BAB II

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Kehamilan
1. Kehamilan
Pembuahan atau konsepsi fertilisasi adalah salah satu proses
dari fungsi reproduksi pada manusia, atau usaha untuk melanjutkan
keturunan. Pembuahan didefinisikan sebagai persatuan antara sebuah telur
dan sebuah sperma, yang menandai awal suatu kehamilan (Bobak, 2004).
Pembuahan umumnya terjadi pada saluran telur (tuba fallopi), dan sel
telur yang telah dibuahi disebut sebagai zygote. Untuk selanjutnya
zygote ini akan berkembang dan melakukan perjalanan menuju
uterus untuk tempat bersarangnya hasil pembuahan (nidasi) (Departemen
Agama, 2001).
Kehamilan berlangsung selama 9 bulan menurut penanggalan
internasional, 10 bulan menurut penanggalan lunar, atau sekitar 40
minggu (Bobak, 2004). Kehamilan dibagi menjadi tiga periode bulanan
atau trimester. Trimester pertama adalah periode minggu pertama sampai
minggu ke-13, trimester kedua adalah periode minggu ke-14 sampai ke26, sedangkan trimester ketiga adalah periode minggu ke-27 sampai
kehamilan cukup bulan (38 sampai 40 minggu) (Mochtar, 1998).
Kalangan medis menghitungnya sejak menstruasi terakhir, bukan sejak
terjadinya pembuahan (Departemen Agama, 2001).
7
8
Masa yang paling baik bagi seorang wanita untuk hamil dan
melahirkan adalah pada usia 20 sampai 30 tahun (Departemen Agama,
2001). Kelompok usia ini secara fisik sudah cukup kuat, juga dari segi
mental sudah cukup dewasa sehingga resiko kehamilan kecil, baik untuk
ibu atau bayi.
Tanda dan gejala kehamilan meliputi : 1) Tanda presumtif
(perubahan yang bisa dirasakan wanita) antara lain; amenore, keletihan,
pembesaran dan nyeri payudara, morning sicknes (mual muntah),
quickening (denyutan), mengidam, tidak tahan suatu bau-bauan, pingsan,
anoreksia, sering miksi, konstipasi, pigmentasi kulit, varises pada kaki
dan betis. 2) Tanda kemungkinan hamil, antara lain; tanda hegar,
ballottement, tanda Chadwick, tes kehamilan positif, tanda goodell, perut
membesar, uterus membesar, piscoseck, Broxton hicks. 3) Tanda pasti
kehamilan antara lain; gerakan janin yang dapat dilihat, dirasa, atau
diraba, denyut jantung janin yang dapat didengar dan dicatat dengan
berbagai alat, terlihat tulang-tulang janin dalam foto rontgen (Mochtar,
1998; Bobak, 2004).
Selama kehamilan seorang wanita hams bisa beradaptasi baik
fisiologis
maupun
psikologis.
Adaptasi
fisiologis
antara
lain;
pembesaran uterus, serviks uteri menjadi lunak, vagina dan vulva
mengalami hipervaskularisasi sehingga warnanya tampak lebih merah
agak kebiru-biruan (livide), ovarium terdapat corpus luteum yang
mengsintesis relaxin berfungsi menenangkan pertumbuhan janin,
9
pembesaran
mammae,
peningkatan
sirkulasi
darah,
kulit
hiperpigmentasi, dan sebagainya (Prawirohardjo, 2005).
Adaptasi psikologis antara lain; menerima kehamilan dan
mengontrol emosional (Bobak, 2004). Emosional ibu yang mengandung
harus lebih stabil, jadi ketika kehamilan berlangsung, semua pihak harus
benar-benar merasa senang dan menerima calon bayi, pelengkap
kehidupan rumah tangga. Yang harus diwaspadai adalah kecacatan
kelahiran bisa muncul akibat ketegangan saat dalam kandungan, dan
adanya
rasa
penolakan
secara
emosional
ketika
sang
ibu
mengandung bayinya.
Dengan kehamilan yang direspon baik, maka pertumbuhan
kesehatan jiwa (mental emosional anak) dan perkembangan fisiknya juga
bisa normal serta tumbuh dengan baik. Pernikahan yang sehat dibangun
ketika kedua belah pihak bertanggung jawab dan menerima resiko akibat
hubungan seksual sebagai konsekuensi pernikahan.
Saat
seorang
remaja
hamil,
ia
menghadapi
tugas-tugas
perkembangan tertentu pada saat hamil. Tugas-tugas tersebut meliputi : 1)
Menerima realitas biologis kehamilan, menyadari dan menerima tandatanda kehamilan. 2) Menerima realitas tentang bayi yang belum
dilahirkan, menerima kenyataan bahwa bayi tersebut akan tumbuh dan
berkembang menjadi anak yang lebih besar. 3) Menerima realitas
menjadi orang tua. Menjadi orang tua mengandung arti mencintai,
memberi perhatian, dan mampu memberi perawatan yang dibutuhkan
10
bayi (Bobak, 2004). Jumlah dan jenis dukungan yang tersedia untuk
orang tua usia remaja dapat secara bermakna mempengaruhi
pencapaian tugas-tugas perkembangan ini.
2. Persalinan
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi (janin
dan uri) yang dapat hidup ke dunia luar, dari rahim melalui jalan lahir atau
dengan jalan lain. Persalinan adalah proses pergerakan keluar janin,
plasenta, dan membran dari dalam rahim melalui jalan lahir. Persalinan
adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari
dalam uterus melalui vagina ke dunia luar (Mochtar, 1998; Bobak, 2004;
Prawirohardjo, 2005).
Sebab terjadinya persalinan atau partus sampai kini masih
merupakan teori-teori yang kompleks. Faktor-faktor humoral, pengaruh
prostaglandin, struktur uterus, sirkulasi uterus, pengaruh saraf dan nutrisi
disebut
sebagai
faktor-faktor
yang
mengakibatkan
partus
mulai
(Prawirohardjo, 2005).
Proses persalinan normal yang berlangsung sangat konstan terdiri
dari; 1) kemajuan teratur kontraksi uterus; 2) penipisan dan dilatasi
serviks yang progresif; dan 3) kemajuan penurunan bagian presentasi
(Bobak, 2004). Proses persalinan terdiri dari 4 kala. Pada kala I serviks
membuka sampai terjadi pembukaan 10 cm, kala I dinamakan pula kala
pembukaan. Kala II disebut kala pengeluaran, oleh karena berkat
kekuatan mengedan janin didorong keluar sampai lahir. Kala III atau
11
kala uri, plasenta terlepas dari dinding uterus dan dilahirkan. Kala IV
mulai dari lahirnya plasenta dan lamanya 1 jam. Dalam kala itu
diamati
keadaan
ibu
terhadap
bahaya
perdarahan postpartum
(Prawirohardjo, 2005).
Ada lima faktor esensial yang mempengaruhi proses persalinan
dan kelahiran, faktor-faktor ini antara lain; passenger (penumpang, yaitu
janin dan plasenta), passageway (jalan lahir), powers (kekuatan), posisi
ibu, dan psychologic respons (respon psikologis) (Bobak, 2004).
Remaja
yang sedang
menjalani
proses
persalinan,
perlu
mendapatkan perhatian yang lebih. Dilihat dari segi fisiologis dan
psikologis yang belum berkembang secara optimal, persalinan secara
pervaginam beresiko pada ibu maupun bayi yang ada di dalam
kandungannya.
Transisi menjadi orang tua mungkin juga sulit bagi remaja.
Koping dengan tugas-tugas perkembangan orang tua seringkali
diperburuk oleh kebutuhan dan tugas perkembangan remaja yang belum
dipenuhi. Remaja dapat mengalami kesulitan dalam menerima
perubahan
citra-diri
dan
menyesuaikan
peran-peran
baru
yang
berhubungan dengan tanggung jawab merawat bayi. Konflik antara
keinginan mereka sendiri dan kebutuhan bayi menyebabkan remaja
mudah mengalami frustasi, yang lebih jauh turut membentuk stres
psikologis normal yang dialami saat melahirkan anak.
12
B. Pengaruh Kehamilan dan Resikonya Bagi Remaja
1. Pengaruh Kehamilan Terhadap Remaja
Kehamilan yang disebabkan karena pemikahan maupun akibat
pergaulan bebas, yang jika itu dialami oleh remaja maka akan memberikan
dampak dan pengaruh yang besar terhadap fisik, mental, sosial, dan
ekonomi.
Dari segi fisik, remaja belum kuat, tulang panggulnya masih
terlalu kecil sehingga bisa membahayakan proses persalinan. Oleh
karena itu pemerintah mendorong masa hamil sebaiknya dilakukan pada
usia 20-30 tahun (Purbaningsih, 2002).
Masalah ketidaknyamanan yang umum ditemukan pada kehamilan
seperti mual, konstipasi, insomnia, dan nyeri punggung juga sering terjadi
akibat perubahan fisiologis. Citra tubuh merupakan aspek lain kehamilan
yang memerlukan waktu sebelum wanita beradaptasi. Perubahan pada
ukuran tubuh, bentuk payudara dan perut, penimbunan lemak, pigmentasi
kulit, serta tanda regangan pada kulit yang secara keseluruhan membuat
tubuh wanita tersebut tampak jelek memberikan pengaruh berarti bagi
wanita yang ingin menjaga bentuk tubuh dan penampilannya (Mochtar,
1998).
Dari segi mental, emosi remaja belum stabil. Kestabilan emosi
umumnya terjadi pada usia 24 tahun, karena pada saat itulah orang mulai
memasuki usia dewasa. Usia 20-24 tahun dikatakan sebagai usia dewasa
muda. Pada masa ini biasanya mulai timbul transisi dari gejolak remaja ke
13
masa dewasa yang lebih stabil. Jika pernikahan dilakukan dibawah umur 20
tahun, maka secara emosi remaja masih ingin bertualang menemukan jati
dirinya ( Purbaningsih, 2002).
Setiap individu memiliki respon yang berbeda terhadap kehamilan.
Bagi sebagian orangtua mungkin timbul perasaan gembira terhadap
kehamilan yang sudah direncanakan, namun bagi remaja yang belum
siap kehamilan dapat menjadi peristiwa yang mengejutkan dan bahkan
menimbulkan
depresi
karena
mendengar
berita
tersebut,
dan
membayangkan masalah sosial serta finansial yang hams ditanggungnya.
Dari segi sosial, Transisi menjadi orangtua mungkin sulit bagi
orangtua yang masih remaja. Koping dengan tugas-tugas perkembangan
orangtua seringkali diperburuk oleh kebutuhan dan tugas perkembangan
remaja yang belum dipenuhi. Remaja dapat mengalami kesulitan dalam
menerima perubahan citra-diri dan menyesuaikan peran-peran baru yang
berhubungan dengan tanggung jawab merawat bayi. Mereka mungkin
merasa "berbeda" dari teman sebayanya, diasingkan dari kegiatan-kegiatan
yang menyenangkan, dan terpaksa masuk ke peran sosial orang dewasa
lebih dini (Bobak, 2004).
Masalah ekonomi, Kehamilan pada usia remaja sejak lama
merupakan penyebab utama remaja putri berhenti sekolah lebih awal.
Berhenti sekolah berhubungan dengan pengangguran dan kemiskinan.
Akibatnya, orangtua remaja ini seringkali gagal menyelesaikan pendidikan
dasar mereka, memiliki sedikit kesempatan untuk bekerja dan meningkatkan
14
karier, dan berpotensi memiliki penghasilan yang terbatas (Bobak, 2004).
2. Resiko kehamilan bagi remaja
Kehamilan dan persalinan pada remaja dianggap sebagai suatu
situasi yang beresiko tinggi, baik terhadap ibu belia yang mengandung
maupun bagi anak-anak yang dilahirkannya, karena remaja dilihat dari
umurnya dianggap belum matang secara optimal baik fisik maupun
psikologis.
Secara medis, kehamilan diusia remaja membawa dampak yang
buruk. Dampak buruk itu antara lain, kemungkinan terjadinya "kemacetan
persalinan" akibat tidak seimbangnya antara panggul ibu dan janinnya.
Ini bisa dimengerti, karena pada wanita yang masih muda usianya,
panggulnya belum berkembang sempurna. Selain itu kehamilan diusia
remaja juga dapat mengakibatkan : 1) Pada ibu; perdarahan pada
kehamilan maupun pasca persalinan, hipertensi selama kehamilan, solutio
plasenta, dan resiko tinggi meninggal akibat perdarahan. 2) Pada bayi;
kelahiran belum waktunya (premature), pertumbuhan janin terhambat,
lahir cacat dan berpenyakitan, kemungkinan besar lahir dengan berat badan
di bawah normal, dan meninggal dalam 28 hari pertama kehidupannya
(BKKBN, 2004; Bobak, 2004; Arimurti, 2006).
Menurut ibu Lies Markus, tingkat kematian wanita hamil dan
melahirkan yang masih berusia di bawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih
besar daripada tingkat kematian ibu pada usia 20-29 tahun (Arimurti, 2006).
Secara psikologis, dampak lain akibat kehamilan diusia muda yaitu,
15
munculnya
masalah
mental.
Kehamilan
diusia
remaja
beresiko
menimbulkan tekanan mental yang hebat dan rasa malu yang membuat
remaja putri itu menarik diri dari keluarga serta lingkungannya. Hal itu
terjadi karena perkembangan jiwa remaja yang belum stabil. Bagi remaja
laki-laki masalah juga timbul karena ketidaksiapan mental dan tanggung
jawab mereka sebagai ayah, remaja laki-laki dituntut memiliki
pekerjaan
untuk
memenuhi
kebutuhan
istri
dan
anaknya
(Chandraningrum, 2005).
Pernikahan
bukan
hanya
memperturutkan
pertimbangan
kebutuhan fisik saja, namun akan memunculkan konsekuensi tuntutan
tanggung jawab membesarkan anak dan menafkahi istri.
C. Remaja dan Persepsinya
1. Remaja
Istilah adolescent (remaja) berasal dari bahasa latin ad alescere,
yang berarti "bertumbuh." Sepanjang fase perkembangan ini, sejumlah
masalah fisik, sosial, dan psikologis bergabung untuk menciptakan
karakteristik, perilaku, dan kebutuhan yang unik (Bobak, 2004).
WHO menetapkan batas usia 10-20 tahun sebagai batasan usia
remaja dan membagi kurun usia tersebut dalam 2 bagian yaitu remaja
awal 10-14 tahun dan remaja akhir 15-20 tahun. Menurut Sarwono
(2001) pedoman umum remaja di Indonesia menggunakan batasan usia 1124 tahun dan belum menikah.
16
Masa remaja ditandai dengan perubahan hormonal yang akan
mempengaruhi perubahan jasmani dan perubahan kejiwaan, sehingga
berpengaruh terhadap perilaku, cara berfikir, perasaan, hubungan dalam
pergaulan, dan minat. Berbagai perubahan tersebut membuat remaja
menjadi mudah bergejolak, sehingga masa ini sering disebut sebagai masa
storm dan stres, artinya masa yang penuh badai dan tekanan (BKKBN,
2000). Awal masa remaja disebut sebagai masa puber/pubertas, atau masa
akil baliqh (Sarwono, 2001).
Masa puber ditandai dengan datangnya haid pertama bagi anak
perempuan yang biasanya disebut menarche, sedangkan pada anak-anak
laki-laki ditandai dengan terjadinya mimpi basah yang pertama kali
(BKKBN,
2000).
Disamping tanda-tanda tersebut, juga terdapat
perubahan-perubahan lain, baik secara fisik, mental, dan sosial (McGhie,
1996).
Diantara
perubahan-perubahan
fisik
itu,
yang
terbesar
pengaruhnya pada perkembangan jiwa remaja adalah pertumbuhan tubuh
(badan menjadi makin panjang dan tinggi), mulai berfungsinya alat-alat
reproduksi dan tanda-tanda seksual sekunder yang tumbuh (Sarwono, 2001).
Perubahan mental yang dapat diamati dari sikap dan perilaku remaja
seperti : perasaan mudah bergejolak, meningkatnya rasa ingin tahu, ingin
memberontak, dan mulai tertarik pada lawan jenis. Perubahan sosial, pada
umumnya remaja lebih senang bergaul atau berada disekeliling teman
sebayanya sebagai suatu kelompok tersendiri, baik untuk kegiatan sekolah
17
maupun kegiatan di luar sekolahnya (BKKBN, 2000).
Masa remaja dikenal sebagai masa yang penuh kesukaran, karena
selama periode ini individu mempunyai tugas perkembangan sebelum
menjadi individu dewasa yang matang. Tugas-tugas ini bervariasi
sesuai budaya, individu itu sendiri, dan tujuan hidup mereka. Tugas-tugas
perkembangan ini terdiri dari : 1) menerima citra tubuh; 2) menerima
identitas seksual; 3) mengembangkan sistem nilai personal; 4) membuat
persiapan untuk hidup mandiri; 5) menjadi mandiri/bebas dari orang tua;
6)
mengembangkan
ketrampilan
mengambil
keputusan;
dan
7)
mengembangkan identitas seorang yang dewasa (Bobak, 2004). Salah
satu
tugas
penting
remaja
ialah
mengembangkan
kemampuan
mengambil keputusan. Keputusan yang berkenaan dengan aktivitas
seksual, kehamilan, dan menjadi orang tua.
2. Persepsi
Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau
hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan
menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli
inderawi (sensory stimuli) (Rakhmat, 2000).
Persepsi adalah proses internal yang memungkinkaan kita memilih,
mengorganisasikan, dan menafsirkan rangsangan dari lingkungan kita, dan
proses tersebut mempengaruhi perilaku kita (Mulyana, 2004).
Untuk lebih memahami persepsi, berikut adalah beberapa definisi
persepsi lainnya, yang dikutip dari Mulyana (2004); Brian Fellows,
18
persepsi adalah
proses
yang
memungkinkan
suatu
organisme
menerima dan menganalisis informasi. Kenneth A. Sereno dan Edward M.
Bodaken, persepsi adalah
memperoleh
kesadaran
sarana
yang
memungkinkan
kita
akan sekeliling dan lingkungan kita. Philip
Ghoodarce da Jennifer Follers, persepsi adalah proses mental yang
digunakan untuk mengenali rangsangan. Joseph A. Devito, persepsi adalah
proses dengan mana kita menjadi sadar akan banyaknya stimulus yang
mempengaruhi indera kita.
Persepsi adalah inti komunikasi, sedangkan penafsiran (interpretasi)
adalah inti persepsi. Persepsi menentukan kita memilih suatu pesan dan
mengabaikan pesan yang lain (Mulyana, 2004). Semakin tinggi derajat
kesamaan persepsi antar individu, semakin mudah dan semakin sering
mereka berkomunikasi, dan sebagai konsekuensinya semakin cenderung
membentuk kelompok budaya atau kelompok identitas.
Jadi persepsi merupakan suatu tahapan yang sudah dicapai
pengertian tentang hal-hal yang sudah kita kenal yaitu kemampuan
menerjemahkan, menafsirkan, menginterpretasikan, meramalkan, dan
mengeksplorasikan. Perilaku terbentuk manakala seseorang individu sudah
melampaui proses pemahaman dimana di dalamnya terdapat komponen
pengetahuan dan sikap individu itu sendiri.
Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju
dewasa (Purwanto, 1998). Masa dan proses perkembangan tidak sama bagi
semua remaja, antara remaja pria dan wanita terdapat perbedaan mencolok
19
(Gunarsa, 2001). Satu tugas penting yang harus dijalani oleh setiap remaja
ialah mengembangkan pengetahuan, sehingga memiliki kemampuan untuk
mengambil keputusan (Bobak, 2004). sekeliling dan lingkungan kita.
Philip Ghoodarce da Jennifer Follers, persepsi adalah proses mental
yang digunakan untuk mengenali rangsangan. Joseph A. Devito, persepsi
adalah proses dengan mana kita menjadi sadar akan banyaknya stimulus
yang mempengaruhi indera kita.
Persepsi adalah inti komunikasi, sedangkan penafsiran (interpretasi)
adalah inti persepsi. Persepsi menentukan kita memilih suatu pesan dan
mengabaikan pesan yang lain (Mulyana, 2004). Semakin tinggi derajat
kesamaan persepsi antar individu, semakin mudah dan semakin sering
mereka berkomunikasi, dan sebagai konsekuensinya semakin cenderung
membentuk kelompok budaya atau kelompok identitas.
Jadi persepsi merupakan suatu tahapan yang sudah dicapai
pengertian tentang hal-hal yang sudah kita kenal yaitu kemampuan
menerjemahkan, menafsirkan, menginterpretasikan, meramalkan, dan
mengeksplorasikan. Perilaku terbentuk manakala seseorang individu sudah
melampaui proses pemahaman dimana di dalamnya terdapat komponen
pengetahuan dan sikap individu itu sendiri.
Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju
dewasa (Purwanto, 1998). Masa dan proses perkembangan tidak sama bagi
semua remaja, antara remaja pria dan wanita terdapat perbedaan mencolok
(Gunarsa, 2001). Satu tugas penting yang harus dijalani oleh setiap remaja
20
ialah mengembangkan pengetahuan, sehingga memiliki kemampuan untuk
mengambil keputusan (Bobak, 2004).
Pengambilan keputusan, dalam hal ini masalah seksual pada remaja
sangat dipengaruhi oleh persepsi remaja, bagaimana ia memandang
masalah seksual itu sendiri. Apakah ia akan menjadi seorang yang aktif
secara seksual atau tidak, dengan satu pasangan atau lebih. Jika terjadi
kehamilan, bagaimanakah pendapatnya tentang bayi yang ada di dalam
kandungannya.
Apakah
akan
dilakukan
abortus
atau
kehamilan
dipertahankan sampai cukup bulan. Jika kehamilan dipertahankan apakah
itu akan menimbulkan tekanan mental yang hebat dan rasa malu yang
membuat remaja putri itu menarik diri dari keluarga dan lingkungannya.
Tingkat perkembangan kognitif remaja, sistem nilai, persepsi tentang
kontrol eksternal, dan identitas diri secara keseluruhan mempengaruhi
pengambilan keputusan.
D. Faktor-Faktor Mempengaruhi Persepsi
Beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi remaja tentang
kehamilan pada usia remaja antara lain; kepercayaan, sikap,
pendidikan, pelayanan kesehatan, lingkungan, budaya, dan ekonomi.
1. Kepercayaan
Kepercayaan adalah komponen kognitif dari faktor sosiopsikologis.
Kepercayaan disini tidak ada hubungannya dengan hal-hal yang ghaib,
tetapi hanyalah keyakinan bahwa sesuatu itu benar atau salah, atas dasar
21
bukti, sugesti otoritas, pengalaman atau intuisi (Hohler, et al, 1978; dikutip
dari Rakhmat, 2000). Jadi kepercayaan dapat bersifat rasional atau irasional.
Kepercayaan memberikan perspektif pada manusia dalam
mempersepsi kenyataan, memberikan dasar bagi pengambilan keputusan
dan menentukan sikap bagi objek sikap. Bila orang percaya bahwa memiliki
anak diusia remaja merupakan beban berat dan menghancurkan masa
depan, sikapnya terhadap pernikahan akan negatif, dan ia cenderung
menolak pernikahan diusia remaja. Bila orang percaya bahwa pacaran
hukumnya haram, maka ia cenderung lebih memilih menikah untuk
menghindari perbuatan zina.
2. Sikap
Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berfikir dan
merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai (Rakhmat, 2000).
Sikap merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara
tertentu terhadap objek sikap. Sikap menentukan apakah seseorang akan
pro atau kontra terhadap sesuatu; menentukan apa yang disukai,
diharapkan, dan diinginkan; mengesampingkan apa yang tidak diinginkan,
apa yang hams dihindari (Sherif dan Sherif, 1956; dikutip dari Rakhmat,
2000). Bila sikap seorang remaja tidak setuju terhadap seks bebas, maka ia
akan setuju pada program pemberantasan pelacuran, berharap agar semua
pihak membantu program tersebut, dan menghindari orang-orang yang
berperilaku seks bebas.
22
3. Pendidikan (pengetahuan)
Pengetahuan dapat membentuk kepercayaan (Rakhmat, 2000).
Pengetahuan berhubungan dengan jumlah informasi yang dimiliki
seseorang,
dalam hal ini informasi tentang kesehatan reproduksi. Karena
minimnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi ini, tidak sedikit
remaja yang melakukan seks bebas, akibatnya muncul penyakit menular
seksual seperti HIV/AIDS, kehamilan diluar nikah, aborsi dan Iain-lain.
Pendidikan akan menyebabkan remaja putri memiliki keinginan
untuk menunda perkawinan dan melahirkan anak (Sanfield A., 2006).
4. Pelayanan Kesehatan
Terlepas dari aktivitas seksual atau status melahirkan anak, semua
remaja putri memerlukan layanan kesehatan reproduksi antara lain;
pendidikan seksualitas, pelayanan kontrasepsi, pengobatan dan skrining
PMS, perawatan prenatal, pelayanan kelahiran, dan program untuk para
pelajar dan para ibu-ibu yang hamil (Sanfield A., 2006).
Pelayanan-pelayanan tersebut hams bisa mereka peroleh dengan
mempertimbangkan terbatasnya transportasi dan tipisnya sumber keuangan
mereka. Perawatan yang diberikan dapat membantu remaja putri untuk
memahami kesehatan reproduksi dan membantu mereka untuk menunda
kehamilan berikutnya.
23
5. Lingkungan
Persepsi kita tentang sejauh mana lingkungan memuaskan atau
mengecewakan kita, akan mempengaruhi perilaku kita dalam lingkungan
itu. Lingkungan dalam persepsi lazim disebut sebagai iklim (Rakhmat,
2000).
Iklim
yang
kondusif
dan
diwarnai
oleh
kehidupan
keagamaan dapat membantu mengatasi masalah seksual para remaja.
6. Budaya
Pada sebagian masyarakat, perempuan melakukan hubungan seks
pada masa remaja, karena mereka diharapkan menikah dan melahirkan
anak pada usia muda (Sanfield A., 2006). Orang tua beranggapan dengan
menikahkan anaknya maka bebannya akan berkurang, didukung dengan
adanya persepsi masyarakat jika seorang wanita tidak segera menikah maka
ia akan menjadi perawan tua. Budaya menyebabkan tingginya angka
pernikahan dini, dan kehamilan bagi remaja putri dianggap hal yang biasa.
7. Ekonomi
Kemiskinan yang dialami masyarakat bisa mendorong masalah
kesehatan reproduksi berada di ujung tanduk. Akibat kemiskinan
seseorang bisa melakukan apa saja agar bisa bertahan hidup, termasuk
hal-hal yang secara langsung beresiko terhadap kesehatan reproduksi
seperti pelacuran.
Karena kemiskinan pula mendorong tingginya angka pernikahan
usia remaja di Indonesia. Pernikahan diusia remaja dinilai sebagai
24
penyebab tingginya kehamilan beresiko, baik terhadap ibu belia yang
mengandung maupun bagi anak-anak yang dilahirkannya. Kemiskinan
orang tua menyebabkan anak terpaksa menikah pada usia yang masih
muda dan tidak dapat melanjutkan sekolah.
E. Kerangka Teori
Kepercayaan
Sikap
Pendidikan
Yankesh
Lingkungan
Budaya
Persepsi
remaja
Perilaku kehamilan
Ekonomi
Perilaku melahirkan
Umur
Gambar 2.1 Kerangka teori
(Sumber : Bobak, 2004; Mochtar, 1998; Prawirohardjo, 2005; Rakhmat, 2000)
25
F. Fokus Penelitian
Definisi kehamilan dan melahirkan
Persepsi remaja
tentang kehamilan
dan melahirkan
Tanda dan gejala kehamilan
Pengaruh kehamilan terhadap remaja
Resiko kehamilan di usia remaja
Gambar 2.2 Fokus Penelitian
(Sumber : Bobak, 2004; Mochtar, 1998; Prawirohardjo, 2005; Rakhmat, 2000)
G. Variabel Penelitian
Variabel penelitian ini adalah variabel tunggal, yaitu persepsi remaja
tentang kehamilan dan melahirkan pada usia remaja.
Download