7 BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1
Pengertian Produk
Menurut Kotler dan Armstrong (2006, p218-219), product is anything that can be
offered to a market for attention, acquisition, use, or consumption that might satisfy a want
or need. Artinya bahwa produk merupakan sesuatu yang bisa ditawarkan ke pasar untuk
diperhatikan, dimiliki, digunakan, dikonsumsi yang biasa memuaskan keinginan atau
kebutuhan. Produk dikatakan baik apabila produk tersebut dapat memenuhi kebutuhan
pasar. Perkembangan penjualan produk yang tidak memenuhi kebutuhan dan keinginan
pembeli, tidak dapat dibantu dengan strategi promosi penjualan yang efektif sekalipun.
Karena tidak mampu membantu merubah produk tersebut menjadi sesuai dengan kebutuhan
yang diharapkan pembeli.
Produk adalah bentuk fisik barang yang ditawarkan dengan seperangkat citra
(image) dan jasa (service) yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan. Oleh karena itu,
pengertian perusahaan tentang hakekat produk dimata pembeli adalah penting, konsumen
tidak semata–mata membeli atribut produk secara fisik tetapi juga manfaat–manfaat yang
dapat diperoleh dari produk tersebut.
2.1.1
Kualitas Produk
Berbicara mengenai produk maka aspek yang perlu diperhatikan adalah kualitas
produk. Menurut American Society for Quality Control, kualitas adalah “the characteristics of
a product or service that bear on its ability to satisfy stated or implied needs”, artinya
keseluruhan ciri dan karakter–karakter dari sebuah produk atau jasa yang menunjukkan 7 8 kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang tersirat. Definisi ini merupakan
pengertian kualitas yang berpusat pada konsumen sehingga dapat dikatakan bahwa seorang
penjual telah memberikan kualitas baik produk dan pelayanan sehingga memenuhi atau
melebihi harapan konsumen. (http://www.asq.org/glossary/q.html)
Menurut Kotler dan Armstrong (2004, p283), arti dari kualitas produk adalah ”the
ability of a product to perform its functions, it includes the product’s overall durability,
reliability, precision, ease of operation and repair, and other valued attributes ” yang artinya
kemampuan sebuah produk dalam memperagakan fungsinya, hal itu termasuk keseluruhan
durabilitas, reliabilitas, ketepatan, kemudahan pengoperasian dan reparasi produk juga
atribut lainnya.
Menurut Jeff Madura (2001, p318), Kualitas suatu produk biasanya mengukur
bagaimana produk itu bekerja dengan baik pada masa hidup produk tersebut seperti yang
telah diperkirakan sebelumnya. Kualitas produk dapat ditentukan dengan bagaimana produk
itu bekerja dan berapa daya tahannya.
Kualitas juga dapat diukur dengan seberapa mudah produk itu digunakan. Cara
lainnya, kualitas dapat ditentukan dengan tingkat kebutuhan reparasinya, semakin banyak
reparasi, makin rendah kualitasnya. Kualitas juga dapat ditentukan dengan seberapa cepat
produsen memperbaiki produk yang mengalami masalah. Masing–masing karakteristik ini
dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan dan karenanya harus dipandang sebagai indikator
kualitas produk.
Perusahaan dapat menentukan tingkat kualitas suatu produk. Semakin tinggi tingkat
kualitas produk tersebut, dapat mengakibatkan biaya produksi yang tinggi dan harga yang
tinggi pula. Perusahaan juga dapat menentukan tingkat kualitas yang rendah agar biayanya
tetap rendah dan dapat memberi harga yang rendah. Tingkat kualitas yang rendah tidak
9 berarti bahwa produk tersebut diproduksi dengan tidak benar. Hal ini biasanya berarti bahwa
proses produksinya disederhanakan untuk menekan biaya sehingga perusahaan dapat
memberi harga yang rendah. Produk–produk berkualitas rendah menarik konsumen yang
hanya mampu membayar harga rendah dan tidak bersedia membayar harga yang tinggi
untuk produk berkualitas tinggi.
Saat menentukan tingkat kualitas, perusahaan menilai sisi permintaan akan produk
didalam segmen pasar yang berbeda–beda (misalnya pada segmen kualitas yang tinggi dan
segmen kualitas rendah). Perusahaan juga menilai tingkat kualitas produk yang dihasilkan
pesaing. Perusahaan berusaha menentukan kualitas dan harga produk pada tingkat yang
dapat memuaskan beberapa segmen dari pasar.
2.1.2
Tingkatan Produk
Menurut Kotler (2003, p408), dalam mengukur kualitas produk, ada lima tingkatan
produk yang perlu diperhatikan, yaitu:
a. Manfaat inti (Core benefit)
yaitu manfaat dasar dari suatu produk yang ditawarkan kepada konsumen atau nilai
dasar produk yang sebenarnya dibeli oleh konsumen. Contohnya hotel, dimana
konsumen atau pelanggan memanfaatkannya untuk tidur atau istirahat.
b. Produk dasar (Basic product)
yaitu pada tingkat ini pemasar harus dapat mengubah manfaat inti tersebut menjadi
produk dasar. Contohnya sebuah hotel selain kamar juga mencakup kamar randi,
tempat rias, dan sebagainya.
c. Produk yang diharapkan (Expected product)
10 yaitu tingkat ketiga dimana merupakan serangkaian atribut–atribut produk dan
kondisi–kondisi yang diharapkan oleh pembeli saat membeli suatu produk.
d. Produk tambahan (Augment product)
Yang berarti adanya tambahan yang diharapkan atau yang dapat membedakan
dengan produk yang lainnya. Misalkan dengan adanya tambahan pelayanan atau
service setelah pembelian dilakukan.
e. Produk potensial (Potential product)
Merupakan bagaimana harapan masa depan produk bila terjadi perubahan
perkembangan teknologi dan selera konsumen.
2.1.3
Klasifikasi Produk
Banyak klasifikasi suatu produk yang dikemukakan ahli pemasaran, diantara
pendapat yang dikemukakan oleh Kotler. Menurut Kotler (2003, p410), produk dapat
diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok yaitu:
1. Berdasarkan wujudnya, produk dapat diklasifikasikan kedalam dua kelompok utama, yaitu:
a. Barang
Barang merupakan produk yang berwujud fisik, sehingga bisa dilihat, diraba,
disentuh, dirasa, dipegang, disimpan, dipindahkan, dan perlakuan fisik lainnya.
b. Jasa
Jasa merupakan aktivitas, manfaat atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual
(dikonsumsi pihak lain). Seperti halnya bengkel reparasi, salon kecantikan, hotel, dan
sebagainya. Kotler juga mendefinisikan jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan
11 yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak
berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Produknya dapat dikaitkan
atau tidak dikaitkan dengan suatu produk fisik.
2. Berdasarkan aspek daya tahannya produk, dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a. Barang tidak tahan lama (nondurable goods)
Barang tidak tahan lama adalah barang berwujud yang biasanya habis dikonsumsi
dalam satu atau beberapa kali pemakaian. Dengan kata lain, umur ekonomisnya
dalam kondisi pemakaian normal kurang dari satu tahun. Contohnya sabun, pasta
gigi, minuman kaleng, dan sebagainya.
b. Barang tahan lama (durable goods)
Barang tahan lama merupakan barang berwujud yang biasanya bisa bertahan lama
dengan banyak pemakaian (umur ekonomisnya untuk pemakaian normal adalah satu
tahun lebih). Contohnya lemari es, mesin cuci, pakaian, sepeda motor, mobil, dan
sebagainya.
3. Berdasarkan tujuan konsumsi
Didasarkan pada siapa konsumennya dan untuk apa produk itu dikonsumsi, maka
produk diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
a. Barang konsumsi (consumer’s goods)
Barang konsumsi merupakan suatu produk yang langsung dapat dikonsumsi tanpa
melalui pemrosesan lebih lanjut untuk memperoleh manfaat dari produk tersebut.
Pembeli barang ini adalah konsumen akhir bukan pemakai industri.
b. Barang industri (industrial’s goods)
12 Barang industri merupakan suatu jenis produk yang masih memerlukan pemrosesan
lebih lanjut untuk mendapatkan suatu manfaat tertentu. Biasanya hasil pemrosesan
dari barang industri diperjual belikan kembali.
Menurut
Kotler,
barang konsumen adalah
barang
yang
dikonsumsi untuk
kepentingan konsumen akhir sendiri (individu dan rumah tangga), bukan untuk tujuan bisnis.
Pada umumnya barang konsumen dibedakan menjadi empat jenis yaitu:
a. Convenience goods
Merupakan barang yang pada umumnya memiliki frekuensi pembelian tinggi (sering
dibeli), dibutuhkan dalam waktu segera, dan hanya memerlukan usaha yang
minimum (sangat kecil) dalam pembandingan dan pembeliannya. Contoh antara lain
sabun, rokok, surat kabar, shampo, dan sebagainya.
b. Shopping goods
yaitu barang–barang yang dibeli oleh konsumen, dimana dalam proses pemilihan
dan keputusan pembeliannya, konsumen melakukan perbandingan berdasarkan
kualitas, harga, kesesuaian, model, dan lainnya. Contohnya pakaian, alat–alat
rumah tangga, furniture, mobil bekas, dan sebagainya.
c. Specialty goods
yaitu barang–barang yang memiliki karakteristik dan/atau identifikasi merek yang
unik dimana sekelompok konsumen bersedia melakukan usaha khusus untuk
membelinya. Misalnya mobil ferrari, pakaian dari rancangan orang terkenal,
peralatan fotografi, dan sebagainya.
d. Unsought goods
13 merupakan barang–barang yang tidak diketahui konsumen atau kalaupun sudah
diketahui, tetapi pada umumnya belum terpikirkan untuk membelinya. Contohnya
asuransi jiwa, lahan kuburan, suku cadang (spare part), dan sebagainya.
2.1.4
Dimensi Kualitas Produk
Menurut Mullins, Walker, Larreche, dan Boyd (2005, p422), apabila perusahaan ingin
mempertahankan keunggulan kompetitifnya dalam pasar, perusahaan harus dapat mengerti
aspek–aspek dimensi yang digunakan oleh konsumen atau pelanggan untuk membedakan
produk yang dijual perusahaan tersebut dengan produk pesaing. Dimensi kualitas produk
tersebut dari:
1. Kinerja (Performance)
Kinerja produk merupakan dimensi paling dasar dari produk tersebut. Konsumen
atau pelanggan akan kecewa jika kinerja produk tersebut tidak dapat memenuhi
harapan mereka.
2. Daya tahan (Durability)
Dimensi kualitas produk yang menunjukkan berapa lama atau umur produk
bersangkutan bertahan sebelum produk tersebut harus diganti. Dengan semakin
besar frekuensi pemakaian konsumen terhadap produk tersebut, maka semakin
besar pula daya tahan produk.
3. Kesesuaian (Conformance)
Dimensi kualitas produk yang sejauh mana karakteristik operasi dasar dari sebuah
produk memenuhi spesifikasi tertentu dari konsumen atau tidak ditemukannya cacat
pada produk tersebut.
14 4. Fitur (Features)
Karakteristik produk yang dirancang untuk menyempurnakan fungsi produk atau
menambah
fungsi
pengembangannya.
dasar,
Sehingga
berkaitan
akan
dengan
menambah
pilihan–pilihan
keterkaitan
produk
dan
konsumen
atau
pelanggan terhadap produk tersebut.
5. Reliabilitas (Reliability)
adalah probabilitas bahwa produk akan bekerja dengan memuaskan atau tidak
dalam periode waktu tertentu. Semakin kecil kemungkinan terjadinya kerusakan
maka produk tersebut dapat diandalkan. Dimensi kualitas produk ini penting karena
berhubungan dengan kepuasan konsumen.
6. Estetika (Aesthetics)
Merupakan karakteristik yang bersifat subjektif mengenai nilai–nilai estetika yang
berkaitan dengan penilaian pribadi dan preferensi dari setiap individu atau
konsumen. Dapat berupa penampilan produk bisa dilihat dari tampak, rasa, bau, dan
bentuk dari produk, atau daya tarik produk terhadap panca indera. Misalnya, bentuk
fisik mobil yang menarik, model atau bentuk desain yang artistik, warna, dan
sebagainya.
7. Kesan kualitas (Perceived quality)
Merupakan hasil dari penggunaan pengukuran yang dilakukan secara tidak langsung
karena terdapat kemungkinan bahwa konsumen tidak mengerti atau kekurangan
informasi atas produk yang bersangkutan. Jadi, persepsi konsumen terhadap produk
didapat dari harga, merek, periklanan, reputasi, dan negara asal.
15 2.2
Service Quality
Service Quality atau kualitas layanan merupakan hal yang sangat penting bagi bisnis
non jasa dan jasa. Tujuan perusahaan bukan hanya untuk menghasilkan produk yang
bemutu melainkan memberikan pelayanan yang baik sehingga dapat menghasilkan
pelanggan yang setia. Menurut Sienny Thio yang dikutip dari jurnal ekonomi manajemen
(2001, p62), service adalah pengalaman yang tidak berwujud (intangible) yang diterima oleh
konsumen bersamaan dengan produk yang berwujud (tangible) dari suatu produk yang
dibeli. Bahwa service menjadi dua kategori yaitu:
1. Visible Service
Yaitu service yang dapat dilihat dan dirasakan langsung oleh konsumen. Service ini
disediakan oleh karyawan yang langsung bertatap muka dengan konsumen.
Contohnya: karyawan dibagian front office, pelayan yang melayani direstoran, dan
lain – lain.
2. Invisible Service
Yaitu service yang tidak dapat dilihat dan dirasakan langsung oleh konsumen.
Service ini menunjang visible sistem. Contohnya: karyawan di bagian akuntansi,
personalia, dan lain – lain.
Menurut Davidoff (1994), yang dikutip Sienny Thio (2001, p64), bahwa terdapat
tujuh karakterisitik dasar untuk dapat menciptakan dan meningkatkan service quality yaitu:
1. Create Constancy of Purpose
Bahwa sebuah organisasi harus didasarkan pada tujuan dan visi yang kuat, jelas,
dan konseptual. Hal–hal ini dibangun dengan memperhatikan apa yang diinginkan
16 dan dipikirkan oleh konsumen. Dengan adanya tujuan yang jelas karyawan dapat
melakukan pekerjaannya dengan baik dan terarah yang pada akhirnya akan
memuaskan konsumen dengan memberikan kualitas produk yang prima dan sikap
yang responsif.
2. Cease Reliance on Inspection
Bahwa tidak mungkin bagi manajer untuk menginspeksi setiap produk service yang
diberikan
kepada
konsumen.
Oleh karena
itu manajer
harus
memberikan
kepercayaan kepada karyawannya untuk melakukan segala sesuatu dengan benar.
3. Remove Barriers
Manajer mempunyai tanggungjawab untuk membangun cara–cara yang dapat
membuat karyawan melakukan pekerjaannya dengan benar. Terkadang kesalahan–
kesalahan yang terjadi bukan karena manusianya tapi karena sistemnya. Untuk
menghilangkan rintangan–rintangan yang ada, manajemen dapat mengidentifikasi
dan mengeleminasi tugas–tugas yang sebenarnya tidak diperlukan sehingga dapat
menghemat waktu dan tenaga untuk digunakan tugas–tugas lain yang lebih
penting dan berharga.
4. Practice Leadership
Bahwa seorang pemimpin yang mempunyai visi dan jiwa kepemimpinan dapat
mengatur segala sesuatunya berjalan dengan lancar dan menghasilkan profit.
Pemimpin
yang
baik
dapat
menjamin
bahwa
karyawan
telah
melakukan
pekerjaan dengan benar dan dapat bekerjasama untuk mencapai tujuan yang
telah
ditetapkan manajemen.
5. Education and Train
17 Pendidikan dan pelatihan merupakan prioritas utama bagi semua perusahaan agar
dapat mencapai tujuan perusahaan dengan tepat. Perusahaan tidak bisa hanya
menginvestasi uangnya di fasilitas fisik saja tetapi harus juga mengembangkan
sumber daya manusianya.
6. Build Long–Term Business Relationships
Bahwa perusahaan juga membutuhkan perusahaan atau organisasi untuk mencapai
tujuan dan misinya dengan membangun hubungan bisnis yang bersifat jangka
panjang. Contohnya dengan pihak supplier, distributor, dan konsumen.
7. Take Positive Action
Ini merupakan hal penting dan mudah dilakukan tapi sering dilupakan. Manajemen
harus melakukan pendekatan yang proaktif dan inovatif dengan ide–ide yang lebih
baik untuk dapat memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen dengan
memunculkan pertanyaan–pertanyaan seperti apa yang dapat dilakukan untuk
konsumen, apa yang konsumen butuhkan, dan lain–lain.
2.2.1
Integrasi Service Quality
Service quality biasanya merupakan alasan keloyalan konsumen terhadap suatu
perusahaan.
Keloyalan
konsumen
tersebut
sangat
membantu
perusahaan
untuk
meningkatkan pangsa pasarnya dan memenangkan persaingan. Oleh karena itu penting
sekali manajemen memperhatikan masalah pelatihan karyawan, memperhatikan masalah–
masalah
konsumen,
dan
kepekaan terhadap kebutuhan–kebutuhan
pelanggan
dan
konsumen.
Menurut Sienny Thio yang dikutip dari jurnal ekonomi manajemen (2001, p66),
bahwa dalam memberikan service quality ini terdapat gap–gap yang dikenal dengan 5 gap
18 model dari Parasuraman (1993). Model ini mendefinisikan gap–gap yang mungkin terjadi
dalam suatu organisasi dalam memberikan service quality yang memenuhi ekspektasi
konsumen yakni:
a. Gap 1: Consumer expectation versus management perception
Gap ini terjadi ketika manajemen tidak memahami apa yang diinginkan konsumen.
Manajemen mungkin saja gagal untuk mengerti apa yang konsumen harapkan dalam
suatu service dan bagaimana bisa menyediakan kualitas service yang maksimal.
b. Gap 2: Management perception versus service quality specification
Gap ini terjadi ketika manajer tahu apa yang konsumen inginkan tapi tidak sanggup
atau tidak berkeinginan untuk meningkatkan sistem yang akan memenuhi keinginan
konsumen. Hal ini bisa disebabkan oleh tidak adanya komitmen yang kuat untuk
memberikan
service quality yang maksimal, kurangnya kemampuan untuk
memahami persepsi konsumen, tidak adanya standarisasi tugas dan manajemen
tidak mempunyai tujuan.
c. Gap 3: Service quality specification versus service delivery
Gap ini terjadi ketika manajemen mengerti kebutuhan apa yang harus diberikan
kepada konsumen dan spesifikasi apa yang tepat untuk ditingkatkan tetapi karyawan
tidak sanggup atau tidak mempunyai kemauan untuk memberikan service yang
maksimal. Gap ini terjadi ketika karyawan dan konsumen berinteraksi. Karyawan
diharapkan untuk bisa menunjukkan sikap yang ramah dan penuh senyum serta
dapat membantu menyelesaikan masalah–masalah dari pelanggan jika tidak maka
pelanggan akan merasa tidak puas.
d. Gap 4: Service delivery versus external communication
19 Gap ini tercipta ketika perusahaan memberikan janji–janji melalui komunikasi
eksternal tetapi yang terjadi tidak seperti yang dijanjikan atau diharapkan.
Contohnya, bagian marketing mempromosikan bahwa akan memberikan diskon dan
memberikan pelayanan yang memuaskan tetapi ternyata yang terjadi tidak sesuai
dengan yang dipromosikan, sehingga tentu akan mengecewakan pihak pelanggan.
e. Gap 5: Expected service versus perceived service
Kualitas yang diharapkan ialah apa yang konsumen dan pelanggan harapkan untuk
diterima dari perusahaan. Kualitas yang diterima ialah apa yang konsumen dan
pelanggan terima dan rasakan dari perusahaan. Jika apa yang diterima pelanggan
dan konsumen lebih kecil dari yang diharapkan maka akan merasa tidak puas.
Keuntungan–keuntungan yang diperoleh dengan diberikannya service quality yang
maksimal adalah:
1. Mempertahankan konsumen
Konsumen yang merasa puas dengan pelayanan yang diberikan oleh sebuah
perusahaan akan memberitahukan kepada orang lain dan sulit untuk membuatnya
untuk pindah ketempat lain.
2. Menghindari persaingan harga
Perusahaan yang mempunyai standar kualitas produk yang tinggi akan mempunyai
posisi persaingan yang lebih kuat dibandingkan dengan perusahaan yang
mempunyai standar kualitas produk yang rendah.
3. Mempertahankan karyawan–karyawan yang berkualitas
20 Karyawan–karyawan yang berkualitas akan lebih menyukai perusahaan tempatnya
bekerja dijalankan dengan baik dan menghasilkan produk yang berkualitas karena
mereka tidak menginginkan untuk selalu dikomplain oleh konsumen karena produk
yang tidak berkualitas.
4. Meningkatkan laba perusahaan
Dengan diberikannya service quality yang maksimal membuat konsumen merasa
puas. Konsumen yang merasa puas ini pasti akan memberitahukan kepada orang
lain sehingga pada akhirnya sangat membantu perusahaan dalam meningkatkan
laba.
2.2.2
Dimensi Service Quality
Menurut Umar (2003, p38), bahwa dalam service quality terdapat lima dimensi untuk
menilai kualitas layanan yakni:
1. Keandalan (Reliability)
Bahwa pada komponen ini menunjuk kemampuan perusahaan untuk memberikan
pelayanan kepada pelanggan sesuai dengan janji yang telah ditawarkan dan
mengatasi masalah pelanggan dengan tindakan yang tepat.
2. Tanggapan (Responsiveness)
Tanggapan yaitu respon dari perusahaan yang cepat dan tepat dalam memberikan
pelayanan kepada pelanggan.
3. Keyakinan (Assurance)
Keyakinan yang meliputi kemampuan karyawan atas pengetahuan produk secara
tepat sehingga menimbulkan kepercayaan dalam benak pelanggan. Perusahaan
21 harus dapat menanamkan kepercayaan dalam benak karyawan, sehingga pelanggan
akan aman dan nyaman dalam transaksi dengan perusahaan serta memperluas
pengetahuan karyawan perusahaan untuk menjawab pertanyaan dari pelanggan.
4. Empati (Empathy)
Empati yakni dimana perusahaan memberikan perhatian kepada pelanggan, dan
menjalin komunikasi yang baik dengan pelanggan sehingga perusahaan dapat
memahami keinginan dan kebutuhan pelanggannya.
5. Berwujud (Tangible)
Meliputi tampilan fisik dari kualitas, peralatan, karyawan yang berpenampilan rapi,
gedung, kebersihan, kerapian, dan kenyamanan ruangan.
2.3
Harga
Menurut Kotler (2004, p430), harga adalah sejumlah uang yang dibayarkan atas
barang dan jasa, atau jumlah nilai yang konsumen tuturkan dalam rangka mendapatkan
manfaat dari memiliki atau menggunakan barang atau jasa.
Menurut Peter dan Olson (2000, p220), harga didefenisikan sebagai apa yang harus
diserahkan konsumen untuk membeli suatu produk atau jasa. Harga merupakan satu–
satunya elemen yang berkaitan dengan pendapatan. Demikian pula dengan penelitian
pemasaran, dimana membutuhkan dana yang harus dikeluarkan oleh organisasi.
Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa harga adalah elemen yang
sangat penting dalam proses pertukaran pada barang atau jasa tertentu.
22 2.3.1
Strategi Penetapan Harga
Menurut Peter dan Olson (2000, p232), strategi penetapan harga menjadi sesuatu
yang perlu diperhatikan dalam tiga situasi berikut yakni ketika harga suatu produk baru
sedang ditetapkan, ketika sedang mempertimbangkan melakukan perubahan jangka panjang
bagi suatu produk yang telah mapan, dan ketika sedang mempertimbangkan melakukan
perubahan harga jangka pendek. Pemasar dapat mengubah harga untuk berbagai macam
alasan yang diajukan, seperti meningkatkan biaya, perubahan harga produk pesaing, atau
adanya perubahan pada saluran distrusi.
Menurut Peter dan Olson (2000, p233-238), ada enam tahap penetapan harga dalam
pendekatan strategi adalah sebagai berikut:
1. Analisis hubungan konsumen–produk
Bahwa produk yang ditawarkan kepada konsumen oleh perusahaan harus memiliki
keunggulan pembeda yang jelas terlihat dan layak dibeli oleh konsumen, atau
perusahaan harus menciptakan keunggulan pembeda baru yang didasarkan pada
variabel bauran pemasaran lainnya.
2. Analisis situasi lingkungan
Perusahaan harus mempertimbangkan elemen–elemen lingkungan lainnya seperti
tren ekonomi, pandangan politik, perubahan sosial, dan hambatan hukum pada saat
mengembangkan strategi penetapan harga. Elemen–element tersebut sudah harus
dipertimbangkan sesegera mungkin diawal proses perumusan bagian–bagian dari
strategi pemasaran dan harus dipantau terus menerus.
3. Menentukan peran harga dalam strategi pemasaran
23 Pada tahapan ini membahas tentang penentuan apakah harga yang ditetapkan akan
menjadi aspek kunci pemosisian produk atau akan ditugas untuk memainkan peran
yang lain. Jika perusahaan mencoba memposisikan suatu merek sebagai produk
yang dapat ditawar, maka penggunaan harga yang agak rendah adalah bagian yang
penting dalam strategi ini. Demikian juga, jika suatu perusahaan mencoba
memposisikan suatu merek sebagai barang yang bergengsi, kualitas nomor satu,
maka penggunaan harga yang tinggi merupakan isyarat umum yang menunjukkan
posisi tersebut.
4. Memperkirakan biaya produksi dan pemasaran yang relevan
Biaya untuk memproduksi dan memasarkan suatu produk dengan efektif dapat
menjadi suatu tolak ukur yang sangat berguna dalam membuat keputusan harga.
Biaya variabel produksi dan pemasaran biasanya adalah harga minimum yang harus
digunakan perusahaan pada saat membawa produk kepasar untuk dijual.
5. Menentukan tujuan penetapan harga
Tujuan yang paling umum digunakan dalam penetapan harga adalah berupa
pengembalian pada investasi pada tingkat presentasi tertentu. Keunggulan dari
tujuan ini adalah bentuknya yang dapat dikuantifikasi, disamping dapat digunakan
sebagai dasar bukan hanya untuk membuat keputusan harga melainkan juga dalam
keputusan tentang apakah akan masuk atau tetap di suatu pasar tertentu.
6. Mengembangkan strategi penetapan harga dan menetapkan harga
Analisis menyeluruh yang dilakukan pada tahapan sebelumnya akan memberikan
informasi yang dibutuhkan dalam mengembangkan strategi penetapan harga dan
menetapkan harga. Melalui analisis yang telah dilakukan sebelumnya, maka
24 perusahaan dapat menetapkan kebijakan strategi harga pada produk tersebut yakni
kebijakan harga penetrasi (penetration price policy) dilakukan dengan membuat
suatu rencana jangka panjang untuk meningkatkan harga produk setelah pada
awalnya diluncurkan dengan harga yang relatif rendah, dan kebijakan harga skim
(skimming price policy) berupa pembuatan rencana jangka panjang untuk
menurunkan harga secara sistematis setelah produk diluncurkan dengan harga yang
tinggi.
Analisis hubungan konsumen – produk
Analisis situasi lingkungan
Tentukan peran harga dalam strategi pemasaran
Perkirakan biaya produksi dan pemasaran yang relevan Tentukan tujuan penetapan harga
Kembangkan strategi penetapan harga dan menetapkan harga Sumber: Peter dan Olson (2000, p233)
Gambar 2.1 Pendekatan strategis dalam penetapan harga
25 2.3.2
Peranan Harga
Harga mempunyai peranan yang penting didalam keberhasilan memasarkan suatu
produk dan kelangsungan hidup perusahaan. Menurut Sutojo (2001, p64), peranan harga
adalah sebagai berikut:
1. Harga merupakan salah satu produk yang menentukan jumlah permintaan produk
di pasar. Bahwa permintaan produk dapat bersifat elastis dan tidak elastis terhadap
perubahan harga. Permintaan dapat dikatakan elastis terhadap harga apabila
permintaan berubah setiap kali harga turun atau naik. Sedangkan harga dikatakan
tidak elastis jika permintaan tidak banyak berubah.
2. Harga menentukan jumlah hasil penjualan dan keuntungan, karena hasil
penjualan produk yang diterima perusahaan setiap masa tertentu sama dengan
jumlah satuan yang terjual dikali harga per satuan produk.
3. Harga mempengaruhi keberhasilan distribusi produk. Dimana harga tersebut harus
kompetitif dan tidak terlalu besar bedanya dengan harga produk saingan. Apabila
perbedaannya besar maka kelancaran distribusi produk dapat terhambat, karena
resiko besar yang ditanggung distributor jika dibandingkan dengan produk sejenis
yang lebih laku dipasar.
4. Harga dapat mempengaruhi segmen pasar, dimana perusahaan memasuki
segmen pasar tersebut yang belum digarap sebelumnya sehingga dapat menambah
keuntungan bagi perusahaan. Dengan penentuan segmen pasar, perusahaan harus
menentukan harga dan kualitas yang sesuai dengan segmen pasar yang digarap
atau yang dituju.
26 2.4
Keputusan Pembelian
Menurut Peter dan Olson yang dikutip Prabowo, Sari, dan Gautama (2007, p84),
Pengambilan
keputusan
pembelian
konsumen
adalah
proses
pengintegrasian
yang
mengkombinasi pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih perilaku alternatif dan
memilih salah satu diantaranya.
Menurut supranto dan Limakrisna (2007, p211), Pengambilan keputusan konsumen
merupakan memilih salah satu dari dua atau lebih alternatif atau dimana konsumen
sebenarnya memilih antara alternatif perilaku berkenaan dengan objek tersebut. Konsumen
membuat keputusan tentang perilaku mana yang cocok untuk mencapai tujuan atau
keinginan.
Menurut Schiffman dan Kanuk (2007, p285), Keputusan pembelian konsumen adalah
seleksi terhadap dua pilihan atau lebih. Dengan perkataan lain, pilihan alternatif harus
tersedia bagi seseorang ketika mengambil keputusan.
2.4.1
Proses Keputusan Pembelian
Menurut Peter dan Olson (2000, p164), Dalam memperlakukan pengambilan
keputusan konsumen sebagai suatu pemecahan masalah, dapat diasumsikan bahwa
konsumen memiliki sasaran (konsekuensi yang diinginkan atau nilai dalam rantai arti-akhir)
yang ingin dicapai atau dipuaskan. Seorang konsumen menganggap sesuatu adalah
”masalah” karena konsekuensi yang diinginkannya belum dapat dicapai. Konsumen membuat
keputusan perilaku mana yang ingin dilakukan untuk dapat mencapai sasaran mereka, dan
dengan demikian ”memecahkan masalahnya”. Dalam pengertian ini, pengambilan keputusan
konsumen adalah proses pemecahan masalah yang diarahkan pada sasaran.
27 Menurut Kotler (2005, p224), proses keputusan pembelian terdiri dari lima tahap
yaitu:
Pengenalan
masalah
Pencarian
informasi
Evaluasi
alternatif
Keputusan
pembelian
Perilaku
pasca
pembelian
Sumber : Kotler (2005, p224)
Gambar 2.2 Proses keputusan pembelian
1.
Pengenalan masalah
Proses pembelian dimulai pada saat pembeli mengenali masalah atau kebutuhan.
Kebutuhan tersebut dapat dicetuskan oleh rangsangan internal dan eksternal. Dalam
kasus pertama, salah satu kebutuhan umum seseorang seperti rasa lapar, haus, dan
sebagainya mencapai ambang batas tertentu dan mulai menjadi pendorong. Dalam
kasus kedua, kebutuhan ditimbulkan oleh rangsangan eksternal. Misalkan seseorang
melewati toko bakmie ayam dan mencium wangi aroma bakmie ayam dari toko
tersebut, sehingga orang tersebut merasa lapar dan ingin memakan bakmie ayam
dari toko tersebut.
2.
Pencarian informasi
Konsumen yang terangsang kebutuhannya akan terdorong untuk mencari informasi
baik mengenai produk atau jasa yang lebih banyak. Situasi pencarian informasi yang
lebih ringan dinamakan penguatan perhatian, pada level ini seseorang hanya akan
28 sekedar lebih peka terhadap informasi produk. Pada level selanjutnya, orang
tersebut akan masuk ke tahap pencarian informasi secara aktif. Dengan cara
menelepon teman, mencari bahan bacaan, mencari informasi mengenai produk atau
jasa jasa yang diinginkan, mengunjungi toko untuk mengetahui produk atau jasa
tertentu. Yang menjadi perhatian utama pemasar adalah sumber–sumber informasi
utama yang menjadi acuan konsumen dan pengaruh relatif dari tiap sumber tersebut
terhadap keputusan pembelian selanjutnya.
3.
Evaluasi alternatif
Beberapa konsep dasar akan membantu dalam memahami proses evaluasi
konsumen: pertama, konsumen berusaha memenuhi kebutuhan. Kedua, konsumen
mencari manfaat yang akan diperoleh dari solusi produk yang ditawarkan. Ketiga,
konsumen memandang masing–masing produk sebagai sekumpulan atribut dengan
kemampuan yang berbeda–beda dalam memberikan manfaat yang digunakan
untuk memuaskan kebutuhan tersebut. Konsumen akan memberikan perhatian
terbesar kepada atribut yang mampu memberikan manfaat yang dicarinya. Dengan
konsumen yang memberikan perhatian terbesar kepada atribut tersebut maka akan
membentuk citra merek (brand image).
4.
Keputusan pembelian
Dalam tahap evaluasi, para konsumen preferensi atas merek–merek yang ada
didalam kumpulan pilihan. Konsumen atau pelanggan juga dapat membentuk niat
untuk membeli merek yang paling disukai. Konsumen juga melihat tujuannya dalam
melakukan pembelian pada produk atau jasa yang dipilihnya. Dalam pembelian
produk sehari–hari seperti convenience goods, keputusan pembelian lebih kecil dan
kebebasannya juga lebih kecil. Dalam beberapa kasus, konsumen bisa mengambil
29 keputusan untuk tidak secara formal mengevaluasi setiap merek. Dalam kasus lain,
faktor–faktor yang mengintervensi bisa mempengaruhi keputusan final.
5.
Perilaku pasca pembelian
Setelah membeli produk, konsumen akan mengalami level kepuasan atau
ketidakpuasan tertentu. Para pemasar harus terus memantau kepuasan pasca
pembelian. Kepuasan pembeli merupakan fungsi dari seberapa dekat harapan
pembeli atas suatu produk dengan kinerja yang dirasakan pembeli atas produk
tersebut. Jika kinerja produk sesuai atau melebihi harapan pembeli, maka pembeli
akan puas. Jika kinerja produk tidak sesuai dengan harapan pembeli, maka yang
terjadi adalah kebalikannya yakni akan mengecewakan pembeli atau konsumen itu
sendiri.
Tindakan
pasca
pembelian
dimana
konsumen
yang
puas
akan
menunjukkan kemungkinan yang lebih tinggi untuk membeli ulang pada produk
tersebut, dan perlunya terus memantau pemakain maupun pembuangan produk
pasca pembelian.
2.4.2
Pemecahan Masalah Konsumen
Menurut Peter dan Olson (2000, p166), bahwa pemecahan masalah pada konsumen,
ada tiga elemen dasar yaitu:
1. Penyajian masalah
Penyajian masalah (problem representation) dapat meliputi tujuan akhir, suatu set
subtujuan yang diorganisasi menjadi hirarki tujuan, pengetahuan produk yang
relevan, dan suatu set aturan sederhana yang melaluinya konsumen mencari,
mengevaluasi, dan mengintegrasikan pengetahuan untuk membuat keputusan.
Penyajian ulang masalah merupakan suatu kerangka keputusan–perspektif atau
30 kerangka acuan yang melaluinya pengambil keputusan memandang masalah dan
alternatif–alternatif untuk dievaluasi.
Seringkali penyajian ulang masalah konsumen tidak begitu jelas atau tidak
dikembangkan dengan baik maupun diperbaiki sehingga komponen dari penyajian
ulang masalah sering berubah selam proses pengambilan keputusan. Pemasar
kadangkala mencoba mempengaruhi bagaimana seorang konsumen menyajikan atau
mengembangkan
kerangka
pemilihan
pembelian.
Misalnya
konsumen
dapat
digambarkan dalam suatu iklan sebagai sesuatu yang mewakili dan kemudian
mencoba memecahkan masalah pembelian dengan cara-cara umum.
Tujuan akhir adalah konsekuensi dasar, kebutuhan, atau nilai yang ingin dicapai
atau dipuaskan konsumen. Tujuan tersebut memberikan fokus pada keseluruhan
proses pemecahan masalah. Misalnya, keputusan membeli lampu baru untuk
mengganti lampu lama yang telah rusak dimana melibatkan tujuan akhir, yaitu
mendapatkan lampu yang dapat menyala.
2. Proses integrasi
Proses integrasi yang terlibat dalam pemecahan masalah membentuk dua tugas
penting yaitu: alternatif pilihan harus dievaluasi berdasarkan kriteria pilihan dan
kemudian salah satu dari alternatif harus dipilih. Dua jenis prosedur integrasi dapat
diperhitungkan untuk dasar evaluasi dari proses pilihan, yakni proses integrasi
pengganti (compensatory integration processes), yang mengkombinasikan semua
kepercayaan utama tentang konsekuensi alternatif pilihan untuk membentuk evaluasi
umum terhadap setiap alternatif perilaku. Yang kedua yakni proses integrasi bukan
pengganti (noncompensatory integration processes), disebut bukan pengganti
karena kepercayaan utama tentang konsekuensi negatif dan positif dari alternatif
31 pilihan adalah tidak seimbang atau saling mengkompensasi. Misalnya, penerapan
aturan pilihan konjungtif mensyaratkan bahwa suatu alternatif akan ditolak jika salah
satu konsekuensinya tidak melewati batas lolos minimal.
3. Rencana keputusan
Proses mengidentifikasi, mengevaluasi, dan memilih alternatif pada saat pemecahan
masalah menghasilkan suatu rencana keputusan (decision plan) yang terdiri dari satu
atau lebih keinginan berperilaku. Rencana keputusan beragam dalam kekhususan
maupun kerumitan. Rencana keputusan khusus berkaitan dengan keinginan untuk
melakukan suatu perilaku dalam situasi yang terdefinisi, misalnya seseorang ingin
pergi ke toko baju untuk membeli baju warna biru yang dipasangkan dengan celana
barunya.
Memiliki rencana keputusan dapat meningkatkan kemungkinan bahwa perilaku yang
diinginkan benar–benar dilakukan. Meskipun demikian, keinginan berperilaku tidak
harus selalu dinyatakan. Misalnya, keinginan membeli dapat dihambat atau diubah
jika suasana lingkungan membuat rencana keputusan tersebut sulit dilaksanakan,
selain itu kejadian yang tak terduga dapat menentukan alternatif pilihan baru atau
mengubah kepercayaan konsumen terhadap kriteria pilihan mana yang tepat
sehingga hal ini dapat mengakibatkan diubahnya rencana keputusan.
32 2.5.
Hubungan Antar Variabel
2.5.1 Hubungan Antara Variabel Dimensi Kualitas Produk dengan Variabel
Proses Keputusan Pembelian
Menurut Kotler dan Armstrong (2004, p283), arti dari kualitas produk adalah
”the ability of a product to perform its functions, it includes the product’s overall
durability, reliability, precision, ease of operation and repair, and other valued
attributes” yang artinya kemampuan sebuah produk dalam memperagakan
fungsinya,
hal
itu
termasuk
keseluruhan
durabilitas,
reliabilitas,
ketepatan,
kemudahan pengoperasian dan reparasi produk juga atribut lainnya. Jadi, kualitas
suatu produk dapat mempengaruhi keputusan konsumen dalam pembelian produk
tersebut.
Menurut Jeff Madura (2001, p318), Kualitas suatu produk biasanya
mengukur bagaimana produk itu bekerja dengan baik pada masa hidup produk
tersebut seperti yang telah diperkirakan sebelumnya. Kualitas produk dapat
ditentukan dengan bagaimana produk itu bekerja dan berapa daya tahannya. Jadi,
suatu produk yang bekerja dengan baik atau buruknya dapat mempengaruhi
proses keputusan pembelian konsumen terhadap produk tersebut.
2.5.2 Hubungan Antara Variabel Dimensi Service Quality dengan Variabel
Proses Keputusan Pembelian
Service Quality atau kualitas layanan merupakan hal yang sangat penting
bagi
bisnis
non
jasa
dan
jasa.
Tujuan
perusahaan
bukan
hanya
untuk
menghasilkan produk yang bemutu melainkan memberikan pelayanan yang baik
sehingga dapat menghasilkan pelanggan yang setia. Service quality biasanya
merupakan alasan keloyalan konsumen terhadap suatu perusahaan. Keloyalan
33 konsumen tersebut sangat membantu perusahaan untuk meningkatkan pangsa
pasarnya dan memenangkan persaingan. Oleh karena itu penting sekali manajemen
memperhatikan masalah pelatihan karyawan, memperhatikan masalah–masalah
konsumen, dan kepekaan terhadap kebutuhan–kebutuhan pelanggan dan konsumen.
Jadi, dimensi service quality dapat mempengaruhi proses keputusan konsumen
dalam pemakaian produk tersebut.
2.5.3 Hubungan Antara Variabel Peranan Harga dengan Variabel Proses
Keputusan Pembelian
Menurut Peter dan Olson (2000, p232), strategi penetapan harga menjadi
sesuatu yang perlu diperhatikan dalam tiga situasi berikut yakni ketika harga
suatu produk baru sedang ditetapkan, ketika sedang mempertimbangkan melakukan
perubahan jangka panjang bagi suatu produk yang telah mapan, dan ketika sedang
mempertimbangkan melakukan perubahan harga jangka pendek. Pemasar dapat
mengubah harga untuk berbagai macam alasan yang diajukan, seperti meningkatkan
biaya, perubahan harga produk pesaing, atau adanya perubahan pada saluran
distrusi. Pada perubahan harga suatu produk, pemasar harus dapat melihat dampak
positif atau negatif yang muncul di tengah-tengah konsumen. Jadi, penetapan harga
suatu produk dapat mempengaruhi proses keputusan pembelian konsumen.
2.5.4 Hubungan Antara Variabel Dimensi Kualitas Produk, Dimensi Service
Quality, dan Peranan Harga dengan Variabel Proses Keputusan Pembelian
Menurut Nugraha dan Rahardjo (2010) dalam penelitian tentang Analisis
Pengaruh Kualitas Produk, Harga dan Iklan terhadap Keputusan Pembelian sepeda
motor Yamaha pada Harpindo Jaya Cabang Ngaliyan menyatakan bahwa, hasil
pengujian membuktikan bahwa semua variabel independen (kualitas produk, harga,
34 dan iklan) mempunyai pengaruh positif terhadap variabel dependen yaitu keputusan
pembelian sepeda motor Yamaha pada Harpindo Jaya Cabang Ngaliyan. Artinya
menurut konsumen, ketiga variabel independen tersebut dianggap penting ketika
akan membeli sepeda motor Yamaha pada Harpindo Jaya Cabang Ngaliyan.
Berdasarkan jurnal yang berjudul ”The Influence of grey consumers’
service quality perception on satisfaction and store loyalty behavior” (Yan Lu, YooKyoung. International Journal of Retail & Distribution Management. Bradford:
2008. Vol. 36, Iss. 11; pg. 901), ”Researchers and marketers have recognized that
product quality and price have not been the only dominant element that affects
consumers’ purchasing decisions (Sweeney et al., 1997). The result of the
study suggested that service is becoming a decisive factor for consumers in
deciding whether or not they want to shop at a particular retail store. This change in
consumers’ purchase decision patterns has urged retailers to offer services that fulfill
their customers’ expectations.”
Penelitian dan pemasar telah mengakui bahwa kualitas produk dan harga
bukan satu-satunya unsur dominan yang mempengaruhi keputusan pembelian
konsumen (Sweeney et al., 1997). Hasil penelitian menunjukkan bahwa layanan
menjadi faktor penentu bagi konsumen dalam memutuskan apakah mereka ingin
atau tidak berbelanja ditoko ritel tertentu. Perubahan keputusan pembelian
pada konsumen mendesak peritel untuk menawarkan layanan agar dapat memenuhi
harapan pelanggan.
35 2.6
Kerangka Pemikiran
Kualitas Produk (X1)
• Daya tahan
• Kinerja
• Kesesuaian
• Reliabilitas
Service Quality (X2)
• Keandalan
• Tanggapan
• Keyakinan
• Empati
• Berwujud
•
•
•
Keputusan Pembelian (Y)
•
Pengenalan masalah
•
Pencarian informasi
•
Evaluasi alternatif
•
Keputusan pembelian
•
Perilaku pasca pembelian
Harga (X3)
Kuantitas
Distribusi
Segmen Pasar
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran
36 2.7
Hipotesis
Didalam penelitian ini dikemukakan tiga hipotesis yaitu:
H01:
Tidak terdapat pengaruh dimensi kualitas produk terhadap proses keputusan
pembelian.
Ha1:
Terdapat pengaruh dimensi kualitas produk terhadap proses keputusan pembelian.
H02:
Tidak terdapat pengaruh dimensi service quality terhadap proses keputusan
pembelian.
Ha2:
Terdapat pengaruh dimensi service quality terhadap proses keputusan pembelian.
H03:
Tidak terdapat pengaruh peranan harga terhadap proses keputusan pembelian.
Ha3:
Terdapat pengaruh peranan harga terhadap proses keputusan pembelian.
H04:
Tidak terdapat pengaruh dimensi kualitas produk, dimensi service quality, dan
peranan harga secara bersama-sama terhadap proses keputusan pembelian.
Ha4:
Terdapat pengaruh dimensi kualitas produk, dimensi service quality, dan peranan
harga secara bersama-sama terhadap proses keputusan pembelian.
Download