BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Setiap perusahaan memiliki sistem untuk setiap fungsi yang ada dalam perusahaan. Sistem-sistem yang ada di setiap fungsi berbeda. Perbedaan ini disebabkan karena perbedaan alur kerja dan proses bisnis yang terjadi pada setiap fungsi tersebut. Definisi sistem menurut O’Brien (2006, p29) merupakan sekelompok elemen yang saling berhubungan atau berinteraksi hingga membentuk satu kesatuan. Menurut Gelinas dan Dull (2010, p111), sistem adalah sekelompok elemen yang bergantung satu sama lain yang bersama-sama mencapai suatu tujuan. Sedangkan James A. Hall (2011, p5) berpendapat bahwa “A system is a group of two or more interrelated components or subsystems that serve a common purpose.” Artinya sistem adalah sekelompok komponen atau sub sistem yang memiliki tujuan yang sama. Dari ketiga definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa sistem merupakan sekelompok elemen yang saling berhubungan dan berinteraksi yang bertujuan mencapai suatu tujuan tertentu. 2.2 Sistem Informasi Informasi merupakan salah satu sumber daya penting bagi perusahaan. Informasi yang baik bagi perusahaan adalah informasi yang diperoleh dari mengolah data yang akurat dan terpercaya. Selain itu, informasi yang dapat membantu perusahaan khususnya pihak manajemen adalah informasi yang dapat diperoleh sewaktu-waktu. Informasi-informasi seperti ini dapat diperoleh jika perusahaan menerapkan sistem informasi yang terintegrasi. Menurut Gelinas dan Dull (2010, p12), sistem informasi adalah suatu sistem yang terdiri dari seperangkat komponen yang berbasis komputer dan komponen manual yang dibangun untuk mengumpulkan, menyimpan, dan mengelola data serta menghasilkan informasi bagi pengguna. Menurut O’Brien (2006, p5), sistem informasi merupakan kombinasi sumber daya manusia, hardware, software, jaringan komunikasi, dan sumber daya data yang mengumpulkan, mengubah, dan menyebarkan informasi dalam sebuah organisasi. Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005, p7), sistem informasi merupakan kumpulan dari komponen-komponen yang mengumpulkan, memproses, menyimpan, dan menyediakan informasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan dalam bisnis. Jadi, berdasarkan beberapa defisini di atas, dapat disimpulkan bahwa sistem informasi merupakan kumpulan dari komponen-komponen berbasis komputer yang mengumpulkan, menyimpan, mengolah, dan menghasilkan informasi bagi sebuah organisasi. 2.3 Sistem Informasi Akuntansi Informasi yang dibutuhkan oleh manajemen suatu perusahaan dapat diperoleh dengan menerapkan sistem informasi. Sistem informasi yang terintegrasi dengan baik akan mencakup semua aspek dan fungsi di perusahaan. Salah satu aspek perusahaan adalah aspek keuangan dan akuntansi. Informasi terkait aspek keuangan dan akuntansi dalam perusahaan dapat diperoleh melalui sistem informasi akuntansi. Definisi sistem informasi akuntansi menurut Gelinas dan Dull (2010, p14) adalah subsistem khusus dari sistem informasi yang berfungsi untuk mengumpulkan, memproses, dan melaporkan informasi yang berkaitan dengan aspek keuangan dari suatu kejadian bisnis. Menurut James A. Hall (2011, p7), sistem informasi akuntansi adalah suatu subsistem yang memproses transaksi keuangan dan non-keuangan yang berpengaruh secara langsung terhadap pemrosesan transaksi keuangan. Sedangkan menurut Rama dan Jones (2006, p5), sistem informasi akuntansi adalah subsistem dari sistem informasi manajemen yang menyediakan informasi akuntansi, keuangan, dan informasi lain yang diperoleh dari proses rutin transaksi akuntansi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa sistem informasi akuntansi merupakan subsistem dari sistem informasi yang mengumpulkan, memproses, dan menyediakan informasi-informasi yang berkaitan dengan transaksi akuntansi perusahaan. 2.3.1 Siklus Transaksi pada Sistem Informasi Akuntansi Menurut Jones dan Rama (2008, p4), terdapat tiga siklus transaksi utama, yaitu : 1. Acquisition (purchasing cycle) Siklus ini mencakup proses pembelian barang dan jasa. 2. Conversion cycle Siklus ini mencakup proses mengubah sumber daya menjadi barang jadi maupun jasa. 3. Revenue cycle Siklus ini mencakup proses penyediaan barang atau jasa kepada pelanggan dan pengumpulan kas. 2.3.1.1 Tahapan Siklus Pembelian (Purchasing Cycle) Siklus pembelian mencakup proses pembelian, penerimaan, dan pembayaran barang maupun jasa. Setiap perusahaan memiliki tahapan siklus pembelian yang berbeda-beda. Namun, secara umum tahapan siklus pembelian pada perusahaan-perusahaan memiliki kemiripan satu sama lain. Tahapantahapan siklus pembelian menurut Rama dan Jones (2006, p20) adalah sebagai berikut : 1. Konsultasi dengan supplier Perusahaan menghubungi beberapa supplier untuk mendapatkan pemahaman mengenai produk dan jasa yang tersedia beserta harganya. 2. Proses rekuisisi Dokumen permintaan pembeliaan disiapkan oleh karyawan dan harus disetujui oleh supervisor. Daftar permintaan pembelian ini kemudian akan diserahkan kepada bagian pembelian untuk melakukan transaksi pembelian dengan supplier. 3. Melakukan kesepakatan dengan supplier untuk membeli barang di masa mendatang. Kesepakatan dengan supplier mencakup purchase order dan kontrak dengan supplier. 4. Menerima barang atau jasa dari supplier Perusahaan melalui bagian penerimaan harus memastikan bahwa barang yang diterima sesuai dengan pesanan dan dalam keadaan baik. 5. Menerima klaim atas barang atau jasa yang diterima Setelah barang diterima, supplier akan mengirimkan tagihan dan akan dicatat oleh bagian piutang. 6. Memilih tagihan yang akan dibayar Pemilihan tagihan yang akan dibayar umumnya dilakukan berdasarkan jadwal yang biasanya adalah jadwal mingguan. 7. Menulis cek Setelah memilih tagihan yang akan dibayar, maka cek pembayaran akan ditulis dan dikirimkan kepada supplier. 2.3.1.2 Tahapan Siklus Penjualan (Revenue Cycle) Siklus penjualan pada perusahaan menurut Jones dan Rama (2006, p18) mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut : 1. Merespon permintaan informasi dari pelanggan Informasi untuk pelanggan dimaksudkan agar pelanggan memahami produk perusahaan sehingga dapat memilih produk yang sesuai. 2. Mengembangkan kesepakatan dengan pelanggan untuk menyediakan barang atau jasa di masa yang akan datang Kesepakatan antara perusahaan dengan pelanggan dicatat dalam catatan pesanan 3. Menyediakan layanan atau mengirim barang kepada pelanggan Pada perusahaan jasa, karyawan berfungsi sebagai penyedia jasa layanan. Sedangkan pada perusahaan dagang, karyawan warehouse dan petugas pengantar (delivery) memegang peranan penting dalam proses pengiriman barang kepada pelanggan. 4. Menagih pelanggan Tahap ini merupakan tahap di mana perusahaan melakukan klaim kepada pelanggan dengan mencatat piutang dan menagih kepada pelanggan. 5. Mengumpulkan pembayaran pelanggan Selama siklus penjualan, kas dari pembayaran pelanggan dikumpulkan. 6. Menyetorkan uang ke bank Kas yang diterima selama siklus penjualan disetor di bank. Pihakpihak yang terlibat dalam proses ini adalah kasir dan bank. 7. Menyiapkan laporan Laporan yang disiapkan dalam siklus penjualan juga termasuk daftar pesanan, daftar pengantaran, dan daftar piutang. 2.3.2 Manfaat dan Kegunaan Sistem Informasi Akuntansi Menurut Jones dan Rama (2008, p6), sistem informasi memiliki lima manfaat dan kegunaan, yaitu : 1. Membuat laporan eksternal Sistem informasi akuntansi membuat manajemen dapat memperoleh informasi dengan lebih mudah. Dengan informasi yang lebih mudah dan cepat diperoleh, maka akan lebih mudah dan cepat pula untuk menghasilkan laporan-laporan untuk memenuhi kebutuhan informasi para investor, kreditor, ataupun pihak-pihak lain. 2. Mendukung kegiatan rutin Sistem informasi akuntansi akan membantu manajemen untuk menangani aktivitas-aktivitas operasi rutin perusahaan selama berlangsungnya siklus operasi perusahaan. 3. Mendukung keputusan Sistem informasi akuntansi akan dapat menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh manajemen dalam pengambilan keputusan. 4. Perencanaan dan pengendalian Informasi historis yang didapat dari sistem informasi akuntansi dapat digunakan untuk melakukan perencanaan dan pengendalian dalam perusahaan. 5. Menerapkan pengendalian internal Sistem informasi akuntansi yang terkomputerisasi dapat menjadi salah satu alat pengendalian internal. Pengendalian internal ini dapat berupa pemberian sandi (password) dan pembagian hak akses sesuai dengan peran dan tanggungjawab setiap karyawan. 2.4 Sistem Informasi Akuntansi Penjualan Sistem informasi akuntansi mencakup fungsi-fungsi yang ada dalam perusahaan untuk memperlancar transaksi-transaksi yang terjadi dalam perusahaan. Salah satu cakupan sistem informasi akuntansi adalah sistem informasi akuntansi pada siklus penjualan. Menurut James A.Hall (2011, p335) siklus penjualan merupakan serangkaian aktivitas bisnis yang mengubah barang atau jasa untuk pelanggan menjadi kas. 2.4.1 Fungsi-fungsi yang Terkait dalam Siklus Penjualan Menurut Mulyadi (2008, p211) siklus penjualan pada perusahaan melibatkan beberapa fungsi yang terkait, antara lain : 1. Fungsi Penjualan Fungsi penjualan merupakan fungsi yang bertanggung jawab untuk menerima surat order dari pembeli, mengedit order dari pelanggan untuk menambahkan informasi yang belum terdapat pada surat order, meminta otorisasi kredit, menentukan tanggal pengiriman dan asal gudang darimana barang akan dikirim, dan mengisi surat order pengiriman. Fungsi penjualan juga bertanggung jawab untuk membuat “back order” jika persediaan di gudang tidak memenuhi order pelanggan. 2. Fungsi Kredit Fungsi kredit merupakan suatu fungsi di bawah fungsi akuntansi yang bertanggung jawab untuk meneliti status kredit pelanggan dan memberikan otorisasi pemberian kredit kepada pelanggan. 3. Fungsi Gudang Fungsi gudang bertanggung jawab untuk meyimpan dan menyiapkan barang yang dipesan oleh pelanggan serta menyerahkan ke bagian pengiriman. 4. Fungsi Pengiriman Fungsi pengiriman bertanggung jawab untuk mengirim barang kepada pelanggan. 5. Fungsi Penagihan Fungsi penagihan bertanggung jawab untuk membuat dan mengirimakan faktur penjalan kepada pelanggan. 6. Fungsi Akuntansi Fungsi akuntansi bertanggung jawab untuk mencatat piutang yang muncul dari transaksi penjualan. 2.4.2 Dokumen yang Digunakan dalam Sistem Informasi Akuntansi Penjualan Menurut Mulyadi (2008, p214) dokumen yang digunakan dalam sistem informasi akuntansi penjualan meliputi : 1. Surat order pengiriman dan tembusannya Surat order pengiriman digunakan untuk memberikan otorisasi kepada bagian pengiriman untuk mengirim barang sesuai dengan jenis, jumlah, dan spesifikasi yang ada pada surat order pengiriman. 2. Faktur dan tembusannya Faktur digunakan untuk mengirimkan tagihan kepada customer dan merupakan dokumen yang menjadi dasar bertambahnya piutang. 3. Rekapitulasi harga pokok penjualan Rekapitulasi harga pokok penjualan merupakan dokumen yang digunakan untuk menghitung total harga pokok produk yang dijual selama periode tertentu. 4. Bukti memorial Bukti memorial digunakan sebagai dasar pencatatan harga pokok produk yang dijual selama periode tertentu. 2.5 2.5.1 Sistem Informasi Akuntansi Pembelian Pengertian Pembelian Untuk memenuhi kebutuhan perusahaan dalam rangka usahanya untuk memenuhi permintaan pelanggan atas barang dan material, perusahaan perlu melakukan pembelian kepada pemasok. Proses pembelian menurut Gelinas dan Dull (2010, p430) adalah suatu struktur interaksi antara orang-orang, peralatan, metode-metode, dan pengendalian yang dirancang untuk mencapai fungsi-fungsi utama sebagai berikut : 1. Menangani rutinitas pekerjaan yang berulang-ulang dari bagian pembelian dan penerimaan. 2. Mendukung pengambilan keputusan dari orang-orang yang mengatur bagian pembelian dan penerimaan. 3. Membantu dalam penyajian laporan internal dan laporan eksternal. 2.5.2 Fungsi-fungsi yang Terlibat dalam Siklus Pembelian Dalam setiap siklus pembelian, terdapat fungsi-fungsi yang terlibat, yaitu : 1. Fungsi gudang Fungsi gudang bertugas untuk mengajukan permintaan pembelian berdasarkan jumlah stok barang di gudang. 2. Fungsi pembelian Fungsi pembelian bertanggung jawab terhadap proses permintaan barang kepada supplier, termasuk harga barang dan memilih supplier yang akan dipilih. Selain itu, fungsi pembelian juga bertugas untuk membuat permintaan pembelian (purchase order) untuk supplier. 3. Fungsi Penerimaan Fungsi penerimaan bertugas untuk menerima barang pesanan yang dikirim oleh supplier. Fungsi penerimaan harus mengecek kesesuaian jenis barang yang dipesan, mutu, dan kuantitas yang diterima. 4. Fungsi Akuntansi Fungsi akuntansi bertugas untuk mencatat hutang dan mencatat persediaan. 2.5.3 Dokumen yang Digunakan dalam Siklus Pembelian Dalam siklus pembelian, terdapat dokumen-dokumen yang digunakan untuk mendukung setiap transaksi. Dokumen yang digunakan dalam siklus pembelian menurut Mulyadi (2008, p303) antara lain : 1. Surat permintaan pembelian 2. Surat permintaan penawaran harga 3. Surat order pembelian 4. Laporan penerimaan barang 5. Surat perubahan order 6. Bukti kas keluar 2.6 2.6.1 Sistem Informasi Akuntansi Persediaan Pengertian Persediaan Persediaan dalam perusahaan merupakan salah satu fakor penting yang perlu dijaga ketersediaannya untuk mendukung kelancaran operasional perusahaan khususnya siklus penjualan. Definisi persediaan menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2007) adalah aktiva yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan perusahaan, dalam proses produksi, dalam perjalanan, dalam bentuk bahan atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa. Secara umum, istilah persediaan menunjuk pada barang yang dimiliki perusahaan untuk dijual kembali atau digunakan dalam proses pemberian jasa. 2.6.2 Metode Pencatatan Persediaan Dalam siklus persediaan, dikenal dua metode pencatatan persediaan, yaitu : 1. Metode mutasi persediaan (perpetual inventory method) Pada metode mutasi persediaan, setiap perpindahan persediaan akan dicatat pada kartu persediaan. 2. Metode persediaan fisik (physical inventory method) Pada metode persediaan fisik, yang dicatat pada kartu persediaan hanya pertambahan persediaan akibat adanya pembelian saja. Sedangkan, berkurangnya persediaan akibat pemakaian tidak dicatat pada kartu persediaan. 2.6.3 Sistem dan Prosedur Sistem Akuntansi Persediaan Dalam sistem akuntansi persediaan, terdapat sistem-sistem dan prosedurprosedur yang berkaitan, yaitu : 1. Prosedur pencatatan produk jadi. 2. Prosedur pencatatan harga pokok yang dijual. 3. Prosedur pencatatan harta pokok produk jadi yang diterima kembali dari pembeli. 4. Prosedur pencatatan tambahan dan penyesuaian kembali harga pokok persediaan produk dalam proses. 5. Prosedur pencatatan harga pokok persediaan yang dibeli. 6. Prosedur pencatatan harga pokok persediaan yang dikembalikan kepada pemasok. 7. Prosedur permintaan dan pengeluaran barang gudang. 8. Prosedur pencatatan tambahan harga pokok persediaan karena pengembalian barang gudang. 9. Sistem penghitungan fisik persediaan. 2.6.4 Dokumen yang Digunakan Sistem Informasi Akuntansi Persediaan Menurut Mulyadi (2008, p576) dokumen yang digunakan untuk merekam, meringkas, dan membukukang hasil pengitungan fisik adalah : 1. Kartu penghitungan fisik 2. Daftar hasil penghitungan fisik 3. Bukti memorial 2.7 2.7.1 Sistem Pengendalian Internal Pengertian Sistem Pengendalian Internal Suatu sistem yang baik harus memilki pengendalian internal agar terhindar dari kesalahan atau kecurangan yang mungkin terjadi dan dilakukan oleh karyawan yang menjalankan sistem. Sistem pengendalian internal menurut Mulyadi (2008, p163) meliputi struktur organisasi, metode, dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan yang bertujuan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian, dan keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong pemenuhan kebijakan manajemen. Berdasarkan tujuan pengendalian internal yang dijabarkan dalam pengertiannya, sistem pengendalian internal dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu : 1. Pengendalian internal akuntansi (internal accounting control) Pengendalian internal akuntansi meliputi struktur organisasi, metode, dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi dan mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi. Pengendalian internal akuntansi yang baik dapat menjadi jaminan bagi investor dan kreditur untuk menanamkan modalnya. Selain itu, dengan pengendalian internal akuntansi yang baik, maka laporan keuangan yang dihasilkan akan terpercaya. 2. Pengendalian internal administratif (internal administrative control) Pengendalian internal administratif meliputi struktur organisasi, metode, dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk mendorong efisiensi dan pemenuhan kebijakan manajemen. 2.7.2 Komponen Sistem Pengendalian Internal Sistem pengendalian internal yang diterapkan dalam organisasi terdiri dari beberapa komponen atau unsur yang terdapat di dalamnya. Komponen atau unsur-unsur tersebut menurut Mulyadi (2008, p164 ) adalah : 1. Struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara tegas. Pemisahan tanggung jawab fungsional dalam suatu organisasi harus ditetapkan secara tegas. Pembagian tanggung jawab fungsional dalam organisasi didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut : a. Fungsi-fungsi operasi dan penyimpanan harus dipisahkan dengan fungsi akuntansi. Fungsi operasi berwenang dalam pelaksanaan suatu kegiatan, fungsi penyimpanan berwenang dalam menyimpan aktiva perusahaan, dan fungsi akuntansi berwenang untuk mencatat peristiwa keuangan perusahaan. b. Suatu fungsi tidak boleh bertanggung jawab penuh atas semua tahap dalam suatu transaksi. 2. Sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang melindungi kekayaan, utang, pendapatan, dan biaya. Setiap transaksi hanya dapat terjadi atas dasar otorisasi dari pejabat yang berwenang. Oleh sebab itu setiap organisasi harus memilki pembagian wewenang otorisasi untuk setiap transaksi. 3. Praktik yang sehat dalam menjalankan tugas dan fungsi setiap unit. Pembagian tanggung jawab fungsional, sistem wewenang dan prosedur pencatatan dapat berjalan dengan baik jika ada cara-cara untuk menjamin praktik yang sehat dalam pelaksanaannya, diantaranya : a. Penggunaan formulir bernomor urut tercetak. b. Pemeriksaan mendadak untuk mendorong karyawan selalu melaksanakan tugasnya sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. c. Setiap transaksi tidak boleh dilakukan oleh satu orang atau fungsi organisasi dalam setiap tahapannya. d. Perputaran jabatan untuk menjaga independensi pejabat dan menghindari persengkongkolan. 4. Karyawan yang kompeten sesuai dengan tanggung jawabnya. Karyawan yang melaksanakan fungsi-fungsi pada organisasi harus kompeten sesuai tanggung jawabnya masing-masing sehingga dapat mendukung sistem pengendalian internal. Karyawan yang kompeten akan melaksanakan tugasnya dengan baik dan jujur serta dapat melaksanakan tugasnya dengan efektif dan efisien. 2.7.3 Pengendalian Internal pada Siklus Penjualan Pengendalian internal pada siklus penjualan terdiri dari beberapa aspek, yaitu : 1. Organisasi Aspek organisasi dalam pengendalian internal siklus penjualan mencakup pemisahan fungsi penjualan dengan fungsi kredit dan fungsi akuntansi, pemisahan fungsi akuntansi dengan fungsi kas, dan pelaksanaan transaksi harus dilakukan oleh lebih dari satu orang. 2. Sistem Otorisasi dan Prosedur Pencatatan Aspek sistem otorisasi dan prosedur pencatatan mengatur bahwa semua transaksi dalam siklus penjualan harus mendapat otorisasi dari pihak yang berwenang dan menggunakan prosedur pencatatan tertentu. 3. Praktik yang sehat Pengendalian internal pada siklu penjualan juga mengatur praktik yang sehat dalam operasional sehari-hari seperti : a. Penggunaan formulir bernomor urut b. Pengadaan rekonsiliasi secara periodik terhadap kartu piutang 2.7.4 Pengendalian Internal pada Siklus Pembelian Sistem pengendalian internal pada siklus pembelian menurut Mulyadi (2008, p183) mencakup tiga aspek, yaitu : 1. Organisasi Aspek organisasi pada sistem pengendalian internal siklus pembelian dapat dilakukan dengan memisahkan fungsi pembelian dengan fungsi penerimaan, fungsi pembelian dengan fungsi akuntansi, fungsi penerimaan dengan fungsi penyimpanann barang, dan transaksi tidak boleh dilakukan oleh hanya satu orang. 2. Sistem otorisasi dan prosedur pencatatan Semua transaksi yang terjadi dalam siklus pembelian harus berdasarkan otorisasi pejabat berwenang dan dicatat dalam catatan akuntansi melalui prosedur pencatatan tertentu. 3. Praktik yang sehat Sistem pengendalian siklus pembelian dapat berjalan dengan baik jika dipraktekkan oleh karyawan dengan baik dalam kegiatan operasional sehari-hari. Sistem pengendalian siklus pembelian dapat dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya : a. Penggunaan formulir bernomor urut tercetak b. Pemilihan pemasok berdasarkan harga yang paling bersaing di antara pemasok lain. c. Pemeriksaan dan penerimaan barang oleh fungsi penerimaan hanya dilakukan setelah menerima tembusan surat order pembelian dari fungsi pembelian. d. Pemeriksaan barang yang diterima fungsi penerimaan dilakukan dengan menghitung dan menginspeksi barang dan membandingkannya dengan tembusan surat order pembelian. 2.7.5 Pengendalian Internal pada Siklus Persediaan Dalam siklus persediaan, menurut Mulyadi (2008 , p581) terdapat pengendalian internal yang harus perhatikan. Secara garis besar ada tiga pengendalian internal yang ada pada siklus persediaan, yaitu : 1. Organisasi Dari sisi organisasi, pengendalian internal pada siklus persediaan adalah : a. Penghitungan fisik persediaan harus dilakukan oleh panitia gabungan dengan tiga fungsi, yaitu fungsi pemegang kartu penghitungan fisik, fungsi penghitung, dan fungsi pengecek. Fungsi penghitung dan fungsi pengecek bertugas menghitung barang dan mengecek mutunya secara independen. Sedangkan fungsi pemegang kartu penghitungan fisik bertanggung jawab akan formulir yang digunakan dalam penghitungan persediaan, perbedaan data yang dihasilkan penghitung dan pengecek, serta penyalinan data dari kartu penghitungan fisik ke dalam daftar hasil penghitungan fisik. b. Panitia gabungan ini harus terdiri dari orang-orang di luar fungsi gudang serta fungsi akuntansi persediaan dan biaya. Hal ini bertujuan untuk menjamin ketelitian dan keakuratan data penghitungan persediaan sehingga dapat mengevaluasi fungsi gudang serta fungsi akuntansi persediaan secara obyektif. 2. Sistem otorisasi dan prosedur pencatatan Dari sisi sistem otorisasi dan prosedur pencatatan, ada empat pengendalian internal yang harus diperhatikan, yaitu : a. Penandatanganan daftar hasil penghitungan fisik persediaan oleh ketua panitia penghitungan fisik persediaan sebagai bentuk otorisasi pada hasil penghitungan fisik persediaan. b. Hasil penghitungan fisik persediaan yang dicatat harus sesuai dengan kartu penghitungan fisik dan telah diperiksa oleh pemegang kartu persediaan. c. Harga satuan yang dicatat pada daftar hasil penghitungan fisik sesuai dengan kartu persediaan barang tersebut. d. Perubahan kartu persediaan harus berdasarkan informasi tiap jenis persediaan yang terdapat pada daftar penghitungan fisik. 3. Praktik yang sehat Dari sisi praktik yang sehat, ada empat pengendalian internal, yaitu : a. Penggunaan kartu penghitungan fisik bernomor urut tercetak yang dapat dipertanggungjawabkan oleh fungsi pemegang kartu penghitungan fisik. b. Penghitungan fisik setiap jenis persediaan dilakukan masingmasing satu kali oleh fungsi penghitung dan fungsi pengecek. Penghitungan independen. oleh setiap fungsi ini dilakukan secara c. Pencocokan kuantitas dan data persediaan pada bagian ke-2 dan bagian ke-3 kartu penghitungan fisik sebelum data tersebut dicatat pada daftar hasil penghitungan fisik. Pencocokan ini dilakukan oleh fungsi pemegang kartu penghitungan fisik. d. Penggunaan peralatan dan metode yang jelas dan ketelitian yang terjamin untuk mengukur dan menghitung kuantitas persediaan. 2.8 2.8.1 Sistem Akuntansi Jasa Konstruksi Pengertian Jasa Konstruksi Menurut Peraturan Pemerintah No.38 Tahun 1983 yang dikutip oleh Ida Bagus Teddy Prianthara dalam bukunya yang berjudul Sistem Informasi Akuntansi Perusahaan Jasa Konstruksi (2010, p6), perusahaan konstruksi adalah perusahaan yang pekerjaannya melaksanakan pembangunan, pembuatan, perbaikan, atau pemugaran bangunan atau barang yang tidak bergerak lainnya, baik untuk kepentingan sendiri maupun atas perintah orang lain dengan ada atau tidaknya perjanjian tertulis. Sedangkan, menurut Ida Bagus Teddy Prianthara sendiri pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain. 2.8.2 Jenis-jenis Perusahaan Jasa Konstruksi Usaha jasa konstruksi dapat berbentuk perseorangan atau badan usaha. Jenis-jenis usaha jasa konstruksi dibedakan menjadi tiga, yaitu : 1. Perusahaan perencanaan konstruksi Perusahan jenis ini memberikan layanan dalam tahap perencanaan mulai dari studi pengembangan sampai penyusunan dokumen kontrak kerja. 2. Perusahaan pelaksanaan konstruksi Perusahaan jenis ini memberikan layanan jasa mulai dari penyiapan lapangan hingga penyerahan hasil akhir pekerjaan konstruksi. 3. Perusahan pengawasan konstruksi Perusahaan jenis ini memberikan layanan jasa pengawasan baik sebagian maupun seluruhnya mulai dari penyiapan lapangan hingga penyerahan hasil akhir konstruksi. 2.8.3 Kontrak Perusahaan Jasa Konstruksi Kontrak konstruksi dalam perusahaan jasa konstruksi menurut PSAK 34 Revisi 2010 adalah suatu kontrak konstruksi yang dinegosiasikan secara khusus untuk konstruksi suatu aktiva atau suatu kombinasi aktiva yang berhubungan erat satu sama lain atau saling tergantung dalam hal rancangan, teknologi, dan tujuan utama. Sedangkan, kontrak harga tetap adalah kontrak konstruksi yang telah disetujui oleh kontraktor dimana nilai per unit output telah ditentukan dan dalam beberapa hal tunduk pada ketentuan kenaikan biaya. 2.8.4 Pendapatan Kontrak Jasa Konstruksi Pendapatan kontrak jasa konstruksi menurut Ida Bagus Teddy Prianthara (2010, p9) diukur pada nilai wajar dari imbalan yang diterima atau yang akan diterima. Pengukuran pendapatan kontrak dipengaruhi oleh ketidakpastian yang bergantung pada hasil di masa mendatang. Estimasi nilai kontrak dapat berubah sesuai dengan realisasi dan hilangnya ketidakpastiaan.Oleh sebab itu, nilai pendapatan kontrak dapat meningkat atau menurun dari suatu periode ke periode berikutnya. Klaim atas pendapatan kontrak hanya dapat dimasukkan jika : 1. Negosiasi telah mencapai tingkat akhir sehingga besar kemungkinan pemberi kerja menerima klaim tersebut. 2. Nilai klaim besar kemungkinannya disetujui oleh pemberi kerja dapat diukur secara handal. 2.9 2.9.1 Object Oriented Analysis and Design (OOAD) Perencanaan Strategis Sistem Informasi Setiap perusahaan memiliki tujuan yang ingin dicapai. Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, perusahaan perlu melakukan perencanaan strategis. Perencanaan strategis perusahaan dapat membantu manajemen dalam menentukan dan menggambarkan kondisi dan posisi perusahaan saat ini, ke mana arah bisnis perusahaan yang akan dituju dimasa mendatang, serta apa yang harus dilakukan untuk mencapai posisi yang dituju tersebut. Salah satu komponen dalam perencanaan strategis adalah perencanaan strategis sistem informasi. Definisi perencanaan strategis sistem informasi (information systems strategic planning) menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005, p16) adalah sebuah rencana yang menjelaskan teknologi dan aplikasi yang dibutuhkan oleh fungsi sistem informasi untuk mendukung rencana strategis perusahaan. Dalam perencanaan strategis sistem informasi, tim pengembang pada perusahaan akan menggabungkan dua rencana arsitektur, yaitu application architecture plan dan technology architecture plan. Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005, p16), application architecture plan merupakan sebuah deskripsi dari sistem informasi yang terintegrasi yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk menjalankan fungsi bisnisnya. Sedangkan, masih menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005, p16) definisi technology architecture plan merupakan sebuah deskripsi dari hardware, software, dan jaringan komunikasi yang dibutuhkan untuk mengimplementasi sistem informasi yang telah direncanakan. 2.9.2 Pengembangan Sistem 2.9.2.1 Konsep Pengembangan Sistem Dalam proses pengembangan sistem, dibutuhkan metode-metode tertentu untuk menjadi panduan dalam mengembangkan sistem. Metode pengembangan sistem (system development methodology) itu sendiri menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005, p47) adalah acuan yang dapat diikuti untuk menyelesaikan setiap aktivitas dalam pengembangan sistem, termasuk models, tools, dan teknik-teknik tertentu. Model dalam definisi ini adalah perumpamaan dari aspek penting dalam dunia nyata. Sedangkan tools adalah software pendukung yang membantu membuat model atau komponen lain yang dibutuhkan dalam proyek. 2.9.2.2 Unified Modeling Language (UML) Model dalam metodologi pengembangan sistem mencakup perumpamaan inputs, outputs, proses, data, obyek, interaksi antar obyek, lokasi, network, dan peralatan. Model-model ini digambar dalam bentuk diagram sesuai dengan notasi yang didefinisikan oleh Unified Modeling Language (UML). Pengertian Unified Modeling Language menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005, p48) adalah seperangkat konstruksi model dan notasi yang dikembangkan terutama untuk pengembangan beorientasi obyek. Model komponen sistem yang menggunakan Unified Modeling Language terdiri dari tujuh diagram, yaitu : 1. Use case diagram 2. Class diagram 3. Activity diagram 4. Sequence diagram 5. Communication diagram 6. Package diagram 7. Deployment diagram 2.9.2.3 Metodologi Pengembangan Sistem Salah satu metodologi yang dapat digunakan dalam pengembangan sistem adalah Unified Process (UP). Unified Process merupakan sebuah metodologi pengembangan sistem yang berorientasi obyek. Unified Process kini sudah menjadi salah satu metodologi yang paling banyak digunakan untuk pengembangan sistem beriorientasi obyek. Unified Process (UP), Unified Modeling Language (UML) models, tools, dan teknik-teknik dirancang untuk memperkuat contoh best practice dari banyak metodologi yang umum digunakan dalam pengembangan sistem, seperti : 1. Mengembangkan secara iteratif Membagi proyek menjadi serangkaian proyek kecil yang masingmasing diselesaikan dengan iterasi yang membangun sebagian dari software. 2. Menjabarkan dan mengelola system requirements Menjabarkan requirements secara keseluruhan di awal proyek, kemudian menyaring dan memfinalisasi detil requirements dari proyek melalui iterasi. 3. Menggunakan arsitektur komponen Mendefinisikan arsitektur software yang memungkinkan sistem dibangun menggunakan komponen yang jelas serta merancang dan menerapkan sistem untuk mencapai arsitektur komponen. 4. Membuat model visual Menggunakan UML diagram untuk menyelesaikan model requirements dan merancang komponen sistem untuk membantu tim memvisualisasikan dan mengkomunikasikan requirement dan rancangan sistem yang dibangun. 5. Memverifikasi kualitas Melakukan tes pada sistem sejak awal dan berkelanjutan dengan menentukan uji kasus berdasarkan requirement sistem dan memenuhi uji unit, uji integrasi, uji kegunaan, dan uji penerimaan pengguna di setiap iterasi. 6. Mengendalikan perubahan Mendokumentasikan permintaan akan perubahan sistem dan keputusan akan perubahan yang akan dibuat, serta memastikan bahwa versi dari model atau komponen sebelumnya teridentifikasi dan digunakan dalam pengembangan atau perubahan selanjutnya. 2.9.3 Konsep Object Oriented Dalam mengembangkan sistem, dapat digunakan pendekatan berorientasi obyek (object oriented approach). Pendekatan beriorientasi obyek sendiri menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005, p60) adalah suatu pendekatan pengembangan sistem yang memandang sistem informasi sebagai sekumpulan obyek yang saling berinteraksi dan bekerja sama untuk menyelesaikan tugastugas. Analisis yang digunakan dalam pengembangan sistem dengan pendekatan berorientasi obyek adalah object oriented analysis (OOA). Object Oriented Analysis menjabarkan semua jenis obyek yang bekerja dalam sistem dan menunjukkan interaksi yang dibutuhkan pengguna untuk menyelesaikan tugastugas. Sedangkan Object Oriented Design (OOD) menjabarkan semua jenis obyek yang diperlukan untuk berkomunikasi dengan orang-orang dan peralatanperalatan dalam sistem, menunjukkan bagaimana obyek-obyek saling berinteraksi untuk menyelesaikan tugas-tugas, dan memperjelas definisi dari setiap obyek sehingga dapat diimplementasi dengan bahasa tertentu. 2.9.4 System Requirements Dalam mengembangkan suatu sistem, perlu diketahui apa kebutuhan user dan fungsi apa yang diharapkan user untuk ada pada sistem yang sedang dikembangkan. Semua kebutuhan user dan fungsi yang harus ada pada sistem ini disebut system requirements. Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005, 130) secara umum, system requirements dibagi ke dalam dua kategori, yaitu : 1. Functional requirement Mencakup semua aktivitas yang harus dapat ditangani oleh sistem atau fungsi-fungsi yang harus ada pada sistem. 2. Nonfunctional requirement Mencakup karakteristik sistem selain aktivitas yang harus ada pada sistem. Nonfunctional requirement dapat dibagi menjadi beberapa jenis, di antaranya : a. Technical requirements Menjelaskan karakteristik operasional yang berhubungan dengan lingkungan organisasi, hardware, dan software. b. Performance requirements Menjelaskan karakteristik operasional yang berhubungan dengan pengukuran beban kerja, seperti waktu respon. c. Usability requirements Menjelaskan karakteristik operasional yang berhubungan dengan users, seperti tampilan antar muka (user interface), prosedur kerja, bantuan online, dan dokumentasi. d. Reliability requirements Menjelaskan karakteristik operasional yang berhubungan dengan ketergantungan suatu sistem, pencatatan untuk semua event atau kejadian, pemrosesan kesalahan, dan deteksi serta perbaikan kesalahan. e. Security requirements Menjelaskan pembagian akses setiap user pada fungsi-fungsi yang ada pada sistem. 2.9.5 Event Table Dalam pengembangan sistem, perlu diketahui event-event apa saja yang ada dalam sistem dalam rangka respon kepada permintaan pengguna. Eventevent tersebut perlu dijabarkan untuk menentukan apakah use case perlu merespon setiap event-event tersebut. Event-event tersebut dapat dimasukkan ke dalam tabel yang disebut event table. Definisi event table menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005, p174) adalah sebuah katalog dari use case yang mendaftar event-event dalam ke dalam baris-baris dan potongan informasi mengenai setiap event tersebut ke dalam kolom-kolom. Gambar 2.1 : Event Table Sumber : Satzinger, Jackson, dan Burd (2005, p175) 2.9.6 Use Case Use case merupakan pendekatan visual yang dapat digunakan untuk proses pemodelan dalam pengembangan sistem. Use case menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005, p166) merupakan aktivitas yang dilakukan sistem yang biasanya berupa respon terhadap permintaan pengguna. Dalam penggambaran use case diagram, digunakan beberapa simbol atau lambang untuk merepresentasikan setiap pengguna dan apa saja yang dilakukan sistem untuk merespon permintaan pengguna atas sistem. Gambar 2.2 : Simbol/ notasi use case diagram Sumber : Satzinger, Jackson, dan Burd (2005, p215) Gambar 2.3 : Use Case Diagram Sumber : Satzinger, Jackson, dan Burd (2005, p216) 2.9.7 Use Case Description Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005, p220) Use Case Description adalah penjelasan yang lebih detil mengenai proses dari sebuah use case. Use Case Description dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu : 1. Brief Description Brief description digunakan untuk use case yang sangat sederhana dan bila sistem yang dibangun berskala kecil. Gambar 2.4 : Brief Description dari Use Case Sumber : Satzinger, Jackson, dan Burd (2005, p221) 2. Intermediate Description Intermediate description merupakan pengembangan dari brief description untuk menyertakan aliran internal dari aktifitas untuk sebuah use case. Exception dapat didokumentasi jika diperlukan. Gambar 2.5 : Intemediate Description dari Use Case Sumber : Satzinger, Jackson, dan Burd (2005, p222) 3. Fully Developed Description Fully developed description adalah metode paling formal yang dapat digunakan dalam mendokumentasikan use case. Gambar 2.6 : Fully Developed Description dari Use Case Sumber : Satzinger, Jackson, dan Burd (2005, p223) 2.9.8 Class Diagram 2.9.8.1 Domain Model Class Diagram Class diagram merupakan diagram yang digunakan untuk mendefinisikan kelas-kelas problem domain. Oleh karena itu, class diagram disebut juga domain model class diagram. Domain model class diagram menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005, p184) merupakan sebuah diagram UML yang menggambarkan semua yang penting dalam pekerjaan user, kelas-kelas problem domain, atribut, serta hubungan antar kelas. Dalam class diagram, sebuah class digambarkan dengan bentuk kotak. Kotak ini terdiri dari tiga bagian, yaitu nama kelas di bagian atas, atribut-atribut dari kelas tersebut di bagian tengah, dan method di bagian bawah. Sedangkan hubungan antar class digambarkan dengan garis penghubung antar class. Keterangan : Menggambarkan sebuah class Menggambarkan penghubung antar class Hubungan antar class yang digambarkan dengan garis penghubung disebut multiplicity of association. Hubungan antar class ini dapat dibedakan menjadi enam jenis yang digambarkan dalam tabel sebagai berikut : Hubungan Simbol Zero to one (optional) 0..1 One and only one (mandatory) 1 One and only one alternate (mandatory) 1..1 Zero or more (optional) 0..* Zero or more alternate (optional) * One or more (mandatory) 1..* Tabel 2.1 : Tabel hubungan relasional antar class Sumber : Satzinger, Jackson, dan Burd (2005, p186) Contoh class dan hubungan antar class: Gambar 2.7 : Class Sumber : Satzinger, Jackson, dan Burd (2005, p185) Gambar 2.8 : Hubungan antar class Sumber : Satzinger, Jackson, dan Burd (2005, p187) Dalam class diagram, juga dikenal hierarki berdasarkan karakteristik class yang sama. Hierarki berguna untuk menyusun class mulai dari karakteristik yang umum hingga karakteristik yang khusus. Class yang memiliki karakteristik umum disebut superclass. Sedangkan class yang memiliki karakteristik khusus disebut subclass. Sebuah subclass dapat memiliki karakteristiknya superclassnya dengan penurunan karakteristik atau inheritance. Satzinger, Jackson, dan Burd (2005, p191), dalam hierarki class diagram terdapat whole-part hierarchies yang merupakan hierarki yang menyusun classclass sesuai dengan komponen-komponen yang terkait. Whole-part hierarchies sendiri dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu : 1. Aggregation Hubungan seluruh-sebagian antara obyek dengan bagian-bagiannya dimana setiap bagian dapat terpisah-pisah. 2. Composition Hubungan seluruh-sebagian dimana bagian-bagian yang ada tidak dapat dipisahkan dengan obyeknya. Simbol-simbol yang digunakan dalam hierarki class diagram adalah : 1. Generalization (inheritance) Notasi : 2. Composition Notasi: 3. Aggregation Notasi: Contoh penggunaan hierarki dalam class diagram : Gambar 2.9 : Contoh class diagram dengan generalization Sumber : Satzinger, Jackson, dan Burd (2005, p190) Gambar 2.10 : Contoh class diagram dengan aggregation Sumber : Satzinger, Jackson, dan Burd (2005, p192) Gambar 2.11 : Contoh class diagram dengan composition 2.9.8.2 First-Cut Class Diagram First-cut class diagram menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005, p309) merupakan perluasan dari domain class diagram yang dikembangkan melalui dua langkah, yaitu dengan menguraikan atribut dengan tipe dan nilai awal serta menambahkan navigation visibility arrows. Gambar 2.12 : First-cut Class Diagram Sumber : Satzinger, Jackson, dan Burd (2005, p311) 2.9.8.3 Updated Design Class Diagram Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005, p337), updated design class diagram dapat dikembangkan untuk setiap layer. Pada view dan data access layer, harus ditambahkan beberapa class baru. Demikian pula dengan domain layer juga membutuhkan penambahan class baru sebagai use case controller. Pada updated design class diagram, method dapat ditambahkan untuk setiap class. Tiga method umum yang banyak dijumpai pada class-class updated design class diagram adalah constructor methods, data get and set methods, dan use case specific method objects. Gambar 2.13 : Updated Design Class Diagram Sumber : Satzinger, Jackson, dan Burd (2005, p340) 2.9.9 Activity Diagram Activity diagram merupakan diagram yang digunakan untuk menggambarkan aliran kerja dari aktivitas user secara berurutan. Dalam menggambar activity diagram terdapat beberapa simbol yang digunakan, yaitu : 1. Synchronization bar Merupakan notasi yang digunakan untuk mengontrol pemisahan atau penyatuan dari jalur yang berurutan. 2. Swimlane Merupakan suatu daerah persegi dalam activity diagram yang mewakili aktivitas-aktivitas yang diselesaikan agen tunggal. 3. Starting activity (pseudo) Merupakan notasi yang menandakan dimulainya sebuah aktivitas. 4. Transition arrow Merupakan garis penunjuk panah yang menggambarkan transisi dari suatu aktivitas dan arah dari suatu aktivitas. 5. Activity Merupakan notasi yang menggambarkan suatu aktivitas. 6. Ending activity (pseudo) Merupakan notasi yang menandakan berakhirnya suatu aktivitas. Contoh notasi-notasi dalam activity diagram : Gambar 2.14 : Activity Diagram Sumber : Satzinger, Jackson, dan Burd (2005, p145) 2.9.10 Sequence Diagram Sequence diagram merupakan diagram yang digunakan untuk menjelaskan interaksi antar obyek. Sequence diagram juga menggambarkan interaksi antara sistem dengan dunia luar yang digambarkan sebagai aktor. Aktor sebagai pengguna sistem memberika pesan kepada sistem dan sistem akan mengembalikan data. Dalam sequence diagram digunakan beberapa notasi untuk membuat sequence diagram, yaitu : 1. Lifeline atau object lifeline Berupa garis vertikal di bawah obyek yang berguna untuk menunjukkan waktu hidup obyek. 2. Object Berupa simbol orang yang berguna sebagai penggambaran pengguna sistem atau sistem yang terotomatisasi. 3. Input Message Berupa garis horizontal yang menggambarkan pesan masukan dari user. 4. Output Message Berupa garis horizontal putus-putus yang menggambarkan keluaran atau hasil dari inputan user. Contoh sequence diagram : Gambar 2.15 : Sequence Diagram Sumber : Satzinger, Jackson, dan Burd (2005, p229) 2.9.10.1 System Sequence Diagram System sequance diagram merupakan sebuah diagram yang menunjukkan interaksi antara sistem dan dunia luar yang diwakilkan oleh aktor. Interaksi antara sistem dan actor dilakukan dengan pesan yang diberikan oleh aktor ke sistem dan sistem akan mengembalikan output untuk ditampilkan. Berikut ini adalah contoh system sequance diagram : Gambar 2.16 : System Sequence Diagram Sumber : Satzinger, Jackson, dan Burd (2005, p315) 2.9.10.2 First-cut Sequence Diagram First-cut sequence diagram merupakan pengembangan dari system sequence diagram. Pengembangan system sequence diagram terletak pada penentuan obyek-obyek yang terkait untuk melakukan use case.Pada first-cut sequence diagram juga ditambahkan use case controller object yang berguna untuk menerima input messages dan menyampaikannya kepada obyek internal yang terkait. Gambar 2.17 : First-cut Sequence Diagram Sumber : Satzinger, Jackson, dan Burd (2005, p439) 2.9.10.3 Completed Three-Layer Design Sequence Diagram Completed three-layer design sequence diagram merupakan gambaran lengkap dari sequence diagram dan juga pengembangan dari first-cut sequence diagram. Completed three-layer design sequence diagram menambahkan data layer. Gambar 2.18 : Completed Three-Layer Design Sequence Diagram Sumber : Satzinger, Jackson, dan Burd (2005, p229) 2.9.11 Communication Diagram Communication diagram dan sequence diagram adalah diagram interaksi. Fungsi communication diagram juga sama dengan sequence diagram, yaitu untuk menunjukkan interaksi antar obyek. Notasi yang digunakan pada kedua diagram tersebut hampir sama. Hanya saja pada communication diagram tidak terdapat lifeline. Sedangkan untuk mengidentifikasi urutan pesan, pada communication diagram setiap pesan diberi nomor urut. Notasi yang digunakan untuk membawa pesan antara aktor dan obyek pada communication diagram disebut links. Contoh communication diagram : Gambar 2.19 : Communication Diagram Sumber : Satzinger, Jackson, dan Burd (2005, p229) 2.9.12 Package Diagram Package diagram merupakan suatu diagram yang memungkinkan perancang sistem untuk mengasosiasikan kelas dari suatu kelompok. Secara umum, package diagram digunakan untuk menunjukkan komponen-komponen yang berhubungan dan hubungan antar komponen. Package diagram terdiri dari tiga lapisan, yaitu lapisan desain (view layer), lapisan domain (domain layer), dan lapisan akses data (data access layer). Pada setiap lapisan terdapat package yang di dalamnya terdapat class-class yang sesuai dengan lapisan masing-masing class. Package dalam package diagram ini direpresentasikan dengan tab persegi panjang. Sedangkan hubungan ketergantungan antar package direpresentasikan dengan tanda panah bergaris putus-putus. Hubungan ketergantungan antar package ini mengindikasikan efek suatu elemen terhadap elemen lain dalam sistem sehingga perancang sistem dapat melacak efek-efek dari perubahan yang terjadi. Pada hubungan ketergantungan antar package, ekor panah menunjuk pada package yang dependen, sedangkan kepala panah menunjuk pada package yang independen. Gambar 2.20 : Package Diagram Sumber : Satzinger, Jackson, dan Burd (2005, p345) 2.9.13 Deployment and Software Architecture Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005, p270) deployment environment terdiri dari hardware, software, dan network. Deployment environment terbagi atas dua tipe, yaitu : 1. Single Computer Architecture Single computer architecture menggunakan sistem komputer tunggal yang menjalankan seluruh software. Kelebihan utama single computer architeture adalah kesederhanaannya. Sistem informasi yang dijalankan pada single computer architecture umumnya mudah dirancang, dibangun, dioperasikan dan dikelola. Contoh single computer architecture : Gambar 2.21 : Single Computer Architecture Sumber : Satzinger, Jackson, dan Burd (2005, p271) 2. Multitier Computer Architecture Multitier computer architecture merupakan tipe arsitektur yang menggunakan proses pengeksekusiannya terjadi di beberapa komputer. Mutltitier computer architecture dapat dibagi menjadi dua, yaitu : a. Clustered Architecture Clustered architecture merupakan tipe arsitektur yang menggunakan beberapa komputer dengan model dan produksi yang sama. Contoh clustered architecture : Gambar 2.22 : Single Computer Architecture Sumber : Satzinger, Jackson, dan Burd (2005, p271) b. Multicomputer Architecture Multicomputer architecture merupakan tipe arsitektur yang menggunakan beberapa komputer namun dengan spesifikasi yang berbeda-beda. Contoh multicomputer architecture : Gambar 2.23 : Multicomputer Architecture Sumber : Satzinger, Jackson, dan Burd (2005, p271) Deployment architecture menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005, p272) dibagi menjadi dua, yaitu : 1. Centralized Architecture Centralized architecture merupakan arsitektur yang menggambarkan penyebaran sistem komputer pada satu lokasi. Centralized architecture umumnya digunakan untuk proses aplikasi berskala besar termasuk batch dan real-time application. 2. Distributed Architecture Distributed architecture merupakan arsitektur yang menggambarkan penyebaran sistem komputer pada beberapa tempat dengan menggunakan jaringan komputer. Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005, p277), software architecture terdiri atas dua, yaitu : 1. Client/server architecture Client/server architecture membagi software ke dalam dua tipe, client dan server. Server berfungsi untuk mengolah sumber informasi atau menyediakan servis. Sedangkan, client berfungsi untuk berkomunikasi dengan server untuk meminta sumber daya atau servis dan server akan merespon terhadap permintaan tersebut. 2. Three-layer client/server architecture Three-layer client/server architecture merupakan pengembangan dari client/server architecture yang terdiri dari tiga layer, yaitu : a. Data layer Merupakan layer untuk mengatur penyimpanan data pada satu atau lebih database. b. Business logic layer Merupakan layer yang mengimplementasikan aturan dan prosedur dari proses bisnis. c. View layer Merupakan layer yang menerima input dan menampilkan hasil proses. 2.9.14 Persistent Object Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005, p66) persistent object merupakan obyek yang diingat oleh sistem dan tersedia untuk digunakan dari waktu ke waktu 2.9.15 User Interface User interface menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005, p442) adalah bagian dari sistem informasi yang membutuhkan interaksi dari user untuk membuat input dan output.