaitu petani akar wangi, pengumpul akar wangi, penyuling minyak akar wangi dan pengumpul minyak akar wangi. Informasi yang digali dari anggota rantai pasokan adalah : a. Kuesioner A.1 untuk petani akar wangi Kuesioner berisi daftar pertanyaan yang berhubungan dengan identitas responden, identitas usaha, aspek budaya dan pasca panen, aspek pemasaran, aspek keuangan dan kemitraan. Kuesioner dapat dilihat di Lampiran 1. b. Kuesioner A.2 untuk penyuling akar wangi Kuesioner berisi pertanyaan yang berhubungan dengan identitas responden, identitas usaha, aspek penyulingan akar wangi, aspek pemasaran, aspek keuangan, dan aspek tenaga kerja. Kuesioner dapat dilihat di Lampiran 2. c. Kuesioner A.3 untuk pengumpul bahan baku akar wangi Kuesioner berisi daftar pertanyaan yang berhubungan dengan identitas responden, identitas usaha, aspek pemasaran, aspek keuangan dan kemitraan. Kuesioner dapat dilihat di Lampiran 3. d. Kuesioner A.4 untuk pengumpul minyak akar wangi Kuesioner berisi daftar pertanyaan yang berhubungan dengan identitas responden, identitas usaha, aspek pemasaran, aspek keuangan dan kemitraan. Kuesioner dapat dilihat di Lampiran 4. e. Kuesioner A.5 untuk mengidentifikasi risiko budidaya akar wangi untuk petani akar wangi. Kuesioner berisi daftar pertanyaan yang berhubungan dengan identifikasi risiko operasional yang mencakup risiko yang berada dalam input, proses dan output. Kuesioner dapat dilihat di Lampiran 5. f. Kuesioner 6 untuk penilaian risiko operasional oleh petani ahli Kuesioner berisi daftar pertanyaan yang berhubungan dengan risiko operasional yang telah teridentifikasi, sehingga dapat dinilai oleh petani. Kuesioner dapat dilihat di Lampiran 6. 25 3.5. Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software Excel 2007 dan Statistical Package for Sosial Science (SPSS) 16.0. Bentuk analisis data yang digunakan adalah : 1. Analisis Deskriptif Analisis ini merupakan suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu obyek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat dan hubungan antarfenomena yang diselidiki. Data yang terkumpul dianalisis dengan metode ini, sehingga dapat diperoleh gambaran karakteristik responden, aspek-aspek yang terkait dengan rantai pasokan dan risiko operasional yang terjadi pada budidaya akar wangi. Identifikasi risiko operasional dibatasi pada risiko input, proses dan output. 2. Diagram pemetaan risiko Sebelum menangani risiko, hal yang dapat dilakukan adalah memetakan risiko. Pada prinsipnya, pemetaan risiko merupakan penyusunan risiko berdasarkan kelompok-kelompok tertentu, sehingga manajemen dapat mengidentifikasi karakter dari masing-masing risiko dan menetapkan tindakan yang sesuai terhadap masing-masing risiko (Djohanputro, 2008). Risiko selalu terkait dengan dua (2) dimensi, pemetaan yang paling tepat juga menggunakan dua (2) dimensi yang sama. Kedua dimensi yang dimaksud adalah peluang terjadinya risiko dan dampaknya bila risiko tersebut terjadi. Dimensi pertama adalah peluang, menyatakan tingkat kemungkinan suatu risiko akan terjadi. Semakin tinggi kemungkinan suatu risiko terjadi, semakin perlu mendapat perhatian dan sebaliknya. Dimensi kedua berupa dampak, merupakan tingkat kegawatan atau biaya yang terjadi jika risiko tersebut benar-benar menjadi kenyataan. Semakin tinggi dampak 26 suatu risiko, semakin perlu mendapat perhatian khusus dan sebaliknya. Diagram pemetaan risiko dapat dilihat pada Gambar 4. Dampak Risiko II Tinggi Risiko berbahaya Yang jarang terjadi Sedang Risiko IV Risiko tidak Berbahaya Risiko I Mengancam pencapaian Tujuan perusahaan Risiko III Risiko yang terjadi secara rutin Rendah Rendah Sedang Tinggi Peluang Gambar 4. Diagram pemetaan risiko menurut Djohanputro (2008) 3. Pengukuran Risiko Data historis untuk mengukur risiko secara kuantitatif tidak tersedia, maka pengukuran risiko dilakukan secara kualitatif. Pengukuran risiko mengacu pada dua (2) ukuran yaitu, frekuensi dan dampak. Frekuensi mengacu pada seberapa besar kemungkinan risiko akan terjadi. Sedangkan dampak atau akibat merupakan ukuran mengenai berapa besar akibat yang ditimbulkan bila risiko tersebut benar-benar terjadi (Djohanputro, 2008). Menurut Kountur (2004), dalam kondisi yang sangat ekstrem, dimana sulit untuk membuat perhitungan dalam bentuk persentasi, dimungkinkan untuk mengunakan skala. Kemungkinan dapat diukur dengan lima (5) skala, yaitu dari skala 1 yang menunjukkan kemungkinan sangat kecil sampai dengan skala 5 yang menunjukkan sangat mungkin. Untuk mengukur dampak atau konsekuensi dari suatu risiko, dalam kondisi tertentu diperkenankan menggunakan skala. Dampak dapat diukur mengunakan lima (5) skala, yaitu skala 1 yang menunjukkan konsekuensi sangat kecil sampai skala 5 yang menunjukkan konsekuensi sangat besar. 27 Menurut Hadiguna (2010), Multi-Expert Multi Criteria Decision Making (ME-MCDM) merupakan proses pengambilan keputusan yang melibatkan penilaian atau pendapat berbagai pihak atau ahli yang didasarkan pada kriteria jamak. Pada ME-MCDM akan ditemui sebuah proses penting, yaitu agregasi rating dan preferensi, serta penggabungan pendapat dari setiap ahli, sehingga penyelesaian yang dihasilkan adalah yang paling diterima oleh kelompok secara keseluruhan. Ordered Weighted Averaging (OWA) merupakan merupakan salah satu teknik agregasi pengambilan keputusan berkelompok untuk menentukan nilai gabungan dari seluruh hasil penilaian para ahli (Hadiguna, 2010). Tahapan yang dilakukan dalam menghitung penilaian risiko operasional budidaya akar wangi adalah sebagai berikut : 1. Menghitung nilai risiko dari setiap faktor untuk setiap ahli pada semua peubah risiko. Menggunakan rumus perhitungan Yager dalam Hadiguna (2010), yaitu : Pik = Minj [Neg (I(qj) v Pik (qj)]………………………………………(1) Dimana Pik = nilai agregasi risiko dari penilai I (qj) = nilai kemungkinan terjadinya risiko Neg I (qj) = nilai negasi I (qj) Pik (qj) = nilai tingkat dampak risiko dari pendapat penilai V = notasi maksimum 2. Menurut Yager dalam Hadiguna (2010), menentukan bobot penilai atau ahli menggunakan rumus : Q(k) = Sb(k) b(k) = Int [1 + k* (q-1)/r]………………………………………….(2) Dimana Q(k) = bobot rataan penilai pada skala k. q = jumlah skala penilaian risiko r = jumlah penilai/ahli 28 3. Menentukan nilai gabungan dari seluruh nilai para ahli dengan menggunakan metode OWA menurut Yager dalam Hadiguna (2010) dengan rumus : Pi = Max j=1...r [Q(j) Λ Bj]………………………………….……….(3) Dimana Pi = agregasi pendapat gabungan ahli Qj = bobot kelompok penilai/ahli Bj = pengurutan nilai dari besar ke kecil 4. Proses perhitungan dari tahap ke-1 sampai ke-3 dilakukan secara berulang sampai diperoleh nilai agregasi total sebagai nilai risiko operasional budidaya akar wangi. 4. Rekomendasi pengelolaan risiko menggunakan basis aturan. Rekomendasi pengelolaan risiko menggunakan basis aturan untuk menerjemahkan hasil penilaian risiko. Kumpulan alternatif rekomendasi dirumuskan untuk tidak saling meniadakan tetapi saling memperkuat. Pendekatan ini lebih praktis dilakukan dalam praktik manajemen rantai pasok karena bersifat operasional. Mekanisme inferensi yang digunakan if nilai agregasi then rekomendasi (Hadiguna, 2010). 29 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Rantai Pasok Minyak Akar Wangi 4.1.1 Potensi Pengembangan Minyak Akar Wangi di Indonesia Minyak akar wangi merupakan produk industri kecil berbasis sumber daya lokal yang berorientasi pasar ekspor. Sebelum perang dunia I, pulau Jawa mengekspor akar wangi kering dalam jumlah besar ke negara-negara Eropa seperti Jerman, Perancis dan Inggris. Saat itu ekspor ditujukan untuk kegiatan penyulingan atau sebagai pengharum ruangan, laci dan koper pakaian (Guenther, 1990). Saat ini sentra produksi akar wangi terbesar di Indonesia berada di wilayah Kabupaten Garut, Jawa Barat. Budi daya akar wangi di Kabupaten Garut didasarkan pada keputusan Bupati Kabupaten Garut Nomor : 520/SK.196-HUK/96 tanggal 6 Agustus 1996, yang diantaranya menetapkan luas areal perkebunan akar wangi dan pengembangannya oleh masyarakat seluas 2.400 Ha. Areal perkebunan tersebut tersebar di Kecamatan Cilawu 240 Ha, Bayongbong 210 Ha, Samarang 1.100 Ha, Pasirwangi 100 Ha, Tarogong Kaler 200 Ha dan Leles 550 Ha. Pada tahun 2010, Kabupaten Garut dapat memproduksi 73,60 ton minyak akar wangi dari 2.400 Ha areal yang telah digarap. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Luas areal dan produksi minyak akar wangi di Kabupaten Garut Kecamatan Luas Lahan (Ha) Hasil (Ton) Cilawu 240 6,5 Bayongbong 210 6 Samarang 1.100 35 Pasirwangi 100 3,3 Tarogong Kaler 200 5 Leles 550 17,8 Jumlah 2.400 73,6 Sumber : Dinas Perkebunan Kabupaten Garut, 2010 (Diolah kembali) Menurut Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Perkoperasian Kabupaten Garut (2010), komoditas minyak akar wangi yang dapat di ekspor mencapai 25.750 kg dengan nilai US $ 1.416.250. Negara tujuan ekspor adalah Jepang, 30 Singapura, Inggris, Amerika, Swiss, Italia, Jerman, Hongkong dan India. Peluang ekspor untuk pemasaran minyak akar wangi masih cukup terbuka khususnya ekspor untuk kawasan Asia Selatan dan Asia Timur, Eropa Timur dan Amerika Selatan. Hal ini dikarenakan negara pesaing yang mengembangkan komoditas yang sama hanya negara Haiti dan Borbon. 4.1.2 Karakteristik Tanaman Akar Wangi Tanaman akar wangi (vetiveria zizaniodes) merupakan tanaman yang berasal dari India, Birma dan Srilangka. Akar wangi termasuk famili Gramineae atau rumput-rumputan. Komoditas tanaman akar wangi (Gambar 5) terletak pada akarnya yang mengandung minyak atsiri berwujud kental dengan bau yang sangat wangi dan tahan lama. b. Tumpang sari a. Monokultur c. Akar wangi yang siap disuling Gambar 5. Tanaman akar wangi Ciri-ciri tanaman akar wangi menurut Ditjenbun (2011) adalah : a. Memiliki bau akar yang sangat wangi b. Tumbuh merumpun lebat 31 c. Akar tinggal bercabang banyak berwarna kuning pucat atau abu-abu sampai merah tua d. Tangkai daun tersembul dari akar tinggal sampai mencapai 200 cm. e. Daun akar wangi berwarna kelabu, tampak kaku, panjangnya mencapai 100 cm dan tidak mengandung minyak. Akar wangi akan tumbuh dengan baik pada ketinggian 500-1.500 meter di atas permukaan laut (dpl). Tanah yang baik bagi pertumbuhan akar wangi adalah tanah yang tidak padat (gembur) atau tanah berpasir yang mengandung abu vulkanik. Tanah tersebut akan membuat tanaman tumbuh dengan baik dan mudah dicabut pada waktu panen, sehingga tidak meninggalkan sisa-sisa akar di dalam tanah. Toleran tumbuh di lingkungan dengan suhu 17-27ºC, curah hujan 1.500-2.500 mm per tahun, sinar matahari yang cukup dan lahan terbuka atau tidak terlindung oleh tanaman lain (Ditjenbun, 2011). Pola penanaman akar wangi di wilayah Kabupaten Garut umumnya ditanam dengan sistem monokultur atau tumpang sari. Selain sebagai penghasil minyak atsiri, tanaman akar wangi memiliki banyak manfaat lainnya, yaitu : a. Akar wangi dapat dijadikan kerajinan seperti taplak meja, tas, lampion, tudung saji, tutup kulkas, boneka, sarung bantal, hingga sekat ruangan. b. Bila dibiarkan tumbuh, akar wangi dapat dijadikan pengontrol erosi. c. Daun akar wangi dapat dijadikan pengusir serangga. 4.1.3 Identifikasi Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi Rantai pasokan minyak akar wangi merupakan rantai keterkaitan suatu kegiatan usaha yang dimulai dari kegiatan pembudidayaan akar wangi oleh petani sampai dengan konsumen industri. Konsumen industri dalam rantai pasok minyak akar wangi adalah industri parfum, kosmetik, sabun, dan lainlain. Rangkaian kegiatan produktif tersebut membentuk rantai nilai industri. Cakupan rantai pasokan minyak akar wangi di Indonesia berakhir sampai pengekspor, karena konsumen industri merupakan negara tujuan ekspor. Anggota primer rantai pasokan minyak akar wangi terdiri dari petani yang 32 memasok bahan baku akar wangi, pengumpul akar, penyuling minyak akar wangi, pengumpul minyak akar wangi, dan eksportir minyak akar wangi. Aktivitas-aktivitas operasional yang dilakukan setiap anggota bertujuan untuk menghasilkan minyak akar wangi yang berkualitas sehingga memiliki daya saing di pasar luar negeri. Ada tiga (3) macam aliran yang harus dikelola pada rantai pasokan minyak akar wangi. Menurut Pujawan (2005), pada suatu rantai pasok biasanya ada tiga macam aliran yang harus dikelola. Pertama adalah aliran barang yang mengalir dari hulu ke hilir. Kedua adalah aliran uang dan sejenisnya yang mengalir dari hilir ke hulu. Ketiga adalah aliran informasi yang bisa terjadi dari hulu ke hilir ataupun sebaliknya. Pola aliran rantai pasokan minyak akar wangi dapat dilihat pada Gambar 6. Aliran barang dimulai dari aliran bahan baku akar wangi dari petani sampai minyak akar wangi yang digunakan oleh konsumen industri. Petani berperan penting di hulu dalam menghasilkan bahan baku akar wangi yang bermutu. Akar wangi yang siap panen di beli oleh pengumpul akar atau penyuling yang berada di daerah sekitar. Petani yang tergabung dalam suatu kelompok tani binaan pengumpul akar atau penyuling biasanya langsung memasok akar wangi kepadanya. Pengumpul yang mengumpulkan akar wangi akan menjualnya lagi ke penyuling. Harga akar wangi ditentukan oleh pengumpul atau penyuling berdasarkan mutunya. Kisaran harga yang diterima petani Rp 2.000 - Rp 3.000 per kg. Ketika terjadi musim hujan, harga akar wangi cenderung turun, karena penyuling menghindari masalah seperti timbangan akar wangi yang lebih berat dan kadar air yang tinggi pada akar wangi. Harga akar wangi juga turun ketika terjadi panen raya. Dalam menjual akar wanginya, petani menjualnya dengan sistem timbang bayar atau beli langsung di lahan dengan sistem kebun. Saat ini para petani lebih suka menjual akar wanginya dengan sistem kebun. 33 2 3 2 4 1 5 6 7 2 2 3 Keterangan: 1 2 3 4 5 Penyedia sarana produksi untuk petani Petani akar wangi Pengumpul akar wangi Penyuling akar wangi Pengumpul minyak akar wangi 6 7 Pengekspor minyak akar wangi Konsumen Luar Negeri Aliran barang Aliran finansial Aliran informasi Cakupan rantai pasok minyak akar wangi Indonesia Gambar 6. Pola aliran rantai pasokan minyak akar wangi Alat transportasi yang digunakan petani untuk mendistribusikan akar wanginya menggunakan truk atau motor jika berada di wilayah yang sulit dijangkau. Bahan baku yang diolah oleh penyuling menghasilkan minyak atsiri yang akan didistribusikan kepada pengumpul minyak akar wangi atau langsung ke eksportir. Harga minyak akar wangi saat ini berkisar antara Rp 1.000.000 Rp 1.400.000, tergantung dari mutunya. Terkadang eksportir tidak menerima penjualan dari penyuling dalam jumlah sedikit, sehingga penyuling harus mengumpulkan dulu hasil produksinya baru dikirim ke eksportir. Eksportir menerima minyak yang dijual oleh penyuling minimal sebanyak 40 kg dalam sekali pengiriman. Peran pengumpul minyak sangat diperlukan untuk mengumpulkan minyak akar wangi dari penyuling. Selanjutnya, minyak akar wangi yang telah terkumpul oleh pengumpul di jual kepada eksportir. Minyak akar wangi yang telah terkumpul oleh eksportir akan dikirim ke konsumen industri yang ada di luar negeri. Negara tujuan ekspor minyak akar wangi diantaranya Jepang, Singapura, Inggris, Amerika, Swiss, Italia, Jerman, Hongkong dan India. 34 Aliran finansial berasal dari konsumen industri yang membeli minyak dari eksportir minyak akar wangi. Penyuling menerima pembayaran atas minyak akar wangi yang telah dikirim ke pengumpul minyak akar wangi atau eksportir. Pengumpul minyak atau eksportir terkadang juga memberikan bantuan modal kepada penyuling. Harga yang diterima penyuling jika mendapatkan bantuan modal biasanya tidak sebesar jika dijual secara umum. Petani mendapatkan bayaran dari pengumpul bahan baku atau penyuling secara langsung. Jika petani mengalami kesulitan modal dalam budidaya akar wangi, penyuling akan memberikan bantuan modal untuk pemeliharaan atau memberikan bantuan berupa pupuk. Petani yang mendapatkan bantuan modal secara tidak langsung harus menjual hasil panennya kepada pemilik modal. Aliran informasi diantara anggota rantai pasokan minyak akar wangi sudah terintegrasi cukup baik. Aliran informasi berasal dari konsumen industri ke pengekspor minyak akar wangi, eksportir ke pengumpul minyak akar wangi atau langsung ke penyuling, penyuling ke pengumpul akar wangi atau langsung ke petani, pengumpul akar wangi ke petani atau sebaliknya. Aliran informasi yang baik harus tersedia dalam dua arah. Aliran informasi yang terjadi disetiap anggota rantai pasok secara umum berhubungan dengan jumlah pemesanan, harga, jadwal pengiriman, sistem pembayaran, harga yang berlaku, kemampuan anggota dalam menyediakan produk, dan lain-lain. Komunikasi antara eksportir dengan penyuling atau pengumpul minyak dilakukan melalui telepon untuk mengetahui harga yang berlaku dan tanggal pengiriman. Penyuling juga mendiskusikan kendala-kendala yang dihadapi dalam memasok akar wangi. Kendala-kendala seperti kurangnya modal atau mutu rendemen yang buruk akibat bahan baku yang rusak karena cuaca. Komunikasi antara petani akar wangi dengan penyuling berhubungan dengan tanggal panen, harga yang berlaku, kapasitas pengiriman, kendala-kendala yang dihadapi dan lainlain. Petani yang memiliki kelompok tani mendiskusikan pola budidaya yang baik, bantuan modal, penggunaan pupuk atau bibit agar petani dapat memasok bahan baku bermutu. Diskusi-diskusi tersebut dilakukan secara informal. 35 4.1.4 Aktivitas Petani Akar Wangi Budidaya akar wangi banyak diusahakan oleh masyarakat di Kabupaten Garut, karena sangat potensial untuk terus dikembangkan. Petani akar wangi di wilayah Kabupaten Garut tersebar di Kecamatan Cilawu, Bayongbong, Samarang, Pasirwangi, Tarogong Kaler dan Leles. Ada 1.538 sebagai pemilik lahan, 59.812 tenaga kerja dan 35 kelompok tani yang terlibat dalam kegiatan pengembangan akar wangi (Dinas Perkebunan, 2010). Kelompok tani biasanya diketuai oleh seorang penyuling. Penyuling tersebut akan memberikan binaan kepada kelompok taninya dalam berbudiya dan memberikan bantuan modal. Petani yang tergabung dalam kelompok tani harus menjual akar wanginya kepada penyuling tersebut sebagai pemilik modal. Namun, tidak semua petani terlibat dalam kelompok tani. Ada petani yang menanam secara individu dan menjualnya akar wanginya secara bebas ke pengumpul akar wangi atau penyuling sesuai harga yang disepakati. Budidaya akar wangi merupakan usaha turun temurun warga Garut. Para petani di Garut mulai menanam komoditas ini sekitar tahun 1918 dan kini telah menjadi salah satu usaha yang menjadi tumpuan hidup sebagian warga Garut. Luas lahan yang dimiliki oleh petani sangat bervariasi dari mulai di bawah satu (1) Ha sampai 25 Ha. Kepemilikan lahan budidaya akar wangi dalam bentuk sewa atau milik sendiri. Tanah yang disewa untuk lahan akar wangi berasal dari tanah carik desa. Sebagian besar petani di Garut hanya menyediakan bahan baku yang di jual kepada pengumpul akar wangi atau penyuling. Namun, ada pula petani yang menyuling sendiri akar wanginya dengan menyewa kepada penyuling dan menjual akar wanginya dalam bentuk sulingan ke pemilik penyulingan. Para petani yang bermodal besar biasanya memiliki tempat penyulingan sendiri. Petani yang memiliki penyulingan sendiri disebut petani penyuling. Para petani penyuling tersebut tidak hanya memiliki lahan pribadi untuk ditanam akar wangi namun juga memiliki kelompok tani untuk mempermudah pasokan bahan baku akar wangi untuk proses penyulingan. Petani yang bertindak 36 sebagai penyuling biasanya sangat memperhatikan Good Agriculture Product (GAP) dalam melakukan budidaya karena sangat menjaga mutu dan kuantitas dari rendemen minyak atsiri yang dihasilkan. Penanaman akar wangi dapat dilakukan dengan sistem monokultur atau tumpang sari dengan sayuran. Sebagian besar petani akar wangi di Garut menanam dengan sistem tumpang sari. Ada dua (2) keuntungan yang didapat petani dari sistem tumpang sari. Pertama tidak perlu menunggu sampai 12 bulan untuk mendapatkan penghasilan dari akar wangi, karena rataan sayuran yang ditanam sudah dapat dipanen pada usia 3-4 bulan. Selain itu, sisa pupuk serta limbah sayuran dapat mengembalikan kesuburan tanah yang dikuras oleh akar wangi. Tanaman yang biasa ditumpangsarikan oleh petani adalah kol, tomat, kentang, kubis, cabai dan singkong. Budidaya akar wangi dengan teknologi tepat guna dimulai dari pencangkulan lahan, pemberian pupuk dan penanaman bibit pada bulan pertama. Lahan untuk menanam akar wangi harus bersih dari gulma. Tanah yang sudah dicangkul dilubangi dan diberikan pupuk. Ada dua (2) macam pupuk yang dapat digunakan, yaitu pupuk organik dan anorganik. Pupuk organik adalah pupuk kandang, sedangkan pupuk anorganik yang digunakan adalah jenis pupuk ZA, TSP, KCL dan MPK kecuali UREA. Pupuk UREA sangat dihindari oleh petani, karena dapat menyebabkan rendemen minyak menurun walaupun tanaman terlihat tumbuh dengan baik. Pada bulan pertama pupuk yang diberikan adalah pupuk kandang/kompos. Petani hanya membeli bibit akar wangi ketika pertama kali akan menanam akar wangi. Setelah itu tidak perlu membeli kembali, karena penanaman bibit berasal dari bonggol akar wangi yang telah dipanen sebelumnya. Petani tidak akan kekurangan bonggol sebagai bibit, jika berasal dari panen sebelumnya, kecuali jika petani akan memperluas lahan budidaya akar wanginya. Bibit tanaman yang dipergunakan para petani di Garut merupakan bibit tanaman yang berasal dari tanaman tidak berbunga. Untuk satu (1) Ha lahan yang akan ditanam dibutuhkan sekitar 2.000 kg bibit dengan jarak tanaman 0,5 m – 0,75 m. Namun, karena kondisi lahan 37 yang berbeda-beda, terkadang penanamannya sering dilakukan dengan jarak yang tidak teratur. Proses selanjutnya dilakukan pengemburan dan pemupukan pada bulan ketiga. Pemupukan pada bulan ketiga mengunakan pupuk anorganik. Hanya petani binaan dari kelompok tani yang dapat melakukan pemupukan secara teratur. Hal ini dikarenakan para petani terkendala dengan permodalan. Untuk melakukan pemupukan sesuai dengan teknologi yang tepat guna, para petani yang tidak memiliki modal dapat meminjam kepada penyuling. Tidak semua petani menerapkan hal tersebut, mereka biasanya hanya melakukan pemupukan sekali pada musim tanam. Petani yang hanya menanam akar wangi sebagai usaha sampingan tidak secara khusus memberikan pupuk kepada tanaman akar wangi. Mereka mengutamakan pemupukan untuk tanaman tumpang sarinya. Menurut petani, akar wangi akan tetap tumbuh dengan baik, walaupun tidak dipupuk. Namun, untuk menghasilkan rendemen minyak dengan mutu dan kuantitas yang baik pemupukan perlu dilakukan. Tanaman akar wangi harus sering dilakukan penyiangan untuk menghilangkan tanaman penganggu yang mengurangi nutrisi bagi akar. Penyiangan akan berpengaruh pada jumlah rendemen minyak dan dapat meningkatkan hasil sampai 10%. Penyiangan dapat dilakukan pada bulan kelima. Semakin sering dilakukan penyiangan, maka hasilnya akan semakin baik. Penyiangan yang dilakukan oleh petani dapat dilakukan 3-4 kali pada satu periode musim tanam. Akar wangi dapat dipanen pada usia minimal 12 bulan untuk mendapatkan rendemen minyak yang baik. Namun, jika menginginkan jumlah rendemen minyak yang maksimum dapat dilakukan panen setelah 14 bulan. Kadangkala para petani tidak dapat menunggu pada usia minimal 12 bulan akibat terdesak berbagai macam kebutuhan, yaitu memanen pada usia delapan (8) bulan atau menjualnya kepada penyuling dengan sistem kebun. Penyuling yang membeli akar wangi dengan sistem kebun akan menunggu pada usia panen minimal untuk mendapatkan rendemen minyak yang baik. 38 Pengendalian hama dan penyakit tanaman belum menjadi masalah yang penting bagi petani, sehingga sistem pengendaliannya jarang dilakukan. Beberapa kasus yang terjadi ketika survei dilakukan, ada beberapa petani yang terkena hama binatang yang disebut ―kuuk‖. Namun, hama tersebut hanya menyerang sebagian kecil petak lahan saja, sehingga petani tidak menganggapnya sebagai masalah besar. Kuuk memakan daun tanaman. Biasanya petani akan memotong daun yang dimakan kuuk tersebut. Masalah lainnya yang kadang dihadapi adalah ganguan ayam hutan atau babi hutan. Untuk mengatasi hal tersebut petani akan sering mengontrol lahannya. Pemasaran hasil panen akar wangi oleh petani dapat dilakukan dengan sistem timbang atau sistem kebun. Sistem timbang adalah membeli akar wangi yang sudah dipanen dengan cara ditimbang, sedangkan sistem kebun adalah membeli akar wangi di kebun yang belum dipanen, karena usia tanaman belum mencapai usia ideal untuk panen. Petani yang tidak tergabung dalam kelompok tani akan menjual panennya kepada pengumpul akar atau penyuling yang berada disekitarnya, yaitu menjual kepada pengumpul atau penyuling yang memberikan harga tinggi. Bagi petani yang terlibat dalam kelompok tani akan menjualnya kepada penyuling yang telah membina dan memberikan modal padanya. Petani yang bertindak sebagai penyuling akan menyuling sendiri hasil panennya dan akan menjualnya kepada pengumpul minyak atau eksportir secara langsung. Namun, bagi petani yang menyewa tempat penyulingan biasanya akan menjual minyak hasil sulingannya kepada penyuling yang menyewakan tempatnya. Saat ini para petani tidak mengalami kesulitan dalam menjual hasil panennya, karena semua hasil panen akan terserap oleh pasar. Minyak akar wangi yang telah berkembang menjadi komoditas ekspor ini masih memiliki jumlah permintaan yang tinggi, sehingga mendorong petani untuk menanam akar wangi, walaupun hanya sebagai usaha sampingan. Harga jual akar wangi berat basah Rp1.200-Rp3.000 per kg. Kisaran harga tersebut tergantung dari mutu akar wangi yang dihasilkan. 39 Pabrik penyulingan lebih suka membeli akar wangi pada musim kemarau daripada musim hujan karena menghindari masalah-masalah yang timbul karena lebih berat dan kadar air (KA) yang tinggi. Biasanya pada musim hujan harga akar wangi akan lebih rendah jika dibandingkan pada musim kemarau. Modal yang dimiliki petani dalam berbudidaya akar wangi biasanya berasal dari modal sendiri, atau meminjam, yaitu kepada sanak saudaranya atau penyuling yang membinanya. Untuk satu (1) Ha lahan dibutuhkan modal 25 juta rupiah per hektar. Sebagian besar petani tidak berminat untuk meminjam modal ke Bank, karena persyaratannya begitu sulit dan rumit. Masa panen akar wangi yang lama membuat para petani harus membuat usaha lain seperti melakukan tumpang sari pada tanaman yang lain. Jika dalam keadaan yang terdesak, biasanya akan memanen tanamannya. Panen dini akan membuat mutu dan kuantitas rendemen akar wangi menjadi kurang baik. Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan, para petani yang telah mendapatkan binaan sulit untuk menerapkan pola budidaya yang tepat guna, karena fluktuasi harga yang diterima oleh petani. Petani merasa bahwa biaya operasional yang di keluarkan jauh lebih besar dan tidak seimbang dengan harga jual yang diterima oleh petani. Hal tersebut membuat petani masih mengabaikan pola budidaya yang baik dan benar. Untuk mengatasi berbagai persoalan tersebut, kemitraan sangat diperlukan untuk mengatasi masalah permodalan, pelatihan budidaya dan pemasaran akar wangi. Petani dapat bermitra dengan pihak-pihak yang terlibat dalam rantai pasok minyak akar wangi, karena petani memiliki peranan yang sangat penting di hulu untuk memasok bahan baku akar wangi bermutu. Petani masih sangat bergantung pada cuaca dalam budidaya akar wangi. Musim tanam terbaik adalah diawal musim hujan. Jika pembibitan dilakukan pada musim kemarau, maka petani harus sering menyiram tanamannya. Namun, jika terjadi hujan yang terus menerus, juga akan merusak tanaman. Masalah lain yang dihadapi petani adalah dari segi peralatan dalam memanen. Belum ada alat, atau traktor yang bisa membantu petani untuk mencabut akar secara sempurna. Panen masih dilakukan secara tradisional dengan cara 40 mencangkul tanah disekeliling rumpun tanaman agar tanah menjadi longgar, sehingga akar mudah dicabut. Untuk melakukan kegiatan panen yang baik dan benar hanya dilakukan oleh orang-orang tertentu, karena orang yang melakukan pekerjaan jenis ini masih langka dan menjadi rebutan para produsen minyak akar wangi yang lain. Petani berharap, perkembangan agroindustri minyak akar wangi akan membuat kesejahteraan petani meningkat, karena selama ini petani hanya sebagai penerima harga. 4.1.5 Aktivitas Pengumpul Akar Wangi Pengumpul akar wangi sangat berperan bagi penyuling untuk menyediakan pasokan bahan baku, karena kebutuhan akar wangi untuk penyulingan sangat tinggi. Pengumpul akar wangi biasanya diberikan modal oleh penyuling untuk mencari pasokan bahan baku. Jumlah pengumpul hanya sedikit di tiap wilayah. Hanya ada satu atau dua orang saja yang bekerja sebagai pengumpul. Akar wangi yang dibeli oleh pengumpul dapat dijual ke penyuling secara langsung atau disuling sendiri dengan menyewa alat suling. Pengumpul akan membayarnya dengan minyak akar wangi kasar hasil sulingannya. Jumlah bahan baku akar wangi yang dapat dikumpulkan oleh pengumpul dengan rataan 4-5 ton per hari dan membeli akar wangi petani dengan harga dua ribu rupiah sampai tiga ribu rupiah per kg, tergantung dari mutunya. Pemasaran akar wangi tidak pernah mengalami masalah, karena semua hasil panen petani terserap oleh pasar. Kebutuhan akan bahan baku terkadang belum cukup untuk memenuhi permintaan penyuling karena tidak ada jaminan kontinuitas bahan baku dari petani. Hal ini membuat para pengumpul harus mencari pasokan akar wangi di Kecamatan atau Desa yang lain. 4.1.6 Aktivitas Penyuling Minyak Akar Wangi Penyuling minyak akar wangi di Kabupaten Garut, tersebar di empat kecamatan yaitu Kecamatan Samarang, Bayongbong, Cilawu dan Leles. Berdasarkan survei yang dilakukan, sebagian besar penyuling tergabung dalam koperasi penyuling akar wangi yang berada di wilayah Kecamatan Samarang. Koperasi ini baru berdiri pada tahun 2010. Penyuling akar wangi sebagian 41 besar bertindak sebagai petani/penyuling. Penyuling memiliki lahan yang dibudidayakan sendiri dan memiliki kelompok tani untuk menjaga pasokan bahan baku untuk disuling. Penyuling yang bertindak sebagai petani/penyuling berusaha untuk menjaga mutu pasokan bahan baku akar wanginya dengan melakukan pembinaan kepada petani, agar minyak akar wangi yang dihasilkan memiliki kuantitas dan mutu rendemen minyak yang baik. Penyuling yang tidak memiliki kelompok tani, biasanya sangat membutuhkan peranan pengumpul akar wangi dalam menjaga kontinuitas pasokan bahan baku untuk penyulingan. Sebagian besar penyuling menggunakan sistem perebusan untuk menyuling minyak. Hanya ada dua (2) penyuling yang menggunakan sistem boiler atau sistem uap terpisah. Jumlah produksi rataan dalam sekali penyulingan sekitar 4-8 kg. Penyuling dapat melakukan dua (2) kali penyulingan dalam sehari, karena untuk melakukan satu kali proses penyulingan dibutuhkan waktu 12 jam. Kapasitas tungku untuk satu kali penyulingan sekitar 1,2-2 ton. Rataan rendemen yang dihasilkan saat ini sekitar 0,4-0,5%. Untuk menghasilkan minyak akar wangi dengan mutu baik, tekanan harus dijaga pada tiga (3) bar. Namun, kondisi saat ini membuat penyuling harus menaikkan tekanan menjadi lima (5) bar untuk mempercepat proses penyulingan. Suhu yang digunakan sekitar 140ºC-160ºC pada sistem kukus. Tekanan yang dinaikkan tersebut dapat mengakibatkan biaya operasional yang mahal, jika harus mengukus pada tekanan tiga (3) bar. Tekanan yang lebih rendah akan membuat waktu proses penyulingan lebih lama dan akan meningkatkan jumlah pemakaian bahan bakar. Bahan bakar yang digunakan saat ini menggunakan solar dan oli bekas, namun masih ada penyuling yang menggunakan kayu bakar. Penggunaan solar lebih mahal jika dibandingkan dengan oli bekas, namun lebih ramah lingkungan. Saat ini harga solar Rp4.500 per liter, sedangkan oli bekas sekitar Rp2.200 – Rp2.500 per liter. Sebelum krisis moneter, penyuling menggunakan minyak tanah sebagai bahan bakar, namun harga minyak tanah yang terus naik membuat para penyuling harus mencari alternatif bahan bakar yang lebih 42 murah. Walaupun harga oli bekas lebih murah, para penyuling terkendala masalah perijinan. Para penyuling seringkali harus berurusan dengan pihak berwajib karena masalah oli bekas. Saat ini, dengan adanya Koperasi USAR diharapkan dapat membantu penyuling dalam mengatasi masalah perijinan oli bekas. Menurut Tutuarima (2009), Permasalahan utama yang dihadapi minyak akar wangi Indonesia khususnya di Garut adalah rendahnya rendemen dan kualitas minyak yang berwarna gelap dan berbau gosong. Tinggi rendahnya mutu minyak akar wangi ditentukan oleh ciri-ciri fisik dan kimianya. Ciri-ciri fisikokimia yang menjadi parameter mutu minyak akar wangi antara lain warna, aroma, bobot jenis, indeks bias, bilangan asam, bilangan ester, bilangan ester setelah asetilasi, kelarutan dalam alkohol, dan total kandungan vetiverol dalam senyawa aromatik. Minyak akar wangi Indonesia yang akan diperdagangkan harus memenuhi standar mutu dan persyaratan mutu berdasarkan Standar Nasional Indonesia yaitu SNI 06-2386-2006, seperti yang tercantum pada Tabel 6. Sedangkan untuk perdagangan internasional standar yang diacu adalah ISO (International Organization for Standardization) 4716:2002, seperti tercantum pada Tabel 7. Tabel 6. Standar mutu minyak akar wangi menurut SNI 06-2386-2006 No. Jenis Mutu / Satuan 1. Warna 2. 3. 4. 5. 6. Bau Bobot jenis 20˚/20˚ C Indeks bias pada 20˚ Bilangan asam Kelarutan dalam etanol 95% 7. Bilangan ester 8. Bilangan ester setelah asetilasi 9. Vetiverol total Sumber: SNI, 2006 Satuan - - Syarat Mutu Kuning muda sampai coklat kemerahan Khas akar wangi 0,980-1,003 1,520-1,530 10-35 1:1 jernih, dan seterusnya jernih 5-26 100-150 % Minimum 50 - 43 Tabel 7. Standar mutu minyak akar wangi menurut ISO 4716:2002 No. Jenis Mutu/Satuan 1. Warna 2 3 Bau Bobot jenis 20˚/20˚ C 4 Indeks bias pada 20˚ Syarat Mutu Reunion Haiti Coklat hingga merah Coklat hingga merah kecoklatan kecoklatan Khas akar wangi Khas akar wangi 0,99—1,015 0,986—0,998 1,5220—1,5300 5 6 Bilangan asam Maks. 35 Kelarutan dalam Maks. 1 : 2 etanol 80% pada suhu 20˚C 7 Bilangan ester 5-16 8 Putaran optic pada +19—+30 20˚C 9 Bilangan karbon 44-68 Sumber: ISO dalam Tutuarima, 2009 1,521—1,526 Maks. 14 Maks.1 : 2 5-16 +22-+38 23-59 4.1.7 Aktivitas Pengumpul Minyak Akar Wangi Pengumpul minyak akar wangi sangat berperan dalam mengumpulkan pasokan minyak dari penyuling yang tersebar di wilayah Kabupaten Garut. Peran pengumpul cukup penting bagi penyuling tingkat kecil dan menengah untuk membantu memasarkan hasil sulingannya. Eksportir terkadang tidak menerima penjualan dalam jumlah sedikit, yaitu menerima jika hasil sulingan sudah terkumpul minimal 40 kg. Bagi penyuling yang ingin cepat menjual minyaknya dapat dilakukan melalui pengumpul minyak akar wangi. Berdasarkan survei, pengumpul minyak akar wangi yang ada di wilayah Garut hanya ada dua (2) yang berskala besar, yaitu agen eksportir dari Jakarta dan Bogor. Kedua pengumpul minyak ini memiliki karakteristik yang berbeda dalam menerima minyak akar wangi dari penyuling. Pengumpul minyak yang pertama sangat menekankan pada mutu minyak akar wangi yang dihasilkan, sedangkan pengumpul minyak yang ke dua tidak terlalu memperhatikan mutu minyak yang dibelinya. Hal ini menyebabkan sebagian penyuling tidak terlalu memperhatikan mutu minyak akar wangi hasil sulingannya. Ada sebagian 44 penyuling yang merasa bahwa jika menyuling dengan mutu baik atau rendah sama saja, karena perbedaan harganya tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan biaya operasional yang akan dikeluarkan. Hal ini karena penyuling hanya menerima harga dari pengumpul minyak akar wangi yang mendapat harga dari eksportir. Modal yang dikeluarkan pengumpul minyak untuk usaha ini lebih dari Rp 100 juta. Eksportir terkadang memberi bantuan modal kepada pengumpul minyak untuk menjalankan usahanya. Pengumpul minyak yang mendapat modal dari eksportir akan membantu penyuling yang kekurangan modal. Hal ini dilakukan untuk menjaga kontinuitas pasokan minyak. Pengumpul minyak mampu mengumpulkan 100-400 kg minyak akar wangi pada musim panen raya sekitar bulan Juli-September, dalam jangka waktu seminggu. Sedangkan pada bulan-bulan sulit seperti Maret-Juni, pengumpul hanya dapat mengumpulkan 200 kg dalam 10 hari. Sebagian penyuling tidak memiliki ikatan kontrak yang mengikat dengan pengumpul minyak akar wangi. Penyuling yang dibantu permodalannya oleh pengumpul minyak secara tidak langsung harus menjualnya kepada pengumpul tersebut. 4.2. Manajemen Risiko Operasional dalam Budidaya Akar Wangi 4.2.1 Identifikasi Risiko Operasional Budidaya Akar Wangi Petani sebagai pemasok bahan baku akar wangi, memiliki peran yang sangat penting di hulu. Sistem budidaya akar wangi memiliki unsur-unsur yang terdiri dari input, proses dan output. Unsur-unsur tersebut saling terkait guna menghasilkan bahan baku akar wangi yang bermutu dan berkesinambungan. Komponen-komponen yang ada dalam unsur-unsur budidaya akar wangi dapat dilihat pada Gambar 7. Input yang dibutuhkan untuk budidaya akar wangi adalah bibit akar wangi yang berasal dari bonggolnya, pupuk organik dan anorganik, tenaga kerja untuk proses budidaya, peralatan tani, lokasi penanaman yang ideal dan informasi budidaya yang sesuai GAP. Proses yang dilakukan dalam budidaya akar wangi adalah dimulai dari proses pencangkulan lahan, pemeliharaan dan 45 pemanenan. Cuaca juga sangat mempengaruhi proses budidaya akar wangi. Output yang dihasilkan adalah akar wangi yang bermutu dan berkesinambungan. Input Pembibitan Pemupukan Tenaga Kerja Peralatan Lahan Informasi budidaya - - Proses Pencangkulan lahan Pemeliharaan Pemanenan Cuaca Output Pemanenan Akar Wangi Gambar 7. Sistem budidaya akar wangi Kegiatan budidaya akar wangi memiliki risiko-risiko operasional yang dapat mempengaruhi mutu tanaman akar wangi yang dihasilkan. Risiko operasional yang dapat diidentifikasi dari input, proses dan output meliputi : a. Risiko input 1) Petani kurang memahami cara penanaman yang baik, yaitu risiko rendahnya mutu tanaman akibat petani tidak tahu cara bertani yang benar. 2) Petani tidak menerapkan budidaya yang sesuai dengan GAP, yaitu risiko rendahnya mutu tanaman, akibat petani sengaja tidak mengikuti aturan yang benar karena hal-hal tertentu. 46 3) Petani kurang terampil dalam memelihara tanaman akar wangi, yaitu risiko rendahnya mutu tanaman akibat petani yang tidak terampil dalam perawatan tanaman 4) Kekurangan pasokan bibit tanaman akar wangi, yaitu risiko terhambatnya budidaya akibat petani tidak mendapatkan pasokan bibit karena hal-hal tertentu. 5) Kekurangan pupuk yaitu risiko rendahnya mutu tanaman akibat petani tidak mendapatkan pupuk, ketika membutuhkannya karena tidak ada dipasaran. 6) Informasi budidaya yang baik masih kurang, yaitu risiko kurang optimalnya kegiatan budidaya akibat petani belum mendapatkan informasi yang dibutuhkannya. 7) Mutu bibit buruk, yaitu risiko hasil panen berkualitas buruk akibat bibit yang buruk. 8) Kekurangan peralatan budidaya, yaitu risiko yang menghambat terjadinya proses budidaya akibat kekurangan peralatan tani. b. Risiko proses 1) Kelalaian pemberian pupuk, yaitu risiko rendahnya mutu tanaman akibat lalai dalam memberikan sejumlah pupuk pada tanaman. 2) Kelalaian dalam pemeliharaan, yaitu risiko rendahnya mutu tanaman akar wangi akibat kelalaian dalam pemeliharaan seperti penyiangan. 3) Kelalaian saat panen, yaitu risiko kurang tercabutnya akar secara menyeluruh. 4) Cuaca, yaitu risiko rendahnya mutu tanaman karena hujan terus menerus atau musim kemarau. c. Risiko output Memanen lebih dini, yaitu risiko mutu dan kuantitas akar wangi menjadi rendah akibat panen dini yang dilakukan petani. 47 4.2.2 Pemetaan Risiko Operasional Budidaya Akar Wangi Pemetaan risiko mengacu pada dua (2) dimensi yaitu frekuensi terjadinya risiko dan dampaknya apabila risiko tersebut terjadi. Ukuran frekuensi dan dampak risiko ditentukan secara kualitatif dengan mengkategorisasikannya ke dalam lima (5) kelompok. Ukuran frekuensi dan dampak dapat dilihat pada Tabel 8. Pemetaan risiko didasarkan pada perhitungan agregasi penilaian peubah penentu risiko, yang berasal dari penilaian risiko operasional budidaya akar wangi yang dilakukan oleh tiga orang petani yang ahli dalam budidaya akar wangi. Hasil penilaian dapat dilihat pada Lampiran 6. Tabel 8. Skala penilaian risiko Ukuran Frekuensi 1 Tidak pernah terjadi 2 Jarang terjadi 3 Cukup sering terjadi 4 Sering terjadi 5 Sangat sering terjadi Dampak Tidak berpengaruh Kurang berpengaruh Cukup berpengaruh Berpengaruh Sangat berpengaruh SR R S T ST Simbol (Sangat rendah) (Rendah) (Sedang) (Tinggi) (Sangat Tinggi) Tabel 8 digunakan sebagai dasar untuk menghitung nilai agregasi pada peubah penentu risiko dari tiga (3) orang petani yang ahli dalam budidaya akar wangi. Perhitungan dilakukan dengan metode pengambilan keputusan berkelompok secara bebas dengan teknik agregasi menggunakan OWA. Dengan menggunakan rumus (3) diperoleh : a. Nilai agregasi frekuensi P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 = Max [(R Λ R), (T Λ R), (ST Λ SR)] = Max [(R Λ T), (T Λ T), (ST Λ T)] = Max [(R Λ R), (T Λ R), (ST Λ SR )] = Max [(R Λ R), (T Λ R), (ST Λ SR)] = Max [(R Λ S), (T Λ R), (ST Λ SR)] = Max [(R Λ T), (T Λ T), (ST Λ S)] = Max [(R Λ R), (T Λ SR), (ST Λ SR)] = Max [(R Λ R), (T Λ SR), (ST Λ SR) ] = Max [(R Λ S), (T Λ R), (ST Λ SR) ] = Max [(R Λ T), (T Λ R), (ST Λ R)] = Max [(R Λ S), (T Λ S), (ST Λ S) ] = Max [(R Λ S), (T Λ S), (ST Λ S) ] = Max [(R Λ T), (T Λ T), (ST Λ S) ] = Max [R, R, SR] = R = Max [R, T, T] =T = Max [R, R, SR] = R = Max [R, R, SR] = R = Max [R, R, SR] = R = Max [R, T, S] =T = Max [R, SR, SR] = R = Max [R, SR, SR] = R = Max [R, R, SR] = R = Max [R, R, R] = R = Max [R, S, S] =S = Max [R, S, S] =S = Max [R, T, S] =T 48 b. Nilai agregasi dampak P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 = Max [(R Λ S), (T Λ S), (ST Λ R)] = Max [(R Λ T), (T Λ T), (ST Λ S)] = Max [(R Λ S), (T Λ R), (ST Λ R) ] = Max [(R Λ S), (T Λ S), (ST Λ R)] = Max [(R Λ S), (T Λ S), (ST Λ S )] = Max [(R Λ T), (T Λ T), (ST Λ S)] = Max [(R Λ S), (T Λ S), (ST Λ S)] = Max [(R Λ S), (T Λ S), (ST Λ S)] = Max [(R Λ S), (T Λ S), (ST Λ S )] = Max [(R Λ ST), (T Λ T), (ST Λ T)] = Max [(R Λ T), (T Λ T), (ST Λ S)] = Max [(R Λ T), (T Λ T), (ST Λ T)] = Max [(R Λ T), (T Λ T), (ST Λ T)] = Max [R, S, R] = Max [R, T, S] = Max [R, R, R] = Max [R, S, R] = Max [R, S, S] = Max [R, T, S] = Max [R, S, S] = Max [R, S, S] = Max [R, S, S] = Max [R, T, T] = Max [R, T, S] = Max [R, T, T] = Max [R, T, T] =S =T =R =S =S =T =S =S =S =T =T =T =T Hasil agregasi penilaian risiko pada peubah penentu risiko kemudian dijadikan dasar untuk penyusunan pemetaan risiko operasional budidaya akar wangi (Tabel 9). Agregasi yang diperoleh menunjukkan tingkat frekuensi risiko dan tingkat dampak risiko dari setiap peubah penentu risiko. Tabel 9. Hasil agregasi penilaian risiko pada peubah penentu risiko No 1 2 3 Faktor risiko Input Proses Output Peubah Penentu Risiko Petani kurang memahami cara penanaman yang baik Petani tidak menerapkan budidaya yang sesuai dengan GAP Petani kurang terampil dalam memelihara tanaman akar wangi Kekurangan pasokan bibit tanaman akar wangi Kekurangan pupuk Informasi budidaya yang baik masih kurang Mutu bibit buruk Kekurangan peralatan dalam budidaya Kelalaian pemberian pupuk Kelalaian dalam pemeliharaan (penyiangan) Kelalaian saat panen Cuaca Memanen lebih dini Tingkat Frekuensi Risiko Tingkat Dampak Risiko Rendah Sedang Tinggi Tinggi Rendah Rendah Rendah Sedang Rendah Sedang Tinggi Tinggi Rendah Sedang Rendah Sedang Rendah Sedang Rendah Tinggi Sedang Sedang Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi 49 Hasil agregasi peubah penentu risiko dipetakan berdasarkan nilai tingkat frekuensi risiko dan tingkat dampak risikonya. Semakin tinggi kemungkinan suatu risiko terjadi, semakin perlu mendapat perhatian. Sebaliknya, semakin rendah kemungkinan suatu risiko terjadi, semakin rendah pula kepentingan petani untuk memberi perhatian kepada risiko yang bersangkutan. Peta risiko terdiri dari empat (4) kuadran. Diagram pemetaan risiko operasional ditunjukkan oleh Gambar 8. Kuadran I merupakan area yang dihuni oleh risiko-risiko yang memiliki tingkat frekuensi sedang sampai tinggi dan memilki dampak sedang sampai tinggi. Risiko-risiko yang ada di kuadran I masuk ke dalam prioritas utama. Risiko yang ada pada kuadran I adalah risiko kelalaian saat panen, petani tidak menerapkan budidaya yang sesuai GAP, informasi budidaya yang baik masih kurang, memanen lebih dini dan cuaca. Kuadran II Kuadran I Kelalaian dalam pemeliharaan (penyiangan) Tinggi Sedang Rendah Kelalaian saat panen Petani tidak menerapkan budidaya yang sesuai dengan GAP Informasi budidaya yang baik masih kurang Memanen lebih dini Cuaca Kuadran IV Kuadran III Kelalaian pemberian pupuk Petani kurang terampil dalam memelihara tanaman akar wangi Petani kurang memahami cara penanaman yang baik Kekurangan pasokan bibit tanaman akar wangi Kekurangan pupuk Mutu bibit buruk Kekurangan peralatan dalam budidaya Rendah Sedang Tinggi Frekuensi Gambar 8. Diagram pemetaan risiko operasional budidaya akar wangi 50 Risiko kelalaian saat panen adalah risiko kurang tercabutnya akar secara keseluruhan. Pemanenan masih dilakukan secara tradisional, sehingga kemungkinan untuk tertinggalnya akar di dalam tanah masih besar. Dampaknya sangat besar bagi petani, karena akan mengurangi hasil panennya, sehingga petani akan mengalami kerugian besar. Untuk menghindari hal tersebut biasanya petani menyewa tenaga kerja yang khusus dalam kegiatan pemanenan karena tidak semua orang dapat melakukan panen akar wangi dengan baik dan benar. Biasanya para pekerja yang melakukan pekerjaan ini sudah dikontrak satu minggu sebelumnya, karena tenaga kerja untuk pekerjaan jenis ini masih jarang dan menjadi rebutan para produsen minyak akar wangi yang lain. Petani akar wangi di Garut masih melakukan budidaya akar wangi secara tradisional dan tidak menerapkan budidaya yang sesuai GAP. Pembinaan sulit diterima petani, karena ada beberapa faktor yang mempengaruhinya, diantaranya yaitu faktor kebiasaan cara penanaman yang dilakukan secara turun-temurun, permintaan pasar yang berubah karena akar wangi selalu dapat dijual walaupun kualitasnya kurang bagus (banyaknya permintaan setelah gempa di Haiti), terkendala oleh modal karena pembudidayaan yang sesuai GAP memerlukan biaya yang lebih besar. Informasi budidaya yang baik juga masih kurang, karena selama ini kegiatan penyuluhan tidak diikuti oleh buktibukti yang dapat memberikan contoh yang nyata. Hal ini menyebabkan petani banyak yang mengabaikan arti penyuluhan tersebut. Pemanenan akar wangi sebaiknya dilakukan pada usia minimal 12 bulan, agar mutu dan kuantitas rendemen yang dihasilkan sesuai dengan standar yang diharapkan. Pada praktiknya, masih banyak petani yang melakukan pemanenan di bawah usia 12 bulan karena faktor desakan kebutuhan ekonomi. Selama ini yang bisa dilakukan oleh petani adalah menjual akar wanginya dengan sistem kebun kepada para penyuling agar penyuling dapat memanen akar wangi sesuai usia ideal pemanenan. Periode pemanenan tergantung dari cuaca. Jika pada tanah yang sama ditanami kembali dengan akar wangi, maka akar-akar tersebut hanya dapat 51 dipanen selama musim hujan, karena sebagian dari akar ini akan dipakai sebagai bibit. Tetapi, apabila tanah tersebut digunakan untuk tanaman pangan maka pemanenan akar lebih baik dilakukan selama musim kering, tidak hanya karena akar dapat lebih mudah dipisahkan dari tanah, tetapi juga karena akan lebih cepat kering (Guenther, 1990). Pabrik penyulingan cenderung untuk membeli akar kering, demi menghindari masalah-masalah yang timbul, karena lebih berat dan KA tinggi. Kuadran II merupakan area yang dihuni oleh risiko-risiko yang memiliki tingkat frekuensi rendah sampai sedang dan memiliki dampak sedang sampai tinggi. Risiko-risiko yang ada dikuadran II cukup jarang terjadi, tetapi jika terjadi dampaknya buruk. Risiko pada kuadran II adalah risiko karena kelalaian dalam pemeliharaan atau penyiangan. Petani sangat rajin dalam hal penyiangan karena akan berdampak pada mutu dan kuantitas akar wangi yang akan dihasilkan. Kuadran III merupakan area yang dihuni oleh risiko-risiko yang memiliki tingkat frekuensi sedang sampai tinggi dan memiliki dampak rendah sampai sedang. Risiko dalam kuadran ini rutin terjadi, tetapi tidak terlalu menganggu pencapaian tujuan. Dalam hasil pemetaan tidak ada yang masuk dalam kategori kuadran tiga. Risiko-risiko yang dianalisis didasarkan pada survei kepada responden saat penelitian berlangsung. Risiko-risiko yang ada bersifat dinamis, sehingga dapat berubah bila ada perubahan kondisi eksternal maupun internal secara nyata. Kuadran IV dihuni oleh risiko-risiko yang memiliki tingkat frekuensi yang rendah sampai sedang dan memiliki tingkat dampak yang rendah sampai sedang. Risiko pada kuadran ini adalah risiko karena kelalaian pemberian pupuk, petani kurang terampil dalam memelihara akar wangi, petani kurang memahami cara penanaman yang baik, kekurangan pasokan bibit tanaman, kekurangan pupuk, mutu bibit yang buruk dan kekurangan peralatan dalam budidaya. 52 Petani jarang melakukan kelalaian dalam pemberian pupuk, karena akan mengurangi rendemen minyak akar wangi yang dihasilkan. Menanam akar wangi tidak sulit, sehingga petani mudah dalam menanamnya dan tidak perlu keterampilan khusus. Penanaman akar wangi telah dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat Garut sehingga petani umumnya tahu cara bertani akar wangi. Kekurangan pupuk dalam penanaman akar wangi jarang ditemukan karena pemupukan akar wangi tidak sulit dan dapat menggunakan pupuk organik atau non organik kecuali pupuk Urea. Mutu bibit yang buruk tidak akan terjadi jika berasal dari tanaman yang ditanam sebelumnya. Petani biasanya tidak pernah membeli bibit, jika ingin melakukan penanaman selanjutnya, karena penanaman kembali akar wangi berasal dari bonggolnya. Petani hanya membeli bibit di awal atau untuk memperluas kebunnya. Sedangkan untuk peralatan dalam budidaya akar wangi tidak menggunakan alat yang sulit, hanya menggunakan peralatan tani pada umumnya, sehingga masalah kekurangan peralatan budidaya jarang terjadi. Risiko-risiko yang ada di kuadran IV dapat diabaikan, karena jarang terjadi dan dampaknya juga tidak terlalu berpengaruh pada tanaman akar wangi. 4.2.3 Penilaian Risiko Operasional Budidaya Akar Wangi Penilaian risiko mengacu pada ukuran frekuensi risiko dan ukuran dampak risiko yang akan ditimbulkan bila risiko benar-benar terjadi. Perhitungan dilakukan dengan metode pengambilan keputusan berkelompok secara bebas dengan teknik agregasi OWA. Penilaian didasarkan pada hasil penilaian risiko operasional budidaya akar wangi yang dilakukan oleh tiga (3) orang petani yang ahli dalam budidaya akar wangi. Hasil penilaian dapat dilihat pada Lampiran 6. Negasi bobot kriteria dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Negasi bobot untuk kriteria Neg (ST) = SR Neg (T) = R Neg (S) = S Neg (R) = T Neg (SR) = ST 53 Dengan menggunakan rumus (1) diperoleh : Pinput1 = Min [Neg (R) V S, Neg (T) V T, Neg (R) V S, Neg(R) V S, Neg (R) V S, Neg (T) V T, Neg (SR) V S, Neg(SR) VS] = Min [T V S, R V T, T V S, T V S, T V S, R V T, ST V S, ST V S] = Min [T, T, T, T, T, T, ST, ST] = T Pproses1 = Min [Neg (R) V S, Neg (T) V T, Neg (S) V T, Neg (S) V T] = Min [T V S, R V T, S V T, S V T] = Min [T, T, T, T] = T Poutput1 = Min [Neg (T) V T] = Min [R V T] = Min [T] = T Kemudian dilakukan dengan cara yang sama sampai diperoleh hasil seperti yang terlihat pada Tabel 11. Tabel 11. Perhitungan nilai risiko dari setiap faktor Pakar/ahli Risiko Operasional 1 2 T S Input 3 S Proses T T S Output T T T Selanjutnya perhitungan untuk penentuan bobot nilai pengambil keputusan dilakukan dengan rumus (2), dengan r = 3 dan q = 5, maka : Q(1) = Int [1 + 1*4/3] = 2 = R Q(2) = Int [1 + 2*4/3] = 4 = T Q(3) = Int [1 + 3*4/3] = 5 = ST Kemudian menghitung nilai gabungan dari seluruh nilai para ahli dengan menggunakan metode OWA dengan rumus (3). P input = Max [(R Λ T), (T Λ S), (ST Λ S] = Max [R, S, S] = S Proses perhitungan dengan menggunakan rumus (1), (2), dan (3) dilakukan terus menerus sampai diperoleh agregasi total sebagai nilai risiko operasional budidaya akar wangi. Proses perhitungan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 7. Perhitungan penilaian risiko dapat mengunakan 54 software Excel 2007 untuk mempermudah perhitungan, perhitungan tersebut dapat dilihat pada pada Lampiran 8. Petani kurang memahami cara penanaman yang baik. Petani tidak menerapkan budidaya yang sesuai GAP. Petani kurang terampil memelihara tanaman. Kekurangan pasokan bibit. Risiko Input Sedang (3) Kekurangan pupuk. Informasi budidaya yang baik masih kurang. Mutu bibit buruk. Risiko Operasional Budidaya Akar Wangi : Tinggi (4) Kekurangan peralatan dalam budidaya. Kelalaian pemberian pupuk. Kelalaian dalam pemeliharaan (penyiangan). Risiko Proses Tinggi (4) Kelalaian saat panen. Cuaca Memanen lebih dini. Risiko Output Tinggi (4) Gambar 9. Pohon keputusan analisis risiko operasional budidaya akar wangi Gambar 9 menunjukkan hasil analisis risiko operasional budidaya akar wangi. Nilai risiko operasional budidaya akar wangi didapatkan dari hasil agregasi nilai risiko yang terkait dengan input, proses dan output. Hasil 55 perhitungan agregasi menunjukkan bahwa tingkat risiko operasional pada budidaya akar wangi adalah tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa risiko operasional yang ada pada budidaya akar wangi harus dikelola dengan baik, agar akar wangi yang dihasilkan dapat memiliki rendemen minyak yang bermutu. 4.2.4 Rekomendasi Pengelolaan Risiko Menggunakan Basis Aturan Risiko yang ada tidak bisa dikelola keseluruhannya oleh petani. Risiko yang berhubungan dengan cuaca sulit untuk diantisipasi. Oleh karena itu, penelitian difokuskan pada risiko-risiko yang dapat dikelola oleh petani dan pihak-pihak yang berkepentingan dalam budidaya akar wangi. Rekomendasi pengelolaan risiko operasional menggunakan basis aturan untuk menerjemahkan hasil penilaian risiko. Basis aturan manajemen risiko operasional adalah : Aturan 1 Jika risiko input sangat tinggi, maka manajemen risiko operasional adalah : - Menumbuhkan kesadaran petani akan pentingnya budidaya yang sesuai GAP melalui pembinaan, pendampingan dan pemberian fasilitas. - Mengevaluasi hasil pembinaan yang telah dilakukan. - Mengadakan pendidikan dan pelatihan lapangan bagi petani. - Mengawasi pasokan bibit dan pupuk. - Melakukan sortasi terhadap bibit yang buruk. - Melakukan pembinaan secara berkelanjutan. Aturan 2 Jika risiko input tinggi, maka manajemen risiko operasional adalah : - Menumbuhkan kesadaran petani akan pentingnya budidaya yang sesuai GAP melalui pembinaan, pendampingan dan pemberian fasilitas. - Mengevaluasi hasil pembinaan yang telah dilakukan. - Mengadakan pendidikan dan pelatihan lapangan bagi petani. - Mengawasi pasokan bibit dan pupuk. 56 Aturan 3 Jika risiko input sedang, maka manajemen risiko operasional adalah : - Menumbuhkan kesadaran petani akan pentingnya budidaya yang sesuai GAP melalui pembinaan, pendampingan dan pemberian fasilitas. - Mengevaluasi hasil pembinaan yang telah dilakukan. - Mengawasi pasokan bibit dan pupuk. Aturan 4 Jika risiko input rendah, maka manajemen risiko operasional adalah : - Mengawasi pasokan bibit dan pupuk. - Melakukan sortasi terhadap bibit yang buruk. Aturan 5 Jika risiko input sangat rendah, maka manajemen risiko operasional adalah : - Melakukan sortasi terhadap bibit yang buruk. Aturan 6 Jika risiko proses sangat tinggi, maka manajemen risiko operasional adalah : - Mengawasi proses pemupukan. - Mengawasi proses pemeliharaan. - Mengawasi proses pemanenan. - Mengevaluasi cara pemanenan yang benar agar tidak banyak akar yang tertinggal dalam tanah. Aturan 7 Jika risiko proses tinggi, maka manajemen risiko operasional adalah : - Mengawasi proses pemeliharaan. - Mengawasi proses pemanenan. - Mengevaluasi cara pemanenan yang benar agar tidak banyak akar yang tertinggal dalam tanah. Aturan 8 Jika risiko proses sedang, maka manajemen risiko operasional adalah : - Mengawasi proses pemeliharaan. - Mengawasi proses pemanenan. 57 Aturan 9 Jika risiko proses rendah, maka manajemen risiko operasional adalah : - Mengawasi proses pemeliharaan. Aturan 10 Jika risiko proses sangat rendah, maka manajemen risiko operasional adalah : - Mengawasi proses pemanenan Aturan 11 Jika risiko output sangat tinggi, maka manajemen risiko operasional adalah : - Perlu dikembangkan pembiayaan dengan pola syariah yang memakai sistem bagi hasil dan bagi risiko. - Pemberian pinjaman oleh Koperasi - Bantuan permodalan dari para stakeholder - Meminjam kepada sanak saudara Aturan 12 Jika risiko output tinggi, maka manajemen risiko operasional adalah : - Perlu dikembangkan pembiayaan dengan pola syariah yang memakai sistem bagi hasil dan bagi risiko. - Pemberian pinjaman oleh Koperasi - Bantuan permodalan dari para stakeholder Aturan 13 Jika risiko output sedang, maka manajemen risiko operasional adalah : - Pemberian pinjaman oleh Koperasi - Bantuan permodalan dari para stakeholder Aturan 14 Jika risiko output rendah, maka manajemen risiko operasional adalah : - Bantuan permodalan dari para stakeholder Aturan 15 Jika risiko output sangat rendah, maka manajemen risiko operasional adalah : - Meminjam kepada sanak saudara 58 4.3. Implikasi Manajerial 1. Harus ada komitmen yang kuat diantara anggota rantai pasokan untuk menjaga mutu minyak akar wangi sesuai standar internasional (ISO dalam Tutuarima, 2009), agar minyak akar wangi asal Kabupaten Garut memiliki daya saing kompetitif dalam pasar minyak atsiri dunia. 2. Hasil penilaian risiko operasional menunjukkan bahwa risiko input bernilai sedang, risiko proses bernilai tinggi dan risiko output bernilai tinggi. Rekomendasi pengelolaan berdasarkan basis aturan menunjukkan : a. Jika risiko input sedang, maka manajemen risiko operasional adalah : 1) Menumbuhkan kesadaran petani akan pentingnya budidaya yang sesuai GAP melalui pembinaan, pendampingan dan pemberian fasilitas. 2) Mengevaluasi hasil pembinaan yang telah dilakukan. 3) Mengawasi pasokan bibit dan pupuk. b. Jika risiko proses tinggi, maka manajemen risiko operasional adalah: 1) Mengawasi proses pemeliharaan. 2) Mengawasi proses pemanenan. 3) Mengevaluasi cara pemanenan yang benar agar tidak banyak akar yang tertinggal dalam tanah. c. Jika risiko output tinggi, maka manajemen risiko operasional adalah : 1) Perlu dikembangkan pembiayaan dengan pola syariah yang memakai sistem bagi hasil dan bagi risiko. 2) Pemberian pinjaman oleh Koperasi 3) Bantuan permodalan dari para stakeholder 59 KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan a. Anggota primer rantai pasokan minyak akar wangi di Kabupaten Garut terdiri dari petani yang memasok bahan baku akar wangi, pengumpul akar, penyuling minyak akar wangi, pengumpul minyak akar wangi dan eksportir minyak akar wangi. b. Nilai risiko operasional budidaya akar wangi didapatkan dari hasil agregasi nilai risiko yang terkait dengan input, proses dan output. Hasil perhitungan agregasi menunjukkan bahwa risiko input bernilai sedang, risiko proses bernilai tinggi dan risiko output bernilai tinggi. Oleh karena itu, tingkat risiko operasional pada budidaya akar wangi adalah tinggi di dalam konteks rantai pasokan minyak akar wangi di Kabupaten Garut. 2. Saran a. Risiko-risiko yang ada pada budidaya tanaman akar wangi pada rantai pasokan minyak akar wangi bersifat dinamis, sehingga masih berubah bila ada perubahan kondisi eksternal, maupun internal secara nyata. Oleh karena itu, perlu dikaji lebih dalam lagi mengenai risiko-risiko yang terkait budidaya tanaman akar wangi pada rantai pasokan minyak akar wangi di Kabupaten Garut. b. Penelitian lanjutan untuk mengetahui risiko budidaya akar wangi, ditinjau dari segi risiko operasional, pemasaran dan keuangan. 60 DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik. 2010. Produk Domestik Bruto. http://www.bps.go.id. [20 Desember 2011]. Badan Pusat Statistik. 2010. Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama. http://www.bps.go.id. [20 Desember 2011]. Dinas Perkebunan. 2010. Tabel Luas Areal dan Produksi Perkebunan Rakyat, Kabupaten Garut. Kabupaten Garut. Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Perkoperasian. 2010. Laporan Komoditas Ekspor Tahunan. Kabupaten Garut. Ditjetbun. 2011. Komoditas Akar Wangi. http://ditjenbun.deptan.go.id/budtansim/images/pdf/akar%20wangi.pdf. [10 Juli 2011]. Djohanputro, B. 2008. Manajemen Risiko Korporat Terintegrasi. PPM, Jakarta. Fahmi, I. 2010. Manajemen Risiko Teori, Kasus, dan Solusi. Alfabeta, Bandung. Guenther, E.1990. Minyak Atsiri (Terjemahan). UI-Press, Jakarta. Hadiguna, R.A. 2010. Perancangan Sistem Penunjang Keputusan Rantai Pasok dan Penilaian Risiko Mutu pada Agroindustri Minyak Sawit Kasar. Disertasi pada Program Doktor. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Heizer, J dan R. Barry. 2005. Manajemen Operasi (Terjemahan). Salemba Empat, Jakarta. Indrawanto, C. 2009. Kajian Pengembangan Industri Akar Wangi (Vetiveria zizanoides L.) Menggunakan Interpretative Structural Modelling. Informatika Pertanian 18 (1): 1-18. Indrajit, R.E. dan R. Djokopranoto. 2006. Konsep Manajemen Supply Chain. Grasindo, Jakarta. Kemenperin. 2011. Pemantauan Ekspor 31 Kelompok http://www.kemenperin.go.id. [22 Desember 2011]. Kountur, R. 2004. Manajemen Risiko Operasional. PPM, Jakarta. Hasil Industri. 61 Lestari, A. 2009. Manajemen Risiko Operasional Dalam Usaha Pembenihan Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei). Skripsi pada Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Marimin. 2001. Penentuan Produk Olahan Apel Unggulan Menggunakan Teknik Fuzzy Non Numerik dan Analisis Struktur Serta Pola Pembinaan Kelembagaannya. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 12 (2) : 163-170. Marimin dan M. Nurul. 2010. Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan dalam Manajemen Rantai Pasok. IPB Press, Bogor. Muslich, M. 2007. Manajemen Risiko Operasional Teori dan Praktek. Bumi Aksara, Jakarta. Pujawan, I.N. 2005. Supply Chain Management. Guna Widya, Surabaya. Rusli, MS. 2010. Sukses Memproduksi Minyak Atsiri. AgroMedia Pustaka, Jakarta. Santoso, I. 2005. Rekayasa Model Manajemen Risiko Untuk Pengembangan Agroindustri Buah-Buahan Secara Berkelanjutan. Disertasi pada Program Doktor. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. [SNI] Standar Nasional Indonesia 06-2386-2006. Minyak Akar wangi. http://www.bsn.or.id/files/sni/SNI%2001-2386-2006%20_akar %20wangi_.pdf [20 Desember 2011] Tutuarima, T. 2009. Rekayasa Proses Penyulingan Minyak Akar Wangi Dengan Peningkatan Tekanan Dan Laju Uap Bertahap. Tesis pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 62 LAMPIRAN 63 Lampiran 1. KUISIONER A.1 : UNTUK PETANI AKAR WANGI IDENTIFIKASI RANTAI PASOKAN Gambaran Ringkas Survei ini merupakan program penelitian skripsi Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Tujuan penelitian untuk mengidentifikasi rantai pasokan minyak akar wangi berbasis Industri Kecil Menengah (IKM) di Indonesia. Kami sangat mengharapkan informasi yang akurat dari Bapak/Ibu demi keberlanjutan industri minyak akar wangi di Indonesia berbasis IKM. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi informasi dan rekomendasi berharga bagi pemangku kepentingan, baik pemerintah (instansi sektor terkait), lembaga keuangan (khususnya perbankan), calon investor, maupun pelaku usaha minyak atsiri itu sendiri. Sebagai pelaku usaha, jawaban anda akan sangat menentukan hasil penelitian ini dan rekomendasi yang akan dibuat. Informasi yang didapatkan dari survei ini akan dirahasiakan dan hanya digunakan untuk keperluan akademik. Analisis dan tabulasi akan dilakukan secara gabungan sehingga informasi setiap responden tidak akan diketahui. Atas kerjasamanya, kami ucapkan terima kasih. PP Petunjuk Umum Jenis pertanyaan yang diajukan dalam kuisioner ini adalah : 1. 2. 3. 4. C Pertanyaan berupa pilihan berganda tertutup serta pertanyaan yang bersifat terbuka. Responden diharapkan memberikan tanda silang (x) pada jawaban yang paling sesuai. Pertanyaan terdiri dari 6 (enam) bagian yang terdiri dari (1) Identitas Responden, (2) Identitas Usaha, (3) Aspek Budidaya dan Pasca Panen, (4) Aspek Pemasaran, (5) Aspek Keuangan dan (6) Kemitraan Contoh dipilih berdasarkan teknik purposive sampling dengan mempertimbangkan lokasi usaha, status usaha dan keberlanjutan usaha. Contact Person Untuk keterangan lebih lanjut dapat menghubungi peneliti : Nola Noviawati (085717874070) Lanjutan Lampiran 1. Nama Responden 64 : ....................................................................................... Hari, Tanggal Wawancara : ....................................................................................... Tanda tangan : ....................................................................................... I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama Responden 2. Alamat 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. : ........................................................................... : ........................................................................... No. Telp / Faximile Desa Kecamatan Kota/Kabupaten Propinsi Jenis Kelamin Umur Responden : ........................................................................... : ........................................................................... : ........................................................................... : ........................................................................... : ........................................................................... : A. Laki-laki B. Perempuan : A. < 30 tahun, sebutkan… B. 30 – 40 tahun C. > 50tahun, sebutkan… 10. Latar belakang pendidikan : [ ] Tidak Tamat SD [ ] Tamat SD [ ] SLTP/Tsanawiyah [ ] SMU/Aliyah [ ] Diploma [D3], sebutkan… [ ] Sarjana, sebutkan… II. IDENTITAS USAHA 1. Apakah saudara tergabung dalam kelompok ? A. YA (Jika Ya, lanjutkan ke nomor 2 dan seterusnya) B. TIDAK (jika Tidak, lanjutkan ke nomor 7 dan seterusnya) 2. Nama Kelompok Tani : ........................................................................... 3. Alamat Kelompok Tani : ........................................................................... 4. Bentuk organisasi : A. Koperasi B. Tidak berbadan hukum C. Lainnya,sebutkan........................................... 5. Jumlah Anggota Kelompok : ........... orang 6. Tanggal terbentuk : ........................................................................... 7. Sejak kapan penanaman akar wangi dimulai di daerah Saudara : tahun ............ 8. Sejak kapan Saudara menjalani usaha ini ? : ........................................ tahun 9. Luas budidaya akar wangi yang dimiliki saat ini : ................................. Ha 10. Jumlah produksi rata-rata : .................................ton/tahun/petani 11. Jumlah tenaga kerja yang dimiliki : ...................................orang 12. Status lahan saat ini : A. Milik Sendiri B.Sewa dari orang lain/perusahaan C. Milik pemda D. Lainnya, sebutkan............................. 13. Apakah Saudara mempunyai usaha lain : [ ] Ya [ ] Tidak Lanjutan Lampiran 1. 65 14. Jika Ya, Jenis usaha :............................................................................ dengan jumlah investasi :Rp ........................................................... 15. Apakah saudara melakukan penyulingan juga ? A. YA. Jika Ya mohon mengisi kuesioner A.2. di bagian terpisah B. TIDAK III. 1. 2. 3. 4. ASPEK BUDIDAYA DAN PASCA PANEN Pola budidaya yang paling banyak diakukan adalah : A. Monokultur B. Tumpang sari dengan tanaman ...................... Jenis/varietas tanaman yang paling banyak diusahakan : ................................. Bagaimana tahapan budidaya tanaman akar wangi mulai dari penyiapan lahan sampai hasilnya siap dipasarkan? ........................................................................................................................... ........................................................................................................................... ........................................................................................................................... ........................................................................................................................... ........................................................................................................................... Sebutkan persyaratan tumbuh dan agroklimat untuk budidaya tanaman akar wangi - Ketinggian tanah dari permukaan laut ......................... m dpl - Suhu rataan : ...............................˚C - Tingkat kelembaban (RH) : ............................... % - Curah hujan rataan : ............................... mm/bln - Jenis tanah yang cocok : ............................................................... 5. Umur tanaman akar wangi mulai menghasilkan : ................. bulan 6. Sampai umur berapa tanaman akar wangi masih ekonomis di panen ? ..........tahun 7. Dalam 1 tahun akar wangi dapat dipanen : .................... kali 8. Darimanakah saudara memperoleh bibit akar wangi ? (jawaban boleh lebih dari satu) A. Pemerintah pusat, yaitu Departemen Pertanian B. Pemerintah daerah, yaitu Dinas Perkebunan C. Melakukan pembibitan sendiri, caranya ................................................ D. Lainnya, ...................................................................................................... 9. Berapa rataan memesan bibit dalam setiap penanaman ? ......................ton/Ha 10. Bagaimana sistem pemesanan yang dilakukan ? (jawabanboleh lebih dari satu) A. Sistem kontrak (sudah ada perjanjian dengan pemasok) B. Dipesan langsung C. Lainnya, ...................................................................................................... 1. 66 Lanjutan Lampiran 1. 11. Bagaimana mekanisme pembayaran yang dilakukan untuk bibit ? A. Dibayar lagsung (cash and carry ) B. Dibayar di akhir C. Dibayar di awal D.Lainnya, .............................. 12. Permasalahan apa yang sering dihadapi dalam penyediaan bibit ? (jawaban boleh lebih dari satu) A. Ketersediaan bibit yang tidak konsisten B. Mutu bibit yang tidak sesuai yang diharapkan. C.Lainnya, ........................................................................................................ 13. Apakah sebagian besar petani melakukan pemupukan ? A. Ya, Jenis pupuk :[ ] [ ]anorganik* B. Tidak 14. Jenis hama dan penyakit apakah yang terdapat dalam tanaman akar wangi ? ........................................................................................................................ 15. Apakah sebagian besar petani melakukan pemberantasan hama dan penyakit tanaman ? A.Ya, caranya .......................................................................................... Jenis pestisida : ........................................................................................... B. TIDAK 16. Bagaimana jenis pemasok yang saudara gunakan untuk bibit, pupuk, obatobatan dan pestisida, dan peralatan yang digunakan untuk budidaya akar wangi ? Isilah tabel berikut : Input budidaya Jenis pemasok 1=UB, 2=UM, 3=UK Kerjasama yang Hubungan dengan pemasok Informasi pemasok dilakukan antara 1=jangka pendek diperoleh dari petani dan pemasok 2=jangka panjang BBibit PPupuk OObat-obatan PPeralatan 17. Apakah saudara selalu mengetahui informasi tentang cara budidaya tanaman akar wangi yang baik atau Good Agricultural Processing (GAP) yang baik ? A. Ya, yaitu tentang : ........................................................................................ Informasi diperoleh dari : ............................................................................ B. Tidak Lanjutan Lampiran 1. 67 18. Permasalahan apa yang sering dihadapi dalam budidaya akar wangi selama ini?..................................................................................................................... ........................................................................................................................... 19. Bagaimana mengatasi permasalahan tersebut ? .......................................................................................................................... .......................................................................................................................... IV. ASPEK PEMASARAN 1. Penjualan akar wangi saat ini dilakukan oleh : A. Petani sendiri B. Melalui Kelompok usaha tani C. Melalui Koperasi D. Lainnya,.................................. 2. 3. Siapakah yang membeli akar wangi saudara selama ini ? (jawaban boleh lebih dari satu) A. Penyuling B. Pengumpul akar wangi C. Pedagang D. Lainnya, ....................................................................................................... Bagaimana saudara berhubungan dengan pembeli tersebut ? (jawaban boleh lebih dari satu) A. Pembeli datang sendiri ke tempat saudara B. Saudara yang menawarkan akar wangi kepada mereka C. Dikumpulkan ke koperasi D. Lainnya, ................................................................................................... 4. Daerah penjualan akar wangi yang saudara lakukan : DDaerah Penjualan* DDalam satu kecamatan : ........................................................ ............................................................................................... DDalam satu kabupaten : ........................................................ .............................................................................................. DDalam satu propinsi : ........................................................... .............................................................................................. AAntar propinsi : .............................................................. *Sebutkan daerah penjualannya PPersentase (%) Lanjutan Lampiran 1. 5. 68 Apakah saudara mengetahui harga akar wangi atau tidak? A. YA B. TIDAK Jelaskan ......................................................................................................... ............................................................................................................................ 6. Harga akar wangi : Rp .................................................../kg berat basah atau Rp ................................................../kg berat kering 7. Mekanisme pembayaran yang dilakukan ketika menjual akar wangi adalah A. Dibayar langsung (cash and carry) B. Jatuh tempo C. Lainnya ......................................................................................................... 8. Apakah saudara mengalami kesulitan dalam memasarkan tanaman akar wangi ? A. YA, kesulitan yang dihadapi ........................................................................ B. TIDAK, jelaskan .............................................................................................. 9. Bagaimana mengatasi hal tersebut ? ................................................................................................................................. .................................................................................................................................. .................................................................................................................................. V. ASPEK KEUANGAN 1. Modal saudara selama ini diperoleh dari mana? A. Modal sendiri B. Dibantu oleh saudara C. Perbankan D. Modal sendiri (........ %), dan modal dari pinjaman saudara (........ %) E. Lainnya, .......................................................................................................... 2. Berapa investasi saudara dalam budidaya akar wangi per Hektar dalam satu periode penanaman ? A. < Rp 25 juta, sebutkan… C. Rp Rp 50 juta – Rp 75 juta B. Rp 25 – 50 juta D. Rp 75 – 100 juta 3. Apakah saudara memanfaatkan fasilitas pinjaman modal berupa kredit ? A. Ya (Lanjutkan ke pertanyaan no.4) B. Tidak (Lanjutkan ke pertanyaan no.5) Lanjutan Lampiran 1. 69 4. Jika ya, siapakah yang memberikan kredit tersebut ? A. Bank umum, yaitu .......................................................................................... B. Bank Perkreditan Rakyat, yaitu ...................................................................... C. Koperasi D. Baitul mal Watamwil (BMT) E. Lainnya, ........................................................................................................ 5. Apakah sulit memperoleh bantuan dana tersebut? (misalnya dalam segi persyaratannya, agunan dan lainnya ?) A. Ya B. Tidak Jelaskan ............................................................................................................... 6. Apa yang diharapkan saudara dalam mengatasi permodalan ini ? A. Bantuan dari pemerintahan B. Bantuan pihak perbankan C. Investasi pihat swasta/ BUMN D. Lainnya, .......................................................................................................... VI. KEMITRAAN 1. Apakah Saudara melakukan kemitraan dengan usaha lain : A. Ya, sebutkan perusahaan mitranya : ............................................................. B. Tidak 2. Jenis kemitraan yang lakukan, pilih salah satu : A. Inti-plasma B. Dagang umum C. Sub-kontrak D. Waralaba E. Keagenan F. Contract Farming G. Bentuk lain : ........................................................................................... 3. Bentuk kemitraan yang dilakukan terutama dalam hal : A. Pembelian bibit B. Pelatihan budidaya akar wangi C. Modal D. Pemasaran tanaman akar wangi 4. Apakah dengan bekerja sama tersebut memperoleh manfaat ? A. Ya B. Tidak Jelaskan,............................................................................................................... ............................................................................................................................. 70 5. Apakah saudara mendapatkan pembinaan ? [ ] Ya [ ] Tidak Jika Ya, dari ........................................................................................................ Bentuk pembinaan yang dilakukan : A. B. C. D. E. Budidaya tanaman akar wangi [ ] Ya [ ] Tidak Manajemen usaha [ ] Ya [ ] Tidak Administrasi keuangan [ ] Ya [ ] Tidak Penyusunan rencana bisnis [ ] Ya [ ] Tidak Lainnya : ...................................................................................................... 6. Menurut saudara, apakah kebijakan pemerintah daerah maupun pusat cukup kondusif/mendukung dalam budidaya akar wangi ? : [ ] Ya [ ] Tidak Jelaskan................................................................................................................ ......................................................................................................................... 7. Apakah saudara melakukan kerjasama lainnya seperti yang tercantum di bawah ini ? A. Ya (isilah tabel berikut) B. Tidak (lanjutkan ke nomor 8) No Lembaga Bentuk Sifat (temporer/kontinu) Manfaat Kerjasama 1 Perguruan tinggi (sebutkan ................ ) 2 Instansi pemerintah (sebutkan ................ ) 3 Lembaga perbankan (sebutkan ................ ) 4 Lembaga penelitian (sebutkan ................ ) 5 Lainnya (sebutkan ................ ) 8. Harapan saudara terhadap perkembangan tanaman akar wangi di masa depan : .............................................................................................................................. ............................................................................................................................. ............................................................................................................................. Lampiran 2. 71 KUESIONER A.2 : UNTUK PENYULING AKAR WANGI IDENTIFIKASI RANTAI PASOK Gambaran Ringkas Survei ini merupakan program penelitian skripsi Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Tujuan penelitian untuk mengidentifikasi rantai pasokan minyak akar wangi berbasis Industri Kecil Menengah (IKM) di Indonesia. Kami sangat mengharapkan informasi yang akurat dari Bapak/Ibu demi keberlanjutan industri minyak akar wangi di Indonesia berbasis IKM. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi informasi dan rekomendasi berharga bagi pemangku kepentingan, baik pemerintah (instansi sektor terkait), lembaga keuangan (khususnya perbankan), calon investor, maupun pelaku usaha minyak atsiri itu sendiri. Sebagai pelaku usaha, jawaban anda akan sangat menentukan hasil penelitian ini dan rekomendasi yang akan dibuat. Informasi yang didapatkan dari survei ini akan dirahasiakan dan hanya digunakan untuk keperluan akademik. Analisis dan tabulasi akan dilakukan secara gabungan sehingga informasi setiap responden tidak akan diketahui. Atas kerjasamanya, kami ucapkan terima kasih. Petunjuk Umum Jenis pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner ini adalah : 1. Pertanyaan berupa pilihan berganda tertutup serta serta pernyataan yang bersifat terbuka. 2. Responden diharapkan memberikan tanda silang (X) pada jawaban yang paling sesuai. 3. Pertanyaan terdiri dari 6 (enam) bagian yang terdiri dari (1) Identitas Responden, (2) Identitas Usaha, (3) Aspek Penyulingan Akar Wangi, (4) Aspek Pemasaran, (5) Aspek Keuangan dan (6) Aspek Tenaga Kerja. 4. Responden yang menjawab adalah pimpinan perusahaan (pemilik/ direktur atau manajer setingkat). 5. Contoh dipilih berdasarkan teknik purposive sampling dengan mempertimbangkan lokasi usaha, status usaha dan keberlanjutan usaha. Contact Person Untuk keterangan lebih lanjut dapat menghubungi peneliti : Nola Noviawati (085717874070) Lanjutan Lampiran 2. 72 Nama Responden : ........................................................................................... Hari, Tanggal Wawancara : .......................................................................................... Tanda tangan : ............................................................................................ I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama Responden : .................................................................................................... 2. Alamat : .................................................................................................... 3. No. Telp/ Faximile : .................................................................................................... 4. Desa : .................................................................................................... 5. Kecamatan : .................................................................................................... 6. Kota/ Kabupaten : .................................................................................................... 7. Propinsi : .................................................................................................... 8. Jenis Kelamin : A. Laki-laki B. Perempuan 9. Umur Responden : A. < 30 tahun, sebutkan.. B. 30 – 50 tahun C. > 50 tahun, sebutkan.. 10. Latar belakang Pendidikan : [ ] Tidak Tamat SD [ ] Tamat SD [ ] SLTP/ Tsanawiyah [ ] SMU/ Aliyah [ ] Diploma (D3) [ ] Sarjana, sebutkan… [ ] Pasca Sarjana (S2/ S3) II. IDENTITAS USAHA 1. Apakah Saudara tergabung dalam kelompok penyuling akar wangi atau koperasi ? A. YA (Jika Ya, lanjutkan ke nomor 2 dan seterusnya) B. TIDAK (Jika Tidak, lanjutkan ke nomor 5 dan seterusnya) 2. Nama kelompok : .................................................................. 3. Alamat kelompok : .................................................................. 4. Kelompok didirikan pada : tahun ........................................................ Lanjutan Lampiran 2. 5. Bentuk usaha : A. CV B. PD C. PT D. Tidak berbadan hukum 6. Sejak kapan usaha ini dimulai di daerah Saudara : tahun ................................... 7. Sejak kapan Saudara menjalani usaha ini? : tahun .............................................. 8. Jumlah produksi rata-rata : ..............................................................kg / hari 73 9. Rendemen rata-rata : ........................................................................% 10. Status alat penyulingan: A. Milik sendiri B. Sewa dari orang lain/perusahaan C. Milik kelompok D. Milik Pemda E. Lainnya, ...................................................................................................................... 11. Apakah Saudara mempunyai usaha lain : [ ] Ya [ ] Tidak 12. Jika Ya, Jenis usaha : ........................................................................... dengan jumlah investasi : Rp ...................................................................... III. ASPEK PENYULINGAN AKAR WANGI 1. Penyulingan yang digunakan saat ini adalah : A. Rebus C. Uap langsung / boiler terpisah B. Kukus D. Lainnya, ......................................................... 2. Bagaimana ketel yang digunakan untuk penyulingan? A. Ketel stainless steel Jumlah ketel : ........................................... unit Kapasitas ketel : ........................................... kg B. Ketel non stainless steel Jumlah ketel : ........................................... unit Kapasitas ketel : ........................................... kg 3. Rataan frekuensipenyulingan per hari 4. Rataan jumlah hari penyulingan per bulan : .................. hari 5. Bulan-bulan tidak melakukan penyulingan dalam setahun : ............................. 6. Bagaimana tahapan penyulingan akar wangi mulai dari penyiapan penyulingan sampai hasilnya siap dipasarkan ? .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. 7. Kondisi proses penyulingan akar wangi : - Tekanan : ........................................................................... - Suhu : ......................................................... °C - Waktu yang diperlukan : ......................................................... jam 8. Jenis bahan bakar yang digunakan : A. Ampas hasil suling C. Bahan bakar minyak E. Lainnya, .......... B. Kayu D. Gas 9. Darimanakah saudara memperoleh akar wangi ? A. Pemerintah daerah (Dinas Pertanian) C. Kebun mulik sendiri B. Petani setempat D. Lainnya, ..................... 10. Berapa rata-rata memesan akar wangi setiap hari ? .............................kg / hari 11. Bagaimana sistem pemesanan yang dilakukan ? A. Sistem kontrak (sudah ada perjanjian dengan pemasok) B. Dipesan langsung C. Lainnya, ....................................................................................................... Lanjutan Lampiran 2. 74 12. Permasalahan apa yang sering dihadapi dalam penyulingan akar wangi ? A. Ketersediaan bahan baku akar wangi yang tidak konsisten B. Mutu akar wangi yang tidak sesuai yang diharapkan C. Kurangnya informasi D. Lainnya, .................................................................................................................... 13. Bagaimana jenis pemasok yang saudara gunakan untuk bahan baku, mesin/ alat penyulingan, bahan bakar, untuk penyulingan akar wangi ? Isilah tabel berikut: Jenis pemasok Informasi 1= UB, pemasok Input budidaya 2=UM, 3= diperoleh UK dari Hubungan Kerjasama yang dengan pemasok 1= dilakukan jangka antara pendek, 2= penyuling dan pemasok jangka panjang Bahan baku Alat / mesin penyuling Bahan bakar 14. Bantuan peralatan 15. Jika Ya 16. Apakah Saudara selalu mengetahui informasi tentang cara meningkatkan produksi dan mutu penyulingan akar wangi ? A. Ya, yaitu tentang : .................................................................................................... Informasi diperoleh dari : ......................................................................................... B. Tidak 17. Permasalahan apa yang sering dihadapi dalam penyulingan akar wangi selama ini ? .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. ............................................................................................................................. .............................................................................................................................. 18. Bagaimana mengatasi permasalahan tersebut ? .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. Lanjutan Lampiran 2. 75 IV. ASPEK PEMASARAN 1. Penjualan minyak akar wangi saat ini dilakukan oleh: A. Petani sendiri C. Melalui Koperasi B. Melalui kelompok usaha tani D. Lainnya, .......................................................... 2. Siapakah yang membeli akar wangi Saudara selama ini ? A. Agen pengumpul B. Pedagang C. Lainnya, ........................................................................................................ 3. Bagaimana Saudara berhubungan dengan pembeli tersebut ? A. Pembeli datang sendiri ke tempat Saudara B. Saudara yang menawarkan akar wangi kepada mereka C. Dikumpulkan ke koperasi D. Lainnya, ........................................................................................................ 4. Daerah penjualan produk akar wangi yang Saudara lakukan: Daerah Penjualan Persentase (%) Dalam satu kecamatan Dalam satu kabupaten Dalam satu propinsi Antar propinsi Ekspor *) 5. Apakah Saudara mengetahui harga minyak akar wangi saat ini ? A. YA B. TIDAK Jelaskan ............................................................................................................. ............................................................................................................................ 6. Apakah Saudara mengalami kesulitan dalam memasarkan minyak akar wangi? A. Ya, Kesulitan yang dihadapi .................................................................................... B. Tidak, Jelaskan ............................................................................................. 7. Bagaimana mengatasi hal tersebut ? …………………………………………... V. ASPEK KEUANGAN 1. Modal Saudara selama ini diperoleh dari mana ? A. Modal sendiri B. Dibantu oleh Saudara C. Perbankan D. Lainnya, .................................................................................................. Lanjutan Lampiran 2. 76 2. Berapa investasi Saudara dalam penyulingan akar wangi ? A. < Rp 25 juta, sebutkan… C. Rp 50 – 75 juta B. Rp 25 – 50 juta D. Rp 75 – 100 juta 3. Apakah Saudara memanfaatkan fasilitas pinjaman modal berupa kredit ? A. Ya. (Lanjutkan ke pertanyaan no.4) B. B. Tidak 4. Jika ya, siapkah yang memberikan kredit tersebut ? A. Bank Umum, yaitu........................................................................................ B. Bank Perkreditan Rakyat, yaitu.................................................................... C. Koperasi D. Baitul wal Watamwil (BMT) E. Lainnya, ................................................................................................... 5. Apakah sulit memperoleh bantuin dana tersebut ? (misalnya dalam segi persyaratan atau peraturan lainnya ?) A. Ya B. Tidak Jelaskan.................................................................................................... 6. Apa yang diharapkan saudara dalam mengatasi permodalan ini ? A. Bantuan dari pemerintah B. Bantuan pihak perbankan C. Investasi pihak swasta/BUMN D. Lainnya, ..................................................................................................... IV. ASPEK TENAGA KERJA 1. Apakah Saudara melakukan kemitraan dengan usaha lain : A. Ya, sebutkan perusahaan mitranya : ............................................... B. Tidak 2. Jenis kemitraan yang lakukan, pilih salah satu : A. Inti-Plasma B. Dagang Umum C. Sub-Kontrak D. Waralaba E. Keagenan F.Contract Farming G. Bentuk lain : ............................................................................................ 3. Bentuk Kemitraan yang dilakukan terutama dalam hal : A. Pembelian bahan baku B. Pelatihan penyulingan akar wangi C. Modal D. Pemasaran minyak akar wangi E. Lainnya,.................................................................................................. 4. Apakah dengan bekerja sama tersebut memperoleh manfaat ? A. YA B. TIDAK Jelaskan....................................................................................................... 77 5. Apakah saudara melakukan kerjasama lainnya seperti yang tercantum di bawah ini ? A. YA (Isilah tabel berikut) B. TIDAK (STOP) No Lembaga 1 Pendidikan / Perguruan tinggi (sebutkan ................ ) 2 Instansi pemerintah (sebutkan ................ ) 3 Lembaga perbankan (sebutkan ................ ) 4 Lembaga pelatihan SDM (sebutkan ................ ) 5 Pemasaran (sebutkan...................) 6 Lainnya (sebutkan ................ ) Bentuk Sifat Manfaat Kerjasama (temporer/kontinu) 78 Lampiran 3. KUESIONER A.3 : UNTUK PENGUMPUL BAHAN BAKU AKAR WANGI Gambaran Ringkas Survei ini merupakan program penelitian skripsi Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Tujuan penelitian untuk mengidentifikasi rantai pasokan minyak akar wangi berbasis Industri Kecil Menengah (IKM) di Indonesia. Kami sangat mengharapkan informasi yang akurat dari Bapak/Ibu demi keberlanjutan industri minyak akar wangi di Indonesia berbasis IKM. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi informasi dan rekomendasi berharga bagi pemangku kepentingan, baik pemerintah (instansi sektor terkait), lembaga keuangan (khususnya perbankan), calon investor, maupun pelaku usaha minyak atsiri itu sendiri. Sebagai pelaku usaha, jawaban anda akan sangat menentukan hasil penelitian ini dan rekomendasi yang akan dibuat. Informasi yang didapatkan dari survei ini akan dirahasiakan dan hanya digunakan untuk keperluan akademik. Analisis dan tabulasi akan dilakukan secara gabungan sehingga informasi setiap responden tidak akan diketahui. Atas kerjasamanya, kami ucapkan terima kasih. Petunjuk Umum Jenis pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini adalah : 1. Pertanyaan berupa pilihan berganda tertutup serta pertanyaan yang bersifat terbuka. 2. Responden diharapkan memberikan tanda silang (X) pada jawaban yang paling sesuai. 3. Pertanyaan terdiri dari 5 ( lima ) bagian yang terdiri dari (1) Identitas Responden, (2) Identitas Usaha, (3) Aspek Pemasaran, (4) Aspek Keuangan, (5) Kemitraan 4. Responden yang menjawab adalah pimpinan perusahaan 5. Contoh dipilih berdasarkan teknik purposive sampling dengan mempertimbangkan lokasi usaha, status usaha, dan keberlanjutan usaha. Contact Person Untuk keterangan lebih lanjut dapat menghubungi peneliti : Nola Noviawati (085717874070) Nama Responden : ....................................................................................... Hari, Tanggal Wawancara : ....................................................................................... Tanda tangan : ....................................................................................... 79 Lanjutan Lampiran 3. IDENTITAS RESPONDEN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Nama Responden Alamat No. Telp / Faximile Desa Kecamatan Kota/Kabupaten Propinsi Jenis Kelamin Umur responden :....................................................................................................... :....................................................................................................... :....................................................................................................... :....................................................................................................... :....................................................................................................... :....................................................................................................... :....................................................................................................... : A. Laki-laki B. Perempuan : A. < 30 tahun, sebutkan.. B. 30-50 tahun C. > 50 tahun, sebutkan.. 10. Latar belakang pendidikan: [ ] Tidak Tamat SD [ ] Tamat SD [ ] SLTP/Tsanawiyah [ ] SMU/ Aliyah [ ] Diloma [D3] [ ] Sarjana, sebutkan.. I. IDENTITAS USAHA 1. Apakah saudara tergabung dalam kelompok pengumpul bahan baku akar wangi atau Koperasi ? 2. Nama Kelompok :....................................................................................................... 3. Alamat Kelompok :....................................................................................................... 4. Kelompok didirikan pada : tahun ...................................................................................... 5. Bentuk usaha saat ini : A. CV B. PD C. PT D. Tidak berbadan hukum 6. Sejak kapan saudara menjalani usaha ini ? : tahun ......................................................... 7. Jumlah pengumpulan bahan baku akar wangi rataan : kg/hari 8. Apakah saudara mempunyai usaha lain : [ ] Ya [ ] Tidak 9. Jika Ya, jenis usaha : ............................................................................................... Dengan jumlah investasi : Rp ....................................................................................... 10. Bagaimana sistem pemesanan bahan baku akar wangi yang dikeluarkan ? A. Sistem kontrak ( sudah ada perjanjian dengan petani) B. Dipesan langsung C. Lainnya ................................................................................................................. 11. Bagaimana mekanisme pembayaran yang dilakukan ? A. Dibayar langsung (cash and carry) B. Dibayar di akhir C. Dibayar di awal D. Lainnya : ................................................................................................................. 12. Apakah saudara selalu mengetahui informasi tentang cara meningkatkan produksi dan budidaya akar wangi ? A. Ya, yaitu tentang : ..................................................................................................... Informasi diperoleh dari : ......................................................................................... B. Tidak Lanjutan Lampiran 3. 80 13. Apakah di tempat saudara banyak yang melakukan usaha pengumpulan bahan baku akar wangi ? A. YA B. TIDAK Jelaskan : .......................................................................................................................... 14. Permasalahan apa yang sering dihadapi dalam mengumpulkan bahan baku akar wangi ? A. Ketersediaan bahan baku akar wangi yang tidak konsisten B. Mutu akar wangi tidak sesuai dengan yang diharapkan C. Lainnya, ....................................................................................................................... 15. Bagaimana mengatasi permasalahan tersebut ? ............................................................................................................................................ II. ASPEK PEMASARAN 1. Siapakah yang membeli akar wangi saudara selama ini ? (jawaban boleh lebih dari satu) A. Penyuling B. Pengumpul akar wangi yang skala usahanya besar C. Eksportir, sebutkan ....................................................................................................... D. Lainnya, ....................................................................................................................... 2. Bagaimana saudara berhubungan dengan pembeli tersebut ? (jawaban boleh lebih dari satu) A. Pembeli dating sendiri ke tempat saudara B. Saudara yang menawarkan akar wangi kepada mereka C. Dikumpulkan ke operasi D. Lainnya, ........................................................................................................................ 3. Apakah saudara mengetahui harga minyak akar wangi kepada mereka ? A. YA B. TIDAK Jelaskan ............................................................................................................................ 4. Harga bahan baku akar wangi : RP ............................................................................./kg 5. Apakah saudara mengalami kesulitan dalam memasarkan bahan baku akar wangi? A. Ya,Kesulitan yang dihadap B. Tidak, Jelaskan ............................................................................................................. 6. Bagaimana mengatasi hal tersebut ? ............................................................................................................................................ III. ASPEK KEUANGAN 1. Modal saudara selama ini diperoleh dari mana ? A. Modal Sendiri B. Dibantu oleh saudara C. Perbankan D. Modal sendiri (…….%), dan modal dari pinjaman saudara (……%) E. Lainnya,….. 81 Lanjutan Lampiran 3. 2. Berapa investasi awal dalam mengumpulkan bahan baku akar wangi ? A. < Rp 25 juta, sebutkan… B. Rp 25-50 juta C. Rp 50 juta – Rp 75 juta D. Rp 75-100 juta 3. Apakah saudara memanfaatkan fasilitas pinjaman modal berupa kredit ? A. Ya. ( lanjutkan ke pertanyaan no. 4) B. Tidak ( lanjutkan ke pertanyaan no. 5) 4. Jika ya, siapakah yang memberikan kredit tersebut? A. Bank Umum, yaitu B. Bank Perkreditan Rakyat C. Koperasi D. Baitul mal Watamwil (BMT) E. Lainnya, ....................................................................................................................... 5. Apakah sulit memperoleh bantuan dana tersebut? (misalnya dalam segi persyaratan atau peraturan lainnya?) A. Ya B. Tidak, Jelaskan ……………………………………………………………… 6. Apa yang diharapkan saudara dalam mengatasi permodalan ini? A. Bantuan dari pemerintah B. Bantuan dari pihak perbankan C. Investasi pihak swasta/ BUMN D. Lainnya, ........................................................................................................................ V. KEMITRAAN 1. Apakah saudara melakukan kemitraan dengan usaha lain: A. Ya, sebutkan perusahaan mitranya :............................................................................. B. Tidak 2. Jenis kemitraan yang dilakukan, pilih salah satu : A. Inti-Plasma B. Dagang Umum C. Sub-kontrak D . Waralaba E. Keagenan F. contract farming Bentuk lain : ...................................................................................................................... 3. Bentuk kemitraan yang dilakukan terutama dalam hal : A. Pembelian Bahan Baku B. pelatihan teknologi penyulingan akar wangi C . Modal D. Pemasaran bahan baku akar wangi Lainnya, ............................................................................................................................ 4. Apakah dengan bekerjasama tersebut memperoleh manfaat? A. YA B. TIDAK Jelaskan……….. ............................................................................................................... 82 5. Apakah saudara mendapatkan pembinaan ? [ ] YA [ ] TIDAK Jika YA, dari ........................................................................................................................... 6. Bentuk pembinaan yang dilakuakan : A. Teknologi penyulingan akar wangi [ ] Ya [ ] Tidak B. Manajemen usaha [ ] Ya [ ] Tidak C. Administrasi keuangan [ ] Ya [ ] Tidak D. Penyusunan rencana bisnis [ ] Ya [ ] Tidak E. Lainnya…… 7. Harapan saudara terhadap peekembangan minyak akar wangi di masa depan : ............................................................................................................................................ TERIMA KASIH 83 Lampiran 4. KUESIONER A.4 : UNTUK PENGUMPUL MINYAK AKAR WANGI Gambaran Ringkas Survei ini merupakan program penelitian skripsi Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi rantai pasokan minyak akar wangi berbasis Industri Kecil Menengah (IKM) di Indonesia. Kami sangat mengharapkan informasi yang akurat dari Bapak/Ibu demi keberlanjutan industri minyak akar wangi di Indonesia berbasis IKM. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi informasi dan rekomendasi berharga bagi pemangku kepentingan, baik pemerintah (instansi sektor terkait), lembaga keuangan (khususnya perbankan), calon investor, maupun pelaku usaha minyak atsiri itu sendiri. Sebagai pelaku usaha, jawaban anda akan sangat menentukan hasil penelitian ini dan rekomendasi yang akan dibuat. Informasi yang didapatkan dari survei ini akan dirahasiakan dan hanya digunakan untuk keperluan akademik. Analisis dan tabulasi akan dilakukan secara gabungan sehingga informasi setiap responden tidak akan diketahui. Atas kerjasamanya, kami ucapkan terima kasih. Petunjuk Umum Jenis Pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner ini adalah : 1. Pertanyaan berupa yang diajukan berganda tertutup serta pertanyaan yang bersifat terbuka. 2. Responden diharapkan memberikan tanda silang (X) pada jawaban yang paling sesuai. 3. Pertanyaan terdiri dari 5 (lima) bagian yang terjadi dari (1) Identitas Responden, (2) Identitas Usaha, (3) Aspek Pemasaran, (4) Aspek Keuangan dan (5) Kemitraan 4. Responden yang menjawab adalah pimpinan perusahaan 5. Contoh dipilih berdasarkan teknik purposive sampling dengan mempertimbangkan lokasi usaha, status usaha, keberlanjutan usaha. Contact Person Untuk keterangan lebih lanjut dapat menghubungi peneliti : Nola Noviawati (085717874070) Lanjutan Lampiran 4. Nama Responden 84 : ....................................................................................... Hari, Tanggal Wawancara : ....................................................................................... Tanda tangan : ....................................................................................... I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama Responden : .................................................................................. 2. Alamat : ................................................................................. 3. No. Telp / Faximile : ................................................................................. 4. Desa : ................................................................................ 5. Kecamatan : .............................................................................. 6. Kota/Kabupaten : .............................................................................. 7. Propinsi : ................................................................................. 8. Jenis Kelamin : A. Laki-laki B. Perempuan 9. Umur Responden : A. < 30 tahun, sebutkan.. B. 30 – 40 tahun C. > 50 tahun, sebutkan.. B. Latar belakang pendidikan : [ ] Tidak Tamat SD [ ] Tamat SD [ ] SLTP/Tsanawiyah [ ] SMU/Aliyah [ ] Diploma [D3] [ ]Sarjana, sebutkan.. II. IDENTITAS USAHA 1. Apakah saudara tergabung dalam kelompok pengumpul minyak akar wangi atau Koperasi ? A. YA (Jika Ya, lanjutan ke nomor 2 dan seterusnya) B. TIDAK (Jika Tidak, lanjutan ke nomor 5 dan seterusnya) 2. Nama Kelompok :.................................................................................................... 3. Alamat Kelompok :.................................................................................................... 4. Kelompok didirikan pada : tahun.............................................................................. 5. Bentuk usaha saat ini : A. CV B. PD C. PT D. Tidak berbadan hukum 6. Sejak kapan Saudara menjalani usaha ini ? : tahun.......................................... 7. Jumlah pengumpulan minyak akar wangi rata-rata : ......................................kg/hari 8. Apakah Saudara mempunyai usaha lain : [ ] Ya [ ] Tidak 9. Jika Ya, Jenis usaha : ....................................................................................... dengan jumlah investasi : Rp................................................................................... Lanjutan Lampiran 4. 85 10. Bagaimana sistem pemesanan minyak akar wangi yang dilakukan ? A. Sistem kontrak (sudah ada perjanjian dengan petani) B. Dipesan langsung C. Lainnya,.................................................................................................................... 11. Bagaimana mekanisme pembayaran yang dilakukan ? A. Dibayar langsung (cash and carry) B. Dibayar di awal C. Dibayar di awal D. Lainnya :................................ 12. Apakah Saudara selalu mengetahui informasi tentang cara meningkatkan produksi dan mutu minyak akar wangi ? A. Ya, yaitu tentang : .................................................................................................... Informasi diperoleh dari : ............................................................................................. B. Tidak 13. Apakah di tempat saudara banyak yang melakukan usaha pengumpulan minyak akar wangi ? A. YA B. TIDAK Jelaskan ........................................................................................................................ ....................................................................................................................................... 14. Permasalahan apa yang sering dihadapi dalam mengumpulkan minyak akar wangi? A. Ketersediaan minyak akar wangi yang tidak konsisten B. Mutu minyak akar wangi tidak sesuai yang diharapkan C. Lainnya,.................................................................................................................... 15. Bagaimana mengatasi permasalahan tersebut ? .................................................................................................................................. .................................................................................................................................. .................................................................................................................................. III. ASPEK PEMASARAN 1. Siapakah yang membeli minyak akar wangi saudara selama ini ? (jawaban boleh lebih dari satu) A. Pengumpul akar wangi yang skala usahanya besar B. Eksportir, sebutkan...................................................................................................... C. Lainnya,....................................................................................................................... 2. Bagaimana saudara berhubungan dengan pembeli tersebut ? (Jawaban boleh lebih dari satu) A. Pembeli datang sendiri ke tempat saudara B. Saudara yang menawarkan akar wangi kepada mereka C. Lainnya,....................................................................................................................... 3. Apakah saudara mengethui harga minyak akar wangi saat ini ? A. YA B. TIDAK Jelaskan....................................................................................................................... ..................................................................................................................................... ..................................................................................................................................... 4. Harga minyak akar wangi : Rp........................................................................./kg Lanjutan Lampiran 4. 86 5. Apakah Saudara mengalami kesulitan dalam memasarkan minyak akar wangi ? A. Ya, Kesulitan yang dihadapai................................................................................................. B. Tidak, jelaskan........................................................................................................... 6. Bagaimana mengatasi hal tersebut ......................................................................................................................................... ......................................................................................................................................... IV. ASPEK KEUANGAN 1. Modal Saudara selama ini diperoleh dari mana ? A. Modal sendiri B. Dibantu oleh saudara C. Perbankan D. Modal sendiri (.....%), dan modal dari pinjaman saudara (.....%) E. Lainnya,....................................................................................................................... 2. Berapa investasi awal dalam mengumpulkan minyak akar wangi ? A. < Rp 25 juta, sebutkan.. B. Rp 25-50 juta C. Rp 50 juta- Rp 75 juta D. Rp 75-100 juta 3. Apakah saudara memanfaatkan fasilitas pinjaman modal berupa kredit ? A. Ya. (Lanjutan ke pertanyaan no. 4) B. Tidak (lanjutkan ke pertanyaan no. 5) 4. Jika ya, siapakah yang memberikan kredit tersebut ? A. Bank Umum, yaitu............................................................................................................. B. Bank Perkreditan Rakyat, yaitu......................................................................................... C. Koperasi D. Baitul mal Watamwil (BMT) E. Lainnya,....................................................................................................................... ...... 5. Apakah sulit memperoleh bantuan dana tersebut ? (misalnya dalam segi persyaratan atau peraturan lainnya ?) A. Ya. B. Tidak Jelaskan............................................................................................................................ ......................................................................................................................................... 6. Apa yang diharapkan saudara dalam mengatasi permodalan ini? A. Bantuan dari pemerinyah B. Bantuan pihak perbankan C. Investasi pihak swasta/ BUMN D. Lainnya,...................................................................................................................... 87 V. KEMITRAAN 1. Apakah Saudara melakukan kemitraan dengan usaha lain : A. Ya, sebutkan perusahaan mitranya : .......................................................................... B. Tidak 2. Jenis kemitraan yang lakukan, pilih salah satu : A. Inti-Plasma B. Dagang Umum C. Sub-Kontrak D. Waralaba E. Keagenan F. Contract Farming G. Bentuk lain :................................................................................................................ 3. Bentuk Kemitraan yang dilakukan terutama dalam hal : A. Pembelian minyak B. Pelatihan teknologi penyulingan akar wangi C. Modal D. Pemasaran minyak akar wangi E. Lainnya,....................................................................................................................... 4. Apakah dengan bekerja sama tersebut memperoleh manfaat ? A. YA B. TIDAK Jelaskan............................................................................................................................ ......................................................................................................................................... ......................................................................................................................................... ......................................................................................................................................... 5. Apakah Saudara mendapatkan pembinaan ? [ ]YA [ ]TIDAK Jika Ya, dari..................................................................................................................... Bentuk pembinaan yang dilakukan : a. Teknologi penyulingan akar wangi [ ]Ya [ ]Tidak b. Manajemen usaha c. Administrasi keuangan d. Penyusunan rencana bisnis e. Penyusunan rencana bisnis f. Lainnya :....................................................................................................................... 6. Harapan saudara terhadap perkembanga minyak akar wangi di masa depan : ......................................................................................................................................... ......................................................................................................................................... ......................................................................................................................................... Terima Kasih 88 Lampiran 5. KUISIONER A.5 : IDENTIFIKASI RISIKO BUDIDAYA AKAR WANGI PETANI AKAR WANGI Gambaran Ringkas Survei ini merupakan program penelitian skripsi Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi rantai pasokan dan risiko minyak akar wangi berbasis Industri Kecil Menengah (IKM) di Indonesia. Kami sangat mengharapkan informasi yang akurat dari Bapak/Ibu demi keberlanjutan industri minyak akar wangi di Indonesia berbasis IKM. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi informasi dan rekomendasi berharga bagi pemangku kepentingan, baik pemerintah (instansi sektor terkait), lembaga keuangan (khususnya perbankan), calon investor, maupun pelaku usaha minyak atsiri itu sendiri. Sebagai pelaku usaha, jawaban anda akan sangat menentukan hasil penelitian ini dan rekomendasi yang akan dibuat. Informasi yang didapatkan dari survei ini akan dirahasiakan dan hanya digunakan untuk keperluan akademik. Analisis dan tabulasi akan dilakukan secara gabungan sehingga informasi setiap responden tidak akan diketahui. Atas kerjasamanya, kami ucapkan terima kasih. Petunjuk Umum Jenis pertanyaan yang diajukan dalam kuisioner ini adalah : 5. 6. 7. Pertanyaan berupa pilihan berganda tertutup serta pertanyaan yang bersifat terbuka. Responden diharapkan memberikan tanda silang (x) pada jawaban yang paling sesuai. Contoh dipilih berdasarkan teknik purposive sampling dengan mempertimbangkan lokasi usaha, status usaha, keberlanjutan usaha. IDENTITAS RESPONDEN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Nama Responden :.............................................................................................. Alamat :........................................................................................ No. Telp :…………………………………………………............ Desa :……………………………………………………….... Kecamatan :........................................................................................ Jenis Kelamin : A. Laki-laki B. Perempuan Umur Responden : A. < 30 tahun, sebutkan.. B. 30-40 tahun C. 40-50 tahun D. > 50 tahun, sebutkan.. Lanjutan Lampiran 5. 8. 89 Latar Belakang Pendidikan : [ ] Tidak Tamat SD [ ] SLTP/Tsanawiyah [ ] Diploma [D3] [ ] Tamat SD [ ] SMU/Aliyah [ ] Sarjana, sebutkan.. RISIKO OPERASIONAL Risiko operasional adalah potensi penyimpangan dari hasil yang diharapkan akibat tidak berfungsinya suatu sistem. Risiko operasional yang diidentifikasi mencakup risiko yang ada dalam input, proses dan output. Tabel berikut menyajikan identifikasi risiko operasional, frekuensi, dampak dan penyebabnya. Identifikasi Risiko No 1. SR R Frekuensi N T ST SR R Dampak N T Penyebab ST Input a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l. Petani kurang memahami cara penanaman yang baik Kelalaian dalam pemberian obat-obatan Petani tidak menerapkan budidaya yang sesuai dengan Good Agricultural Product (GAP) Petani kurang terampil dalam memelihara tanaman akar wangi Kekurangan pasokan bibit tanaman akar wangi Kekurangan pupuk Informasi budidaya yang baik masih kurang Mutu bibit buruk Petani lalai dalam memelihara tanaman seperti pemupukan yang tidak teratur Kekurangan peralatan dalam budidaya Lokasi penanaman kurang ideal Kekurangan obat-obatan Lainnya…………….. 2. Proses a. Kelalaian pemberian pupuk b. Kelalaian saat panen c. Budidaya tidak sesuai aturan d. Kelalaian dalam pemeliharaan (penyiangan) Lainnya…. 3. Output Memanen lebih dini Keterangan : Berikan tanda ceklis (√ ) pada pilihan kolom yang sesuai jawaban * Frekuensi : 1. Tidak pernah terjadi (SR) 3. Cukup sering terjadi (S) 5. Sangat sering terjadi (ST) 2. Jarang terjadi (R) 4. Sering terjadi (T) *Dampak : 1. Tidak berdampak/berpengaruh (SR) 3. Cukup berpengaruh (S) 5. Sangat berpengaruh (ST) 2. Kurang berpengaruh (R) 4. Berpengaruh (T) 90 Identifikasi upaya manajemen risiko yang telah dilakukan, hasilnya, dan pihak lain yang diharapkan dapat membantu mengantisipasi risiko No Risiko yang dihadapi Upaya yang telah dilakukan dalam meminimalisir/mengantisipasi risiko 1. Input a. Petani kurang memahami cara penanaman yang baik b. Kelalaian dalam pemberian obat-obatan c. Petani tidak menerapkan budidaya yang sesuai dengan Good Agricultural Product (GAP) d. Petani kurang terampil dalam memelihara tanaman akar wangi e. Kekurangan pasokan bibit tanaman akar wangi f. Kekurangan pupuk g. Informasi budidaya yang baik masih kurang h. Mutu bibit buruk i. Petani lalai dalam memelihara tanaman seperti pemupukan yang tidak teratur j. Kekurangan peralatan dalam budidaya k. Lokasi penanaman kurang ideal l. Kekurangan obat-obatan Lainnya…………….. 2. Proses a. Kelalaian pemberian pupuk b. Kelalaian saat panen c. Budidaya tidak sesuai aturan d. Kelalaian dalam pemeliharaan (penyiangan) Lainnya…. 3. Output Memanen lebih dini Keterangan : * Beri tanda ceklis (√) pada pilihan yang dianggap tepat A : Asosiasi usaha/Kelompok Usaha/Dewan Atsiri F. Dan lain-lain B : Dinas Perkebunan C : Pemasok bahan baku akar wangi D : Kementrian Perindustrian E : Perbankan Hasil upaya* Berhasil Gagal Bila gagal, penyebabnya: Pihak lain yang dapat dinilai dapat membantu* A B C D E F Peran yang diharapkan 91 Lampiran 6. Hasil penilaian Petani ahli terhadap Risiko Operasional Penilaian petani ahli Faktor 1 2 3 No 1 2 3 Input Proses Output Faktor Input Proses Output Peubah penentu Petani kurang memahami cara penanaman yang baik Petani tidak menerapkan budidaya yang sesuai dengan GAP Petani kurang terampil dalam memelihara tanaman akar wangi Kekurangan pasokan bibit tanaman akar wangi Kekurangan pupuk Informasi budidaya yang baik masih kurang Mutu bibit buruk Kekurangan peralatan dalam budidaya Kelalaian pemberian pupuk Kelalaian dalam pemeliharaan (penyiangan) Kelalaian saat panen Cuaca Memanen lebih dini Ahli 1 R S T Frekuensi Ahli 2 R R T 1 Frekuensi 2 1 Dampak 2 3 3 R SR R S R S T T T T S T R SR R S R R R SR R S S R R SR S S S S T T S T T S SR SR R S S S SR SR R S S S R SR S S S S T R R T T ST S S T S S T S S S T T T T T T S T T Keterangan : Ahli 3 S S S ST T S R SR : Sangat Tinggi : Tinggi : Sedang : Rendah : Sangat rendah 92 Lampiran 6. Hasil penilaian Petani ahli terhadap Risiko Operasional Penilaian petani ahli Faktor 1 2 3 No 1 2 3 Input Proses Output Faktor Input Proses Output Peubah penentu Petani kurang memahami cara penanaman yang baik Petani tidak menerapkan budidaya yang sesuai dengan GAP Petani kurang terampil dalam memelihara tanaman akar wangi Kekurangan pasokan bibit tanaman akar wangi Kekurangan pupuk Informasi budidaya yang baik masih kurang Mutu bibit buruk Kekurangan peralatan dalam budidaya Kelalaian pemberian pupuk Kelalaian dalam pemeliharaan (penyiangan) Kelalaian saat panen Cuaca Memanen lebih dini Ahli 1 R S T 1 Frekuensi 2 3 1 Dampak 2 3 R SR R S R S T T T T S T R SR R S R R R SR R S S R R SR S S S S T T S T T S SR SR R S S S SR SR R S S S R SR S S S S T R R T T ST S S T S S T S S S T T T T T T S T T Frekuensi Ahli 2 R R T Keterangan : Ahli 3 S S S ST T S R SR : Sangat Tinggi : Tinggi : Sedang : Rendah : Sangat rendah 93 Lampiran 7. Perhitungan manual penilaian Risiko Operasional 1. Perhitungan agregasi risiko operasional Tahap pertama Menghitung nilai risiko dari setiap faktor untuk setiap ahli pada semua peubah risiko. Menggunakan rumus perhitungan Yager dalam Hadiguna (2010), yaitu : Pik = Minj [Neg (I(qj) v Pik (qj)]………………………………………(1) Dimana Pik = nilai agregasi risiko dari setiap ahli I (qj) = nilai kemungkinan terjadinya risiko Neg I (qj) = nilai negasi I (qj) Pik (qj) = nilai tingkat dampak risiko dari pendapat penilai V = notasi maksimum Neg (ST) = SR Neg (T) = R Neg (S) = S Neg (R) = T Neg (SR) = ST Pinput1 = Min [Neg (R) V S, Neg (T) V T, Neg (R) V S, Neg(R) V S, Neg (R) V S, Neg (T) V T, Neg (SR) V S, Neg(SR) VS] = Min [T V S, R V T, T V S, T V S, T V S, R V T, ST V S, ST V S] = Min [T, T, T, T, T, T, ST, ST] = T Pinput2 = Min [Neg (SR) V R, Neg (T) V S, Neg (SR) V R, Neg(SR) V S, Neg (SR) V S, Neg (T) V T, Neg (SR) V S, Neg(SR) VS] = Min [ST V R, R V S, ST V R, ST V S, ST V S, R V T, ST V S, ST V S] = Min [ST, S, ST, ST, ST, T, ST, ST] = S Pinput3 = Min [Neg (R) V S, Neg (T) V T, Neg (R) V R, Neg(R) V R, Neg (S) V S, Neg (S) V S, Neg (R) V S, Neg(R) V S] = Min [T V S, R V T, T V R, T V R, S V S, S V S, T V S, T V S] = Min [T, T, T, T, S, S, T, T] = S Pproses1 = Min [Neg (R) V S, Neg (T) V T, Neg (S) V T, Neg (S) V T] = Min [T V S, R V T, S V T, S V T] = Min [T, T, T, T] = T 94 Lanjutan Lampiran 7. Pproses2 = Min [Neg (SR) V S, Neg (R) V T, Neg (S) V T, Neg (S) V T] = Min [ST V S, T V T, S V T, S V T] = Min [ST, T, T, T] = T Pproses3 = Min [Neg (S) V S, Neg (R) V ST, Neg (S) V S, Neg (S) V T] = Min [S V S, T V ST, S V S, S V T] = Min [S, ST, S, T] = S Poutput1 = Min [Neg (T) V T,] = Min [R V T] = Min [T] = T Poutput2 = Min [Neg (T) V T,] = Min [R V T] = Min [T] = T Poutput3 = Min [Neg (S) V T,] = Min [S V T] = Min [T] = T Tahap kedua Menentukan bobot penilai atau ahli dengan rumus menurut Yager dalam Hadiguna (2010) : Q(k) = Sb(k) b(k) = Int [1 + k* (q-1)/r]………………………………………….(2) Dimana Q(k) = bobot rataan penilai pada skala k q = jumlah skala penilaian risiko r = jumlah penilai/ahli Q(1) = Int [1 + 1*4/3] = 2 = R Q(2) = Int [1 + 2*4/3] = 4 = T Q(3) = Int [1 + 3*4/3] = 5 = ST Tahap ketiga Menentukan nilai gabungan dari seluruh nilai para ahli dengan menggunakan metode OWA menurut Yager dalam Hadiguna (2010) dengan rumus : Pi = Max j=1,….r [Qj Λ Bj]………………………………….……….(3) 95 Lanjutan Lampiran 7. Dimana Pi = agregasi pendapat gabungan ahli Qj = bobot kelompok penilai/ahli Bj = Pengurutan nilai dari besar ke kecil P input = Max [(R Λ T), (T Λ S), (ST Λ S] = Max [R, S, S] = S P proses = Max [(R Λ T), (T Λ T), (ST Λ S] = Max [R, T, S] = T P output = Max [(R Λ T), (T Λ T), (ST Λ T] = Max [R, T, T] = T Tahap keempat mencari total agregasi risiko operasional Faktor Agregasi pakar Input S Proses T Output T No Faktor 1 Input 2 Proses 3 Output Pf1 Pf2 Pf3 Pakar 1 R S T Frekuensi Pakar 2 R R T Pakar 3 S S S = Min [Neg (R) V S , Neg (S) V T , Neg (T) V T ] = Min [ T V S, S V T, R V T ] = Min [T, T, T] = T = Min [Neg (R) V S , Neg (R) V T, Neg (T) V T ] = Min [ T V S , T V T , R V T] = Min [T, T, T] = T = Min [Neg (S) V S, Neg (S) V T , Neg (S) V T ] = Min [ S V S, S V T , S V T] = Min [S, T, T] = S PF = Max [(R Λ T), (T Λ T), (ST Λ S] = Max [R, T, S] = T Hasil agregasi menunjukkan nilai risiko operasional budidaya akar wangi bernilai risiko tinggi. 96 Lampiran 8. Perhitungan penilaian risiko menggunakan Software Excel 2007