faktor – faktor yang memengaruhi deindustrialisasi di indonesia

advertisement
RINGKASAN
SUSI METINARA. Faktor-faktor yang Memengaruhi Deindustrialisasi di
Indonesia Tahun 2000-2009. Dibimbing oleh DOMINICUS SAVIO
PRIYARSONO dan TONY IRAWAN.
Teori pertumbuhan wilayah yang dikemukakan oleh Kaldor (1966)
menyebutkan bahwa sektor manufaktur sebagai sektor sekunder merupakan mesin
pertumbuhan (engine of growth) dalam sistem perekonomian bagi suatu negara
atau wilayah (Dasgupta dan Singh, 2006). Adanya teori tersebut memicu banyak
negara untuk melakukan industrialisasi untuk memperoleh pertumbuhan ekonomi
yang pesat. Akan tetapi ternyata dalam beberapa tahun terakhir terjadi gejala
deindustrialisasi (deindustrialization) pada negara-negara maju. Rowthorn dan
Wells (1987) melihat gejala deindustrialisasi dari sisi proporsi pekerja sektor
manufaktur terhadap total pekerja yang semakin menurun (Rowthorn dan
Ramaswamy, 1997). Sedangkan Blackaby (1979) melihat gejala deindustrialisasi
dari penurunan proporsi nilai tambah riil sektor manufaktur terhadap pendapatan
domestik bruto (PDB) (Jalilian dan Weiss, 2000).
Pada saat ini pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami pertumbuhan
yang tidak seimbang dimana pertumbuhan hanya bertumpu pada perkembangan
sektor jasa-jasa yang tidak dapat diperdagangkan secara internasional dengan
leluasa (sektor non-tradeable). Sedangkan sektor barang yang erat kaitannya
dengan produksi dan perdagangan (sektor tradeable) mengalami pertumbuhan
yang cenderung menurun dan jauh dibawah pertumbuhan ekonomi dan
pertumbuhan sektor non-tradeable. Selama periode 2000-2009, rata-rata
pertumbuhan sektor non-tradeable sebesar 6,92 persen dan rata-rata pertumbuhan
ekonomi sebesar 5,87 persen. Sedangkan rata-rata pertumbuhan sektor tradeable
sebesar 3,46 persen jauh dibawah rata-rata pertumbuhan sektor non tradeable dan
pertumbuhan ekonomi (Basri, 2009).
Pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini lebih banyak dipacu dari dalam
sehingga sulit tumbuh di atas tingkat potensialnya. Pangsa output sektor
manufaktur terhadap PDB beberapa tahun terakhir mengalami penurunan dari
sekitar 28,72 persen pada tahun 2002 menjadi 26,38 persen pada tahun 2009.
Selain itu pertumbuhan output sektor manufaktur sejak tahun 2005 mengalami
perlambatan. Pada tahun 2005, sektor manufaktur tumbuh sebesar 4,60 persen dan
terus menurun hingga mencapai pertumbuhan 2,11 persen pada tahun 2009.
Sedangkan proporsi pekerja sektor manufaktur terhadap total pekerja beberapa
tahun terakhir juga mengalami perlambatan. Pada tahun 2003, proporsi pekerja
sektor manufaktur sebesar 12,40 persen menurun menjadi 12,07 persen. Keadaan
ini merupakan salah satu gejala terjadinya deindustrialisasi.
Perekonomian Indonesia saat ini sangat tergantung pada ekspor komoditas
primer (ekspor non manufaktur). Pada tahun 2008, ekpsor non manufaktur
tumbuh sebesar 29 persen. Sedangkan ekspor manufaktur hanya tumbuh sebesar 9
persen. Ketergantungan tersebut membuat pemerintah Indonesia terlena untuk
mengembangkan industri manufaktur yang berdaya saing internasional. Gejala
lain terjadinya deindustrialisasi adalah semakin melemahnya daya saing
ii
perekonomian Indonesia di kancah perekonomian dunia. Berdasarkan survei yang
diadakan oleh International Institute for Management Development, dari tahun ke
tahun peringkat daya saing Indonesia mengalami kemerosotan. Pada tahun 2003,
Indonesia berada di peringkat 49 dan pada tahun 2010 menjadi peringkat 35.
Walaupun peringkat daya saing perekonomian Indonesia membaik, akan tetapi
masih jauh tertinggal dibandingkan negara Malaysia, Taiwan, dan China yang
memulai industrialisasinya belum lama ini. Berdasarkan fakta yang terjadi,
penelitian ini bertujuan mengkaji faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya
proses deindustrialisasi di Indonesia dan mengkaji apakah globalisasi ekonomi
memengaruhi terjadinya deindustrialisasi di Indonesia.
Penelitian ini mencakup semua wilayah yang ada di Indonesia dengan tahun
analisis 2000-2009. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM). Metode analisisnya menggunakan pendekatan model
ekonometrik untuk data panel yang mencakup 26 provinsi selama periode 20002009. Estimasi model menggunakan pendekatan metode Fixed Effect-General
Least Square (FE-GLS). Variabel yang digunakan untuk menggambarkan
deindustrialisasi dalam penelitian ini (dependent variable) adalah proporsi pekerja
sektor manufaktur terhadap total pekerja, pendapatan per kapita dan pertumbuhan
produktivitas. Sementara variabel yang digunakan untuk menjelaskan faktorfaktor yang memengaruhi deindustrialisasi (independent variable) adalah
pendapatan per kapita, pertumbuhan produktivitas, keterbukaan ekonomi
(openness), penanaman modal asing (PMA), jumlah tenaga kerja terampil (human
capital), dan tingkat pengangguran.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor domestik (pendapatan
per kapita dan pertumbuhan produktivitas) serta globalisasi ekonomi (keterbukaan
ekonomi dan penanaman modal asing) berpengaruh terhadap deindustrialisasi di
Indonesia baik secara langsung maupun tidak. Selain itu, human capital (jumlah
tenaga kerja terampil) turut berpengaruh terhadap deindustrialisasi walaupun tidak
menunjukkan hubungan yang signifikan. Berdasarkan hasil penelitian,
memperlihatkan bahwa deindustrialisasi yang terjadi di Indonesia sejak beberapa
tahun terakhir merupakan deindustrialisasi negatif. Deindustrialisasi yang terjadi
bukanlah dampak alamiah dari proses pembangunan melainkan akibat sejumlah
guncangan (shock) dalam sistem perekonomian.
Guncangan (shock) tersebut ditunjukkan dengan analisis faktor-faktor yang
memengaruhi deindustrialisasi di Indonesia. Faktor-faktor tersebut adalah
menurunnya investasi asing langsung (foreign direct investment) khususnya nilai
realisasi penanaman modal asing (PMA) di sektor sekunder (manufaktur), dan
menurunnya kinerja perdagangan luar negeri. Selain itu deindustrialisasi negatif
yang terjadi di Indonesia ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang melambat
(stagnan) dan masih tingginya tingkat pengangguran. Secara tidak langsung
tingkat keterbukaan ekonomi (openness) dan investasi asing langsung mempunyai
pengaruh yang cukup besar terhadap deindustrialisasi yang terjadi di Indonesia
melalui peningkatan pendapatan per kapita dan produktivitas sektor manufaktur.
Secara langsung dengan meningkatnya produktivitas maka produk manufaktur
mampu bersaing di pasar global. Selain itu dengan meningkatnya pendapatan
maka akan meningkatkan demand produk manufaktur, sehingga output juga
meningkat. Seiring dengan peningkatan output maka permintaan akan tenaga
iii
kerja juga akan meningkat.
Saran yang direkomendasikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah perlu
adanya kerangka paket kebijakan ekonomi yang berimbang antara kebijakan fiskal
dan moneter, menciptakan iklim investasi yang kompetitif, perbaikan infrastruktur
terutama infastruktur perdagangan luar negeri serta peningkatan ketrampilan
tenaga kerja melalui link and match antara pelaku industri dan akademisi.
Keterbukaan ekonomi (openness) dapat menjadi pendorong pertumbuhan
ekonomi, yaitu dengan meningkatkan ekspor yang mampu bersaing di pasar
global. Untuk dapat meningkatkan daya saing global, pemerintah perlu
menciptakan iklim investasi yang kondusif dan menurunkan suku bunga kredit
sehingga sektor manufaktur dapat bergairah serta mengurangi beban hutang luar
negeri swasta.
Kata kunci: deindustrialisasi, keterbukaan ekonomi, penanaman modal asing,
panel data
Download