BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah manajemen Sistem Informasi Kesehatan (SIK) adalah proses dimana data kesehatan dicatat, direkam, disimpan, diambil dan diproses untuk sistem pelaporan dan pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan secara luas mencakup aspek manajerial seperti perencanaan, pengorganisasian dan pengendalian fasilitas layanan kesehatan di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten. Sistem informasi kesehatan merupakan penunjang bagi pelaksanaan manajeman kesehatan yang baik dalam mendukung peningkatan kinerja pelayanan kesehatan. Menurut Word Health Organization (2000) untuk mewujudkan hal tersebut informasi kesehatan harus dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil keputusan pada tiap tingkatan manajemen kesehatan. Sistem Informasi Manajemen (SIM) berfungsi mengelola informasi bagi manajemen organisasi baik untuk proses transaksi, manajemen kontrol maupun sebagai sistem pendukung pengambilan keputusan yang menggunakan komputer dan atau orang sebagai pengolah informasi serta pimpinan organisasi sebagai yang menjalankan fungsi mekanisme pengendaliannya (Nugroho, 2008). Peran sistem informasi kesehatan adalah untuk menghasilkan, menganalisa dan mendesiminasi data kesehatan menjadi informasi yang dapat dimanfaatkan pada tingkat manajemen kesehatan (Abouzahr & Boerma, 2005a). Dalam Sistem Kesehatan Nasional Departemen Kesehatan Republik Indonesia telah mencantumkan informasi kesehatan sebagai unsur utama dalam subsistem manajemen dan informasi kesehatan, dengan didukung pula oleh unsur kebijakan, hukum, dan administrasi kesehatan. Informasi keseahatan dinyatakan sebagai bahan pendukung bagi proses pengambilan keputusan di berbagai jenjang administrasi (Kemenkes RI, 2009). 1 2 Dalam Sistem Informasi Kesehatan (SIK) program kesehatan masyarakat terutama berkaitan dengan masalah penyediaan layanan kesehatan seperti perawatan kehamilan, imunisasi, pengendalian penyakit dan isu-isu administratif seperti pelaporan, manajemen inventaris, manajemen keuangan, kendaraan dan masalah sumber daya manusia. Oleh karena itu menjaga Sistem Informasi Kesehatan (SIK) yang baik adalah bagian penting dari menjalankan sistem informasi kesehatan (Krishnan et al., 2010). Kementerian Kesehatan sendiri memiliki standar pencatatan dan pelaporan data-data kesehatan, baik bagi fasilitas kesehatan primer maupun sekunder. Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP) yang disederhanakan melalui Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Masyarakat Nomor: 390/BM/DJ/INFO/V/96, begitu banyak kebutuhan data untuk melihat berbagai indikator kesehatan akan sangat terbantu dengan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi saat ini banyak institusi kesehatan untuk mengadopsi teknologi informasi mulai dari yang paling sederhana, dengan menggunakan aplikasi word processing dan spreadsheet, sampai penggunaan apalikasi yang terintegrasi seperti Sistem Informasi Manajemen Kesehatan (SIMPUS), teknologi informasi ini dapat membantu perngelolaan data. Dengan manajemen kesehatan yang tidak tertata dengan baik, maka kebutuhan data dan informasi juga menjadi tidak jelas. Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan (SIK), lalu menghadapi dilema menyediakan data dan informasi berdasarkan asumsi yang beresiko tidak sesuai dengan kebutuhan sehingga tidak dipergunakan (Depkes RI, 2002). Sistem Informasi Kesehatan (SIK) daerah yang terkandung dalam Indonesia sehat 2010 telah dicanangkan sejak tahun 1999 oleh Presiden Repulik Indonesia dan di beberapa daerah sudah dilaksanakan, untuk membuat base line data masing-masing wilayah provinsi dan kabupaten/ kota akan membantu pemerintah daerah setempat dalam menyusun rencana strategis dan rencana operasional reformasi kesehatan di wilayah kerjanya masing-masing disesuaikan dengan indikator-indikator Indonesia sehat (Sulaeman, 2011). Sistem Informasi Kesehatan (SIK) sebagai bagian penting dari manajemen kesehatan terus berkembang selaras dengan perkembangan organisasi. Dengan 3 adanya perubahan sistem kesehatan mengakibatkan terjadinya perubahan pada SIK, namun sayangnya perubahan sistem kesehatan di lapangan tidak secepat dengan yang diperkirakan oleh para pengambil keputusan. Hal ini tampak nyata ketika sistem kesehatan berubah dari sentralisasi ke desentralisasi. Di lapangan SIK tidak berfungsi sebagaimana layaknya. SIK yang selama ini telah dikembangkan, meskipun masih terfragmentasi dan pelaksanaan proyek Sistem Informasi Manajemen Kesehatan (SIMPUS) secara nasional tidak berfungsi, alur laporan dari pelayanan kesehatan ke jenjang administrasi kabupaten/kota hingga ke pusat banyak yang terhambat. Untuk mengatasi masalah tersebut pada tahun 2002 Menteri Kesehatan mengeluarkan Keputusan nomor : 511 tentang kabijakan dan strategi Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS) dan Kepmenkes nomor: 932 petunjuk pelaksanaan pengembangan Sistem Informasi Daerah (SIKDA) di Kabupaten/ Kota adalah sebagai bagian sub sistem SIKDA yang ada di provinsi adalah bagian sistem informasi kesehatan nasional (SIKNAS), SIKDA seharusnya bertujuan untuk mendukung SIKNAS namun dengan terjadinya desentralisasi sektor kesehatan ternyata mempunyai dampak negatif. Terjadinya kemunduran dalam pelaksanaan sistem informasi kesehatan secara nasional, seperti menurunnya kelangkapan dan ketepan waktu penyampaian data SP2TP/ SIMPUS, telah digunakan untuk mendukung kegiatan pelayanan kesehatan sehari-hari yang dilakukan di unit pelayanan kesehatan seperti puskesmas dan rumah sakit, terutama dalam penanganan pasien dan intervensi penanggulangan masalah kesehatan. Sebaliknya dalam hal manajemen kesehatan di tingkat kabupaten/ kota, provinsi dan pusat, SIK belum banyak berperan karena belum menghasilkan data/ informasi yang akurat dan tepat waktu (Kemenkes RI, 2011a). Pada tahun 2007 sistem informasi kesehatan pernah digunakan Propinsi Kepulauan Bangka Belitung di 6 (enam) kabupaten dan 1 (satu) kotamadya, dilaksankan di 47 puskesmas termasuk Kabupaten Belitung yang mendapat bantuan sistem informasi puskesmas di 9 (sembilan) puskesmas. Namun dalam pelaksanaannya banyak mendapat masalah dalam operasional simpus di puskesmas mulai dengan kurangnya pendampingan dari pihak Dinas Kesehatan 4 Provinsi juga dari pihak pengembang atau vendor, adanya mutasi atau perpindahan petugas simpus yang telah dilatih, pemangkasan anggaran, kurangnya biaya pemeliharan operasional dan pengembangan, kurangnya Sumberdaya (SDM) yang mengusai teknologi informasi (IT), adanya masalah yang berkaitan dengan jaringan (konektivitas) dan masih adanya beberapa fasilitas kesehatan yang belum mendapat aliran listrik dari PLN selama 24 jam, sehingga dalam pelaksanaannya mengalami kegagalan, penerapan Sistem Informasi kesehatan pernah juga dilakukan di Filipina, proyek bantuan untuk informasi kesehatan publik yang dirancang untuk kebutuhan output atau keluaran informasi kesehatan mengalami kegagalan (Heeks, 2006). Alasan utama kegagalan umumnya karena kurangnya pemahaman dan persiapan organisasi dalam mengadopsi teknologi informasi diutarakan oleh Gargeya & Brady (2005) kegagalan dalam penerapan sistem informasi beresiko terhadap penurunan mutu pelayanan perusahaan sekaligus penurunan kepercayaan konsumen McLeod & Schell (2008), Menurut Deniels & LaMarsh (2007), tingkat kegagalan poyek teknologi informasi mencapai rata-rata 70%. Kegagalan teknologi informasi di Indonesia sendiri disebutkan mencapai 75% (Sugiarsono, 2003). Negara-negara berkembang seperti Uganda, Afrika Selatan, Mexico, dan Pakistan menggunakan pendekatan Perfomance Routine Information System Management (PRISM) dari Aqil et al. (2009) dalam memantau kinerja sistem informasi kesehatan menggunakan variabel-variabel penentu keberhasilan sistem informasi kesehatan secara komprehensif dengan meggunakan suatu model sistem informasi kesehatan, model yang baik adalah model yang lengkap tetapi sederhana. Model semacam ini disebut dengan model parsimoni Jogiyanto (2007) hal ini penting dalam upaya meningkatkan kinerja sistem informasi kesehatan secara berkesinambungan dalam melakukan intervensi secara lebih tepat (Hotchkiss et al., 2010). Identifikasi variabel penentu suksesnya pelaksanaan sistem informasi kesehatan di tingkat kabupaten menjadi penting untuk menentukan strategi intervensi yang tepat. Pendekatan PRISM dapat digunakan dalam mengidentifikasi permasalahan dan hambatan pengembangan sistem informasi 5 kesehatan pada tingkat kabupaten secara menyeluruh, terutama pada aspek sumber daya sistem informasi kesehatan, guna meningkatkan pengelolaan data dan informasi kesehatan yang baik. Dinas kesehatan sebagai contoh sejauh ini hanya mengandalkan data kesehatan yang berasal dari puskesmas, dimana pelaksanaan pengelolaan data di level ini (fasilitas kesehatan) sangat beragam. Sebagai upaya untuk memperkuat SIK di level kabupaten/ kota, sangat penting bagi dinas kesehatan untuk menilai kinerja sistem informasi di level puskesmas termasuk jaringannya seperti pustu (puskesmas pembantu), poskesdes (pos kesehatan desa) dan polindes (poliklinik kesehatan desa, terutama untuk menentukan strategi manajemen data dalam memperkuat sistem informasi kesehatan secara menyeluruh sesuai faktor determinannya. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah: ”Bagaimana kinerja sistem informasi manajemen puskesmas Dinas Kesehatan Kabupaten Belitung sebagai upaya untuk menentukan strategi penguatan sistem informasi di level puskesmas dan dinas kesehatan dilihat dari faktor determinan organisasi (Organization), teknis (Technical), perilaku (Behavior)” C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengevaluasi kinerja manajemen data dan Sistem Informasi Manajemen Puskesmas di Dinas Kesehatan Kabupaten Belitung 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengevaluasi kinerja manajemen data dan Sistem Informasi manajemen puskesmas menurut teknis (Technical) b. Untuk mengevaluasi kinerja manajemen data dan Sistem Informasi manajemen puskesmas menurut organisasi (Organization) 6 c. Untuk mengevaluasi kinerja manajemen data dan Sistem Informasi manajemen puskesmas menurut perilaku (Behavior) D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Dinas Kesehatan Propinsi Sebagai bahan perencanaan rencana strategis (renstra) sistem informasi kesehatan tingkat provinsi dan peningkatan upaya dinas kesehatan provinsi dalam penguatan sistem informasi kesehatan 2. Bagi Dinas Kesehatan Sebagai bahan yang digunakan untuk melakukan perencanaan penguatan sistem informasi di level puskesmas dan kabupaten 3. Bagi Puskesmas Memahami kelemahan puskesmas dalam mengelola informasi kesehatan masukan untuk transisi pengunaan aplikasi sistem informasi manajemen puskesmas (SIMPUS) 4. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan Sebagai referensi pustaka hasil penelitian dan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan kesehatan masyarakat khususnya di bidang sistem informasi manajemen kesehatan puskesmas (SIMPUS) 5. Bagi peneliti Sebagai media belajar serta untuk meningkatkan wawasan, pengetahuan, keterampilan dan pengalaman dalam bidang sistem informasi khususnya sistem informasi manajemen kesehatan puskesmas (SIMPUS) untuk melakukan penelitian. E. Keaslian Penelitian Penelitian yang sebelumnya pernah diteliti antara lain : 1. Abdullah (2010) meneliti tentang Penerapan Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPUS) : studi kasus di puskesmas pante ceureumen Kabupaten Aceh Barat yang bertujuan untuk mengevaluasi penerapan 7 SIMPUS di Puskesmas Pante Ceureumen, khususnya dari segi input dan output, ketepatan pengiriman laporan, hambatan dan dukungan penerapan SIMPUS, pendekatan penelitian studi kualitatif dengan rancangan studi kasus dan hasil yang disajikan secara deskriptif. Subyek penelitian adalah staf puskesmas Pante Ceureumen, pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dan analisis data secara kualitatif dengan hasil wawancara. 2. Putra (2010) meneliti tentang proses pengembangan software Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPUS) Oleh Dinas Kesehatan Provinsi Riau dengan tujuan untuk mengetahui proses pengembangan software Sistem Informasi Manajemen Puskesmas oleh Dinas Kesehatan Provinsi Riau. Metodologi dan jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif bersifat eksploratif. Lokasi penelitian ini di Dinas Kesehatan Provinsi Riau, selanjutnya dengan purposive sampling diteruskan ke Puskesmas Air Tiris, Dinas Kesehatan Kabupaten Kampar, Puskesmas Simpang Tiga dan Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru dan pengembang (vendor) guna menangkap fenomena secara komprehensif dalam kontek yang sesungguhnya. Subjek penelitian adalah stakeholder dalam pengembangan software simpus sebanyak 12 orang. Hasil penelitian akan dianalisis secara deskriptif analitik 3. Ghani (2010) melakukan penelitian tentang Evaluasi Penerapan Sistem Informasi Puskesmas Barito Kuala (Simpusbaku) Di Kabupaten Barito Kuala Provinsi Kalimantan Selatan penelitian ini bertujuan mengevaluasi penerapan simpus baku di Kabupaten Barito Kuala dalam aspek implementasi, proses data, pemanfaatan informasi, serta dukungan dan hambatan dalam penerapan sistem. Penelitian menggunakan ini merupakan penelitian studi kasus deskriptif metode kualitatif pada Puskesmas Berangas dan Dinas Kesehatan Kabupaten Barito Kuala dengan melakukan wawancara mendalam dan observasi sebagai metode pengumpulan data.