jurusan manajemen fakultas ekonomi dan ilmu

advertisement
PENGARUH TRADE OFF THEORY, PECKING ORDER THEORY
DAN SIGNALING THEORY TERHADAP STRUKTUR MODAL
PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR
DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2004-2008
SKRIPSI
Oleh
Riza’ul Anwar
NIM: 104081002476
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H / 2009 M
1
ABSTRACT
This study aims to analyze the influence of trade off theory, pecking order theory
and signaling theory of capital structure of manufacturing companies. This study uses
path analysis to analyze the influence of the size of the direct and indirect variables
eksogen against endogen variables. Based on test results, shows the influence of trade
off theory of 16.40%, pecking order theory of 25.55% and the signaling theory of
4.93% of the capital structure. Thus, the manufacturing companies listed in Indonesia
Stock Exchange in the decision-making leverage (capital structure) using the pecking
order theory, namely a hierarchy where the source of funding in the company (internal
financing) more precedence than the source of funding from outside the company
(external financing).
Keywords: Capital Structure, Trade Off Theory, Pecking Order Theory and Signaling
Theory.
6
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh trade off theory, pecking
order theory dan signaling theory terhadap struktur modal perusahaan manufaktur.
Penelitian ini menggunakan path analysis untuk menganalisis besarnya pengaruh
langsung dan tidak langsung variabel eksogen terhadap variabel endogen. Berdasarkan
hasil pengujian, menunjukkan pengaruh trade off theory sebesar 16.40%, pecking
order theory sebesar 25.55% dan signaling theory sebesar 4.93% terhadap struktur
modal. Dengan demikian, perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia dalam pengambilan keputusan leverage (struktur modal) menggunakan
pecking order theory, yaitu mengikuti suatu hierarki dimana sumber pendanaan dari
dalam perusahaan (internal financing) lebih didahulukan daripada sumber pendanaan
dari luar perusahaan (eksternal financing).
Kata kunci: Struktur Modal, Trade Off Theory, Pecking Order Theory dan Signaling
Theory.
7
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wbr.
Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT Tuhan seru sekalian
alam. Semoga shalawat dan salam tercurah kepada baginda Nabi besar, Nabi
Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya.
Hanya karena rahmat dan ridlo Allah SWT,
penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi dengan judul ”Pengaruh Trade Off Theory, Pecking Order
Theory dan Signaling Theory terhadap Struktur Modal Perusahaan Manufaktur
yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2004-2008”.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana S-1
pada jurusan manajemen di Fakultas Ekonomi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk
memberikan hasil yang terbaik. Penulis juga mempunyai keterbatasan kemampuan
dalam penulisan skripsi ini, oleh karena itu penulis menyadari tanpa adanya
bimbingan, dukungan dan bantuan baik secara moril maupun materiil dari berbagai
pihak, maka skripsi ini tidak dapat terselesaikan dengan baik, pada kesempatan ini
penulis menghaturkan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang
tua penulis, yaitu bapak Sunarto dan ibu Mulya Saroh yang selalu mendo’akan yang
terbaik bagi putra-putrinya, saudara dan saudari penulis serta kelurga besar penulis
yang selalu mendukung penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Semoga
mereka semua diberi rahmat dan selalu dalam perlindungan Allah SWT, amin. Penulis
juga mengucapkan terima kasih yang sebesarnya kepada pihak-pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan skripsi ini:
8
1. Prof. Dr. Abdul Hamid MS, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial dan
Penguji Ahli.
2. Prof. Dr. Ahmad Rodoni MM, selaku Pudek Akademik dan Dosen Pembimbing I
yang selalu memberi motivasi dan solusi dalam penulisan skripsi ini.
3. Indoyama Nasarudin SE., MAB, selaku Ketua Jurusan Manajemen dan Dosen
Pembimbing II yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan
pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak/Ibu Dosen FEIS yang telah memberikan ilmu yang tidak ternilai dan
partisipasi serta bantuan seluruh karyawan FEIS hingga penulis menyelesaikan
studi di Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Mahasiswa/i angkatan 2004 dan 2005, mahasiswa/i manajemen 4B (terima kasih
atas semua bantuan dan kebersamaannya), aJax’s (Abdurrahman R. SE., Andy A.
SE., Artha R., M. Rif’at, Safriansyah, Suryo T., Tato P. SE.), a-Mis (Edwin A.), BPeople (Nafiudin SE.), aLam (Zulhakki H. SE.), CaPe (M. N. Shobah SE.), Ortega
(Bintang S.), uK (Fahrika A. DD. SE.), dan UKM Santai Klub (Aloek, Dwi H.,
Hendro P., Herdi JK, Imron R., Mahbub W., Mulyadi, Rahmat H., Sandi Y., Sirojul
Q.), M. Akbar, Dian N. SE., A. Fatah SE., A. Daman Huri, Tri Juliawan, Abdi B.
dan Hidayat Singgih (terima kasih bantuannya), dan teman-teman KKN tahun 2008
dan masyarakat Situgadung, serta seseorang yang selalu ingat dan mendo’akan
penulis (terima kasih atas do’anya).
9
6. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis disebutkan satu persatu yang telah
membantu penulis baik secara langsung dan tidak langsung dalam menyelesaikan
skripsi ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, jika
terdapat kelebihan dalam skripsi ini, maka semua datangnya dari Allah SWT, dan jika
terdapat kekurangan, itu tidak terlepas dari penulis sebagai makhluk ciptaan-Nya. Di
tengah keterbatasan penulis dalam skripsi ini, penulis berharap kiranya skripsi ini
dapat bermanfaat bagi pembaca. Semoga Allah SWT membimbing dan menyertai
setiap langkah kita. Amin..
Wassalamu’alaikum Wr. Wbr.
Jakarta, Juni 2009
Penulis
10
DAFTAR ISI
Halaman Judul …………………………………………………………………. 1
Halaman Pengesahan Skripsi …………………………………………………. 2
Halaman Pengesahan Ujian Skripsi …………………………………………..
3
Halaman Pengesahan Ujian Komprehensif ………………………………...... 4
Daftar Riwayat Hidup …………………………………………………………. 5
Abstrack .......…………………………………………………………………… 6
Abstrak ................................................................................................................
7
Kata Pengantar ...................................................................................................
8
Daftar Isi ………………………………………………………………………... 11
Daftar Tabel …………………………………………………………………….. 14
Daftar Gambar …………………………………………………………………. 15
Daftar Grafik …………………………………………………………………... 16
Daftar Diagram ……………………………………………………………….... 17
Daftar Lampiran ……………………………………………………………….. 18
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................
19
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................
19
B. Rumusan Masalah .................................................................................
31
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..............................................................
32
1. Tujuan Penelitian ............................................................................
32
2. Manfaat Penelitian ...........................................................................
33
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................
34
A. Pengertian Modal dan Struktur Modal ...................................................
34
B. Teori Struktur Modal .............................................................................
37
1. Struktur Modal pada Pasar Modal Sempurna dan Tidak Ada Pajak ...
38
2. Struktur Modal pada Pasar Modal Sempurna dan Ada Pajak ............
40
3. Financial Distress dan Agency Cost .................................................
41
11
4. Trade Off Theory (TOT) .................................................................
43
5. Teori Informasi Tidak Simetris (Asymmetric Information) ..............
46
6. Pecking Order Theory (POT) ...........................................................
47
7. Signaling Theory .............................................................................
50
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal ...............................
51
1. Faktor-Faktor Struktur Modal untuk Menguji Trade Of Theory ........
52
2. Faktor-Faktor Struktur Modal untuk Menguji Pecking Order Theory. 57
3. Faktor-Faktor Struktur Modal untuk Menguji Signaling Theory .......
60
D. Penelitian Terdahulu ..............................................................................
61
E. Kerangka Pemikiran ..............................................................................
66
F. Hipotesis ................................................................................................
68
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................
70
A. Ruang Lingkup Penelitian .....................................................................
70
B. Metode Penentuan Sampel .....................................................................
71
1. Populasi............................................................................................
71
2. Sampel .............................................................................................
71
C. Metode Pengumpulan Data ....................................................................
72
1. Data Primer ......................................................................................
72
2. Data Sekunder ..................................................................................
73
D. Metode Analisis .....................................................................................
73
1. Identifikasi Variabel ........................................................................
73
2. Analisis Jalur (Path Analysis) ..........................................................
74
3. Uji Hipotesis ………………………………………………………...
81
4. Uji Signifikansi Koefisien Jalur (t-test) ……………………………..
83
E. Operasional Variabel Penelitian…………………………………………
84
BAB IV PENEMUAN DAN PEMBAHASAN ……………………………….
86
A. Gambaran Umum Objek Penelitian………………………………….......
86
1. Pengertian dan Sejarah Manufaktur…………………………………
86
2. Perkembangan Industri Manufaktur di Indonesia………………… ...
87
12
3. Kebijakan Industri Indonesia………………………………………...
90
4. Kontribusi Industri terhadap Ekonomi………………………………
92
B. Deskriptif Analisis……………………………………………………….
94
1. Deskripsif Data Sampel……………………………………………...
94
2. Analisis Data Penelitian…………………………………………… ..
95
C. Pengujian dan Pembahasan Hipotesis………………………………… ...
118
1. Pengujian Hipotesis………………………………………………… .
118
2. Pembahasan Hipotesis……………………………………………….
124
D. Interpretasi……………………………………………………………… .
127
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI......................................................
131
A. Kesimpulan……………………………………………………………....
131
B. Implikasi ……………………………………………………………… ...
133
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………… .
134
LAMPIRAN..................................................................................................... ....
137
13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tujuan utama dari suatu perusahaan adalah untuk memaksimumkan kekayaan
pemegang saham, yang diartikan melalui pemaksimuman harga saham dari
perusahaan tersebut. Dengan kata lain, pemaksimuman harga saham merupakan
suatu tujuan yang penting dari suatu perusahaan. Dalam usaha mewujudkan misi
tersebut, keberhasilan perusahaan dapat dicapai apabila struktur dan organisasi,
keuangan, dan modal perusahaan tersebut dapat saling mendukung dan
mempunyai kerjasama yang baik antara satu dengan yang lainnya. Untuk
mencapai keberhasilan tujuan tersebut, perusahaan tidak akan terlepas dengan
permasalahan seberapa besar kemampuan perusahaan dalam memenuhi kebutuhan
dana yang akan digunakan untuk beroperasi dan mengembangkan usahanya.
Modal dalam perusahaan diperlukan untuk memaksimalkan nilai perusahaan, baik
itu dalam meningkatkan penjualan, produksi, maupun promosi perusahaan
tersebut.
Sumber dana bagi perusahaan dapat diperoleh dari sumber dana internal dan
eksternal perusahaan. Sumber dana internal artinya dana yang diperoleh dari hasil
kegiatan operasi perusahaan, yang terdiri atas laba yang tidak dibagi (laba
ditahan) dan depresiasi. Sedangkan sumber dana eksternal merupakan sumber
dana yang berasal dari luar perusahaan, yang terdiri dari hutang (pinjaman) dan
modal sendiri. Apabila perusahaan dalam pemenuhan kebutuhan modalnya
19
semakin meningkat sedangkan dana yang dimiliki telah digunakan semua, maka
perusahaan tidak ada pilihan lain selain menggunakan dana yang berasal dari luar
yaitu dalam bentuk hutang maupun dengan mengeluarkan saham baru untuk
memenuhi kebutuhan modalnya.
Penanaman dana dalam aktiva menentukan besarnya perusahaan, laba
operasinya, risiko bisnisnya, dan likuiditasnya. Pencapaian ramuan terbaik atas
pembelanjaan dan deviden menentukan beban keuangan perusahaan dan risiko
keuangannya, disamping juga mempengaruhi penilaiannya. Semua ini menuntut
suatu pandangan yang luas dan suatu kreativitas yang tajam serta penuh waspada,
yang akan mempengaruhi hampir semua segi perusahaan yang bersangkutan (Indo
Yama dan Hemmy Fauzan, 2006).
Manajer keuangan mempunyai peran penting yang bertugas mengambil
keputusan pendanaan perusahaan. Seorang manajer keuangan dalam mengambil
keputusan pendanaan harus mempertimbangkan secara teliti sifat dan biaya dari
sumber dana yang akan dipilih. Hal ini karena masing-masing sumber pendanaan
mempunyai konsekuensi finansial yang berbeda-beda. Proporsi penggunaan
sumber dana intern dan/ ekstern dalam memenuhi kebutuhan dana perusahaan
yang selanjutnya disebut dengan struktur modal menjadi sangat penting dalam
manajemen keuangan perusahaan. Dana sangat terkait dengan manajemen
pendanaan. Manajemen pendanaan pada hakekatnya menyangkut keseimbangan
antara aktiva dengan pasiva. Pemilihan susunan dari aktiva akan menentukan
struktur kekayaan perusahaan, sedangkan pemilihan dari pasiva akan menentukan
20
struktur financial (struktur pendanaan) dan struktur modal perusahaan (Bambang
Riyanto, 2001).
Struktur modal perusahaan (atau struktur keuangan) adalah campuran antara
hutang jangka panjang dan modal perusahaan yang digunakan untuk membiayai
operasinya (Ross, Westerfield, dan Jordan, 2006: 3).
Struktur modal merupakan bauran (proporsi) pendanaan permanen jangka
panjang perusahaan yang ditunjukan oleh hutang, saham preferen dan ekuitas
saham biasa (Van Horne dan Wachowizc, 2007: 232).
Menurut Sjahrial (2008) struktur modal merupakan perimbangan antara
penggunaan modal pinjaman yang terdiri dari hutang jangka pendek yang bersifat
permanen, hutang jangka panjang dengan modal sendiri yang terdiri dari saham
preferen dan saham biasa.
Menurut Bambang Riyanto (2001), struktur modal adalah perimbangan atau
perbandingan antara modal asing (jangka panjang) dengan modal sendiri.
Berdasarkan pengertian struktur modal tersebut, maka dalam penelitian ini,
struktur modal dihitung berdasarkan rasio antara hutang jangka panjang dengan
modal.
Pemenuhan kebutuhan dana perusahaan dari sumber modal sendiri berasal
dari modal saham, laba ditahan, dan cadangan. Dalam pemenuhan kebutuhan
dana, perusahaan harus mencari alternatif-alternatif pendanaan yang efisien.
Pendanaan yang efisien akan terjadi bila perusahaan mempunyai struktur modal
yang optimal. Struktur modal yang optimal dapat diartikan sebagai struktur modal
yang meminimalkan biaya modal perusahaan dan karenanya memaksimalkan nilai
21
perusahaan (Van Horne dan Wachowicz, 2007: 237). Oleh karena itu, penelitian
mengenai struktur modal dalam manajemen keuangan terus dilakukan untuk
menentukan penggunaan struktur modal yang optimal.
Pencarian struktur modal yang optimal sudah jadi bahan pemikiran para
praktisi ataupun akademisi sejak lama, seumur ilmu keuangan itu sendiri. Teori
tentang struktur modal diawali dengan pemikiran dua orang ekonom pemenang
hadiah Nobel Ekonomi, MM menyatakan rasio hutang tidak relevan dan tak ada
struktur modal yang optimal. Nilai perusahaan bergantung pada arus kas yang
akan dihasilkan dan bukan pada rasio hutang dan ekuitas.
Prediksi teori MM ini sayangnya hanya valid apabila asumsi yang
mendasarinya-seperti tak ada pajak, tak ada kesenjangan informasi, dan tak ada
biaya transaksi-terpenuhi (Sjahrial, 2008).
Pengembangan teori MM adalah teori perimbangan statis (static trade-off).
Hutang memiliki manfaat dan biaya. Hutang menguntungkan perusahaan karena
pembayaran bunga, tidak seperti pembayaran dividen, diperhitungkan sebagai
biaya dan mengurangi penghasilan kena pajak, sehingga jumlah pajak yang
dibayarkan berkurang. Dari sisi pajak, akan lebih menguntungkan apabila
perusahaan membiayai investasinya dengan hutang. Sisi positif lain hutang adalah
hutang menurunkan biaya keagenan (agency cost) ekuitas. Penggunaan hutang
akan mendisiplinkan manajer untuk tidak sembarangan menggunakan kas dan
harta perusahaan untuk kepentingannya. Pengawasan oleh kreditur jauh lebih
ketat dan efektif daripada pengawasan para pemegang saham di luar perusahaan
dengan informasi yang relatif terbatas. Dari sisi pajak, akan lebih menguntungkan
22
apabila perusahaan membiayai investasinya dengan utang. Sisi positif lain utang
adalah utang menurunkan biaya keagenan (agency cost) ekuitas. Penggunaan
utang akan mendisiplinkan manajer untuk tidak sembarangan menggunakan kas
dan harta perusahaan untuk kepentingannya. Pengawasan oleh kreditur jauh lebih
ketat dan efektif daripada pengawasan para pemegang saham di luar perusahaan
dengan informasi yang relatif terbatas. Karena itu, peningkatan utang
menguntungkan pemegang saham (Budi Frensidy, 2008).
Meskipun demikian, hutang juga mempunyai kelemahan, yaitu: hutang
biasanya berjangka waktu tertentu untuk dilunasi tepat waktu, rasio hutang yang
tinggi akan meningkatkan risiko yang selanjutnya akan meningkatkan biaya
modal, dan bila perusahaan dalam kondisi sulit dan labanya tidak dapat memenuhi
beban bunga maka tidak tertutup kemungkinan dilakukan tindakan likuidasi.
Struktur modal merupakan masalah penting dalam pengambilan keputusan
mengenai pembelanjaan perusahaan. Keputusan struktur modal secara langsung
berpengaruh terhadap besarnya risiko yang ditanggung pemegang saham serta
besarnya tingkat pengembalian atau keuntungan yang diharapkan (Brigham dan
Houston, 2006). Merupakan tugas dari Manajer keuangan untuk menentukan
komposisi struktur modal perusahaan. Manajer keuangan harus mengusahakan
agar perusahaan memperoleh dana yang diperlukan dengan biaya minimal dan
syarat-syarat yang paling menguntungkan.
Kebijakan mengenai struktur modal melibatkan trade off antara risiko dan
tingkat pengembalian. Penambahan hutang akan memperbesar risiko perusahaan
tetapi sekaligus juga memperbesar tingkat pengembalian yang diharapkan. Risiko
23
yang makin tinggi akibat membesarnya hutang cenderung menurunkan harga
saham, tetapi meningkatkan tingkat pengembalian yang diharapkan akan
menaikkan harga saham tersebut. Sruktur modal yang optimal adalah struktur
modal yang mengoptimalkan kesimbangan antara risiko dan pengembalian
sehingga memaksimumkan harga saham.
Beberapa teori struktur modal di antaranya adalah Balancing Theory oleh
Myers, Pecking Order Theory oleh Myers dan Maljuf dan Signaling Theory oleh
Ross (Ahmad Rodoni dan Sholihah, 2006: 19).
Trade-off theory (TOT) yang dikenal dengan balance theory oleh Myers,
memprediksi bahwa dalam mencari hubungan antara capital structure dengan
nilai perusahaan terdapat suatu tingkat leverage (debt ratio) yang optimal. Oleh
karena itu perusahaan akan selalu berusaha menyesuaikan tingkat leverage kearah
yang optimal. Jadi, tingkat leverage perusahaan bergerak terus dari waktu ke
waktu untuk ke arah suatu target yang ingin dicapai. Perusahaan mendasarkan
keputusan pendanaan pada struktur modal yang optimal. Struktur modal optimal
dibentuk dengan menyeimbangkan manfaat dari penghematan pajak atas
penggunaan
utang
terhadap
biaya
kebangkrutan.
Penggunaan
utang
mengakibatkan peningkatan EBIT yang mengalir ke investor, jadi semakin besar
utang perusahaan, semakin tinggi nilainya dan harga saham perusahaan.
Berdasarkan makalah Modigliani-Miller dengan pajak, harga saham perusahaann
akan dimaksimumkan jika menggunakan utang 100 persen. Dalam kenyatannya,
jarang ada perusahaan yang menggunakan utang 100 persen karena perusahaan
24
membatasi penggunaan utang untuk menekan biaya-biaya yang berkaitan dengan
kebangkrutan (Brigham dan Houston, 2001).
Hipotesa lain yang dikenal dengan pecking order theory (POT) oleh Myers
dan Maljuf, menyarankan bahwa keputusan financing mengikuti suatu hirarki
dimana sumber pendanaan dari dalam perusahaan (internal financing) lebih
didahulukan daripada sumber pendanaan dari luar perusahaan (external
financing). Dalam hal perusahaan menggunakan pendanaan dari luar, pinjaman
(debt) lebih diutamakan daripada pendanaan dengan tambahan modal dari
pemegang saham baru (external equity) (Husnan dan Pudjiastuti, 2004: 275). Dari
beberapa penelitian yang dilakukan pada perusahaan-perusahaan di Indonesia
ditemukan hasil bahwa perusahaan-perusahaan di Indonesia cenderung mengikuti
pecking order theory. Sartono (2001) telah menemukan bahwa pada umumnya
para manajer perusahaan di Indonesia cenderung mengikuti hirarki pendanaan
(pecking order theory).
Pada signaling theory oleh Ross mendasarkan bahwa manajer menggunakan
struktur modal sebagai sinyal. Ross mengatakan nilai perusahaan akan naik
seiring dengan penggunaan hutang, karena peningkatan hutang mengangkat
persepsi pasar tentang nilai perusahaan (Suad Husnan dalam Sholihah 2006). Ada
informasi tertentu yang hanya diketahui oleh manajer, sedangkan pemegang
saham tidak tahu informasi tersebut. Jadi, ada informasi yang tidak simetri
(asymmetric information) antara manajer dan pemegang saham. Akibatnya, ketika
struktur modal perusahaan mengalami perubahan, hal itu dapat membawa
25
informasi kepada pemegang saham yang akan mengakibatkan nilai perusahaan
berubah. Dengan kata lain, terjadi pertanda atau sinyal (signaling).
Pada penelitian Ahmad Rodoni dan Maratush Sholihah (2006: 17-30) dalam
pengujian empiris balance theory, pecking order theory , dan signaling theory
pada struktur modal perusahaan di Indonesia . Dengan menggunakan dua analisis
regresi berganda. Pertama untuk menguji teori balance dengan menggunakan
ukuran perusahaan dan intensitas modal sebagai variabel independen, dimana
ukuran perusahaan dan intensitas modal berpengaruh positif dan signifikan
terhadap struktur modal. Kedua untuk teori pecking order dan teori signaling yang
menggunakan profitabilitas dan tingkat pertumbuhan perusahaan sebagai variabel
independen. Untuk teori pecking order hasilnya adalah profitabilitas (ROA)
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap struktur modal sedangkan tingkat
pertumbuhan perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap struktur
modal. Sedangkan pada teori signaling menunjukkan profitabilitas (ROA) dan
tingkat pertumbuhan berpengaruh positif dan signifikan terhadap struktur modal.
Kesimpulannya bahwa perusahaan industri makanan dan minuman yang terdaftar
di Bursa Efek Jakarta pada tahun 2000-2005 menggunakan teori signaling dalam
menentukan struktur modal.
Pudji Astuti (2005) mengkaji sejauh mana pengaruh pecking order, balance
dan kebijakan makro terhadap pengambilan keputusan leverage. Menggunakan
analisis data sekunder dengan sampel 92 perusahaan industri dengan melakukan
equity finance dan debt finance. Menggunakan variabel independen yang terdiri
dari variabel teori pecking order yaitu, AMTA atau dana eksternal, harga saham,
26
ROA, IHSG dan cash flow. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa
AMTA dan cash flow berpengaruh signifikan dan mempunyai hubungan yang
negatif terhadap leverage (struktur modal). Harga saham dan ROA tidak
berpengaruh signifikan dan mempunyai hubungan yang positif terhadap leverage
(struktur modal). Untuk IHSG berpengaruh signifikan dan mempunyai hubungan
yang positif dengan leverage (struktur modal). Selanjutnya variabel balancing
yaitu resiko (beta), premium, total aktiva, pajak, firm size, intensitas modal dan
employee. Berdasakan hasil penelitian menunjukkan bahwa resiko (beta),
intensitas modal, dan employee berpengaruh signifikan dan mempunyai hubungan
yang positif terhadap leverage (struktur modal), premium berpengaruh signifikan
dan memiliki hubungan yang negatif terhadap leverage (struktur modal),
sedangkan pajak dan total asset tidak berpengaruh signifikan terhadap leverage
(struktur modal). Selanjutnya variabel kebijakan makro ekonomi moneter yaitu
SBI, pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar, gejolak pendapatan, money supply
dan PDB. Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa SBI, pertumbuhan
ekonomi, nilai tukar berpengaruh signifikan dan mempunyai hubungan yang
positif dengan leverage (struktur modal). Inflasi berpengaruh signifikan dan
mempunyai hubungan yang negatif dengan leverage (struktur modal). Sedangkan
gejolak pendapatan, PDB, dan money supply, tidak berpengaruh signifkan, gejolak
pendapatan dan PDB mempunyai hubungan negatif dengan leverage dan money
supply mempunyai hubungan yang positif dengan leverage (struktur modal).
Synthia A Sari (2006) menganalisis hubungan struktur modal berdasarkan
static trade of theory dan pecking order theory pada perusahaan publik di BEJ
27
periode tahun 2002-2004. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa seluruh
perusahaan yang diteliti pada tahun 2002 dan 2003 tidak mempunyai hubungan
(korelasi) antara besarnya nilai rasio DER dan ROA. Sedangkan pada tahun 2004
mempunyai hubungan (korelasi) antara besarnya nilai rasio DER dan ROA dan
adanya hubungan yang negatif membuktikan bahwa berlakunya pecking order
theory pada perusahaan go-public di Indonesia.
Dengan
mengetahui
struktur
modal perusahaan,
diharapakan
agar
perusahaaan mempertimbangkan terlebih dahulu dalam menentukan kebijakan
struktur modalnya dengan melihat manfaat dan kekurangan dari setiap struktur
modal yang digunakan oleh perusahaan. Dimana penelitian ini merujuk pada
penelitan Ahmad Rodoni dan Maratush Sholihah (2006) yaitu pengujian empiris
balance theory, pecking order theory dan signaling theory pada struktur modal
perusahaan di Indonesia. Penelitian sebelumnya berbeda dengan penelitian yang
penulis lakukan.
Pada penelitian ini, penulis mengambil objek perusahaan manufaktur yang
terdaftar di BEJ dengan mengambil sampel 2 entitas dari tiap-tiap klasifikasi
industri (terdapat 19 klasifikasi industri pada perusahaan manufaktur) yang
diterbitkan oleh Institute of Economic and Financial Research periode 20042006). Pertimbangan dalam pemilihan perusahaan manufaktur yang go publik
pada tahun 2004-2008 untuk dijadikan sampel penelitian adalah karena sektor
industri merupakan komponen utama dalam pembangunan ekonomi nasional.
Sektor ini tidak saja berpotensi mampu memberikan kontribusi ekonomi yang
besar melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu
28
memberikan kontribusi yang besar dalam transformasi kultural bangsa ke arah
modernisasi kehidupan masyarakat yang menunjang pembentukan daya saing
nasional. Hingga akhir tahun 2007 saja, peranan sektor industri manufaktur telah
mencapai sekitar 28 persen dari produk domestik bruto. Sedangkan pada
penelitian sebelumnya, objek yang diteliti adalah perusahaan industri makanan
dan minuman yang terdaftar di BEJ.
Pada penelitian ini variabel yang digunakan adalah variabel endogen (variabel
antara) yaitu struktur modal dinotasikan dengan Y, sedangkan variabel eksogen
(bebas) yaitu struktur aktiva, pajak, ukuran perusahaan (total aktiva), intensitas
modal, harga saham (closing price), profitabilitas (ROA), dan tingkat
pertumbuhan penjualan, yang dinotasikan dengan X, dimana variabel bebas (X)
tersebut digolongkan menjadi tiga kelompok bebas yaitu sebagai indikator sebagai
berikut:
1. Variabel trade off theory, yang terdiri dari: struktur aktiva, pajak, total aktiva
(ukuran perusahaan), dan intensitas modal.
2. Variabel pecking order theory, yang terdiri dari: harga saham (closing price),
profitabilitas (ROA), dan tingkat pertumbuhan penjualan.
3. Variabel signaling theory, yang terdiri dari: profitabilitas (ROA) dan tingkat
pertumbuhan penjualan.
Sedangkan pada penelitian sebelumnya, variabel independen (bebas) yang
digunakan adalah ukuran perusahaan dan intensitas modal (untuk balance theory);
ROA dan tingkat pertumbuhan penjualan (untuk pecking order theory dan
signaling theory).
29
Periode yang digunakan pada penelitian ini juga berbeda dengan penelitian
sebelumnya, yaitu dari tahun 2004-2008 pada perusahaan industri manufaktur,
sedangkan penelitian sebelumnya mengambil sampel pada tahun 2000-2005 pada
industri makanan dan minuman.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini berbeda dengan
penelitian sebelumnya. Metode yang digunakan pada penelitian sebelumnya
menggunakan regresi linear berganda, sedangkan penelitian ini menggunakan
path analysis (analisis jalur). Metode ini mencoba menjelaskan pengaruh
langsung dan tidak langsung dari variabel eksogen terhadap variabel endogen.
Pengaruh langsung maksudnya menguji pengaruh variabel eksogen terhadap
variabel endogen tanpa melalui variabel eksogen lainnya, sedangkan pengujian
pengaruh satu variabel melalui variabel eksogen lainnya (yang signifikan)
terhadap variabel endogen inilah yang dimaksud dengan pengaruh tidak langsung.
Jadi, alasan pemikiran metode ini didasarkan bahwa untuk mengetahui pengaruh
terhadap variabel endogen, sebuah variabel eksogen tidak mungkin lepas dengan
variabel eksogen lainnya. sedangkan dalam metode regresi, penelitian dianggap
baik jika
sesama variabel eksogen tidak
boleh mempunyai hubungan
(multikolinearitas) serta pemenuhan asumsi klasik lainnya.
Berdasarkan pemikiran tersebut, penulis ingin mengetahui lebih lanjut
mengenai
berapa besar pengaruh teori struktur modal yang diukur dengan
struktur aktiva, pajak, total aktiva (ukuran perusahan), intensitas modal, harga
saham, profitabilitas (ROA), dan tingkat pertumbuhan penjualan perusahaan.
Dengan pentingnya analisis struktur modal untuk kelangsungan hidup perusahaan
30
beserta kebijakan-kebijakan yang mungkin dapat memberikan keuntungan jangka
panjang bagi pemilik, maka penulis tertarik meneliti lebih lanjut dan menulisnya
pada skripsi dengan judul :
“ Pengaruh Trade Of Theory, Pecking Order Theory, dan Signaling
Theory terhadap Struktur Modal Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di
Bursa Efek Indonesia”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis dapat merumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah terdapat pengaruh variabel trade off theory yang terdiri dari variabel
struktur aktiva, pajak, total aktiva (ukuran perusahaan) dan intensitas modal,
baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap struktur modal
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta.
2. Apakah terdapat pengaruh variabel pecking order theory yang terdiri dari
variabel harga saham (closing price), profitabilitas (ROA) dan tingkat
pertumbuhan penjualan, baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap
struktur modal perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta.
3. Apakah terdapat pengaruh variabel signaling theory yang terdiri dari variabel
profitabilitas (ROA) dan tingkat pertumbuhan penjualan, baik secara langsung
maupun tidak langsung terhadap struktur modal perusahaan maufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Jakarta.
31
4. Dari ketiga indikator tersebut, yaitu trade off theory yang terdiri dari variabel
struktur aktiva, pajak, total aktiva (ukuran perusahaan) dan intensitas modal,
pecking order theory yang terdiri dari variabel harga saham (closing price),
profitabilitas (ROA) dan tingkat pertumbuhan penjualan, dan signaling theory
yang terdiri dari variabel profitabilitas (ROA) dan tingkat pertumbuhan
penjualan, indikator apa yang mempunyai pengaruh paling dominan terhadap
struktur modal perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka dapat dibuat tujuan dan
manfaat penelitian sebagai berikut:
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk menganalisis pengaruh variabel trade off theory yang terdiri dari
variabel struktur aktiva, pajak, total aktiva (ukuran perusahaan) dan
intensitas modal, baik secara langsung maupun tidak langsung struktur
modal perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta.
b. Untuk menganalisis pengaruh variabel pecking order theory yang terdiri
dari variabel harga saham (closing price), profitabilitas (ROA) dan tingkat
pertumbuhan penjualan, baik secara langsung maupun tidak langsung
struktur modal perusahan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta.
c. Untuk menganalisis pengaruh variabel signaling theory yang terdiri dari
variabel profitabilitas (ROA) dan tingkat pertumbuhan penjualan baik
32
secara langsung maupun tidak langsung struktur modal perusahaan yang
terdaftar di Bursa Efek Jakarta.
d. Untuk menganalisis ketiga indikator tersebut yaitu trade off theory yang
terdiri dari variabel struktur aktiva, pajak, total aktiva (ukuran perusahaan)
dan intensitas modal, pecking order theory yang terdiri dari variabel harga
saham (closing price), profitabilitas (ROA) dan tingkat pertumbuhan
penjualan, dan signaling theory yang terdiri dari variabel profitabilitas
(ROA) dan tingkat pertumbuhan penjualan, indikator apa yang mempunyai
pengaruh paling dominan terhadap struktur modal perusahaan manufaktur
yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta.
2. Manfaat Penelitian
a. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan agar penulis dapat menerapkan teori-teori
yang telah di peroleh selama perkuliahan dibidang manajemen keuangan
umumnya dan teori tentang struktur modal pada khususnya.
b. Bagi Perusahaan
Dengan melihat hasil penelitian ini, dapat digunakan oleh perusahan
sebagai
bahan
pertimbangan dalam
menentukan
struktur
modal
perusahaan.
c. Bagi Akademis
Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan untuk
mendalami penelitian sejenis serta sebagai tambahan literatur di bidang
manajemen keuangan khususnya tentang struktur modal perusahaan.
33
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Modal dan Struktur Modal
Modal adalah dana yang digunakan untuk membiayai pengadaan aktiva dan
operasi perusahaan modal terdiri dari item-item yang ada di sisi kanan suatu
neraca, yaitu: hutang, saham biasa, saham preferen, dan laba ditahan (Lukas Setia
Atmaja, 2008: 115).
Suatu
perusahaan
dalam
menjalankan
usahanya
sejalan
dengan
perkembangan yang dialami, selalu membutuhkan tambahan modal. Pada saat
perusahaan didirikan, pemilik bisa menentukan sumber modal apa yang dipakai,
apakah semuanya bersumber dari modal saham biasa atau perlu ada hutang jangka
panjang. Setiap keputusan yang diambil tentang sumber modal selalu ada
dampaknya. Misalnya bila sumber modal saham biasa ada kewajiban membayar
deviden dan keputusan-keputusan kebijakan atau pengelolaan dari pemegang
saham perlu diperhatikan. Bila sumber modal dari saham preferen ada kewajiban
membayar deviden yang harus diprioritaskan demikian pula dalam keadaan
perusahaan likuidasi maka pemegang saham preferen akan didahulukan
pengembalian nilai sahamnya. Jika sumber modal berasal dari hutang jangka
panjang ada kewajiban membayar bunga dan pengembalian hutang pada saat jatuh
tempo (Dewi Astuti, 2004: 138).
Dengan demikian, Manajer keuangan akan berhubungan dengan sisi kanan
neraca. Jika kita melihat pendanaan gabungan untuk perusahaan-perusahaan dari
34
berbagai macam industri, akan terlihat perbedaan yang jelas. Beberapa perusahaan
memiliki hutang yang lebih besar dari perusahaan-perusahaan lain. Apakah jenis
pendanaan yang dipakai memiliki pengaruh terhadap perbedaan-perbedaan yang
timbul dan apakah pendanaan gabungan tertentu dapat memberikan hasil yang
terbaik (Indo Yama dan Hemmy Fauzan, 2006).
Struktur modal perusahaan (atau struktur keuangan) adalah campuran antara
hutang jangka panjang dan modal perusahaan yang digunakan untuk membiayai
operasinya (Ross, Westerfield, dan Jordan, 2006: 3).
Menurut Van Horne dan Wachowicz (2007: 232) dalam buku prinsipprinsip manajemen keuangan, struktur modal adalah bauran (atau proporsi)
pendanaan permanen jangka panjang perusahaan yang di wakili oleh hutang,
saham preferen, dan ekuitas saham biasa.
Struktur modal merupakan perimbangan antara penggunaan modal pinjaman
yang terdiri dari hutang jangka pendek yang bersifat permanen, hutang jangka
panjang dengan modal sendiri yang terdiri dari saham preferen dan saham biasa
(Sjahrial, 2008).
Struktur modal menggambarkan proporsi antara hutang jangka panjang dan
modal sendiri (Moeljadi, 2006: 236).
Menurut Warsono (2003), struktur modal merupakan bauran dari segenap
sumber pembelanjaan jangka panjang yang digunakan perusahaan.
Sedangkan menurut Dewi Astuti (2004: 138), struktur modal adalah bauran
atau perpaduan dari hutang jangka panjang, saham preferen dan saham biasa.
Struktur modal yang ditargetkan adalah perpaduan antara hutang, saham preferen,
35
saham biasa yang dikehendaki perusahaan dalam struktur modalnya, sedangkan
struktur modal yang optimal adalah struktur modal yang mengoptimalkan
keseimbangan antara resiko dan pengembalian sehingga memaksimumkan harga
saham.
Dalam laporan keuangan neraca sisi kredit, dapat dilihat susunan atau
struktur modal yang ada pada suatu perusahaan. Bagian dari struktur modal ini
disebut komponen modal. Jadi pos-pos yang berada pada sisi kanan neraca yang
terdiri berbagai jenis hutang, saham preferen dan ekuitas saham biasa disebut
komponen modal. Komponen modal adalah salah satu jenis modal yang
digunakan perusahaan untuk mendapatkan dana (Dewi Astuti, 2004: 127).
Suatu
perusahaan
dalam
menjalankan
usahanya
sejalan
dengan
pengembangan yang dialami, selalu membutuhkan tambahan modal. Pada saat
didirikan, pemilik bisa menentukan sumber modal apa yang dipakai, apakah
semuanya bersumber dari modal saham biasa atau perlu ada hutang jangka
panjang. Setiap keputusan yang diambil tentang sumber modal selalu ada
dampaknya (Dewi Astuti, 2004: 138).
Apabila
suatu
perusahaan
dalam
memenuhi
kebutuhan
dananya
mengutamakan pemenuhan dengan sumber dari dalam perusahaan akan sangat
mengurangi ketergantungannya kepada pihak luar. Apabila kebutuhan dana sudah
sedemikian meningkatnya karena pertumbuhan perusahaan, dan dana dari sumber
intern sudah digunakan semua, maka tidak ada pilihan lain selain menggunakan
dana yang berasal dari luar perusahaan, baik dari hutang (debt financing) maupun
dengan mengeluarkan saham baru (external equity financing) dalam memenuhi
36
keutuhan akan dananya. Kalau dalam pemenuhan kebutuhan dana dari sumber
ekstern tersebut kita lebih mengutamakan pada hutang saja maka ketergantungan
kita pada pihak luar akan makin besar dan resiko finansialnya pun makin besar.
Sebaliknya kalau kita hanya mendasarkan pada saham saja, biayanya akan sangat
mahal. Oleh karena itu perlu diusahakan adanya keseimbangan yang optimal
antara kedua sumber dana tersebut. Kalau kita mendasarkan pada prinsip hati-hati,
maka kita mendasarkan pada aturan struktur financiil konservatif dalam mencari
struktur modal yang optimal (Bambang Riyanto, 2001).
B. Teori Struktur Modal
Teori struktur modal menjelaskan apakah ada pengaruh perubahan struktur
modal terhadap nilai perusahaan, kalau keputusan investasi dan kebijakan dividen
dipegang konstan. Dengan kata lain, seandainya perusahaan mengganti sebagian
modal sendiri dengan hutang (atau sebaliknya) apakah harga saham akan berubah,
apabila perusahaan tidak merubah keputusan-keputusan keuangan lainnya.
Dengan kata lain, kalau
perubahan struktur modal tidak merubah nilai
perusahaan, berarti bahwa tidak ada struktur modal yang terbaik. Semua struktur
modal adalah baik. Tetapi kalau dengan merubah struktur modal ternyata nilai
perusahaan berubah, maka akan diperoleh struktur modal yang terbaik. Struktur
modal yang dapat memaksimumkan nilai perusahaan, atau harga saham, adalah
struktur modal yang terbaik (Husnan dan Pudjiastuti, 2004: 263).
37
1. Struktur Modal Pada Pasar Modal Sempurna dan Tidak Ada Pajak
Pasar modal yang sempurna adalah pasar modal yang sangat kompetitif.
Dalam pasar modal tersebut antara lain tidak dikenal biaya kebangkrutan, tidak
ada biaya transaksi, bunga simpanan dan pinjaman sama yang berlaku untuk
semua pihak. Sebagai tambahan, diasumsikan tidak ada pajak penghasilan
(income tax). Tentu saja asumsi-asumsi tersebut tidak akan dijumpai dalam
dunia nyata (Husnan dan Pudjiastuti: 264).
a. Pendekatan Tradisional
Menurut pendekatan tradisional, dalam pasar modal yang sempurna dan
tidak ada pajak, nilai perusahaan (atau biaya modal perusahaan) bisa
dirubah dengan cara merubah struktur modalnya (yaitu B/S). Pendapat ini
dominan sampai dengan awal tahun 1950-an (Husnan dan Pudjiastuti, 2004:
265).
Dalam pendekatan tradisional, jika leverage keuangan meningkat, maka
nilai perusahaan total akan meningkat sampai titik tertentu. Setelah
mencapai titik tersebut, dengan meningkatnya leverage, justru akan
menurunkan nilai perusahaan total (Warsono, 2003).
b. Pendekatan Modigliani dan Miller (MM)
Salah satu pertanyaan yang sering membingungkan manajer keuangan
adalah hubungan antara struktur modal dan nilai perusahaan. Berapa modal
asing dan berapa modal sendiri yang harus digunakan. Baru pada tahun
1958, 2 ahli manajemen keuangan Franco Modigliani dan Merton Miller
mengajukan teori struktur modal perusahaan.
38
Menurut MM dalam artikelnya
pendekatan
tradisional
adalah
tidak
menunjukkan bahwa pendapat
benar.
Mereka
menunjukkan
kemungkinan munculnya proses arbitrage yang akan membuat harga saham
(atau nilai perusahaan) yang tidak menggunakan hutang maupun yang
menggunakan hutang, akhirnya sama. Proses arbitrage muncul karena
investor selalu lebih menyukai investasi yang memerlukan dana yang lebih
sedikit tetapi memberikan penghasilan bersih yang sama dengan risiko yang
sama pula. Dengan demikian, MM menunjukkan bahwa dalam keadaan
pasar modal sempurna dan tidak ada pajak, maka keputusan pendanaan
(financing decisions) menjadi tidak relevan. Artinya penggunaan hutang
ataukah modal sendiri akan memberi dampak yang sama bagi kemakmuran
pemilik perusahaan (Husnan dan Pudjiastuti, 2004: 266).
Asumsi-asumsi MM- tanpa pajak (Lukas Setia Atmaja, 2008: 249):
1). Resiko bisnis perusahan diukur dengan deviasi standar EBIT.
2). Investor memiliki pangharapan yang sama tentang EBIT perusahaan
dimasa mendatang.
3). Saham dan obligasi diperjualbelikan disuatu pasar modal yang
sempurna.
4). Hutang adalah tanpa resiko sehingga suku bunga pada hutang adalah
suku bunga bebas resiko.
5). Seluruh aliran kas adalah perpetuitas (sama jumlahnya setiap periode
hingga waktu tak terhingga). Dengan kata lain, pertumbuhan perusahaan
adalah nol atau EBIT selalu sama.
39
6). Tidak ada pajak perusahaan maupun pajak pribadi.
2. Struktur Modal Pada Pasar Modal Sempurna dan Ada Pajak
Munculnya teori struktur modal pada pasar modal sempurna dengan
memasukkan unsur pajak, dilatarbelakangi oleh dua hal, yang pertama bunga
yang dibayarkan (sebagai konsekuensi atas penggunaan hutang) dapat
dipergunakan untuk mengurangi penghasilan yang di kenakan pajak (taxable
income). Kedua, perusahaan yang mempunyai hutang (dan harus membayar
bunga) akan membayar pajak (income tax) dalam jumlah lebih kecil, karena
bunga merupakan pos deduksi perhitungan pajak (Warsono, 2003).
Tahun 1963, MM menerbitkan artikel sebagai lanjutan teori MM tahun
1958. Asumsi yang diubah adalah adanya pajak terhadap panghasilan
perusahaan (corporate income taxes). Dengan adanya pajak ini, MM
menyimpulkan bahwa penggunaan hutang (leverage) akan meningkatkan nilai
perusahaan karena biaya bunga hutang adalah biaya yang mengurangi
pembayaran pajak ( a tax-deductible expense) (Lukas Setia Atmaja, 2008:
254).
Dalam keadaan ada pajak, MM berpendapat bahwa keputusan pendanaan
menjadi relevan. Hal ini disebabkan karena pada umumnya bunga yang
dibayarkan (karena
menggunakan
hutang)
bisa
dipergunakan
untuk
mengurangi penghasilan yang dikenakan pajak (bersifat tax deductible).
Dengan kata lain, apabila ada dua perusahaan yang memperoleh laba operasi
sama, tetapi yang satu menggunakan hutang (dan membayar bunga) sedangkan
satunya tidak, maka perusahaan yang membayar bunga akan membayar pajak
40
penghasilan (income tax) yang lebih kecil. Karena menghemat membayar pajak
merupakan manfaat bagi pemilik perusahaan, maka tentunya nilai perusahaan
yang menggunakan hutang akan lebih besar dari nilai perusahaan yang tidak
menggunakan hutang (Husnan dan Pudjiastuti, 2004: 269).
3. Financial Distress dan Agency Cost
Financial distress adalah kondisi dimana perusahaan mengalami kesulitan
keuangan dan terancam bangkrut. Jika perusahaan mengalami kebangkrutan,
maka akan timbul biaya kebangkrutan (bankruptcy cost) yang disebabkan oleh:
keterpaksaan menjual aktiva dibawah harga pasar, biaya likuidasi perusahaan,
rusaknya aktiva tetap dimana waktu sebelum tejual. Bankruptcy cost ini
termasuk “direct cost of financial distress”. Selain itu, ancaman akan terjadinya
financial distress juga merupakan biaya karena manajemen cenderung
menghabiskan waktu untuk menghindari kebangkrutan dari pada membuat
keputusan perusahaan yang baik. Ini temasuk “indirect cost of financial
distress”. Pada umumnya, kemungkinan terjadinya financial distress semakin
meningkat dengan meningkatnya penggunaan hutang. Logikanya adalah
semakin besar penggunaan hutang, semakin besar pula beban biaya bunga,
semakin besar probabilita bahwa penurunan penghasilan akan menyebabkan
financial distress (Lukas Setia Atmaja, 2008: 258).
Agency cost atau biaya keagenan adalah biaya yang timbul karena
perusahaan menggunakan hutang dan melibatkan hubungan antara pemilik
perusahaan (pemegang saham) dan kreditor. Biaya keagenan ini muncul dari
problem keagenan (agency problem). Jika perusahaan menggunakan hutang,
41
ada kemungkinan pemilik perusahaan melakukan tindakan yang merugikan
kreditor. Misalnya perusahaan melakukan investasi pada proyek-proyek
berisiko tinggi. Ini jelas merugikan kreditor. Karena menerima keuntungan
yang tetap (bunga hutang) berapapun keuntungan perusahaan. Ini tidak sesuai
dengan konsep “jika rasio bertambah, keuntungan juga harus bertambah”.
Untuk menghindari kerugian semacam ini, kreditor melindungi diri dengan
perjanjian-perjanjian pada saat penandatanganan pemberian kredit (covenant).
Covenant ini mengurangi kebebasan perusahaan dalam membuat keputusan.
Selain itu perusahaan harus dimonitor untuk menjamin bahwa covenant ditaati.
Biaya untuk memonitor ini dibebankan pada perusahaan dalam bentuk bunga
hutang yang lebih tinggi. Jadi agency costs terdri dari biaya kehilangan
kebebasan atau efisien dan biaya untuk memonitor perusahaan (Lukas Setia
Atmaja, 2008: 259).
Pihak manajemen dapat dianggap sebagai agen dari para pemilik
perusahaan, yaitu para pemegang saham. Para pemegang saham ini, dengan
harapan bahwa agen akan bertindak demi kepentingan para pemegang saham,
akan mendelegasikan otoritas pengambilan keputusan ke pihak manajemen.
Agar pihak manajemen dapat membuat keputusan yang optimal atas nama para
pemegang saham, merupakan hal yang penting agar pihak manajemen tidak
hanya mendapat insentif yang tepat (gaji, bonus, opsi saham, dan kompensasi),
tetapi mereka akan diawasi juga. Pengawasan dapat dilakukan melalui berbagai
metode seperti pengikatan agen, audit laporan keuangan, dan secara eksplisit
membatasi keputusan pihak manajemen. Para kreditor mengawasi perilaku
42
pihak manajemen dan pemegang saham dengan membebankan perjanjian
jaminan dalam kesepakatan pinjaman antara pihak peminjam dan pemberi
pinjaman. Kegiatan pengawasan tentu saja membutuhkan biaya yang disebut
dengan biaya agensi. Biaya agensi merupakan biaya-biaya yang berhubungan
dengan pengawasan manajemen untuk meyakinkan bahwa manajemen
bertindak konsisten sesuai dengan perjanjian kontraktual perusahaan dengan
kreditor dan pemegang saham (Van Horne dan Wachowicz, 2007: 243).
Salah satu pendapat dari teori agensi adalah siapapun yang mengeluarkan
biaya pengawasan, biaya tersebut pada akhirnya ditanggung oleh pemegang
saham. Contohnya, para pemilik hutang, karena mengantisipasi biaya
pengawasan, akan membebankan bunga yang lebih tinggi. Semakin besar
kemungkinan biaya pengawasan, semakin tinggi biaya bunga dan semakin
rendah nilai perusahaan bagi para pemegang saham. Jumlah pengawasan yang
diisyaratkan oleh pemilik hutang akan naik sejalan dengan jumlah hutang yang
belum dilunasi. Jika hanya ada sedikit atau tidak ada hutang, para pemberi
pinjaman hanya dapat melakukan pengawasan terbatas, sementara jika terdapat
banyak hutang, mereka mungkin dapat mendesak pengawasan yang ekstensif.
Biaya pengawasan cenderung akan meningkat sejalan dengan leverage
keuangan (Van Horne dan Wachowicz, 2007: 244).
4. Trade Off Theory (TOT)
Pengembangan teori MM adalah teori perimbangan statis (static trade-off).
Utang memiliki manfaat dan biaya. Utang menguntungkan perusahaan karena
pembayaran bunga, tidak seperti pembayaran dividen, diperhitungkan sebagai
43
biaya dan mengurangi penghasilan kena pajak, sehingga jumlah pajak yang
dibayarkan berkurang (Budi Frensidy, 2008).
Disebut model trade off karena struktur modal yang optimal dapat
ditemukan dengan menyeimbangkan keuntungan penggunaan hutang (tax
shield benefits of leverage) dengan biaya financial distress dan agency problem
(Warsono, 2003).
Berbagai faktor, seperti adanya corporate tax, biaya kebangkrutan, dan
personal tax, telah dipertimbangkan untuk menjelaskan mengapa suatu
perusahaan akhirnya memilih struktur modal tertentu. Penjelasan tersebut
termasuk dalam lingkup balancing theories. Esensi balancing theories adalah
menyeimbangkan manfaat dan pengorbanan yang timbul sebagai akibat
penggunaan hutang. Sejauh manfaat masih lebih besar, hutang akan ditambah.
Tetapi apabila pengorbanan karena menggunakan hutang sudah lebih besar,
maka hutang tidak boleh lagi ditambah (Husnan dan Pudjiastuti, 2004: 275).
Perusahaan mendasarkan keputusan pendanaan pada struktur modal yang
optimal. Struktur modal optimal dibentuk dengan menyeimbangkan manfaat
dari penghematan pajak atas penggunaan hutang terhadap biaya kebangkrutan.
Penggunaan hutang mengakibatkan peningkatan EBIT yang mengalir ke
investor, jadi semakin besar hutang perusahaan, semakin tinggi nilainya dan
harga saham perusahaan. Berdasarkan makalah Modigliani-Miller dengan
pajak, harga saham perusahaan akan dimaksimumkan jika menggunakan
hutang 100 persen. Dalam kenyataannya, jarang ada perusahaan yang
menggunakan hutang 100 persen karena perusahaan membatasi penggunaan
44
hutang untuk menekan biaya-biaya yang berkaitan dengan kebangkrutan
(Brigham dan Houston, 2006).
Teori struktur modal yang disebut sebagai balancing theories (Myers,
1984 dan Bayles and Diltz, 1994). Disebut sebagai teori-teori keseimbangan,
karena tujuannya adalah untuk menyeimbangkan komposisi hutang dan modal
sendiri. Pembicaraan balancing theories dimulai dari keadaan ekstrem, yaitu
pada kondisi pasar modal yang sempurna dan tidak ada pajak. Tentu saja
kondisi seperti ini tidak ada dalam dunia nyata (Husnan,2000: 324).
Model trade off tidak dapat menentukan secara tepat struktur modal yang
optimal karena sulit untuk menentukan secara tepat PV biaya financial distress
dan PV agency cost. Namun demikian model ini memberikan 3 masukan
penting (Lukas Setia Atmaja, 2008: 260):
a. Perusahaan yang memiliki aktiva yang tinggi variabilitas keuntungannya
akan memiliki probabilita financial distress yang besar. Perusahaan
semacam ini harus menggunakan sedikit hutang.
b. Aktiva tetap yang khas (tidak umum), aktiva yang tidak nampak (intangible
assets) dan kesempatan bertumbuh akan kehilangan banyak nilai jika terjadi
financial distress. Perusahaan yang menggunakan aktiva semacam ini
seharusnya menggunakan sedikit hutang.
c. Perusahaan yang membayar pajak yang tinggi (dikenai tingkat pajak yang
besar) sebaiknya lebih banyak menggunakan hutang dibanding perusahaan
yang membayar pajak yang rendah (tingkat pajak rendah).
45
5. Teori Informasi Tidak Simetris (Asymmetric Information Theory)
Awal dekade 1960-an, Gordon donalson dari Harvard Universit y
mengajukan teori tentang informasi yang tidak simetris. Asymmetric
information adalah kondisi dimana suatu pihak memiliki informasi yang lebih
banyak dari pihak lain. Karena
asymmetric information, manajemen
perusahaan lebih tahu lebih banyak tentang perusahaan dibanding investor
dipasar modal. Jika manajemen perusahaan ingin memaksimumkan nilai untuk
memegang saham saat ini (current stockholder), bukan pemegang saham baru,
maka ada kecenderungan bahwa (Lukas Setia Atmaja, 2008: 261):
a. Jika perusahaan memiliki prospek yang cerah, manajemen tidak akan
menerbitkan saham baru tapi menggunakan laba ditahan (supaya prospek
cerah tersebut dapat dinikmati (current stockholder).
b. Jika prospek kurang baik, manajemen menerbitkan saham baru untuk
memperoleh dana. Ini akan menguntungkan current stockholder karena
tanggung jawab mereka berkurang.
Masalahnya adalah para investor tahu kecederungan ini sehingga mereka
melihat penawaran saham baru sebagai sinyal berita buruk sehingga harga
saham cenderung turun jika saham baru diterbitkan. Ini menyebabkan biaya
modal sendiri (cost of equity) menjadi tinggi, WACC semakin tinggi dan nilai
perusahaan cenderung turun. Hal ini mendorong perusahaan untuk menerbitkan
obligasi atau berhutang daripada menerbitkan saham baru (Lukas Setia Atmaja,
2008: 261).
46
Asymmetric Information (Informasi Asimetris) menurut Brigham dan
Houston (2006) adalah situasi dimana manajer memiliki informasi yang
berbeda (yang lebih baik) daripada yang dimiliki investor. Informasi Asimetris
ini terjadi karena pihak manajemen mempunyai informasi yang lebih banyak
daripada para pemodal. Dengan demikian, pihak manajemen mungkin berpikir
bahwa harga saham saat ini sedang overvalue (terlalu mahal). Kalau hal ini
yang diperkirakan terjadi, maka manajemen tentu akan berpikir untuk lebih
baik menawarkan saham baru (sehingga dapat dijual dengan harga yang lebih
mahal dengan yang seharusnya). Tetapi pemodal akan menafsirkan kalau
perusahaan menawarkan saham baru, salah satu kemungkinannya adalah harga
saham saat ini sedang terlalu mahal (sesuai dengan persepsi manajemen).
Sebagai akibatnya para pemodal akan menawar harga saham baru tersebut
dengan harga yang lebih rendah, karena itu emisi saham baru akan menurunkan
harga saham.
Karena adanya asymmetric information, Gordon donalson menyimpulkan
bahwa perusahaan lebih senang menggunakan dana dengan urutan (Lukas Setia
Atmaja, 2008: 261): laba ditahan dan dana dari depresiasi, hutang dan
penjualan saham baru.
6. Pecking Order Theory (POT)
Menurut Husnan dan Pudjiastuti (2004: 275) dalam buku “dasar-dasar
manajemen keuangan”, disebut sebagai pecking order theory karena teori ini
menjelaskan mengapa perusahaan akan menentukan hirarki sumber dana yang
paling disukai. Teori ini mendasarkan diri atas informasi asimetrik (asymmetric
47
information), suatu istilah yang menunjukkan bahwa manajemen mempunyai
informasi yang lebih banyak (tentang prospek, risiko, dan nilai perusahaan)
daripada pemodal publik. Manajemen mempunyai informasi yang lebih banyak
dari pemodal karena merekalah yang mengambil keputusan-keputusan
keuangan, yang menyusun berbagai rencana perusahaan, dan sebagainya.
Kondisi ini dapat dilihat dari reaksi harga saham pada waktu manajemen
mengumumkan sesuatu (seperti peningkatan pembayaran deviden).
Informasi asimetrik ini mempengaruhi pilihan antara sumber dana internal
(yaitu dana dari hasil operasi perusahaan) ataukah eksternal, dan antara
penerbitan hutang baru ataukah ekuitas baru. Karena itu teori ini disebut
sebagai pecking order theory. Disebut sebagai pecking order theory karena
teori ini menjelaskan mengapa perusahaan akan menentukan hirarki sumber
dana yang paling disukai. Sesuai dengan teori ini, maka investasi akan dibiayai
dengan dana internal terlebih dahulu (yaitu laba yang ditahan), kemudian baru
diikuti oleh penerbitan saham hutang baru, dan akhirnya dengan penerbitan
ekuitas baru. Dengan adanya asimetrik informasi tersebut juga akan
mengakibatkan perusahaan lebih suka pendanaan internal daripada eksternal.
Penggunaan dana internal tidak mengharuskan perusahaan mengungkapkan
informasi baru kepada pemodal sehingga dapat menurunkan harga saham
(Husnan dan Pudjiastuti, 2004: 278).
Sesuai dengan teori ini, tidak ada suatu target debt to equity ratio, karena
ada dua jenis modal sendiri, yaitu internal dan eksternal. Modal sendiri yang
berasal dari dalam perusahaan lebih disukai daripada modal sendiri yang
48
berasal dari luar perusahaan. POT menjelaskan mengapa perusahaanperusahaan yang profitabel umumnya meminjam dalam jumlah yang sedikit.
Hal tersebut bukan disebabkan karena mereka mempunyai target debt ratio
yang rendah, tetapi karena mereka memerlukan external financing yang
sedikit. Perusahaan yang kurang profitabel akan cenderung mempunyai hutang
yang lebih besar karena dua alasan, yaitu dana internal tidak cukup, dan hutang
merupakan sumber eksternal yang disukai (Husnan, 1996).
Pecking Order Theory adalah salah satu teori yang mendasari keputusan
pendanaan perusahaan. Pecking Order Theory, secara ringkas menyatakan
bahwa (Brealey dan Myers, 1991) dalam Husnan (2000: 324):
a. Perusahaan menyukai dana internal (pendanaan dari hasil operasi
perusahaan).
b. Perusahaan mencoba menyesuaikan rasio pembagian deviden yang
ditargetkan, dengan berusaha menghindari perubahan pembayaran deviden
secara drastis.
c. Kebijakan deviden yang relatif segan untuk dirubah, disertai dengan
fluktuasi probabilitas dan kesempatan investasi yang tidak bisa diduga,
mengakibatkan bahwa dana hasil operasi kadang-kadang
melebihi
kebutuhan dana untuk investasi, meskipun pada kesempatan yang lain,
mungkin kurang. Apabila dana hasil operasi kurang dari kebutuhan investasi
(capital expenditure), maka perusahaan akan mengurangi saldo kas atau
menjual yang dimiliki.
49
d. Apabila sumber pendanaan dari dalam tidak mencukupi barulah beralih
kesumber dana dari luar, mulai dari yang resikonya lebih kecil, yaitu
dimulai dengan hutang, penerbitan obligasi, kemudian diikuti oleh sekuritas
yang berkarakteristik opsi (seperti obliasi konversi), baru akhirnya apabila
masih belum mencukupi, saham baru diterbitkan.
7. Signaling Theory
Model ketiga tentang struktur modal adalah teori signaling yang
dikembangkan Ross (1977). Model ini, seperti juga pecking order, berdasarkan
asumsi adanya asimetri informasi antara manajer dan investor (Budi Frensidy,
2008).
Signaling Theory (Teori Persinyalan) menurut Brigham dan Houston
(2006) merupakan suatu tindakan yang diambil manajemen perusahaan yang
memberi petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen memandang
prospek perusahaan. Perusahaan dengan prospek yang menguntungkan akan
mencoba menghindari penjualan saham dan mengusahakan setiap modal baru
yang diperlukan dengan cara-cara lain, termasuk menggunakan utang di luar
sasaran struktur modal yang normal. Perusahaan yang kurang menguntungkan
akan cenderung untuk menjual sahamnya, yang artinya menarik investorinvestor baru untuk berbagi kerugian yang
mereka alami.
Adanya
pengumuman penawaran saham biasanya akan dianggap sebagai suatu sinyal
bahwa prospek perusahaan seperti yang dilihat manajemen tidak terlalu cerah.
Hal ini selanjutnya
menunjukkan
bahwa
ketika
sebuah perusahaan
50
mengumumkan penawaran saham baru, biasanya harga sahamnya akan
menurun.
Karena asimetri ini, pemegang saham tidak memercayai pernyataan
manajemen bahwa prospek perusahaan bagus karena manajemen perusahaan
lain juga akan berkata sama. Bukankah berbicara dan berjanji itu mudah dan
murah. Kalau mau, manajer perusahaan bagus dapat melakukan signaling yang
tidak dapat diikuti perusahaan yang tidak bagus karena berharga terlalu mahal
untuk mereka. Ross mengatakan hanya perusahaan bagus yang dapat dipercaya
kreditor untuk berhutang banyak atau memperoleh hutang baru dan tetap dapat
bertahan. Perusahaan-perusahaan jelek tidak dapat mengambil langkah ini.
Kalaupun dipaksakan, sangat mungkin mereka akan berakhir dengan
kebangkrutan karena harus membayar bunga bank/obligasi yang sangat besar.
Menurut model ini, rasio hutang itu bergantung pada bagus jeleknya
perusahaan. Perusahaan bagus akan mempunyai rasio hutang yang besar
sementara perusahaan jelek akan menjaga rasio hutangnya tetap rendah (Budi
Frensidy, 2008).
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal
Dalam
melakukan keputusan
pendanaan,
perusahan
dituntut
untuk
mempertimbangan dan menganalisis kombinasi sumber-sumber dana yang
ekonomis guna membelanjai kebutuhan-kebutuhan investasi serta kegiatan
usahanya. Untuk itu, dalam penerapan struktur modal perusahaan perlu
51
mempertimbangkan berbagai faktor-faktor yang mempengaruhinya (Brigham dan
Houston, 2006).
Beberapa peneliti lain telah melakukan pengujian terhadap variabel-variabel
yang mempengaruhi struktur modal, salah satunya dilakukan oleh Khodijah
(2006) pada perusahaan Jakarta Islamic Index mulai tahun 2003-2005. Beberapa
variabel yang mempengaruhi sruktur modal tersebut adalah PER, harga saham,
strutur aktiva, DOL, DCL, ROI, penjualan, dan pertumbuhan aktiva. Setelah
dilakukan pengujian, hasil menunjukkan dua faktor yang mempengaruhi baik
pengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap struktur modal yaitu
struktur aktiva dan ROI. Sedangkan keempat variabel lain yaitu DOL, DCL,
penjualan, dan pertumbuhan aktiva tidak mempunyai pengaruh terhadap strktur
modal.
Atas pertimbangan penelitian sebelumnya, maka penelitian kali ini mencoba
menggabungkan beberapa variabel yang mempengaruhi struktur modal dari
peneliti lain, yaitu struktur aktiva, pajak, ukuran perusahaan, intensitas modal,
harga saham, ROA, dan tingkat pertumbuhan. Adapun penjelasan yang lebih rinci
dari variabel-variabel tersebut dikelompokkan kedalam 3 indikator sebagai berikut
(Pudjiastuti, 2005, Rodoni dan Sholihah, 2006):
1. Faktor-Faktor Struktur Modal untuk Menguji Trade Of Theory
a. Struktur Aktiva
Perusahaan yang memiliki aktiva tetap dalam jumlah besar dapat
menggunakan hutang dalam jumlah besar hal ini disebabkan karena dari
skalanya perusahaan besar akan lebih mudah mendapatkan akses ke sumber
52
dana dibandingkan dengan perusahaan kecil. Kemudian besarnya aktiva
tetap dapat digunakan sebagai jaminan atau kolateral hutang perusahaan.
Perusahaan yang aktivanya cocok sebagai jaminan atas pinjaman cenderung
lebih banyak menggunakan hutang. Aktiva untuk tujuan umum yang dapat
digunakan oleh banyak bisnis dapat menjadi jaminan yang baik, sebaliknya
pada aktiva untuk tujuan khusus (Brigham dan Houston, 2006).
Perusahan yang memilki aktiva yang dapat digunakan sebagai agunan
hutang cenderung menggunakan hutang yang relatif lebih besar. Misalnya,
perusahaan real estate cenderung menggunakan hutang yang lebih besar
daripada perusahaan yang bergerak pada bidang riset teknologi (Lukas Setia
Atmaja, 2008: 273).
Struktur aktiva yang diukur oleh proporsi aktiva tetap terhadap total
aktiva, memiliki hubungan yang positif terhadap struktur modal. Artinya
apabila struktur aktiva mengalami peningkatan maka semakin tinggi pula
jumlah hutang dan semakin tinggi pula struktur modal perusahaan. Karena
Perusahaan yang struktur aktivanya memiliki perbandingan aktiva tetap
yang lebih tinggi akan cenderung menggunakan hutang lebih banyak karena
aktiva tetap yang ada dapat digunakan sebagai jaminan hutang (Weston dan
Brigham, 1993).
Apabila komposisi
aktiva suatu perusahaan bersifat capital-intensif,
maka yang diutamakan adalah equity-financing. Artinya, modal pinjaman
hanya merupakan pelengkap, terutama untuk memenuhi kebutuhan dana
bagi modal kerja (Moeljadi, 2006: 275).
53
Kebanyakan perusahaan industri dimana sebagian besar dari modalnya
tertanam dalam aktiva tetap (fixed asset), akan mengutamakan pemenuhan
kebutuhan modalnya dari modal permanen, yaitu modal sendiri, sedang
modal asing sifatnya adalah sebagai pelengkap. Hal ini dapat dihubungkan
dengan adanya aturan struktur finansiil konservatif yang horizontal yang
menyatakan bahwa besarnya modal sendiri hendaknya paling sedikit dapat
menutup jumlah aktiva tetap plus aktiva lain yang sifatnya permanen. Dan
perusahaan yang sebagian besar dari aktivanya sendiri dari aktiva lancar
akan mengutamakan pemenuhan kebutuhan dananya dengan hutang jangka
pendek (Bambang Riyanto, 2001).
b. Pajak
Biaya bunga adalah biaya yang dapat mengurangi pembayaran pajak,
sedangkan pembayaran deviden tidak mengurangi pembayaran pajak. Oleh
karena itu, semakin tinggi tingkat pajak perusahaan, semakin besar
keuntungan dari penggunaan pajak, semakin besar daya tarik penggunaan
hutang (Lukas Setia Atmaja, 2008: 274). Bunga adalah beban yang dapat
menjadi pengurang pajak, dan pengurang pajak adalah hal yang sangat
berharga bagi perusahaan dengan tarif pajak yang tinggi. Oleh karena itu
semakin tinggi tarif pajak sebuah perusahaan, semakin besar manfaat yang
diperoleh dari hutang (Brigham dan Houston, 2006).
Alasan utama penggunaan hutang (leverage) adalah bahwa bunga
mengurangi pengeluaran pajak, sehingga semakin besar tarif pajak yang
diberlakukan terhadap perusahaan, maka biaya hutang efektif menjadi
54
semakin rendah (Warsono, 2003). Unsur dari tanda bantuan pajak, bahwa
biaya bunga diperbolehkan dikurangi ketika menghitung rekening pajak
perusahaan (Keown dkk., 2000: 552).
Akibat praktis dari sistem pajak bagi perusahaan adalah bahwa jika
perusahaan membayar bunga, maka perusahan memperoleh penghematan
pajak.
Menurut model ini, perusahaan yang membayar pajak tinggi (dikenai
tingkat pajak yang besar) sebaiknya lebih banyak menggunakan hutang
dibanding perusahaan yang membayar pajak yang rendah (tingkat pajak
rendah). Karena pembayaran bunga merupakan tax-deducatible bagi
perusahaan, maka debt-financing akan lebih menarik dari pada equityfinancing. Dengan demikian, beban pajak dihipotesiskan mempunyai
hubungan yang positif (Moeljadi, 2006: 275).
c. Ukuran Perusahaan (Total Aktiva)
Ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan
yang ditunjukkan oleh total aktiva, jumlah penjualan, rata-rata tingkat
penjualan, dan rata-rata total aktiva, sehingga perusahaan yang lebih besar
akan lebih mudah memperoleh pinjaman dibandingkan perusahaan yang
lebih kecil. Perusahaan yang sebagian besar asetnya berupa assets tetap
(fixed assets), biasanya lebih banyak menggunakan modal sendiri dalam
struktur modalnya (Warsono, 2003: 236).
Ukuran perusahaan
adalah variabel
yang
mengukur
besarnya
perusahaan, dalam penelitian ini diukur dengan total aktiva yang dimiliki
55
perusahaan (Titman dan Wessels,1988 dalam Rudiano, Firdaus, Dan Garnia
2007).
Berdasarkan toeri balance, maka ukuran perusahaan mempunyai
hubungan yang positif dengan struktur modal, karena perusahaan besar
memiliki biaya kebangkrutan lebih rendah dan biaya pengadaan yang lebih
rendah untuk menggunakan sekuritas hutang dibandingkan dengan
perusahaan kecil. Suatu perusahaan yang berukuran besar lebih mudah
memperoleh pinjaman jika dibandingkan oleh perusahan kecil (Moeljadi,
2006: 274).
Suatu perusahaan yang besar dimana sahamnya tersebar sangat luas,
setiap perluasan modal saham hanya akan mempunyai pengaruh kecil
terhadap kemungkinan hilangnya atau tergesernya kontrol dari pihak
dominan terhadap perusahaan yang bersangkutan. Sebaliknya perusahaan
yang kecil dimana
sahamnya hanya
tersebar dilingkungan kecil,
penambahan jumlah saham akan mempunyai pengaruh yang besar terhadap
kemungkinan hilangnya kontrol pihak dominan terhadap perusahaan yang
bersangkutan. Dengan demikian maka pada perusahaan yang besar dimana
sahamnya tersebar sangat luas akan lebih berani mengeluarkan saham baru
dalam memenuhi kebutuhannya untuk membiayai pertumbuhan penjualan
dibandingkan dengan perusahaan yang kecil (Bambang Riyanto, 2001).
d. Intensitas Modal
Intensitas modal adalah rasio antara total aktiva dengan penjualan
(Commanor dan Wilson, 1967, Porter, 1979).
56
Menurut balance theory oleh Myers dalam Sholihah (2006), intensitas
modal mempunyai hubungan yang positif dengan struktur modal. Pendapat
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pudji Astuty (2005), hasil
penelitian menunjukkan bahwa intensitas modal berpengaruh signifikan
terhadap struktur modal.
2. Faktor-Faktor Struktur Modal untuk Menguji Pecking Order Theory
a. Harga Saham
Apabila harga saham perusahaan meningkat, maka semakin tinggi pula
kemakmuran pemegang saham. Kemakmuran pemegang saham juga
merefleksikan kemakmuran perusahaan, artinya perusahaan mempunyai
modal yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Kebijaksanaan struktur
modal akan mempengaruhi harga saham, menurut Brigham dan Houston
(2001) dalam Sriwardany (2006), selama tingkat hutang menaikkan laba per
saham yang diharapkan, leverage bekerja mengungkit harga saham. Namun
tingkat hutang yang lebih tinggi juga meningkatkan resiko perusahaan, yang
menaikkan biaya ekuitas dan selanjutnya menurunkan harga saham.
b. Profitabilitas (ROA)
Rasio probabilitas adalah hasil bersih dari serangkaian kebijakan dan
keputusan. Rasio probabilitas menunjukkan pengaruh gabungan dari
likuiditas, pengelolaan aktiva, dan pengelolaan hutang terhadap hasil-hasil
dari operasi (Weston dan Brigham, 1990: 304).
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan ROA untuk mengukur
probabilitas perusahaan. ROA atau pengembalian atas total aktiva adalah
57
rasio antara laba bersih terhadap total aktiva yang digunakan untuk
mengukur tingkat pengembalian atas total aktiva setelah bunga dan pajak
(Higgins, 2004: 35, Ross, Westerfield, dan Jordan, 2006: 65).
Pada umumnya,
perusahaan-perusahaan
yang
memiliki
tingkat
keuntungan tinggi menggunakan hutang yang relatif kecil. Karena tingkat
keuntungan yang tinggi memungkinkan mereka untuk memperoleh sebagian
besar pendanaan dari laba yang ditahan (Lukas Setia Atmaja, 2008: 274).
Profitability yang besar mempunyai pengaruh yang besar terhadap
perilaku leverage perusahaan. Menurut Brigham dan Houston (2006)
perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi akan
memungkinkan
perusahaan
mempunyai
sebagian
besar
kebutuhan
pendanaan mereka dengan dana yang dihasilkan secara internal (laba
ditahan). Pendapat Brigham dan Houston tersebut didukung oleh pecking
order theory
yang menyatakan bahwa
perusahaan lebih memilih
penggunaan modal yang berasal dari laba ditahan kemudian yang kedua
berasal dari hutang dan yang terakhir adalah penerbitan saham baru.
Selanjutnya menurut pecking order theory, profitabilitas (ROA)
mempunyai hubungan yang negatif terhadap struktur modal. Karena
tingginya tingkat keuntungan menyebabkan ketersediaan dana internal yang
lebih tinggi, sebagai hasil dari tingginya laba ditahan. Selanjutnya
perusahaan
menggunakan
dana
internal
terlebih
dahulu
sebelum
menggunakan dana eksternal untuk membiayai proyek investasinya.
Sedangkan perusahaan yang kurang profitable cenderung mempunyai
58
hutang yang lebih besar karena dana internal tidak cukup dan hutang
merupakan sumber eksternal yang lebih disukai (Husnan, 2000: 325).
Perusahaan-perusahaan yang memiliki tingkat pengembalian atas
investasi yang sangat tinggi menggunakan hutang yang relatif sedikit.
Sebagai contoh, Perusahaan-Perusahaan seperti Intel, Microsoft, dan CocaCola memang tidak banyak membutuhkan pendanaan melalui hutang.
Tingkat pengembalian mereka
yang tinggi memungkinkan mereka
melakukan sebagian besar pendanaan secara internal (Brigham dan
Houston, 2006).
c. Tingkat Pertumbuhan
Menurut Lukas Setia Atmaja (2008: 274) dalam buku teori dan praktek
manajemen keuangan, jika faktor lain dianggap tetap, perusahaan dengan
tingkat pertumbuhan yang tinggi, pada umumnya lebih tergantung pada
modal dari luar perusahaan. Pada perusahaan dengan tingkat pertumbuhan
yang rendah kebutuhan modal baru relatif kecil sehingga dapat dipenuhi
dari laba ditahan. Karena adanya faktor “asyimmetric information” serta
kenyataan bahwa floation cost berhutang lebih rendah dari pada floation
cost menerbitkan saham biasa, perusahaan dengan tingkat pertumbuhan
tinggi cenderung menggunakan hutang yang lebih besar dari pada perusahan
dengan pertumbuhan rendah.
Selanjutnya berdasarkan teori pecking order, tingkat pertumbuhan
mempunyai hubungan yang positif dengan struktur modal, karena
perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang cepat, harus lebih banyak
59
mengandalkan pada modal eksternal. Laju pertumbuhan dan kemantapan
penjualan dimasa yang akan datang, semakin tinggi pertumbuhan dan
semakin stabil penjualan dimasa yang akan datang, kecenderungan
meleverage semakin besar (Warsono, 2003).
3. Faktor-Faktor Struktur Modal untuk Menguji Signaling Theory
a. Profitabilitas (ROA)
Menurut teori signaling, ROA mempunyai hubungan positif dengan
struktur modal.
Karena tingginya
tingkat
profit
membawa pada
kebangkrutan yang lebih rendah dan insentif yang lebih tinggi untuk
menggunakan tax shield sehingga menyebabkan tingginya tingkat hutang.
Menurut Brigham dan Houston (1999) dalam Susetyo (2006), perusahaan
dengan prospek yang menguntungkan akan mencoba menghindari penjualan
saham dan mengusahakan setiap modal baru yang diperlukan dengan caracara lain, termasuk penggunaan hutang yang melebihi target struktur modal
yang normal. Perusahaan dengan prospek yang kurang menguntungkan akan
cenderung untuk menjual sahamnya. Pengumuman emisi saham oleh suatu
perusahaan umumnya merupakan suatu isyarat (signal) bahwa manajemen
memandang prospek perusahaan tersebut suram. Apabila suatu perusahaan
menawarkan penjualan saham baru lebih sering dari biasanya, maka harga
sahamnya akan menurun, karena menerbitkan saham baru berarti
memberikan isyarat negatif yang kemudian dapat menekan harga saham
sekalipun prospek perusahaan cerah.
60
b. Tingkat Pertumbuhan
Menurut teori signaling, tingkat pertumbuhan mempunyai hubungan
yang positif dengan struktur modal. Karena perusahaan dengan tingkat
pertumbuhan yang cepat, harus lebih banyak mengandalkan pada modal
eksternal. Sementara biaya pengendalian (flotation cost) pada emisi saham
biasa adalah lebih tinggi dari pada biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh hutang (obligasi). Dengan demikian, perusahaan dengan
tingkat pertumbuhan yang cenderung tinggi lebih banyak menggunakan
hutang dibandingkan dengan perusahaan yang lambat pertumbuhannya. Ini
memberi petunjuk, bahwa tingkat pertumbuhan mempunyai pengaruh
terhadap struktur modal (Lukas Setia Atmaja, 2008: 274).
Perusahaan
yang
tumbuh
dengan
cepat
harus
lebih
banyak
mengandalkan diri pada modal eksternal. Lebih jauh, biaya emisi yang
terkait dalam penjualan saham biasa melebihi biaya yang terjadi ketika
menjual hutang, yang selanjutnya mendorong perusahaan yang tumbuh
dengan pesat untuk lebih mengandalkan diri pada hutang (Brigham
Houston, 2006).
D. Penelitian Terdahulu
Pudji Astuti (2005) mengkaji sejauh mana pengaruh pecking order, balance
dan kebijakan makro terhadap pengambilan keputusan leverage. Menggunakan
sampel 92 perusahaan industri dengan dimensi waktu sebelas tahun (1991-2001)
dari data time series dan cross sectional yang digabung menjadi panel data. Hasil
61
penelitian tersebut diantaranya adalah ukuran perusahaan dan intensitas modal
berpengaruh positif dan signifikan terhadap struktur modal, sedangkan
profitabilitas (ROA) berpengaruh negatif terhadap struktur modal perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada tahun 1991-2001.
Synthia A Sari (2006) menganalisis hubungan struktur modal berdasarkan
static trade of theory dan pecking order theory pada perusahaan publik di BEJ
periode tahun 2002-2004. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa seluruh
perusahaan yang diteliti pada tahun 2002 dan 2003 tidak mempunyai hubungan
(korelasi) antara besarnya nailai rasio DER dan ROA. Sedangkan pada tahun 2004
mempunyai hubungan (korelasi) antara besarnya nilai rasio DER dan ROA dan
adanya hubungan yang negatif membuktikan bahwa berlakunya pecking order
theory pada perusahaan go-public di Indonesia.
Pada penelitian Ahmad Rodoni dan Maratush Sholihah (2006:17-30)
menganalisa pengaruh teori balance, teori pecking order , dan teori signaling
terhadap struktur modal
perusahaan industri makanan dan minuman yang
terdaftar di Bursa Efek Jakarta tahun 2000 sampai 2005. Hasil penelitian pada
analisis persamaan regresi pertama untuk menguji teori balance menunjukkan
ukuran perusahaan berpengaruh positif dan signifikan sedangkan intensitas modal
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap struktur modal. Hasil analisis
persamaan regresi kedua, untuk menguji pecking order theory dan signaling
theory, menunjukkan profitabilitas (ROA) dan tingkat pertumbuhan berpengaruh
positif dan signifikan. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah perusahaan
62
industri makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada tahun
2000-2005 menggunakan teori signaling dalam menentukan struktur modal.
Mira Ceria Rakhmawati (2008), dalam penelitiannya yang berjudul analisis
faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal pada perusahaan otomotif yang
terdaftar di Bursa Efek Jakarta, menghasilkan kesimpulan bahwa secara parsial
variabel ukuran perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap struktur
modal, sedangkan untuk variabel profitabilitas, struktur aktiva, pertumbuhan
penjualan dan pajak tidak terbukti berpengaruh secara signifikan terhadap struktur
modal.
Untuk lebih jelasnya, tabel dibawah ini menunjukkan beberapa penelitian
yang telah dilakukan sebelumnya, yaitu:
Tabel 2.1 Rincian Hasil Penelitian Terdahulu
No
1
Tahun
2001
Peneliti
Judul
Hasil Penelitian
Francisco
On capital structure in
Terdapat 3 teori struktur modal
Sogorb Mira
the Small and Medium
utama yang digunakan dalam
Enterprises: the Spanish
struktur modal perusahaan kecil
case
dan menengah di Spanyol yaitu
fiscal theory, trade off theory dan
pecking order theory
2
2005
Pudji Astuti
Pengaruh POT, balance,
dan
kebijakan
terhadap
keputusan
makro
pengambilan
leverage
Ukuran perusahaan dan intensitas
modal berpengaruh positif dan
signifikan
struktur
modal, sedangkan profitabilitas
perusahaan industri go (ROA)
public di BEJ periode
terhadap
terhadap
berpengaruh
struktur
negatif
modal
63
1991-2001
perusahaan
manufaktur
yang
terdaftar di Bursa Efek Jakarta
pada tahun 1991-2001.
3
2005
Maurin
Pengujian
Sitorus
struktur
empiris
modal
emiten
di
pada
bursa
Periode
sebelum
krisis
perusahaan tidak menggunakan
efek POT, sedangkan setelah krisis
Indonesia selama periode perusahaan mengunakan
sebelum
dan
setelah
2006
penetapan
struktur
modalnya.
krisis moneter
4
dalam
POT
empiris
Perusahaan industri makanan dan
POT,
minuman yang terdaftar di bursa
signaling
theory
efek Jakarta pada tahun 2000-
struktur
modal
2005
Ahmad
Pengujian
Rodoni dan
balance theory,
Maratush
dan
Sholihah
pada
perusahaan di Indonesia
menggunakan
dalam
signaling
teori
menentukan
struktur modal.
5
2006
Synthia
Sari
A
Analisis
hubungan
Seluruh perusahaan yang diteliti
struktur
modal
pada tahun 2002 dan 2003 tidak
berdasarkan static trade mempunyai hubungan (korelasi)
off theory dan pecking antara besarnya nilai rasio DER
pada
dan ROA, sedangkan tahun 2004
perusahaan public di BEJ
mempunyai hubungan (korelasi)
2002-2004
yang
order
theory
negatif,
hal
ini
membuktikan bahwa berlakunya
pecking
order
perusahaan
go
theory
public
pada
di
Indonesia.
64
6
2006
Sriwardany
Pengaruh
pertumbuhan
Pertumbuhan
perusahaan
perusahaan
terhadap
mempunyai
kebijaksanaan
struktur
negatif terhadap kebijaksanaan
pengaruh
yang
modal dan dampaknya sruktur modal, struktur modal
terhadap
harga
perubahan
saham
perusahaan
pada
mempunyai
pengaruh
negatif
terhadap perubahan harga saham.
manufaktur
tbk
7
2007
Tri
Pengujian pecking order
Berlakunya
Martiningsih
theory dan trade
keputusan pendanaan perusahaan
off
POT
dalam
theory pada perusahaa- - perusahaan public di Indonesia.
perusahaan public yang
terdaftar di BEJ
8
2008
Mira Ceria
Rakhmawati
faktor-faktor
Ukuran perusahaan berpengaruh
yang
mempengaruhi
positif dan signifikan terhadap
struktur
modal
struktur modal, sedangkan ROA,
Analisis
perusahaan
pada
otomotif
yang terdaftar di BEJ
struktur
aktiva,
penjualan
terbukti
dan
pertumbuhan
pajak
tidak
berpengaruh
secara
terhadap
struktur
signifikan
modal.
9
2008
Ari
Pengujian
POT:
Christianti
pengaruh
leverage
terhadap
pendanaan
Hasil
penelitian
menyatakan
tidak sepenuhnya
mendukung
POT dalam menjelaskan perilaku
surplus dan defisit pada pandanaan perusahaan di BEI
industri manufaktur di terutama
BEI
sektor
industri
manufaktur.
65
E. Kerangka Penelitian
Kerangka penelitian merupakan bagian dari tinjauan pustaka yang berisikan
rangkuman atas semua dasar-dasar teori yang dijadikan landasan dalam penelitian
ini, dimana dalam kerangka penelitian ini diberikan skema singkat mengenai aluralur penelitian yang menggambarkan proses penelitian yang akan dilakukan.
Gmabar dibawah ini menunjukkan model analisis jalur untuk indikator trade off
theory, pecking order theory, dan signaling theory.
Struktur Aktiva
(X1 )
Pajak
(X2)
Struktur Modal
(Y)
Ukuran Perusahaan
(X3 )
Intensitas Modal
(X4 )
Gambar 2.1
Model Analisis Jalur Trade Off Theory
Harga Saham
(X5 )
ROA
Struktur Modal
(X6)
(Y)
Tingkat
Pertumbuhan (X7 )
Gambar 2.2
Model Analisis Jalur Pecking Order Theory
66
ROA
(X6)
Struktur Modal
Tingkat
Pertumbuhan (X7)
(Y)
Gambar 2.3
Model Analisis Jalur Signaling Theory
Awal penelitian ini dilakukan dengan mengamati perusahaan yang tergabung
dalam perusahaan manufaktur selama 5 periode, yaitu dari tahun 2004 sampai
2008. Kemudian penulis mengambil 2 emiten dari tiap-tiap klasifikasi industri
(terdapat 19 klasifikasi pada perusahaan manufaktur) yang memenuhi syarat yang
telah ditentukan penulis. Setelah dilakukan penyeleksian, terdapat 27 emiten yang
menjadi sampel dalam penelitian ini. Selanjutnya dari sampel perusahaan tersebut,
penulis mengambil data laporan keuangannya berupa total aktiva, aktiva lancar,
aktiva tetap, hutang jangka panjang, modal, penjualan, laba operasi (EBIT), laba
sebelum pajak (EBT), beban pajak, laba bersih (EAT), dan harga saham
(mengenai data laporan keuangan dapat di lihat pada lampiran). Data tersebut
akan diolah untuk mendapatkan variabel-variabel yang diperlukan dalam
penelitian. Untuk variabel endogen (Y) yaitu struktur modal. Sedangkan variabel
eksogen (X) di bagi kedalam tiga indikator yaitu indikator trade off theory yang
terdiri dari variabel struktur aktiva, pajak, total aktiva (ukuran perusahaan) dan
intensitas modal; indikator pecking order theory yang terdiri dari variabel closing
price (harga saham), ROA dan tingkat pertumbuhan penjualan; dan indikator
signaling theory yang terdiri dari variable ROA dan tingkat pertumbuhan.
67
Setelah variabel-variabel tersebut diperoleh, lalu dilakukan pengujian dengan
metode jalur. Metode ini digunakan untuk menjelaskan pengaruh langsung dan
tidak langsung. Pengaruh langsung dari X1 ke Y ditunjukkan oleh koefisien jalur
melalui uji T (yang signifikan), yaitu ρ Y1X1 kali ρ YX1, pengaruh langsung dari X2
ke Y ditunjukan oleh koefisien jalur ρ YX2 kali ρ YX2, pengaruh langsung dari X3 ke
Y ditunjukkan oleh koefisien jalur ρYX3 kali ρ YX3, dan seterusnya.
Pengaruh tidak langsung dari X1 ke Y melalui X2 ditunjukkan oleh koefisien
jalur ρYX1 kali r X1X2 kali ρ YX2. Pengaruh tidak langsung dari X2 ke Y melalui X3
ditunjukkan oleh koefisien jalur ρ YX2 kali r X2X3 kali ρ YX3. Pengaruh tidak langsung
dari X3 ke Y melalui X4 ditunjukkan oleh koefisien jalur ρYX3 kali r X3X4 kali ρ YX4 ,
dan seterusnya.
F. Hipotesis
Berdasarkan tinjauan teori dan hasil penelitian empiris sebelumnya, maka
diajukan suatu hipotesis dengan rumusan sebagai berikut:
1. Hipotesis yang akan diuji berkaitan dengan pengukuran variabel trade off
theory adalah: struktur aktiva, pajak, intensitas modal, dan ukuran perusahaan
berpengaruh signifikan terhadap struktur modal.
2. Hipotesis yang akan diuji berkaitan dengan pengukuran variabel pecking order
theory adalah: harga saham, profitabilitas (ROA) dan tingkat pertumbuhan
penjualan berpengaruh signifikan terhadap struktur modal.
68
3. Hipotesis yang akan diuji berkaitan dengan pengukuran variabel signaling
theory adalah: profitabilitas (ROA) dan tingkat pertumbuhan berpengaruh
signifikan terhadap struktur modal.
69
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian dilakukan untuk membuktikan pengaruh trade off theory yang
terdiri dari variabel struktur aktiva, pajak, ukuran perusahaan (total aktiva), dan
intensitas modal, pecking order theory yang terdiri dari variabel harga saham
(closing price), profitabilitas (ROA), dan tingkat pertumbuhan penjualan dan
signaling theory yang terdiri dari variabel profitabilitas (ROA), dan tingkat
pertumbuhan penjualan, terhadap struktur modal pada perusahaan manufaktur
yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta dari tahun 2004 sampai 2008 dimana dalam
laporan keuangan ICMD pada klasifikasi industri manufaktur terdapat 19
kelompok industri manufaktur dengan jumlah total 142 perusahaan. Sedangkan
populasi sasaran adalah 27 perusahaan.
Ruang lingkup dari penelitian ini adalah:
1. Penelitian ini dilakukan tehadap 27 perusahaan industri manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Jakarta.
2. Periode penelitian per 31 Desember tahun 2004 sampai tahun 2008.
3. Menyajikan laporan keuangan dari tahun 2003—2008.
4. Menyajikan informasi harga saham bulanan dari Januari 2004 sampai
Desember 2008.
70
5. Variabel yang digunakan adalah struktur modal, struktur aktiva, ukuran
perusahaan, pajak, intensitas modal, harga saham (closing price), profitabilitas,
dan tingkat pertumbuhan perusahaan.
6. Nilai ROA selama 3 tahun berturut-turut tidak negatif. Karena berdasarkan
peraturan No.1 tentang Pencatatan Efek di Bursa Efek Jakarta, perusahaan
yang selama 3 tahun berturut-turut menderita rugi atau terdapat saldo rugi 50%
lebih dari modal disetor dalam neraca perusahaan pada tahun terakhir,
termasuk dalam kriteria delisting.
7. Laba operasi (EBIT) tidak bernilai negatif selama tiga tahun berturut-turut.
B. Metode Penentuan Sampel
1. Populasi
Populasi penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Jakarta.
2. Sampel
Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling (non probability
sampling) dimana pengambilan data disesuaikan dengan kriteria-kriteria yang
telah ditentukan sebelumnya (tujuannya) (Asnawi dan Chandra, 2006: 18),
yaitu dari 142 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta dari
tahun 2004 sampai tahun 2008, diambil 27 perusahaan untuk dijadikan sampel
penelitian ini. Pengambilan sampel ini dilakukan dengan cara memilih 2
emiten (yang memenuhi syarat yang telah ditentukan) pada tiap-tiap klasifikasi
industri manufaktur. Dikarenakan tidak tersedianya data laporan keuangan dari
71
3 kelompok perusahaan manufaktur yang penulis butuhkan, maka hanya
diperoleh 27 perusahaan untuk dijadikan sampel dalam penelitian ini.
Pertimbangan dalam pemilihan perusahaan manufaktur yang go publik pada
tahun 2004-2008 untuk dijadikan sampel penelitian adalah
karena sektor
industri merupakan komponen utama dalam pembangunan ekonomi nasional.
Sektor ini, tidak saja berpotensi mampu memberikan kontribusi ekonomi yang
besar melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu
memberikan kontribusi yang besar dalam transformasi kultural bangsa ke arah
modernisasi kehidupan masyarakat yang menunjang pembentukan daya saing
nasional. Hingga akhir tahun 2007, peranan sektor industri manufaktur telah
mencapai sekitar 28 persen dari produk domestik bruto.
C. Metode Pengumpulan Data
Dalam rangka memperoleh data yang diperlukan, maka pengumpulan data
dilakukan dengan menggunakan metode:
1. Data Primer
Mengumpulkan data-data berupa laporan keuangan perusahaan yang telah
diaudit di Bursa Efek Jakarta per 31 Desember 2004-2008. Data-data laporan
keuangan diperoleh dari laporan keuangan yang diterbitkan oleh ICMD,
www.yahoofinance.com, dan www.idx.co.id.
72
2. Data Sekunder
Penelitian data ini dilengkapi pula dengan membaca, mempelajari, dan
menganalisis literatur yang bersumber dari buku, jurnal penelitian, skripsi, dan
thesis yang berkaitan dengan penelitian ini.
D. Metode Analisis
1. Identifikasi Variabel
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu:
a. Variabel Endogen
Variabel endogen adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel
eksogen dan merupakan variabel antara. Variabel endogen dalam penelitian
ini adalah struktur modal (Y).
b. Variabel Eksogen
Variabel eksogen adalah variabel yang diduga secara bebas berpengaruh
terhadap variabel endogen. Varibel eksogen dalam penelitian ini adalah
indikator trade off theory yang terdiri dari variabel struktur aktiva (X1),
pajak (X2), ukuran perusahaan (X3) dan intensitas modal (X4); indikator
pecking order theory yang terdiri dari variabel closing price (X5), ROA
(X6), dan tingkat pertumbuhan penjualan (X7) dan indikator signaling theory
yang terdiri dari variabel ROA (X6) dan tingkat pertumbuhan penjualan
(X7).
73
2. Analisis Jalur (Path Analysis)
Teknik analisis jalur, yang dikembangkan oleh Sewal Wright di tahun
1934, sebenarnya merupakan pengembangan korelasi yang diurai menjadi
beberapa interpretasi akibat yang ditimbulkannya. Lebih lanjut, analisis jalur
mempunyai kedekatan dengan regresi berganda. Dengan kata lain, regresi
berganda merupakan bentuk khusus dari analisis jalur. Teknik ini juga dikenal
sebagai model sebab akibat (causing modeling). Penamaan ini didasarkan pada
alasan bahwa analisis jalur memungkinkan pengguna dapat menguji proposisi
teoritis mengenai hubungan sebab dan akibat tanpa memanipulasi variabelvariabel. Memanipulasi variabel maksudnya ialah memberikan perlakuan
(treatment) terhadap variabel-variabel tertentu dalam pengukurannya. Asumsi
dasar model ini ialah beberapa variabel sebenarnya mempunyai hubungan
dekat satu dengan yang lainnya (Sarwono, 2007).
Analisis jalur adalah suatu teknik untuk menganalisis hubungan sebab
akibat
yang
terjadi pada
regresi
berganda,
jika
variabel bebasnya
mempengaruhi variabel tergantung tidak hanya secara langsung, tetapi juga
tidak langsung (Robert D. Rutherford, 1993 dalam Sarwono, 2007). Analisis
jalur adalah analisis yang tujuannya untuk mengetahui pengaruh langsung dan
tidak langsung variabel eksogen terhadap variabel endogen. Adapun
pertimbangan menggunakan analisis ini yaitu karena penulis memandang
antara satu variabel dengan variabel lainnya yang diteliti mempunyai
hubungan, sebagai contoh antara variabel struktur aktiva dengan ukuran
perusahaan atau variabel ukuran perusahaan dengan pajak dan seterusnya.
74
Pengaruh langsung dilakukan dengan cara melihat hubungan antara variabel
eksogen terhadap variabel endogen tanpa melalui variabel eksogen lainnya,
sebaliknya pengaruh tidak langsung dilakukan melalui variabel eksogen
lainnya.
Dalam analisis jalur dikenal beberapa konsep dan istilah dasar, diantaranya
adalah (Sarwono, 2007):
a. Model jalur, artinya suatu diagram yang menghubungkan antara variabel
bebas, perantara dan tergantung. Pola hubungan ditunjukkan dengan
menggunakan anak panah.
b. Variabel exegenous, yaitu semua variabel yang tidak ada penyebabpenyebab eksplisitnya atau dalam diagram tidak ada anak-anak panah yang
menuju ke arahnya, selain pada bagian kesalahan pengukuran.
c. Variabel endogenous, yaitu variabel yang mempunyai anak panah-anak
panah yang menuju ke arah variabel tersebut.
d. Koefisien jalur / pembobotan jalur, yaitu koefisien regresi standar atau
disebut “beta” yang menunjukkan pengaruh langsung dari suatu variabel
bebas terhadap variabel tergantung dalam suatu model jalur tertentu.
e. Istilah gangguan. Istilah kesalahan residual “gangguan” atau “residu”
mencerminkan adanya varian yang tidak dapat diterangkan atau pengaruh
dari semua variabel yang tidak terukur ditambah dengan kesalahan
pengukuran.
75
f. Signifikansi dan model keselarasan dalam jalur. Untuk melakukan
pengujian
koefisien-koefisien
jalur
secara
individual,
kita
dapat
menggunakan t standar atau pengujian F dari angka-angka keluaran regresi.
g. Direct Effect, yaitu pengaruh langsung yang dapat dilihat dari koefesien
jalur dari satu variabel ke variabel lainnya.
h. Indirect Effect, yaitu urutan jalur melalui satu atau lebih variabel perantara.
Langkah pertama dalam analisis jalur adalah dengan merancang paradigma
penelitian berdasarkan fakta, konsep dan teori. Rancangan ini biasanya
memerlukan telaah literatur berdasarkan masalah penelitian yang akan
dicarikan jawabannya dan tujuan penelitian yang akan dicapai. Kemudian
disusun paradigma penelitian yang dinyatakan dalam bentuk persamaan
struktural sebagai berikut:
Y = ρYX1X1 + ρ YX2X2 + ρYX3X3 + ρ YX4X4 + ρYX5 X5 + ρYX6X 6 + ρYX7X7 +
ε…………...(1)
Pada persamaan struktural tersebut, X1, X2, X3, X4, X5, X6, dan X7
merupakan variabel independen, dan Y sebagai variabel dependen, dan ε
sebagai variabel residu.
Nilai ε (epsilon) dalam persamaan struktural tersebut adalah variabel
residu (residual variable) atau kesalahan pengganggu (disturbance error). Ada
empat alasan mengapa terdapat kesalahan penganggu (Bernt, 1999 dalam Indo
Yama, 2004), yaitu:
a. Ada variabel lain selain X1, X2, X3, X4, X5, X6, dan X7 yang mempengaruhi
Y yang telah diidentifikasi oleh teori. Akan tetapi variabel ini tidak
76
dimasukkan dalam model. Misalnya dalam paradigma penelitian struktur
modal (Y) tidak hanya dipengaruhi oleh struktur aktiva (X1), pajak (X2),
ukuran perusahaan (X3), intensitas modal (X4), harga saham (X5), ROA
(X6), dan tingkat pertumbuhan (X7) tetapi juga dipengaruhi oleh variabel
lain (misalnya kebijakan makro).
b. Ada variabel lain selain X1, X2, X3, X4, X5, X6, dan X7 yang mempengaruhi
Y yang belum teridentifikasi oleh teori, dan tentu saja tidak ada dalam
model, karena belum teridentifikasi.
c. Adanya kekeliruan dalam pengukuran (error of measurement). Mengukur
yang tidak diukur atau mengukur dengan alat yang tidak sesuai dengan yang
diukur.
d. Adanya komponen yang sifatnya tidak menentu (random component).
Misalnya jawaban responden yang bias, atau data sekunder diambil dari
sumber yang tidak akurat.
Langkah kedua dalam analisis jalur adalah memeriksa asumsi-asumsi yang
melandasi analisis jalur. Asumsi yang melandasi analisis jalur (Hair, Anderson,
Tatham dan Black, 1998 dalam Indo Yama, 2004) adalah:
a. Hubungan antar variabel adalah berbentuk linear dan bersifat aditif. Linear
secara sederhana tergambarkan bahwa pangkat dari variabel independen
adalah satu, dan bukan eksponensial. Aditif berarti persamaan dalam bentuk
penjumlahan (atau pengurangan) bukan dalam bentuk perkalian, misalnya
seperti pada fungsi Cobb-Douglas
(Y = a Kα Lβ).
77
b. Model yang dipertimbangkan adalah model rekursif, artinya sistem aliran
adalah dalam bentuk kausal satu arah bila X maka Y. Sedangkan model
yang mengandung kausal resiprokal (dua arah) tidak dapat dilakukan
analisis melalui analisis jalur. Asumsi dalam model rekursif ini adalah nilai
εi saling bebas, dan antara εi dengan X1 juga saling bebas.
c. Semua variabel minimal dalam skala ukur interval. Dengan demikian juga
berlaku untuk skala ukur rasio diubah terlebih dahulu menjadi skala ukur
interval.
d. Observed variabel diukur tanpa ada kesalahan. Dalam arti bahwa instrument
pengukuran harus valid dan reliabel.
e. Model yang dianalisis diidentifikasi dengan benar berdasarkan teori dan
konsep-konsep yang relevan. Dengan demikian pengetahuan seorang
peneliti dalam bahasan yang diteliti merupakan modal mutlak dan penting
untuk dapat menyusun suatu model. Penelusuran literatur secara mendalam
berdasarkan kondisi, tempat dan waktu penelitian merupakan suatu
keharusan sebelum penelitian dilakukan.
Langkah ketiga adalah pendugaan parameter atau perhitungan koefisien
jalur antar variabel. Perhitungan pengaruh yang ditunjukkan dengan anak
panah satu arah digunakan perhitungan regresi variabel yang dibakukan secara
parsial pada masing-masing persamaan. Dari perhitungan ini diperoleh
koefisien jalur sebagai pengaruh langsung, pengaruh tidak langsung, dan
pengaruh secara keseluruhan. Perhitungan koefisien jalur dapat dilakukan
dengan langkah berikut:
78
a. Menghitung matriks korelasi antar variabel dengan rumus:
1
rX1X2
rX1X3
…
rX1Xi
1
rX2X3
…
rX2Xi
1
…
rX3Xi
1
…
R=
1
b. Menghitung matriks invers R1-1
C11
C12
C13
…
C1n
C22
C23
…
C2n
C33
…
C3n
…
C4n
R1 -1 =
Cmn
c. Menghitung semua koefisien jalur
ρ Y1X1
C11
ρ Y2X2
ρ Y3X3
....
ρ YnXn
=
C12
C13
…
C1n
rY1X1
C22
C23
…
C2n
rY2X2
C33
…
C3n
…
C4n
....
Cmn
rYnXn
X
rY3X3
79
d. Menghitung koefisien determinasi total antara X1, X2,…, Xn dengan Y,
misalnya dengan rumus:
rY1X1
rY2X2
R2Y(X1,X2,…,Xi) = (ρYX1, ρ YX2 ,…, ρ YXn)
rY3X3
....
rYnXn
Koefisien jalur sama dengan
1 – R2Y(X1,X2,…,Xn)
Jika matriks korelasi berukuran dua kali dua, perhitungan matriks inverse
dan matriks pengaruh, secara manual akan dapat dilakukan. Namun jika
matriks korelasi berukuran n kali n, akan sangat sulit dihitung secara manual.
Untuk mengatasi kesulitan ini, program SPSS dapat membantu untuk
menghitung angka korelasi maupun pengaruh antar variabel yang dianalisis.
Selain itu, dengan bantuan program SPSS ketepatan dan kecermatan dapat
lebih akurat daripada dihitung secara manual.
Langkah keempat adalah pemeriksaan validitas model. Valid tidaknya
model sangat tergantung dari terpenuhi atau tidaknya asumsi yang melandasi,
seperti yang dilakukan dalam langkah kedua. Terdapat dua indikator tentang
valid tidaknya model yaitu koefisien determinasi secara total dan terpenuhinya
teori trimming (Agusty, 2002 dalam Indo Yama, 2004). Total keragaman data
yang dapat dijelaskan oleh model diukur dengan:
2
2
Rm2 = 1 - ρε1 . ρε2 ……………(2)
80
Interpretasi terhadap Rm 2 dilakukan sama dengan interpretasi dalam
koefisien determinasi (R2) pada analisis regresi. Teori trimming dimaksudkan
untuk menguji kebermaknaan (test of significance) setiap koefisien jalur yang
telah dihitung. Apabila koefisien jalur yang dihitung tidak signifikan, maka
terjadi trimming. Dan oleh karena itu, variabel yang mengalami trimming harus
dikeluarkan dari model. Jika demikian, perhitungan diulang kembali dengan
cara menghilangkan jalur yang menurut hasil pengujian ternyata tidak
bermakna atau tidak signifikan. Langkah pengujiannya adalah dengan lebih
dulu menyusun hipotesis statistik atau sering disebut hipotesis operasional.
Langkah terakhir adalah dengan melakukan intepretasi atas hasil analisis
berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, yaitu beberapa besarnya
pengaruh langsung dan tidak langsung antar variabel. Dan variabel mana saja
yang paling dominan dalam arti yang memberikan pengaruh paling besar atau
pengaruh paling kuat terhadap variabel endogen yang dikonfirmasikan. Bila
perlu menyusun model lain yang sesuai dengan hasil analisis tersebut.
3. Uji Hipotesis
Pengujian koefisien jalur ini dibuat melalui penyusunan uji hipotesis,
yaitu:
a. Pengujian tentang analisa pengaruh trade off theory terhadap struktur modal
perusahaan, perumusan hipotesisnya adalah:
1) Ho: ρYX1, ρYX2, ρYX3, ρYX4 = 0 : artinya tidak terdapat pengaruh yang
signifikan antara struktur aktiva, pajak, ukuran perusahaan, dan intensitas
modal terhadap struktur modal perusahaan.
81
2) Ha: ρ YX1, ρYX2, ρ YX3, ρYX4 ≠ 0 : artinya terdapat pengaruh yang signifikan
antara struktur aktiva, pajak, ukuran perusahaan, dan intensitas modal
terhadap struktur modal perusahaan.
b. Pengujian tentang analisa pengaruh pecking order theory terhadap struktur
modal perusahaan, perumusan hipotesisnya adalah:
1) Ho: ρ YX5, ρYX6, ρ YX7 = 0 : artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan
antara harga saham (closing price), ROA, dan tingkat pertumbuhan
penjualan terhadap struktur modal perusahaan.
2) Ha: ρYX5, ρYX6, ρ YX7 ≠ 0 : artinya terdapat pengaruh yang signifikan
antara harga saham (closing price), ROA, dan tingkat pertumbuhan
penjualan terhadap struktur modal perusahaan.
c. Pengujian tentang analisa pengaruh signaling theory terhadap struktur
modal perusahaan.
Perumusan hipotesisnya adalah:
1) Ho: ρ YX6 , ρ YX7 = 0 : artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan
antara ROA dan tingkat pertumbuhan penjualan terhadap struktur modal
perusahaan.
2) Ha: ρYX6, ρYX7 ≠ 0 : artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara
ROA dan tingkat pertumbuhan penjualan terhadap struktur modal
perusahaan.
Hipotesis ini kemudian diuji dengan menggunakan statistik uji t,
menghitung nilai ρ (ρ-value) kemudian dibuat kesimpulan dengan trimming
theory tersebut.
82
Pengujian besarnya koefisien jalur dalam sebuah persamaan struktural
perlu dilakukan untuk mengetahui variabel independen mana yang memiliki
pengaruh dominan atau pengaruh yang lebih besar terhadap variabel dependen
(Joreskog, 1993, Joreskog dan Dag Sorbom, 1995 dalam Indo Yama, 2004).
4. Uji Signifikansi Koefisien Jalur (t-Test)
Uji statistik-t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu
variabel independen (explanatory) secara individual dalam menerangkan
variabel dependen (Gujarati, 1978 dalam Indo Yama, 2004).
Hipotesis :
a. Ho : koefisien jalur tidak signifikan
b. Ha : koefisien jalur signifikan
Pengambilan keputusan berdasarkan perbandingan t-hitung dengan
t-tabel:
a. Jika t hitung > t-tabel, atau t-hitung < -(t-tabel) maka Ho ditolak.
b. Jika t hitung < t-tabel, maka Ho tidak ditolak.
Pengambilan keputusan berdasarkan tingkat signifikan:
a. Jika probabilitas signifikan > 0.05, maka Ho tidak ditolak, berarti bahwa
suatu variabel independen tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
variabel dependen.
b. Jika probabilitas signifikan < 0.05, maka Ho ditolak, berarti bahwa suatu
variabel independen berpengaruh secara signifikan terhadap variabel
dependen.
83
G. Operasional Variabel Penelitian
Dalam pengujian ini, terdapat dua jenis variabel, diantaranya:
1. Variabel endogen (variabel antara), yang menjadi variabel endogen dalam
penelitian ini adalah struktur modal (Y).
Struktur modal adalah perbandingan antara hutang jangka panjang dengan
modal (Ross, Westerfield, dan Jordan, 2006: 3) yang dapat diukur dengan rumusan
sebagai berikut:
Struktur Modal=
hutang jangka panjang
modal
2. Variabel eksogen (variabel bebas), yang menjadi variabel eksogen adalah:
a. Struktur aktiva menunjukkan besarnya komposisi / proporsi aktiva tetap dari
total aktiva keseluruhan yang dimiliki perusahaan. Untuk menghitung struktur
aktiva digunakan rumus sebagai berikut:
Struktur Aktiva =
aktiva tetap
total aktiva
b. Pajak merupakan perbandingan antara taksiran beban pajak dengan laba
sebelum pajak. Semakin besar (banyak) hutang yang digunakan maka
semakin tinggi nilai perusahaan, karena bunga hutang yang dibayarkan dapat
mengurangi pajak yang dibayar oleh perusahaan.
Pajak =
taksiran beban pajak
EBT
c. Ukuran perusahaan adalah variabel yang mengukur besarnya perusahaan,
dalam penelitian ini diukur dengan total aktiva dari tiap-tiap perusahaan yang
diteliti.
84
d. Intensitas modal adalah
perbandingan dari total aktiva dibagi dengan
penjualan yang diukur dengan rumusan sebagai berikut:
Intensitas Modal=
total aktiva
penjualan
e. Harga saham yang digunakan adalah harga saham rata-rata bulanan (closing
price) dari tiap-tiap perusahaan yang menjadi objek penelitian.
f. Profitabilitas adalah kemampuan laba suatu perusahan yang diukur
dengan ROA. Rumus untuk menghitung ROA adalah:
EAT
ROA= total aktiva
g. Tingkat pertumbuhan perusahaan. Tingkat pertumbuhan perusahaan dapat
dihitung dengan menggunakan perubahan total asset (total aktiva) atau
perubahan total sales (penjualan) (Titman dan Wessels, 1988 dalam
Darminto, 2007).
Dalam penelitian
ini, untuk
menghitung tingkat
pertumbuhan digunakan rumus sebagai berikut:
Pn-Po
I= Po
Keterangan:
I = Indeks kenaikan
Pn = Jumlah penjualan pada tahun n
Po = Jumlah penjualan pada tahun dasar
85
BAB IV
PENEMUAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Pengertian dan Sejarah Manufaktur
Kata manufaktur berasal dari bahasa Latin manus factus yang berarti
dibuat dengan tangan. Kata manufacture muncul pertama kali tahun 1576,
dan kata manufacturing muncul tahun 1683. Manufaktur, dalam arti yang
paling luas, adalah proses merubah bahan baku menjadi produk. Proses ini
meliputi perancangan produk, pemilihan material, dan tahap-tahap proses
dimana produk tersebut dibuat. Pada konteks yang lebih modern, manufaktur
melibatkan pembuatan produk dari bahan baku melalui bermacam-macam
proses, mesin dan operasi, mengikuti perencanaan yang terorganisasi dengan
baik untuk setiap aktivitas yang diperlukan. Mengikuti definisi ini,
manufaktur pada umumnya adalah suatu aktivitas yang kompleks yang
melibatkan berbagai variasi sumber daya dan aktivitas sebagai berikut
(Ubaya, 2009):
a. Perancangan Produk - Pembelian – Pemasaran
b. Mesin dan perkakas - Manufacturing – Penjualan
c. Perancangan proses - Production control – Pengiriman
d. Material - Support services - Customer service
86
2. Perkembangan Industri Manufaktur di Indonesia
Sejak Orde Baru, perkembangan industri telah mengubah struktur
perekonomian Indonesia. Antara tahun 1970-an dan tahun 2000-an, peranan
sektor industri meningkat pesat, meninggalkan sektor pertanian. Hingga akhir
tahun 2007, peranan sektor industri manufaktur telah mencapai sekitar 28
persen dari produk domestik bruto. Walaupun begitu, sektor industri
manufaktur tumbuh jauh lebih lamban sesudah krisis 1997. Sejak krisis
ekonomi Asia sampai 2007, pertumbuhan sektor industri manufaktur hanya
meningkat dengan laju satu digit. Perkembangan yang lambat itu jauh berbeda
dengan masa sebelum krisis, ketika sektor industri manufaktur tumbuh dua
digit. Masalahnya antara lain kandungan impor bahan baku dan bahan antara
sektor industri yang tinggi, berkisar 28 persen. Di samping itu, penguasaan
dan penerapan teknologi lemah. Faktor yang juga berpengaruh adalah kualitas
sumber daya manusia rendah dan kurang keterkaitan antara industri skala
besar dan usaha kecil menengah.
Namun, krisis ekonomi yang melanda sebagian besar negara Asia
disekitar tahun 1996-1998 mengguncangkan segalanya. Perekonomian
terguncang sangat dahsyat. Krisis ini telah berdampak sangat negatif terhadap
sektor industri, yang mengakibatkan beberapa sektor industri tumbuh negatif
dan beberapa sektor stagnan, walaupun ternyata masih ada beberapa sektor
industri yang masih dapat tumbuh. Beberapa kalangan bahkan menilai telah
terjadi proses "deindustrialisasi".
87
Pertumbuhan industri yang sangat pesat selama sekitar dua dasawarsa
sebelumnya seakan tak berdaya menghadapi gejolak eksternal yang timbul,
runtuh tak berdaya, diterjang angin krisis perekonomian. Industri yang telah
dibangun dengan terencana dalam 5 periode Pelita (Pembangunan Lima
Tahun) seakan mundur jauh ke belakang, kembali ke posisi sebelumnya.
Sektor industri yang dinyatakan telah mencapai tahap tinggal landas (take off),
tiba-tiba menjadi kehilangan keseimbangan.
Perkembangan selanjutnya, sektor industri manufaktur ternyata tidak
berkembang cukup baik. Pengalaman menunjukkan bahwa kebijakan proteksi
yang berlebihan, terutama pada kurun waktu 1970-an sampai awal 1980-an
telah mengakibatkan high cost economy (ekonomi biaya tinggi). Hasibuan
(1993) dalam Zulkieflimansyah (2006) mencoba menjelaskan kegagalan
penerapan strategi di Indonesia. Analisanya adalah sebagai berikut :
a. Bahan baku dan tenaga kerja yang tersedia bukan siap pakai. Hal ini dapat
menimbulkan external diseconomies. Sumber-sumber ekonomi tersebut
belum tentu memiliki kualitas yang baik. Sebagian besar tenaga kerja di
Indonesia masih berpendidikan rendah. Karenanya kualitas tenaga kerja
perlu ditingkatkan terlebih dahulu dan ini memerlukan biaya yang tidak
sedikit.
b. Karena pasar yang dilayani oleh produsen dalam negeri adalah pasar
domestik tanpa ada persaingan dari barang-barang impor, maka setiap
produk yang dihasilkan tidak dikaitkan dengan kemampuan bersaing di
pasar internasional. Tidak heran kalau tingkat daya saing global dari
88
barang produksi Indonesia masih sangat rendah dibandingkan dengan
negara-negara lain, khususnya negara-negara maju.
c. Tingkat ketergantungan terhadap barang impor ternyata tidak menjadi lebih
rendah. Sebagai contoh
untuk membuat barang-barang
konsumsi
memerlukan komponen, spare parts, bahan baku, mesin dan alat-alat
produksi yang semuanya masih harus diimpor.
d. Diharapkan kesempatan kerja akan berkembang dengan luas. Akan tetapi,
ini tentu tergantung pada teknologi yang digunakan dalam proses produksi.
Kalau teknologi padat karya yang dipilih, harus diperhatikan jangan
sampai mengorbankan tingkat efisiensi, produktivitas dan daya saing.
e. Nilai tambah pada umumnya dapat ditingkatkan, tetapi di pihak lain
beberapa industri dapat mempunyai nilai tambah yang negatif bila
dibandingkan dengan nilai tambah dari industri yang sama di pasar
internasional.
f. Tingkat proteksi yang tinggi cenderung membentuk sikap angkuh produsen
dalam negeri. Struktur pasar didominasi oleh produsen.
g. Walaupun potensi permintaan di pasar dalam negeri cukup besar, tetapi
masih ada hal-hal lain yang lebih menentukan apakah potensi tersebut
dapat terealisasi, yaitu jenis barang dan jumlah yang diperlukan konsumen
dan dapat dibuat di dalam negeri, teknologi yang dipakai, target pemakai
dan politik harga yang diterapkan.
Sektor
industri
nonmigas selama
tahun
2000-2004
mengalami
pertumbuhan rata-rata sebesar 6% per tahun. Angka pertumbuhan ini lebih
89
tinggi bila dibandingkan dengan pertumbuhan sektor ekonomi yaitu sekitar
4,6% per tahun. Peran sektor industri terhadap perekonomian nasional
meningkat yaitu dari 23,8% pada tahun 2000 menjadi sebesar 24,6 % pada
tahun 2004. Hampir sekitar 60% output sektor industri ternyata didominasi
oleh industri padat tenaga kerja, dimana mata rantainya relatif pendek,
sehingga penciptaan nilai tambah juga relatif kecil. Akan tetapi karena
besarnya populasi unit usaha maka kontribusinya terhadap perekonomian
menjadi sangat penting.
Pengembangan usaha kecil dan koperasi sebagai basis ekonomi
kerakyatan juga menjadi langkah strategis yang harus terwujud nyata. Begitu
pula, upaya meningkatkan daya saing yang harus terus berlangsung. Daya
saing Indonesia makin merosot dan berada di peringkat bawah. World
Competitiveness Report menyebutkan, tahun 1998 Indonesia menempati
peringkat ke-40 dari 49 negara. Pada tahun 2008, merosot ke urutan 59 dari
60 negara. Penyebab daya saing rendah antara lain kualitas pelayanan
birokrasi rendah, tingginya bahan baku impor, kualitas infrastruktur buruk,
dan biaya investasi tinggi. Padahal, sejak tahun 1982, keunggulan komparatif
Indonesia meningkat dengan pertumbuhan rata-rata 19 persen per tahun
hingga tahun 1994. Dengan kata lain, industri manufaktur bisa berkembang
lebih baik lagi, bila semua kendala tersebut dihilangkan.
3. Kebijakan Industri Indonesia
Pemerintah mulai menerapkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang
(RMJP) periode 25 tahunan yang dimulai pada tahun 2004 dengan industri
90
manufaktur sebagai dasarnya. Sektor industri ini keberadaannya sangat
bergantung pada ketersediaan Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya
Manusia (SDM) yang tidak terampil. Kedepannya industri ini perlu
direstrukturisasi dan diperkuat kemampuannya sehingga mampu menjadi
industri kelas dunia.
Pengembangan industri dalam jangka panjang diarahkan pada penguatan
daya saing, pendalaman rantai pengolahan di dalam negeri serta dengan
mendorong tumbuhnya pola jejaring industri dalam format klaster yang sesuai
pada kelompok industri. :
a. Industri Agro.
b. Industri Alat Angkut.
c. Industri Telematika.
d. Basis Industri Manufaktur.
e. Industri Kecil dan Menengah Tertentu.
Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(Peraturan Presiden No. 7/2005), fokus pembangunan industri pada jangka
menengah (2004-2009) adalah penguatan dan penumbuhan klaster-klaster
industri inti, yaitu :
a. Industri Makanan dan Minuman.
b. Industri Pengolah Hasil Laut.
c. Industri Tekstil dan Produk Tekstil.
d. Industri Alas Kaki.
e. Industri Kelapa Sawit.
91
f. Industri Barang Kayu (Termasuk Rotan dan Bambu).
g. Industri Karet dan Barang Karet.
h. Industri Pulp dan Kertas.
i. Industri Mesin Listrik dan Peralatan Listrik.
j. Industri Petrokimia.
Pengembangan 10 klaster industri inti tersebut, secara komprehensif dan
integratif, didukung industri terkait (related industries) dan industri
penunjang (supporting industries).
4. Kontribusi Industri terhadap Ekonomi
Sektor industri merupakan komponen utama dalam pembangunan
ekonomi nasional. Sektor ini tidak saja berpotensi mampu memberikan
kontribusi ekonomi yang besar melalui nilai tambah, lapangan kerja dan
devisa, tetapi juga mampu memberikan kontribusi yang besar dalam
transformasi kultural bangsa ke arah modernisasi kehidupan masyarakat yang
menunjang pembentukan daya saing nasional. Selama dua dasawarsa sebelum
krisis ekonomi, peran sektor industri terhadap perekonomian nasional hampir
mencapai 25%. Ambillah industri pengolahan sebagai contoh. Sejak
pertengahan tahun 1980-an, peranan sektor industri ini meningkat sangat
tajam, melebihi peranan sektor migas dan pertanian. Perkembangan yang
sangat menakjubkan tidak hanya terjadi di dalam negeri, tetapi juga dalam
perdagangan internasional. Pada tahun 1996, pangsa nilai ekspor non migas
mencapai 76,44% dari seluruh nilai ekspor Indonesia. Sekitar 61,14%
diantaranya berasal dari ekspor barang industri. Kemajuan ekonomi yang
92
diraih Indonesia pada saat itu, menyebabkan Bank Dunia memasukkan
Indonesia sebagai salah satu Negara Ajaib di Asia Timur (The East Asian
Miracle) (Zulkieflimansyah, 2006).
Peran industri dalam PDB menunjukkan kenaikan yang sangat berarti.
Pada tahun 1965, sektor industri hanya menyumbang PDB sebesar Rp 35,6
miliar. Tetapi pada tahun 1967 naik menjadi Rp 37,5 miliar dan setahun
kemudian menjadi Rp 40,8 miliar. Bila dihitung atas harga dasar tahun 1960,
kenaikan ini sebesar 8,8%. Kenaikan sumbangan sektor industri tidak hanya
bersumber dari industri besar dan sedang, tetapi juga dari industri kecil. Pada
tahun 1965 industri besar dan sedang menyumbang Rp 22,7 miliar dan
industri kecil Rp 12,9 miliar. Sedangkan pada akhir tahun 1968 sumbangan
industri besar dan sedang mencapai Rp 26,7 miliar dan industri kecil Rp 14,1
miliar. Peningkatan peran sektor industri ini terutama disebabkan oleh
semakin meningkatkan pemanfaatan kapasitas terpasang.
Relatif tidak terjadi perubahan yang berarti pada struktur industri selama
kurun waktu 2000-2004. Cabang industri yang memberikan keterkaitan yang
kecil, sehingga terjadi penurunan peranan, seperti yang terjadi di industri
makanan, minuman, dan tembakau turun dari 33,8% pada tahun 2000 menjadi
28,1% pada tahun 2004. Industri barang kayu dan hasil hutan lainnya juga
turun dari 6,1% pada tahun 2000 menjadi 5,6% pada tahun 2004, dan untuk
industri kertas dan barang cetakan turun dari 6,0% pada tahun 2000 menjadi
5,3% pada tahun 2004. Untuk cabang industri yang mempunyai tingkat
keterkaitan yang kuat, peranannya meningkat, seperti industri pupuk, kimia,
93
dan barang dari karet meningkat dari 12,9% pada tahun 2000 menjadi 16,9%
pada tahun 2004, industri alat angkut, mesin, dan peralatan naik dari 20,7%
pada tahun 2000 menjadi 22,5% pada tahun 2004.
B. Deskriptif Analisis
1. Deskriptif Data Sampel
Berdasarkan pengambilan sampel secara purposive sampling maka dapat
diperoleh populasi sebagai berikut:
a. Perusahaan industri manufaktur yang terdaftar secara berturut-turut di
Bursa Efek Jakarta (Bursa Efek Indonesia) dan mengeluarkan laporan
keuangan per 31 Desember pada tahun 2003, 2004, 2005, 2006, 2007 dan
2008 berjumlah 142 perusahaan yang terbagi dalam 19 klasifikasi industri
perusahaan manufaktur.
b. Dari 19 klasifikasi industri tersebut diambil sampel 2 perusahaan dari tiaptiap kelompok.
c. Dari sampel tersebut, terdapat 11 perusahaan yang mempunyai ROA dan
atau laba usaha yang negatif 3 tahun secara berturut-turut, sehingga
perusahaan tersebut tidak memenuhi syarat dalam penelitian ini.
Berdasarkan keterangan-keterangan tersebut, maka diperoleh sampel
penelitian sebanyak 27 perusahaan. Daftar nama-nama perusahaan tersebut
disajikan dalam tabel 4.1 dibawah ini.
94
Tabel 4.1 Sampel Data Penelitian
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
Kode
AKPI
ALMI
ARNA
ASII
FASW
GGRM
GJTL
HMSP
IKBI
INDF
INDR
INTP
JPRS
KAEF
KLBF
LTLS
MLPL
MTDL
PBRX
RDTX
TBLA
TCID
TIRT
TOTO
TRST
UNIC
UNVR
Emiten
Argha Karya Prima Industri Tbk
Alumindo Light Metal Inds.Tbk
Arwana Citra Mulia Tbk
Astra Internasional Tbk
Fajar Surya Wisesa Tbk
Gudang Garam Tbk
Gajah Tunggal Tbk
HM Sampoerna Tbk
Sumi Indo Kabel Tbk
Indofood Sukses Makmur Tbk
Indorama Syntetics Tbk
Indocement Tunggal Perkasa Tbk
Jaya Pari Steel Tbk
Kimia Farma Tbk
Kalbe Farma Tbk
Lautan Luas Tbk
Multipolar Corporation Tbk
Metrodata Electronics Tbk
Pan Brothers Tex Tbk
Roda Vivatex Tbk
Tunas Baru Lampung Tbk
Mandom Indonesia Tbk
Tirta Mahakam Resource Tbk
Surya Toto Indonesia Tbk
Trias Sentosa Tbk
Unggul Indah Cahaya Tbk
Unilever Indonesia Tbk
Sumber: data diolah
2. Analisis Data Penelitian
Data-data yang diperoleh dari variabel abserved/indicator yang diteliti
diantaranya adalah:
a.
Struktur Modal
95
Struktur modal perusahaan adalah campuran antara hutang jangka
panjang dan modal perusahaan yang digunakan untuk membiayai
operasinya (Ross, Westerfield, dan Jordan, 2006: 3, Van Horne dan
Machowicz
2007: 232).
Semakin
besar
rasio
struktur
modal,
menunjukkan bahwa perusahaan memiliki resiko yang cukup tinggi. Hal
ini dikarenakan perusahaan lebih banyak memanfaatkan hutang. Tetapi
kalau dengan merubah struktur modal ternyata nilai perusahaan berubah,
maka akan diperoleh struktur modal yang terbaik. Struktur modal yang
dapat memaksimumkan nilai perusahaan, atau harga saham, adalah
struktur modal yang terbaik.
Pada tahun 2004 sampai 2008, terjadi kenaikan dan penuruan
struktur modal pada industri manufaktur, dimana data tersebut dapat
dilihat pada tabel 4.2 dibawah ini.
96
Tabel 4.2 Struktur Modal Perusahaan Manufaktur Tahun 2004-2008
STRUKTUR MODAL
NO
KODE
1
AKPI
0.887926
0.835456
0.859237
0.499867
0.475109
2
ALMI
0.524719
0.098585
0.049276
0.063087
0.133553
3
ARNA
0.493306
0.436907
0.663416
0.877903
1.599323
4
ASII
0.423206
0.735314
0.510729
0.377136
0.350624
5
FASW
1.210894
1.428770
1.615811
1.490136
1.315694
6
GGRM
0.031787
0.039137
0.053463
0.061394
0.061889
7
GJTL
1.993902
2.147221
1.823487
1.889857
1.764748
8
HMSP
0.545494
0.436254
0.221362
0.159354
0.202479
9
IKBI
0.010319
0.016226
0.017581
0.017998
0.017453
10
INDF
1.525108
1.308989
0.862001
0.827821
0.786549
11
INDR
0.554252
0.737575
0.654136
0.752693
0.819181
12
INTP
0.858665
0.719644
0.456398
0.333374
0.124615
13
JPRS
0.050497
0.039342
0.030590
0.026172
0.005108
14
KAEF
0.040783
0.038613
0.043530
0.049721
0.049892
15
KLBF
0.713003
0.393673
0.140845
0.108230
0.107591
16
LTLS
0.670250
0.546586
0.557239
0.135919
0.857082
17
MLPL
1.408224
1.194208
1.800217
2.224900
2.069229
18
MTDL
0.219174
0.160698
0.151560
0.113500
0.100084
19
PBRX
0.068279
0.142578
0.320914
0.737676
0.727195
20
RDTX
0.057611
0.057477
0.372783
0.356061
0.255186
21
TBLA
1.098708
1.177279
0.850582
1.044117
0.885316
22
TCID
0.042619
0.044522
0.039770
0.043124
0.042637
23
TIRT
0.886475
0.570180
0.096336
0.792522
1.005652
24
TOTO
2.047991
1.483219
0.948682
0.764119
0.503362
25
TRST
0.556447
0.602447
0.497894
0.493795
0.451555
26
UNIC
0.855904
0.679803
0.710257
0.177782
0.172745
27
UNVR
0.061325
0.072190
0.081033
0.078435
0.070933
Min
0.010319
0.016226
0.017581
0.017998
0.005108
Max
2.047991
2.147221
1.823487
2.224900
2.069229
0.660625
0.597885
0.534412
0.536915
0.553881
Rata-Rata
Sumber: data diolah
2004
2005
2006
2007
2008
97
Grafik 4.1 dibawah ini menunjukkan terjadinya kenaikan dan
penurunan struktur modal perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia dalam kurun waktu 5 tahun terakhir.
Grafik 4.1
Struktur Modal Perusahaan Manufaktur tahun 2004-2008
2.500000
2.000000
Series1
1.500000
Series2
1.000000
Series3
0.500000
Series4
0.000000
Series5
Pada tabel 4.2 diatas menunjukkan perusahaan yang memiliki
struktur modal paling kecil pada tahun 2004, 2005, 2006, dan 2007
adalah IKBI (Sumi Indo Kabel Tbk) sebesar 0.010319, 0.016226,
0.017581, dan 0.017998 dan pada tahun 2008 adalah JPRS (Jaya Pari
Steel Tbk) sebesar 0.005108.
Sedangkan perusahaan yang memiliki struktur modal paling besar
pada tahun 2004 adalah TOTO (Surya Toto Indonesia Tbk) sebesar
2.047991, pada tahun 2005 dan 2006 adalah GJTL (Gajah Tunggal Tbk)
sebesar 2.147221 dan 1.823487 dan pada tahun 2007 dan 2008 adalah
MLPL (Multipolar Corporation Tbk) sebesar 2.2249 dan 2.069229.
Sedangkan nilai rata-rata struktur modal perusahaan manufaktur
pada tahun 2004, 2005, 2006, 2007, dan 2008 sebesar 0.660625,
0.597885,
0.534412,
0.536915,
dan
0.553881.
Hal
ini
dapat
98
diinterpretasikan
bahwa
rata-rata
perusahaan
manufaktur
dalam
memenuhi kebutuhan dana perusahaan, menggunakan hutang (jangka
panjang) dengan kisaran nilai sebesar 50% dari modal sendiri.
b.
Struktur Aktiva
Struktur aktiva yang diukur oleh proporsi aktiva tetap terhadap total
aktiva, memiliki hubungan yang positif terhadap struktur modal. Artinya
apabila struktur aktiva mengalami peningkatan maka semakin tinggi pula
jumlah utang dan semakin tinggi pula struktur modal perusahaan. Karena
Perusahaan yang struktur aktivanya memiliki perbandingan aktiva tetap
yang lebih tinggi akan cenderung menggunakan hutang lebih banyak
karena aktiva tetap yang ada dapat digunakan sebagai jaminan hutang
(Weston dan Brigham, 1993). Data mengenai struktur aktiva perusahaan
manufaktur dapat dilihat pada tabel 4.3 dibawah ini.
99
Tabel 4.3 Struktur Aktiva Perusahaan Manufaktur Tahun 2004-2008
STRUKTUR AKTIVA
NO
KODE
1
AKPI
0.582305
0.572079
0.557701
0.528095
0.515981
2
ALMI
0.364217
0.376468
0.231385
0.212566
0.204728
3
ARNA
0.744782
0.721021
0.726569
0.738881
0.718836
4
ASII
0.218371
0.187938
0.224935
0.222410
0.232700
5
FASW
0.838038
0.813866
0.808098
0.722128
0.706008
6
GGRM
0.336446
0.330543
0.314779
0.267917
0.271682
7
GJTL
0.502482
0.425019
0.437798
0.386737
0.397866
8
HMSP
0.186029
0.201051
0.188855
0.224631
0.253996
9
IKBI
0.397250
0.309812
0.247537
0.217730
0.275933
10
INDF
0.383670
0.408556
0.399722
0.273625
0.256778
11
INDR
0.535081
0.508295
0.557628
0.548383
0.550722
12
INTP
0.794314
0.741425
0.800046
0.756531
0.722448
13
JPRS
0.104838
0.117420
0.115617
0.071632
0.039853
14
KAEF
0.351804
0.349282
0.320186
0.285082
0.293067
15
KLBF
0.164000
0.185417
0.221504
0.234352
0.225739
16
LTLS
0.309878
0.295547
0.288165
0.296043
0.269617
17
MLPL
0.280412
0.352666
0.287493
0.185909
0.199613
18
MTDL
0.089714
0.052691
0.042362
0.038715
0.043462
19
PBRX
0.152995
0.156552
0.225785
0.190695
0.234806
20
RDTX
0.766373
0.812745
0.881914
0.880095
0.870815
21
TBLA
0.366073
0.393059
0.384279
0.335854
0.316727
22
TCID
0.449266
0.441606
0.450890
0.431567
0.439146
23
TIRT
0.509662
0.408287
0.278090
0.335454
0.379307
24
TOTO
0.506944
0.552437
0.494851
0.475900
0.460079
25
TRST
0.686981
0.671674
0.703988
0.649290
0.641527
26
UNIC
0.333451
0.398154
0.337983
0.351954
0.669103
27
UNVR
0.369719
0.389256
0.372820
0.412459
0.012800
Min
0.089714
0.052691
0.042362
0.038715
0.012800
Max
0.838038
0.813866
0.881914
0.880095
0.870815
0.419448
0.413810
0.403740
0.380542
0.377901
Rata-Rata
Sumber: data diolah
2004
2005
2006
2007
2008
100
Tabel 4.3 menunjukkan perusahaan yang memiliki struktur aktiva
paling kecil pada tahun 2004, 2005, 2006 dan 2007 adalah MTDL
(Metrodata Electronics Tbk) sebesar 0.89714, 0.052691, 0.0423623, dan
0.0387154 dan pada tahun 2008 adalah UNVR (Unilever Indonesia Tbk)
sebesar 0.0128004.
Sedangkan perusahaan yang memiliki struktur aktiva paling besar
pada tahun 2004 dan 2005 adalah FASW (Fajar Surya Wisesa Tbk)
sebesar 0.8380378 dan 0.8138655. Pada tahun 2006, 2007, dan 2008
adalah RDTX (Roda Vivatex Tbk) sebesar 0.8819138, 0.8800951, dan
0.8708153.
Sedangkan nilai rata-rata struktur aktiva perusahaan manufaktur
tahun 2004, 2005, 2006, 2007, dan 2008 sebesar 0.4194479, 0.4138098,
0.40374, 0.380542, dan 0.3779014. Hal ini menunjukkan rata-rata asset
perusahaan manufaktur diinvestasikan dalam bentuk harta tetap (seperti
tanah, bangunan, mesin, kendaraan dll) sebesar 30%-40% dari total harta
yang dimiliki perusahaan manufaktur. Dalam kurun waktu 5 tahun
terakhir, terjadi penurunan rasio struktur aktiva perusahaan manufaktur.
c.
Pajak
Pajak perusahaan dalam penelitian ini dihitung dari perbandingan
antara taksiran beban pajak dengan laba sebelum pajak. Semakin besar
(banyak) hutang yang digunakan maka semakin tinggi nilai perusahaan,
karena bunga hutang yang dibayarkan dapat mengurangi pajak yang
dibayar oleh perusahaan. Keuntungan penggunaan hutang di dalam suatu
101
perusahaan adalah pajak karena beban bunga yang dibayarkan
perusahaan merupakan pengurangan pajak atau penghematan pajak. Data
mengenai jumlah pajak perusahaan manufaktur, dapat dilihat pada tabel
4.4.
102
Tabel 4.4 Pajak Perusahaan Manufaktur Tahun 2004-2008
Pajak
NO
KODE
2004
1
AKPI
0.953862
1.372560
0.363856
0.384627
0.333536
2
ALMI
-0.780070
0.319916
0.315372
0.313899
0.356226
3
ARNA
0.328123
0.313175
0.448237
0.204017
0.297810
4
ASII
0.202988
0.228228
0.235150
0.250359
0.278761
5
FASW
0.628007
0.532826
0.318992
0.316760
0.303638
6
GGRM
0.303118
0.302380
0.370415
0.344194
0.338313
7
GJTL
0.673845
0.110663
0.492425
0.352620
0.278998
8
HMSP
0.348877
0.345841
0.334413
0.320338
0.297586
9
IKBI
0.427624
0.358264
0.328557
0.303081
0.299694
10
INDF
0.371358
0.442563
0.385259
0.337416
0.329621
11
INDR
0.283674
0.251817
0.303832
0.316102
0.282912
12
INTP
0.371377
0.313715
0.312452
0.307111
0.298628
13
JPRS
0.302249
0.303513
0.292907
0.297397
0.300863
14
KAEF
0.332171
0.359549
0.349539
0.367176
0.385123
15
KLBF
0.254897
0.305782
0.298807
0.299499
0.305296
16
LTLS
0.151770
0.178247
0.144354
0.168267
0.248709
17
MLPL
0.231734
0.135917
0.255949
0.198694
0.852524
18
MTDL
0.404935
0.444804
0.278574
0.305038
0.355673
19
PBRX
0.316296
0.573577
0.698075
0.163780
0.353660
20
RDTX
0.262636
0.199280
0.135543
0.146728
0.228973
21
TBLA
0.442718
0.658709
0.330718
0.291524
0.280927
22
TCID
0.310043
0.310328
0.299610
0.308095
0.339592
23
TIRT
0.276777
0.306061
0.720556
0.621336
0.000000
24
TOTO
0.352921
0.326248
0.321867
0.320914
0.298886
25
TRST
0.272777
0.318808
0.054316
0.234350
0.196327
26
UNIC
0.262867
0.357512
0.669247
0.277414
0.326037
27
UNVR
0.305036
0.302470
0.301751
0.304559
0.300200
Min
-0.780070
0.110663
0.054316
0.146728
0.000000
Max
0.953862
1.372560
0.720556
0.621336
0.852524
0.318245
0.369361
0.346695
0.298344
0.313649
Rata-Rata
Sumber: data diolah
2005
2006
2007
2008
103
Tabel 4.4 menunjukkan perusahaan yang memiliki pajak paling kecil
pada tahun 2004 adalah ALMI (Alumindo Light Metal Inds.Tbk) sebesar
-0.78007, pada tahun 2005 adalah GJTL (Gajah Tunggal Tbk) sebesar
0.110663, pada tahun 2006 adalah TRST (Trias Sentosa Tbk) sebesar
0.054316, pada tahun 2007 adalah RDTX (Roda Vivatex Tbk) sebesar
0.146728 , dan pada tahun 2008 adalah TIRT (Tirta Mahakam Resource
Tbk) sebesar 0.
Sedangkan perusahaan yang memiliki pajak paling besar pada tahun
2004 dan 2005 adalah AKPI (Argha Karya Prima Industri Tbk) sebesar
0.953862 dan 1.37256, pada tahun 2006 dan 2007 adalah TIRT (Tirta
Mahakam Resource Tbk) sebesar 0.720556 dan 0.621336, dan pada
tahun 2008 adalah MLPL (Multipolar Corporation Tbk) sebesar
0.852524.
Sedangkan jumlah rata-rata pajak perusahaan manufaktur tahun
2004, 2005, 2006, 2007, dan 2008 sebesar 0.318245, 0.369361,
0.346695, 0.298344, dan 0.313649. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa
rata-rata perusahaan manufaktur mempunyai beban pajak sebesar 30%
dari laba
perusahaan. Semakin
kecil beban pajak
perusahaan,
menunjukkan perusahaan mempunyai hutang yang besar. Karena biaya
bunga hutang bisa dipergunakan untuk mengurangi penghasilan yang
dikenakan pajak (bersifat tax deductible).
104
d.
Ukuran Perusahaan
Ukuran
perusahaan
dalam
penelitian
ini
diukur
dengan
menggunakan total aktiva yang dimiliki perusahaan (Titman dan
Wessels,1988 dalam Rudiano, Firdaus, Dan Garnia 2007). Adapaun data
mengenai total aktiva perusahaan manufaktur dapat dilihat pada tabel 4.5.
105
Tabel 4.5 Ukuran Perusahaan Tahun 2004-2008 (dalam Jutaan Rupiah)
Total Aktiva
2006
2007
2008
KODE
1
AKPI
1,425,757
1,463,009
1,460,273
1,544,670
1,584,372
2
ALMI
931,927
805,745
1,249,710
1,370,928
1,595,213
3
ARNA
295,971
364,794
478,778
630,587
651,019
4
ASII
39,145,053
61,166,666
57,929,290
63,519,598
67,628,000
5
FASW
2,628,415
2,881,808
3,421,892
3,769,588
3,810,044
6
GGRM
20,591,389
22,128,851
21,733,034
23,928,968
23,816,801
7
GJTL
6,341,117
7,479,373
7,276,025
8,454,693
8,491,913
8
HMSP
11,699,265
11,934,600
12,659,804
15,680,542
15,403,996
9
IKBI
445,145
548,245
590,296
589,322
626,714
10
INDF
15,673,356
14,788,084
16,112,493
29,527,466
31,821,883
11
INDR
4,937,424
5,503,482
5,352,243
5,874,702
5,917,062
12
INTP
9,771,012
10,536,380
9,598,280
10,016,028
10,376,708
13
JPRS
245,437
204,990
189,384
268,790
457,713
14
KAEF
1,173,438
1,177,603
1,261,225
1,386,739
1,351,136
15
KLBF
4,231,054
4,633,399
4,624,619
5,138,213
5,452,935
16
LTLS
1,426,798
1,608,866
1,830,516
2,135,084
2,753,153
17
MLPL
4,872,881
5,480,658
7,479,242
9,783,410
9,503,772
18
MTDL
611,042
666,604
740,800
1,162,251
1,061,535
19
PBRX
127,475
390,216
553,846
833,093
790,548
20
RDTX
321,769
364,828
533,788
583,454
583,761
21
TBLA
1,352,092
1,451,439
2,049,163
2,457,120
2,708,719
22
TCID
472,364
545,695
672,197
725,197
795,784
23
TIRT
808,567
856,924
570,117
553,388
527,256
24
TOTO
708,561
847,605
908,168
913,995
919,475
25
TRST
1,911,757
2,104,464
2,020,478
2,138,991
2,137,060
26
UNIC
2,890,880
2,698,410
2,747,039
2,623,497
1,353,473
27
UNVR
3,647,098
3,842,351
4,626,000
5,333,406
6,222,151
127,475
204,990
189,384
268,790
457,713
39,145,053
61,166,666
57,929,290
63,519,598
67,628,000
5,136,557
6,165,744
6,246,989
7,442,360
7,716,378
Min
Max
RataRata
Sumber: data diolah
2004
2005
NO
106
Tabel 4.5 menunjukkan perusahaan yang mempunyai total aktiva
paling kecil pada tahun 2004 adalah PBRX (Pan Brothers Tex Tbk)
sebesar 127,475. Pada tahun 2005, 2006, 2007 dan 2008 adalah JPRS
(Jaya Pari Steel Tbk) sebesar 204,990, 189,384, 268,790 dan 457,713.
Sedangkan perusahaan yang mempunyai total aktiva paling besar
pada tahun 2004, 2005, 2006, 2007, dan 2008 adalah ASII (Astra
Internasional
Tbk)
sebesar
39,145,053,
61,166,666,
57,929,290,
63,519.598 dan 67,628,000.
Sedangkan jumlah rata-rata total aktiva perusahaan manufaktur pada
tahun 2004, 2005, 2006, 2007 dan 2008 sebesar 5,136,557, 6,165,744,
6,246,988, 7,442,360
dan 7,716,377.
Berdasarkan
hasil,
dapat
diinterpretasikan bahwa dalam kurun waktu tersebut, rata-rata total aktiva
perusahaan manufaktur terjadi peningkatan. Semakin besar total aktiva,
menunjukkan semakin besar pula ukuran perusahaan tersebut.
e.
Intensitas Modal
Intensitas modal adalah rasio antara total aktiva dengan penjualan
(Commanor dan Wilson, 1967, Porter, 1979). Data mengenai intensitas
modal perusahaan manufaktur dapat dilihat pada tabel 4.6.
107
Tabel 4.6 Intensitas Modal Tahun 2004-2008
Intensitas Modal
NO
KODE
1
AKPI
1.505747
1.394568
1.256856
1.150137
4.086593
2
ALMI
0.700579
0.590227
0.634475
0.590441
2.521486
3
ARNA
1.364192
1.179807
1.388293
1.243810
4.315442
4
ASII
0.871363
0.990848
1.043618
0.905057
3.105051
5
FASW
1.841877
1.912927
2.021104
1.419382
4.560491
6
GGRM
0.847672
0.890592
0.825118
0.849798
3.448859
7
GJTL
0.931479
1.547242
1.329992
1.269501
4.590973
8
HMSP
0.662972
0.485027
0.428491
0.526410
1.895428
9
IKBI
0.456058
0.385023
0.308354
0.370537
1.470017
10
INDF
0.874701
0.788082
1.059916
3.597262
11
INDR
1.254159
1.190944
1.258025
1.233814
4.363866
12
INTP
2.116996
1.884069
1.517436
1.367629
5.055673
13
JPRS
0.646009
0.542793
0.556668
0.621038
1.657816
14
KAEF
0.609265
0.648305
0.575977
0.586201
2.933394
15
KLBF
0.839026
0.789209
0.761687
0.733516
3.127978
16
LTLS
0.836544
0.742601
0.758524
0.787117
2.863495
17
MLPL
1.943760
0.731658
0.821860
0.943424
3.645142
18
MTDL
0.484658
0.443248
0.452734
0.428403
1.623174
19
PBRX
0.414271
0.354258
0.388226
0.513162
1.856051
20
RDTX
1.801769
2.303789
3.794558
4.108397
13.302060
21
TBLA
1.135248
1.189084
1.716218
1.332345
2.662990
22
TCID
0.590004
0.603135
0.706364
0.712141
2.408365
23
TIRT
1.079723
0.923269
0.810820
0.716531
3.681081
24
TOTO
1.241210
1.187335
1.096604
1.020925
3.623090
25
TRST
2.116895
1.947352
1.673886
1.429290
4.733098
26
UNIC
1.041077
0.916211
0.941589
0.873919
1.538046
27
UNVR
0.405918
0.384538
0.408108
0.425145
1.642921
Min
0.405918
0.354258
0.308354
0.370537
1.470017
Max
2.116996
2.303789
3.794558
4.108397
13.302060
1.059747
0.998005
1.044812
1.008074
3.492957
Rata-Rata
Sumber: data diolah
2004
2005
2006
0.734337
2007
2008
108
Tabel 4.6 menunjukkan perusahaan yang mempunyai intensitas
modal paling kecil pada tahun 2004 adalah UNVR (Unilever Indonesia
Tbk) sebesar 0.405918. Pada tahun 2005 adalah PBRX (Pan Brothers
Tex Tbk) sebesar 0.354258. dan pada tahun 2006, 2007 dan 2008 adalah
IKBI (Sumi Indo Kabel Tbk) sebesar 0.308354 dan 1.470017.
Sedangkan perusahaan yang mempunyai intensitas modal paling
besar pada tahun 2004 adalah INTP (Indocement Tunggal Perkasa Tbk)
sebesar 2.116996. Dan pada tahun 2005, 2006, 2007 dan 2008 adalah
RDTX (Roda Vivatex Tbk) sebesar 2.303789, 3.794558, 4.108397 dan
13.492957.
Sedangkan nilai rata-rata intensitas modal perusahaan manufaktur
tahun 2004, 2005, 2006, 2007 dan 2008 sebesar 1.059747, 0.998005,
1.044812, 1.008074 dan 3.492957. Hal ini dapat diinterpretasikan selama
kurun waktu 5 tahun terakhir terjadi kenaikan dan penurunan intensitas
modal perusahaan manufaktur. Semakin kecil rasio intensitas modal
maka akan semakin baik, karena terjadi peningkatan penjualan yang pada
akhirnya akan memaksimalkan laba perusahaan.
109
f.
Harga Saham
Harga saham yang digunakan dalam penelitian ini adalah harga
saham rata-rata bulanan (closing price) dari tiap-tiap perusahaan yang
menjadi objek penelitian. Apabila harga saham perusahaan meningkat,
maka semakin tinggi harga saham, maka semakin tinggi pula
kemakmuran pemegang saham. Kemakmuran pemegang saham juga
merefleksikan kemakmuran perusahaan, artinya perusahaan mempunyai
modal yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Adapun data
mengenai harga saham perusahaan manufaktur dapat dilihat pada tabel
4.7.
110
Tabel 4.7 Harga Saham Tahun 2004-2008 (dalam Rupiah)
Harga Saham
NO
KODE
1
AKPI
637.50
355.42
396.67
404.58
316.67
2
ALMI
321.25
402.92
586.25
1,105.83
710.00
3
ARNA
266.67
259.58
253.33
307.08
331.67
4
ASII
6,512.50
10,666.67
11,779.17
18,629.17
26,450.00
5
FASW
714.58
1,026.67
1,024.17
1,505.00
1,760.00
6
GGRM
13,662.50
13,045.83
10,108.33
10,062.50
7,916.67
7
GJTL
567.92
672.50
590.00
542.08
405.00
8
HMSP
5,483.33
8,762.50
8,258.33
13,483.33
13,633.33
9
IKBI
385.83
385.00
608.75
935.00
913.33
10
INDF
743.75
955.83
1,094.17
1,937.92
2,691.67
11
INDR
510.83
542.08
451.67
630.83
660.00
12
INTP
2,050.00
3,183.33
4,633.33
6,400.00
7,433.33
13
JPRS
610.00
1,057.50
912.50
1,880.00
286.67
14
KAEF
180.83
171.25
149.17
265.00
246.33
15
KLBF
460.42
680.00
1,289.17
1,303.33
1,076.67
16
LTLS
295.00
538.33
448.75
462.08
415.00
17
MLPL
304.58
198.75
125.00
119.75
88.67
18
MTDL
85.00
82.92
72.50
178.75
153.00
19
PBRX
369.17
360.00
361.67
437.92
261.67
20
RDTX
810.42
821.67
911.67
1,015.00
1,340.00
21
TBLA
189.17
223.33
203.75
502.08
530.00
22
TCID
3,210.42
4,468.75
5,097.92
7,487.50
7,583.33
23
TIRT
135.83
141.25
95.00
106.42
93.33
24
TOTO
5,100.00
6,000.00
6,254.17
6,250.00
8,000.00
25
TRST
211.25
170.00
138.75
194.92
183.67
26
UNIC
2,210.42
2,718.75
2,675.00
2,633.33
2,391.67
27
UNVR
3,520.83
4,075.00
4,687.50
6,416.67
6,866.67
Min
85.00
82.92
72.50
106.42
88.67
Max
13,662.50
13,045.83
11,779.17
18,629.17
26,450.00
1,835.19
2,295.03
2,340.99
3,155.41
3,434.75
Rata-Rata
Sumber: data diolah
2004
2005
2006
2007
2008
111
Tabel 4.7 menunjukkan perusahaan yang mempunyai harga saham
paling kecil pada tahun 2004, 2005 dan 2006 adalah MTDL (Metrodata
Electronics Tbk) sebesar 85.00, 82.92 dan 72.50. Pada tahun 2007 adalah
TIRT (Tirta Mahakam Resource Tbk) sebesar 106.42. Dan pada tahun
2008 adalah MLPL (Multipolar Corporation Tbk) sebesar 88.67.
Sedangkan perusahaan yang mempunyai harga saham paling besar
pada tahun 2004 dan 2005 adalah GGRM (Gudang Garam Tbk) sebesar
13,662.50 dan 13,045.83, pada tahun 2006, 2007 dan 2008 adalah ASII
(Astra Internasional Tbk) sebesar 11,779.17, 18,629.17 dan 26,450.00.
Sedangkan jumlah rata-rata harga saham perusahaan manufaktur
pada tahun 2004, 2005, 2006, 2007 dan 2008 sebesar 1,835.19, 2,295.03,
2,340.99, 3,155.41 dan 3,434.75. Harga saham mencerminkan nilai
perusahaan. Jika harga saham naik, menunjukkan nilai perusahaan
tersebut meningkat. Dari nilai rata-rata harga saham perusahaan
manufaktur yang menunjukkan peningkatan dalam kurun waktu 5 tahun
terakhir,
dapat
dikatakan
nilai
perusahaan
manufaktur
terjadi
peningkatan.
112
g.
Profitabilitas (ROA)
Rasio probabilitas adalah hasil bersih dari serangkaian kebijakan dan
keputusan. Rasio probabilitas menunjukkan pengaruh gabungan dari
likuiditas, pengelolaan aktiva, dan pengelolaan hutang terhadap hasilhasil dari operasi. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan ROA
untuk mengukur probabilitas perusahaan. ROA atau pengembalian atas
total aktiva adalah rasio antara laba bersih terhadap total aktiva yang
digunakan untuk mengukur tingkat pengembalian atas total aktiva setelah
bunga dan pajak (Van Horne dan Wachowizc, 2007, Higgins, 2004: 35,
Ross, Westerfield, dan Jordan, 2006: 65). Data mengenai profitabilitas
(ROA) perusahaan manufaktur dapat dilihat pada tabel 4.8.
113
Tabel 4.8 Profitabilitas (ROA) Tahun 2004-2008
ROA
NO
KODE
1
AKPI
0.004658
0.007707
0.009986
0.014847
0.014322
2
ALMI
0.038426
0.046361
0.066584
0.023142
0.017847
3
ARNA
0.084917
0.097093
0.059013
0.068877
0.023648
4
ASII
0.138089
0.089220
0.064080
0.102634
0.033255
5
FASW
0.001783
0.002022
0.029729
0.032356
0.022929
6
GGRM
0.086940
0.085393
0.046373
0.060328
0.014113
7
GJTL
0.075405
0.046372
0.016273
0.010744
0.016780
8
HMSP
0.170254
0.199677
0.278874
0.231116
0.068731
9
IKBI
0.016487
0.043318
0.075172
0.131451
0.021913
10
INDF
0.024686
0.008386
0.041037
0.033202
0.012033
11
INDR
0.009319
0.003707
0.003377
0.003705
0.001094
12
INTP
0.011874
0.070203
0.061761
0.098211
0.036334
13
JPRS
0.254587
0.166272
0.141490
0.154641
0.066736
14
KAEF
0.066263
0.044860
0.034879
0.037634
0.008142
15
KLBF
0.106521
0.135131
0.146300
0.137342
0.031484
16
LTLS
0.036387
0.032585
0.016212
0.033568
0.023083
17
MLPL
0.004746
0.011079
0.006038
0.006267
0.000793
18
MTDL
0.020053
0.024463
0.028045
0.024504
0.010432
19
PBRX
0.060671
0.026398
0.017601
0.029574
0.005286
20
RDTX
0.037887
0.057929
0.064779
0.059683
0.014826
21
TBLA
0.012170
0.004223
0.025808
0.039569
0.047339
22
TCID
0.174637
0.170177
0.148941
0.153382
0.054085
23
TIRT
0.012450
0.011798
0.002256
0.001424
-0.036400
24
TOTO
0.036523
0.074190
0.087765
0.061682
0.011975
25
TRST
0.015152
0.007807
0.012840
0.008297
0.018539
26
UNIC
0.056648
0.018104
0.004106
0.012656
0.052277
27
UNVR
0.401465
0.374897
0.372156
0.368367
0.113015
Min
0.001783
0.002022
0.002256
0.001424
-0.036400
Max
0.401465
0.374897
0.372156
0.368367
0.113015
0.072555
0.068866
0.068943
0.071822
0.026097
Rata-Rata
Sunber: data diolah
2004
2005
2006
2007
2008
114
Tabel 4.8 menunjukkan perusahaan yang memiliki ROA paling kecil
pada tahun 2004 dan 2005 adalah FASW (Fajar Surya Wisesa Tbk)
sebesar 0.001783 dan 0.002022. Pada tahun 2006, 2007 dan 2008 adalah
TIRT (Tirta Mahakam Resource Tbk) sebesar 0.002256, 0.001424 dan 0.036400.
Sedangkan perusahaan yang memiliki ROA paling besar pada tahun
2004, 2005, 2006, 2007 dan 2008 adalah UNVR (Unilever Indonesia
Tbk) sebesar 0.401465, 0.374897, 0.372156, 0.368367 dan 0.113015.
Sedangkan nilai rata-rata ROA perusahaan manufaktur tahun 2004,
2005, 2006, 2007 dan 2008 sebesar 0.072555, 0.068866, 0.068946,
0.071822 dan 0.026097. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa terjadi
penurunan ROA pada perusahaan manufaktur selama lima tahun terakhir.
Semakin kecil nilai ROA menunjukkan penurunan profitabilitas (laba
bersih) yang diperoleh perusahaan manufaktur.
h.
Tingkat Pertumbuhan
Tingkat pertumbuhan perusahaan diukur dengan menggunakan
tingkat penjualan perusahaan. Adapun pertumbuhan yang dimiliki
perusahaan manufaktur selama 5 tahun dari tahun 2004-2008, adalah:
115
Tabel 4.9 Tingkat Pertumbuhan Tahun 2004-2008
Tingkat Pertumbuhan Penjualan
NO
KODE
1
AKPI
2
2005
2006
2007
0.120947
0.107934
0.107494
0.155946
0.287604
ALMI
0.477669
0.026252
0.442834
0.178808
0.105725
3
ARNA
0.122681
0.425158
0.115363
0.470070
0.228155
4
ASII
0.425570
0.374138
-0.100815
0.264373
0.473414
5
FASW
0.181455
0.055682
0.123857
0.568617
0.518601
6
GGRM
0.049890
0.022874
0.060045
0.069065
0.065446
7
GJTL
0.188162
-0.289909
0.131718
0.217361
0.205013
8
HMSP
0.202490
0.394371
0.200725
0.008213
0.119123
9
IKBI
0.676393
0.458839
0.344410
-0.169191
0.153755
10
INDF
0.002636
0.047221
0.169303
0.269659
0.516922
11
INDR
0.181457
0.173812
-0.079338
0.119153
0.231695
12
INTP
0.110115
0.211645
0.131067
0.157828
0.386255
13
JPRS
0.532672
-0.005975
-0.099158
0.272179
2.194497
14
KAEF
0.060343
-0.056884
0.205503
0.080340
-0.002201
15
KLBF
0.745397
0.164218
0.034170
0.153727
0.120812
16
LTLS
0.355315
0.270254
0.113883
0.124014
0.369861
17
MLPL
3.217676
1.988004
0.214885
0.139525
0.195312
18
MTDL
0.335137
0.192847
0.088022
0.658019
0.402040
19
PBRX
0.164572
2.579691
0.295148
0.137979
0.484527
20
RDTX
-0.000006
-0.113251
-0.111695
0.009547
0.371964
21
TBLA
0.664407
0.024875
-0.021822
0.544563
1.941751
22
TCID
0.256540
0.130091
0.051799
0.070095
0.248097
23
TIRT
0.837282
0.239397
-0.242425
0.098388
-0.301550
24
TOTO
0.215044
0.250514
0.160102
0.081020
0.138021
25
TRST
0.138267
0.196640
0.116943
0.239825
0.428846
26
UNIC
0.307486
0.060634
-0.009417
0.028978
0.158390
27
UNVR
0.106011
0.112113
0.134416
0.106717
0.193106
Min
-0.000006
-0.289909
-0.242425
-0.169191
-0.301550
Max
3.217676
2.579691
0.442834
0.658019
2.194497
0.395393
0.297822
0.095445
0.187215
0.379081
Rata-Rata
Sumber: data diolah
2004
2008
116
Tabel 4.9 menunjukkan perusahaan yang mempunyai tingkat
pertumbuhan paling kecil pada tahun 2004 adalah RDTX (Roda Vivatex
Tbk) sebesar -0.000006, pada tahun 2005 adalah GJTL (Gajah Tunggal
Tbk) sebesar -0.289909, pada tahun 2006 dan 2008 adalah TIRT (Tirta
Mahakam Resource Tbk) sebesar
-0.242425dan -0.301550, dan
pada tahun 2007 adalah IKBI (Sumi Indo Kabel Tbk) sebesar -0.169191.
Sedangkan perusahaan yang mempunyai tingkat pertumbuhan paling
besar pada tahun 2004 adalah MLPL (Multipolar Corporation Tbk)
sebesar 3.217676, pada tahun 2005 adalah PBRX (Pan Brothers Tex
Tbk) sebesar 2.579691, pada tahun 2006 adalah ALMI (Alumindo Light
Metal Inds.Tbk) sebesar 0.442834, pada tahun 2007 adalah MTDL
(Metrodata Electronics Tbk) sebesar 0.658019, dan pada tahun 2008
adalah JPRS (Jaya Pari Steel Tbk) sebesar 2.194497.
Sedangkan
nilai
rata-rata
tingkat
pertumbuhan
perusahaan
manufaktur tahun 2004, 2005, 2006, 2007 dan 2008 sebesar 0.395393,
0.297822,
0.095445,
0.187215
dan
0.379081.
Hal
ini
dapat
diinterpretasikan bahwa terjadi kenaikan dan penurunan penjualan
perusahaan manufaktur. Penurunan penjualan akan mengakibatkan laba
perusahaan akan semakin kecil, sebaliknya kenaikan penjualan,
perusahaan akan berpeluang memperoleh laba yang besar.
117
C. Pengujian dan Pembahasan Hipotesis
1. Pengujian Hipotesis
Pengujian pertama dilakukan dengan uji t, untuk mengetahui apakah
terjadi trimming antara variabel eksogen terhadap variabel endogen, yaitu
pengaruh variabel struktur aktiva, pajak, ukuran perusahaan, intensitas modal,
harga saham, ROA, dan tingkat pertumbuhan terhadap struktur modal.
Diperoleh hasil output perhitungan dengan SPSS sebagai berikut:
Tabel 4.10 Pengaruh Variabel Struktur Aktiva, Pajak, Ukuran Perusahaan, Intensitas
Modal, Harga Saham, ROA, dan Tingkat Pertumbuhan
terhadap Struktur Modal
Model
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B
1 (Constant)
Std. Error
.294
.151
STRUKTURAKTIVA
.715
.233
PAJAK
.302
UKURANPERUSAHAAN
INTENSITASMODAL
HARGASAHAM
ROA
TINGKATPERTUMBUHANPENJUALAN
Beta
t
Sig.
1.949
.054
.273
3.075
.003
.233
.101
1.294
.198
1.801E-8
.000
.383
3.200
.002
-.014
.033
-.036
-.409
.683
-5.114E-5
.000
-.378
-3.031
.003
-1.522
.638
-.213
-2.387
.018
.104
.095
.086
1.088
.279
a. Dependent Variabel: STRUKTURMODAL
Sumber: data diolah
Langkah berikutnya adalah melakukan pemeriksaan validitas model yang
dibagi dalam tiga indikator, yaitu trade off theory, pecking order theory dan
signaling theory dengan melihat koefisien jalur yang dihitung. Jika tidak
signifikan, maka terjadi trimming. Dalam output SPSS pada tabel 4.10
menunjukkan bahwa:
118
a. Pengujian indikator trade off theory dengan hasil sebagai berikut:
1). Variabel struktur aktiva dengan nilai t hitung sebesar 3.075 > t tabel
sebesar 1.9788 atau nilai alpha lebih kecil dari 0.05 (0.003 < 0.05),
dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini tidak
terjadi trimming sehingga model layak digunakan.
2). Variabel pajak dengan nilai t hitung sebesar 1.294 < t tabel sebesar
1.9788 atau nilai alpha lebih besar dari 0.05 (0.198 > 0.05), dapat
disimpulkan bahwa Ho diterima dan Ha ditolak. Hal ini terjadi
trimming sehingga model tidak layak digunakan dan harus dibuang
dari model.
3). Varabel ukuran perusahaan dengan nilai t hitung sebesar 3.200 > t tabel
sebesar 1.9788 atau nilai alpha lebih kecil dari 0.05 (0.002 < 0.05),
dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini berarti
tidak terjadi trimming sehingga model layak digunakan.
4). Variabel intensitas modal dengan nilai t hitung sebesar -0.409 > t tabel
sebesar -1.9788 atau nilai alpha lebih besar dari 0.05 (0.683 > 0.05),
dapat disimpulkan bahwa Ho diterima dan Ha ditolak. Hal ini terjadi
trimming sehingga model tidak layak digunakan dan harus dibuang
dari model.
b. Pengujian indikator pecking order theory dengan hasil sebagai berikut:
1). Variabel harga saham dengan nilai t hitung sebesar -3.031< t tabel
sebesar -1.9788 atau nilai alpha lebih kecil dari 0.05 (0.003 < 0.05),
119
dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini tidak
terjadi trimming sehingga model layak digunakan.
2). Variabel ROA dengan nilai t hitung sebesar -2,387 < t tabel sebesar 1.9788 atau nilai alpha lebih kecil dari 0,05 (0,018 < 0,05), dapat
disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini tidak terjadi
trimming sehingga model layak digunakan.
3). Variabel tingkat pertumbuhan penjualan dengan nilai t hitung sebesar
1.088 < t tabel sebesar 1.9788 atau nilai alpha lebih besar dari 0,05
(0.279 > 0.05), dapat disimpulkan bahwa Ho diterima dan Ha ditolak.
Hal ini terjadi trimming sehingga model tidak layak digunakan dan
harus dibuang dari model.
c. Pengujian signaling theory dengan hasil sebagai berikut:
1). Variabel ROA dengan nilai t hitung sebesar -2,387 < t tabel sebesar 1.9788 atau nilai alpha lebih kecil dari 0,05 (0,018 < 0,05), dapat
disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini tidak terjadi
trimming sehingga model layak digunakan.
2). Variabel tingkat pertumbuhan penjualan dengan nilai t hitung sebesar
1.088 < t tabel sebesar 1.9788 atau nilai alpha lebih besar dari 0,05
(0.279 > 0.05), dapat disimpulkan bahwa Ho diterima dan Ha ditolak.
Hal ini terjadi trimming sehingga model tidak layak digunakan dan
harus dibuang dari model.
Jadi variabel yang harus dikeluarkan dari model (terjadi trimming) pada
indikator trade off theory yaitu variabel pajak dan intensitas modal,
120
sedangkan variabel yang harus dikeluarkan dari model (terjadi trimming)
untuk indikator pecking order theory dan signaling theory adalah tingkat
pertumbuhan penjualan. Oleh karena itu perhitungan diulang kembali dengan
cara menghilangkan jalur, yang menurut hasil pengujian ternyata tidak
signifikan.
Selain dilakukan perhitungan uji t, juga dilakukan perhitungan matriks
korelasi masing-masing variabel. Perhitungan ini dilakukan untuk mencari
pengaruh langsung dan tidak langsung dari variabel eksogen terhadap
variabel endogen. Pengaruh langsung diperoleh dari koefisien Beta dari
kolom standardized coefficient dengan mengkuadratkan nilai koefisien
tersebut, sedangkan untuk pengaruh tidak langsung diperoleh dari matriks
korelasi. Korelasi ini merupakan hubungan antar variabel yang menunjukkan
pengaruh dari suatu variabel eksogen terhadap variabel endogen melalui
hubungan korelasional yang lemah. Adapun hasil dari perhitungan SPSS
adalah:
Tabel 4.11 Pengaruh Struktur Aktiva, Ukuran Perusahaan, Harga Saham
dan ROA terhadap Struktur Modal
Model
1
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B
Std. Error
(Constant)
.448
.110
STRUKTURAKTIVA
.625
.208
1.770E-8
UKURANPERUSAHAAN
HARGASAHAM
ROA
Beta
t
Sig.
4.053
.000
.239
3.000
.003
.000
.377
3.151
.002
-5.284E-5
.000
-.390
-3.153
.002
-1.591
.610
-.222
-2.606
.010
a. Dependent Variabel: STRUKTURMODAL
Sumber: data diolah
121
Tabel 4.12 Matriks Korelasi Variabel Struktur Aktiva, Ukuran Perusahaan, Harga
Saham, ROA dan Struktur Modal
Correlations
STRUKTUR
STRUKTUR
UKURAN
HARGA
MODAL
AKTIVA
PERUSAHAAN
SAHAM
.028
-.214
.002
.744
.013
.000
135
135
135
135
135
**
1
-.195
*
-.134
-.185
.024
.121
.032
135
135
**
.064
.000
.463
135
135
135
**
1
1
Sig. (2-tailed)
N
STRUKTUR
Pearson Correlation
AKTIVA
UKURAN
PERUSAHAAN
.259
.259
Sig. (2-tailed)
.002
N
135
135
135
Pearson Correlation
.028
-.195
*
1
Sig. (2-tailed)
.744
.024
N
135
135
*
-.134
Sig. (2-tailed)
.013
.121
.000
N
135
135
135
*
.064
HARGA SAHAM Pearson Correlation
Pearson Correlation
ROA
**
Pearson Correlation
MODAL
ROA
STRUKTUR
-.214
-.364
**
-.185
.737
.737
*
-.364
**
.313
*
**
.000
135
135
**
1
.313
Sig. (2-tailed)
.000
.032
.463
.000
N
135
135
135
135
135
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Sumber: data diolah
Setelah dilakukan pengujian berdasar data empirik dengan melihat dari
nilai variabel-variabel yang signifikan, maka dapat dibuat konstruksi model
pada gambar berikut:
122
Struktur Aktiva
(X1)
Struktur Modal
Ukuran Perusahaan
(X3)
Gambar 4.1
Konstruksi Model Penelitian Berdasarkan Variabel yang Signifikan
pada Indikator trade off theory
Harga Saham
(X5)
Struktur Modal
ROA
(X6)
Gambar 4.2
Konstruksi Model Penelitian Berdasarkan Variabel yang Signifikan
pada Indikator pecking order theory
ROA
Struktur Modal
(X6)
Gambar 4.3
Konstruksi Model Penelitian Berdasarkan Variabel yang Signifikan
pada Indikator signaling theory
123
2. Pembahasan Hipotesis
Pembahasan hipotesis ini maksudnya adalah melakukan interpretasi atas
hasil analisis berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, yaitu
dengan mencari pengaruh langsung dan tidak langsung antar variabel. Lalu
melihat variabel mana saja yang paling dominan, dalam arti yang memberikan
pengaruh paling besar atau paling kuat terhadap variabel endogen.
a. Pengaruh langsung dan tidak langsung untuk indikator trade off theory
terhadap struktur modal:
Besar pengaruh langsung antara struktur aktiva (X1) terhadap struktur
modal (Y) adalah ρ YX1 kali ρYX1 = 0.239 × 0.239 = 0.0571 atau sebesar
5.71%. Pengaruh tidak langsung struktur aktiva (X1) terhadap struktur
modal (Y) melalui hubungan korelasional total aktiva (X3) adalah ρ YX1 kali
rX1X3 kali ρ YX3 = (0.239) (-0.195) (0.377) = -0.0176 atau sebesar -1.76%.
Pengaruh total struktur aktiva (X1) terhadap struktur modal (Y) adalah
0.0571 + (-0.0176) = 0.0395 atau sebesar 3.95%.
Besar pengaruh langsung antara total aktiva (X3) terhadap struktur
modal (Y) adalah ρ YX3 kali ρYX3 = 0.377 × 0.377 = 0.1421 atau sebesar
14.21%. Pengaruh tidak langsung total aktiva (X3) terhadap struktur modal
(Y) melalui hubungan korelasional struktur aktiva (X1) adalah ρYX3 kali
rX3X1 kali ρ YX1 = (0.377) (-0.195) (0.239) = -0.0176 atau sebesar -1.76%.
pengaruh total X3 terhadap Y adalah 0.1421 +
(-0.0176) = 0.1245 atau
sebesar 12.45%.
124
Dari kedua variabel tersebut yaitu variabel struktur aktiva dan variabel
ukuran perusahaan (total aktiva) diketahui bahwa variabel yang memiliki
pengaruh paling dominan adalah ukuran perusahaan (total aktiva) sebesar
12.45%. Secara bersama-sama terdapat pengaruh gabungan antara X 1 dan
X3 (sebagai variabel indikator trade off theory) terhadap struktur modal
(Y) = 0.0395 + 0.1245 = 0.164 atau sebesar 16.4%.
b. Pengaruh langsung dan tidak langsung untuk indikator pecking order
theory:
Besar pengaruh langsung antara harga saham (X5) terhadap struktur
modal (Y) adalah ρYX5 kali ρ YX5 = -0.390 × -0.390 = 0.1521 atau sebesar
15.21%. Pengaruh tidak langsung X5 terhadap Y melalui hubungan
korelasional ROA (X6) adalah ρYX5 kali r X5X6 kali ρ YX6 = (-0.390) (0.313)
(-0.222) = 0.0271 atau sebesar 2.71%. Pengaruh total harga saham (X5)
terhadap struktur modal (Y) adalah 0.1521 + 0.0271 =0.1792 atau sebesar
17.92%.
Besar pengaruh langsung ROA (X6) terhadap struktur modal (Y)
adalah ρ YX6 kali ρ YX6 = -0.222 × -0.222 = 0.0493 atau sebesar 4.93%.
Pengaruh tidak langsung X6 terhadap Y melalui hubungan korelasional
harga saham (X5) adalah ρ YX6 kali r X6X5 kali ρ YX5 =
(-0.222) (0.313) (-
0.390) = 0.0271 atau sebesar 2.71%. Pengaruh total ROA (X6) terhadap
struktur modal (Y) adalah 0.0493 + 0.0271 = 0.0764 atau sebesar 7.64%.
Dari kedua variabel tersebut yaitu variabel harga saham (X5) dan
variabel ROA (X6) diketahui bahwa variabel yang memiliki pengaruh
125
paling dominan adalah harga saham sebesar 17.92%. Secara bersama-sama
terdapat pengaruh gabungan antara X5 dan X6 (sebagai variabel indikator
pecking order theory) terhadap struktur modal (Y) = 0.1792 + 0.0764 =
0.2555 atau sebesar 25.55%.
c. Pengaruh langsung untuk indikator signaling theory:
Besar pengaruh langsung ROA (X6) terhadap struktur modal (Y)
adalah ρYX6 kali ρ YX6 = -0.222 × -0.222 = 0.0493 atau sebesar 4.93%.
Dengan demikian, dari ketiga indikator tersebut yaitu trade off theory,
pecking order theory dan signaling theory diketahui bahwa indikator yang
memiliki pengaruh paling dominan terhadap struktur modal adalah indikator
pecking order theory sebesar 25.55%.
Berikut ini disajikan tabel dan diagram yang menunjukkan pengaruh
variabel eksogen terhadap variabel endogen dan pengaruh indikator trade off
theory, pecking order theory dan signaling theory terhadap struktur modal:
Tabel 4.13 Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Variabel Struktur
Aktiva, Ukuran Perusahaan, Closing Price dan ROA terhadap Struktur Modal
Variabel
Struktur Aktiva
Ukuran Perusahaan
Closing Price
ROA
Lain-Lain
Total
Pengaruh Langsung
5.71%
14.21%
15.21%
4.93%
-
Pengaruh tidak Langsung
-1.76%
-1.76%
2.71%
2.71%
-
Pengaruh Total
3.95%
12.45%
17.92%
7.64%
58.04%
100%
126
Struktur
Aktiva,
3.95%
Ukuran
Perusahaan,
12.45%
LainLain,
58.04%
Closing Price
17.92%
ROA,
7.64%
Diagram 4.1 Pengaruh Total Variabel Stuktur Aktiva, Ukuran Perusahaan,
Closing Price, dan ROA terhadap Struktur Modal
Tabel 4.14 Pengaruh Trade Off Theory, Pecking Order Theory dan
Signaling Theory terhadap Struktur Modal
Indikator
Variabel
Struktur Aktiva
Ukuran Perusahaan
Closing Price
ROA
Pengaruh Total
Trade Off
Theory
Pecking Order
Theory
Signaling Theory
3.95%
12.45%
16.40%
17.92%
7.64%
25.55%
4.93%
4.93%
D. Interpretasi
Faktor-faktor determinan struktur modal, seperti struktur aktiva, pajak,
ukuran perusahaan (total aktiva), intensitas modal, harga saham, profitabilitas
(ROA), dan tingkat pertumbuhan penjualan, setelah dilakukan penelitian terhadap
27 perusahaan manufaktur menunjukkan terdapat tiga variabel yang tidak
memiliki pengaruh (baik langsung maupun tidak langsung) terhadap struktur
modal yakni pajak, intensitas modal dan tingkat pertumbuhan penjualan.
127
Hasil ini dapat diinterpretasikan bahwa untuk variabel pajak yang merupakan
gambaran dari besarnya beban yang dikeluarkan perusahaan dengan tidak adanya
pengaruh variabel tersebut terhadap struktur modal, mengartikan bahwa ternyata
perusahaan yang tergabung dalam kelompok manufaktur, mengenai penentuan
struktur modal tidak terlalu mempertimbangkan faktor beban ataupun manfaat
dari pajak, hasil ini konsisten dengan penelitian Pudji Astuty (2005). Begitu juga
dengan variabel intensitas modal dan pertumbuhan penjualan. Kedua variabel ini
yang merupakan gambaran rasio total aktiva dengan tingkat penjualan
menunjukkan tidak adanya pengaruh terhadap struktur modal.
Variabel lain, yaitu struktur aktiva, ukuran perusahaan, harga saham, dan
ROA menunjukkan bahwa kempat variabel tersebut mempunyai pengaruh baik
secara langsung maupun tidak langsung terhadap struktur modal. Hal ini konsisten
dengan penelitian sebelumnya dalam beberapa variabel, dimana dari beberapa
penelitian sebelumnya, variabel yang selalu konsisten dengan memiliki pengaruh
terhadap struktur modal adalah struktur aktiva, ukuran perusahaan (total aktiva),
dan profitabilitas (ROA). Sedangkan variabel lain tidak konsisten dengan
penelitian sebelumnya, hal ini dikarenakan adanya perbedaan penelitian, baik dari
objek yang diteliti maupun dari waktu penelitian.
Mengenai struktur aktiva dan ukuran perusahaan dapat diinterpretasikan pula,
adanya pengaruh tersebut, menunjukkan bahwa perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Jakarta dalam pembentukan struktur modalnya
(pengambilan keputusan berhutang) sangat memperhatikan struktur aktiva karena
dapat digunakan sebagai jaminan (agunan). Variabel ini memiliki hubungan yang
128
positif terhadap struktur modal yang ditunjukkan dengan koefisien beta sebesar
0.239. Hal ini sesuai dengan trade off theory (balance theory), dimana semakin
besar aktiva (berupa aktiva tetap) maka memungkinkan perusahaan untuk
mendapatkan pinjaman karena bisa dijadikan jaminan. Begitu juga dengan
variabel ukuran perusahaan, perusahaan besar akan lebih mudah mendapatkan
pinjaman daripada perusahaan kecil, karena perusahaan besar memiliki biaya
kebangkrutan lebih rendah dan biaya pengadaan yang lebih rendah untuk
menggunakan sekuritas hutang dibandingkan dengan perusahaan kecil. Variabel
ukuran perusahaan memiliki hubungan yang positif terhadap struktur modal yang
ditunjukkan dengan koefisien beta sebesar 0.377. Hal ini sesuai dengan trade off
theory (balance theory), dimana semakin besar ukuran perusahaan (berupa total
aktiva) maka memungkinkan perusahaan untuk mendapatkan pinjaman karena
memiliki biaya kebangkrutan yang lebih rendah.
Selanjutnya untuk variabel harga saham dan ROA dapat diinterpretasikan,
adanya pengaruh kedua variabel tersebut terhadap struktur modal, menunjukkan
bahwa perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta dalam
pembentukan struktur modalnya (pengambilan keputusan berhutang) nilai
perusahaannya yang dicerminkan dari harga saham. Variabel ini memiliki
hubungan yang negatif terhadap struktur modal yang ditunjukkan dengan
koefisien beta sebesar -0.390. Hal ini sesuai dengan pecking order theory, dimana
semakin tinggi harga saham, maka semakin tinggi pula kemakmuran pemegang
saham. Kemakmuran pemegang saham juga
merefleksikan kemakmuran
perusahaan, artinya perusahaan mempunyai modal yang cukup untuk memenuhi
129
kebutuhannya,
sehingga
dalam
memenuhi
kebutuhannya
operasionalnya
perusahaan tidak memerlukan hutang. Dapat dikatakan, semakin tinggi harga
saham, maka semakin kecil hutang perusahaan. Begitu juga dengan variabel
ROA, yang dinyatakan memiliki hubungan terbalik dengan struktur modal yang
ditunjukan dengan koefisien beta sebesar -0.222. Hal ini sesuai dengan pecking
order theory, dimana perusahaan yang memiliki tingkat keuntungan tinggi,
menggunakan hutang yang relatif kecil. Karena tingkat keuntungan yang tinggi
memungkinkan perusahaan untuk memperoleh sebagian besar pendanaan dari
laba ditahan, sehingga meminimalkan hutang. Akan tetapi, hubungan ROA yang
negatif terhadap struktur modal tidak sesuai dengan signaling theory. Menurut
signaling theory, ROA mempunyai hubungan yang positif dengan struktur modal.
Karena tingginya tingkat profit membawa pada kebangkrutan yang lebih rendah
dan insentif yang lebih tinggi untuk menggunakan tax shield sehingga
menyebabkan tingginya tingkat hutang.
130
BAB V
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan yang telah dijelaskan pada bab
sebelumnya, maka dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan (yang mana hal ini
merupakan jawaban dari perumusan masalah) sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil pengujian dengan path analysis, untuk indikator trade off
theory menunjukkan terdapat dua variabel yang mempunyai pengaruh baik
langsung maupun tidak langsung terhadap struktur modal yaitu struktur aktiva
dan ukuran perusahaan (total aktiva). Namun dua variabel lain yaitu pajak dan
intensitas modal tidak mempunyai pengaruh terhadap struktur modal. Dengan
nilai pengaruh langsung dan tidak langsung variabel struktur aktiva
menunjukkan hasil masing-masing sebesar 5.71% dan -1.76%. Selanjutnya
untuk ukuran perusahaan, pengaruh langsungnya meunjukkan hasil sebesar
14.21%, sementara pengaruh tidak langsungnya (melalui variabel struktur
aktiva) sebesar -1.76%.
2. Pada indikator pecking order theory menunjukkan terdapat dua variabel yang
mempunyai pengaruh baik langsung maupun tidak langsung terhadap struktur
modal yaitu harga saham dan profitabilitas (ROA). Namun satu variabel lain
yaitu tingkat pertumbuhan penjualan tidak mempunyai pengaruh terhadap
struktur modal perusahaan. Dengan nilai pengaruh langsung dan tidak langsung
variabel harga saham menunjukkan hasil masing-masing sebesar 15.21% dan
131
2.71%. Selanjutnya untuk ROA, pengaruh langsungnya menunjukkan hasil
sebesar 4.93%, sementara pengaruh tidak langsungnya (melalui variabel harga
saham) sebesar 2.71%.
3. Pada indikator signaling theory menunjukkan bahwa hanya variabel ROA
menunjukkan adanya pengaruh terhadap struktur modal. Sedangkan variabel
tingkat pertumbuhan penjualan tidak berpengaruh terhadap struktur modal
perusahaan. Pengaruh variabel ROA menunjukkan hasil sebesar 4.93%.
4. Ketiga indikator tersebut, dapat diketahui bahwa pengaruh total dari masingmasing indikator tersebut adalah indikator trade off theory sebesar 16.4%
(pengaruh total variabel struktur aktiva + pengaruh total variabel ukuran
perusahaan), indikator pecking order theory sebesar 25.55% (pengaruh total
variabel harga saham + pengaruh total variabel ROA), dan indikator signaling
theory sebesar 4.93% (pengaruh total variabel ROA). Hasil tersebut, indikator
yang paling dominan mempengaruhi struktur modal adalah pecking order
theory. Hasil tersebut konsisten dengan penelitian Maurin Sitorus (2005),
Synthia A. Sari (2006), Tri Martiningsih (2007) dan Ari Christianti (2008) yang
menyatakan berlakunya pecking order theory
dalam keputusan pendanaan
perusahaan public di Indonesia.
132
B. Implikasi
Berdasakan kesimpulan yang
telah diuraikan,
maka penulis mencoba
mengemukakan implikasi yang mungkin bermanfaat:
1. Bagi perusahaan, adanya pengaruh dari struktur aktiva dan ukuran perusahaan
terhadap struktur modal, menunjukkan bahwa perusahaan kecil kemungkinan
akan lebih susah dalam memperoleh pinjaman. Untuk mengatasi permasalahan
tersebut, perusahaan kecil diharapkan selalu memperbaiki kinerja perusahaan
yang pada gilirannya akan menaikkan nilai perusahaan yang dapat dicerminkan
dari harga saham yang tinggi. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan sumber
dana, persahaan tidak perlu berhutang karena sudah tercukupi dari modal
sendiri.
2. Bagi investor, dalam melakukan investasi pada suatu perusahaan, sebaiknya
investor memperhatikan kondisi kinerja keuangan yang bisa dilihat dari rasiorasio keuangannya. Hal ini agar memperoleh keuntungan yang diharapkan dan
terhindar dari kerugian yang besar.
3. Bagi akademisi, perlu dilakukan penelitian selanjutnya mengenai sumber
pendanaan perusahaan, yakni dengan menambah variabel-variabel dan
konstruksi baru dengan analisis jalur.
133
DAFTAR PUSTAKA
Asnawi, Said Kelana dan Wijaya, Chandra. “Metode Penelitian Keuangan: Prosedur,
Ide, dan Kontrol”, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2006.
Astuti, Dewi. “Manajemen Keuangan Perusahaan”, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004.
Astuty, Pudji. “Pengaruh Pecking Order, Balance, dan Kebijakan Makro terhadap
Pengambilan Keputusan Leverage Perusahaan Industri Go Public di BEJ
Periode 1991-2001”, Disertasi, Universitas Borobudur, Jakarta, 2005.
Atmaja, Lukas Setia. “Teori dan Praktek Manajemen Keuangan”, Penerbit Andi,
Yogyakarta, 2008.
Brigham dan Houston. “Dasar-Dasar Manajemen Keuangan”, Buku 1, Edisi 10,
Salemba Empat, Jakarta, 2006.
Brealey, Myers, and Marcus. “Fundamentals of Corporate Finance”, Edisi 3,
McGraw-Hill, New York, 2001.
Frensidy, Budi. “Rasio Utang Yang Optimal”, artikel diakses tanggal 1 Februari 2009,
dari http://web.bisnis.com/kolom/2id1334.html
____________. ”Utang ada di Tangan Manajemen”, artikel diakses tanggal
Februari 2009, dari http://web.bisnis.com/kolom/2id1521.html
1
Ghozali, Imam. “Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS”, Badan
Penerbit-Undip, Semarang, 2007.
Hamid, Abdul. “Buku Panduan Penulisan Skripsi”, FE UIN Syarif Hidayatullah,
Jakarta, 2007.
Higgins, Robert C. “Analysis for Financial Management”, McGraw-Hill, New York,
2004.
Husnan, Suad. “Manajemen Keuangan: Teori dan Penerapan (Keputusan Jangka
Panjang)”,BPFE, Yogyakarta, 2000.
Husnan, Suad dan Pudjiastuti, Enny. “Dasar-Dasar Manajemen Keuangan”, Edisi
Empat, UPP AMP YKPN, Yogyakarta, 2004.
Keown dkk. “Dasar-Dasar Manajemen Keuangan”, Salemba Empat, Jakarta, 2000.
134
Khodijah, Siti. “Analisis Faktor-Faktor Determinan Struktur Modal dan PER serta
Pengaruhnya Terhadap Harga Saham (Studi Empiris Perusahaan Jakarta Index
dengan Pendekatan Path Analysis)”, Skripsi, FE UIN Syarif Hidayatullah,
Jakarta, 2006.
Moeljadi. “Manajemen Keuangan: Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif”, Jilid 1,
Bayumedia Publishing, Malang, 2006.
Nasarudin, Indo Yama. “Pengaruh Return On Equity (ROE) dan Earning Growth Rate
(EGR) Terhadap Price to Book Value (PBV): Pengaruh Langsung dan Tidak
Langsung Antar variable dalam Analisis Jalur”, Vol.3, No.2, Laporan
Penelitian, FE UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2004.
Nasarudin, Indo Yama dan Fauzan, Hemmy. “Pengantar Bisnis dan Manajemen”,
UIN Jakarta Press, Jakarta, 2006.
Rakhmawati, Mira Ceria. “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur
Modal Pada Perusahaan Otomotif yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta”,
Skripsi, FEUII, Yogyakarta, 2008.
Riyanto, Bambang. “Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan”, BPFE, Yogyakarta,
2001.
Rodoni, Ahmad dan Sholihah, Maratush. “Pengujian Empiris Balance Theory,
Pecking Order Theory dan Signaling Theory pada Struktur Modal Perusahaan
di Indonesia”, Vol.5, No.1, Laporan Penelitian, FE UIN Syarif Hidayatullah,
Jakarta, 2006.
Ross, Weterfield, dan Jaffe. “Corporate Finance”, McGraw-Hill, New York, 2002.
Ross, Westerfield, dan Jordan. “Fundamentals of Corporate Financial”. 7th edition,
McGraw-Hill, New York, 2006.
Rudianto, Firdaus, dan Garnia. “Pengaruh Struktur Aktiva dan Ukuran Perusahaan
terhadap Struktur Modal serta Dampaknya Terhadap Harga Saham Perusahaan
pada Industri Tekstil dan Produk Tekstil Lainnya”, Prosiding Seminar Nasional
Manajemen Teknologi V, Program Studi MMT-ITS, Surabaya, 2007.
Sarwono, Jonathan. “Analisis Jalur untuk Riset Bisnis dengan SPSS”, Penerbit Andi,
Yogyakarta, 2007.
Sjahrial, Dermawan. “Manajemen Keuangan”, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2008.
Sriwardany. “Pengaruh Pertumbuhan Perusahaan terhadap Keijaksanaan Strutur
Modal dan Dampaknya Terhadap Perubahan Harga Saham pada Perusahaan
Manufaktur Tbk”, Thesis, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2006.
135
Ubaya, Tm. “Sejarah Manufaktur”, artikel diakses tanggal 29 Mei 2009, dari
http://tm.ubaya.ac.id/index.php?option=com_conten&view=article&id=198&ite
mid=27
Van Horne, James C. dan Wachowicz, John M., Jr. “Prinsip-Prinsip Manajemen
Keuangan”, Buku 2, Edisi 12, Salemba Empat, Jakarta, 2007.
Warsono. ”Manajemen Keuangan Perusahaan”, Bayumedia Publishing, Malang,
2003.
Widoatmodjo, Sawidji. “Cara Sehat Investasi diPasar Modal: Pengantar menjadi
Investor Profesional”, PT Elek Media Komputindo, Jakarta, 2005.
Zulkieflimansyah. “Sejarah Panjang Industri Nasional”, artikel diakses tanggal 29
Mei 2009, dari http://zulkieflimansyah.com/in/sejarah-panjang-industrinasional.html
Publikasi:
Laporan Keuangan dari Indonesia Capital Market Directory (ICMD) tahun
2007 yang diterbitkan oleh Institute of Economic and Financial Research.
http://www.yahoofinance.com
http://www.idx.co.id
136
Download