6 menentukan tipe isoterm yang sesuai (Atkins 1999). HASIL DAN PEMBAHASAN Arang Aktif Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan arang aktif adalah cangkang sawit. Cangkang sawit diarangkan melalui proses karbonisasi menggunakan tungku pengarangan dengan sistem tertutup. Karena itu, kemungkinan dihasilkannya abu sangat kecil, sebab tidak ada oksigen yang masuk ke dalam tungku pengarangan. Pengaktifan arang dilakukan dengan menggunakan tungku aktivasi (retort) yang terbuat dari baja nirkarat. Retort ini dilengkapi dengan alat pemanas listrik, dan juga pengatur suhu sehingga pengaktifan menjadi lebih merata dan sempurna. Kadar Air Penetapan kadar air bertujuan mengetahui sifat higroskopis arang aktif. Tabel 1 menunjukkan bahwa kadar air arang aktif cangkang sawit telah memenuhi persyaratan SNI (1995), yaitu lebih rendah dari 15% (data perhitungan diberikan di Lampiran 3). Kadar air yang terkandung di dalam arang aktif dipengaruhi oleh jumlah uap air di udara serta lamanya proses pendinginan, penggilingan, dan pengayakan. Proses pendinginan, penggilingan, dan pengayakan yang semakin lama dapat meningkatkan kadar air arang aktif. Kadar air yang tinggi dapat mengurangi daya adsorpsi arang aktif terhadap cairan maupun gas. Arang aktif bersifat higroskopis sehingga mudah menjerap uap air dari udara. Hal ini dikarenakan strukturnya terdiri dari 6 atom C, membentuk kisi heksagonal yang memungkinkan uap air terperangkap di dalamnya (Pari 1996). Kadar Abu Kadar abu menunjukkan kandungan oksida logam dalam arang aktif. Abu merupakan komponen anorganik yang tertinggal setelah bahan dipanaskan pada suhu 500–600 °C dan terdiri dari kalium, natrium, magnesium, kalsium, serta komponen lain dalam jumlah kecil. Kadar abu arang aktif cangkang sawit juga telah memenuhi persyaratan SNI (1995), yaitu di bawah 10% (Tabel 1). Perhitungan diberikan di Lampiran 4. Kadar abu yang besar dapat mengurangi kemampuan arang aktif untuk mengadsorpsi gas dan larutan. Kandungan mineral yang terdapat dalam abu akan menyebar ke dalam kisi-kisi arang aktif sehingga menutupi poriporinya (Sudrajat 1985). Daya Jerap Iodin Parameter yang dapat menunjukkan kualitas arang aktif adalah daya adsorpsi terhadap larutan iodin. Daya adsorpsi arang aktif terhadap iodin memiliki korelasi dengan luas permukaan arang aktif. Semakin besar angka iodin, semakin besar kemampuan arang aktif dalam mengadsorpsi adsorbat atau zat terlarut (Subadra et al. 2005). Tabel 1 menunjukkan bahwa arang aktif cangkang sawit telah memiliki daya adsorpsi terhadap iodin yang memenuhi persyaratan SNI (1995), yaitu di atas 750 mg/g (perhitungan diberikan di Lampiran 5). Besarnya daya jerap terhadap iodin berkaitan dengan pembentukan pori pada arang aktif. Daya jerap tinggi terhadap iodin berhubungan dengan terbentuknya pola struktur mikropori dan mengindikasikan besarnya diameter pori arang aktif yang hanya mampu dimasuki oleh molekul dengan diameter kurang dari 10 Å (Pari 2002). Daya Jerap Biru Metilena Uji biru metilena merupakan parameter untuk melihat kemampuan karbon aktif menjerap molekul berukuran sedang dan besar. Ukuran pori karbon aktif yang dapat dimasuki oleh biru metilena adalah 20–500 Å, atau tergolong mesopori dan makropori (Yuliusman & Rahman 2009). Tabel 1 menunjukkan bahwa kapasitas adsorpsi arang aktif cangkang sawit terhadap biru metilena, masih belum memenuhi persyaratan dari SNI. Hal ini mungkin dikarenakan masih adanya pengotor yang menutupi pori arang aktif. Selain itu, arang aktif cangkang sawit ini belum cukup banyak memiliki mesopori dan makropori untuk mengadsorpsi biru metilena (Yuliusman & Rahman 2009). Perhitungan diberikan di Lampiran 6. 6 7 Tabel 1 Hasil pencirian arang aktif cangkang sawit No 1 2 3 4 Uraian Kadar Air (%) Kadar Abu (%) Daya Jerap Terhadap Iod (mg/g) Daya Jerap Terhadap Biru Metilen (mg/g) Syarat SNI 06-37301995 Maks. 15 Maks. 10 Min. 750 Min. 120 Hasil Sebelum aktivasi 2.01 8.10 1 242.00 72.24 Sesudah aktivasi 3.19 7.46 1 254.18 114.81 Analisis SEM Waktu dan Bobot Optimum Analisis SEM dilakukan di Laboratorium PPGL Bandung. Topografi permukaan arang cangkang sawit sebelum dan setelah diaktivasi ditunjukkan pada Gambar 2. Terlihat bahwa pori-pori pada permukaan arang cangkang sawit yang belum diaktivasi masih mengandung pengotor sehingga belum begitu terbuka. Setelah diaktifkan, ukuran porinya semakin besar serta tidak ada lagi pengotor pada bagian pori tersebut. Diameter di dalam pori pun tidak seragam. Distribusi ukuran pori karbon aktif menentukan diameter molekul atau ion yang dapat dijerap (Yuliusman & Rahman 2009). Hal ini yang memengaruhi penjerapan biru metilena yang cukup kecil jika dibandingkan dengan penjerapan iodin. Karena molekul biru metilena lebih besar daripada iodin, lebih sedikit molekul biru metilena yang dapat terjerap oleh arang aktif cangkang sawit. Waktu adsorpsi dan bobot adsorben merupakan 2 hal yang memengaruhi kapasitas maupun efisiensi adsorpsi. Pengaruh waktu adsorpsi dan bobot adsorben dapat dilihat pada Gambar 3. Perlakuan A3 dengan bobot adsorben 0.5 g dan waktu adsorpsi 45 menit memberikan nilai kapasitas adsorpsi yang tinggi, yaitu 103.64 mg/g, tetapi nilai efisiensi adsorpsi yang dihasilkan hanya sekitar 20.8% dengan penurunan konsentrasi zat warna biodiesel dari 10 000 ppm menjadi 7 919.72 ppm. Jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya, maka perlakuan A3 memberikan nilai optimum untuk kapasitas adsorpsi. Dengan semakin bertambahnya bobot, nilai kapasitas adsorpsi yang dihasilkan semakin kecil. Hal ini berkebalikan dengan efisiensi adsorpsi: semakin bertambah bobot adsorben, nilai efisiensi adsorpsi akan semakin meningkat. (a) Gambar 3 (b) Gambar 2 Topografi arang cangkang sawit sebelum (a) dan setelah diaktifkan (b) dengan pembesaran 10 000 kali. Pengaruh waktu adsorpsi dan bobot adsorben terhadap efisiensi dan kapasitas adsorpsi. Kapasitas adsorpsi menunjukkan banyaknya adsorbat yang diadsorpsi per satuan bobot adsorben. Karena itu, nilainya dipengaruhi oleh bobot adsorben. Jika bobot adsorben dinaikkan, peningkatan jumlah tapak aktif akan meningkatkan penyebaran adsorbat sehingga kapasitas adsorpsi menurun. 7 8 Waktu kontak yang lebih lama memungkinkan proses difusi dan penempelan molekul adsorbat berlangsung lebih baik (Wijaya 2008). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai kapasitas dan efisiensi adsorpsi meningkat dengan meningkatnya waktu kontak (data selengkapnya diberikan di Lampiran 7). Freundlich dilakukan dengan membuat kurva hubungan log (x/m) terhadap log c. Isoterm adsorpsi zat warna biodiesel dapat dilihat pada Gambar 4. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8. Angka Setana Biodiesel Biodiesel sangat berkaitan erat dengan angka setana atau cetane number (CN). Biodiesel memiliki angka setana yang relatif tinggi. Angka setana yang baik dari minyak diesel adalah lebih besar dari 30 dengan keatsirian yang tidak terlalu tinggi supaya pembakaran yang terjadi di dalamnya lebih sempurna (Haryanto 2002). Pada penelitian ini, nilai angka setana dari biodiesel mengalami peningkatan sebesar 9.85% setelah dijerap dengan arang aktif cangkang sawit, yakni dari 51.2 menjadi 56.8. Adapun nilai standar angka setana menurut SNI 04-71822006 ialah minimum 51 (SNI 2006). Peningkatan ini dikarenakan semakin panjangnya rantai asam lemak dan semakin meningkatnya kejenuhan (Gerpen et al. 2004). Semakin tinggi angka setana maka waktu bakar semakin pendek. Hal ini karena peningkatan panjang rantai asam lemak memengaruhi nilai flash point yang semakin tinggi seiring meningkatnya angka setana sehingga biodiesel cukup baik digunakan sebagai bahan bakar (Karmakar et al. 2010). Menurut Ramos et al. (2009), komposisi asam lemak memengaruhi kualitas biodiesel: angka setana yang rendah terkait dengan komponen senyawa takjenuh yang tinggi. Isoterm Adsorpsi Isoterm adsorpsi menunjukkan hubungan kesetimbangan antara konsentrasi adsorbat dalam fluida dan pada permukaan adsorben pada suhu tetap. Telah banyak isoterm adsorpsi yang dikembangkan untuk mendeskripsikan interaksi antara adsorben dan adsorbat. Tipe isoterm Freundlich dan Langmuir pada umumnya dianut oleh adsorpsi fase padat-cair (Atkins 1999). Tipe isoterm adsorpsi dapat digunakan untuk mengetahui mekanisme penjerapan zat warna pada biodiesel oleh arang aktif cangkang sawit. Isoterm adsorpsi Langmuir dilakukan dengan cara membuat kurva hubungan c/(x/m) terhadap c, sedangkan isoterm adsorpsi (a) (b) Gambar 4 Isoterm Langmuir (a) dan Freundlich (b) dari zat warna biodiesel. Model isoterm adsorpsi yang sesuai untuk arang aktif cangkang sawit dapat diketahui dengan melihat koefisien determinasi (R2) yang terbesar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adsorpsi zat warna biodiesel mengikuti tipe isoterm Freundlich. Isoterm Freundlich menyatakan bahwa adsorpsi yang melibatkan fase padat-cair berlangsung secara multilayer atau banyak lapisan. Mekanisme adsorpsi zat warna biodiesel terjadi melalui gaya tarikmenarik antarmolekul antara adsorben dan zat warna di dalam cairan biodiesel. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Arang aktif dari cangkang sawit yang diaktivasi secara fisik mampu mengadsorpsi zat warna pada biodiesel sebesar 103.64 mg/g dengan efisiensi penjerapan 20.8% dan memiliki prospek yang cukup baik sebagai arang aktif alternatif walaupun masih ada parameter yang belum memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI). Mekanisme 8