BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi Sebagai Proses Pencetakan Makna Komunikasi merupakan proses transmisi segala informasi atau pesan dan buah pikiran kepada komunikan, begitu pula sebaliknya. Komunikasi dapat dianggap berjalan lancar dalam suatu kelompok bila penggunaan elemen-elemen dalam proses transmisi tersebut sama, karena apabila elemen yang dipakai tidak sama dengan yang dipakai oleh komunikan, maka informasi yang ingin disampaikan oleh komunikator akan sulit untuk diterima maknanya oleh komunikan. Peter L. Berger dan Thomas Luckmann dalam analisanya tentang konstruksi sosial realitas, mereka berpendapat bahwa khalayak dalam sebuah proses komunikasi akan cenderung memandang bahwa sumber komunikasi sedang mengatakan hal yang sebenarnya ketika klaim-klaim sumber itu konsisten dengan makna-makna yang dikonstruksikan secara sosial 1 . 1 Ratna Noviani,. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 2002 hal 59 John Fiske dalam bukunya Cultural and Communication studies juga mencoba menjelaskan tentang studi komunikasi, ia mengajukan model yang disebut dengan dua”mazhab” utama dalam studi komunikasi . pertama, Fiske menyebutkan Mazhab Proses, yang melihat komunikasi sebagai transmisi pesan, dan kedua, Fiske menyebutkan Mazhab Semiotika, yang melihat komunikasi sebagai produksi dan pertukaran makna 2 . John Fiske berusaha menjelaskan kedua mazhab tersebut, yaitu: Mazhab pertama melihat pada komunikasi sebagai transmisi pesan, yaitu bagaimana pengirim dan penerima mengkonstruksikan pesan (encode) dan menerjemahkannya (decode), dan bagaimana transmiter menggunakan saluran dan media komunikasi. Ia melihat komunikasi sebagai suatu proses yang dengannya seorang pribadi mempengaruhi prilaku pribadi yang lain, mazhab ini cenderung bicara tentang kegagalan komunikasi dan ia melihat ke tahap-tahap dalam proses tersebut guna mengetahui dimana kegagalan tersebut terjadi. Mazhab kedua melihat komunikasi sebagai produksi dan pertukaran makna. Berkenaan dengan bagaimana pesan atau teks berinteraksi dengan orang-orang dalam rangka menghasilkan makna ; yakni, ia berkenaan dengan peran teks dalam kebudayaan kita, ia mengunakan istilah-istilah seperti pertandaan (signification) dan tidak memandang kesalahpahaman sebagai bukti yang penting dari kegagalan komunikasi, hal ini mungkin akibat dari perbedaan budaya antara pengirim dan 2 John Fiske,. Cultural and Communication Studies: Sebuah Pengantar Paling Komperhensif. Yogyakarta : Jalasutra. 2007 hal xi penerima. Bagi mazhab ini, studi komunikasi adalah studi tentang teks dan kebudayaan . metode studi yang utama adalah semiotika (ilmu tentang tanda dan makna) 3 . Komunikasi pun adalah proses pemaknaan oleh penerima informasi atas informasi yang diberikan, sehingga komunikasi adalah proses pemaknaan tanpa henti. Dalam pemaknaan, semua model makna memiliki bentuk yang secara luas mirip, masing-masing memperhatikan tiga unsur yang harus ada dalam setiap studi tentang makna, ketiga unsur itu adalah (1) tanda, (2) acuan tanda, (3) penggunaan tanda. Tanda itu sendiri merupakan sesuatu yang bersifat fisik, bisa dipersepsi indra kita ; tanda mengacu pada sesuatu diluar tanda itu sendiri ; dan tergantng ada pengenalan oleh penggunanya sehingga bisa disebut tanda 4 . Tanda yang dipakai dalam komunikasi terkadang terdapat banyak perbedaan, karena banyak faktor yang mempengaruhi perbedaan tersebut seperti misalnya kebudayaan yang terdapat di tempat tertentu, kebudayaan yang dipakai oleh negara tertentu, nilai moral dalam kebudayaan tertentu, nilai-nilai yang yang dianut oleh agama tertentu, dll, yang menjadikan penggunaan tanda dari seseorang dapat menjadi pemaknaan lain oleh penerima tanda tersebut. 3 4 Ibid. 8 Ibid. 61 Seperti yang diungkapkan oleh John Fiske : " saya berasumsi bahwa semua komunikasi melibatkan tanda (signs) dan code(codes). tanda adalah artefak atau tindakan yang merujuk pada sesuatu yang lain diluar tanda itu sendiri ; yakni tanda menandakan konstruk. kode adalah sistem dimana tanda-tanda diorganisasikan dan yang menentukan bagaimana tanda-tanda itu mungkin berhubungan satu sama lain" 5 . Definisi yang diberikan John Fiske disini dapat dilihat bahwa komunikasi berkaitan erat dengan tanda dan kode, dengan pemilihan tanda yang tepat mampu menciptakaan kode yang tepat kepada penerima tanda tersebut, sehingga terciptalah pemaknaan yang sama antara si pemberi pesan dengan si penerima pesan. Komunikasi adalah proses menyampaikan pesan atau informasi dengan tujuan mempengaruhi, menciptakan pemahaman, membujuk si penerima pesan untuk melakukan seperti si pemberi pesan harapkan, hal ini serupa dengan dunia promosi atau pemasaran. Melalui penggunaan simbol-simbol dan kode-kode yang tepat sesuai dengan tujuan pesan film sehingga film tersebut akan mampu diinterpretasikan oleh khalayak maknanya, maka Film difahami dan dimaknai tujuannya, sehingga pesan dalam film mudah tersampaikan. Dalam pikiran Schutz, semua manusia didalam pikirannya membawa apa yang dinamakan stock of knowledge, baik stock of knowledge tentang barangbarang fisik, tentang sesama manusia, artefak dan koleksi-koleksi sosial maupun 5 Ibid. 8 obyek-obyek budaya. Stock of knowledge yang mereka dapatkan melalui proses sosialisasi itu, menyediakan frame of reference atau orientasi yang mereka gunakan dalam menginterpretasikan obyek-obyek dan peristiwa-peristiwa yang mereka lakukan sehari-hari 6 . Kegiatan komunikasi sendiri pada dasarnya dimaksudkan untuk membawa semua partisipan yang terlibat (dalam kegiatan komunikasi tersebut) untuk memiliki pemahaman yang sama tentang apa yang terjadi. Film dapat masuk kedalam masyarakat dan dapat diterima masyarakat Indonesia, dikarenakan film menyamakan stock of knowledge( penyandaran diri pada tipifikasi-tipifikasi atau ”resep-resep” tindakan yang sudah ada dalam budaya mereka. tipifikasi-tipifikasi ini menyediakan cara-cara untuk bertindak, solusi-solusi masalah dan interpretasi tentang dunia sosial) 7 . Dengan masyarakat Indonesia, dengan menggunakan film-film berhubungan dengan budaya-budaya yang ada di Indonesia, atau pola tingkah laku yang khas di Indonesia,maka mampu tercipta sebuah stock of knowledge yang sama dengan komunikan. Seorang komunikator yang memiliki stock of knowledge yang sama dengan komunikan akan dianggap sedang mengemukakan sebuah kebenaran. Jika komunikator tidak mau mempelajari stock of knowledge dari komunikan, maka kebenaran yang dikemukakan oleh komunikator akan dipertanyakan, dan komunikasi menjadi tidak efektif 8 . 6 Ratna Noviani,. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 2002 hal 49 7 Ibid. 50 Ibid. 59 8 Dalam komunikasi pun terdapat media dalam mendukung proses komunikasi tersebut, yaitu media masa, media yang mampu menjadi penjembatan antara informasi dari komunikator kepada komunikannya. Media digunakan untuk banyak alasan, salah satunya adalah agar pesan yang disampaikan menjadi lebih efektif dan lebih tepat sampai pada target komunikannya. Media pula mampu menjembatani sebuah buah pikiran, dan kebudayaan baru kepada komunikannya. Salah satu media dalam komunikasi adalah film, film salah-satu media komunikasi yang penting yaitu sebagai media visualisasi, karena film mampu menampilkan atau memvisualisasikan sesuatu seperti layaknya kita melihat kehidupan disekeliling kita biasanya, dan film mampu membujuk masyarakat lewat tampilan visualisasi yang tepat untuk dapat menggugah rasa keinginan penontonnya. Film adalah sebuah media komunikasi yang menyampaikan sesuatu hal kepada komunikan, yang berusaha menyentuh para target khalayaknya untuk mau mengikuti seperti yang dikomunikasikan oleh film, seperti yang di ungkapkan oleh Marchand : ”film itu adalah sebuah cermin masyarakat, A Mirror On The Wall, yang lebih menampilkan tipuan-tipuan yang halus dan bersifat terapetik daripada menampilkan refleksi-refleksi realitas sosial, jika kita memperhatikan peranperan yang dimainkan oleh karakter-karekter dalam film.... kita akan sangat terkesan dengan distorsi atas lingkungan sosial. Jika kita memperhatikan petunjuk-petunjuk dan nasehat dalam film,.... kita akan sangat terkesan dengan pengelakan manipulatif mereka, dengan upaya penyesuaikan masalah-masalah modernitas. Namun, jika kita memperhatikan persepsi atas dilema-dilema sosial dan budaya, yang diperlihatkan dengan presentasinya, kita akan menemukan citra-citra negatif dan ekspresif tentang realitas-realitas yang mendasar...yang direfleksikan dalam cermin film yang sulit untuk dipahami.” 9 Film sebagai media komunikasi visual yang penting maka diperlukan pengkajian yang lebih mendalam tentang film, dengan mengkaji pada banyak elemen yang terdapat didalam film tersebut, dan dalam pengkajian tersebut diperlukan sebuah bidang studi yang meneliti tentang elemen-elemen tersebut, maka dipergunakanlah studi semiotika yang adalah bidang studi yang mempelajari pemaknaan dari suatu tanda atau lambang. Dipakai bidang studi semiotika ini pula untuk dapat mengkaji keefektifitas dan, pemaknaan secara lebih mendalam atau bahkan mungkin terdapat kekurangan dalam film tersebut, oleh sebab itu pula dipergunakan studi semiotika ini untuk secara lebih mendalam mengkaji film. 9 Ratna Noviani,. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 2002 hal 54 2.2 Film 2.2.1 Pengertian Film Film merupakan media komunikasi massa pandang dengar dimana film mengirimkan pesan atau isyarat yang disebut symbol, komunikasi symbol dapat berupa gambar yang ada di film. Gambar di film menunjukkan kekuatan gambar dalam menyampaikan maksud dan pesan kepada orang lain. Secara umum, film dipandang sebagai media tersendiri, film merupakan sarana pengungkapan daya cipta dari beberapa cabang seni sekaligus 10 . Dalam dua buku besar Essaisur la significtion au cinemaEssaisur la significtion au cinema yang diterbitkan dalam dua tahun 1968 dan 1972 dan dalam karya besarnya Language and Cinema (1971), Metz menggagaskan suatu pandangan terhadap film sebagai sebuah fenomena logis yang dapat dipelajari dengan mempergunakan metode-metode ilmiah 11 . 10 11 Denis McQuail,. Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Erlangga. Jakarta. 1987:14 James Monaco, Cara Menghayati Sebuah Film. 1977 Film memerlukan penanganan yang lebih sungguh-sungguh dan konstruksi yang lebih artifisual pula (melalui manipulasi) oleh media lain, karena film memiliki jangkauan, realisme, pengaruh emosional dan popularitas yang hebat. Dan juga film mudah dipengaruhi, maka film banyak dipengaruhi campur tangan 12 . 2.2.2 Karakteristik Film Karakteristik film sebagai usaha pertunjukkan (show business) baru dalam pasar yang kian berkembang belumlah mencangkup segenap permasalahan film. Film sebagai alat propaganda yang penting. Terutama dalam pencapaian tujuan nasional dan masyarakat. Karakteristik film yang menjadi kriteria suatu film, yaitu: 13 a. Memenuhi Tri Fungsi Film, fungsi film itu sendiri adalah hiburan, pendidikan dan penerangan. Film itu sendiri sudah merupakan suatu hiburan karena alasan orang itu sendiri adalah untuk mendapatkan hiburan. b. Konstruktif, film yang bersifat seperti merupakan dimana perilaku pemain dalam film serba positif, yang bisa ditiru oleh masyarakat terutama remaja. 12 Denis McQuail, Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar,Erlangga,Jakarta. 1987:14 Uchjana, Onong Effendi,. Ilmu, Filsafat dan Komunikasi. PT.Citra Adtya Bakti, Bandung.2003:226 13 Dan hal itu dapat memberikan dampak positif juga bagi siapa saja yang menontonnya. c. Artistik, karena merupakan hasil karya seni dari orang-orang kreatif yang terlibat di dalamnya. Film harus bersifat etis dan logis. d. Persuasif, film yang bersifat persuasif adalah film yang bersifat ajakan halus. Dalam hal ini adalah ajakan untuk membangun film tersebut. 2.2.3 Fungsi Film Film memiliki tiga fungsi, yakni : 14 1. Sebagai Alat Penerangan, dalam film segala informasi yang disampaikan baik secara audio maupun visual memberikan pesan sehingga dapat dengan mudah dimengerti dan menjadi semacam alat untuk menerangkan suatu hal yang masih kabur. 2. Sebagai Alat Pendidikan, film dapat memberikan contoh suatu peragaan yang bersifat mendidik serta tauladan dalam masyarakat serta film mampu memberikan tontonan perbuatan-perbuatan yang baik dengan baik. 14 Di akses pada 12 Juni 2012 pkl 11.37 WIB www.pphui.or.id/indeks/sejarah 3. Sebagai Alat Menghibur, film juga bisa memberikan hiburan yang bisa mensejahterakan rohani manusia. Karena ketika menonton sebuah film, maka pada saat itulah terdapat kepuasan batin untuk melihat secara visual dengan di dukung audio serta pembinaan kebudayaan. 2.2.4 Jenis-jenis Film Perkembangan industri perfilman banyak menciptakan jenis film yang berbeda-beda yang mengelompokkan satu dengan yang lainnya sesuai selera masyarakat yang menyaksikannya. Hal ini memberikan banyak pilihan bagi masyarakat sebagai hiburan sesuai minat masyarakat. Film banyak macam dan jenisnya dan masing-masing film harus dipertimbangkan sesuai dengan maksud dan fungsi designnya. Maka masing-masing film memiliki pola artistik sendiri dan hal itulah yang membedakan film yang satu dengan yang lainnya. 15 Jenis-jenis film yakni: 1. Drama Dalam tema ini film yang diangkat merupakan aspekaspek human interest. Sehingga sasarannya adalah perasaan penonton untuk meresapi kejadian yang menimpa tokoh dalam film ini. Tema ini dikaitkan dengan latar belakang kejadiannya, 15 Suhandang Kustadi,. Pengantar Jurnalistik. Yayasan Nusantara Cendekia.Jakarta 2004:188 seperti kejadian yang terjadi disekitar keluarga maka disebut sebagai drama keluarga. 2. Laga atau Action Jenis film yang mengandung unsure pertengkaran secara fisik diantara tokoh jahat dan baik, pada adegan perkelahian misalnya tokoh utama bisa digantikan oleh pemeran pengganti atau stundman yang diperankan seolah-olah pelaku adalah tokoh tersebut. Begitu pula pada tokoh yang lainnya yang membutuhkan peran standman tersebut. Film ini biasanya memiliki klasifikasi penonton tertentu dilihat dari isi adegan berbahaya yang tidak bisa diterima oleh klasifikasi penonton tertentu seperti anak-anak. 3. Komedi Film dengan tema ini adalah jenis film yang mengutamakan sisi lucu dan menghibur. Film komedi tidak harus dimainkan oleh pelawak, tetapi juga bisa dimainkan oleh pemain biasa dan selalu menawarkan sesuatu yang dapat membuat penonton tertawa dan tersenyum. Ada dua jenis komedi yakni komedia slaptik yang memperagakan adegan konyol seperti melempar kue, maupun komedia situasi (situation comedy/sitcom) yang mengalirkan adegan lucu dari situasi yang terbentuk dalam alur cerita dan irama film. 4. Tragedi Film yang bertemakan tragedi biasanya menitik beratkan pada nasib tokoh utama yang selamat dari perampokan atau pembunuhan yang lainnya. 5. Horror (suspence Thriler) Film horror adalah film yang menawarkan suasana menakutkan dan menyeramkan yang dapat membuat bulu kuduk penontonnya merinding. Suasana dibuat sedemikian rupa dibantu dengan animasi dan spesial effect ataupun dukungan dari artis-artis dalam film tersebut, sehingga dapat menimbulkan kesan mencekam dan menyeramkan. 6. Drama Aksi Dalam film drama aksi menyuguhkan suasana drama serta dibalut dengan adegan-adegan pertengkaran fisik. Biasanya film dimulai dengan suasana drama lalu suasana tegang dengan pertengkaran-pertengkaran. 7. Komeditragi Suasana komedi dalam film ini ditonjolkan lebih dahulu lalu disusulkan dengan adegan-adegan tragis namun tetap bernuansakan komedi. 8. Komedi Horror Film ini menampilkan film horror yang berkembang kemudian di plesetkan menjadi film komedi. Unsur ketegangan yang bersifat menakutkan menjadi lunak karena unsur dikemas dengan adegan komedi. 9. Drama Komedi Merupakan jenis film yang bertemakan drama yang kental namun dibalut dengan komedi sehingga film tersebut terasa tidak membosankan. 10. Parody Jenis film ini merupakan dulikasi dari film-film tertentu yang diplesetkan (disindirkan). Jadi parody berdimensi film yang sudah ada lantas dikomedikan. 11. Musikal Jenis film yang diisikan dengan lagu-lagu maupun irama melodius, sehingga penyutradaraan, penyuntingan,acting, termasuk dialog di konsep termasuk dalam lagu-lagu dan irama melodius. 12. Film Dokementer (Documentary Films) Dokumenter adalah sebutan yang diberikan untuk film pertama karya Lumiere bersaudara yang berkisah tentang perjalanan yang dibuat sekitar tahun 1890-an. Tiga puluh enam tahun kemudian, kata ‘dokumenter’ kembali digunakan oleh pembuat film dan kritikus film asal Inggris John Grierson untuk film Moana (1926) karya Robert Flaherty. Grierson berpendapat dokumenter merupakan cara kreatif merepresentasikan realitas 16 . Film dokumenter menyajikan realita melalui berbagai cara dan dibuat untuk berbagai macam tujuan. Namun harus diakui, film dokumenter tak pernah lepas dari tujuan penyebaran informasi, pendidikan dan propaganda bagi orang atau kelompok tertentu. Intinya, film dokumenter tetap berpijak pada hal-hal senyata mungkin. Seiring dengan perjalanan waktu, muncul berbagai aliran dari film dokumenter misalnya dokudrama (docudrama). Dalam dokudrama, terjadi reduksi realita demi tujuan-tujuan estetis agar gambar dan cerita menjadi lebih menarik. Sekalipun demikian, jarak antara kenyataan dan hasil yang tersaji lewat dokudrama biasanya tak berbeda jauh. Dalam dokudrama, realita tetap menjadi pegangan. Kini dokumenter menjadi sebuah trend tersendiri dalam perfilman dunia. Para pembuat film bisa bereksperiman dan belajar tentang banyak hal ketika terlibat dalam produksi film dokumenter. Tak hanya itu, film dokumenter juga dapat membawa keuntungan dalam jumlah yang cukup memuaskan. 16 Susan Hayward,. Key Concept in Cinema Studies. 1996 hal 72 13. Film Cerita Pendek (Short Films) Durasi film cerita pendek biasanya dibawah 60 menit. Di banyak negara seperti Jerman, Australia, Kanada, Amerika Serikat dan juga Indonesia. Film cerita pendek dijadikan laboratorium eksperimen dan batu loncatan bagi seseorang atau sekelompok orang untuk kemudian memproduksi film cerita panjang. Jenis film ini banyak dihasilkan oleh para mahasiswa jurusan film atau orang atau kelompok yang menyukai dunia film dan ingin berlatih membuat film dengan baik. Sekalipun demikian, ada juga yang memang mengkhususkan diri untuk memproduksi film pendek, umumnya hasil produksi ini dipasok ke rumah-rumah produksi atau saluran televisi. 14. Film Cerita Panjang (Feature-Length Films) Film dengan durasi lebih dari 60 menit lazimnya berdurasi 90-100 menit. Film yang diputar di bioskop umumnya termasuk dalam kelompok ini. Beberapa film, misalnya Dances With Wolves bahkan berdurasi lebih 120 menit. Film-film produksi India rata-rata berdurasi hingga 180 menit. 2.2.5 Unsur Dramatik Unsur dramatik dalam istilah lain di sebut sebagai drama turgi yakni unsur-unsur yang dibutuhkan untuk melahirkan gerak dramatic pada cerita atau pada pihak pikiran penontonnya. a. Konflik, permasalahan yang diciptakan untuk menghasilkan pertentangan dalam sebuah keadaan sehingga meninggalkan kesan dramatik yang menarik. b. Suspensi, penundaan atau penangguhan sesuatu untuk sementara yang menimbulkan ketegangan. c. Kuriositas, rasa ingin tahu atau penasaran penonton terhadap sebuah adegan yang kita ciptakan. d. Surpraise, peristiwa yang dirankai sedemikian rupa untuk menghasilkan suatu kejutan. 2.2.6 Media Audio Media audio berfungsi sebagai pendukung visual atau gambar. Media Audio adalah media informasi yang berbentuk suara yang diterima oleh penonton dengan indra telinganya. Unsurunsur media audio terdiri dari dialog, sound effect dan ilustrasi musik. 1. Dialog, adalah suara yang dibentuk oleh ucapan kata-kata yang dilakukan pelaku. Dialog merupakan unsur suara yang paling efektif dalam menyampaikan informasi dibanding semua unsur suara lainnya. a. Sebagai Informasi Informasi dari ucapan pelaku adalah paling efektif dari semua unsur audio terutama dalam menjelaskan pikiran atau perasaan pelaku terutama dalam menjelaskan pendapat yang ada di kepalanya. Selain itu juga bisa untuk mengutarakan benci. b. Menjelaskan Karakteristik Umum Pelaku. Karakter yang dirangkum meliputi tingkat ekonomi, intelektual, profesi, ciri khas sosial dan budaya dan kondisi psikisnya. c. Menjelaskan Karakteristik Pelaku. Dialog yang diucapkan pelaku bisa saja menjelaskan karakteristik psikis si pembicara, termasuk watak dan kondisi psikisnya saat itu. Pelaku yang muncul dalam cerita adalah manusia lengkap dengan psikisnya. 2. Sound Effect, yaitu bunyi yang ditimbulkan oleh benda karena adanya aksi, seperti dering telepon, suara mesin mobil,peluit kereta dan sebagainya. Selain itu sound effect juga termasuk pada suara binatang dan suara-suara lainnya dalam film sebagai kekuatan untuk memperjelas adegan atau situasi dan kondisi pada film. Fungsinya sebagai penunjang informasi, mensuplai informasi, menunjang dramatik, mood dan atmosfir. 3. Ilustrasi Musik, biasanya disebut background musik, latar musik, iringan musik. Musik terjalin dengan cerita. Dan memang sudah seharusnya ilustrasi musik ini digunakan sebagai unsur penuturan cerita. Ilustrasi sebagai penunjang dramatik yang sangat kuat. Memang tidak semua di isi dengan ilustrasi musik terkadang keadaan sunyi bisa memiliki nilai dramatik yang tinggi dan kalau ditambah dengan musik malah adegan nya menjadi hambar, padahal ilustrasi menambah informasi, mood dan atmosfir. musik adalah 2.2.7 Media Visual Media gambar atau visual adalah segala sesuatu yang diinformasikan bagi mata. Unsur-unsur media visual, dalam rangka penyajian cerita adalah pelaku (aktor), set (tempat kejadian), properti dan cahaya. Artinya informasi cerita yang akan disampaikan kepada mata penonton adalah dengan penampilan acting pelaku dengan cahaya menurut penataan tertentu. Media visual pada pertunjukkan film menjadi andalan utama dalam menyampaikan informasi kepada penonton. Dan unsur-unsur yang terdapat pada media visual adalah: a. Pelaku Sudah kita lihat bahwa dengan melihat penampilan saja, tanpa bantuan narasi atau dialog yang menjelaskan, tokoh cerita sudah banyak memberikan banyak informasi tentang dirinya. Sesuai dengan perinsip mendahulukan menggunakan bahasa gambar. Begitu menyaksikan munculnya seorang pelaku atau faktor, maka penonton akan segera menerima banyak sekali informasi dari penampilan sang pelaku. Penonton sudah memiliki banyak rekaman di kepalanya tentang aneka penampilan manusia dengan aneka ukuran, bentuk tubuhnya dan properti yang digunakan oleh sang pelaku. b. Set Pengertian set pada film bukanlah dekor, sebagaimana pada teater tapi merupakan tempat kejadian. Set dalam film bisa merupakan kamar, ruang duduk, lapangan sepak bola, ruang dalam pesawat ruang angkasa dan sebagainya. Penonton segera akan mendapat informasi ketika melihat shot sebuah gang di Kampung duri, jalan setapak di desa, ruang tamu mewah rumah di Pondok Indah dan sebagainya. Selain itu set juga bisa menjelaskan tentang : 1. Menjelaskan Pemilik Keadaan rumah yang akan langsung merefleksikan pemiliknya. Dengan diperlihatkan bagian depan rumah, orang segera bisa menerka status ekonomi pemiliknya. Ketika gambar memperlihatkan set bagian dalam rumah, akan didapatkan informasi bagaimana kepribadian sang pemilik rumah. Menggunakan properti pada set guna memperkaya informasi mengenai tokoh yang diceritakan. 2. Menjelaskan Tingkat Ekonomi Untuk bisa memberikan penjelasan yang lengkap, maka suatu set haruslah memperlihatkan juga lingkungannya. Bukan hanya rumah kecil saja yang akan ditampakan pada set itu melainkan dimana wilayahnya? Wilayah apa itu? Dan sebagainya. Dengan penambahan informasi mengenai informasi yang akan disampaikan. 3. Menjelaskan Sosial Budaya Dengan memperlihatkan tanda-tanda tertentu dari suatu tempat, penonton akan bisa mengetahui bahwa itu adalah kampung dari masyarakat petani Sunda atau rumah orang Jawa. Ciri-ciri itu haruslah yang dikenal baik secara umum oleh masyarakat penonton kita. 4. Menjelaskan Atmosfir Sering kali suasana mood perlu ditimbulkan dalam set. Karena mungkin diperlukan untuk mendukung suasana cerita. Atmosfir adegan atau bahkan guna mendukung suasana cerita atau bahkan guna menunjang dramatik cerita. Maka perlu dibentuk suasana jiwa dan atmosfir pada set sehingga tidak hanya mendeskripsikan set hanya dengan kalimat. c. Properti Properti dalam dunia film terbatas pengertiannya hanya pada segala macam perlengkapan yang untuk ditambahkan pada pelaku atau tempat. Perlengkapan untuk kamera atau perlampuan dan sebaliknya tidak disebut sebagai properties. Dalam dunia film kita pun sejak dulu digunakan properti or properties atau singkatannya Prop saja. Properties bisa saja berupa pulpen, lukisan, payung, mobil, gretan, dasi dan sebagainya yang masing-masing mempunyai kegunaan sendiri. Tapi ketika digunakan sebagai properti dan dikaitkan dengan pelaku atau set, maka fungsi benda-benda itu akan berubah menjadi unsur informasi, seperti : 1. Menjelaskan status, Lingkungan Sosial Budaya Pengertian kata status disini dimengerti, bukan saja menunjukkan profesi tapi juga kedudukan kampung, umpamanya bukanlah profesi tetapi status. 2.2.8 2. Menjadi sumber dramatik 3. Menjelaskan Zaman Peristiwa Adegan Adegan merupakan salah satu bentuk peranan dalam sebuah film. Adegan pada sebuah film juga merupakan segala sesuatu yang dilakukan para aktor dan aktris dalam film. 2.3 Semiotika Bidang studi semiotika adalah bidang studi yang mempelajari tentang penggunaan tanda, karena bidang terapan studi ini tidak memiliki batasan,banyak bidang-bidang dalam kehidupan sehari-hari yang menggunakan semiotika sebagai ilmu terapannya, bidang semiotika ini sendiri bisa berupa proses komunikasi yang tampak sederhana hingga sistem budaya yang lebih kompleks. Semiotika sebagaimana dijelaskan oleh Ferdinand de Saussure dalam Course in General Linguistics, adalah “ilmu yang mempelajari peran tanda (sign) sebagai bagian dari kehidupan sosial. Semiotika adalah ilmu yang mempelajari struktur, jenis, tipologi, serta relasi-relasi tanda dalam penggunaan di dalam masyarakat. Oleh sebab itu, semiotika mempelajari relasi diantara komponenkomponen tanda, serta relasi antara komponen-komponen tersebut dengan masyarakat penggunanya 17 . berikut adalah tipologi tanda : Pertama tanda sebenarnya ( proper sign). Tanda sbenarnya adalah tanda yang mempunyai realatif simetris dengan konsep atau realitas yang merepresentasikannya. Kedua, tanda palsu (pseudo sign). Tanda palsu adalah tanda yang bersifat tidak tulen, tiruan, berpretensi, gadungan, yang di dalamnya berlangsung semacam reduksi realitas, lewat reduksi penanda dan petanda. 17 Yasraf Amir Piliang,. Hipersemiotika. Yogyakarta : Jalasutra, 2003 hal 47 Ketiga, tanda dusta (false sign). Tanda dusta adalah tanda yang menggunakan penanda yang salah (false signifier) untuk menjelaskan sebuah konsep yang, dengan demikian, juga salah 18 . Menurut John Fiske tentang Semiotika : “Dalam pandangan saya, Mazhab Semiotika memusatkan dirinya pada permasalahan yang lebih penting dalam komunikasi dan lebih memberi faedah pada kita dalam memahami berbagai contoh yang kita temukan dalam kehidupan sehari-hari.” 19 . Semiotika berkaitan dengan komunikasi dan juga pemaknaan akan pesan yang didapat lewat proses berkomunikasi, salah satunya adalah media massa. Seperti yang di ungkapkan oleh Roland Barthes dalam salah satu perspektif semiologis (semiotika), “sistem-sistem yang paling penting yaitu yang berasal dari sosiologi komunikasi massa, merupakan sistem-sistem yang kompleks yang di dalamnya melibatkan beberapa substansi yang berbeda-beda” 20 . Media massa sudah menjadi kebutuhan primer saat ini bagi masyarakat, masyarakat sudah tidak dapat dipisahkan dengan media massa, karena adanya sifat ketergantungan kepada media dimana kebutuhan akan teknologi sudah tidak dapat dipisahkan dari manusia dalam kehidupan sehari-harinya. 18 19 Yasraf Amir Piliang,. Hipersemiotika,( Yogyakarta :Jalasutra, 2003), hal. 55. John Fiske,. Cultural and Communication Studies: Sebuah Pengantar Paling Komperhensif. Yogyakarta : Jalasutra. 2007 hal xii 20 Roland Barthes,. Petualangan Semiologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.2007 hal 30 Salah satu media massa yaitu film, film juga berkaitan dengan lingkup semiotika, karena film merupakan proses pentransferan informasi dari para produser film kepada target marketnya, dan dalam proses transmisi informasi tersebut film melibatkan tanda-tanda, kode-kode, dan makna yang nantinya dapat diteliti secara lebih mendalam makna dari pesan-pesan yang disampaikan tersebut, dengan menggunakan metode semiotika. Penggunaanm bidang studi semiotika dalam memahami film banyak faedahnya, selain menganalisis film dan isinya, juga untuk menganalisis apakah film yang dibuat telah tepat dan sesuai dengan pesan yang ingin disampaikan oleh penulis naskah. Penggunaan semotika dalam menganalisis film adalah untuk mencari keefektivasan film yang dibuat, sehingga akan tercipta relasi (satu atau dua arah) yang tepat antara pengirim dan penerima pesan, yang dimediasikan lewat media film. Komunikasi , semiotika dan kebudayaan dalam hal ini adalah hal-hal yang berkaitan, dimana budaya berkaitan erat dengan komunikasi dan juga simbolsimbol yang dipakai dalam budaya tersebut yang akan mempengaruhi komunikasi yang berlangsung nantinya dan semiotikalah yang digunakan untuk mengkaji keterkaitan dalam komunikasi dan kebudayaan tersebut melalui simbol-simbol. 2.3.1 Peta Tanda Roland Barthes Berdasarkan semiotika yang struktural yang dikembangkan oleh Saussure, Roland Barthes mengembangkan dua sistem pertandaan bertingkat, yang disebut sistem denotasi dan konotasi. Sistem denotasi adalah sistem penandaan tingkat pertama, yang terdiri dari rantai penanda dan petanda, yakni hubungan materialitas penanda dan konsep abstrak yang ada dibaliknya. Pada sistem konotasi-atau sistem penandaan tingkat kedua-rantai penanda/petanda pada sistem denotasi menjadi penanda, dan seterusnya berkaitan dengan petanda yang lainpada rantai pertandaan lebih tinggi. Menurut Barthes, pada tingkat denotasi, bahasa menghadirkan konvesi atau kode-kode sosial yang bersifat eksplisit, yakni kode-kode yang makna tandanya segera tampak ke permukaan berdasarkan relasi penanda dan petandanya. Sebaliknya pada tingkat konotasi, bahasa meghadirkan kode-kode yang makna tandanya bermuatan makna-makna tersembunyi. Makna tersembunyi ini adalah makna, yang menurut Barthes merupakan kawasan dari ideologi atau mitologi. Roland Barthes mengembangkan dua tingkatan pertandaan (staggered system), yang memungkinkan untuk dihasilkannya makna yang juga bertingkattingkat, yaitu tingkat denotasi (Denotation) dan konotasi (connotation). Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda, atau antara tanda dan rujukannya pada realitas, yang menghasilkan makna yang ekplisit, langsung, dan pasti. Makna denotasi (denotative meaning), dalam hal ini adalah makna pada apa yang tampak. Konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan pertanda, yang di dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti (artinya terbuka terhadap berbagai kemungkinan). Ia menciptakan makna-makna lapis kedua, yang terbentuk ketika penanda dikaitkan dengan berbagai aspek psikologis, seperti perasaan,emosi, atau keyakinan. Selain itu, Roland Barthes juga melihat makna yang lebih dalam tingkatannya, akan tetapi lebih bersifat konvensional, yaitu makna-makna yang berkaitan dengan mitos. Mitos, dalam pemahaman semiotika Barthes, adalah pengkodean makna dan nilai-nilai sosial (yang sebetulnya arbiter atau konotatif) sebagai sesuatu yang dianggap alamiah 21 . Tingkatan tanda dan makna Barthes ini dapat digambarkan sebagai berikut 22 Tanda Æ Denotasi Æ Konotasi (Kode) Æ Mitos Alasan peneliti menggunakan model Roland Barthes yaitu untuk dapat meneliti film sepuluh dengan melihat pada tanda-tanda yang terdapat dalam film, dan menemukan unsur-unsur negativitas sosial dari makna-makna tersebut. Dalam proses penyampaian pesan yang menggunakan simbol-simbol audio visual yang sama-sama dominan dalam mengkomunikasi filmnya. Karena pemanfaatan audio dan visual yang tepat akan mampu menyampaikan pesan dengan lebih cepat dan lebih efisien kepada khalayak dan khalayak akan memaknai sesuai dengan yang diinginkan oleh produser film. 21 22 Yasraf Amir Piliang,. Hipersemiotika. Yogyakarta :Jalasutra. 2003 hal 261 Ibid. 262 2.4 Negativitas Negativitas bukanlah sesuatu yang netral. Dia juga bukan ketiadaan atau nol, melainkan sesuatu, yakni sesuatu yang tidak didefinisikan dari dirinya sendiri, melainkan dari efek yang ditimbulkannya. Eksistensi negativitas dalam kenyataan bahwa ia tidak membuat sesuatu hilang melainkan kurang. Dalam matematika yang negatif diberi tanda minus. Minus adalah suatu kekurangan dan bukan ketiadaan atau nol, maka negativitas adalah suatu realitas, realitas minus. Dan karena tidak ireal, melainkan real, yang negatif itu merupakan suatu daya yang menghisap dan membuat hal-hal menjadi minus juga seperti dirinya23 . Di antara ekspresi-ekspresi fenomenal negativitas itu destruksi adalah yang paling mencolok karena mencakup baik ketercabikan kehidupan sosial maupun desintegrasi jiwa individu. Destruksi terwujud dalam kata-kata, prilaku, tindakan atau makna yang menganiaya seperti : merampas, menganiaya, menyiksa, menistakan, berdarah mengolok-olok, meludahi, menggebuki, mencuri, melecehkan dan seterusnya. Manusia mampu menghacurkan sesamanya dengan cara menunduk dibawah dikte-dikte naluri, melalui destruksi manusia menjadi elemen alam, baik sebagai pelaku maupun sebagai korbannya. Dihadapan elemen-elemen massa kemajemukan dan toleransi itu sebuah dekandensi, inkonsistensi, ketidakmurnian, keraguan; jiwa mereka rindu akan simetri, konsistensi, kemurnian dan kepastian hal-hal tanpa mereka sadari telah membawa mereka pada pra sangka stigmatisasi dan glorifikasi kekerasan. 23 F. Budi Hardiman,. Memahami Negativitas Diskursus tentang Massa, Teror, dan Trauma. Jakarta : Penerbit Buku Kompas.2005 hal ixi Massa, terror dan trauma adalah segitiga ketakberdayaan manusia sebagai individu, bukan karna ia tak berakal, melainkan karna takut menggunakan akal itu secara publik dan memilih tunduk pada dogma otoritas. Segitiga itulah yang menandai negativitas peristiwa-peristiwa negatif juga di dalam masyarakat. 24 Negativitas itu menampakan dirinya sebagai destruksi, dan destruksi tampak baik pada korban maupun pelaku dalam cara yang berbeda. Patahnya nalar dalam pengalaman negatif telah membawa mereka untuk memukimi ruang jiwa yang mengerti apa artinya menyerahkan diri kepada kehidupan itu sendiri. Negativitas kesedihan dan melankoli adalah suatu kenyataan bahwa keruntuhan kehidupan ini tidak lagi menarik untuk dihentikan. Para korban negativitas dipikat oleh nada-nada minor kehidupan ini menumbuhkan selera kan kehancuran bagi mereka sendiri. Dalam negativitas dikenal istilah stigma. Stigma adalah ciri negatif yang melekat pada diri seseorang karna pengaruh buruk lingkungannya. Stigma lahir dari kontigensi tertentu. Dalam situasi normal, kesalahan yang dilakukan tidak memiliki konsekuensi berat 25 . Sitgma lalu dapat menjelaskan mengapa manusia mampu membunuh sesamanya tanpa rasa salah, bahkan dengan rasa bangga dan ekstatis. 24 Ibid xii 25 Ibid 14 Ideologi yang menjelaskan inferioritasnya dan membuktikan bahwa orang yang distigmatis itu ialah orang yang tersitigma dilecehkan dijalan, menjadi objek kebencian, daianggap sebagai sumber kesalahan dan setrusnya. Didalam stigma tidak hanya ditanamkan undangan untuk menghina, melainkan fobia, karna yang terstigma dipersepsi sebagai ancaman. Dalam situasi buruk, yang tersitigma bisa diidentifikasikan sebagai yang terdeformasi 26 . 26 Goffman, Erving, Stigma, Suhrkamp, Frankfurt a.M., 1975, hal 13.14