BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Eksploitasi sumber energi fosil seperti minyak bumi telah lama digunakan sebagai bahan bakar. Bahan ini menghasilkan emisi gas SO2, NOx dan CO2 dan sekarang menjadi masalah dunia karena menimbulkan efek global warming. Pertemuan di Kyoto menghasilkan Protokol Kyoto mengharuskan negara Uni Eropa untuk mengurangi emisi gas disegala sektor. Pada 2004 di United Kingdom (U K) tercatat 30% konsumsi bahan bakar pada sektor transportasi dan pada sektor ini terjadi kenaikan emisi gas yang paling cepat. Untuk mengantisipasi keadaan ketergantungan energi penuh pada minyak bumi yang bercadangan terbatas dan dampaknya pada lingkungan maka Protokol Kyoto menyarankan penggunaan energi biofuel yaitu bioetanol dan biodiesel sebagai salah satu alternatif yang dapat mengurangi emisi gas SO2, NOx , CO2 dan partikulat sehingga laju efek global warming dapat berkurang (Hammond, G. P 2008). Biodiesel adalah biofuel, suatu ester asam lemak (FAME) yang diturunkan dari minyak atau lemak nabati maupun hewan melalui proses transesterifikasi agar dapat mencapai viskositas tertentu sehingga dapat digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel. Penggunaan biodiesel sebagai energi sangat memberi keuntungan besar terutama terhadap lingkungan dibandingkan dari penggunaan minyak bumi sebagai energi.karena tidak mengandung belerang sehingga tidak memberikan emisi gas SO2 pada proses pembakaran. Bahan ini mudah terurai ( biodegradable) dalam lingkungan berair dengan kecepatan lebih dari 98% dalam 28 hari sehingga cukup baik dari segi lingkungan (Pasqualino, J. C 2006 ). Pengembangan metode transesterifikasi yang mencakup perbaikan sistim katalis maupun tanpa katalis untuk menghasilkan metil ester (Demirbas, A 2009), untuk selanjutnya dapat diubah menjadi berbagai bahan kimia seperti asam lemak jenuh maupun tak jenuh. Sahid telah mereview beberapa sumber minyak nabati yang dapat digunakan sebagai biodiesel seperti minyak biji matahari, minyak biji kapas, minyak biji lobak (rapeseed oil), minyak kelapa sawit maupun minyak kacang. 1 Universitas Sumatera Utara Uji performansi mesin menggunakan energi biodiesel turunan minyak biji bijian diatas pada saat awal memberikan respons mirip dengan solar, akan tetapi dalam waktu uji setelah 200 jam menggunakan blending 50% minyak biji kapas menghasilkan deposit karbon pada sistim pembakaran. Peristiwa yang sama dengan memakai blending 50% minyak biji kapas, pada 100 jam terjadi pembentukan deposit karbon pada piston mesin diesel (Sahid, E.M 2008). Minyak bijian diatas mengandung derajat ketidak jenuhan yang tinggi, karena itu tidak stabil terhadap oksidasi. Studi ketidak stabilan terhadap oksidasi dengan kecepatan 1 terhadap metil oleat meningkat tajam menjadi 41 pada metil linoleat dan 98 pada metil linolenat (Knothe, G 2005). Data ini menunjukkan bahwa meningkatnya derajat ketidaksetabilan disebabkan oleh pertambahan ikatan rangkap. Mekanisme reaksi dimulai dari proses radikalisasi atom H pada posisi alilik maupun pada posisi dekat alilik selanjutnya dengan oksigen terjadi peroksida. Pemutusan pada atom karbon ß (ß scission decomposition) menyebabkah terjadi radikal CH3. dan gas CO2 ..Reaksi dapat terjadi sebagai berikut. (Herbinet, O 2010). O O H3C O CH2 - O2 H3C O - O O Adanya ketidakjenuhan biodiesel ini menyebabkan menurunnya kinerja mesin diesel. Untuk mengatasi masalah karbonisai diatas maka ketidak jenuhan pada biodiesel ini perlu dihilangkan. Salah satu metode menghilangkan ikatan rangkap ini dengan melakukan reaksi karbonilasi sehingga terbentuk ester bercabang. Dengan terbentuknya ester cabang maka kandungan oksigen yang terikat bertambah pada molekul bahan bakar sehingga pembakaran lebih sempurna (McCormick, R. L 1997). Kesempurnaan pembakaran ini memberikan efek pada menurunya kadar emisi SO2, CO dan partikulat pada kendaraan bermesin diesel. Bahan aditif beroksigen yang telah dibuat dan dilaporkan antara lain dimetil karbonat (CH3O)2CO (Wen, L 2010) maupun 1, 1-diethoxy ethana CH3CH 2 Universitas Sumatera Utara (OC2H5)2 (Frusteri, F 2007). Bahan aditive ini dapat bercampur baik dan berkinerja menurunkan emisi partikulat maupun emisi gas pada bahan bakar mesin diesel dibandingkan dengan bahan bakar tanpa aditif. Kelemahan penggunaan campuran bahan ini lebih boros karena dibutuhkan dalam jumlah lebih banyak. Kedua bahan sintesis ini mengandung oksigen yang tinggi dan memiliki rantai karbon yang pendek, karena itu sifat sinergi dengan parafin berantai panjang seperti pada bahan bakar diesel masih rendah. Sifat sinergi diperkirakan lebih baik jika molekul berantai karbon panjang yang mengandung oksigen dan bercabang berpasangan dengan bahan bakar diesel. Telah diketahui bahwa penggunaan bahan bakar fosil terutama pada kendaran mesin diesel menimbulkan pencemaran yang sangat nyata karena menghasilkan emisi gas CO, CO2, NOx, SO2 dan partikulat yang akan menurunkan kualitas lingkungan. Penelitian terhadap lima jenis metil ester yaitu metil ester adalah turunan minyak kelapa sawit, minyak kacang, minyak biji lobak, minyak biji kapas dan minyak goreng bekas) telah dilakukan. Hasil emisi gas buang dibandingkan dengan minyak solar menunjukkan penurunan partikulat 53- 69%; unburnhydrocarbon (UHC) 45-67%; CO 4-16%, tetapi NOx meningkat 10-23%. Perbedaan jumlah emisi ini berhubungan erat dengan kadungan oksigen dan viskositas metil ester yang dipakai (Janaun, J 2010). Cara untuk mendapatkan senyawa hidrokarbon yang mengandung oksigen dan bercabang ini, dapat dimulai dari asam lemak tak jenuh, seperti asam oleat dan risinoleat serta linoleat dengan proses karbonilasi menggunakan katalis logam transisi seperti Ni, Pd dan Pt. Reaksi karbonilasi propena yang diikuti oleh penambahan sedikit air, akan terjadi hidrokarboksilasi menghasilkan asam -2-karboksi propena-1 dan asam butenoat-2 seperti dibawah ini. H3C C CH + CO + H2O katalis H3C C CH2 + H3C CH CH COOH COOH Jika air sebagai nukleofil maka reaksi disebut hidrokarboksilasi. Jika air diganti dengan alkohol maka reaksi disebut hidroesterifikasi dan dihasilkan suatu ester. Pada mulanya reaksi karbonilasi yang digunakan berbasis logam nikel, baik 3 Universitas Sumatera Utara bentuk garam, garam komplek maupun bentuk karbonil. Senyawa Ni mengkatalisis lebih reaktif dibanding dengan senyawa paladium, karena Pd(II) cepat berubah jadi Pd(0) sehingga tidak memiliki sifat katalitik (Zagarian, D; dan Alper, H 1991). Pada reaksi etanol dan CO dengan adanya PdCl2 menunjukkan bahwa konsumsi PdCl2 adalah stoikiometri karena pada ahir reaksi terbentuk logam Pd(0) hasil reduksi Pd(II) (Graziani, M 1971). C2H5 O–CO-OC2H5 +Pd +2 H+ +2 Cl- 2CH3CH2OH + CO + PdCl2 Telah dilaporkan bahwa Pd(II) dapat digunakan sebagai katalis pada reaksi karbonilasi alkuna dengan menggunakan kokatalis CuCl2 degan O2 sebagai oksidator (Zagarian, D; dan Alper, H 1991). Misalnya fenilasetilena dikarbonilasi menggunakan katalis PdCl2, kokatalis CuCl2 dan O2 sebagai oksidator telah dapat menghasilkan sutu dikarboksilat. Terlihat dalam reaksi ini Pd(0) yang terbentuk direoksidasi ole CuCl2/O2 menjadi Pd(II) sehingga sifat katalitik Pd(II) tetap nyata (Zagarian, D; dan Alper, H 1991). o + HCOOH/H 2O + PdCl 2 /CuCl 2 THF, 25 C CO/O 2 Ph -C CH Ph C O HOOC CH C H H O (1) anhidrid maleat O Ph COOH C C C (1) + (2) + (3) C C COOH Ph (2) asam fumarat COOH (3) asam maleat Selain itu styrena telah dikarbonilasi menggunakan katalis PdCl2 dengan kokatalis CuCl2 dalam HCl, metanol, THF bersama ligan BNPA menggunakan O2 sebagai oksidator menghasilkan metil-2 fenil propionat. CH3 CH2 + CO + CH 3OH PdCl2, CuCl2 S -( +)-BNPPA, O 2(1 atm) Stirena COOCH3 (CH2)2 COOCH3 + metil -2 -fenil propionat metil -1 -fenil propionat dapat menghasikan ester dengan kondisi yang rendah ( Kewu, Y 2005). Reaksi reaksi karbonilasi menggunakan komplek Pd umumnya berlangsung pada suhu dan tekanan tinggi. Campuran Pd(OAc)2 bersama ligan fosfin, PPh3, dppb 4 Universitas Sumatera Utara dipakai sebagai katalis karbonilasi senyawa alkuna menghasilkan senyawa asam karboksilat tak jenuh denga konversi 60-90% pada suhu 100-110oC dan tekanan gas CO 120 psi ( Zagarian, D dan Alper, H 1993). Jayasree melaporkan katalisis reaksi karbonilasi beberapa senyawa alkuna memakai Pd(OAc)2 bersama ligan pyridin asam korboksilat maupun piperidin asam karboksilat menghasilkan asam karboksilat tak jenuh dengan hasil conversi 80-90% pada tekanan 1-3 atm dan suhu 100oC (Jayasree, S 1999). Perkembangan sistem katalis karbonilasi dilakukan dengan katalis terjerat (immobilized catalyst) memakai bahan berpori dari SiO2 untuk memudahkan penyaringan. Misalnya reaksi karbonilasi styrena berlangsung pada tekanan gas CO 3,06 MPa dan suhu 110oC dikatalisis oleh Pd(OAc)2/SiO2 mesoporous dengan konvesi 98,12% selama 12 jam (Sarkar, B. R 2005). Penggunaan pelarut juga sangat menentukan pada hasil reaksi yang diperoleh . Misalnya, katalis paladium gunidinumfosfina dan turunan gunidino aril telah dipakai pada karbonilasi styrena dengan pelarut air menghasilkan asam karboksilat. Reaksi kondisi bervariasi tekanan gas CO 20-75 atm dan suhu 80110oC menghasilkan asam karboksilat dengan konversi 96% dan slektivitas reaksi dapat mencapai 100% ( Aghmiz, A 2005). Karbonilasi 1- alkena dengan katalis komplek [PdCl2(PhCN)2]/P(3,5-CF3C6H4)3 telah dilakukan dalam kondisi superkritis menggunakan metanol dan CO2 cair lalu dipanaskan pada 65oC dan 150 atm selama 12 jam menghasilkan metil ester 67% ( Estorach, C. T 2008). Dari berbagai reaksi karbonilasi menggunakan katalis Pd(II) maka yang dapat berlangsung pada suhu rendah (kamar) adalah sistim Pd(II) dengan kokatalis CuCl2 dengan oksidator oksigen. Reaksi karbonilasi asam oleat dengan katalis PdCl2, kokatalis CuCl2 menggunakan HCOOH sebagai promotor,THF sebagai pelarut dan O2 sebagai pengoksidasi, memberikan dimetil ester dikarboksilat 82% dalam 20 jam yang terbentuk melalui suatu anhidrid melingkar (Bangun, N dan Siahaan, D 2007). Minyak nabati seperti CPO maupun Jatropha curacas dengan proses transesterifikasi dapat menghasilkan campuran asam lemak jenuh dan tidak jenuh. 5 Universitas Sumatera Utara Isolasi asam lemak tak jenuh dilakukan untuk digunakan sebagai bahan umpan reaksi karbonilasi lanjutan menggantikan asam oleat maupun risinoleat komersial. Asam lemak tak jenuh dapat bereaksi dengan gas CO dengan katalis PdCl2 membentuk suatu senyawa anhidrid melingkar melalui komplek asil paladium sebagai zat antara yang terjadi karena serangan intramolekuler. Selanjutnya senyawa anhidrid ini dengan metanol dalam asam sulfat menghasilkan dimetil ester bercabang (DMEB) seperti Gambar 1.1 dibawah ini: 2HCOOH +PdCl2 (HCOO)2PdCl2 H2 H (HCOO)2PdCl2 H2 +2CH (CH ) CH=CH(CH ) COOH 3 2 7 2 7 CO H3C (CH2)7 CH2 C (CH2)7 COOH C=O PdCl komplek asil paladium H H3C (CH2)7 C CH2 (CH2)7 C=O + + H +Pd(0) +Cl - O C O Anhidrid melingkar 3 -oktil -undekana -dikarboksilat anhidrid H H3C (CH2)7 C H CH3OH/H2SO 4 CH2 (CH2)7 C H3C (CH2)7 O O O C 3 -oktil -undekana -dikarboksilat anhidrid C CH2 (CH2)COOCH 7 3 COOCH3 Di Metil Ester Bercabang DMEB Gambar 1.1 Serangan nukleofile Pd hidrida dan pembentukan dimetil ester bercabang Akibat serangan intramolekuler maka dihasilkan Pd(0) yang tidak aktif sebagai katalis karbonilasi. Supaya reaksi katalisis dapat berlangsung maka diperlukan Cu(II) sebagai oksidator, untuk mengubah Pd(0) menjadi Pd(II) seperti mekanisme dibawah ini Pd (0) + 2 CuCl 2 + PdCl2 + 2 CuCl - 2 CuCl + H + Cl + 1/2 O 2 2 CuCl2 + H 2O Gambar 1. 2 Mekanisme perubahan Pd(0) menjadi Pd(II) 6 Universitas Sumatera Utara Dari Gambar 1.2 dapat dilihat bahwa peran CuCl2 untuk mengoksidasi Pd(0) kembali ke Pd(II) sangat penting. H2O yang dihasilkan dari reaksi diatas dapat menghambat oksidasi Cu(I) menjadi Cu(II) sehingga perlu bahan pengikat air dalam sistim reaksi karbonilasi tersebut dan salah satu bahan yang baik untuk maksud tersebut adlah aerosil (SiO2). Metil risinoleat, CH3(CH2)5CH(OH)CH=CH(CH2)7COOCH3 adalah suatu komponen minyak nabati yang dengan karbonilasi dapat menghasilkan dimetil ester bercabang yang mengandung 5 atom oksigen, berbeda dengan asam oleat yang mengandung 4 atom oksigen. Namun adanya gugus OH pada atom C12, ada kecenderungan terjadi proses eliminasi ß-hidrogen sehingga terjadi suatu keton sedangkan metil linoleat, CH3(CH2)7CH=CHCH2CH=CH(CH2)7COOCH3 berbeda dengan metil oleat berbeda dengan metil oleat dan metil risinoleat. Metil linoleat mempunjai dua ikatan rangkap yang berpotensi terkarbonilsi membentuk 6 atom oksigen. Posisi ikatan rangkap yang terkonjugasi menyebabkan lebih setabil sehingga lebih sulit mengadakan adisi, dan tentu menjadi problem dalam proses karbonilasi. Jika senyawa ini dapat terkarbonilasi maka akan dihasilkan trimetil ester rantai panjang yang akan berbeda sifat aditifnya dari pada dua senyawa yang lainya. Dimetil ester bercabang (DMEB) beratom oksigen 4 ataupun 5 serta senyawa trimetil ester bercabang beratom oksigen 6 dapat memperbaiki mutu bahan bakar biosolar karena kandungan oksigen terikat lebih tinggi (McCormick, R. L 1997). Karena itu pemakaian DMEB dan trimetil ester bercabang memiliki prospek yang cerah. 1.2 Rumusan Masalah Reaksi karbonilasi asam oleat dikatalisis oleh PdCl2 / CuCl2 berlangsung lambat diduga karena pengaruh air dan karbonilasi risinoleat mengandung gugus alkohol mungkin terjadi eliminasi ß-hidrogen pada C12. Karbonilasi linoleat dengan ikatan terkonjugasi mungkin sulit terjadi karena lebih stabil. Penambahan senyawa dimetil ester bercabang ataupun trimetil ester bercabang pada bahan bakar biosolar dapat mempertinggi sinergi kerja campuran tersebut sehingga 7 Universitas Sumatera Utara bahan ini dapat digunakan sebagai bahan aditif pada biosolar. Karena itu permasalahan yang diangkat adalah. • Apakah penambahan bahan aditif aerosil untuk menyerap air dapat mempercepat reaksi karbonilasi asam oleat? • Apakah kondisi reaksi karbonilasi asam oleat dapat diterapkan pada metil risinoleat dan metil linoleat? • Apakah produk karbonilasi asam oleat dapat berfungsi sebagai bahan aditif biosolar? 1.3 Tujuan Penelitian Kekayaan sumber daya alam pada kelapa sawit maupun minyak jarak risinus perlu dieksplorasi. Kedua minyak nabati ini dipandang perlu berhubungan dengan cadangan, daya jual dan keampuhannya sebagai energi ramah lingkungan. Pandangan dari segi ilmu kimia, bahwa dari minyak kelapa sawit dapat diturunkan berbagai bahan kimia dan cadangan ini tak terbatas karena dapat terpebaharukan. Demikian juga tanaman risinus dapat tumbuh didaerah margin hara dan lembah sehingga turunannya perlu dikaji penggunaanya sehingga bernilai jual pada masa yang akan datang. Dalam kesempatan ini telah dilakukan penelitian dengan pemanfaatan kompenen kimia minyak CPO yaitu isolasi asam oleat sedangkan isolasi risinoleat diturunkan dai minyak jarak risinus curacas (Castor Oil). Asam oleat setelah dikarbonilasi, hasilnya dilanjutkan untuk digunakan sebagai bahan aditif energi biodiesel. Kondisi reaksi karbonilasi asam oleat ini kemudian diterapkan pada metil linoleat dan risinoleat. Penelitian ini bertujuan untuk mendayagunakan, komponen kimia CPO dan minyak jarak risinus curacas untuk bahan energi. 1.4 Manfaat Penelitian CPO mengandung asam oleat yang dapat ditansformasi menjadi senyawa dikarboksilat. Proses memerlukan suatu seni yang dalam hal ini menerapkan filosofi ilmu kimia, pendekatan teori yang kemudian dapat diterapkan 8 Universitas Sumatera Utara menghasilkan produk. Dengan demikian penelitian ini dapat berdampak pada pengembangan ilmu kimia. Produk berupa dimetil ester kemudian diterapkan sebagai energy biofuel yang ramah lingkungan, sehingga penelitian ini berguna pada industri bahan bakar. 1.5 Metodologi Penelitian 1.5.1 Pembuatan bahan aditif dan uji performance mesin. Penelitian ini mulai dari bahan mentah CPO sampai pada bahan aditif energi biosolar meliputi beberapa tahapan. a.Reaksi transesterifikasi CPO menjadi metil ester asam lemak (FAME) b.Pengkayaan FAME dengan teknik rekristalisasi fraksinasi. c.Isolasi metil oleat dan asam oleat dan metil risinoleat. d.Reaksi karbonilasi asam oleat menjadi dimetil ester rantai cabang disebut DMEB e. Pembuatan blending13% FAME + 7% DMEB + 80% minyak solar disebut DMEB Mix 20 f. Uji performance mesin diesel Mesin diesel Tec Quipment TD4A001dipakai pada pengujian bahan bakar DMEB Mix 20 dengan pembanding minyak solar. Performance mesin yang diuji adalah putaran maksimum, daya, konsumsi bahan bakar spesifik dan efisiensi. Emisi gas buang dari bahan bakar yang diukur adalah CO2, CO, NOx dan Unburned hidrokarbon (UHC). 1.5.2 Pembuatan metil risinoleat dan katalisis karbonilasi Metil risinoleat diperoleh dari minyak castor oil. Castor oil diperlakukan reaksi transesterifikasi sama seperti terhadap CPO, menghasilkan metil ester campuran. Campuran metil ester ini kemudian difraksinasi dengan cara menambahkan larutan urea dalam metanol, kemudian didinginkan. Fase cair dipisahkan dari kristal, kemudian dinetralkan, diekstraksi dengan n-heksan. Setelah n-heksan diuapkan, diperoleh cairan kental kaya metil risinoleat. Cairan kental ini kembali dicampurkan dengan larutan urea-metanol selanjutnya didinginkan pada 5oC. Larutan dipisahkan dai padatan, dinetralkan dengan HCl, diekstraksi dengan n9 Universitas Sumatera Utara heksan. Larutan ini didestilasi vakum, maka diperoleh cairan kental kemudian dianalisis dengan gas kromatogrofi. Karbonilasi metil risinoleat dilakukan sama seperti perlakuan reaksi karbonilasi asam oleat. Hasil reaksi diuji dengan spektroskopi FT-IR dan 1HNMR. 1.5.3 Metil linoleat Bahan metil linoleat yang dipakai murni, diperlakukan dengan reaksi karbonilasi menurut cara yang sama terhadap metil risinoleat. 10 Universitas Sumatera Utara