STUDI POLIMORFISME PROTEIN DARAH DAN KARAKTERISTIK GENETIK EKSTERNAL AYAM ARAB PERIODE PRODUKSI SKRIPSI DESI ARYANTI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 1 RINGKASAN Desi Aryanti. D1407066. 2011. Studi Polimorfisme Protein Darah dan Karakteristik Genetik Eksternal Ayam Arab Periode Produksi. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Sri Darwati, M.Si. Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Iman Rahayu Hidayati Soesanto, M.S. Secara genetis ayam Arab tergolong galur ayam buras yang unggul karena memiliki kemampuan produksi telur yang tinggi. Selain itu, ayam Arab juga mempunyai potensi untuk disilangkan guna perbaikan bibit ayam buras asli Indonesia sehingga didapatkan jenis ayam baru yang memiliki produksi telur yang tinggi dan daging yang disukai masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui polimorfisme genetik pada ayam Arab melalui analisis protein darah. Selanjutnya, polimorfisme protein darah ini akan dikaitkan dengan produksi telur ayam Arab yang dipelihara pada suhu lingkungan kandang berbeda. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk melengkapi data karakteristik genetik eksternal seperti warna bulu, pola warna bulu, warna shank, dan bentuk jengger pada ayam Arab yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Penelitian ini dilaksanakan di Darmaga, Bogor. Materi yang digunakan pada penelitian ini yaitu ayam Arab betina dewasa (umur 34 minggu) sebanyak 134 ekor yang diamati karakteristik genetik eksternalnya, kemudian dari sejumlah ayam tersebut dipilih 30 ekor untuk dipelihara dan dicatat produksi telurnya selama 20 hari. Ayam Arab tersebut dikelompokkan berdasarkan jarak antar tulang pubis, yaitu jarak tulang pubis lebar, sedang, dan sempit. Pada akhir periode pencatatan produksi telur, masing-masing sampel darah ayam diambil untuk dilakukan analisis protein darah dengan metode elektroforesis. Hasil analisis protein darah menunjukkan lokus transferin dan albumin bersifat polimorfik. Pada lokus transferin ditemukan 3 alel yang membentuk 3 alternatif genotipe (TfAA, TfAB dan TfAC), sedangkan pada albumin ditemukan 3 alel yang membentuk 4 alternatif genotipe (Alb AA, AlbAB, AlbBB dan AlbBC). Frekuensi alel tertinggi pada lokus transferin yaitu alel TfA (0,57), sedangkan pada lokus albumin yaitu alel AlbB (0,58). Alel A, B, dan C pada lokus transferin secara genetik berpengaruh meningkatkan produksi telur ayam Arab dengan nilai efek gen secara berurutan masing-masing sebesar 7,0975 (alel B), 5,9575 (alel C) dan 1,8732 (alel A). Begitu pula alel A (2,1635) dan B (0,0209) pada lokus albumin, sedangkan alel C (-2,3355) berpengaruh menurunkan produksi telur. Hasil uji-t untuk mengetahui pengaruh produksi telur ayam Arab yang dipelihara pada suhu kandang yang berbeda dan pengelompokan berdasarkan jarak tulang pubis yang berbeda menunjukkan bahwa rataan produksi telur ayam Arab yang dipelihara pada kandang suhu panas (± 30 oC) justru lebih tinggi dibandingkan dengan ayam yang dipelihara pada kandang suhu lingkungan (± 25 oC). Pengelompokan ayam Arab berdasarkan jarak tulang pubis yang berbeda menunjukkan tidak adanya pengaruh jarak tulang pubis, baik untuk jarak pubis besar, sedang dan kecil terhadap produksi telur ayam Arab yang dipelihara pada kandang suhu lingkungan (P > 0,05). Namun, ayam Arab yang dipelihara pada kandang suhu i panas menunjukkan adanya perbedaan produksi telur antara ayam dengan jarak tulang pubis besar yang dibandingkan dengan ayam dengan jarak tulang pubis kecil (P < 0,05) serta ayam dengan jarak tulang pubis sedang yang dibandingkan dengan ayam dengan jarak tulang pubis kecil (P < 0,05), tetapi tidak ada perbedaan produksi telur antara ayam dengan jarak tulang pubis besar bila dibandingkan dengan ayam dengan jarak tulang pubis sedang (P > 0,05). Hasil pengamatan karakteristik genetik eksternal menunjukkan bahwa frekuensi gen pengontrol tertinggi pada ayam Arab adalah warna bulu berwarna (ii), pola bulu liar (e_+), kerlip bulu emas (ss), corak bulu lurik (BB), warna shank hitam (idid), dan bentuk jengger tunggal (pp). Berdasarkan nilai heterozigositasnya ayam Arab memiliki warna bulu, pola bulu, corak bulu dan bentuk jengger yang seragam (h=0,0000), sedangkan kerlip bulu dan warna shank pada ayam Arab masih bervariasi yang ditunjukkan dengan nilai heterozigositas harapan (h) masing-masing 0,3127 dan 0,0856. Kesimpulan dari hasil penelitian ini yaitu ayam Arab memiliki protein plasma albumin dan transferin yang bersifat polimorfik (beragam), tetapi sifat karakteristik genetik eksternalnya bersifat seragam. Selain itu, diketahui bahwa polimorfisme protein plasma darah ayam Arab memiliki hubungan dengan produksi telur sehingga produksi telur ayam Arab dapat dideteksi melalui polimorfisme darahnya. Kata-kata kunci: Ayam Arab, protein darah, produksi telur, karakteristik genetik eksternal ii ABSTRACT Study of Blood Protein Polymorphism and External Genetic Characteristics of Arab Chickens on Laying Period Aryanti, D., S. Darwati, and H.S. Iman Rahayu The aim of this research was to know genetic variance of Arab chickens through blood protein polymorphism analysis by using electrophoresis method. Two loci were analysed, i.e. Transferin (Tf) and Albumin (Alb). Then, this research can be used to study the effect of transferin and albumin loci to egg production characteristic of Arab chickens. In additional, the observation of external genetic characteristic also can used to identify the genetic variation of Arab chickens. A number of 134 Arab chickens were used for the observation of external genetic characteristic, then 30 laying of Arab chicken selected to record the egg production until period of 20 days. The birds were divided into 2 groups based on the cage temperature treatment, i.e. environment temperature (±25 oC) and hot temperature (±30 oC). It’s done to determine the influence of the environment, especially different cage temperature on egg productivity of Arab chicken. Furthermore, blood protein polymorphism analysed by electrophoresis method, and blood sample taken from each chickens. The result of blood protein polymorphism analysis showed that in transferin locus were identified 3 aleles forming 3 genotipes (TfAA, TfAB and TfAC) and in albumin were identified 3 aleles forming 4 genotipes (Alb AA, AlbAB, AlbBB and AlbBC). In transferin, A (0,57) gene frequency was highest than B (0,05) and C (0,38) gene frequency, in albumin B (0,58) gene frequency was highest than A (0,07) and C (0,35) gene frequency. Respectively, Arab chickens with AB genotype on all loci locus had higher (P < 0,05) egg production than other heterozygote genotype. It’s causes B gene (7,0975) in transferin and A gene (2,1635) in albumin had highest value of gene effects than other. Albumin had the heterosigosity value more higher than transferin, it is 0,54 and 0,53. The result of observation external genetic characteristic showed that the highest controlling genes external characteristic of Arab chickens are coloured (ii), wild type pattern (e_+), golden feature (ss), barred (B_), black shank coloured (idid), and single comb (pp). According to the rate of heterosigosity value, Arab chickens was homogenous with it’s value was 6,64%. The conclusion of the research are Arab chickens had uniform characteristic of genetic external, but had variance in blood protein. The blood protein polymorphism of Arab chicken can use to detect egg production. Keywords: Arab chickens, blood protein, egg production, external genetic characteristic iii STUDI POLIMORFISME PROTEIN DARAH DAN KARAKTERISTIK GENETIK EKSTERNAL AYAM ARAB PERIODE PRODUKSI DESI ARYANTI D14070066 Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Peternakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 iv Judul Nama : Studi Polimorfisme Protein Darah dan Karakteristik Genetik Eksternal Ayam Arab Periode Produksi : Desi Aryanti NIM : D14070066 Menyetujui, Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota, Ir. Sri Darwati, M.Si. NIP. 19631003 198903 2 001 Prof. Dr. Ir. Iman Rahayu H. S., M.S. NIP. 19590421 198403 2 002 Mengetahui: Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M. Agr. Sc. NIP. 19591212 198603 1 004 Tanggal Ujian: 25 Mei 2011 Tanggal Lulus: v RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 16 Februari 1990 di Ciamis, Jawa Barat. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Mamat, S.P dan Ibu Lilis Kartika. Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1995 di Sekolah Dasar Negeri 67 Pagaralam dan diselesaikan pada tahun 2001. Pendidikan lanjutan tingkat pertama dimulai pada tahun 2001 dan diselesaikan pada tahun 2004 di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 2 Pagaralam. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 4 Pagaralam pada tahun 2004 dan diselesaikan pada tahun 2007. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan. Penulis aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Produksi dan Teknologi Peternakan (HIMAPROTER) sebagai staf Infokom periode 2008-2009 dan sebagai Badan Pengawas periode 2009-2010. Penulis juga aktif dalam Organisasi Mahasiswa Daerah Ikatan Keluarga Mahasiswa Bumi Sriwijaya (OMDA IKAMUSI) di IPB sebagai staf divisi pendidikan periode 2007-2008. vi KATA PENGANTAR Alhamdulillahirobbil’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena hanya dengan rahmat dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan studi, penelitian dan penulisan skripsi dengan judul Studi Polimorfisme Protein Darah dan Karakteristik Genetik Eksternal Ayam Arab Periode Produksi. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 28 Oktober 2010 sampai dengan 28 Februari 2011 di Bogor. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Selain itu, penyusunan skripsi ini merupakan wujud peran aktif dan kontribusi dalam dunia peternakan. Penelitian ini dimulai dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan untuk mengidentifikasi karakteristik genetik eksternal ayam Arab betina periode produksi dengan menggunakan ayam Arab sebanyak 134 ekor. Selanjutnya, ayam dipilih sebanyak 30 ekor dan dikelompokkan berdasarkan ukuran pubisnya untuk dilakukan pemeliharaan dan pencatatan produksi telur selama 20 hari. Pengambilan sampel darah untuk analisis polimorfisme protein darah ayam Arab dilakukan setelah data produksi telur diperoleh atau di akhir masa pemeliharaan. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan data dasar untuk mengetahui polimorfisme protein plasma darah ayam Arab dan kaitannya terhadap produksi telur serta untuk melengkapi data karakteristik genetik eksternal ayam Arab yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya sehingga bermanfaat untuk upaya pelestarian dan pengembangan ayam Arab. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, oleh sebab itu kritik dan saran akan sangat membantu demi perbaikan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Semoga Allah SWT meridhoi karya ini. Amien. Bogor, Mei 2011 Penulis vii DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ................................................................................................. i ABSTRACT ..................................................................................................... iii LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................. iv LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. v RIWAYAT HIDUP.......................................................................................... vi KATA PENGANTAR ................................................................................... vii DAFTAR ISI .................................................................................................... viii 3 DAFTAR TABEL ............................................................................................ x 5 DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xi 5 DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xii PENDAHULUAN .......................................................................................... 15 Latar Belakang .................................................................................... Tujuan . ............................................................................................... 16 25 34 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. Ayam Arab .......................................................................................... 3 3 Karakteristik Genetik Eksternal........................................................... 4 4 Warna Bulu .............................................................................. 6 Pola Warna Bulu Primer .............................................. 6 Pola Bulu Sekunder (Corak Bulu) .............................. 7 Kerlip Bulu .............................................................................. 7 8 Warna Shank .......................................................................... 7 Bentuk Jengger ........................................................................ 810 Protein Darah ..................................................................................... 813 Polimorfisme Protein Darah ................................................................ 911 Polimorfisme Protein Plasma Transferin ................................. 1011 Polimorfisme Protein Plasma Albumin ................................. 10 Elektroforesis ........................................................................... 11 MATERI DAN METODE ............................................................................. 1311 Waktu dan Lokasi .............................................................................. 1311 Materi .................................................................................................. 1312 Metode ................................................................................................ 1415 Pencatatan Produksi Telur ...................................................... 1415 Pengambilan Sampel Darah .................................................... tuan 15 16 Teknik Elektroforesis ............................................................... 1524 Pembuatan Campuran Larutan untuk 15 Elektroforesis ............................................................... Pembuatan Gel Elektroforesis 16 viii Penetesan Sampel dan Running Teknik Pewarnaan dan Pencucian Analisis Hasil Elektroforesis Pengamatan Karakteristik Genetik Eksternal ......................... Penentuan Warna Bulu................................................. Penentuan Pola Warna Bulu ........................................ Penentuan Corak Warna Bulu ...................................... Penentuan Kerlip Warna Bulu ..................................... Penentuan Warna Shank............................................... Penentuan Bentuk Jengger ........................................... Analisis Data ....................................................................................... Analisis Deskriptif .................................................................. Frekuensi Alel Protein Plasma Darah ..................................... Frekuensi Gen Dominan dan Resesif Autosomal ................... Frekuensi Gen Dominan Terkait Kromosom Kelamin ... ... Frekuensi Alel Ganda .............................................................. Efek Gen .................................................................................. Uji Keseimbangan Hardy-Weinberg (HW) ............................ Heterozigositas ........................................................................ Uji-t ......................................................................................... 17 17 17 18 18 19 19 19 19 19 20 20 20 21 21 22 22 23 23 24 HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 25 Protein Darah ...................................................................................... 25 Protein Plasma Transferin (Tf) ............................................... 25 Protein Plasma Albumin (Alb) ............................................... 29 Produksi Telur .................................................................................... 31 Karakteristik Genetik Eksternal .......................................................... 35 Warna, Pola, Kerlip, dan Corak Bulu ..................................... 35 Warna Shank ........................................................................... 37 Bentuk Jengger ....................................................................... 38 Frekuensi Gen Pengontrol Karakteristik Genetik Eksternal 39 Heterozigositas ........................................................................ 40 KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 41 Kesimpulan ......................................................................................... 41 Saran ................................................................................................... 41 UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................................... 42 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 43 LAMPIRAN ................................................................................................... 46 ix DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Sifat Kualitatif Ayam Arab ...................................................................... 47 5 2. Kandungan Nutrien Pakan ayam Arab ..................................................... 14 3. Jarak antar Tulang Pubis Berdasarkan Umur .......................................... 15 47 4. Karakteristik Genetik Eksternal Ayam .................................................... 18 5. Frekuensi Genotipe, Heterozigositas, dan Uji Keseimbangan Hardy26 Weinberg Lokus Transferin pada Ayam Arab ........................................ 6. Produksi Telur Berdasarkan Genotipe Lokus Transferin dan 28 Albumin serta Efek Gen terhadap Produksi Telur .................................. 7. Frekuensi Genotipe, Heterozigositas, dan Uji Keseimbangan Hardy30 Weinberg Lokus Albumin pada Ayam Arab ........................................... 8. Rataan, Simpangan Baku, dan Koefisien Keragaman Produksi Telur 32 Ayam Arab .............................................................................................. 9. Persentase Fenotipe Warna, Pola, Kerlip, dan Corak Bulu pada 36 Ayam Arab .............................................................................................. 10. Persentase Fenotipe Warna Shank pada Ayam Arab .............................. 38 11. Persentase Fenotipe Bentuk Jengger pada Ayam Arab .......................... 39 12. Frekuensi Gen Dominan dan Resesif Karakteristik Eksternal pada 39 Ayam Arab .............................................................................................. 13. Heterozigositas Harapan per Individu (h) dan Rata-rata 40 Heterozigositas per Individu ( ) Ayam Arab ......................................... x DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Ayam Arab Betina dan Jantan .................................................................. 47 4 2. Susunan Pola Pita Protein Plasma Darah Ayam Kedu ............................. 17 47 3. Pola Pita Protein Hasil Analisis Plasma Darah Ayam Arab .................... 25 4. Pola Pita Protein Transferin Ayam Arab .................................................. 26 5. Pola Pita Protein Albumin Ayam Arab .................................................... 29 6. Proses Pembentukan Kerabang Telur....................................................... 34 7. Warna, Pola, Kerlip, dan Corak Bulu Ayam Arab ................................... 35 8. Warna Shank pada Ayam Arab ................................................................ 37 9. Bentuk Jengger Tunggal pada Ayam Arab .............................................. 38 xi DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Jarak Tulang Pubis, Sifat Kualitatif, Produksi Telur dan Protein Darah Ayam Arab .................................................................................... 47 47 2. Perhitungan Produksi Telur Ayam Arab .................................................. 49 47 3. Perhitungan Frekuensi Genotipe .............................................................. 49 4. Perhitungan Point of Origin (O) dan Genotypic Value ............................ 49 5. Perhitungan Frekuensi Alel ...................................................................... 49 6. Perhitungan Nilai Tengah Genotipe (m) dan Nilai Tengah Nyata (M) ...................................................................................................... . 7. Perhitungan Nilai Efek Gen ..................................................................... 8. Uji Keseimbangan Hardy-Weinberg ........................................................ 9. Perhitungan Heterozigositas Protein Darah ............................................. 50 50 52 53 10. Uji-t Pengaruh Jarak Tulang Pubis terhadap Produksi Telur pada Ayam Arab yang Dipelihara pada Kandang Suhu Nyaman ..................... 53 11. Uji-t Pengaruh Jarak Tulang Pubis terhadap Produksi Telur pada Ayam Arab yang Dipelihara pada Kandang Suhu Panas ........................ 54 12. Uji-t Pengaruh Jarak Tulang Pubis terhadap Produksi Telur pada Ayam Arab yang Dipelihara pada Kandang Suhu Lingkungan 55 dibandingkan dengan Kandang Suhu Panas ............................................. 57 13. Jumlah Ayam Arab berdasarkan Krakteristik Genetik Eksternal…. 14. Perhitungan Persentase Fenotipe Karakteristik Genetik Eksternal 57 pada Ayam Arab ....................................................................................... 15. Perhitungan Frekuensi Gen Karakteristik Genetik Eksternal pada 58 Ayam Arab ............................................................................................... 16. Perhitungan Heterozigositas (h) Karakteristik Genetik Eksternal 60 pada Ayam Arab ....................................................................................... 17. Perhitungan Simpangan Baku (SE(h)) Karakteristik Genetik 60 Eksternal pada Ayam Arab...................................................................... 18. Perhitungan Rata-rata Heterozigositas ( dan Simpangan Baku 62 Rata-rata Heterozigositas (SE ( .......................................................... xii PENDAHULUAN Latar Belakang Ayam Arab merupakan ayam tipe petelur unggul karena memiliki kemampuan bertelur yang cukup tinggi . Ayam Arab memiliki ciri-ciri antara lain bersifat lincah, agak liar, tidak mengeram, daya seksual pada jantan tinggi, kemampuan memproduksi telur yang tinggi, dan berpostur tubuh ramping. Keunggulan yang dimiliki ayam Arab menyebabkan ayam tersebut sering disilangkan dengan ayam jenis lain guna memperoleh bibit ternak unggul khususnya dalam produksi telur. Namun, perkawinan alami yang tidak terkontrol dapat menyebabkan keragaman genetik yang tinggi pada suatu populasi sehingga dapat menyebabkan menurunnya produktivitas ayam Arab tersebut. Keragaman genetik yang sering disebut juga dengan polimorfisme genetik merupakan salah satu klasifikasi sifat kualitatif dalam arti luas. Keragaman genetik suatu ternak dapat diketahui pada tingkat gen (genotipe) maupun penampakan luar (fenotipe). Penentuan keragaman genetik pada tingkatan gen salah satunya dapat dilakukan menggunakan fraksi-fraksi protein darah melalui polimorfisme proteinnya dengan metode elektroforesis, yaitu suatu cara analisis kimiawi yang didasarkan pada pergerakan molekul-molekul protein bermuatan di dalam medan listrik. Pola protein yang berbeda-beda pada hasil elektroforesis menunjukkan variasi fenotipe yang mewakili genotipe individu dan akan menghasilkan perbedaan distribusi frekuensi gen pada suatu populasi. Karakteristik genetik eksternal pada ayam dapat dilakukan melalui pengamatan fenotipe meliputi warna bulu, kerlip bulu, warna shank, dan bentuk jengger serta produksi telur. Identifikasi melalui karakteristik genetik eksternal lebih mudah dilakukan dibandingkan cara elektroforesis. Polimorfisme darah diatur secara genetis oleh pasangan alel, sedangkan keragaman genetik dapat dilihat dari karakter alel dari lokus tertentu yang merupakan ekspresi dari gen tertentu. Polimorfisme protein darah khususnya pada ternak ayam dapat dilihat dari protein albumin dan transferin yang berkaitan terhadap produksi telur. Beberapa penelitian menemukan tiga alel yang berbeda dari hasil identifikasi lokus pada masing-masing protein darah tersebut, yaitu alel A, B, dan C sehingga akan ditemukan beberapa macam genotipe yang dapat digunakan untuk seleksi ayam yang mempunyai produktivitas telur tertinggi. 1 Produksi telur ayam selain ditentukan dari segi genetik juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Lingkungan yang kurang mendukung akan mengakibatkan produksi telur menurun meskipun mempunyai genetik yang baik. Salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap produksi telur adalah suhu lingkungan pada tempat pemeliharaan. Suhu lingkungan yang nyaman akan meningkatkan produksi telur karena sifat genetik akan muncul secara optimal bila diberikan lingkungan yang optimal pula, sedangkan suhu yang terlalu tinggi akan menurunkan produksi telur karena ayam mengalami stres panas. Tujuan Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui polimorfisme genetik pada ayam Arab melalui analisis protein darah. Selanjutnya, polimorfisme protein darah ini dikaitkan dengan produksi telur ayam Arab pada suhu lingkungan kandang yang berbeda. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk melengkapi data karakteristik genetik eksternal seperti warna bulu, pola warna bulu, warna shank, dan bentuk jengger pada ayam Arab yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. 2 TINJAUAN PUSTAKA Ayam Arab Berbagai alasan muncul berkaitan dengan asal-usul penamaan ayam Arab. Beberapa sumber mengatakan bahwa asal mula disebut ayam Arab karena awalnya dibawa dari kepulangan ibadah haji dari tanah Arab. Sumber lain menyebutkan penamaan ayam Arab dikarenakan pejantan ayam Arab memiliki libido (keinginan kawin) yang tinggi dan ayam betinanya memiliki bulu dari kepala sampai leher membentuk jilbab apabila dilihat dari jauh. Ayam ini bukan merupakan ayam asli Indonesia melainkan berasal dari Belgia (Natalia et al., 2005). Ayam Arab yang banyak ditemukan di Indonesia merupakan hasil persilangan dengan berbagai jenis ayam, baik ayam lokal maupun ayam ras (Nataamijaya et al., 2003). Ayam Arab lebih tahan penyakit dan tahan perubahan iklim (Yusdja et al., 2005), sehingga berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia dan juga dapat disilangkan dengan ayam lokal lain untuk memperoleh produksi telur yang lebih tinggi dengan kualitas daging yang lebih baik (Sulandari et al., 2007). Ayam Arab ada dua jenis, yaitu ayam Arab silver (brakel kriel-silver) dan ayam Arab golden (brakel kriel-gold). Dalam perkembangannya di masyarakat ayam Arab silver lebih banyak dikenal dan dibudidayakan dibandingkan ayam Arab golden. Kedua jenis ayam Arab ini dibedakan pada warna bulunya sesuai dengan namanya. Ayam Arab silver mempunyai warna bulu dari kepala hingga leher putih keperakan dan warna bulu totol hitam putih/ lurik hitam putih. Ayam Arab golden memiliki ciri khas warna bulu pada kepala sampai leher merah keemasan dan warna bulu badan totol merah keemasan (Natalia et al., 2005). Ayam Arab merupakan salah satu jenis ayam petelur unggul yang mulai banyak dikembangkan di Indonesia karena memiliki penampilan yang lebih menarik dibandingkan dengan ayam buras biasa, produktivitas telurnya tinggi hampir menyerupai produktivitas ayam petelur ras dan memiliki karakteristik telur yang menyerupai ayam Kampung (Natalia et al., 2005). Ayam Arab merupakan ayam petelur unggul yang digolongkan ke dalam ayam tipe ringan dengan bobot badan umur 52 minggu mencapai 2.035,60 ±115,7 g pada jantan dan 1.324,70 ±106,47 g pada betina (Nataamijaya et al., 2003). Produksi telur ayam Arab yang tinggi yaitu 190-250 butir/tahun dengan bobot telur 30-35 g dan hampir tidak memiliki sifat 3 mengeram sehingga waktu bertelur menjadi lebih panjang (Natalia et al., 2005; Sulandari et al., 2007). Telur ayam Arab berwarna putih karena memiliki gen dominan yang berasal dari ayam ras impor, walaupun di Indonesia telah mengalami perkawinan silang dengan ayam lokal. Bobot telur ayam Arab yaitu 34,24±1,38 g per butir dengan umur pertama bertelur yaitu 168,52±3,20 hari dan produksi telur per periode 6 bulan yaitu 51,41±4,61%. Natalia et al. (2005) menyataan bahwa ayam Arab memiliki daging yang tipis dan kulit yang berwarna hitam sehingga daging ayam Arab kurang disukai konsumen, disamping bobot afkirnya tergolong rendah yaitu hanya mencapai 1,1-1,2 kg. Gambar 1. Ayam Arab Betina (kiri) dan Jantan (kanan) Nataamijaya et al. (2003) menyatakan ayam Arab memiliki sifat kualitatif antara lain memiliki jengger bentuk tunggal tegak bergerigi (Serrated Single Comb) dan berwarna merah dengan ukuran jengger pada betina jauh lebih kecil daripada jantan, pial berwarna merah, memiliki warna bulu lebih homogen dengan warna dasar hitam dihiasi warna putih di daerah kepala, leher, dada, punggung dan sayap, serta berwarna putih pada paruh, kulit, dan sisik kaki. Ayam Arab memiliki tingkah laku diantaranya sangat mudah ketakutan, mempunyai sifat liar, dan mudah terkejut. Karakteristik Genetik Eksternal Karakteristik genetik eksternal disebut juga sifat dari suatu individu ternak yang tampak dari luar atau dengan kata lain yaitu fenotipe. Hal tersebut sesuai dengan Hardjosubroto (1999) yang menyatakan bahwa penampilan suatu individu 4 yang nampak dari luar disebut fenotipe. Warwick et al. (1990) mendefinisikan sifat fenotipe sebagai suatu penampakan luar atau sifat-sifat lain dari suatu individu yang dapat diamati atau dapat diukur. Selanjutnya, Hardjosubroto (1999) menjelaskan bahwa fenotipe ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Fenotipe individu dapat dibedakan atas yang bersifat kualitatif dan yang bersifat kuantitatif. Sifat kualitatif adalah sifat yang tidak dapat diukur tetapi dapat dibedakan dan dikelompokkan secara tegas, misalnya warna bulu, bentuk jengger, ada tidaknya tanduk atau sebagainya. Sifat ini dikendalikan oleh satu atau beberapa gen dan sedikit atau tidak sama sekali dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Sifat kuantitatif adalah sifat yang dapat diukur, misalnya produksi susu, produksi telur, pertambahan berat badan harian, dan sebagainya. Sifat ini dikendalikan oleh banyak pasang gen dan juga banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Ayam Arab memiliki fenotipe yang seragam, yaitu pada jantan bentuk jengger tunggal, tegak, dan berukuran relatif besar dibandingkan ayam lain serta berwarna terang, jengger betina bersifat sama dengan jantan hanya ukurannya agak lebih kecil (Nataamijaya, 2000). Sifat kualitatif ayam Arab disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Sifat Kualitatif Ayam Arab Sifat Kualitatif Jantan Betina Warna Badan (Bulu) bintik putih/bintik merah bintik putih/bintik merah Warna Kulit hitam hitam Bentuk Jengger tunggal dan tegak, tunggal berukuran kecil berukuran relatif lebih dibanding jantan tapi relatif besar dibanding jenis lebih besar dibanding jenis ayam lain betina lain dan ada yang rebah Warna Jengger merah muda terang merah pucat Warna Kaki hitam hitam Warna Kerabang Telur - bervariasi, yaitu putih, putih kekuningan, dan cokelat Sumber: Natalia et al. (2005) 5 Warna Bulu Warna bulu ayam dipengaruhi oleh adanya pigmen melanin (Crawford, 1990). Pigmen melanin terbagi menjadi dua tipe, yaitu eumelanin yang membentuk warna hitam dan biru pada bulu, dan feomelanin yang membentuk warna merahcokelat, salmon, dan kuning tua (Searle, 1968; Brumbaugh, 1968). Kerja pigmen melanin ini diatur oleh gen I (inhibitor) sebagai gen penghambat produksi melanin dan gen i sebagai gen pemicu produksi melanin sehingga ada dua sifat utama pada sifat warna bulu ayam, yaitu sifat berwarna dan sifat tidak berwarna. Warna bulu putih pada ayam yang membawa gen I (inhibitor) adakalanya resesif terhadap warna bulu lain. Begitu pun warna bulu pada ayam yang membawa gen i (gen pembawa sifat warna) tidak selalu hitam tergantung ukuran dan pengaturan granula pigmen. Sifat inhibitor merupakan sifat dominan tidak lengkap pada heterozigot (Ii) yang ditunjukkan oleh adanya spot dan garis hitam pada bagian bulu ayam saat masih muda dan bulu akan sebagian ataupun sepenuhnya hitam pada ayam dewasa (Hutt, 1949). Pola Warna Bulu Primer Distribusi melanin pada bulu primer akan menimbulkan pola bulu yang disebut pola warna bulu primer. Pola warna ini dipengaruhi oleh faktor pendistribusian dan penghambatan distribusi eumelanin. Warna hitam solid dengan simbol E diekspresikan pada penampilan bulu hitam di seluruh bagian bulu dan biasa terlihat pada permukaan bulu yang dibatasi pada leher, bulu besar sayap, dan ekor (Hutt, 1949). Faktor pendistribusi eumelanin pada lokus E terdiri dari tiga alel, yaitu E (hitam polos), e+ (tipe liar), dan e (columbian) yang setelah diteliti kemudian terdiri dari delapan alel, yaitu Extended black (E)> Birchen (ER)> Dominant wheaten (eWh)> wild type (e+) >Brown (eb)> Speckled (es)> Butterrcup (ebc)> Recessive wheaten (ey) (Crawford, 1990). Smyth (1976) menyatakan kerja alel dari lokus E ini bisa pula dibatasi oleh beberapa alel yang bersifat membatasi distribusi eumelanin pada bulu primer, yaitu alel Db (dark brown), Co (columbian), dan Mh (mahagony). Kerja ketiga alel ini akan berpengaruh bila berinteraksi dengan lokus E pada bagian punggung, sayap, kaki, dan bulu ekor. 6 Pola Bulu Sekunder (Corak Bulu) Distribusi melanin pada bulu sekunder akan menimbulkan pola bulu yang disebut pola bulu sekunder atau istilah lainnya adalah corak bulu. Corak bulu pada ayam ada dua jenis corak, yaitu lurik/burik (barred) dilambangkan dengan gen B dan tidak lurik (non barred) dilambangkan b. Gen pola bulu barred (B) bersifat dominan tidak lengkap dan penampilannya bervariasi yang disebabkan oleh faktor jenis kelamin dan pertumbuhan bulu. Ayam betina gen terkaitnya bersifat hemizigot, sedangkan pada jantan bisa bersifat homozigot atau heterozigot. Kerja gen B ini adalah menghambat deposisi melanin dan akan menimbulkan palang-palang putih pada warna dasar hitam sehingga bulu terlihat hitam bergaris-garis putih (Hutt, 1949). Kerlip Bulu Warna kerlip pada lapisan bulu utama dinamakan kerlip bulu yang terdiri dari kerlip perak (Silver dan dilambangkan dengan gen S) dan emas (dilambangkan dengan gen s). Kerlip bulu ditemukan pada ayam yang berbulu hitam polos sampai yang putih sekalipun, namun kurang terlihat pada ayam yang memiliki gen autosomal merah atau yang memiliki bulu dengan kombinasi warna yang keragamannya sangat kompleks. Gen pembawa sifat kerlip bulu terdapat pada kromosom kelamin (Hutt, 1949). Gen S (silver) dan s (emas) terletak di kromosom sex dan alel ini berguna pada persilangan komersial untuk mengidentifikasi jenis kelamin anak ayam yang baru ditetaskas (Crawford, 1990). Warna Shank Karakteristik warna shank kuning (Co) atau putih (I) disebabkan oleh kurangnya kandungan melanin pada jaringan kulit luar (epidermis); kandungan melanin pada lapisan kulit luar dikontrol oleh gen resesif yang ditandai dengan warna shank hitam (Hutt, 1949). Deposisi melanin pada lapisan dermis kulit cakar ayam menyebabkan dua warna, yaitu warna cakar kuning/putih (gen Id) dan warna cakar hitam (gen id). Dunn (1925) menyatakan bahwa kerja gen Id adalah menghambat deposisi melanin di lapisan dermis kulit sehingga kulit kekurangan melanin dan berwarna kuning atau putih, sedangkan gen yang membawa sifat deposisi melanin pada lapisan dermis adalah gen resesif id yang bisa dalam kondisi homozigot atau hemizigot. 7 Selanjutnya diterangkan bahwa gen dominan Id tidak bersifat dominan penuh, hal ini terlihat jelas pada individu heterozigot yang ternyata memiliki bintik-bintik melanin cukup banyak pada permukaan kulit sehingga warna cakar terlihat bukan hitam, tapi abu-abu. Bentuk Jengger Bentuk jengger menurut Hutt (1949) terbagi dalam 4 bagian yaitu bentuk ros, kapri, tunggal, dan walnut (kemiri). Selanjutnya Hutt (1949) menjelaskan bahwa sifat gen dominan tidak penuh dibawa oleh dua gen R (Ros) dan P (pea/kapri). Kedua gen ini akan muncul ekspresinya jika gen lainnya dalam keadaan resesif homozigot, misalnya R-pp akan berfenotipe jengger berbentuk ros dan rrP- berekspresi jengger bentuk kapri. Apabila dominan R berada bersama-sama dengan dominan P, maka akan menyebabkan jengger berbentuk walnut (Hardjosubroto, 1999). Bentuk jengger walnut memiliki empat kemungkinan genotipe, yaitu PPRR, PpRR, PPRr atau PpRr (Crawford, 1990). Hutt (1949) menyatakan sifat jengger tunggal akan muncul dalam bentuk homozigot resesif rrpp. Selanjutnya dijelaskan oleh Hutt (1949) bahwa bentuk jengger mampu menjelaskan bobot badan yang dimiliki oleh ayam tersebut, karena menurutnya besar jengger sangat berkorelasi positif terhadap bobot hidup ayam, nilai korelasinya mencapai 0,85 sampai 0,96. Protein Darah Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian, yaitu plasma darah dan sel darah. Darah tersusun atas cairan plasma, garam-garam, bahan kimia lainnya, eritrosit (sel darah merah), dan leukosit (sel darah putih). Plasma darah terdiri atas protein (albumin, globulin dan fibrinogen), lemak dalam bentuk kolesterol, fosfolpid, lemak netral, asam lemak, dan mineral anorganik terutama kalsium, potasium dan iodium. Berat darah pada unggas adalah 8% dari berat tubuh anak ayam umur 1-2 minggu dan 6% dari berat tubuh ayam dewasa (Yuwanta, 2008). Frandson (1992) menyatakan bahwa plasma darah terdiri dari air sebanyak 92% dan zat-zat lain sebanyak 8%. Zat-zat lain itu 90% berupa protein dan 0,9% berupa bahan anorganik, sedangkan sisanya adalah bahan organik yang bukan protein. 8 Protein adalah polimer panjang yang tersusun atas asam-asam amino yang terikat secara kovalen oleh ikatan-ikatan peptida (Stansfield dan Elrod, 2002). Kadar protein plasma pada unggas berkisar antara 30-75 mg/ml. Protein plasma pada hewan vertebrata tingkat tinggi dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu fibrinogen, globulin, dan albumin. Fibrinogen bertanggung jawab dalam proses pembentukan darah. Globulin bertanggung jawab dalam berbagai fungsi, terutama yang berkaitan dengan reaksi kekebalan (imun) dan transfer molekul tertentu seperti hormon, vitamin, dan zat besi. Sementara albumin bertanggung jawab mempertahankan volume plasma (Isnaeni, 2010). Protein darah dihasilkan melalui proses transkripsi DNA (asam dioksiribonukleat) dan translasi RNA (asam ribonukleat). Susunan asam amino dan jumlah protein dalam darah sangat ditentukan oleh gen-gen yang mengkodenya (Stansfield dan Elrod, 2002). Penentuan fraksi-fraksi protein darah dapat digunakan untuk menentukan karakteristik genetik ternak tersebut melalui polimorfisme proteinnya (Warwick et al., 1990). Polimorfisme Protein Darah Polimorfisme merupakan variasi genetik yang terjadi pada tingkat DNA dan protein, serta seringkali terekspresikan dalam bentuk fenotipe-fenotipe yang berbeda pada suatu populasi. Polimorfisme dapat muncul pada tiga tingkatan antara lain pada tingkat kromosom, gen, dan pada restriksi fragmen DNA yang polimorfik (Stansfield dan Elrod, 2002). Harris (1994) menyatakan bahwa jika suatu populasi yang anggota-anggotanya memiliki dua atau lebih fenotipe protein yang dikode oleh dua alel atau lebih pada suatu lokus gen tertentu, maka hal tersebut dikenal dengan istilah polimorfisme. Lebih lanjut dijelaskan bahwa suatu lokus disebut polimorfik apabila frekuensi alel tidak lebih besar dari 0,99. Polimorfisme merupakan hasil utama dari aksi gen yang sangat bermanfaat dalam penelitian biologi dasar, terutama untuk menentukan asal usul ternak, menyusun hubungan filogenetis antar spesies dan bangsa atau kelompok-kelompok dalam spesies. Secara umum diantara jenis protein darah yang sudah diketahui bersifat polimorfik adalah globulin (transferin), albumin, enzim-enzim darah dan hemoglobin (Warwick et al., 1990). Hasil penelitian Wulandari (2008) mengenai analisis elektroforesis protein plasma darah ayam Kedu dengan menggunakan gel poliakrilamid menunjukkan 4 lokus yang bersifat polimorfik diantaranya adalah pre9 albumin (Palb), albumin (Alb), tansferin (Tf), dan post-transferin (Ptf). Pada ayam Kampung ditemukan empat macam lokus protein yang polimorfik yaitu hemoglobin, albumin, post-albumin, dan transferin (Johari, 1999). Polimorfisme Protein Plasma Transferin Transferin memiliki kisaran berat molekul sebesar 85.000 Dalton (Da). Hasil penelitian Johari et al. (2008) pada ayam Kedu menunjukkan bahwa lokus transferin (Tf) dikontrol oleh dua alel, yaitu TfB dan TfC. Pita yang bergerak lebih cepat ke arah kutub positif dinamakan alel B, sedangkan pita yang bergerak lebih lambat dinamakan alel C. Kedua alel tersebut dapat membentuk karakter heterozigot BC. Ismoyowati (2008) melaporkan hasil identifikasi fenotipe atau genotipe lokus transferin pada itik Tegal diperoleh tiga alel atau gen yang kombinasinya membentuk empat macam genotipe yaitu, TfAA, TfAB, TfBB dan TfBC dengan masing-masing frekuensi gen TfA adalah 0,25676, frekuensi gen TfB adalah 0,64865 dan frekuensi gen TfC adalah 0,09459. Genotipe homosigot TfAA memiliki potensi produksi telur paling tinggi dibanding dengan genotipe lainnya (104 butir). Genotipe heterosigot TfAB dengan alel atau gen TfA dominan terhadap alel atau gen TfB, sehingga kombinasi antara keduanya menyebabkan menurunnya potensi produksi telur (87 butir). Genotipe homosigot TfBB memiliki potensi produksi telur paling rendah (84 butir). Genotipe heterosigot TfBC dengan alel atau gen TfC dominan terhadap alel TfB, sehingga kombinasi antara keduanya menyebabkan potensi produksi telur yang lebih tinggi dibanding genotipe TfBB (94butir). Polimorfisme Protein Plasma Albumin Albumin memiliki berat molekul sebesar 69.000 Dalton (Da). Pita albumin terlihat jelas karena albumin memiliki bentuk pita yang sangat tebal jika dibandingkan dengan pita-pita lain. Polimorfisme protein darah ayam Kedu diperoleh 2 alel yaitu B dan C dengan nilai frekuensi gen masing-masing yaitu 0,525 dan 0,475 (Johari et al., 2008). Identifikasi lokus albumin pada itik Tegal diperoleh tiga alel atau gen yang kombinasinya membentuk lima macam genotipe, yaitu Alb AA, AlbAB, AlbAC, AlbBB dan AlbBC dengan frekuensi gen atau alel A yaitu 0,20186, frekuensi gen atau alel B sebesar 0,47205 dan frekuensi gen atau alel C sebesar 0,32609. Genotipe homosigot AlbAA memiliki potensi telur paling tinggi (97 butir). Genotipe heterosigot AlbAB 10 dengan alel atau gen AlbB dominan terhadap alel AlbA, sehingga kombinasi antara keduanya menyebabkan menurunnya potensi produksi telur (85,50 butir). Genotipe heterosigot AlbAC (88 butir) dengan alel atau gen AlbC dominan terhadap alel AlbA, sehingga kombinasi antara keduanya menyebabkan potensi produksi telur yang lebih rendah dibanding genotipe AlbAA. Genotipe homosigot AlbBB memiliki potensi produksi telur paling rendah (80,50 butir). Genotipe heterosigot AlbBC (96 butir) dengan alel atau gen AlbC dominan terhadap alel AlbB, sehingga kombinasi antara keduanya menyebabkan potensi produksi telur yang lebih tinggi dibanding genotipe AlbBB (Ismoyowati, 2008). Elektroforesis Elektroforesis adalah suatu teknik pemisahan molekul selular berdasarkan atas ukurannya dengan menggunakan medan listrik yang dialirkan pada suatu medium yang mengandung sampel yang akan dipisahkan. Teknik ini dapat digunakan dengan memanfaatkan muatan listrik yang ada pada makromolekul, misalnya DNA yang bermuatan negatif. Jika molekul yang bermuatan negatif dilewatkan melalui suatu medium, misalnya gel agarose, kemudian dialiri arus listrik dari satu kutub ke kutub yang berlawanan muatannya, maka molekul tersebut akan bergerak dari kutub negatif ke kutub positif. Kecepatan gerak molekul tersebut tergantung pada nisbah (rasio) muatan terhadap massanya, serta tergantung pula pada bentuk molekulnya (Yuwono, 2005). Yuwono (2005) menyatakan bahwa teknik elektroforesis dapat digunakan untuk analisis DNA, RNA maupun protein. Secara umum, teknik elektroforesis protein kadang-kadang disebut analisis allozyme (Feldhamer et al., 1999). Elektroforesis protein pada dasarnya dilakukan dengan prinsip serupa seperti yang digunakan dalam elektroforesis DNA, namun gel yang digunakan adalah gel poliakrilamid. Protein yang dielektroforesis dapat dianalisis dengan pengecatan menggunakan Coomassie blue. Senyawa ini biasanya ditambahkan bersama-sama dengan sampel. Pengecatan protein dapat juga dilakukan dengan larutan perak nitrat yang lebih sensitif dibanding dengan Coomassie blue (Yuwono, 2005). Teknik elektroforesis merupakan suatu teknik yang relatif sederhana dan cepat, dan dengan demikian banyak genotipe dapat diidentifikasi dengan hanya bekerja satu hari di laboratorium. Elektroforesis tidak hanya digunakan untuk 11 mendeteksi variasi gen dari suatu individu tetapi dapat juga digunakan untuk menduga variasi genetik dalam suatu populasi. Selain itu, hasil elektroforesis terhadap protein dapat digunakan untuk memperkirakan hubungan dalam filogeni (Feldhamer et al., 1999). 12 MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2010 sampai bulan Februari 2011. Pengamatan karakteristik eksternal, pencatatan produksi telur, dan pengambilan sampel darah dilakukan di Laboratorium Lapang Ternak Unggas Blok B. Analisis protein darah dilakukan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Materi Materi yang digunakan pada penelitian ini yaitu ayam Arab betina dewasa (umur 34 minggu) sebanyak 134 ekor yang diamati karakteristik genetik eksternalnya, kemudian dari sejumlah ayam tersebut dipilih 30 ekor untuk dipelihara dan dicatat produksi telurnya selama 20 hari. Sampel darah untuk analisis elektroforesis diambil dari 30 ayam Arab tersebut dan pengambilan sampel darah dilakukan pada akhir periode pencatatan produksi telur. Pada akhir periode pencatatan produksi telur, masing-masing ayam diambil sampel darahnya untuk dilakukan analisis protein darah dengan metode elektroforesis. Materi yang digunakan selama pemeliharaan ayam Arab yaitu pakan, vaksin, vitamin dan air minum. Pakan yang digunakan yaitu pakan komplit ayam petelur dewasa umur 19 minggu produksi 65% dengan merk dagang Gold Coin 105-M. Kandungan nutrien pakan disajikan pada Tabel 2. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis elektroforesis protein darah terdiri dari alkohol 70%, natrium ethylene diamine tetra acetic acid (EDTA) sebagai anti koagulan, akrilamid, bisakrilamid, gliserin, Destilation Water (DW), tris, HCl, amonium peroksodisulfat (APS), TEMED, glisin, bromphenol blue, methanol, asam asetat, dan Coomasie brilliant blue. Peralatan yang digunakan untuk pemeliharaan selama pencatatan produksi telur terdiri dari individual cage berukuran 30x20x25 cm, tempat pakan, tempat minum, termometer dan alat kebersihan. Peralatan yang dibutuhkan dalam persiapan sampel darah adalah alat suntik 2,5 ml, tabung eppendorf 2,5 ml, termos es, kapas dan lemari pendingin. Alat yang digunakan untuk analisis pola protein darah terdiri dari tabung eppendorf, magnetic stirrer, centrifuge 5415 R, mikropipet, tip, gelas 13 ukur, beker glass, timbangan analitik, cawan petri, spatula, nampan plastik, oven, inkubator, seperangkat alat elektroforesis yang terdiri dari cetakan gel, bak, voltage/current regulator Kayagaki model PS-300 dan voltage regulator model EC458. Peralatan yang digunakan untuk pengamatan sifat karakteristik genetik eksternal adalah lembar data, alat tulis, dan kamera digital. Tabel 2. Kandungan Nutrien Pakan Ayam Arab Nutrien Kadar Air Persentase (%) Maks. 13 Protein Kasar 16-18 Serat Kasar Maks 6 Lemak Min. 3 Abu Maks. 14 Phosfor 0,6-1,0 Kalsium 3,0-4,2 Sumber :PT. Gold Coin Indonesia Keterangan: Pakan tersebut dibuat tahun 2010 dari bahan-bahan: jagung kuning, bungkil kacang kedelai, bungkil kacang tanah, tepung ikan, tepung daging, dedak padi, pollard, vitamin, trace mineral, dan antioxidant. Metode Pencatatan Produksi Telur Sebelum penelitian dimulai, ayam Arab dipilih dan dikelompokkan berdasarkan ukuran pubis, yaitu ukuran jarak antar tulang pubis lebar (3 – 4 jari atau 3,46 - 4,33 cm), jarak antar tulang pubis sedang (2 – 2,5 jari atau 2,30 - 2,86 cm), dan jarak antar tulang pubis sempit (1 – 1,5 jari atau 1,07-1,50 cm). Semakin lebar jarak antar tulang pubis, diasumsikan semakin tinggi produksi telurnya. Penentuan jarak antar tulang pubis ini mengacu pada Arbor Acres (2006) yang dapat dilihat pada Tabel 3. Selain itu, dilakukan persiapan kandang dan peralatan terlebih dahulu serta pemberian obat anti stres terhadap masing-masing ayam Arab yang dipelihara. Perlakuan suhu kandang yang diberikan selama pemeliharaan, yaitu kandang suhu lingkungan sekitar ± 25 oC (21-29 oC) dan kandang suhu panas sekitar 30 oC (24-32 o C). Ayam Arab dipelihara pada individual cage untuk mempermudah pencatatan produksi telur yang dilakukan selama 20 hari. Pemberian pakan dan air minum ad libitum serta pencatatan produksi telur dilakukan setiap pagi dan sore. 14 Tabel 3. Jarak antar Tulang Pubis Berdasarkan Umur Umur Jarak Tulang Pubis 12 minggu (84 hari) Tertutup 21 hari sebelum telur pertama 1,5 jari 10 hari sebelum telur pertama 2 – 2,5 jari Pada saat mulai bertelur 3 jari Sumber : Arbor Acres (2006) Pengambilan Sampel Darah Sampel darah diambil dari 30 ekor ayam Arab yang telah dicatat produksi telurnya selama 20 hari. Sampel darah ayam diambil dengan menggunakan spuit pada vena bagian sayap ayam sekitar 2 ml, kemudian dimasukkan ke dalam tabung eppendorf 2,5 ml yang telah diisi EDTA sebagai anti koagulan dan disimpan pada termos es. Plasma darah dipisah dari sel darah merah dengan cara disentrifugasi dengan kecepatan 8000 rpm selama 5 menit pada suhu 20 oC. Plasma darah yang telah terpisah dari sel darah merah diambil menggunakan pipet, kemudian dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang baru dan disimpan pada suhu 4 oC sampai dilakukan analisis. Teknik Elektroforesis Teknik elektroforesis vertikal dengan gel poliakrilamid digunakan untuk penentuan protein plasma darah Albumin (Alb) dan Transferin (Tf). Teknik ini dilakukan berdasarkan metode yang disarankan oleh Ogita dan Markert (1979). Bahan yang dipersiapkan terdiri atas bahan larutan gel pemisah dan larutan gel penggertak. Komposisi bahan untuk larutan gel pemisah dan larutan gel penggertak berdasarkan petunjuk Gahne et al. (1977). Pembuatan Campuran Larutan untuk Elektroforesis Bahan Gel Pemisah (I): Bahan IA: akrilamid 39 g, bis 1 g, gliserin 20 ml, ditambah H2O sampai 100 ml. Bahan IB: tris 9,15 g, HCl 1N 3 ml, ditambah H2O sampai 100 ml. Bahan IC: ammonium peroksodisulfat 0,2 g, ditambah H2O sampai 100 ml. Bahan ID: temed 0,4 ml ditambah H2O sampai 100 ml. 15 Bahan Gel Penggertak (II): Bahan IIA: akrilamide 38 g, bis 2 g, gliserin 20 ml, ditambah H2O sampai 100 ml. Bahan IIB: tris 1,5 g, HCl 1N 1 ml, ditambah H2O sampai 100 ml. Bahan IIC: amonium peroksodisulfat 0,4 g, ditambah H2O sampai 100 ml. Bahan IID: temed 0,2 ml ditambah H2O sampai 100 ml. Bahan Penyangga Elektrode (IIIA): Tris 1,5 g, glisin 7,2 g, ditambah H2O sampai 100 ml. Bahan Indikator Contoh (IVA): Tris HCl 0,5 M penyangga pH 6,8 25 ml dilarutkan dalam 40 ml gliserin, bromphenol blue 0,01% 20 ml dan H2O 15 ml. Bahan Pewarna: Untuk penentuan protein Transferin dan Albumin pada plasma darah digunakan Coomasie briliant blue 1,25 g, metanol 255 ml, asam asetat 50 ml, ditambah H2O 225 ml. Bahan Pencuci: H2O 800 ml, methanol 150 ml dan asam asetat 50 ml. Pembuatan Gel Elektroforesis Gel elektroforesis terdiri dari dua larutan, yaitu larutan gel pemisah dan penggertak. Larutan gel pemisah untuk analisis plasma darah dibuat 5% akrilamid dengan mencampurkan larutan IA, IB (HCl 1N), IC, ID, dan H2O masing-masing sebanyak 2,5; 5; 5; 2,5; dan 5 ml. Larutan gel pemisah tersebut dimasukkan ke dalam cetakan gel yang terdiri dari dua lempengan kaca dengan spacer dan penjepit. Larutan dimasukkan dengan pipet sampai ketinggian tertentu untuk menyisakan ruang gel penggertak, kemudian ditambahkan isobutanol diatasnya untuk meratakan permukaan dan larutan ditunggu hingga menjadi gel. Larutan gel penggertak untuk analisa plasma darah merupakan larutan dengan persentase gel 3% yang dibuat dengan cara mencampurkan larutan IIA, IIB (HCl 1 N), IIC, IID, dan H2O masingmasing sebanyak 0,75; 2,5; 2,5; 1,25; dan 3 ml, kemudian dimasukkan ke dalam cetakan gel setelah gel pemisah terbentuk sampai ujung bagian atas kaca yang 16 membentuk lengkungan dan dimasukkan sisir sebagai pencetak tempat sampel sebelum gel membeku. Penetesan Sampel dan Running Alat elektroforesis disiapkan, slab dipasang pada bak yang telah diberi larutan penyangga elektrode, kemudian cetakan sisir dibuka setelah larutan penyangga elektrode diisi pada bak bagian atas. Sampel darah yang sudah siap dibiarkan mencair terlebih dahulu kemudian dimasukkan ke dalam tempat sampel dalam gel dengan menggunakan pipet Hamilton yang sebelumnya dicampur dengan larutan indikator contoh. Sampel plasma darah sebanyak 0,6 μl menggunakan larutan indikator sebanyak 0,6 μl. Alat elektroforesis tersebut dihubungkan dengan Voltage/Current regulator dengan arus 35-40 mA (constant current), tegangan 100 volt selama satu jam. Teknik Pewarnaan dan Pencucian Setelah running selesai, slab dibuka untuk memisahkan gel dari lempeng kaca, kemudian gel diberi pewarna Coomasie brilliant blue pada baki plastik, dibiarkan selama 15 menit. Proses yang terakhir dilakukan adalah pencucian gel. Gel yang telah diwarnai diberi larutan pencuci sambil digoyang-goyang dan larutan pencuci diganti beberapa kali sampai jernih dan terlihat pita-pita protein plasma darah. Analisis Hasil Elektroforesis Analisis pola pita lokus protein transferin dan albumin ayam Arab diilustrasikan seperti Gambar 2 mengacu pada penelitian sebelumnya mengenai keragaman genetik ayam Kedu yang dilakukan oleh Wulandari (2008). (+) Alb Tf (-) Alb AA AA AA AA AA AA AB AB AB AB AB AB AB Tf CC CC BC BC CC CC CC BC BC BC BC BC AC Gambar 2. Susunan Pola Pita Protein Plasma Darah Ayam Kedu (Wulandari, 2008) 17 Pengamatan Karakteristik Genetik Eksternal Pengamatan karakteristik genetik eksternal menggunakan ayam Arab umur 34 minggu sebanyak 134 ekor. Pengamatan ini meliputi sifat-sifat kualitatif fenotipe yaitu warna bulu, pola warna bulu, corak bulu, kerlip bulu, warna shank, dan bentuk jengger. Lokus dan tipe gen yang mengendalikan karakteristik genetik eksternal pada ayam disajikan pada Tabel 4. Hasil pengamatan kemudian dicatat dalam tabel pengamatan yang kemudian dilanjutkan dengan analisis data. Tabel 4. Karakteristik Genetik Eksternal Ayam Ekspresi Warna Bulu Lokus Genotipe (Fenotipe) I-i I-(Putih) ii(Berwarna) Pola warna bulu E-e -e E-(Hitam) e+-(liar) ee (Pola columbian) Kerlip S-s (Terkait seks) ♂ S-(Perak) ♂ ss(Emas) ♀ S-(Perak) ♀ s-(Emas) Corak Bulu B-b (Terkait seks) ♂ B-(Bar) ♂ bb(Non-bar) ♀ B-(Bar) ♀ bb(Non-bar) Warna Cakar Id-id (Terkait seks) ♂ Id-(Kuning/putih) ♂ idid(Hitam/abu-abu) ♀ Id(Kuning/Putih) ♀ id (Hitam/abu-abu) Bentuk Jengger P-p Pp (Tunggal) P (Pea) + Sumber :Nishida et al. (1980) Penentuan Warna Bulu (Crawford, 1990) Warna bulu pada ayam dibedakan menjadi warna putih dan warna selain putih (berwarna). Penentuan warna bulu putih bila seluruh permukaan bulu pada 18 ayam berwarna putih, sedangkan berwarna apabila ditemukan warna pada permukaan bulu di sekujur tubuh ayam. Penentuan Pola Warna Bulu (Crawford, 1990) Pola warna bulu dibedakan menjadi pola warna hitam, tipe liar dan kolumbian. Penentuan pola warna hitam adalah apabila pada seluruh permukaan bulu pada ayam berwarna hitam polos, pola warna tipe liar pada jantan apabila ditemukan sebaran warna hitam pada bagian dada dan warna selain hitam pada leher, punggung dan sayap, sedangkan pada betina apabila tubuh terdiri dari campuran warna coklat dan hitam, bagian dada berwarna coklat muda, dan pola warna kolumbian apabila terdapat warna kuning keemasan pada bulu bagian leher, sayap, dan ekor. Penentuan Corak Warna Bulu (Hardjosubroto, 1999) Corak warna bulu dibedakan atas lurik dan polos. Penentuan warna lurik yaitu apabila ditemukan warna bercak-bercak hitam dengan batas-batasnya tegas dan teratur, sedangkan corak warna bulu polos apabila ditemukan hanya satu warna dalam satu bulu. Penentuan Kerlip Warna Bulu (Hutt, 1949) Kerlip warna bulu dibedakan menjadi kerlip warna silver dan gold. Kerlip warna bulu silver terdapat pada ayam yang memiliki warna bulu putih, lurik, kolumbian, bercak abu-abu. Kerlip warna bulu gold terdapat pada ayam yang memiliki warna bulu kekuning-kuningan, merah, hitam, putih, lurik emas, bercak coklat, kombinasi hitam-merah. Penentuan Warna Shank (Oluyemi dan Roberts, 1979) Warna shank pada ayam dibedakan menjadi warna kuning/putih dan hitam/ abu-abu. Warna shank kuning akibat adanya pigmen lipokrom, sedangkan warna shank hitam disebabkan adanya pigmen melanin. Penentuan Bentuk Jengger (Crawford, 1990) Bentuk jengger dibedakan menjadi bentuk jengger single dan pea. Penentuan bentuk jengger single apabila ditemukan bentuk jengger berpilah satu atau tunggal pada ayam yang memanjang di bagian kepala, sedangkan bentuk jengger pea apabila ditemukan bentuk jengger berpilah tiga yang membujur dari depan ke belakang dan pilah bagian tengah umumnya lebih tinggi dibandingkan yang lainnya. 19 Analisis Data Analisis Deskriptif Analisis deskriptif ditujukan untuk menghitung rataan produksi telur ayam Arab pada kandang yang diberi perlakuan suhu berbeda. Analisis ini dilakukan dengan menghitung nilai rataan ( ), simpangan baku (Sb) dan koefisien keragaman (KK) dengan prosedur statistik sebagai berikut (Stansfield dan Elrod, 2002) : = Sb = KK(%) = (100%) Keterangan : = rataan Sb = simpangan baku xi = ukuran ke i peubah ke x n = jumlah populasi KK = koefisien keragaman Analisis deskriptif digunakan pula untuk menghitung frekuensi fenotipe suatu sifat kualitatif yang diamati. Perhitungan frekuensi fenotipe dilakukan dengan menghitung jumlah masing-masing ayam yang mempunyai sifat kualitatif tertentu dibagi dengan jumlah populasi ayam yang diamati dikalikan 100%. Perhitungan dilakukan menggunakan formula (Minkema, 1993) sebagai berikut: Frekuensi fenotipe sifat A = x 100% Keterangan: A= salah satu sifat kualitatif yang diamati N= total populasi yang diamati Frekuensi Alel Protein Plasma Darah Frekuensi alel atau gen dihitung setelah dilakukan interprestasi atau penentuan alel dari masing-masing lokus pada protein plasma ayam Arab hasil analisis elektroforesis. Frekuensi alel dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (Nei dan Kumar, 2000): 20 Keterangan: frekuensi alel ke i = jumlah sampel yang bergenotipe ii = jumlah sampel yang bergenotipe ij N = jumlah populasi sampel Perhitungan frekuensi alel atau gen juga digunakan terhadap sifat karakteristik genetik eksternal yang meliputi perhitungan frekuensi gen dominan dan resesif autosomal, perhitungan frekuensi gen dominan terkait kromosom kelamin, dan perhitungan frekuensi alel ganda. Frekuensi Gen Dominan dan Resesif Autosomal Frekuensi gen dominan autosomal (warna bulu dan bentuk jengger) dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut (Nishida et al., 1980): q =1- ; p= 1 – q Keterangan: q = frekuensi gen dominan R = jumlah ayam yang menunjukkan sifat resesif N = jumlah seluruh ayam p = frekuensi gen resesif autosomal Frekuensi Gen Dominan Terkait Kromosom Kelamin Frekuensi gen dominan terkait kelamin (corak bulu, kerlip bulu, dan warna shank) dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut (Nishida et al., 1980): q = q♂ + q♀; p = 1 – q Keterangan: q♂ = frekuensi gen dominan pada kelompok jantan N♂ = jumlah total individu jantan q♀ = frekuensi gen dominan pada kelompok betina 21 p = frekuensi gen resesif terkait kelamin q♀ = ♀ ♀ ♀ Keterangan: R♀ = jumlah individu betina dengan ekspresi resesif N♀ = jumlah total individu betina Frekuensi Alel Ganda Frekuensi gen alel ganda (pola warna bulu) dihitung menggunakan rumus Standfield dan Elrod (2002) sebagai berikut : r = q = -r p =1-q–r Keterangan: p = frekuensi gen E q = frekuensi gen e+ r = frekuensi gen e Efek Gen Pengaruh masing-masing gen terhadap sifat produksi telur ayam Arab dihitung menurut petunjuk Pirchner (1983) sebagai berikut: Keterangan: = efek gen alel i = efek gen alel j p = frekuensi gen i q = frekuensi gen j = genotypic value 22 Uji Keseimbangan Hardy-Weinberg (HW) Uji keseimbangan Hardy-Weinberg bertujuan untuk mengetahui apakan suatu populasi berada dalam keseimbangan. Keseimbangan Hardy-Weinberg (HW) dilakukan dengan pengujian Chi-Kuadrat terhadap masing-masing lokus pada protein plasma darah ayam Arab. Uji Chi-kuadrat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Nei dan Kumar, 2000): X2 = Keterangan: = Chi-Kuadrat O = nilai pengamatan E = nilai harapan Heterozigositas Heterozigositas digunakan untuk menentukan keragaman alel (gen) pada protein plasma darah ayam Arab. Heterozigositas digunakan pula untuk mengetahui keragaman genetik ayam Arab berdasarkan karakteristik genetik eksternalnya. Nilai heterozigositas dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (Nei dan Kumar, 2000): h=1– Keterangan: h = nilai heterozigositas = frekuensi alel ke-i q = jumlah alel Rata-rata heterozigositas (H) adalah rata-rata nilai h terhadap jumlah seluruh lokus atau: H= Keterangan: h = heterozigositas per individu H = rata-rata heterozigositas per individu 23 m = jumlah alel = frekuensi gen ke-i Analisis dengan Uji-t Uji-t digunakan untuk mengetahui perbedaan rataan produksi telur ayam Arab dengan perlakuan suhu kandang yang berbeda. Uji-t menurut Walpole (1995) sebagai berikut : t= keterangan : t = nilai t hitung = rataan sampel kelompok 1 = rataan sampel kelompok 2 Sp = simpangan baku n1 = jumlah sampel kelompok 1 n2 = jumlah sampel kelompok 2 24 HASIL DAN PEMBAHASAN Protein Darah Hasil analisis elektroforesis protein plasma darah ayam Arab dengan menggunakan gel poliakrilamid menunjukkan 2 lokus protein yang polimorfik diantaranya adalah transferin (Tf) dan albumin (Alb). Penentuan alel dari masingmasing lokus tersebut dilakukan dengan cara melihat pita-pita protein yang muncul atau sering disebut band (pita) pada gel poliakrilamid. Pola pita protein hasil analisis plasma darah pada ayam Arab dapat dilihat pada Gambar 3. Tf Alb Gambar 3. Pola Pita Protein Hasil Analisis Plasma Darah Ayam Arab Protein Plasma Transferin (Tf) Hasil identifikasi genotipe lokus transferin pada ayam Arab diperoleh tiga alel atau gen yang kombinasinya dapat membentuk enam macam genotipe, yaitu TfAA, TfAB, TfBB, TfAC, TfBC, dan TfCC. Namun, pada penelitian ini hanya ditemukan tiga macam genotipe, yaitu TfAA, TfAB, dan TfAC, sedangkan tiga genotipe lainnya tidak ditemukan pada lokus transferin ayam Arab. Pita yang bergerak lebih cepat ke arah anoda dinamakan alel A, sedangkan pita yang bergerak paling lambat dinamakan alel C. Alel B berada diantara alel A dan C. Pola pita protein plasma transferin dapat dilihat pada Gambar 4. Sebaran genotipe protein plasma transferin pada ayam Arab dengan urutan terbanyak adalah TfAC, TfAA dan TfAB dengan frekuensi masing-masing 0,77; 0,13; dan 0,10 (Tabel 5). Frekuensi gen tertinggi terdapat pada alel TfA (0,57) dan frekuensi alel terendah yaitu alel TfB (0,05). Berdasarkan nilai frekuensi gen tersebut maka lokus transferin pada ayam Arab bersifat polimorfik. Hal ini sesuai dengan Harris (1994) yang menyatakan bahwa lokus disebut polimorfik apabila frekuensi 25 alel terbanyak tidak lebih dari 0,99. Frekuensi masing-masing alel disajikan pada Tabel 5. (+) (-) AC AC AA AC AB AC AC AC AC AC Gambar 4. Pola Protein Transferin Ayam Arab Heterozigositas diperoleh dari hasil perhitungan frekuensi gen pada masingmasing lokus. Tabel 5 menunjukkan bahwa heterozigositas lokus transferin ayam Arab sebesar 0,53. Sartika et al. (1997) menyatakan bahwa keragaman genetik suatu populasi ditentukan oleh lokus-lokus yang mempunyai nilai heterozigositas yang tinggi. Javanmard et al. (2005) menambahkan bahwa suatu populasi dikatakan memiliki keragaman gen yang rendah apabila memiliki nilai heterozigositas kurang dari 0,5. Berdasarkan nilai heterozigositas (H = 0,53) yang diperoleh dapat diketahui bahwa lokus transferin pada ayam Arab memiliki keragaman yang cukup tinggi, sehingga masih memungkinkan untuk dilakukannya seleksi pada populasi tesebut. Tabel 5. Frekuensi Genotipe, Heterozigositas, dan Uji Keseimbangan HardyWeinberg Lokus Transferin pada Ayam Arab Lokus Protein Transferin Jumlah AA Jumlah (ekor) 4 Frekuensi Genotipe 0,13 AB 3 0,1 AC 23 0,77 - 30 1 Genotipe H 0,53 Chi-Kuadrat 11,07 17,61* 0,53 Keterangan: H (Heterozigositas); * = berbeda nyata (P < 0,05) 26 Hasil uji keseimbangan Hardy-Weinberg (Tabel 5) menunjukkan tidak adanya keseimbangan genotipe lokus transferin (Tf) pada populasi ayam Arab ( ). Hal ini diduga karena ayam Arab telah mengalami seleksi secara bertahap dan dilakukannya perkawinan silang untuk meningkatkan produksi telurnya. Warwick et al. (1990) menyatakan bahwa berdasarkan hukum HardyWeinberg, dalam populasi yang besar jika tidak terjadi seleksi, migrasi atau mutasi, dan perkawinan terjadi secara acak, maka frekuensi gen dan genotipik akan tetap sama dari generasi ke generasi (Tabel 6 menunjukkan bahwa ayam Arab dengan genotipe homozigot TfAA memiliki potensi produksi telur paling rendah (2 butir/ekor/20 hari). Genotipe heterosigot TfAB yang merupakan kombinasi dari alel atau gen TfA dengan alel atau gen TfB memiliki produksi telur yang lebih tinggi dibandingkan genotipe TfAA, yaitu sebanyak 13 butir/ekor/20 hari. Genotipe heterosigot TfAC (12 butir/ekor/20 hari) yang merupakan kombinasi alel atau gen TfA dengan alel atau gen TfC memiliki produksi telur yang lebih rendah dibandingkan ayam dengan genotipe TfAB, namun masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan produksi telur ayam dengan genotipe TfAA (TfAB > TfAC > TfAA). Pirchner (1983) menyatakan bahwa kombinasi gen yang berpengaruh pada sifat kuantitatif bersifat penambahan (aditif). Hasil perhitungan efek gen pada lokus transferin diketahui bahwa gen A (α1), B (α2), dan C (α3) secara genetis berpengaruh terhadap peningkatan produksi telur ayam Arab, namun pengaruh atau efek gen B lebih tinggi dibandingkan dengan gen A dan C. Berdasarkan hasil produksi telur yang ditunjukkan pada Tabel 6 diketahui bahwa adanya alel atau gen TfB dalam keadaan heterosigot dapat meningkatkan potensi produksi telur ayam Arab, karena alel Tf B (7,0975) memiliki nilai efek gen yang lebih tinggi dibandingkan TfA (1,8732) dan TfC (5,9575). Berdasarkan nilai efek gen tersebut juga dapat diduga bahwa jika ditemukan ayam dengan genotipe homosigot TfBB, maka ayam tersebut diduga akan memiliki potensi produksi telur yang paling tinggi diantara yang lainnya. Namun, pada penelitian ini ayam dengan genotipe TfBB tidak ditemukan, sehingga produksi telurnya tidak diketahui. Tingginya nilai produksi telur ayam Arab dengan genotipe heterosigot Tf AB dibandingkan dengan produksi telur ayam yang memiliki genotipe homosigot Tf AA juga diduga karena adanya interaksi gen yang bersifat over dominan, sehingga dalam 27 keadaan heterosigot produksi telur ayam Arab lebih tinggi daripada ayam dengan genotipe homosigot. Pirchner (1983) menyatakan sifat kuantitatif dipengaruhi oleh banyak gen (poligenik), interaksi gen satu dengan yang lainnya ada yang bersifat over dominan sehingga pemunculannya menekan pengaruh gen yang lain. Tabel 6. Produksi Telur Berdasarkan Genotipe Lokus Transferin dan Albumin serta Efek Gen Terhadap Produksi Telur Lokus Protein Transferin Albumin AA 2 (n=4) 10 (n=1) AB 13 (n=3) 14 (n=2) AC 12 (n=23) - BB - 14 (n=6) BC - 10 (n=21) CC - - Point of origint (O) 1 12 Nilai tengah genotipe (m) 5,7741 0,0134 Nilai tengah nyata (M) 6,7741 12,0134 A 0,57 0,07 B 0,05 0,58 C 0,38 0,35 α 1 (A) 1,8732 2,1635 α 2 (B) 7,0975 0,0209 α 3(C) 5,9575 -2,3355 Produksi telur (butir/ekor/20 hari) Frekuensi alel atau gen Efek gen Protein Plasma Albumin (Alb) Identifikasi lokus albumin diperoleh tiga alel atau gen yang kombinasinya dapat membentuk enam macam genotipe, yaitu Alb AA, AlbAB, AlbBB, AlbBC, AlbAC, dan AlbCC. Namun, pada penelitian ini hanya ditemukan empat genotipe lokus albumin pada ayam Arab, yaitu AlbAA, AlbAB, AlbBB, dan AlbBC. Sama halnya 28 dengan lokus transferin, pada albumin pita yang bergerak lebih cepat ke arah anoda dinamakan alel A, sedangkan yang lebih lambat dinamakan alel C. Alel B berada diantara alel A dan C. Wulandari (2008) menyatakan bahwa lokus albumin sangat mudah dikenali karena memiliki ketebalan yang lebih besar dibandingkan lokus yang lain. Pola pita protein albumin disajikan pada Gambar 5. (+) (-) BC BC AA AB AB AC AC BC AB BB Gambar 5. Pola Pita Protein Albumin pada Ayam Arab Genotipe AlbBC merupakan genotipe yang paling banyak ditemukan pada protein plasma albumin ayam Arab dengan frekuensi 0,7, kemudian genotipe Alb BB, AlbAB dan AlbAA dengan frekuensi masing-masing 0,2; 0,07 dan 0,03 (Tabel 7). Lokus albumin bersifat polimorfik dengan frekuensi alel tertinggi yaitu alel Alb B (0,58) dan frekuensi alel terendah yaitu alel AlbA (0,07). Hasil perhitungan frekuensi gen pada lokus albumin dapat dilihat pada Tabel 6. Lokus albumin memiliki nilai heterozigositas sedikit lebih tinggi dibandingkan transferin, yaitu sebesar 0,54. Berdasarkan nilai heterozigositas yang diperoleh dapat diketahui bahwa lokus albumin pada ayam Arab juga memiliki keragaman yang cukup tinggi, sehingga masih memungkinkan untuk dilakukan seleksi pada populasi tesebut. Hasil yang sama seperti yang diperoleh pada lokus transferin untuk uji keseimbangan Hardy-Weinberg yang menunjukkan bahwa tidak adanya keseimbangan genotipe lokus albumin (Alb) pada populasi ayam Arab ( ). Penyebab ketidakseimbangan ini karena ayam Arab telah mengalami seleksi secara bertahap dan dilakukannya perkawinan silang untuk 29 meningkatkan produksi telurnya. Hasil perhitungan frekuensi genotipe, heterozigositas, dan uji keseimbangan Hardy-Weinberg disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Frekuensi Genotipe, Heterozigositas, dan Uji Keseimbangan HardyWeinberg Lokus Albumin pada Ayam Arab Lokus Protein Albumin Jumlah Jumlah Frekuensi (ekor) Genotipe AA 1 0,03 AB 2 0,07 BB 6 0,2 BC 21 0,7 - 30 1 Genotipe Chi-Kuadrat H 0,54 11,07 18,22* 0,54 Keterangan: H (Heterozigositas); * = berbeda nyata (P < 0,05) Tabel 6 menunjukkan genotipe homosigot AlbAA (10 butir/ekor/20 hari) memiliki potensi produksi telur lebih rendah dibandingkan genotipe homosigot AlbBB (14 butir/ekor/20 hari). Genotipe heterosigot AlbAB (14 butir/ekor/20 hari) yang merupakan kombinasi dari alel atau gen Alb A dengan alel atau gen AlbB memiliki produksi telur yang lebih tinggi dibandingkan genotipe Alb AA, tetapi sama dengan produksi telur genotipe AlbBB. Genotipe heterosigot AlbBC yang merupakan kombinasi dari alel atau gen AlbB dengan alel atau gen AlbC memiliki produksi telur yang sama dengan ayam bergenotipe Alb AA, tetapi lebih tinggi bila dibandingkan dengan ayam yang bergenotipe Alb BB. Hasil perhitungan efek atau pengaruh gen pada lokus albumin diperoleh gen A (α1) dan B (α2) berpengaruh terhadap peningkatan produksi telur, sedangkan gen C (α3) merupakan gen yang berpengaruh secara genetik menurunkan produksi telur. Alel atau gen A memiliki pengaruh paling besar dalam meningkatkan produksi telur dengan nilai efek gen 2,1635 (Tabel 6). Oleh karena itu, dalam keadaan heterosigot alel AlbA berpengaruh meningkatkan potensi produksi telur meskipun dalam keadaan homosigot dengan genotipe AlbAA produksi telurnya rendah. Berdasarkan hasil perhitungan produksi telurnya, ayam dengan genotipe heterosigot Alb BC memiliki produksi telur yang lebih rendah dibandingkan dengan ayam genotipe homosigot AlbBB. Meskipun keduanya mengandung gen B yang berpengaruh meningkatkan produksi telur, namun ayam dengan genotipe AlbBC juga mengandung gen C yang 30 berpengaruh menurunkan produksi telur, sehingga produksi telurnya lebih rendah dibanding ayam dengan genotipe AlbBB. Hasil berbeda yang diperoleh Ismoyowati (2008) yang menemukan 2 gen yang berpengaruh meningkatkan produksi telur Itik Tegal, yaitu gen A dan gen C yang masing-masing pengaruhnya sebesar 3,4658 dan 0,0815. Produksi Telur Kondisi lingkungan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi proses-proses di dalam tubuh ternak. Apabila proses tersebut terganggu, ternak akan stres sehingga mempengaruhi pertumbuhan atau produksi. Daerah tropis seperti Indonesia, kondisi lingkungan yang mempengaruhi ternak adalah temperatur dan kelembaban udara tinggi. Temperatur siang hari mencapai 29-30 oC. Temperatur lingkungan ideal pada ayam sekitar 21 oC. Di atas temperatur tersebut, ternak menjadi panas dan nafsu makan turun sehingga konsumsi pakanpun akan menurun. Dampak selanjutnya, pertumbuhan dan produksi telur juga akan menurun (Suprijatna et al., 2005). Bell dan Weaver (2002) menyatakan bahwa zona thermoneutral pada unggas, yaitu pada kisaran suhu 18-24 oC. Tabel 8 menunjukkan bahwa rataan produksi telur ayam Arab yang dipelihara pada kandang suhu panas lebih tinggi dibanding rataan produksi telur ayam Arab yang dipelihara pada kandang suhu lingkungan, kecuali untuk kelompok ayam dengan jarak tulang pubis sempit. Hal ini bertentangan dengan Nataamijaya et al. (1990) yang mengemukakan bahwa produksi telur ayam buras yang dipelihara pada suhu lingkungan tinggi (23-31 oC) adalah 25% lebih rendah dibandingkan dengan yang dipelihara pada suhu lingkungan rendah (19-25 oC). Rendahnya rataan produksi telur ayam Arab yang dipelihara pada kandang suhu lingkungan ini disebabkan oleh banyaknya ayam yang mengeram, yaitu sekitar 13,33% dari 16,66% total ayam yang mengeram atau ditemukan 4 ekor ayam Arab yang mengeram pada kandang yang diberi perlakuan suhu lingkungan, sedangkan pada kandang yang diberi perlakuan suhu panas hanya ditemukan 1 ekor ayam yang mengeram. Tingkah laku mengeram inilah yang menurunkan produksi telur ayam Arab yang dipelihara pada kandang suhu lingkungan, sehingga perlu dilakukan seleksi terhadap ayam yang memiliki sifat mengeram. Sartika et al. (2002) yang menyeleksi sifat mengeram ayam 31 Kampung berhasil meningkatkan produksi telur dari 29,53% menjadi 48,89% pada generasi ketiga selama 6 bulan masa produksi. Tabel 8. Rataan, Simpangan Baku, dan Koefisien Keragaman Produksi Telur Ayam Arab Jarak Tulang Pubis Jarak Pubis Lebar Produksi Telur (butir/ekor/20 hari) Suhu Lingkungan Suhu Panas o (± 25 C) (± 30oC) 13,63 ± 4,37 13,75 ± 1,50ax KK=32,06% KK=10,91% n= 8 n=4 Jarak Pubis Sedang 8,67 ± 7,74 KK=89,27% n=6 14,33 ± 0,57ax KK=4,03% n=3 Jarak Pubis Sempit 9,83 ± 6,68a KK=67,96% n=6 2,00 ± 2,00by KK=100% n=3 Keterangan : a,b = superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan nilai yang berbeda nyata (P < 0,05) x,y = superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan nilai yang berbeda nyata (P < 0,05) Hasil penelitian juga menemukan beberapa telur yang dihasilkan ayam Arab yang dipelihara pada kandang suhu panas memiliki kualitas yang rendah dibandingkan dengan telur yang dihasilkan oleh ayam yang dipelihara pada kandang suhu lingkungan, yaitu kerabang tipis dan mudah pecah. Hasil penelitian menemukan 0,93% dari total telur (323 butir) memiliki kerabang tipis dan mudah pecah. Suprijatna et al. (2005) mengemukakan bahwa kerabang telur yang lengkap disusun dari seluruhnya kalsit (CaCO3) dengan sedikit penimbunan sodium, potasium, dan magnesium. Kalsium karbonat kerabang dibentuk ketika ion kalsium dicukupi lewat aliran darah, sedangkan ion karbonat dipenuhi dari darah dan kelenjar kerabang. Kurangnya pasokan ion kalsium dan karbonat dari darah akan menyebabkan deposit CaCO3 tidak maksimum, sehingga kualitas kerabang telur menurun. Selanjutnya Amrullah (2004) menambahkan bahwa sumber kalsium untuk kerabang berasal dari makanan dan tulang-tulang tertentu. Secara normal sebagian kalsium untuk pembentukan telur berasal langsung dari pakan. Temperatur yang tinggi akan mengurangi konsumsi ransum dan akibatnya masukan zat-zat gizi ke dalam tubuh ayam termasuk kalsium menjadi tidak optimum, sehingga pasokan kalsium untuk 32 pembentukan kerabang juga berkurang. Hal itulah yang menyebabkan rendahnya kualitas telur yang dihasilkan oleh ayam yang dipelihara pada kandang suhu panas. Ayam yang sedang bertelur membutuhkan kalsium yang lebih banyak karena akan digunakan untuk pembentukan kerabang telur. Kebutuhan kalsium untuk ayam petelur umur 21-40 minggu yaitu sebanyak 3,25% atau 3800 mg/hari (Amrullah, 2004). Oleh karena itu, kecukupan kalsium menjadi salah satu faktor yang menentukan baik buruknya kualitas kerabang telur ayam. Faktor lain yang menyebabkan rendahnya kualitas telur ayam Arab yang dipelihara pada suhu panas yaitu adanya aktivitas panting yang dilakukan ayam untuk mengontrol pelepasan panas. Pada temperatur lingkungan panas ayam akan melakukan panting untuk mengurangi panas yang berlebihan, sehingga CO2 banyak yang dilepaskan dari tubuh dan akibatnya CO 2 dalam tubuh berkurang. Card dan Nesheim (1972) menyatakan bahwa formasi terbentuknya kerabang telur yaitu karena adanya ketersediaan ion kalsium dan ion karbonat di dalam cairan uterus yang akan membentuk kalsium karbonat. Ion karbonat terbentuk karena adanya CO 2 dalam darah hasil metabolisme dari sel yang terdapat pada uterus yang bercampur dengan H2O, kemudian keduanya dirombak oleh enzim carbonic anhydrase (dihasilkan pada sel mukosa uterus) menjadi ion bikarbonat yang akhirnya menjadi ion karbonat setelah ion hidrogen terlepas. Oleh karena itu, ketika ayam betina melakukan aktivitas panting karena udara yang panas, terjadi peningkatan penguapan air melalui saluran pernafasan. Hal ini menyebabkan berkurangnya CO 2 dan ion bikarbonat dalam darah yang akhirnya mengakibatkan telur yang dihasilkan memiliki kerabang yang tipis. Proses pembentukan kerabang telur disajikan pada Gambar 6. Hasil uji-t terhadap produksi telur ayam Arab yang dikelompokkan berdasarkan jarak tulang pubis yang berbeda dan dipelihara pada kandang suhu lingkungan diperoleh nilai P > 0,05, artinya perbedaan jarak tulang pubis tidak berpengaruh terhadap produksi telur ayam Arab. Pada kandang suhu panas diketahui bahwa kelompok ayam dengan jarak tulang pubis lebar menunjukkan nilai berbeda nyata (P < 0,05) dengan kelompok ayam dengan jarak tulang pubis sempit dalam hal produksi telur. Begitu pula kelompok ayam dengan jarak tulang pubis sedang yang memiliki nilai yang berbeda nyata (P < 0,05) bila dibandingkan dengan kelompok ayam dengan jarak tulang pubis sempit. Namun, kelompok ayam dengan jarak tulang 33 pubis lebar tidak memiliki perbedaan produksi telur dengan kelompok ayam dengan jarak tulang pubis sedang (P > 0,05). Gambar 6. Proses Pembentukan Kerabang Telur (Sumber: Card dan Nesheim, 1972) Hasil uji-t yang membandingkan kelompok ayam yang dipelihara pada kondisi suhu yang berbeda (lingkungan dan panas) untuk masing-masing kelompok ayam dengan jarak tulang pubis berbeda (lebar, sedang, dan sempit) diketahui bahwa hanya antara kelompok ayam dengan jarak tulang pubis sempit yang memiliki perbedaan produksi telur. Jadi, tidak ada perbedaan produksi telur untuk ayam yang memiliki jarak tulang pubis lebar maupun sedang yang dipelihara pada kandang suhu lingkungan dan kandang suhu panas. Hasil uji-t ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ismoyowati et al. (2006) yang menyatakan bahwa lebar pubis dengan produksi telur berkorelasi sangat nyata (P < 0,01) yaitu sebesar 0,693 atau sumbangan karakteristik lebar pubis terhadap produksi telur sebesar 48,012%. Perbedaan hasil yang diperoleh dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu jumlah ayam (n) yang digunakan dalam penelitian ini lebih sedikit. Selain itu, pada saat pengukuran jarak tulang pubis, pengukuran hanya dilakukan dengan tangan (tidak menggunakan alat) sehingga keakuratannya kurang. 34 Karakteristik Genetik Eksternal Pengamatan terhadap karakteristik genetik eksternal ayam Arab terdiri atas pola warna bulu, kerlip bulu, corak bulu, warna shank, dan bentuk jengger berdasarkan gen yang mengontrolnya. Data pengamatan karakteristik genetik eksternal ayam Arab yang diperoleh pada penelitian ini ditujukan untuk melengkapi data yang telah diperoleh oleh peneliti sebelumnya. Warna, Pola, Kerlip, dan Corak Bulu Warna bulu putih tidak ditemukan pada ayam Arab. Hasil tersebut sesuai dengan Saputra (2010) yang menyatakan bahwa ayam Arab memiliki fenotipe 100% berwarna. Hal tersebut menunjukkan bahwa ayam Arab memiliki warna bulu yang seragam. Nataamijaya et al. (2003) menyatakan bahwa ayam Arab yang merupakan ayam petelur memiliki warna bulu homogen dengan warna dasar hitam dihiasi warna putih di daerah kepala, leher, dada, punggung, dan sayap. Selanjutnya, Natalia et al. (2005) menyatakan bahwa ayam Arab silver mempunyai warna bulu dari kepala hingga leher putih keperakan sedangkan ayam Arab golden memiliki warna merah keemasan. Warna, pola, kerlip, dan corak bulu pada ayam Arab disajikan pada Gambar 7. (a) (b) Keterangan : (a) berwarna, pola liar, kerlip perak, corak lurik (b) berwarna, pola liar, kerlip emas, corak lurik Gambar 7. Warna, Pola, Kerlip, dan Corak Bulu Ayam Arab Ayam Arab memiliki persentase pola bulu liar sebesar 100% dan tidak ditemukan ayam dengan pola bulu hitam maupun kolumbian. Hasil penelitian 35 Saputra (2010) juga menunjukkan hasil bahwa pola bulu liar merupakan pola bulu yang paling banyak ditemukan pada ayam Arab dengan persentase sebesar 75,65%. Tipe liar adalah apabila pada betina ditemukan bulu pada tubuh terdiri dari campuran warna coklat dan hitam, bagian dada berwarna coklat muda, sedangkan pada jantan ditemukan sebaran warna hitam pada bagian dada, warna selain hitam pada leher, punggung, dan sayap (Crawford, 1990). Persentase fenotipe untuk kerlip bulu pada ayam Arab adalah emas sebesar 80,60% dan perak 19,40%. Hasil ini tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Saputra (2010) yang menyatakan bahwa persentase fenotipe kerlip bulu tertinggi pada ayam Arab adalah kerlip bulu emas sebesar 62,61%. Natalia et al. (2005) menyatakan bahwa ayam Arab ada dua jenis, yaitu ayam Arab silver (brakel krielsilver) dan ayam Arab golden (brakel kriel golden). Kedua jenis ayam ini dibedakan pada warna bulunya sesuai dengan namanya, yaitu ayam Arab silver dan ayam Arab golden. Persentase fenotipe warna, pola, kerlip, dan corak bulu pada ayam Arab disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Persentase Fenotipe Warna, Pola, Kerlip, dan Corak Bulu pada Ayam Arab Ekspresi Lokus Warna Bulu I_i Pola Bulu E_e+_e Kerlip Bulu S_s Corak Bulu B_b Genotipe (Fenotipe) Jumlah ayam (ekor) Persentase Fenotipe (%) I_ (Putih) ii (Berwarna) 0 134 0 100 E_ (Hitam) e+ (Liar) ee (Kolumbian) 0 134 0 0 100 0 S_ (Perak) Ss (Emas) 26 108 19,40 80,60 B_ (Lurik) Bb (Polos) 134 0 100 0 Persentase fenotipe untuk corak bulu menunjukkan bahwa ayam Arab memiliki corak lurik sebesar 100%. Hasil ini sesuai dengan pengamatan yang dilakukan Saputra (2010) yang menyatakan bahwa corak bulu lurik pada ayam Arab 36 lebih besar (77,39%) daripada corak polos (22,61%). Natalia et al. (2005) menyatakan bahwa ayam Arab silver memiliki corak bulu badan totol hitam putih/ lurik hitam sedangkan pada ayam Arab golden yaitu totol merah keemasan. Warna Shank Warna shank pada ayam dibedakan menjadi warna kuning/putih dan hitam/abu-abu. Warna shank pada ayam Arab dapat dilihat pada Gambar 8. (a) (b) Keterangan: (a) warna shank putih/kuning (b) warna shank hitam/abu-abu Gambar 8. Warna Shank pada Ayam Arab Persentase fenotipe warna shank pada ayam Arab menunjukkan bahwa warna shank hitam lebih besar dibandingkan dengan warna putih, yaitu masing-masing sebesar 95,52% dan 4,48%. Persentase warna shank ini menunjukan hasil yang tidak jauh berbeda dengan hasil yang diperoleh Saputra (2010) yang menunjukkan bahwa shank warna hitam pada ayam Arab sebesar 93,91%, dan warna shank putih sebesar 6,09%. Tingginya persentase warna shank hitam disebabkan oleh adanya pigmen melanin pada epidermis. Persentase Fenotipe warna shank pada ayam Arab disajikan pada Tabel 10. Oluyemi dan Roberts (1979) menyatakan bahwa warna shank kuning disebabkan adanya pigmen lipokrom dan tidak adanya pigmen melanin, sedangkan warna shank hitam disebabkan adanya pigmen melanin. Ketika pigmen melanin ada 37 di dalam dermis dan pigmen lipokrom ada di dalam epidermis maka akan menyebabkan warna shank kehijau-hijauan. Namun, ketika kedua pigmen tersebut tidak ada maka shank akan berwarna putih. Tabel 10. Persentase Fenotipe Warna Shank pada Ayam Arab Ekspresi Lokus Warna Shank Id_id Genotipe (Fenotipe) Id_ (Putih) Jumlah ayam (ekor) 6 Persentase Fenotipe (%) 4,48 idid (Hitam) 128 95,52 Bentuk Jengger Bentuk jengger dibedakan menjadi bentuk jengger single dan pea. Bentuk jengger pada ayam Arab dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9. Bentuk Jengger Tunggal pada Ayam Arab Fenotipe bentuk jengger menunjukkan hasil 100% ayam Arab memiliki bentuk tunggal. Pengamatan yang dilakukan oleh Saputra (2010) menemukan bahwa persentase terbesar bentuk jengger yaitu bentuk tunggal sebanyak 62,61%, namun ditemukan pula bentuk kapri sebesar 37,39%. Nataamijaya et al. (2003) menyatakan bahwa ayam Arab memiliki jengger berbentuk tunggal tegak bergerigi (Serrated Single Comb), biasanya berwarna merah dan umumnya ukuran jengger ayam betina lebih kecil daripada jantan. Hutt (1949) menjelaskan bahwa bentuk jengger tunggal disebabkan oleh adanya pengaruh gen rr. Persentase fenotipe bentuk jengger pada ayam Arab disajikan pada Tabel 11. 38 Tabel 11. Persentase Fenotipe Bentuk Jengger pada Ayam Arab Ekspresi Bentuk Jengger Lokus P_p Genotipe (Fenotipe) Jumlah ayam (ekor) P_ (Kapri) 0 Persentase Fenotipe (%) 0 pp (Tunggal) 134 100 Frekuensi Gen Pengontrol Karakteristik Genetik Eksternal Frekuensi gen pengontrol untuk warna bulu, pola bulu, corak bulu, kerlip bulu, warna shank, dan bentuk jengger ayam Arab disajikan pada Tabel 12. Tabel 12. Frekuensi Gen Dominan dan Resesif Karakteristik Eksternal pada Ayam Arab Ekspresi Lokus Genotipe (Fenotipe) I_ (Putih) ii (Berwarna) Gen Frekuensi Gen qI qi 0,0000 1,0000 Warna Bulu I_i Pola Bulu E_e+_e E_ (Hitam) e+ (Liar) ee (Kolumbian) qE qe+ qe 0,0000 1,0000 0,0000 Kerlip Bulu S_s S_ (Perak) Ss (Emas) qS qs 0,1940 0,8060 Corak Bulu B_b B_ (Lurik) Bb (Polos) qB qb 1,0000 0,0000 Warna Shank Id_id Id_ (Putih) idid (Hitam) qId qid 0,0448 0,9552 Bentuk Jengger P_p P_ (Kapri) pp (Tunggal) qP qp 0,0000 1,0000 Berdasarkan frekuensi gen pengontrol karakteristik eksternal pada penelitian ini, secara umum frekuensi gen pengontrol tertinggi warna, pola, kerlip, dan corak bulu yang dimiliki ayam Arab adalah warna bulu berwarna (ii) sebesar 1,000, pola bulu liar (e+_) sebesar 1,000, kerlip bulu emas (ss) sebesar 0,8060 dan corak bulu lurik (B_) sebesar 1,000. Frekuensi gen pengontrol tertinggi untuk warna shank pada 39 ayam Arab adalah hitam (idid) sebesar 0,9552 dan frekuensi gen pengontrol tertinggi untuk bentuk jengger adalah tunggal (pp) dengan frekuensi 1,000. Heterozigositas Ayam Arab memiliki warna bulu, pola bulu, corak bulu, dan bentuk jengger yang seragam. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai heterozigositas harapan (h) sebesar 0,000 ± 0,000, yang artinya persentase keragaman untuk warna bulu, pola bulu, corak bulu, dan bentuk jengger pada ayam Arab adalah 0%. Kerlip bulu dan warna shank pada ayam Arab memiliki variasi yang ditunjukkan dengan nilai heterozigositas harapan (h) masing-masing 0,3127 dan 0,0856. Hasil perhitungan nilai heterozigositas ayam Arab dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Heterozigositas Harapan per Individu (h) dan Rata-rata Heterozigositas per Individu ( ) Ayam Arab Sifat yang Diamati Heterozigositas (h ± SE) Warna Bulu 0 ,0000 ± 0,0000 Pola Bulu 0,0000 ± 0,0000 Kerlip Bulu 0,3127 ± 0,0296 Corak Bulu 0,0000 ± 0,0000 Warna Shank 0,0856 ± 0,0230 Bentuk Jengger 0,0000 ± 0,0000 [H ± SE( 0,0664 ± 0,0512 Nilai rataan heterozigositas harapan diperoleh dari pembagian antara jumlah total heterozigositas harapan dalam populasi dibagi dengan jumlah lokus yang diamati. Semakin tinggi nilai heterozigositas karakteristik genetik eksternal dalam suatu populasi maka semakin tinggi keragaman sifat tersebut dalam suatu populasi. Berdasarkan nilai rata-rata heterozigositasnya, ayam Arab relatif seragam yang ditunjukkan dengan persentase keragaman sebesar 6,64 %. Hal ini sesuai dengan Javanmard et al. (2005) yang menyatakan bahwa suatu populasi dikatakan memiliki keragaman gen yang rendah apabila memiliki nilai heterozigositas kurang dari 0,5. 40 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa transferin dan albumin memiliki karakter polimorfik dengan mengklasifikasikannya ke dalam tiga alel, yaitu A, B, dan C. Lokus transferin memiliki 3 genotipe yaitu TfAA, TfAB, dan TfAC, sedangkan lokus albumin memiliki 4 genotipe yaitu Alb AA, AlbAB, AlbBB, dan AlbBC. Polimorfisme protein darah transferin dan albumin berhubungan erat dengan produksi telur ayam Arab. Alel A, B, dan C pada lokus transferin berpengaruh meningkatkan produksi telur. Begitu pula pada lokus albumin, kecuali alel C yang berpengaruh menurunkan produksi telur. Rataan produksi telur ayam yang dipelihara pada kandang suhu panas lebih tinggi dibandingkan dengan ayam yang dipelihara pada kandang suhu lingkungan. Selain itu, jarak tulang pubis tidak berpengaruh terhadap produksi telur pada ayam yang dipelihara pada kandang suhu lingkungan, sedangkan untuk ayam yang dipelihara pada kandang suhu panas, ayam dengan jarak tulang pubis sempit memiliki pengaruh berbeda dengan ayam dengan jarak tulang pubis lebar ataupun sedang dalam hal produksi telur. Hasil pengamatan karakteristik genetik eksternal ayam Arab menunjukkan bahwa frekuensi gen pengontrol tertinggi untuk karakteristik genetik eksternal ayam Arab adalah warna bulu berwarna (ii), pola bulu liar (e +_), kerlip bulu emas (ss), warna shank hitam (idid), dan bentuk jengger tunggal (pp). Pada umumnya ayam Arab memiliki ciri karakteristik genetik eksternal yang seragam, namun masih ada variasi untuk kerlip bulu dan warna shank yang ditemukan pada penelitian ini. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui informasi genetik ayam Arab, yaitu dengan melakukan analisis protein darah dengan mengamati lebih banyak lokus protein atau melakukan analisis protein putih telurnya untuk mengetahui keragaman genetik pada ayam Arab. Selain itu, pengamatan terhadap biokimia dan molekuler (DNA) dengan jumlah sampel yang lebih banyak juga diperlukan untuk mengetahui performa ayam Arab tersebut. 41 UCAPAN TERIMAKASIH Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada nabi besar Muhammad SAW. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada kedua orang tua penulis, Ayahanda Mamat, SP. dan Ibunda Lilis Kartika atas doa, nasihat, kasih sayang, didikan, dan dukungan material maupun spiritual yang tak terhingga; serta kepada adik saya tersayang, Septian Adiguna. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ir. Sri Darwati, M.Si sebagai dosen pembimbing akademik sekaligus dosen pembimbing skripsi pertama dan Prof. Dr. Ir. Iman Rahayu H.S., M.S. sebagai dosen pembimbing skripsi kedua yang dengan sabar mengarahkan dan membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini, serta Dr. Ir. Sumiati, M.Sc. dan Dr. Rudi Afnan, S.Pt, M.Sc, Agr. sebagai dosen penguji yang telah banyak memberikan saran dan masukan yang membangun untuk perbaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Pipih Suningsih, A.Md atas bantuannya dalam pengambilan sampel darah; kepada seluruh tim Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Kak Eryk, Mbak Restu, Pak Andi, Pak Ikhsan, Kak Surya, Pak Tapaul, serta teman-teman (Revy, Irene, Erwin, Ulin, dan Ferdy) yang telah membantu penulis selama penelitian. Terima kasih juga kepada Priskila Lisnawati sebagai tutor selama di Lab dan Gina Citradewi Gozali sebagai rekan tim penelitian. Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh rekan seperjuangan di IPTP 44 atas persaudaraan dan kebersamaan yang terjalin selama di IPB; sahabat (ike, tantia, riri, tari, dani, naila, santi, ade, mayang, kak handa) dan teman-teman kostan Wisma Asterina (Lynda dan Windy) atas kebersamaan, keceriaan, dan kekeluargaannya selama ini; Joko Supriyanto, S.Pt atas dukungan dan semangatnya serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah kalian berikan. Amien. Bogor, Mei 2011 Penulis 42 DAFTAR PUSTAKA Amrullah, I. K. 2004. Nutrisi Ayam Petelur. Cetakan ke-3. Lembaga Satu Gunungbudi, Bogor. Arbor Acres. 2006. Breeder Management Guide. http://en.aviagen.com/assets/Tech_ Center/AA_Breeder_ParentStock/AA_Breeder_Guide.pdf. [15 Maret 2011] Bell, D. D. & W. D. Weaver. 2002. Commercial Chicken Meat and Egg Production. 5th ed. Springer, New York. Brumbaugh, J. A. 1968. Ultrastructural differences between forming eumelanin and pheomelanin as revealed by the pink-eye mutation in the fowl. In: Crawford, R. D. (ed). Poultry Breeding and Genetics. Elsevier Science Publishers B.V., Amsterdam. Card, L. E. & M. C. Nesheim. 1972. Poultry Production. 11th ed. Lea & Febiger, Philadelphia Crawford, R. D. 1990. Poultry Breeding and Genetics. Elsevier Science Publishers B. V., Amsterdam. Dunn, L. C. 1925. The genetic relation of some shank colors of the domestic fowl. In: Crawford, R. D. (ed). Poultry Breeding and Genetics. Elsevier Science Publishers B. V., Amsterdam. Feldhamer, G. A., L. C. Drickamer, S. H. Vessey, & J. F. Merrit. 1999. Mammalogy Adaptation, Diversity and Ecology. McGraw-Hill Companiess, Boston. Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fosiologi Ternak. Edisi ke-4. Terjemahan: B. Srigandono & Koen Prasero. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Gahne, B., R. K. Juneja & J. Grolmus. 1977. Horizontal polyacrylamide gradient gel electrophoresis for the simultaneus phenotyping of transferrin, post albumin blood plasma of cattle. Anim. Blood Grps. Biochem. Genet. 8 : 127-137. Hardjosubroto, W. 1999. Pengantar Genetika Hewan. Cetakan ke-2. CV. Makmur, Fakultas Peternakan Universitas Gadjah mada, Yogyakarta. Harris, H. 1994. Dasar-dasar Genetika Biokemis Manusia. Edisi ke-3. Terjemahan: Abdul Salam & M. Sofro. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hutt, F. B. 1949. Genetics of The Fowl. Mc Graw-Hill Book Company, New York. Ismoyowati. 2008. Kajian deteksi produksi telur itik Tegal melalui polimorfisme protein darah. J. Animal Production 2 [10]: 122-128. Ismoyowati, T. Yuwanta, J. P. H. Sidadolog, & S. Keman. 2006. Hubungan antara karakteristik morfologi dan performans reproduksi itik Tegal sebagai dasar seleksi. J.Indon.Trop.Anim.Agric. 31: 152-156. Isnaeni, W. 2010. Fisiologi Hewan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. 43 Javanmard, A., A. Nader, M. H. Banabazi, & J. Tavakolian. 2005. The allele and genotype frequencies of bovine pituitary specific transcription factor and leptin genes in Iranian cattle and buffalo populations using PCR-RFLP. Iranian Journal of Biotechnology Vol.3, No.2 Johari, S. Sutopo, E. Kurnianto, & E. Hasviara. 2008. Polimorfisme protein darah ayam Kedu. J. Indon. Trop. Anim. Agric. 33 [40]: 313-318. Johari, S. 1999. Polimorfisme protein darah ayam Kampung di Jawa Tengah. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang. Minkema. 1993. Dasar Genetika dalam Pembudidayaan Ternak. Terjemahan: Z. B. Tafal. Bharata, Jakarta. Nataamijaya, A. G. 2000. The native chicken of Indonesia. Buletin Plasma Nutfah. Vol.6 No. 1. Research Institute of Animal Production, Bogor. Nataamijaya, A. G., A. R. Setioko, B. Brahmantiyo, & K. Diwyanto. 2003. Performans dan karakteristik tiga galur ayam lokal (Pelung, Arab, dan Sentul). Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Nataamijaya, A. G., H. Resnawati, T. Antawijaya, I. Barchia, & D. Zainuddin. 1990. Produktivitas ayam buras di dataran tingi dan dataran rendah. J. Ilmu dan Peternakan. Balitnak, Bogor. 4 [3]: 30-38. Natalia, H., D. Nista, Sunarto, & D. S. Yuni. 2005. Pengembangan Ayam Arab. Balai Pembibitan Ternak Unggul (BPTU) Sapi Wiguna dan Ayam Sembawa, Palembang. Nei, M. & S. Kumar. 2000. Molecular Evaluation and Phylogenetics. Oxford University Press. New York. Nishida, T., K. Nozawa, K. Kondo, S. S. Mansjoer, & H. Martojo. 1980. Morphological and genetical studies on the Indonesian native fowl. The origin and Phylogeny of Indonesian native Livestock. The research Group of Overseas Scientific Surveys. Page: 47-70. Ogita, Z & C. L. Markert. 1979. A miniatured system for electrophoresis on polyacrilamide gels. J. Analytical Biochemistry. 99: 233-241. Oluyemi, J. A. & F. A. Roberts. 1979. Poultry Production in Warm Wet Climates. The Macmillan Press LTD, London. Pirchner, F. 1983. Population Genetics in Animal Breeding. 2nd ed. Plenum Press. New York. Saputra, J. 2010. Karakteristik genetik eksternal ayam Arab, Pelung dan Kampung. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 44 Sartika, T., B. Gunawan, R. Matondang, & P. Mahyudin. 2002. Seleksi generasi ketiga untuk mengurangi sifat mengeram dalam meningkatkan produksi telur ayam lokal. Laporan No. UAT/BRE/F-01/AAPBN/2001. Balai Penelitian Ternak, Bogor. Sartika, T., R. H. Mulyono, S. S. Mansyoer, T. Purwadarja, & B. Gunawan. 1997. Penentuan jarak jenetik pada ayam Lokal melalui polimorfisme protein darah. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Searle, A. G. 1968. Comparative Genetics of Coat Color in Mammals. In: Crawford, R. D. (ed). Poultry Breeding and Genetics. Elsevier Science Publishers B. V., Amsterdam. Smyth, J. R., Jr. 1976. Genetic control of melanin pigmentation in the fowl. In: Crawford, R. D. (ed). Poultry Breeding and Genetics. Elsevier Science Publishers B. V., Amsterdam. Stansfield, W.D. & S. L. Elrod. 2002. Genetika. Edisi ke-4. Terjemahan: Damaring Tyas W. Erlangga, Jakarta. Sulandari, S., M. S. A. Zein., S. Paryanti, T. Sartika, M. Astuti, T. Widjastuti, E. Sudjana, S. Darana, I. Setiawan, & D. Garnida. 2007. Sumberdaya genetik ayam lokal Indonesia. Keanekaragaman Sumberaya Hayati Ayam Lokal Indonesia: Manfaat dan Potensi. Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta. Hal: 45-67. Suprijatna, E., U. Atmomarsono & R. Kartasudjana. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta. Walpole, R. E. 1995. Pengantar Statistik. Edisi ke-3. Terjemahan : Bambang Sumantri. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Warwick, E. J., J. M. Astuti & W. Hardjosubroto. 1990. Pemuliaan Ternak. Cetakan 4. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Wulandari, A. R. 2008. Studi tentang keragaman genetik melalui polimorfisme protein darah dan putih telur pada tiga jenis ayam Kedu periode “layer”. Tesis. Program Pascasarjana Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro, Semarang. Yusdja, Y., R. Sajuti, W. K. Sejati, I. S. Anugrah, I. Sadikin, & B. Winarso. 2005. Pengembangan Model Kelembagaan Agribisnis Ternak Unggas Tradisionl (Ayam Buras, Itik dan Puyuh). Laporan akhir Departemen Pertanian, Jakarta. Yuwanta, T. 2008. Dasar Ternak Unggas. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Yuwono, T. 2005. Biologi Molekuler. Penerbit Erlangga, Yogyakarta. 45 LAMPIRAN 46 Lampiran 1. Jarak Tulang Pubis, Sifat Kualitatif, Produksi Telur, dan Protein Darah Ayam Arab NO 1 2 3 4 5 6 7* 8* 9 10 11 12 13 14* 15 16 17 18 19 20* Suhu Kandang Jarak Tulang Pubis Lebar Sedang Sempit Lebar Sedang Sempit Lingkungan Lebar Sedang Sempit Lebar Sedang Sempit Warna Bulu Berwarna Berwarna Berwarna Berwarna Berwarna Berwarna Berwarna Berwarna Berwarna Berwarna Berwarna Berwarna Berwarna Berwarna Berwarna Berwarna Berwarna Berwarna Berwarna Berwarna Pola Bulu liar liar liar liar liar liar liar liar liar liar liar liar liar liar liar liar liar liar liar liar sifat kualitatif Corak Kerlip Bulu Bulu lurik silver lurik emas lurik emas lurik emas lurik emas lurik silver lurik silver lurik emas lurik emas lurik emas lurik emas lurik emas lurik emas lurik silver lurik emas lurik silver lurik emas lurik emas lurik emas lurik emas Warna Shank hitam hitam hitam abu-abu putih hitam hitam hitam hitam hitam hitam hitam hitam hitam hitam hitam hitam hitam hitam hitam Bentuk Jengger tunggal tunggal tunggal tunggal tunggal tunggal tunggal tunggal tunggal tunggal tunggal tunggal tunggal tunggal tunggal tunggal tunggal tunggal tunggal tunggal Produksi Telur 10 15 17 13 3 16 5 0 15 12 12 18 16 0 18 17 16 6 10 1 Protein Darah Transferin Albumin AC AB AC AC AC AC AA AA AC AB AC AC AC AA AC AC AC AC AC AA BC BB BC BC BC BC BC BC BC BC BC BB BB BC BC BB BC BC AA BC 48 NO Suhu Kandang Jarak Tulang Pubis 21 Lebar 22 23 Sedang 24 25 Sempit Panas 26 Lebar 27 28 Sedang 29* Sempit 30 Keterangan: * = mengeram Warna Bulu Berwarna Berwarna Berwarna Berwarna Berwarna Berwarna Berwarna Berwarna Berwarna Berwarna Pola Bulu liar liar liar liar liar liar liar liar liar liar Sifat Kualitatif Corak Kerlip Bulu Bulu lurik emas lurik silver lurik emas lurik silver lurik emas lurik emas lurik emas lurik emas lurik silver lurik silver Warna Shank hitam hitam hitam hitam hitam putih hitam hitam hitam hitam Bentuk Jengger tunggal tunggal tunggal tunggal tunggal tunggal tunggal tunggal tunggal tunggal Protein Darah Produksi Telur Transferin Albumin 13 13 14 15 2 13 16 14 0 4 AC AC AC AC AC AB AC AC AC AC AB BC BC BB BC BC BC AB BC BB 49 Lampiran 2. Perhitungan Produksi Telur Ayam Arab (butir/ekor/20 hari) Berdasarkan Lokus Transferin Berdasarkan Lokus Albumin AA = AA = AB = AB = AC = BB = BC = Lampiran 3. Perhitungan Frekuensi Genotipe Transferin Albumin Frekuensi genotipe AA = Frekuensi genotipe AA = Frekuensi genotipe AB = Frekuensi genotipe AB = Frekuensi genotipe AC = Frekuensi genotipe BB = Frekuensi genotipe BC = Lampiran 4. Perhitungan Point of Origin (O) dan Genotypic Value Transferin Albumin O= O= Genotypic Value = % produksi telur Genotypic Value – point of origin AA (a) = 10 – 12 = -2 AA (a) = 2 – 1 = 1 AB (b) = 14 – 12 = 2 AB (b) = 13 – 1 = 12 BB (c) = 14 – 12 = 2 BB (c) = 12 – 1 = 11 BC (d) = 10 – 12 = -2 Lampiran 5. Perhitungan Frekuensi Alel Transferin Frekuensi alel A = Frekuensi alel B = Frekuensi alel C = 1 – A – B = 1 – 0,57 -0,05 = 0,38 49 Albumin Frekuensi alel A = Frekuensi alel B = Frekuensi alel C = 1 – A – B = 1 – 0,07 -0,58 = 0,35 Lampiran 6. Perhitungan Nilai Tengah Genotipe (m) dan Nilai Tengah Nyata (M) Transferin m = p2a + 2pqb + q2d + 2prc + r2f + 2qre = (0,57)2 (1) + 2 (0,57)(0,05)(12) + (0,05)2(0) + 2(0,57)(0,38)(11) + (0,38)2(0) + 2(0,05)(0,38)(0) = 0,3249 + 0,684 + 0 + 4,7652 + 0 + 0 =5,7741 M = m + O = 5,7741 + 1 = 6,7741 Albumin m = p2a + 2pqb + q2d + 2prc + r2f + 2qre = (0,07)2 (-2) + 2 (0,07)(0,58)(2) + (0,58)2(2) + 2(0,07)(0,35)(0) + (0,35)2(0) + 2(0,58)(0,35)(-2) = -0,0098 + 0,1624 + 0,6728 + 0 + 0 + (-0,812) = 0,0134 M = m + O = 0,0134 + 12= 12,0134 Lampiran 7. Perhitungan Nilai Efek Gen Transferin = genotypic value – m = 1 – 5,7741 = -4,7741 = 12 – 5,7741 = 6,2259 = 11– 5,7741 = 5,2259 α1 = 50 = = = 1,8732 α2 = = = = 7,0975 α3 = = = = 5,9575 Albumin = genotypic value – m = 2 – 0,0134 = -2,0134 = 2 – 0,0134 = 1,9866 = 2 – 0,0134 = 1,9866 = -2 – 0,0134= -2,0134 α1 = = = = 2,1635 α2 = = = 0,0209 α3 = = = -2,3355 51 Lampiran 8. Uji Keseimbangan Hardy-Weinberg Transferin Nilai Pengamatan (O): Nilai Harapan (E): AA = 4 AA = 0,57x0,57x30= 9,747 AB = 3 AB = 2x0,57x0,05x30= 1,71 BB = 0 BB = 0,05x0,05x30= 0,075 AC = 23 AC = 2x0,57x0,38x30= 12,996 BC = 0 BC = 2x0,05x0,38x30= 1,14 CC = 0 CC = 0,38x0,38x30= 4,332 = + + + + + = 3,388+0,973+0,075+1,701+1,14+4,332 =17,332 db = genotipe-1=6-1=5 = 11,07 Albumin Nilai Pengamatan (O): Nilai Harapan (E): AA = 1 AA = 0,07x0,07x30= 0,147 AB = 2 AB = 2x0,07x0,58x30= 2,436 BB = 6 BB = 0,58x0,58x30= 10,092 AC = 0 AC = 2x0,07x0,35x30= 1,47 BC = 21 BC = 2x0,58x0,35x30= 12,18 CC = 0 CC = 0,35x0,35x30= 3,675 = + + + + + = 4,95+1,66+0,08+1,47+6,39+3,67 =18,22 db = genotipe-1=6-1=5 = 11,07 52 Lampiran 9. Perhitungan Heterozigositas Protein Darah h=1– Transferin h = 1 – (0,572 + 0,382 + 0,052) = 1 – 0,47 = 0,53 Albumin h = 1 – (0,072 + 0,582 + 0,352) = 1 – 0,46 = 0,54 Lampiran 10. Uji-t Pengaruh Jarak Tulang Pubis terhadap Produksi Telur pada Ayam Arab yang Dipelihara pada Kandang Suhu Lingkungan Pubis Baris lebar 1 10 2 15 3 16 4 5 5 12 6 18 7 17 8 16 Pubis Sedang 17 13 0 16 0 6 Pubis sedang 3 15 12 18 10 1 Uji-T Produksi Telur Ayam dengan Ukuran Pubis Lebar dan Sedang N Rata-rata Standar Deviasi Pubis lebar 8 13,63 4,37 Pubis Sedang 6 8,67 7,74 Galat Rata-rata 1,5 3,2 Perbedaan = mu (Pubis lebar) - mu (Pubis Sedang) Estimasi Perbedaan: 4,95833 Perbandingan pada selang kepercayaan 95%: (-3,35775; 13,27442) Perbandingan Uji-T = 0 (atau tidak =): Nilai T = 1,41 Nilai P = 0,201 DF = 7 Uji-T Produksi Telur Ayam dengan Ukuran Pubis Lebar dan Sempit N Rata-rata Standar Galat Deviasi Rata-rata Pubis lebar 8 13,63 4,37 1,5 Pubis sempit 6 9,83 6,68 2,7 Perbedaan = mu (Pubis lebar) - mu (Pubis sempit) Estimasi Perbedaan: 3,79167 53 Perbandingan pada selang kepercayaan 95%: (-3,43404; 11,01738) Perbandingan Uji-T = 0 (atau tidak =): Nilai T = 1,21 Nilai P = 0,261 DF = 8 Uji-T Produksi Telur Ayam dengan Ukuran Pubis Sedang dan Sempit N Rata-rata Standar Deviasi Pubis Sedang 6 8,67 7,74 Pubis sempit 6 9,83 6,68 Galat Rata-rata 3,2 2,7 Perbedaan = mu (Pubis Sedang) - mu (Pubis Sempit) Estimasi Perbedaan: -1,16667 Perbandingan pada selang kepercayaan 95%: (-10,60438; 8,27105) Perbandingan Uji-T = 0 (atau tidak =): Nilai T = -0,28 Nilai P = 0,786 DF = 9 Lampiran 11. Uji-t Pengaruh Jarak Tulang Pubis terhadap Produksi Telur pada Ayam Arab yang Dipelihara pada Kandang Suhu Panas Row 1 2 3 4 Pubis lebar 13 13 13 16 Pubis Sedang 14 15 14 Pubis sempit 2 0 4 Uji-T Produksi Telur Ayam dengan Ukuran Pubis Lebar dan Sedang N Rata-rata Standar Deviasi Pubis lebar 4 13,75 1,50 Pubis Sedang 3 14,333 0,577 Galat Rata-rata 0,75 0,33 Perbedaan = mu (Pubis lebar) - mu (Pubis Sedang) Estimasi Perbedaan: -0,583333 Perbandingan pada selang kepercayaan 95%: (-2,862068; 1,695401) Perbandingan Uji-T = 0 (atau tidak =): Nilai T = -0,71 Nilai P = 0,516 DF = 4 Uji-T Produksi Telur Ayam dengan Ukuran Pubis Lebar dan Sempit N Rata-rata Pubis Lebar 4 Pubis Sempit 3 13,75 2,00 Standar Deviasi 1,50 2,00 Galat Rata-rata 0,75 1,2 Perbedaan = mu (Pubis Lebar) - mu (Pubis Sempit) 54 Estimasi Perbedaan: 11,7500 Perbandingan pada selang kepercayaan 95%: (7,3681; 16,1319) Perbandingan Uji-T = 0 (atau tidak=): Nilai T = 8,53 Nilai P = 0,003 DF = 3 Uji-T Produksi Telur Ayam dengan Ukuran Pubis Sedang dan Sempit N Rata-rata Standar Deviasi Pubis Sedang 3 14,333 0,577 Pubis Sempit 3 2,00 2,00 Galat Rata-rata 0,33 1,2 Perbedaan = mu (Pubis Sedang) - mu (Pubis Sempit) Estimasi Perbedaan: 12,3333 Perbandingan pada selang kepercayaan 95%: (7,1622; 17,5045) Perbandingan Uji-T = 0 (atau tidak =): Nilai T = 10,26 Nilai P = 0,009 DF = 2 Lampiran 12. Uji-t Pengaruh Jarak Tulang Pubis terhadap Produksi Telur pada Ayam Arab yang Dipelihara pada Kandang Suhu Lingkungan dibandingkan dengan Kandang Suhu Panas Uji-T Produksi Telur Ayam dengan Ukuran Pubis Lebar pada Kandang Suhu Lingkungan dan Panas Row 1 2 3 4 5 6 7 8 suhu lingkungan 10 15 16 5 12 18 17 16 N suhu lingkungan 8 suhu panas 4 suhu panas 13 13 13 16 Rata-rata 13,63 13,75 Standar Deviasi 4,37 1,50 Galat Rata-rata 1,5 0,75 Perbedaan = mu (suhu lingkungan) - mu (suhu panas) Estimasi Perbedaan: -0,125000 Perbandingan pada selang kepercayaan 95%: (-4,012440; 3,762440) Perbandingan Uji-T = 0 (atau tidak =): Nilai T = -0,07 Nilai P = 0,944 DF = 9 55 Uji-T Produksi Telur Ayam dengan Ukuran Pubis Sedang pada Kandang Suhu Lingkungan dan Panas Row 1 2 3 4 5 6 suhu lingkungan 17 13 0 16 0 6 N suhu lingkungan 6 suhu panas 3 suhu panas 14 15 14 Rata-rata 8,67 14,333 Standar Deviasi 7,74 0,577 Galat Rata-rata 3,2 0,33 Perbedaan = mu (suhu lingkungan) - mu (suhu panas) Estimasi Perbedaan: -5,66667 Perbandingan pada selang kepercayaan 95%: (-13,83161; 2,49828) Perbandingan Uji-T = 0 (atau tidak =): Nilai T = -1,78 Nilai P = 0,134 DF = 5 Uji-T Produksi Telur Ayam dengan Ukuran Pubis Sempit pada Kandang Suhu Lingkungan dan Panas Row 1 2 3 4 5 6 suhu lingkungan 3 15 12 18 10 1 N suhu lingkungan 6 suhu panas 3 suhu panas 2 0 4 Rata-rata 9,83 2,00 Standar Deviasi 6,68 2,00 Galat Rata-rata 2,7 1,2 Perbedaan = mu (suhu lingkungan) - mu (suhu panas) Estimasi Perbedaan: 7,83333 Perbandingan pada selang kepercayaan 95%: (0,59068; 15,07599) Perbandingan Uji-T = 0 (atau tidak =): Nilai T = 2,65 Nilai P = 0,038 DF = 6 56 Lampiran 13. Jumlah Ayam Arab berdasarkan Krakteristik Genetik Eksternal Ekspresi Warna Bulu Lokus I_i Genotipe (Fenotipe) I_ (Putih) ii (Berwarna) Jumlah ayam (ekor) 0 134 0 134 0 Pola Bulu E_e+_e E_ (Hitam) e+ (Liar) ee (Kolumbian) Kerlip Bulu S_s S_ (Perak) Ss (Emas) 26 108 Corak Bulu B_b B_ (Lurik) Bb (Polos) 134 0 Warna Shank Id_id Id_ (Putih) idid (Hitam) 6 128 Bentuk Jengget P_p P_ (Kapri) pp (Tunggal) 0 134 Lampiran 14. Perhitungan Persentase Fenotipe Karakteristik Genetik Eksternal pada Ayam Arab Warna Bulu Putih = (0/134) x 100% = 0% Berwarna = (134/134) x 100% = 100% Pola Bulu Hitam = (0/134) x 100% = 0% Liar = (134/134) x 100% = 100% Kolumbian = (0/134) x 100% = 0% Kerlip Bulu Perak = (26/134) x 100% = 19,40% Emas = (108/134) x 100% = 80,60% Corak Bulu Lurik = (134/134) x 100% = 100% Polos = (0/134) x 100% = 0% Warna shank Putih = (6/134) x 100% = 4,48% 57 Hitam = (128/134) x 100% = 95,52% Bentuk Jengger Kapri = (0/134) x 100% = 0% Tunggal = (134/134) x 100% = 100% Lampiran 15. Perhitungan Frekuensi Gen Karakteristik Genetik Eksternal pada Ayam Arab Warna Bulu Berwarna (qi) qi = 1 – qI =1–0 =1 Tidak Berwarna (qI) qI = 1 =1=1–1 =0 Pola Bulu r = q = p =1-q–r Kolumbian (qe) Liar (qe+) r r = =0 –0=1–0=1 = Hitam (qE) p =1–q–r=1–1–0=0 Corak Bulu Betina (q♀) Jantan (q♂) q♂ = 1 – =1– q♀ = =1 = =1 Lurik (qB) qB = q♂ + q♀ = (1) + (1) = 0 + 1 = 1 58 Polos (qb) qb = 1 – qB = 1 – 1 = 0 Kerlip Bulu Jantan (q♂) Betina (q♀) q♂ = 1 – =1– q♀ = =1 = = 0,1940 Perak (qS) q♂ + qS = q♀ = (1) + (0,1940) = 0,1940 Emas (qs) qs = 1 – qB = 1 – 0,1940 = 0,8060 Warna Shank Jantan (q♂) Betina (q♀) q♂ = 1 – =1– q♀ = =1 = = 0,0448 Shank Putih/Kuning (qId) q♂ + qId = q♀ = (1) + (0,0448) = 0,0448 Hitam (qid) qid = 1 – qId = 1 – 0,0448 = 0,9552 Bentuk Jengger Kapri (qP) qP = 1 – =1– =1–1=0 Tunggal (qp) qp = 1 – qP = 1 – 0 = 1 59 Lampiran 16. Perhitungan Heterozigositas (h) Karakteristik Genetik Eksternal pada Ayam Arab Warna Bulu h=1- = 1 – (02 + 12) = 1 – 1 = 0 Pola Bulu h=1- = 1 – (02 + 12 + 02) = 1 – 1 = 0 Kerlip Bulu h=1- = 1 – (0,19402 + 0,80602) = 1 – 0,6873 = 0,3127 Corak Bulu h=1- = 1 – (12 + 02) = 1 – 1 = 0 Warna Shank h=1- = 1 – (0,04482 + 0,95522) = 1 – 0,9144 = 0,0856 Bentuk Jengger h=1- = 1 – (02 + 12) = 1 – 1 = 0 Lampiran 17. Perhitungan Simpangan Baku (SE(h)) Karakteristik Genetik Eksternal pada Ayam Arab Warna Bulu SE (h) = } SE (h) = SE (h) = SE (h) = 0 Pola Bulu SE (h) = } SE (h) = SE (h) = SE (h) = 0 60 Kerlip Bulu SE (h) = } SE (h) = SE (h) = SE (h) = SE (h) = 0,0296 Corak Bulu SE (h) = } SE (h) = SE (h) = SE (h) = 0 Warna Shank SE (h) = } SE (h) = SE (h) = SE (h) = SE (h) = 0,0230 Bentuk Jengger SE (h) = } SE (h) = SE (h) = =0 61 Lampiran 18. Perhitungan Rata-rata Heterozigositas ( Rata-rata Heterozigositas (SE( Rata-rata Heterozigositas ( = = dan Simpangan Baku = 0,0664 Simpangan Baku Rata-rata Heterozigositas (SE( SE( = SE( = SE( = SE( = 0,0512 62