1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengaruh globalisasi di

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengaruh globalisasi di segala bidang, perkembangan teknologi dan
industri, mengakibatkan perubahan pada perilaku dan gaya hidup masyarakat serta
situasi lingkungannya, seperti perubahan pola konsumsi makanan, berkurangnya
aktivitas fisik dan meningkatnya perilaku merokok. Perubahan tersebut telah
memberi kontribusi terhadap semakin meningkatnya kasus-kasus penyakit tidak
menular. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengidentifikasi 4 kelompok
utama penyakit tidak menular penyakit, yaitu: kardiovaskuler (CVD), kanker,
penyakit pernapasan kronis dan diabetes, dan 4 faktor risiko perilaku utama
(merokok, diet yang tidak sehat, kurangnya aktivitas fisik dan penggunaan
alkohol) (Martin-Diener et al., 2014). Data WHO (2010) menyebutkan pada tahun
2008 dari total 57 juta kematian secara global, 36 juta (63%) atau hampir 2/3
disebabkan oleh penyakit tidak menular. Sekitar 1/4 dari kematian akibat penyakit
tidak menular ini terjadi pada usia di bawah 60 tahun.
Penyakit kardiovaskuler, meliputi penyakit jantung dan stroke merupakan
penyakit yang menduduki peringkat pertama terbanyak penyebab kematian di
dunia. Penyakit jantung pada awalnya banyak dijumpai terjadi pada orangtua,
yakni mereka yang telah berusia 60 tahun ke atas. Namun, sekarang ini, justru ada
kecenderungan juga diderita orang yang berusia di bawah 40 tahun. Hal ini
disebabkan karena banyak orang muda memiliki pola hidup tidak sehat (Silva et
al., 2014). Adanya perubahan gaya hidup, mengakibatkan peningkatan jumlah
penyakit kardiovaskuler dengan berbagai faktor risiko antara lain merokok, diet
yang tidak sehat, kurang mengonsumsi buah dan sayur, kurang aktivitas fisik serta
memiliki gaya hidup yang tidak sehat. Banyak perilaku ini muncul pada usia dini,
tetapi masih dapat dicegah secara berkala pada masa remaja melalui
pengembangan tindakan preventif (Beaglehole et al., 2011).
Mahasiswa dalam tahap perkembangannya digolongkan sebagai remaja
akhir dan dewasa awal, yaitu usia 18-21 tahun dan 22-24 tahun (Mönks et al.,
1
2
2001). Pada usia tersebut, mahasiswa mengalami masa peralihan dari remaja akhir
ke dewasa awal. Masa peralihan yang dialami oleh mahasiswa, mendorong
mahasiswa untuk menghadapi berbagai tuntutan dan tugas perkembangan yang
baru. Ketika seseorang bertransisi dari tingkat sekolah menuju pendidikan tinggi,
lingkungan, tanggung jawab, dan perilaku berubah. Banyak mengejar kepentingan
pendidikan dan pekerjaan, dan mereka membentuk kelompok sebaya baru, tujuan
kerja, dan pola perilaku kesehatan. Perilaku kesehatan yang negatif dapat
berkontribusi pada pengembangan faktor risiko fisiologis untuk penyakit
kardiovaskuler (Goldstein et al., 2015). Memulai menjadi mahasiswa merupakan
hal yang paling penting dalam kehidupan individu, karena individu akan
mempertanggungjawabkan pilihan makanan dan gaya hidupnya sendiri (El Ansari
et al., 2012). Terutama pada mahasiswa yang hidup sendiri jauh dari orangtuanya
dan tinggal sendiri di kos, pasti perubahan gaya hidup akan terjadi. Dari yang
awalnya teratur memiliki gaya hidup yang sehat di rumah, setelah tinggal sendiri
di kos, mahasiswa cenderung lebih bebas melakukan gaya hidupnya.
Mahasiswa sebagai generasi muda yang merupakan aset bangsa unggul di
masa yang akan datang memerlukan perhatian khusus dalam gaya hidup sehat.
Aktivitas yang padat, kehidupan sosial dan kesibukan mahasiswa sangat
mempengaruhi gaya hidupnya. Gaya hidup mahasiswa dalam kebiasaan
melakukan aktivitas fisik masih rendah, walaupun ada beberapa yang memang
gemar melakukan olahraga. Penelitian yang melibatkan jumlah partisipan yang
besar yang dilakukan oleh Haase et al. (2004) menemukan bahwa waktu luang
mahasiswa/mahasiswi di 23 negara untuk melakukan aktivitas fisik sebagian besar
masih di bawah standar yang direkomendasikan. Berdasarkan data Riskesdas
2007, pada usia 15-24 tahun sebanyak 52% masih kurang melakukan aktivitas
fisik (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2008). Selain itu, data
Riskesdas tahun 2013 menyebutkan bahwa masyarakat Indonesia usia 15-19
tahun melakukan aktivitas sedentari
6 jam sehari sebanyak 25,5% dan usia 20-
24 tahun melakukan aktivitas sedentari
6 jam sehari sebanyak 23,2%. Perilaku
sedentari merupakan perilaku berisiko terhadap salah satu terjadinya penyakit
3
penyumbatan pembuluh darah, penyakit jantung dan bahkan mempengaruhi umur
harapan hidup (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013).
Tekanan dalam hidup mandiri dan hidup bebas pada mahasiswa akan
mempengaruhi kebiasaan makan dan konsekuensinya pada nutrisi yang
dikonsumsi. Hilangnya kebiasaan sarapan tampak dalam usia remaja dan seiring
dengan bertambahnya usia seseorang. Belum lagi masalah makan remaja yang
mengandalkan makanan yang enak dan makanan ringan rendah nutrisi yang
berkontribusi dalam kerentanan gizi remaja (Nicklas et al., 1998 dalam
Otemuyiwa & Adewusi, 2012). Data Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan (2013), menyatakan bahwa 1 dari 10 penduduk di Indonesia
mengonsumsi mie instan
1 kali per hari. Data Riskesdas 2007 menyebutkan
sebanyak 93,8% masyarakat Indonesia usia 15-24 tahun kurang mengonsumsi
sayur dan buah (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2008). Dalam
data Riskedas 2013 masyarakat Indonesia usia
10 tahun yang kurang
mengonsumsi buah dan sayur ditemukan secara nasional tidak terjadi perubahan
yang berarti antara data tahun 2007 dan 2013 (Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, 2013).
Merokok merupakan hal yang sudah menjadi kebiasaan bagi kalangan
mahasiswa, baik laki-laki maupun perempuan, akhir-akhir ini. Berdasarkan
pengamatan di berbagai tempat berkumpulnya mahasiswa di Yogyakarta (kafe,
tempat karaoke, dll.), mereka secara terang-terangan merokok di depan khalayak.
Penelitian yang dilakukan oleh Seo et al. (2013) menemukan bahwa merokok
dapat diterima dan didorong di antara orang dewasa di China dan Taiwan secara
sosial. Merokok diyakini membantu memperkuat hubungan sosial dan
pertemanan. Berdasarkan data Riskesdas tahun 2007, jumlah perokok usia 15-24
tahun sebanyak 17,3% merokok setiap hari dan 7,3% yang merokok kadangkadang. Angka ini bergerak naik di tahun 2010, yakni sebanyak 18,6% merokok
setiap hari dan 8,1% merokok kadang-kadang. Namun, pada Riskesdas 2013,
angka ini menurun, yakni 11,2% merokok setiap hari dan 7,1% merokok kadangkadang.
4
Dari penelitian sebelumnya yang melibatkan mahasiswa sebagai
respondennya yang dilakukan oleh Palomo et al. (2006) menemukan bahwa
12,8% mahasiswa memiliki hipertensi arteri, yang lebih parah pada pria
dibandingkan dengan wanita. Selain itu, 45,5% laki-laki dan 24,3% perempuan
memiliki kelebihan berat badan atau obesitas. Sebanyak 39,8% siswa mengaku
menjadi perokok dan 91,5% tidak berpartisipasi dalam kegiatan fisik yang
signifikan.
Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia menyadari sumber
daya manusia (SDM) merupakan kekuatan utama pembangunan, sehingga
kualitasnya harus ditingkatkan dengan menjalani gaya hidup sehat. Yogyakarta
dikenal sebagai kota pelajar, karena hampir 20% penduduk produktifnya adalah
pelajar dan terdapat 137 perguruan tinggi. D.I. Yogyakarta diwarnai dinamika
pelajar dan mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Oleh sebab
itu, mahasiswa di D.I. Yogyakarta adalah sumber daya manusia yang besar yang
sudah seharusnya bisa menjaga kesehatan, terutama dalam upaya preventif
penyakit kardiovaskuler agar menjadi masyarakat yang memiliki derajat
kesehatan yang baik.
Dalam kesehatan, niat memiliki kedudukan yang penting dalam
pengambilan keputusan seseorang untuk mengubah segala perilaku yang tidak
sehat. Dalam Theory of Reasoned Action, niat atau intensi ditentukan oleh sikap,
norma sosial dan norma subjektif yang mengacu pada keyakinan seseorang
terhadap hal yang dipikir dan dianggap penting oleh orang-orang dan motivasi
seseorang untuk mengikuti pikiran tersebut (Priyoto, 2014). Max Weber
mengembangkan teori aksi yang juga dikenal sebagai teori bertindak. Teori ini
menjelaskan bahwa individu melakukan suatu tindakan berdasarkan atas
pengalaman, persepsi, pemahaman dan penafsirannya atas suatu objek stimulus
atau situasi tertentu. Tindakan individu ini merupakan tindakan sosial yang
rasional, yaitu mencapai tujuan atau sasaran dengan sarana-sarana yang paling
tepat (Sarwono, 2007).
Penelitian ini menggunakan kerangka Protection Motivation Theory dari
Rogers (1975). Protection Motivation Theory telah digunakan sebagai model
5
untuk memprediksi perilaku kesehatan. Sebuah penilaian ancaman (threat
appraisal) dibentuk oleh seorang individu berdasarkan kerentanan penyakit yang
dirasakan dan keparahan yang dirasakan. Cara seorang individu memilih untuk
menanggapi situasi yang mengancam disebut penilaian koping (coping appraisal),
dan didasarkan pada kedua keyakinan bahwa penerapan perilaku yang
direkomendasikan akan menyelesaikan ancaman (response efficacy), dan
keyakinan individu dalam kemampuan sendiri untuk melakukan perilaku secara
efektif (self-efficacy) (Beaujean et al., 2013). Teori ini terdiri dari komponenkomponen seperti self-efficacy, response efficacy, persepsi keparahan, persepsi
kerentanan dan rasa takut yang akan menimbulkan respon koping adaptif (yaitu
niat perilaku) atau respon koping maladaptif (penghindaran atau penolakan)
(Priyoto, 2014). Mahasiswa melakukan atau menghindari perilaku gaya hidup
sehat disebabkan oleh komponen-komponen tersebut yang berbeda pada setiap
individu.
Berdasarkan Protection Motivation Theory, Rogers menyatakan bahwa
perilaku yang berhubungan dengan kesehatan dikarenakan individu tersebut
memiliki niat berperilaku. Niat berperilaku adalah sebuah konsekuensi dari
penilaian terhadap ancaman (threat appraisal) dan penilaian terhadap sumbersumber koping (coping appraisal) individu (Priyoto, 2014). Dua jalur penilaian
ini bergabung membentuk protection motivation. Dengan demikian, adopsi dari
perilaku kesehatan adalah proses sementara dari motivasi dan keputusan untuk
bertindak. Ancaman terhadap kesehatan menjadi stimulus untuk merenungkan
protection motivation, diikuti oleh keputusan untuk mengambil tindakan atau niat
untuk bertindak. Niat ini kemudian menyebabkan orang melakukan dan membuat
keputusan, untuk menghadapi kesulitan, baik berhasil maupun gagal (Wu et al.,
2014). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Wu et al. (2014) ini juga
disimpulkan bahwa langkah-langkah yang terkait dengan Protection Motivation
Theory dapat digunakan dalam memprediksi niat.
Penelitian-penelitian sebelumnya hanya meneliti permasalahan perilaku
gaya hidup sehat dan persepsi kerentanan dan keparahan, serta response efficacy
dan self-efficacy dengan menggunakan metode kuantitatif, belum ada yang
6
meneliti persepsi kerentanan dan keparahan penyakit kardiovaskuler dengan
menggunakan kerangka pikir Protection Motivation Theory secara mendalam
dengan menggunakan metode kualitatif. Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian fenomenologi, yakni penelitian yang menggali fenomenafenomena yang sedang terjadi pada mahasiswa tentang gaya hidup sehat
mahasiswa untuk proteksi diri dari penyakit kardiovaskuler di D.I. Yogyakarta
mengaplikasikan Protection Motivation Theory yang di dalamnya terdapat
komponen persepsi keparahan dan persepsi kerentanan terhadap penyakit
kardiovaskuler serta response efficacy dan self efficacy terhadap gaya hidup sehat,
yakni: perilaku merokok, perilaku makan dan aktivitas fisik mahasiswa di D.I.
Yogyakarta.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, permasalahan penelitian ini
adalah Bagaimana perilaku gaya hidup sehat mahasiswa untuk upaya proteksi
penyakit kardiovaskuler di D.I. Yogyakarta?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk menggali perilaku gaya hidup sehat
mahasiswa untuk proteksi penyakit kardiovaskuler di D.I. Yogyakarta.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui perilaku gaya hidup sehat mahasiswa dalam upaya proteksi
penyakit kardiovaskuler
b. Menggali pemahaman dan persepsi kerentanan (vulnerability) mahasiswa
terhadap penyakit kardiovaskuler
c. Menggali persepsi keparahan (severity) mahasiswa terhadap penyakit
kardiovaskuler
d. Menggali response efficacy mahasiswa tentang gaya hidup sehat
e. Menggali self-efficacy mahasiswa tentang gaya hidup sehat
7
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
baru mengenai gambaran perilaku mahasiswa dalam melakukan gaya hidup
sehat terhadap upaya proteksi penyakit kardiovaskuler.
2. Bagi mahasiswa, informasi-informasi yang didapat dalam penelitian ini
diharapkan dapat menjadi salah satu landasan dalam perbaikan gaya hidup
untuk meningkatkan kualitas hidup.
3. Bagi institusi terkait, seperti dinas kesehatan dan universitas, dapat dijadikan
dasar dalam perencanaan strategi pencegahan penyakit kardiovaskuler.
E. Keaslian Penelitian
Beberapa penelitian terdahulu yang sudah dilakukan peneliti lain yang
dapat dijadikan sebagai rujukan pada penelitian ini antara lain sebagai berikut:
1.
Plotnikoff et al. (2009) melakukan penelitian yang berjudul “Protection
Motivation Theory and Physical Activity: A Longitudinal Test among a
Representative Population Sample of Canadian Adults”. Penelitian
longitudinal ini bertujuan untuk menguji Protection Motivation Theory dalam
memprediksi perilaku aktivitas fisik pada sampel representatif sebanyak
1.602 orang dewasa berusia 18-65 tahun. Didapatkan hasil bahwa Protection
Motivation Theory dapat menjelaskan niat dan perilaku masing-masing
sebesar 30% dan 20%. Prediktor Protection Motivation Theory yang
menonjol (misalnya self-efficacy) dapat memandu pengembangan intervensi
aktivitas fisik yang efektif dalam populasi umum. Persamaan dengan
penelitian yang dilakukan adalah meneliti niat dari perilaku aktivitas fisik
dengan menggunakan Protection Motivation Theory. Perbedaannya terletak
pada disain penelitian kuantitatif dan dalam penelitian tersebut hanya
meneliti perilaku aktivitas fisik saja, tidak meneliti perilaku lainnya.
2.
Kofahi & Haddad (2005) melakukan penelitian yang berjudul “Perceptions
of Lung Cancer and Smoking among College Students in Jordan”. Penelitian
dengan pendekatan cross sectional tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi
8
pengetahuan dan persepsi tentang kanker paru-paru dan merokok pada
mahasiswa perokok pasif, perokok aktif dan mantan perokok di Yordania.
Hasil penelitian menemukan bahwa 75% responden telah memiliki
pengetahuan tentang tanda-tanda, prevalensi dan gejala, metode pencegahan,
dan pengobatan kanker paru-paru yang hampir benar. Mengenai persepsi
kerentanan terhadap kanker paru-paru sebagian besar responden (46%)
menjawab tidak ada kemungkinan terkena penyakit kanker paru-paru. Untuk
persepsi keparahan terhadap kanker paru-paru, sebanyak 67% responden
menyatakan tidak setuju bila kanker paru-paru dapat disembuhkan,
sedangkan untuk persepsi manfaat dan hambatan hampir sebagian besar
(70% lebih) mahasiswa setuju dengan manfaat berhenti merokok dan
sebagian besar tidak setuju dengan hambatan dari berhenti merokok. Alasan
mereka tidak ingin berhenti merokok adalah teman, kebiasaan, efek
menenangkan dari merokok dan mencegah kebosanan. Persamaan dengan
penelitian yang dilakukan ini adalah sama-sama mengidentifikasi persepsi
penyakit tidak menular pada mahasiswa. Perbedaannya terletak pada metode
penelitian yang menggunakan metode kuantitatif untuk mengetahui persepsi
penyakit kanker paru-paru dan teori yang digunakan adalah HBM.
3.
Park et al. (2011) melakukan penelitian berjudul “The Use of the Modified
Protection Motivation Theory to Explore Adult Consumers’ Functional
Foods Consumption Behavior”. Penelitian tersebut bertujuan untuk menguji
hubungan antara konsep-konsep dalam Protection Motivation Theory, yakni:
keparahan, kerentanan, response-efficacy, self-efficacy, niat, dan perilaku
dalam hal makanan fungsional. Tujuan lain adalah untuk mengidentifikasi
profil konsumen makanan fungsional didasarkan pada konsep Protection
Motivation Theory. Hasilnya ditemukan bahwa response-efficacy adalah
prediktor signifikan dari niat tapi tidak pada perilaku. Self-efficacy adalah
satu-satunya bagian yang secara signifikan dapat memprediksikan niat serta
perilaku. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan ini adalah sama-sama
menggunakan kerangka Protection Motivation Theory untuk meneliti
9
perilaku konsumsi makanan. Perbedaannya terletak pada disain penelitian
yang dilakukan secara kuantitatif dan variabel penelitian yang berbeda.
4.
Thrul et al. (2013) melakukan penelitian berjudul “Adolescents’ protection
motivation and smoking behavior”. Penelitian tersebut menguji penerapan
sub-konstruksi ancaman (threat) dan penilaian untuk mengatasi (coping
appraisal) dalam memprediksi yang berhubungan dengan niat perilaku
merokok remaja dan perilaku merokok secara longitudinal. Responden
penelitian tersebut adalah remaja berusia 11-16 tahun dan bukan perokok
pada saat penelitian. Hasilnya menunjukkan bahwa self-efficacy dapat
mempengaruhi niat perilaku merokok pada remaja. Hal ini menunjukkan
bahwa kepercayaan yang tinggi dari remaja dalam kemampuan mereka untuk
menolak tawaran rokok dikaitkan dengan niat yang tinggi untuk menolak
tawaran tersebut, yang pada akhirnya, berhubungan dengan perilaku. Faktor
lainnya seperti persepsi kerentanan dan keterancaman mungkin tidak
mempengaruhi niat perilaku merokok dan perilaku merokoknya, karena
kerentanan biasanya dirasakan pada usia yang lebih dewasa. Dapat dikatakan
bahwa pada usia remaja persepsi ancaman dari merokok tidak menjadi
penentu utama dalam perilaku merokok remaja. Persamaan dengan penelitian
yang dilakukan ini adalah sama-sama menggunakan kerangka Protection
Motivation Theory dan meneliti masalah persepsi keterancaman perilaku
merokok. Perbedaannya terletak pada disain penelitian yang dilakukan secara
kuantitatif dan tidak meneliti perilaku lainnya, yakni perilaku aktivitas fisik
dan pola makan yang sehat.
Dari beberapa penelitian di atas, pembaruan dari penelitian ini adalah
melakukan penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi untuk menggali
gaya hidup mahasiswa di Yogyakarta terkait dengan perilaku merokok, perilaku
makan dan aktivitas fisik sebagai upaya proteksi penyakit kardiovaskuler dengan
mengadopsi Protection Motivation Theory.
Download