PENGARUH TRADE OFF THEORY, PECKING ORDER THEORY DAN SIGNALING THEORY TERHADAP STRUKTUR MODAL PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2004-2008 SKRIPSI Oleh Riza’ul Anwar NIM: 104081002476 JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H / 2009 M 1 ABSTRACT This study aims to analyze the influence of trade off theory, pecking order theory and signaling theory of capital structure of manufacturing companies. This study uses path analysis to analyze the influence of the size of the direct and indirect variables eksogen against endogen variables. Based on test results, shows the influence of trade off theory of 16.40%, pecking order theory of 25.55% and the signaling theory of 4.93% of the capital structure. Thus, the manufacturing companies listed in Indonesia Stock Exchange in the decision-making leverage (capital structure) using the pecking order theory, namely a hierarchy where the source of funding in the company (internal financing) more precedence than the source of funding from outside the company (external financing). Keywords: Capital Structure, Trade Off Theory, Pecking Order Theory and Signaling Theory. 6 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh trade off theory, pecking order theory dan signaling theory terhadap struktur modal perusahaan manufaktur. Penelitian ini menggunakan path analysis untuk menganalisis besarnya pengaruh langsung dan tidak langsung variabel eksogen terhadap variabel endogen. Berdasarkan hasil pengujian, menunjukkan pengaruh trade off theory sebesar 16.40%, pecking order theory sebesar 25.55% dan signaling theory sebesar 4.93% terhadap struktur modal. Dengan demikian, perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dalam pengambilan keputusan leverage (struktur modal) menggunakan pecking order theory, yaitu mengikuti suatu hierarki dimana sumber pendanaan dari dalam perusahaan (internal financing) lebih didahulukan daripada sumber pendanaan dari luar perusahaan (eksternal financing). Kata kunci: Struktur Modal, Trade Off Theory, Pecking Order Theory dan Signaling Theory. 7 KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wbr. Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT Tuhan seru sekalian alam. Semoga shalawat dan salam tercurah kepada baginda Nabi besar, Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya. Hanya karena rahmat dan ridlo Allah SWT, penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul ”Pengaruh Trade Off Theory, Pecking Order Theory dan Signaling Theory terhadap Struktur Modal Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2004-2008”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana S-1 pada jurusan manajemen di Fakultas Ekonomi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan hasil yang terbaik. Penulis juga mempunyai keterbatasan kemampuan dalam penulisan skripsi ini, oleh karena itu penulis menyadari tanpa adanya bimbingan, dukungan dan bantuan baik secara moril maupun materiil dari berbagai pihak, maka skripsi ini tidak dapat terselesaikan dengan baik, pada kesempatan ini penulis menghaturkan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis, yaitu bapak Sunarto dan ibu Mulya Saroh yang selalu mendo’akan yang terbaik bagi putra-putrinya, saudara dan saudari penulis serta kelurga besar penulis yang selalu mendukung penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Semoga mereka semua diberi rahmat dan selalu dalam perlindungan Allah SWT, amin. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini: 8 1. Prof. Dr. Abdul Hamid MS, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial dan Penguji Ahli. 2. Prof. Dr. Ahmad Rodoni MM, selaku Pudek Akademik dan Dosen Pembimbing I yang selalu memberi motivasi dan solusi dalam penulisan skripsi ini. 3. Indoyama Nasarudin SE., MAB, selaku Ketua Jurusan Manajemen dan Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 4. Bapak/Ibu Dosen FEIS yang telah memberikan ilmu yang tidak ternilai dan partisipasi serta bantuan seluruh karyawan FEIS hingga penulis menyelesaikan studi di Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Mahasiswa/i angkatan 2004 dan 2005, mahasiswa/i manajemen 4B (terima kasih atas semua bantuan dan kebersamaannya), aJax’s (Abdurrahman R. SE., Andy A. SE., Artha R., M. Rif’at, Safriansyah, Suryo T., Tato P. SE.), a-Mis (Edwin A.), BPeople (Nafiudin SE.), aLam (Zulhakki H. SE.), CaPe (M. N. Shobah SE.), Ortega (Bintang S.), uK (Fahrika A. DD. SE.), dan UKM Santai Klub (Aloek, Dwi H., Hendro P., Herdi JK, Imron R., Mahbub W., Mulyadi, Rahmat H., Sandi Y., Sirojul Q.), M. Akbar, Dian N. SE., A. Fatah SE., A. Daman Huri, Tri Juliawan, Abdi B. dan Hidayat Singgih (terima kasih bantuannya), dan teman-teman KKN tahun 2008 dan masyarakat Situgadung, serta seseorang yang selalu ingat dan mendo’akan penulis (terima kasih atas do’anya). 9 6. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis baik secara langsung dan tidak langsung dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, jika terdapat kelebihan dalam skripsi ini, maka semua datangnya dari Allah SWT, dan jika terdapat kekurangan, itu tidak terlepas dari penulis sebagai makhluk ciptaan-Nya. Di tengah keterbatasan penulis dalam skripsi ini, penulis berharap kiranya skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Semoga Allah SWT membimbing dan menyertai setiap langkah kita. Amin.. Wassalamu’alaikum Wr. Wbr. Jakarta, Juni 2009 Penulis 10 DAFTAR ISI Halaman Judul …………………………………………………………………. 1 Halaman Pengesahan Skripsi …………………………………………………. 2 Halaman Pengesahan Ujian Skripsi ………………………………………….. 3 Halaman Pengesahan Ujian Komprehensif ………………………………...... 4 Daftar Riwayat Hidup …………………………………………………………. 5 Abstrack .......…………………………………………………………………… 6 Abstrak ................................................................................................................ 7 Kata Pengantar ................................................................................................... 8 Daftar Isi ………………………………………………………………………... 11 Daftar Tabel …………………………………………………………………….. 14 Daftar Gambar …………………………………………………………………. 15 Daftar Grafik …………………………………………………………………... 16 Daftar Diagram ……………………………………………………………….... 17 Daftar Lampiran ……………………………………………………………….. 18 BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 19 A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 19 B. Rumusan Masalah ................................................................................. 31 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................................. 32 1. Tujuan Penelitian ............................................................................ 32 2. Manfaat Penelitian ........................................................................... 33 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 34 A. Pengertian Modal dan Struktur Modal ................................................... 34 B. Teori Struktur Modal ............................................................................. 37 1. Struktur Modal pada Pasar Modal Sempurna dan Tidak Ada Pajak ... 38 2. Struktur Modal pada Pasar Modal Sempurna dan Ada Pajak ............ 40 3. Financial Distress dan Agency Cost ................................................. 41 11 4. Trade Off Theory (TOT) ................................................................. 43 5. Teori Informasi Tidak Simetris (Asymmetric Information) .............. 46 6. Pecking Order Theory (POT) ........................................................... 47 7. Signaling Theory ............................................................................. 50 C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal ............................... 51 1. Faktor-Faktor Struktur Modal untuk Menguji Trade Of Theory ........ 52 2. Faktor-Faktor Struktur Modal untuk Menguji Pecking Order Theory. 57 3. Faktor-Faktor Struktur Modal untuk Menguji Signaling Theory ....... 60 D. Penelitian Terdahulu .............................................................................. 61 E. Kerangka Pemikiran .............................................................................. 66 F. Hipotesis ................................................................................................ 68 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...................................................... 70 A. Ruang Lingkup Penelitian ..................................................................... 70 B. Metode Penentuan Sampel ..................................................................... 71 1. Populasi............................................................................................ 71 2. Sampel ............................................................................................. 71 C. Metode Pengumpulan Data .................................................................... 72 1. Data Primer ...................................................................................... 72 2. Data Sekunder .................................................................................. 73 D. Metode Analisis ..................................................................................... 73 1. Identifikasi Variabel ........................................................................ 73 2. Analisis Jalur (Path Analysis) .......................................................... 74 3. Uji Hipotesis ………………………………………………………... 81 4. Uji Signifikansi Koefisien Jalur (t-test) …………………………….. 83 E. Operasional Variabel Penelitian………………………………………… 84 BAB IV PENEMUAN DAN PEMBAHASAN ………………………………. 86 A. Gambaran Umum Objek Penelitian…………………………………....... 86 1. Pengertian dan Sejarah Manufaktur………………………………… 86 2. Perkembangan Industri Manufaktur di Indonesia………………… ... 87 12 3. Kebijakan Industri Indonesia………………………………………... 90 4. Kontribusi Industri terhadap Ekonomi……………………………… 92 B. Deskriptif Analisis………………………………………………………. 94 1. Deskripsif Data Sampel……………………………………………... 94 2. Analisis Data Penelitian…………………………………………… .. 95 C. Pengujian dan Pembahasan Hipotesis………………………………… ... 118 1. Pengujian Hipotesis………………………………………………… . 118 2. Pembahasan Hipotesis………………………………………………. 124 D. Interpretasi……………………………………………………………… . 127 BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI...................................................... 131 A. Kesimpulan…………………………………………………………….... 131 B. Implikasi ……………………………………………………………… ... 133 DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………… . 134 LAMPIRAN..................................................................................................... .... 137 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari suatu perusahaan adalah untuk memaksimumkan kekayaan pemegang saham, yang diartikan melalui pemaksimuman harga saham dari perusahaan tersebut. Dengan kata lain, pemaksimuman harga saham merupakan suatu tujuan yang penting dari suatu perusahaan. Dalam usaha mewujudkan misi tersebut, keberhasilan perusahaan dapat dicapai apabila struktur dan organisasi, keuangan, dan modal perusahaan tersebut dapat saling mendukung dan mempunyai kerjasama yang baik antara satu dengan yang lainnya. Untuk mencapai keberhasilan tujuan tersebut, perusahaan tidak akan terlepas dengan permasalahan seberapa besar kemampuan perusahaan dalam memenuhi kebutuhan dana yang akan digunakan untuk beroperasi dan mengembangkan usahanya. Modal dalam perusahaan diperlukan untuk memaksimalkan nilai perusahaan, baik itu dalam meningkatkan penjualan, produksi, maupun promosi perusahaan tersebut. Sumber dana bagi perusahaan dapat diperoleh dari sumber dana internal dan eksternal perusahaan. Sumber dana internal artinya dana yang diperoleh dari hasil kegiatan operasi perusahaan, yang terdiri atas laba yang tidak dibagi (laba ditahan) dan depresiasi. Sedangkan sumber dana eksternal merupakan sumber dana yang berasal dari luar perusahaan, yang terdiri dari hutang (pinjaman) dan modal sendiri. Apabila perusahaan dalam pemenuhan kebutuhan modalnya 19 semakin meningkat sedangkan dana yang dimiliki telah digunakan semua, maka perusahaan tidak ada pilihan lain selain menggunakan dana yang berasal dari luar yaitu dalam bentuk hutang maupun dengan mengeluarkan saham baru untuk memenuhi kebutuhan modalnya. Penanaman dana dalam aktiva menentukan besarnya perusahaan, laba operasinya, risiko bisnisnya, dan likuiditasnya. Pencapaian ramuan terbaik atas pembelanjaan dan deviden menentukan beban keuangan perusahaan dan risiko keuangannya, disamping juga mempengaruhi penilaiannya. Semua ini menuntut suatu pandangan yang luas dan suatu kreativitas yang tajam serta penuh waspada, yang akan mempengaruhi hampir semua segi perusahaan yang bersangkutan (Indo Yama dan Hemmy Fauzan, 2006). Manajer keuangan mempunyai peran penting yang bertugas mengambil keputusan pendanaan perusahaan. Seorang manajer keuangan dalam mengambil keputusan pendanaan harus mempertimbangkan secara teliti sifat dan biaya dari sumber dana yang akan dipilih. Hal ini karena masing-masing sumber pendanaan mempunyai konsekuensi finansial yang berbeda-beda. Proporsi penggunaan sumber dana intern dan/ ekstern dalam memenuhi kebutuhan dana perusahaan yang selanjutnya disebut dengan struktur modal menjadi sangat penting dalam manajemen keuangan perusahaan. Dana sangat terkait dengan manajemen pendanaan. Manajemen pendanaan pada hakekatnya menyangkut keseimbangan antara aktiva dengan pasiva. Pemilihan susunan dari aktiva akan menentukan struktur kekayaan perusahaan, sedangkan pemilihan dari pasiva akan menentukan 20 struktur financial (struktur pendanaan) dan struktur modal perusahaan (Bambang Riyanto, 2001). Struktur modal perusahaan (atau struktur keuangan) adalah campuran antara hutang jangka panjang dan modal perusahaan yang digunakan untuk membiayai operasinya (Ross, Westerfield, dan Jordan, 2006: 3). Struktur modal merupakan bauran (proporsi) pendanaan permanen jangka panjang perusahaan yang ditunjukan oleh hutang, saham preferen dan ekuitas saham biasa (Van Horne dan Wachowizc, 2007: 232). Menurut Sjahrial (2008) struktur modal merupakan perimbangan antara penggunaan modal pinjaman yang terdiri dari hutang jangka pendek yang bersifat permanen, hutang jangka panjang dengan modal sendiri yang terdiri dari saham preferen dan saham biasa. Menurut Bambang Riyanto (2001), struktur modal adalah perimbangan atau perbandingan antara modal asing (jangka panjang) dengan modal sendiri. Berdasarkan pengertian struktur modal tersebut, maka dalam penelitian ini, struktur modal dihitung berdasarkan rasio antara hutang jangka panjang dengan modal. Pemenuhan kebutuhan dana perusahaan dari sumber modal sendiri berasal dari modal saham, laba ditahan, dan cadangan. Dalam pemenuhan kebutuhan dana, perusahaan harus mencari alternatif-alternatif pendanaan yang efisien. Pendanaan yang efisien akan terjadi bila perusahaan mempunyai struktur modal yang optimal. Struktur modal yang optimal dapat diartikan sebagai struktur modal yang meminimalkan biaya modal perusahaan dan karenanya memaksimalkan nilai 21 perusahaan (Van Horne dan Wachowicz, 2007: 237). Oleh karena itu, penelitian mengenai struktur modal dalam manajemen keuangan terus dilakukan untuk menentukan penggunaan struktur modal yang optimal. Pencarian struktur modal yang optimal sudah jadi bahan pemikiran para praktisi ataupun akademisi sejak lama, seumur ilmu keuangan itu sendiri. Teori tentang struktur modal diawali dengan pemikiran dua orang ekonom pemenang hadiah Nobel Ekonomi, MM menyatakan rasio hutang tidak relevan dan tak ada struktur modal yang optimal. Nilai perusahaan bergantung pada arus kas yang akan dihasilkan dan bukan pada rasio hutang dan ekuitas. Prediksi teori MM ini sayangnya hanya valid apabila asumsi yang mendasarinya-seperti tak ada pajak, tak ada kesenjangan informasi, dan tak ada biaya transaksi-terpenuhi (Sjahrial, 2008). Pengembangan teori MM adalah teori perimbangan statis (static trade-off). Hutang memiliki manfaat dan biaya. Hutang menguntungkan perusahaan karena pembayaran bunga, tidak seperti pembayaran dividen, diperhitungkan sebagai biaya dan mengurangi penghasilan kena pajak, sehingga jumlah pajak yang dibayarkan berkurang. Dari sisi pajak, akan lebih menguntungkan apabila perusahaan membiayai investasinya dengan hutang. Sisi positif lain hutang adalah hutang menurunkan biaya keagenan (agency cost) ekuitas. Penggunaan hutang akan mendisiplinkan manajer untuk tidak sembarangan menggunakan kas dan harta perusahaan untuk kepentingannya. Pengawasan oleh kreditur jauh lebih ketat dan efektif daripada pengawasan para pemegang saham di luar perusahaan dengan informasi yang relatif terbatas. Dari sisi pajak, akan lebih menguntungkan 22 apabila perusahaan membiayai investasinya dengan utang. Sisi positif lain utang adalah utang menurunkan biaya keagenan (agency cost) ekuitas. Penggunaan utang akan mendisiplinkan manajer untuk tidak sembarangan menggunakan kas dan harta perusahaan untuk kepentingannya. Pengawasan oleh kreditur jauh lebih ketat dan efektif daripada pengawasan para pemegang saham di luar perusahaan dengan informasi yang relatif terbatas. Karena itu, peningkatan utang menguntungkan pemegang saham (Budi Frensidy, 2008). Meskipun demikian, hutang juga mempunyai kelemahan, yaitu: hutang biasanya berjangka waktu tertentu untuk dilunasi tepat waktu, rasio hutang yang tinggi akan meningkatkan risiko yang selanjutnya akan meningkatkan biaya modal, dan bila perusahaan dalam kondisi sulit dan labanya tidak dapat memenuhi beban bunga maka tidak tertutup kemungkinan dilakukan tindakan likuidasi. Struktur modal merupakan masalah penting dalam pengambilan keputusan mengenai pembelanjaan perusahaan. Keputusan struktur modal secara langsung berpengaruh terhadap besarnya risiko yang ditanggung pemegang saham serta besarnya tingkat pengembalian atau keuntungan yang diharapkan (Brigham dan Houston, 2006). Merupakan tugas dari Manajer keuangan untuk menentukan komposisi struktur modal perusahaan. Manajer keuangan harus mengusahakan agar perusahaan memperoleh dana yang diperlukan dengan biaya minimal dan syarat-syarat yang paling menguntungkan. Kebijakan mengenai struktur modal melibatkan trade off antara risiko dan tingkat pengembalian. Penambahan hutang akan memperbesar risiko perusahaan tetapi sekaligus juga memperbesar tingkat pengembalian yang diharapkan. Risiko 23 yang makin tinggi akibat membesarnya hutang cenderung menurunkan harga saham, tetapi meningkatkan tingkat pengembalian yang diharapkan akan menaikkan harga saham tersebut. Sruktur modal yang optimal adalah struktur modal yang mengoptimalkan kesimbangan antara risiko dan pengembalian sehingga memaksimumkan harga saham. Beberapa teori struktur modal di antaranya adalah Balancing Theory oleh Myers, Pecking Order Theory oleh Myers dan Maljuf dan Signaling Theory oleh Ross (Ahmad Rodoni dan Sholihah, 2006: 19). Trade-off theory (TOT) yang dikenal dengan balance theory oleh Myers, memprediksi bahwa dalam mencari hubungan antara capital structure dengan nilai perusahaan terdapat suatu tingkat leverage (debt ratio) yang optimal. Oleh karena itu perusahaan akan selalu berusaha menyesuaikan tingkat leverage kearah yang optimal. Jadi, tingkat leverage perusahaan bergerak terus dari waktu ke waktu untuk ke arah suatu target yang ingin dicapai. Perusahaan mendasarkan keputusan pendanaan pada struktur modal yang optimal. Struktur modal optimal dibentuk dengan menyeimbangkan manfaat dari penghematan pajak atas penggunaan utang terhadap biaya kebangkrutan. Penggunaan utang mengakibatkan peningkatan EBIT yang mengalir ke investor, jadi semakin besar utang perusahaan, semakin tinggi nilainya dan harga saham perusahaan. Berdasarkan makalah Modigliani-Miller dengan pajak, harga saham perusahaann akan dimaksimumkan jika menggunakan utang 100 persen. Dalam kenyatannya, jarang ada perusahaan yang menggunakan utang 100 persen karena perusahaan 24 membatasi penggunaan utang untuk menekan biaya-biaya yang berkaitan dengan kebangkrutan (Brigham dan Houston, 2001). Hipotesa lain yang dikenal dengan pecking order theory (POT) oleh Myers dan Maljuf, menyarankan bahwa keputusan financing mengikuti suatu hirarki dimana sumber pendanaan dari dalam perusahaan (internal financing) lebih didahulukan daripada sumber pendanaan dari luar perusahaan (external financing). Dalam hal perusahaan menggunakan pendanaan dari luar, pinjaman (debt) lebih diutamakan daripada pendanaan dengan tambahan modal dari pemegang saham baru (external equity) (Husnan dan Pudjiastuti, 2004: 275). Dari beberapa penelitian yang dilakukan pada perusahaan-perusahaan di Indonesia ditemukan hasil bahwa perusahaan-perusahaan di Indonesia cenderung mengikuti pecking order theory. Sartono (2001) telah menemukan bahwa pada umumnya para manajer perusahaan di Indonesia cenderung mengikuti hirarki pendanaan (pecking order theory). Pada signaling theory oleh Ross mendasarkan bahwa manajer menggunakan struktur modal sebagai sinyal. Ross mengatakan nilai perusahaan akan naik seiring dengan penggunaan hutang, karena peningkatan hutang mengangkat persepsi pasar tentang nilai perusahaan (Suad Husnan dalam Sholihah 2006). Ada informasi tertentu yang hanya diketahui oleh manajer, sedangkan pemegang saham tidak tahu informasi tersebut. Jadi, ada informasi yang tidak simetri (asymmetric information) antara manajer dan pemegang saham. Akibatnya, ketika struktur modal perusahaan mengalami perubahan, hal itu dapat membawa 25 informasi kepada pemegang saham yang akan mengakibatkan nilai perusahaan berubah. Dengan kata lain, terjadi pertanda atau sinyal (signaling). Pada penelitian Ahmad Rodoni dan Maratush Sholihah (2006: 17-30) dalam pengujian empiris balance theory, pecking order theory , dan signaling theory pada struktur modal perusahaan di Indonesia . Dengan menggunakan dua analisis regresi berganda. Pertama untuk menguji teori balance dengan menggunakan ukuran perusahaan dan intensitas modal sebagai variabel independen, dimana ukuran perusahaan dan intensitas modal berpengaruh positif dan signifikan terhadap struktur modal. Kedua untuk teori pecking order dan teori signaling yang menggunakan profitabilitas dan tingkat pertumbuhan perusahaan sebagai variabel independen. Untuk teori pecking order hasilnya adalah profitabilitas (ROA) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap struktur modal sedangkan tingkat pertumbuhan perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap struktur modal. Sedangkan pada teori signaling menunjukkan profitabilitas (ROA) dan tingkat pertumbuhan berpengaruh positif dan signifikan terhadap struktur modal. Kesimpulannya bahwa perusahaan industri makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada tahun 2000-2005 menggunakan teori signaling dalam menentukan struktur modal. Pudji Astuti (2005) mengkaji sejauh mana pengaruh pecking order, balance dan kebijakan makro terhadap pengambilan keputusan leverage. Menggunakan analisis data sekunder dengan sampel 92 perusahaan industri dengan melakukan equity finance dan debt finance. Menggunakan variabel independen yang terdiri dari variabel teori pecking order yaitu, AMTA atau dana eksternal, harga saham, 26 ROA, IHSG dan cash flow. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa AMTA dan cash flow berpengaruh signifikan dan mempunyai hubungan yang negatif terhadap leverage (struktur modal). Harga saham dan ROA tidak berpengaruh signifikan dan mempunyai hubungan yang positif terhadap leverage (struktur modal). Untuk IHSG berpengaruh signifikan dan mempunyai hubungan yang positif dengan leverage (struktur modal). Selanjutnya variabel balancing yaitu resiko (beta), premium, total aktiva, pajak, firm size, intensitas modal dan employee. Berdasakan hasil penelitian menunjukkan bahwa resiko (beta), intensitas modal, dan employee berpengaruh signifikan dan mempunyai hubungan yang positif terhadap leverage (struktur modal), premium berpengaruh signifikan dan memiliki hubungan yang negatif terhadap leverage (struktur modal), sedangkan pajak dan total asset tidak berpengaruh signifikan terhadap leverage (struktur modal). Selanjutnya variabel kebijakan makro ekonomi moneter yaitu SBI, pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar, gejolak pendapatan, money supply dan PDB. Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa SBI, pertumbuhan ekonomi, nilai tukar berpengaruh signifikan dan mempunyai hubungan yang positif dengan leverage (struktur modal). Inflasi berpengaruh signifikan dan mempunyai hubungan yang negatif dengan leverage (struktur modal). Sedangkan gejolak pendapatan, PDB, dan money supply, tidak berpengaruh signifkan, gejolak pendapatan dan PDB mempunyai hubungan negatif dengan leverage dan money supply mempunyai hubungan yang positif dengan leverage (struktur modal). Synthia A Sari (2006) menganalisis hubungan struktur modal berdasarkan static trade of theory dan pecking order theory pada perusahaan publik di BEJ 27 periode tahun 2002-2004. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa seluruh perusahaan yang diteliti pada tahun 2002 dan 2003 tidak mempunyai hubungan (korelasi) antara besarnya nilai rasio DER dan ROA. Sedangkan pada tahun 2004 mempunyai hubungan (korelasi) antara besarnya nilai rasio DER dan ROA dan adanya hubungan yang negatif membuktikan bahwa berlakunya pecking order theory pada perusahaan go-public di Indonesia. Dengan mengetahui struktur modal perusahaan, diharapakan agar perusahaaan mempertimbangkan terlebih dahulu dalam menentukan kebijakan struktur modalnya dengan melihat manfaat dan kekurangan dari setiap struktur modal yang digunakan oleh perusahaan. Dimana penelitian ini merujuk pada penelitan Ahmad Rodoni dan Maratush Sholihah (2006) yaitu pengujian empiris balance theory, pecking order theory dan signaling theory pada struktur modal perusahaan di Indonesia. Penelitian sebelumnya berbeda dengan penelitian yang penulis lakukan. Pada penelitian ini, penulis mengambil objek perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ dengan mengambil sampel 2 entitas dari tiap-tiap klasifikasi industri (terdapat 19 klasifikasi industri pada perusahaan manufaktur) yang diterbitkan oleh Institute of Economic and Financial Research periode 20042006). Pertimbangan dalam pemilihan perusahaan manufaktur yang go publik pada tahun 2004-2008 untuk dijadikan sampel penelitian adalah karena sektor industri merupakan komponen utama dalam pembangunan ekonomi nasional. Sektor ini tidak saja berpotensi mampu memberikan kontribusi ekonomi yang besar melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu 28 memberikan kontribusi yang besar dalam transformasi kultural bangsa ke arah modernisasi kehidupan masyarakat yang menunjang pembentukan daya saing nasional. Hingga akhir tahun 2007 saja, peranan sektor industri manufaktur telah mencapai sekitar 28 persen dari produk domestik bruto. Sedangkan pada penelitian sebelumnya, objek yang diteliti adalah perusahaan industri makanan dan minuman yang terdaftar di BEJ. Pada penelitian ini variabel yang digunakan adalah variabel endogen (variabel antara) yaitu struktur modal dinotasikan dengan Y, sedangkan variabel eksogen (bebas) yaitu struktur aktiva, pajak, ukuran perusahaan (total aktiva), intensitas modal, harga saham (closing price), profitabilitas (ROA), dan tingkat pertumbuhan penjualan, yang dinotasikan dengan X, dimana variabel bebas (X) tersebut digolongkan menjadi tiga kelompok bebas yaitu sebagai indikator sebagai berikut: 1. Variabel trade off theory, yang terdiri dari: struktur aktiva, pajak, total aktiva (ukuran perusahaan), dan intensitas modal. 2. Variabel pecking order theory, yang terdiri dari: harga saham (closing price), profitabilitas (ROA), dan tingkat pertumbuhan penjualan. 3. Variabel signaling theory, yang terdiri dari: profitabilitas (ROA) dan tingkat pertumbuhan penjualan. Sedangkan pada penelitian sebelumnya, variabel independen (bebas) yang digunakan adalah ukuran perusahaan dan intensitas modal (untuk balance theory); ROA dan tingkat pertumbuhan penjualan (untuk pecking order theory dan signaling theory). 29 Periode yang digunakan pada penelitian ini juga berbeda dengan penelitian sebelumnya, yaitu dari tahun 2004-2008 pada perusahaan industri manufaktur, sedangkan penelitian sebelumnya mengambil sampel pada tahun 2000-2005 pada industri makanan dan minuman. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya. Metode yang digunakan pada penelitian sebelumnya menggunakan regresi linear berganda, sedangkan penelitian ini menggunakan path analysis (analisis jalur). Metode ini mencoba menjelaskan pengaruh langsung dan tidak langsung dari variabel eksogen terhadap variabel endogen. Pengaruh langsung maksudnya menguji pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen tanpa melalui variabel eksogen lainnya, sedangkan pengujian pengaruh satu variabel melalui variabel eksogen lainnya (yang signifikan) terhadap variabel endogen inilah yang dimaksud dengan pengaruh tidak langsung. Jadi, alasan pemikiran metode ini didasarkan bahwa untuk mengetahui pengaruh terhadap variabel endogen, sebuah variabel eksogen tidak mungkin lepas dengan variabel eksogen lainnya. sedangkan dalam metode regresi, penelitian dianggap baik jika sesama variabel eksogen tidak boleh mempunyai hubungan (multikolinearitas) serta pemenuhan asumsi klasik lainnya. Berdasarkan pemikiran tersebut, penulis ingin mengetahui lebih lanjut mengenai berapa besar pengaruh teori struktur modal yang diukur dengan struktur aktiva, pajak, total aktiva (ukuran perusahan), intensitas modal, harga saham, profitabilitas (ROA), dan tingkat pertumbuhan penjualan perusahaan. Dengan pentingnya analisis struktur modal untuk kelangsungan hidup perusahaan 30 beserta kebijakan-kebijakan yang mungkin dapat memberikan keuntungan jangka panjang bagi pemilik, maka penulis tertarik meneliti lebih lanjut dan menulisnya pada skripsi dengan judul : “ Pengaruh Trade Of Theory, Pecking Order Theory, dan Signaling Theory terhadap Struktur Modal Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis dapat merumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah terdapat pengaruh variabel trade off theory yang terdiri dari variabel struktur aktiva, pajak, total aktiva (ukuran perusahaan) dan intensitas modal, baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap struktur modal perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. 2. Apakah terdapat pengaruh variabel pecking order theory yang terdiri dari variabel harga saham (closing price), profitabilitas (ROA) dan tingkat pertumbuhan penjualan, baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap struktur modal perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. 3. Apakah terdapat pengaruh variabel signaling theory yang terdiri dari variabel profitabilitas (ROA) dan tingkat pertumbuhan penjualan, baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap struktur modal perusahaan maufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. 31 4. Dari ketiga indikator tersebut, yaitu trade off theory yang terdiri dari variabel struktur aktiva, pajak, total aktiva (ukuran perusahaan) dan intensitas modal, pecking order theory yang terdiri dari variabel harga saham (closing price), profitabilitas (ROA) dan tingkat pertumbuhan penjualan, dan signaling theory yang terdiri dari variabel profitabilitas (ROA) dan tingkat pertumbuhan penjualan, indikator apa yang mempunyai pengaruh paling dominan terhadap struktur modal perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka dapat dibuat tujuan dan manfaat penelitian sebagai berikut: 1. Tujuan Penelitian a. Untuk menganalisis pengaruh variabel trade off theory yang terdiri dari variabel struktur aktiva, pajak, total aktiva (ukuran perusahaan) dan intensitas modal, baik secara langsung maupun tidak langsung struktur modal perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. b. Untuk menganalisis pengaruh variabel pecking order theory yang terdiri dari variabel harga saham (closing price), profitabilitas (ROA) dan tingkat pertumbuhan penjualan, baik secara langsung maupun tidak langsung struktur modal perusahan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. c. Untuk menganalisis pengaruh variabel signaling theory yang terdiri dari variabel profitabilitas (ROA) dan tingkat pertumbuhan penjualan baik 32 secara langsung maupun tidak langsung struktur modal perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. d. Untuk menganalisis ketiga indikator tersebut yaitu trade off theory yang terdiri dari variabel struktur aktiva, pajak, total aktiva (ukuran perusahaan) dan intensitas modal, pecking order theory yang terdiri dari variabel harga saham (closing price), profitabilitas (ROA) dan tingkat pertumbuhan penjualan, dan signaling theory yang terdiri dari variabel profitabilitas (ROA) dan tingkat pertumbuhan penjualan, indikator apa yang mempunyai pengaruh paling dominan terhadap struktur modal perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. 2. Manfaat Penelitian a. Bagi Peneliti Hasil penelitian ini diharapkan agar penulis dapat menerapkan teori-teori yang telah di peroleh selama perkuliahan dibidang manajemen keuangan umumnya dan teori tentang struktur modal pada khususnya. b. Bagi Perusahaan Dengan melihat hasil penelitian ini, dapat digunakan oleh perusahan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan struktur modal perusahaan. c. Bagi Akademis Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan untuk mendalami penelitian sejenis serta sebagai tambahan literatur di bidang manajemen keuangan khususnya tentang struktur modal perusahaan. 33 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Modal dan Struktur Modal Modal adalah dana yang digunakan untuk membiayai pengadaan aktiva dan operasi perusahaan modal terdiri dari item-item yang ada di sisi kanan suatu neraca, yaitu: hutang, saham biasa, saham preferen, dan laba ditahan (Lukas Setia Atmaja, 2008: 115). Suatu perusahaan dalam menjalankan usahanya sejalan dengan perkembangan yang dialami, selalu membutuhkan tambahan modal. Pada saat perusahaan didirikan, pemilik bisa menentukan sumber modal apa yang dipakai, apakah semuanya bersumber dari modal saham biasa atau perlu ada hutang jangka panjang. Setiap keputusan yang diambil tentang sumber modal selalu ada dampaknya. Misalnya bila sumber modal saham biasa ada kewajiban membayar deviden dan keputusan-keputusan kebijakan atau pengelolaan dari pemegang saham perlu diperhatikan. Bila sumber modal dari saham preferen ada kewajiban membayar deviden yang harus diprioritaskan demikian pula dalam keadaan perusahaan likuidasi maka pemegang saham preferen akan didahulukan pengembalian nilai sahamnya. Jika sumber modal berasal dari hutang jangka panjang ada kewajiban membayar bunga dan pengembalian hutang pada saat jatuh tempo (Dewi Astuti, 2004: 138). Dengan demikian, Manajer keuangan akan berhubungan dengan sisi kanan neraca. Jika kita melihat pendanaan gabungan untuk perusahaan-perusahaan dari 34 berbagai macam industri, akan terlihat perbedaan yang jelas. Beberapa perusahaan memiliki hutang yang lebih besar dari perusahaan-perusahaan lain. Apakah jenis pendanaan yang dipakai memiliki pengaruh terhadap perbedaan-perbedaan yang timbul dan apakah pendanaan gabungan tertentu dapat memberikan hasil yang terbaik (Indo Yama dan Hemmy Fauzan, 2006). Struktur modal perusahaan (atau struktur keuangan) adalah campuran antara hutang jangka panjang dan modal perusahaan yang digunakan untuk membiayai operasinya (Ross, Westerfield, dan Jordan, 2006: 3). Menurut Van Horne dan Wachowicz (2007: 232) dalam buku prinsipprinsip manajemen keuangan, struktur modal adalah bauran (atau proporsi) pendanaan permanen jangka panjang perusahaan yang di wakili oleh hutang, saham preferen, dan ekuitas saham biasa. Struktur modal merupakan perimbangan antara penggunaan modal pinjaman yang terdiri dari hutang jangka pendek yang bersifat permanen, hutang jangka panjang dengan modal sendiri yang terdiri dari saham preferen dan saham biasa (Sjahrial, 2008). Struktur modal menggambarkan proporsi antara hutang jangka panjang dan modal sendiri (Moeljadi, 2006: 236). Menurut Warsono (2003), struktur modal merupakan bauran dari segenap sumber pembelanjaan jangka panjang yang digunakan perusahaan. Sedangkan menurut Dewi Astuti (2004: 138), struktur modal adalah bauran atau perpaduan dari hutang jangka panjang, saham preferen dan saham biasa. Struktur modal yang ditargetkan adalah perpaduan antara hutang, saham preferen, 35 saham biasa yang dikehendaki perusahaan dalam struktur modalnya, sedangkan struktur modal yang optimal adalah struktur modal yang mengoptimalkan keseimbangan antara resiko dan pengembalian sehingga memaksimumkan harga saham. Dalam laporan keuangan neraca sisi kredit, dapat dilihat susunan atau struktur modal yang ada pada suatu perusahaan. Bagian dari struktur modal ini disebut komponen modal. Jadi pos-pos yang berada pada sisi kanan neraca yang terdiri berbagai jenis hutang, saham preferen dan ekuitas saham biasa disebut komponen modal. Komponen modal adalah salah satu jenis modal yang digunakan perusahaan untuk mendapatkan dana (Dewi Astuti, 2004: 127). Suatu perusahaan dalam menjalankan usahanya sejalan dengan pengembangan yang dialami, selalu membutuhkan tambahan modal. Pada saat didirikan, pemilik bisa menentukan sumber modal apa yang dipakai, apakah semuanya bersumber dari modal saham biasa atau perlu ada hutang jangka panjang. Setiap keputusan yang diambil tentang sumber modal selalu ada dampaknya (Dewi Astuti, 2004: 138). Apabila suatu perusahaan dalam memenuhi kebutuhan dananya mengutamakan pemenuhan dengan sumber dari dalam perusahaan akan sangat mengurangi ketergantungannya kepada pihak luar. Apabila kebutuhan dana sudah sedemikian meningkatnya karena pertumbuhan perusahaan, dan dana dari sumber intern sudah digunakan semua, maka tidak ada pilihan lain selain menggunakan dana yang berasal dari luar perusahaan, baik dari hutang (debt financing) maupun dengan mengeluarkan saham baru (external equity financing) dalam memenuhi 36 keutuhan akan dananya. Kalau dalam pemenuhan kebutuhan dana dari sumber ekstern tersebut kita lebih mengutamakan pada hutang saja maka ketergantungan kita pada pihak luar akan makin besar dan resiko finansialnya pun makin besar. Sebaliknya kalau kita hanya mendasarkan pada saham saja, biayanya akan sangat mahal. Oleh karena itu perlu diusahakan adanya keseimbangan yang optimal antara kedua sumber dana tersebut. Kalau kita mendasarkan pada prinsip hati-hati, maka kita mendasarkan pada aturan struktur financiil konservatif dalam mencari struktur modal yang optimal (Bambang Riyanto, 2001). B. Teori Struktur Modal Teori struktur modal menjelaskan apakah ada pengaruh perubahan struktur modal terhadap nilai perusahaan, kalau keputusan investasi dan kebijakan dividen dipegang konstan. Dengan kata lain, seandainya perusahaan mengganti sebagian modal sendiri dengan hutang (atau sebaliknya) apakah harga saham akan berubah, apabila perusahaan tidak merubah keputusan-keputusan keuangan lainnya. Dengan kata lain, kalau perubahan struktur modal tidak merubah nilai perusahaan, berarti bahwa tidak ada struktur modal yang terbaik. Semua struktur modal adalah baik. Tetapi kalau dengan merubah struktur modal ternyata nilai perusahaan berubah, maka akan diperoleh struktur modal yang terbaik. Struktur modal yang dapat memaksimumkan nilai perusahaan, atau harga saham, adalah struktur modal yang terbaik (Husnan dan Pudjiastuti, 2004: 263). 37 1. Struktur Modal Pada Pasar Modal Sempurna dan Tidak Ada Pajak Pasar modal yang sempurna adalah pasar modal yang sangat kompetitif. Dalam pasar modal tersebut antara lain tidak dikenal biaya kebangkrutan, tidak ada biaya transaksi, bunga simpanan dan pinjaman sama yang berlaku untuk semua pihak. Sebagai tambahan, diasumsikan tidak ada pajak penghasilan (income tax). Tentu saja asumsi-asumsi tersebut tidak akan dijumpai dalam dunia nyata (Husnan dan Pudjiastuti: 264). a. Pendekatan Tradisional Menurut pendekatan tradisional, dalam pasar modal yang sempurna dan tidak ada pajak, nilai perusahaan (atau biaya modal perusahaan) bisa dirubah dengan cara merubah struktur modalnya (yaitu B/S). Pendapat ini dominan sampai dengan awal tahun 1950-an (Husnan dan Pudjiastuti, 2004: 265). Dalam pendekatan tradisional, jika leverage keuangan meningkat, maka nilai perusahaan total akan meningkat sampai titik tertentu. Setelah mencapai titik tersebut, dengan meningkatnya leverage, justru akan menurunkan nilai perusahaan total (Warsono, 2003). b. Pendekatan Modigliani dan Miller (MM) Salah satu pertanyaan yang sering membingungkan manajer keuangan adalah hubungan antara struktur modal dan nilai perusahaan. Berapa modal asing dan berapa modal sendiri yang harus digunakan. Baru pada tahun 1958, 2 ahli manajemen keuangan Franco Modigliani dan Merton Miller mengajukan teori struktur modal perusahaan. 38 Menurut MM dalam artikelnya pendekatan tradisional adalah tidak menunjukkan bahwa pendapat benar. Mereka menunjukkan kemungkinan munculnya proses arbitrage yang akan membuat harga saham (atau nilai perusahaan) yang tidak menggunakan hutang maupun yang menggunakan hutang, akhirnya sama. Proses arbitrage muncul karena investor selalu lebih menyukai investasi yang memerlukan dana yang lebih sedikit tetapi memberikan penghasilan bersih yang sama dengan risiko yang sama pula. Dengan demikian, MM menunjukkan bahwa dalam keadaan pasar modal sempurna dan tidak ada pajak, maka keputusan pendanaan (financing decisions) menjadi tidak relevan. Artinya penggunaan hutang ataukah modal sendiri akan memberi dampak yang sama bagi kemakmuran pemilik perusahaan (Husnan dan Pudjiastuti, 2004: 266). Asumsi-asumsi MM- tanpa pajak (Lukas Setia Atmaja, 2008: 249): 1). Resiko bisnis perusahan diukur dengan deviasi standar EBIT. 2). Investor memiliki pangharapan yang sama tentang EBIT perusahaan dimasa mendatang. 3). Saham dan obligasi diperjualbelikan disuatu pasar modal yang sempurna. 4). Hutang adalah tanpa resiko sehingga suku bunga pada hutang adalah suku bunga bebas resiko. 5). Seluruh aliran kas adalah perpetuitas (sama jumlahnya setiap periode hingga waktu tak terhingga). Dengan kata lain, pertumbuhan perusahaan adalah nol atau EBIT selalu sama. 39 6). Tidak ada pajak perusahaan maupun pajak pribadi. 2. Struktur Modal Pada Pasar Modal Sempurna dan Ada Pajak Munculnya teori struktur modal pada pasar modal sempurna dengan memasukkan unsur pajak, dilatarbelakangi oleh dua hal, yang pertama bunga yang dibayarkan (sebagai konsekuensi atas penggunaan hutang) dapat dipergunakan untuk mengurangi penghasilan yang di kenakan pajak (taxable income). Kedua, perusahaan yang mempunyai hutang (dan harus membayar bunga) akan membayar pajak (income tax) dalam jumlah lebih kecil, karena bunga merupakan pos deduksi perhitungan pajak (Warsono, 2003). Tahun 1963, MM menerbitkan artikel sebagai lanjutan teori MM tahun 1958. Asumsi yang diubah adalah adanya pajak terhadap panghasilan perusahaan (corporate income taxes). Dengan adanya pajak ini, MM menyimpulkan bahwa penggunaan hutang (leverage) akan meningkatkan nilai perusahaan karena biaya bunga hutang adalah biaya yang mengurangi pembayaran pajak ( a tax-deductible expense) (Lukas Setia Atmaja, 2008: 254). Dalam keadaan ada pajak, MM berpendapat bahwa keputusan pendanaan menjadi relevan. Hal ini disebabkan karena pada umumnya bunga yang dibayarkan (karena menggunakan hutang) bisa dipergunakan untuk mengurangi penghasilan yang dikenakan pajak (bersifat tax deductible). Dengan kata lain, apabila ada dua perusahaan yang memperoleh laba operasi sama, tetapi yang satu menggunakan hutang (dan membayar bunga) sedangkan satunya tidak, maka perusahaan yang membayar bunga akan membayar pajak 40 penghasilan (income tax) yang lebih kecil. Karena menghemat membayar pajak merupakan manfaat bagi pemilik perusahaan, maka tentunya nilai perusahaan yang menggunakan hutang akan lebih besar dari nilai perusahaan yang tidak menggunakan hutang (Husnan dan Pudjiastuti, 2004: 269). 3. Financial Distress dan Agency Cost Financial distress adalah kondisi dimana perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan terancam bangkrut. Jika perusahaan mengalami kebangkrutan, maka akan timbul biaya kebangkrutan (bankruptcy cost) yang disebabkan oleh: keterpaksaan menjual aktiva dibawah harga pasar, biaya likuidasi perusahaan, rusaknya aktiva tetap dimana waktu sebelum tejual. Bankruptcy cost ini termasuk “direct cost of financial distress”. Selain itu, ancaman akan terjadinya financial distress juga merupakan biaya karena manajemen cenderung menghabiskan waktu untuk menghindari kebangkrutan dari pada membuat keputusan perusahaan yang baik. Ini temasuk “indirect cost of financial distress”. Pada umumnya, kemungkinan terjadinya financial distress semakin meningkat dengan meningkatnya penggunaan hutang. Logikanya adalah semakin besar penggunaan hutang, semakin besar pula beban biaya bunga, semakin besar probabilita bahwa penurunan penghasilan akan menyebabkan financial distress (Lukas Setia Atmaja, 2008: 258). Agency cost atau biaya keagenan adalah biaya yang timbul karena perusahaan menggunakan hutang dan melibatkan hubungan antara pemilik perusahaan (pemegang saham) dan kreditor. Biaya keagenan ini muncul dari problem keagenan (agency problem). Jika perusahaan menggunakan hutang, 41 ada kemungkinan pemilik perusahaan melakukan tindakan yang merugikan kreditor. Misalnya perusahaan melakukan investasi pada proyek-proyek berisiko tinggi. Ini jelas merugikan kreditor. Karena menerima keuntungan yang tetap (bunga hutang) berapapun keuntungan perusahaan. Ini tidak sesuai dengan konsep “jika rasio bertambah, keuntungan juga harus bertambah”. Untuk menghindari kerugian semacam ini, kreditor melindungi diri dengan perjanjian-perjanjian pada saat penandatanganan pemberian kredit (covenant). Covenant ini mengurangi kebebasan perusahaan dalam membuat keputusan. Selain itu perusahaan harus dimonitor untuk menjamin bahwa covenant ditaati. Biaya untuk memonitor ini dibebankan pada perusahaan dalam bentuk bunga hutang yang lebih tinggi. Jadi agency costs terdri dari biaya kehilangan kebebasan atau efisien dan biaya untuk memonitor perusahaan (Lukas Setia Atmaja, 2008: 259). Pihak manajemen dapat dianggap sebagai agen dari para pemilik perusahaan, yaitu para pemegang saham. Para pemegang saham ini, dengan harapan bahwa agen akan bertindak demi kepentingan para pemegang saham, akan mendelegasikan otoritas pengambilan keputusan ke pihak manajemen. Agar pihak manajemen dapat membuat keputusan yang optimal atas nama para pemegang saham, merupakan hal yang penting agar pihak manajemen tidak hanya mendapat insentif yang tepat (gaji, bonus, opsi saham, dan kompensasi), tetapi mereka akan diawasi juga. Pengawasan dapat dilakukan melalui berbagai metode seperti pengikatan agen, audit laporan keuangan, dan secara eksplisit membatasi keputusan pihak manajemen. Para kreditor mengawasi perilaku 42 pihak manajemen dan pemegang saham dengan membebankan perjanjian jaminan dalam kesepakatan pinjaman antara pihak peminjam dan pemberi pinjaman. Kegiatan pengawasan tentu saja membutuhkan biaya yang disebut dengan biaya agensi. Biaya agensi merupakan biaya-biaya yang berhubungan dengan pengawasan manajemen untuk meyakinkan bahwa manajemen bertindak konsisten sesuai dengan perjanjian kontraktual perusahaan dengan kreditor dan pemegang saham (Van Horne dan Wachowicz, 2007: 243). Salah satu pendapat dari teori agensi adalah siapapun yang mengeluarkan biaya pengawasan, biaya tersebut pada akhirnya ditanggung oleh pemegang saham. Contohnya, para pemilik hutang, karena mengantisipasi biaya pengawasan, akan membebankan bunga yang lebih tinggi. Semakin besar kemungkinan biaya pengawasan, semakin tinggi biaya bunga dan semakin rendah nilai perusahaan bagi para pemegang saham. Jumlah pengawasan yang diisyaratkan oleh pemilik hutang akan naik sejalan dengan jumlah hutang yang belum dilunasi. Jika hanya ada sedikit atau tidak ada hutang, para pemberi pinjaman hanya dapat melakukan pengawasan terbatas, sementara jika terdapat banyak hutang, mereka mungkin dapat mendesak pengawasan yang ekstensif. Biaya pengawasan cenderung akan meningkat sejalan dengan leverage keuangan (Van Horne dan Wachowicz, 2007: 244). 4. Trade Off Theory (TOT) Pengembangan teori MM adalah teori perimbangan statis (static trade-off). Utang memiliki manfaat dan biaya. Utang menguntungkan perusahaan karena pembayaran bunga, tidak seperti pembayaran dividen, diperhitungkan sebagai 43 biaya dan mengurangi penghasilan kena pajak, sehingga jumlah pajak yang dibayarkan berkurang (Budi Frensidy, 2008). Disebut model trade off karena struktur modal yang optimal dapat ditemukan dengan menyeimbangkan keuntungan penggunaan hutang (tax shield benefits of leverage) dengan biaya financial distress dan agency problem (Warsono, 2003). Berbagai faktor, seperti adanya corporate tax, biaya kebangkrutan, dan personal tax, telah dipertimbangkan untuk menjelaskan mengapa suatu perusahaan akhirnya memilih struktur modal tertentu. Penjelasan tersebut termasuk dalam lingkup balancing theories. Esensi balancing theories adalah menyeimbangkan manfaat dan pengorbanan yang timbul sebagai akibat penggunaan hutang. Sejauh manfaat masih lebih besar, hutang akan ditambah. Tetapi apabila pengorbanan karena menggunakan hutang sudah lebih besar, maka hutang tidak boleh lagi ditambah (Husnan dan Pudjiastuti, 2004: 275). Perusahaan mendasarkan keputusan pendanaan pada struktur modal yang optimal. Struktur modal optimal dibentuk dengan menyeimbangkan manfaat dari penghematan pajak atas penggunaan hutang terhadap biaya kebangkrutan. Penggunaan hutang mengakibatkan peningkatan EBIT yang mengalir ke investor, jadi semakin besar hutang perusahaan, semakin tinggi nilainya dan harga saham perusahaan. Berdasarkan makalah Modigliani-Miller dengan pajak, harga saham perusahaan akan dimaksimumkan jika menggunakan hutang 100 persen. Dalam kenyataannya, jarang ada perusahaan yang menggunakan hutang 100 persen karena perusahaan membatasi penggunaan 44 hutang untuk menekan biaya-biaya yang berkaitan dengan kebangkrutan (Brigham dan Houston, 2006). Teori struktur modal yang disebut sebagai balancing theories (Myers, 1984 dan Bayles and Diltz, 1994). Disebut sebagai teori-teori keseimbangan, karena tujuannya adalah untuk menyeimbangkan komposisi hutang dan modal sendiri. Pembicaraan balancing theories dimulai dari keadaan ekstrem, yaitu pada kondisi pasar modal yang sempurna dan tidak ada pajak. Tentu saja kondisi seperti ini tidak ada dalam dunia nyata (Husnan,2000: 324). Model trade off tidak dapat menentukan secara tepat struktur modal yang optimal karena sulit untuk menentukan secara tepat PV biaya financial distress dan PV agency cost. Namun demikian model ini memberikan 3 masukan penting (Lukas Setia Atmaja, 2008: 260): a. Perusahaan yang memiliki aktiva yang tinggi variabilitas keuntungannya akan memiliki probabilita financial distress yang besar. Perusahaan semacam ini harus menggunakan sedikit hutang. b. Aktiva tetap yang khas (tidak umum), aktiva yang tidak nampak (intangible assets) dan kesempatan bertumbuh akan kehilangan banyak nilai jika terjadi financial distress. Perusahaan yang menggunakan aktiva semacam ini seharusnya menggunakan sedikit hutang. c. Perusahaan yang membayar pajak yang tinggi (dikenai tingkat pajak yang besar) sebaiknya lebih banyak menggunakan hutang dibanding perusahaan yang membayar pajak yang rendah (tingkat pajak rendah). 45 5. Teori Informasi Tidak Simetris (Asymmetric Information Theory) Awal dekade 1960-an, Gordon donalson dari Harvard Universit y mengajukan teori tentang informasi yang tidak simetris. Asymmetric information adalah kondisi dimana suatu pihak memiliki informasi yang lebih banyak dari pihak lain. Karena asymmetric information, manajemen perusahaan lebih tahu lebih banyak tentang perusahaan dibanding investor dipasar modal. Jika manajemen perusahaan ingin memaksimumkan nilai untuk memegang saham saat ini (current stockholder), bukan pemegang saham baru, maka ada kecenderungan bahwa (Lukas Setia Atmaja, 2008: 261): a. Jika perusahaan memiliki prospek yang cerah, manajemen tidak akan menerbitkan saham baru tapi menggunakan laba ditahan (supaya prospek cerah tersebut dapat dinikmati (current stockholder). b. Jika prospek kurang baik, manajemen menerbitkan saham baru untuk memperoleh dana. Ini akan menguntungkan current stockholder karena tanggung jawab mereka berkurang. Masalahnya adalah para investor tahu kecederungan ini sehingga mereka melihat penawaran saham baru sebagai sinyal berita buruk sehingga harga saham cenderung turun jika saham baru diterbitkan. Ini menyebabkan biaya modal sendiri (cost of equity) menjadi tinggi, WACC semakin tinggi dan nilai perusahaan cenderung turun. Hal ini mendorong perusahaan untuk menerbitkan obligasi atau berhutang daripada menerbitkan saham baru (Lukas Setia Atmaja, 2008: 261). 46 Asymmetric Information (Informasi Asimetris) menurut Brigham dan Houston (2006) adalah situasi dimana manajer memiliki informasi yang berbeda (yang lebih baik) daripada yang dimiliki investor. Informasi Asimetris ini terjadi karena pihak manajemen mempunyai informasi yang lebih banyak daripada para pemodal. Dengan demikian, pihak manajemen mungkin berpikir bahwa harga saham saat ini sedang overvalue (terlalu mahal). Kalau hal ini yang diperkirakan terjadi, maka manajemen tentu akan berpikir untuk lebih baik menawarkan saham baru (sehingga dapat dijual dengan harga yang lebih mahal dengan yang seharusnya). Tetapi pemodal akan menafsirkan kalau perusahaan menawarkan saham baru, salah satu kemungkinannya adalah harga saham saat ini sedang terlalu mahal (sesuai dengan persepsi manajemen). Sebagai akibatnya para pemodal akan menawar harga saham baru tersebut dengan harga yang lebih rendah, karena itu emisi saham baru akan menurunkan harga saham. Karena adanya asymmetric information, Gordon donalson menyimpulkan bahwa perusahaan lebih senang menggunakan dana dengan urutan (Lukas Setia Atmaja, 2008: 261): laba ditahan dan dana dari depresiasi, hutang dan penjualan saham baru. 6. Pecking Order Theory (POT) Menurut Husnan dan Pudjiastuti (2004: 275) dalam buku “dasar-dasar manajemen keuangan”, disebut sebagai pecking order theory karena teori ini menjelaskan mengapa perusahaan akan menentukan hirarki sumber dana yang paling disukai. Teori ini mendasarkan diri atas informasi asimetrik (asymmetric 47 information), suatu istilah yang menunjukkan bahwa manajemen mempunyai informasi yang lebih banyak (tentang prospek, risiko, dan nilai perusahaan) daripada pemodal publik. Manajemen mempunyai informasi yang lebih banyak dari pemodal karena merekalah yang mengambil keputusan-keputusan keuangan, yang menyusun berbagai rencana perusahaan, dan sebagainya. Kondisi ini dapat dilihat dari reaksi harga saham pada waktu manajemen mengumumkan sesuatu (seperti peningkatan pembayaran deviden). Informasi asimetrik ini mempengaruhi pilihan antara sumber dana internal (yaitu dana dari hasil operasi perusahaan) ataukah eksternal, dan antara penerbitan hutang baru ataukah ekuitas baru. Karena itu teori ini disebut sebagai pecking order theory. Disebut sebagai pecking order theory karena teori ini menjelaskan mengapa perusahaan akan menentukan hirarki sumber dana yang paling disukai. Sesuai dengan teori ini, maka investasi akan dibiayai dengan dana internal terlebih dahulu (yaitu laba yang ditahan), kemudian baru diikuti oleh penerbitan saham hutang baru, dan akhirnya dengan penerbitan ekuitas baru. Dengan adanya asimetrik informasi tersebut juga akan mengakibatkan perusahaan lebih suka pendanaan internal daripada eksternal. Penggunaan dana internal tidak mengharuskan perusahaan mengungkapkan informasi baru kepada pemodal sehingga dapat menurunkan harga saham (Husnan dan Pudjiastuti, 2004: 278). Sesuai dengan teori ini, tidak ada suatu target debt to equity ratio, karena ada dua jenis modal sendiri, yaitu internal dan eksternal. Modal sendiri yang berasal dari dalam perusahaan lebih disukai daripada modal sendiri yang 48 berasal dari luar perusahaan. POT menjelaskan mengapa perusahaanperusahaan yang profitabel umumnya meminjam dalam jumlah yang sedikit. Hal tersebut bukan disebabkan karena mereka mempunyai target debt ratio yang rendah, tetapi karena mereka memerlukan external financing yang sedikit. Perusahaan yang kurang profitabel akan cenderung mempunyai hutang yang lebih besar karena dua alasan, yaitu dana internal tidak cukup, dan hutang merupakan sumber eksternal yang disukai (Husnan, 1996). Pecking Order Theory adalah salah satu teori yang mendasari keputusan pendanaan perusahaan. Pecking Order Theory, secara ringkas menyatakan bahwa (Brealey dan Myers, 1991) dalam Husnan (2000: 324): a. Perusahaan menyukai dana internal (pendanaan dari hasil operasi perusahaan). b. Perusahaan mencoba menyesuaikan rasio pembagian deviden yang ditargetkan, dengan berusaha menghindari perubahan pembayaran deviden secara drastis. c. Kebijakan deviden yang relatif segan untuk dirubah, disertai dengan fluktuasi probabilitas dan kesempatan investasi yang tidak bisa diduga, mengakibatkan bahwa dana hasil operasi kadang-kadang melebihi kebutuhan dana untuk investasi, meskipun pada kesempatan yang lain, mungkin kurang. Apabila dana hasil operasi kurang dari kebutuhan investasi (capital expenditure), maka perusahaan akan mengurangi saldo kas atau menjual yang dimiliki. 49 d. Apabila sumber pendanaan dari dalam tidak mencukupi barulah beralih kesumber dana dari luar, mulai dari yang resikonya lebih kecil, yaitu dimulai dengan hutang, penerbitan obligasi, kemudian diikuti oleh sekuritas yang berkarakteristik opsi (seperti obliasi konversi), baru akhirnya apabila masih belum mencukupi, saham baru diterbitkan. 7. Signaling Theory Model ketiga tentang struktur modal adalah teori signaling yang dikembangkan Ross (1977). Model ini, seperti juga pecking order, berdasarkan asumsi adanya asimetri informasi antara manajer dan investor (Budi Frensidy, 2008). Signaling Theory (Teori Persinyalan) menurut Brigham dan Houston (2006) merupakan suatu tindakan yang diambil manajemen perusahaan yang memberi petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan. Perusahaan dengan prospek yang menguntungkan akan mencoba menghindari penjualan saham dan mengusahakan setiap modal baru yang diperlukan dengan cara-cara lain, termasuk menggunakan utang di luar sasaran struktur modal yang normal. Perusahaan yang kurang menguntungkan akan cenderung untuk menjual sahamnya, yang artinya menarik investorinvestor baru untuk berbagi kerugian yang mereka alami. Adanya pengumuman penawaran saham biasanya akan dianggap sebagai suatu sinyal bahwa prospek perusahaan seperti yang dilihat manajemen tidak terlalu cerah. Hal ini selanjutnya menunjukkan bahwa ketika sebuah perusahaan 50 mengumumkan penawaran saham baru, biasanya harga sahamnya akan menurun. Karena asimetri ini, pemegang saham tidak memercayai pernyataan manajemen bahwa prospek perusahaan bagus karena manajemen perusahaan lain juga akan berkata sama. Bukankah berbicara dan berjanji itu mudah dan murah. Kalau mau, manajer perusahaan bagus dapat melakukan signaling yang tidak dapat diikuti perusahaan yang tidak bagus karena berharga terlalu mahal untuk mereka. Ross mengatakan hanya perusahaan bagus yang dapat dipercaya kreditor untuk berhutang banyak atau memperoleh hutang baru dan tetap dapat bertahan. Perusahaan-perusahaan jelek tidak dapat mengambil langkah ini. Kalaupun dipaksakan, sangat mungkin mereka akan berakhir dengan kebangkrutan karena harus membayar bunga bank/obligasi yang sangat besar. Menurut model ini, rasio hutang itu bergantung pada bagus jeleknya perusahaan. Perusahaan bagus akan mempunyai rasio hutang yang besar sementara perusahaan jelek akan menjaga rasio hutangnya tetap rendah (Budi Frensidy, 2008). C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Dalam melakukan keputusan pendanaan, perusahan dituntut untuk mempertimbangan dan menganalisis kombinasi sumber-sumber dana yang ekonomis guna membelanjai kebutuhan-kebutuhan investasi serta kegiatan usahanya. Untuk itu, dalam penerapan struktur modal perusahaan perlu 51 mempertimbangkan berbagai faktor-faktor yang mempengaruhinya (Brigham dan Houston, 2006). Beberapa peneliti lain telah melakukan pengujian terhadap variabel-variabel yang mempengaruhi struktur modal, salah satunya dilakukan oleh Khodijah (2006) pada perusahaan Jakarta Islamic Index mulai tahun 2003-2005. Beberapa variabel yang mempengaruhi sruktur modal tersebut adalah PER, harga saham, strutur aktiva, DOL, DCL, ROI, penjualan, dan pertumbuhan aktiva. Setelah dilakukan pengujian, hasil menunjukkan dua faktor yang mempengaruhi baik pengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap struktur modal yaitu struktur aktiva dan ROI. Sedangkan keempat variabel lain yaitu DOL, DCL, penjualan, dan pertumbuhan aktiva tidak mempunyai pengaruh terhadap strktur modal. Atas pertimbangan penelitian sebelumnya, maka penelitian kali ini mencoba menggabungkan beberapa variabel yang mempengaruhi struktur modal dari peneliti lain, yaitu struktur aktiva, pajak, ukuran perusahaan, intensitas modal, harga saham, ROA, dan tingkat pertumbuhan. Adapun penjelasan yang lebih rinci dari variabel-variabel tersebut dikelompokkan kedalam 3 indikator sebagai berikut (Pudjiastuti, 2005, Rodoni dan Sholihah, 2006): 1. Faktor-Faktor Struktur Modal untuk Menguji Trade Of Theory a. Struktur Aktiva Perusahaan yang memiliki aktiva tetap dalam jumlah besar dapat menggunakan hutang dalam jumlah besar hal ini disebabkan karena dari skalanya perusahaan besar akan lebih mudah mendapatkan akses ke sumber 52 dana dibandingkan dengan perusahaan kecil. Kemudian besarnya aktiva tetap dapat digunakan sebagai jaminan atau kolateral hutang perusahaan. Perusahaan yang aktivanya cocok sebagai jaminan atas pinjaman cenderung lebih banyak menggunakan hutang. Aktiva untuk tujuan umum yang dapat digunakan oleh banyak bisnis dapat menjadi jaminan yang baik, sebaliknya pada aktiva untuk tujuan khusus (Brigham dan Houston, 2006). Perusahan yang memilki aktiva yang dapat digunakan sebagai agunan hutang cenderung menggunakan hutang yang relatif lebih besar. Misalnya, perusahaan real estate cenderung menggunakan hutang yang lebih besar daripada perusahaan yang bergerak pada bidang riset teknologi (Lukas Setia Atmaja, 2008: 273). Struktur aktiva yang diukur oleh proporsi aktiva tetap terhadap total aktiva, memiliki hubungan yang positif terhadap struktur modal. Artinya apabila struktur aktiva mengalami peningkatan maka semakin tinggi pula jumlah hutang dan semakin tinggi pula struktur modal perusahaan. Karena Perusahaan yang struktur aktivanya memiliki perbandingan aktiva tetap yang lebih tinggi akan cenderung menggunakan hutang lebih banyak karena aktiva tetap yang ada dapat digunakan sebagai jaminan hutang (Weston dan Brigham, 1993). Apabila komposisi aktiva suatu perusahaan bersifat capital-intensif, maka yang diutamakan adalah equity-financing. Artinya, modal pinjaman hanya merupakan pelengkap, terutama untuk memenuhi kebutuhan dana bagi modal kerja (Moeljadi, 2006: 275). 53 Kebanyakan perusahaan industri dimana sebagian besar dari modalnya tertanam dalam aktiva tetap (fixed asset), akan mengutamakan pemenuhan kebutuhan modalnya dari modal permanen, yaitu modal sendiri, sedang modal asing sifatnya adalah sebagai pelengkap. Hal ini dapat dihubungkan dengan adanya aturan struktur finansiil konservatif yang horizontal yang menyatakan bahwa besarnya modal sendiri hendaknya paling sedikit dapat menutup jumlah aktiva tetap plus aktiva lain yang sifatnya permanen. Dan perusahaan yang sebagian besar dari aktivanya sendiri dari aktiva lancar akan mengutamakan pemenuhan kebutuhan dananya dengan hutang jangka pendek (Bambang Riyanto, 2001). b. Pajak Biaya bunga adalah biaya yang dapat mengurangi pembayaran pajak, sedangkan pembayaran deviden tidak mengurangi pembayaran pajak. Oleh karena itu, semakin tinggi tingkat pajak perusahaan, semakin besar keuntungan dari penggunaan pajak, semakin besar daya tarik penggunaan hutang (Lukas Setia Atmaja, 2008: 274). Bunga adalah beban yang dapat menjadi pengurang pajak, dan pengurang pajak adalah hal yang sangat berharga bagi perusahaan dengan tarif pajak yang tinggi. Oleh karena itu semakin tinggi tarif pajak sebuah perusahaan, semakin besar manfaat yang diperoleh dari hutang (Brigham dan Houston, 2006). Alasan utama penggunaan hutang (leverage) adalah bahwa bunga mengurangi pengeluaran pajak, sehingga semakin besar tarif pajak yang diberlakukan terhadap perusahaan, maka biaya hutang efektif menjadi 54 semakin rendah (Warsono, 2003). Unsur dari tanda bantuan pajak, bahwa biaya bunga diperbolehkan dikurangi ketika menghitung rekening pajak perusahaan (Keown dkk., 2000: 552). Akibat praktis dari sistem pajak bagi perusahaan adalah bahwa jika perusahaan membayar bunga, maka perusahan memperoleh penghematan pajak. Menurut model ini, perusahaan yang membayar pajak tinggi (dikenai tingkat pajak yang besar) sebaiknya lebih banyak menggunakan hutang dibanding perusahaan yang membayar pajak yang rendah (tingkat pajak rendah). Karena pembayaran bunga merupakan tax-deducatible bagi perusahaan, maka debt-financing akan lebih menarik dari pada equityfinancing. Dengan demikian, beban pajak dihipotesiskan mempunyai hubungan yang positif (Moeljadi, 2006: 275). c. Ukuran Perusahaan (Total Aktiva) Ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang ditunjukkan oleh total aktiva, jumlah penjualan, rata-rata tingkat penjualan, dan rata-rata total aktiva, sehingga perusahaan yang lebih besar akan lebih mudah memperoleh pinjaman dibandingkan perusahaan yang lebih kecil. Perusahaan yang sebagian besar asetnya berupa assets tetap (fixed assets), biasanya lebih banyak menggunakan modal sendiri dalam struktur modalnya (Warsono, 2003: 236). Ukuran perusahaan adalah variabel yang mengukur besarnya perusahaan, dalam penelitian ini diukur dengan total aktiva yang dimiliki 55 perusahaan (Titman dan Wessels,1988 dalam Rudiano, Firdaus, Dan Garnia 2007). Berdasarkan toeri balance, maka ukuran perusahaan mempunyai hubungan yang positif dengan struktur modal, karena perusahaan besar memiliki biaya kebangkrutan lebih rendah dan biaya pengadaan yang lebih rendah untuk menggunakan sekuritas hutang dibandingkan dengan perusahaan kecil. Suatu perusahaan yang berukuran besar lebih mudah memperoleh pinjaman jika dibandingkan oleh perusahan kecil (Moeljadi, 2006: 274). Suatu perusahaan yang besar dimana sahamnya tersebar sangat luas, setiap perluasan modal saham hanya akan mempunyai pengaruh kecil terhadap kemungkinan hilangnya atau tergesernya kontrol dari pihak dominan terhadap perusahaan yang bersangkutan. Sebaliknya perusahaan yang kecil dimana sahamnya hanya tersebar dilingkungan kecil, penambahan jumlah saham akan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kemungkinan hilangnya kontrol pihak dominan terhadap perusahaan yang bersangkutan. Dengan demikian maka pada perusahaan yang besar dimana sahamnya tersebar sangat luas akan lebih berani mengeluarkan saham baru dalam memenuhi kebutuhannya untuk membiayai pertumbuhan penjualan dibandingkan dengan perusahaan yang kecil (Bambang Riyanto, 2001). d. Intensitas Modal Intensitas modal adalah rasio antara total aktiva dengan penjualan (Commanor dan Wilson, 1967, Porter, 1979). 56 Menurut balance theory oleh Myers dalam Sholihah (2006), intensitas modal mempunyai hubungan yang positif dengan struktur modal. Pendapat ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pudji Astuty (2005), hasil penelitian menunjukkan bahwa intensitas modal berpengaruh signifikan terhadap struktur modal. 2. Faktor-Faktor Struktur Modal untuk Menguji Pecking Order Theory a. Harga Saham Apabila harga saham perusahaan meningkat, maka semakin tinggi pula kemakmuran pemegang saham. Kemakmuran pemegang saham juga merefleksikan kemakmuran perusahaan, artinya perusahaan mempunyai modal yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Kebijaksanaan struktur modal akan mempengaruhi harga saham, menurut Brigham dan Houston (2001) dalam Sriwardany (2006), selama tingkat hutang menaikkan laba per saham yang diharapkan, leverage bekerja mengungkit harga saham. Namun tingkat hutang yang lebih tinggi juga meningkatkan resiko perusahaan, yang menaikkan biaya ekuitas dan selanjutnya menurunkan harga saham. b. Profitabilitas (ROA) Rasio probabilitas adalah hasil bersih dari serangkaian kebijakan dan keputusan. Rasio probabilitas menunjukkan pengaruh gabungan dari likuiditas, pengelolaan aktiva, dan pengelolaan hutang terhadap hasil-hasil dari operasi (Weston dan Brigham, 1990: 304). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan ROA untuk mengukur probabilitas perusahaan. ROA atau pengembalian atas total aktiva adalah 57 rasio antara laba bersih terhadap total aktiva yang digunakan untuk mengukur tingkat pengembalian atas total aktiva setelah bunga dan pajak (Higgins, 2004: 35, Ross, Westerfield, dan Jordan, 2006: 65). Pada umumnya, perusahaan-perusahaan yang memiliki tingkat keuntungan tinggi menggunakan hutang yang relatif kecil. Karena tingkat keuntungan yang tinggi memungkinkan mereka untuk memperoleh sebagian besar pendanaan dari laba yang ditahan (Lukas Setia Atmaja, 2008: 274). Profitability yang besar mempunyai pengaruh yang besar terhadap perilaku leverage perusahaan. Menurut Brigham dan Houston (2006) perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi akan memungkinkan perusahaan mempunyai sebagian besar kebutuhan pendanaan mereka dengan dana yang dihasilkan secara internal (laba ditahan). Pendapat Brigham dan Houston tersebut didukung oleh pecking order theory yang menyatakan bahwa perusahaan lebih memilih penggunaan modal yang berasal dari laba ditahan kemudian yang kedua berasal dari hutang dan yang terakhir adalah penerbitan saham baru. Selanjutnya menurut pecking order theory, profitabilitas (ROA) mempunyai hubungan yang negatif terhadap struktur modal. Karena tingginya tingkat keuntungan menyebabkan ketersediaan dana internal yang lebih tinggi, sebagai hasil dari tingginya laba ditahan. Selanjutnya perusahaan menggunakan dana internal terlebih dahulu sebelum menggunakan dana eksternal untuk membiayai proyek investasinya. Sedangkan perusahaan yang kurang profitable cenderung mempunyai 58 hutang yang lebih besar karena dana internal tidak cukup dan hutang merupakan sumber eksternal yang lebih disukai (Husnan, 2000: 325). Perusahaan-perusahaan yang memiliki tingkat pengembalian atas investasi yang sangat tinggi menggunakan hutang yang relatif sedikit. Sebagai contoh, Perusahaan-Perusahaan seperti Intel, Microsoft, dan CocaCola memang tidak banyak membutuhkan pendanaan melalui hutang. Tingkat pengembalian mereka yang tinggi memungkinkan mereka melakukan sebagian besar pendanaan secara internal (Brigham dan Houston, 2006). c. Tingkat Pertumbuhan Menurut Lukas Setia Atmaja (2008: 274) dalam buku teori dan praktek manajemen keuangan, jika faktor lain dianggap tetap, perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi, pada umumnya lebih tergantung pada modal dari luar perusahaan. Pada perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang rendah kebutuhan modal baru relatif kecil sehingga dapat dipenuhi dari laba ditahan. Karena adanya faktor “asyimmetric information” serta kenyataan bahwa floation cost berhutang lebih rendah dari pada floation cost menerbitkan saham biasa, perusahaan dengan tingkat pertumbuhan tinggi cenderung menggunakan hutang yang lebih besar dari pada perusahan dengan pertumbuhan rendah. Selanjutnya berdasarkan teori pecking order, tingkat pertumbuhan mempunyai hubungan yang positif dengan struktur modal, karena perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang cepat, harus lebih banyak 59 mengandalkan pada modal eksternal. Laju pertumbuhan dan kemantapan penjualan dimasa yang akan datang, semakin tinggi pertumbuhan dan semakin stabil penjualan dimasa yang akan datang, kecenderungan meleverage semakin besar (Warsono, 2003). 3. Faktor-Faktor Struktur Modal untuk Menguji Signaling Theory a. Profitabilitas (ROA) Menurut teori signaling, ROA mempunyai hubungan positif dengan struktur modal. Karena tingginya tingkat profit membawa pada kebangkrutan yang lebih rendah dan insentif yang lebih tinggi untuk menggunakan tax shield sehingga menyebabkan tingginya tingkat hutang. Menurut Brigham dan Houston (1999) dalam Susetyo (2006), perusahaan dengan prospek yang menguntungkan akan mencoba menghindari penjualan saham dan mengusahakan setiap modal baru yang diperlukan dengan caracara lain, termasuk penggunaan hutang yang melebihi target struktur modal yang normal. Perusahaan dengan prospek yang kurang menguntungkan akan cenderung untuk menjual sahamnya. Pengumuman emisi saham oleh suatu perusahaan umumnya merupakan suatu isyarat (signal) bahwa manajemen memandang prospek perusahaan tersebut suram. Apabila suatu perusahaan menawarkan penjualan saham baru lebih sering dari biasanya, maka harga sahamnya akan menurun, karena menerbitkan saham baru berarti memberikan isyarat negatif yang kemudian dapat menekan harga saham sekalipun prospek perusahaan cerah. 60 b. Tingkat Pertumbuhan Menurut teori signaling, tingkat pertumbuhan mempunyai hubungan yang positif dengan struktur modal. Karena perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang cepat, harus lebih banyak mengandalkan pada modal eksternal. Sementara biaya pengendalian (flotation cost) pada emisi saham biasa adalah lebih tinggi dari pada biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh hutang (obligasi). Dengan demikian, perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang cenderung tinggi lebih banyak menggunakan hutang dibandingkan dengan perusahaan yang lambat pertumbuhannya. Ini memberi petunjuk, bahwa tingkat pertumbuhan mempunyai pengaruh terhadap struktur modal (Lukas Setia Atmaja, 2008: 274). Perusahaan yang tumbuh dengan cepat harus lebih banyak mengandalkan diri pada modal eksternal. Lebih jauh, biaya emisi yang terkait dalam penjualan saham biasa melebihi biaya yang terjadi ketika menjual hutang, yang selanjutnya mendorong perusahaan yang tumbuh dengan pesat untuk lebih mengandalkan diri pada hutang (Brigham Houston, 2006). D. Penelitian Terdahulu Pudji Astuti (2005) mengkaji sejauh mana pengaruh pecking order, balance dan kebijakan makro terhadap pengambilan keputusan leverage. Menggunakan sampel 92 perusahaan industri dengan dimensi waktu sebelas tahun (1991-2001) dari data time series dan cross sectional yang digabung menjadi panel data. Hasil 61 penelitian tersebut diantaranya adalah ukuran perusahaan dan intensitas modal berpengaruh positif dan signifikan terhadap struktur modal, sedangkan profitabilitas (ROA) berpengaruh negatif terhadap struktur modal perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada tahun 1991-2001. Synthia A Sari (2006) menganalisis hubungan struktur modal berdasarkan static trade of theory dan pecking order theory pada perusahaan publik di BEJ periode tahun 2002-2004. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa seluruh perusahaan yang diteliti pada tahun 2002 dan 2003 tidak mempunyai hubungan (korelasi) antara besarnya nailai rasio DER dan ROA. Sedangkan pada tahun 2004 mempunyai hubungan (korelasi) antara besarnya nilai rasio DER dan ROA dan adanya hubungan yang negatif membuktikan bahwa berlakunya pecking order theory pada perusahaan go-public di Indonesia. Pada penelitian Ahmad Rodoni dan Maratush Sholihah (2006:17-30) menganalisa pengaruh teori balance, teori pecking order , dan teori signaling terhadap struktur modal perusahaan industri makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta tahun 2000 sampai 2005. Hasil penelitian pada analisis persamaan regresi pertama untuk menguji teori balance menunjukkan ukuran perusahaan berpengaruh positif dan signifikan sedangkan intensitas modal berpengaruh negatif dan signifikan terhadap struktur modal. Hasil analisis persamaan regresi kedua, untuk menguji pecking order theory dan signaling theory, menunjukkan profitabilitas (ROA) dan tingkat pertumbuhan berpengaruh positif dan signifikan. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah perusahaan 62 industri makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada tahun 2000-2005 menggunakan teori signaling dalam menentukan struktur modal. Mira Ceria Rakhmawati (2008), dalam penelitiannya yang berjudul analisis faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal pada perusahaan otomotif yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta, menghasilkan kesimpulan bahwa secara parsial variabel ukuran perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap struktur modal, sedangkan untuk variabel profitabilitas, struktur aktiva, pertumbuhan penjualan dan pajak tidak terbukti berpengaruh secara signifikan terhadap struktur modal. Untuk lebih jelasnya, tabel dibawah ini menunjukkan beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, yaitu: Tabel 2.1 Rincian Hasil Penelitian Terdahulu No 1 Tahun 2001 Peneliti Judul Hasil Penelitian Francisco On capital structure in Terdapat 3 teori struktur modal Sogorb Mira the Small and Medium utama yang digunakan dalam Enterprises: the Spanish struktur modal perusahaan kecil case dan menengah di Spanyol yaitu fiscal theory, trade off theory dan pecking order theory 2 2005 Pudji Astuti Pengaruh POT, balance, dan kebijakan terhadap keputusan makro pengambilan leverage Ukuran perusahaan dan intensitas modal berpengaruh positif dan signifikan struktur modal, sedangkan profitabilitas perusahaan industri go (ROA) public di BEJ periode terhadap terhadap berpengaruh struktur negatif modal 63 1991-2001 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada tahun 1991-2001. 3 2005 Maurin Pengujian Sitorus struktur empiris modal emiten di pada bursa Periode sebelum krisis perusahaan tidak menggunakan efek POT, sedangkan setelah krisis Indonesia selama periode perusahaan mengunakan sebelum dan setelah 2006 penetapan struktur modalnya. krisis moneter 4 dalam POT empiris Perusahaan industri makanan dan POT, minuman yang terdaftar di bursa signaling theory efek Jakarta pada tahun 2000- struktur modal 2005 Ahmad Pengujian Rodoni dan balance theory, Maratush dan Sholihah pada perusahaan di Indonesia menggunakan dalam signaling teori menentukan struktur modal. 5 2006 Synthia Sari A Analisis hubungan Seluruh perusahaan yang diteliti struktur modal pada tahun 2002 dan 2003 tidak berdasarkan static trade mempunyai hubungan (korelasi) off theory dan pecking antara besarnya nilai rasio DER pada dan ROA, sedangkan tahun 2004 perusahaan public di BEJ mempunyai hubungan (korelasi) 2002-2004 yang order theory negatif, hal ini membuktikan bahwa berlakunya pecking order perusahaan go theory public pada di Indonesia. 64 6 2006 Sriwardany Pengaruh pertumbuhan Pertumbuhan perusahaan perusahaan terhadap mempunyai kebijaksanaan struktur negatif terhadap kebijaksanaan pengaruh yang modal dan dampaknya sruktur modal, struktur modal terhadap harga perubahan saham perusahaan pada mempunyai pengaruh negatif terhadap perubahan harga saham. manufaktur tbk 7 2007 Tri Pengujian pecking order Berlakunya Martiningsih theory dan trade keputusan pendanaan perusahaan off POT dalam theory pada perusahaa- - perusahaan public di Indonesia. perusahaan public yang terdaftar di BEJ 8 2008 Mira Ceria Rakhmawati faktor-faktor Ukuran perusahaan berpengaruh yang mempengaruhi positif dan signifikan terhadap struktur modal struktur modal, sedangkan ROA, Analisis perusahaan pada otomotif yang terdaftar di BEJ struktur aktiva, penjualan terbukti dan pertumbuhan pajak tidak berpengaruh secara terhadap struktur signifikan modal. 9 2008 Ari Pengujian POT: Christianti pengaruh leverage terhadap pendanaan Hasil penelitian menyatakan tidak sepenuhnya mendukung POT dalam menjelaskan perilaku surplus dan defisit pada pandanaan perusahaan di BEI industri manufaktur di terutama BEI sektor industri manufaktur. 65 E. Kerangka Penelitian Kerangka penelitian merupakan bagian dari tinjauan pustaka yang berisikan rangkuman atas semua dasar-dasar teori yang dijadikan landasan dalam penelitian ini, dimana dalam kerangka penelitian ini diberikan skema singkat mengenai aluralur penelitian yang menggambarkan proses penelitian yang akan dilakukan. Gmabar dibawah ini menunjukkan model analisis jalur untuk indikator trade off theory, pecking order theory, dan signaling theory. Struktur Aktiva (X1 ) Pajak (X2) Struktur Modal (Y) Ukuran Perusahaan (X3 ) Intensitas Modal (X4 ) Gambar 2.1 Model Analisis Jalur Trade Off Theory Harga Saham (X5 ) ROA Struktur Modal (X6) (Y) Tingkat Pertumbuhan (X7 ) Gambar 2.2 Model Analisis Jalur Pecking Order Theory 66 ROA (X6) Struktur Modal Tingkat Pertumbuhan (X7) (Y) Gambar 2.3 Model Analisis Jalur Signaling Theory Awal penelitian ini dilakukan dengan mengamati perusahaan yang tergabung dalam perusahaan manufaktur selama 5 periode, yaitu dari tahun 2004 sampai 2008. Kemudian penulis mengambil 2 emiten dari tiap-tiap klasifikasi industri (terdapat 19 klasifikasi pada perusahaan manufaktur) yang memenuhi syarat yang telah ditentukan penulis. Setelah dilakukan penyeleksian, terdapat 27 emiten yang menjadi sampel dalam penelitian ini. Selanjutnya dari sampel perusahaan tersebut, penulis mengambil data laporan keuangannya berupa total aktiva, aktiva lancar, aktiva tetap, hutang jangka panjang, modal, penjualan, laba operasi (EBIT), laba sebelum pajak (EBT), beban pajak, laba bersih (EAT), dan harga saham (mengenai data laporan keuangan dapat di lihat pada lampiran). Data tersebut akan diolah untuk mendapatkan variabel-variabel yang diperlukan dalam penelitian. Untuk variabel endogen (Y) yaitu struktur modal. Sedangkan variabel eksogen (X) di bagi kedalam tiga indikator yaitu indikator trade off theory yang terdiri dari variabel struktur aktiva, pajak, total aktiva (ukuran perusahaan) dan intensitas modal; indikator pecking order theory yang terdiri dari variabel closing price (harga saham), ROA dan tingkat pertumbuhan penjualan; dan indikator signaling theory yang terdiri dari variable ROA dan tingkat pertumbuhan. 67 Setelah variabel-variabel tersebut diperoleh, lalu dilakukan pengujian dengan metode jalur. Metode ini digunakan untuk menjelaskan pengaruh langsung dan tidak langsung. Pengaruh langsung dari X1 ke Y ditunjukkan oleh koefisien jalur melalui uji T (yang signifikan), yaitu ρ Y1X1 kali ρ YX1, pengaruh langsung dari X2 ke Y ditunjukan oleh koefisien jalur ρ YX2 kali ρ YX2, pengaruh langsung dari X3 ke Y ditunjukkan oleh koefisien jalur ρYX3 kali ρ YX3, dan seterusnya. Pengaruh tidak langsung dari X1 ke Y melalui X2 ditunjukkan oleh koefisien jalur ρYX1 kali r X1X2 kali ρ YX2. Pengaruh tidak langsung dari X2 ke Y melalui X3 ditunjukkan oleh koefisien jalur ρ YX2 kali r X2X3 kali ρ YX3. Pengaruh tidak langsung dari X3 ke Y melalui X4 ditunjukkan oleh koefisien jalur ρYX3 kali r X3X4 kali ρ YX4 , dan seterusnya. F. Hipotesis Berdasarkan tinjauan teori dan hasil penelitian empiris sebelumnya, maka diajukan suatu hipotesis dengan rumusan sebagai berikut: 1. Hipotesis yang akan diuji berkaitan dengan pengukuran variabel trade off theory adalah: struktur aktiva, pajak, intensitas modal, dan ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap struktur modal. 2. Hipotesis yang akan diuji berkaitan dengan pengukuran variabel pecking order theory adalah: harga saham, profitabilitas (ROA) dan tingkat pertumbuhan penjualan berpengaruh signifikan terhadap struktur modal. 68 3. Hipotesis yang akan diuji berkaitan dengan pengukuran variabel signaling theory adalah: profitabilitas (ROA) dan tingkat pertumbuhan berpengaruh signifikan terhadap struktur modal. 69 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan untuk membuktikan pengaruh trade off theory yang terdiri dari variabel struktur aktiva, pajak, ukuran perusahaan (total aktiva), dan intensitas modal, pecking order theory yang terdiri dari variabel harga saham (closing price), profitabilitas (ROA), dan tingkat pertumbuhan penjualan dan signaling theory yang terdiri dari variabel profitabilitas (ROA), dan tingkat pertumbuhan penjualan, terhadap struktur modal pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta dari tahun 2004 sampai 2008 dimana dalam laporan keuangan ICMD pada klasifikasi industri manufaktur terdapat 19 kelompok industri manufaktur dengan jumlah total 142 perusahaan. Sedangkan populasi sasaran adalah 27 perusahaan. Ruang lingkup dari penelitian ini adalah: 1. Penelitian ini dilakukan tehadap 27 perusahaan industri manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. 2. Periode penelitian per 31 Desember tahun 2004 sampai tahun 2008. 3. Menyajikan laporan keuangan dari tahun 2003—2008. 4. Menyajikan informasi harga saham bulanan dari Januari 2004 sampai Desember 2008. 70 5. Variabel yang digunakan adalah struktur modal, struktur aktiva, ukuran perusahaan, pajak, intensitas modal, harga saham (closing price), profitabilitas, dan tingkat pertumbuhan perusahaan. 6. Nilai ROA selama 3 tahun berturut-turut tidak negatif. Karena berdasarkan peraturan No.1 tentang Pencatatan Efek di Bursa Efek Jakarta, perusahaan yang selama 3 tahun berturut-turut menderita rugi atau terdapat saldo rugi 50% lebih dari modal disetor dalam neraca perusahaan pada tahun terakhir, termasuk dalam kriteria delisting. 7. Laba operasi (EBIT) tidak bernilai negatif selama tiga tahun berturut-turut. B. Metode Penentuan Sampel 1. Populasi Populasi penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. 2. Sampel Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling (non probability sampling) dimana pengambilan data disesuaikan dengan kriteria-kriteria yang telah ditentukan sebelumnya (tujuannya) (Asnawi dan Chandra, 2006: 18), yaitu dari 142 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta dari tahun 2004 sampai tahun 2008, diambil 27 perusahaan untuk dijadikan sampel penelitian ini. Pengambilan sampel ini dilakukan dengan cara memilih 2 emiten (yang memenuhi syarat yang telah ditentukan) pada tiap-tiap klasifikasi industri manufaktur. Dikarenakan tidak tersedianya data laporan keuangan dari 71 3 kelompok perusahaan manufaktur yang penulis butuhkan, maka hanya diperoleh 27 perusahaan untuk dijadikan sampel dalam penelitian ini. Pertimbangan dalam pemilihan perusahaan manufaktur yang go publik pada tahun 2004-2008 untuk dijadikan sampel penelitian adalah karena sektor industri merupakan komponen utama dalam pembangunan ekonomi nasional. Sektor ini, tidak saja berpotensi mampu memberikan kontribusi ekonomi yang besar melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu memberikan kontribusi yang besar dalam transformasi kultural bangsa ke arah modernisasi kehidupan masyarakat yang menunjang pembentukan daya saing nasional. Hingga akhir tahun 2007, peranan sektor industri manufaktur telah mencapai sekitar 28 persen dari produk domestik bruto. C. Metode Pengumpulan Data Dalam rangka memperoleh data yang diperlukan, maka pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode: 1. Data Primer Mengumpulkan data-data berupa laporan keuangan perusahaan yang telah diaudit di Bursa Efek Jakarta per 31 Desember 2004-2008. Data-data laporan keuangan diperoleh dari laporan keuangan yang diterbitkan oleh ICMD, www.yahoofinance.com, dan www.idx.co.id. 72 2. Data Sekunder Penelitian data ini dilengkapi pula dengan membaca, mempelajari, dan menganalisis literatur yang bersumber dari buku, jurnal penelitian, skripsi, dan thesis yang berkaitan dengan penelitian ini. D. Metode Analisis 1. Identifikasi Variabel Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu: a. Variabel Endogen Variabel endogen adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel eksogen dan merupakan variabel antara. Variabel endogen dalam penelitian ini adalah struktur modal (Y). b. Variabel Eksogen Variabel eksogen adalah variabel yang diduga secara bebas berpengaruh terhadap variabel endogen. Varibel eksogen dalam penelitian ini adalah indikator trade off theory yang terdiri dari variabel struktur aktiva (X1), pajak (X2), ukuran perusahaan (X3) dan intensitas modal (X4); indikator pecking order theory yang terdiri dari variabel closing price (X5), ROA (X6), dan tingkat pertumbuhan penjualan (X7) dan indikator signaling theory yang terdiri dari variabel ROA (X6) dan tingkat pertumbuhan penjualan (X7). 73 2. Analisis Jalur (Path Analysis) Teknik analisis jalur, yang dikembangkan oleh Sewal Wright di tahun 1934, sebenarnya merupakan pengembangan korelasi yang diurai menjadi beberapa interpretasi akibat yang ditimbulkannya. Lebih lanjut, analisis jalur mempunyai kedekatan dengan regresi berganda. Dengan kata lain, regresi berganda merupakan bentuk khusus dari analisis jalur. Teknik ini juga dikenal sebagai model sebab akibat (causing modeling). Penamaan ini didasarkan pada alasan bahwa analisis jalur memungkinkan pengguna dapat menguji proposisi teoritis mengenai hubungan sebab dan akibat tanpa memanipulasi variabelvariabel. Memanipulasi variabel maksudnya ialah memberikan perlakuan (treatment) terhadap variabel-variabel tertentu dalam pengukurannya. Asumsi dasar model ini ialah beberapa variabel sebenarnya mempunyai hubungan dekat satu dengan yang lainnya (Sarwono, 2007). Analisis jalur adalah suatu teknik untuk menganalisis hubungan sebab akibat yang terjadi pada regresi berganda, jika variabel bebasnya mempengaruhi variabel tergantung tidak hanya secara langsung, tetapi juga tidak langsung (Robert D. Rutherford, 1993 dalam Sarwono, 2007). Analisis jalur adalah analisis yang tujuannya untuk mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung variabel eksogen terhadap variabel endogen. Adapun pertimbangan menggunakan analisis ini yaitu karena penulis memandang antara satu variabel dengan variabel lainnya yang diteliti mempunyai hubungan, sebagai contoh antara variabel struktur aktiva dengan ukuran perusahaan atau variabel ukuran perusahaan dengan pajak dan seterusnya. 74 Pengaruh langsung dilakukan dengan cara melihat hubungan antara variabel eksogen terhadap variabel endogen tanpa melalui variabel eksogen lainnya, sebaliknya pengaruh tidak langsung dilakukan melalui variabel eksogen lainnya. Dalam analisis jalur dikenal beberapa konsep dan istilah dasar, diantaranya adalah (Sarwono, 2007): a. Model jalur, artinya suatu diagram yang menghubungkan antara variabel bebas, perantara dan tergantung. Pola hubungan ditunjukkan dengan menggunakan anak panah. b. Variabel exegenous, yaitu semua variabel yang tidak ada penyebabpenyebab eksplisitnya atau dalam diagram tidak ada anak-anak panah yang menuju ke arahnya, selain pada bagian kesalahan pengukuran. c. Variabel endogenous, yaitu variabel yang mempunyai anak panah-anak panah yang menuju ke arah variabel tersebut. d. Koefisien jalur / pembobotan jalur, yaitu koefisien regresi standar atau disebut “beta” yang menunjukkan pengaruh langsung dari suatu variabel bebas terhadap variabel tergantung dalam suatu model jalur tertentu. e. Istilah gangguan. Istilah kesalahan residual “gangguan” atau “residu” mencerminkan adanya varian yang tidak dapat diterangkan atau pengaruh dari semua variabel yang tidak terukur ditambah dengan kesalahan pengukuran. 75 f. Signifikansi dan model keselarasan dalam jalur. Untuk melakukan pengujian koefisien-koefisien jalur secara individual, kita dapat menggunakan t standar atau pengujian F dari angka-angka keluaran regresi. g. Direct Effect, yaitu pengaruh langsung yang dapat dilihat dari koefesien jalur dari satu variabel ke variabel lainnya. h. Indirect Effect, yaitu urutan jalur melalui satu atau lebih variabel perantara. Langkah pertama dalam analisis jalur adalah dengan merancang paradigma penelitian berdasarkan fakta, konsep dan teori. Rancangan ini biasanya memerlukan telaah literatur berdasarkan masalah penelitian yang akan dicarikan jawabannya dan tujuan penelitian yang akan dicapai. Kemudian disusun paradigma penelitian yang dinyatakan dalam bentuk persamaan struktural sebagai berikut: Y = ρYX1X1 + ρ YX2X2 + ρYX3X3 + ρ YX4X4 + ρYX5 X5 + ρYX6X 6 + ρYX7X7 + ε…………...(1) Pada persamaan struktural tersebut, X1, X2, X3, X4, X5, X6, dan X7 merupakan variabel independen, dan Y sebagai variabel dependen, dan ε sebagai variabel residu. Nilai ε (epsilon) dalam persamaan struktural tersebut adalah variabel residu (residual variable) atau kesalahan pengganggu (disturbance error). Ada empat alasan mengapa terdapat kesalahan penganggu (Bernt, 1999 dalam Indo Yama, 2004), yaitu: a. Ada variabel lain selain X1, X2, X3, X4, X5, X6, dan X7 yang mempengaruhi Y yang telah diidentifikasi oleh teori. Akan tetapi variabel ini tidak 76 dimasukkan dalam model. Misalnya dalam paradigma penelitian struktur modal (Y) tidak hanya dipengaruhi oleh struktur aktiva (X1), pajak (X2), ukuran perusahaan (X3), intensitas modal (X4), harga saham (X5), ROA (X6), dan tingkat pertumbuhan (X7) tetapi juga dipengaruhi oleh variabel lain (misalnya kebijakan makro). b. Ada variabel lain selain X1, X2, X3, X4, X5, X6, dan X7 yang mempengaruhi Y yang belum teridentifikasi oleh teori, dan tentu saja tidak ada dalam model, karena belum teridentifikasi. c. Adanya kekeliruan dalam pengukuran (error of measurement). Mengukur yang tidak diukur atau mengukur dengan alat yang tidak sesuai dengan yang diukur. d. Adanya komponen yang sifatnya tidak menentu (random component). Misalnya jawaban responden yang bias, atau data sekunder diambil dari sumber yang tidak akurat. Langkah kedua dalam analisis jalur adalah memeriksa asumsi-asumsi yang melandasi analisis jalur. Asumsi yang melandasi analisis jalur (Hair, Anderson, Tatham dan Black, 1998 dalam Indo Yama, 2004) adalah: a. Hubungan antar variabel adalah berbentuk linear dan bersifat aditif. Linear secara sederhana tergambarkan bahwa pangkat dari variabel independen adalah satu, dan bukan eksponensial. Aditif berarti persamaan dalam bentuk penjumlahan (atau pengurangan) bukan dalam bentuk perkalian, misalnya seperti pada fungsi Cobb-Douglas (Y = a Kα Lβ). 77 b. Model yang dipertimbangkan adalah model rekursif, artinya sistem aliran adalah dalam bentuk kausal satu arah bila X maka Y. Sedangkan model yang mengandung kausal resiprokal (dua arah) tidak dapat dilakukan analisis melalui analisis jalur. Asumsi dalam model rekursif ini adalah nilai εi saling bebas, dan antara εi dengan X1 juga saling bebas. c. Semua variabel minimal dalam skala ukur interval. Dengan demikian juga berlaku untuk skala ukur rasio diubah terlebih dahulu menjadi skala ukur interval. d. Observed variabel diukur tanpa ada kesalahan. Dalam arti bahwa instrument pengukuran harus valid dan reliabel. e. Model yang dianalisis diidentifikasi dengan benar berdasarkan teori dan konsep-konsep yang relevan. Dengan demikian pengetahuan seorang peneliti dalam bahasan yang diteliti merupakan modal mutlak dan penting untuk dapat menyusun suatu model. Penelusuran literatur secara mendalam berdasarkan kondisi, tempat dan waktu penelitian merupakan suatu keharusan sebelum penelitian dilakukan. Langkah ketiga adalah pendugaan parameter atau perhitungan koefisien jalur antar variabel. Perhitungan pengaruh yang ditunjukkan dengan anak panah satu arah digunakan perhitungan regresi variabel yang dibakukan secara parsial pada masing-masing persamaan. Dari perhitungan ini diperoleh koefisien jalur sebagai pengaruh langsung, pengaruh tidak langsung, dan pengaruh secara keseluruhan. Perhitungan koefisien jalur dapat dilakukan dengan langkah berikut: 78 a. Menghitung matriks korelasi antar variabel dengan rumus: 1 rX1X2 rX1X3 … rX1Xi 1 rX2X3 … rX2Xi 1 … rX3Xi 1 … R= 1 b. Menghitung matriks invers R1-1 C11 C12 C13 … C1n C22 C23 … C2n C33 … C3n … C4n R1 -1 = Cmn c. Menghitung semua koefisien jalur ρ Y1X1 C11 ρ Y2X2 ρ Y3X3 .... ρ YnXn = C12 C13 … C1n rY1X1 C22 C23 … C2n rY2X2 C33 … C3n … C4n .... Cmn rYnXn X rY3X3 79 d. Menghitung koefisien determinasi total antara X1, X2,…, Xn dengan Y, misalnya dengan rumus: rY1X1 rY2X2 R2Y(X1,X2,…,Xi) = (ρYX1, ρ YX2 ,…, ρ YXn) rY3X3 .... rYnXn Koefisien jalur sama dengan 1 – R2Y(X1,X2,…,Xn) Jika matriks korelasi berukuran dua kali dua, perhitungan matriks inverse dan matriks pengaruh, secara manual akan dapat dilakukan. Namun jika matriks korelasi berukuran n kali n, akan sangat sulit dihitung secara manual. Untuk mengatasi kesulitan ini, program SPSS dapat membantu untuk menghitung angka korelasi maupun pengaruh antar variabel yang dianalisis. Selain itu, dengan bantuan program SPSS ketepatan dan kecermatan dapat lebih akurat daripada dihitung secara manual. Langkah keempat adalah pemeriksaan validitas model. Valid tidaknya model sangat tergantung dari terpenuhi atau tidaknya asumsi yang melandasi, seperti yang dilakukan dalam langkah kedua. Terdapat dua indikator tentang valid tidaknya model yaitu koefisien determinasi secara total dan terpenuhinya teori trimming (Agusty, 2002 dalam Indo Yama, 2004). Total keragaman data yang dapat dijelaskan oleh model diukur dengan: 2 2 Rm2 = 1 - ρε1 . ρε2 ……………(2) 80 Interpretasi terhadap Rm 2 dilakukan sama dengan interpretasi dalam koefisien determinasi (R2) pada analisis regresi. Teori trimming dimaksudkan untuk menguji kebermaknaan (test of significance) setiap koefisien jalur yang telah dihitung. Apabila koefisien jalur yang dihitung tidak signifikan, maka terjadi trimming. Dan oleh karena itu, variabel yang mengalami trimming harus dikeluarkan dari model. Jika demikian, perhitungan diulang kembali dengan cara menghilangkan jalur yang menurut hasil pengujian ternyata tidak bermakna atau tidak signifikan. Langkah pengujiannya adalah dengan lebih dulu menyusun hipotesis statistik atau sering disebut hipotesis operasional. Langkah terakhir adalah dengan melakukan intepretasi atas hasil analisis berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, yaitu beberapa besarnya pengaruh langsung dan tidak langsung antar variabel. Dan variabel mana saja yang paling dominan dalam arti yang memberikan pengaruh paling besar atau pengaruh paling kuat terhadap variabel endogen yang dikonfirmasikan. Bila perlu menyusun model lain yang sesuai dengan hasil analisis tersebut. 3. Uji Hipotesis Pengujian koefisien jalur ini dibuat melalui penyusunan uji hipotesis, yaitu: a. Pengujian tentang analisa pengaruh trade off theory terhadap struktur modal perusahaan, perumusan hipotesisnya adalah: 1) Ho: ρYX1, ρYX2, ρYX3, ρYX4 = 0 : artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara struktur aktiva, pajak, ukuran perusahaan, dan intensitas modal terhadap struktur modal perusahaan. 81 2) Ha: ρ YX1, ρYX2, ρ YX3, ρYX4 ≠ 0 : artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara struktur aktiva, pajak, ukuran perusahaan, dan intensitas modal terhadap struktur modal perusahaan. b. Pengujian tentang analisa pengaruh pecking order theory terhadap struktur modal perusahaan, perumusan hipotesisnya adalah: 1) Ho: ρ YX5, ρYX6, ρ YX7 = 0 : artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara harga saham (closing price), ROA, dan tingkat pertumbuhan penjualan terhadap struktur modal perusahaan. 2) Ha: ρYX5, ρYX6, ρ YX7 ≠ 0 : artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara harga saham (closing price), ROA, dan tingkat pertumbuhan penjualan terhadap struktur modal perusahaan. c. Pengujian tentang analisa pengaruh signaling theory terhadap struktur modal perusahaan. Perumusan hipotesisnya adalah: 1) Ho: ρ YX6 , ρ YX7 = 0 : artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara ROA dan tingkat pertumbuhan penjualan terhadap struktur modal perusahaan. 2) Ha: ρYX6, ρYX7 ≠ 0 : artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara ROA dan tingkat pertumbuhan penjualan terhadap struktur modal perusahaan. Hipotesis ini kemudian diuji dengan menggunakan statistik uji t, menghitung nilai ρ (ρ-value) kemudian dibuat kesimpulan dengan trimming theory tersebut. 82 Pengujian besarnya koefisien jalur dalam sebuah persamaan struktural perlu dilakukan untuk mengetahui variabel independen mana yang memiliki pengaruh dominan atau pengaruh yang lebih besar terhadap variabel dependen (Joreskog, 1993, Joreskog dan Dag Sorbom, 1995 dalam Indo Yama, 2004). 4. Uji Signifikansi Koefisien Jalur (t-Test) Uji statistik-t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen (explanatory) secara individual dalam menerangkan variabel dependen (Gujarati, 1978 dalam Indo Yama, 2004). Hipotesis : a. Ho : koefisien jalur tidak signifikan b. Ha : koefisien jalur signifikan Pengambilan keputusan berdasarkan perbandingan t-hitung dengan t-tabel: a. Jika t hitung > t-tabel, atau t-hitung < -(t-tabel) maka Ho ditolak. b. Jika t hitung < t-tabel, maka Ho tidak ditolak. Pengambilan keputusan berdasarkan tingkat signifikan: a. Jika probabilitas signifikan > 0.05, maka Ho tidak ditolak, berarti bahwa suatu variabel independen tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. b. Jika probabilitas signifikan < 0.05, maka Ho ditolak, berarti bahwa suatu variabel independen berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. 83 G. Operasional Variabel Penelitian Dalam pengujian ini, terdapat dua jenis variabel, diantaranya: 1. Variabel endogen (variabel antara), yang menjadi variabel endogen dalam penelitian ini adalah struktur modal (Y). Struktur modal adalah perbandingan antara hutang jangka panjang dengan modal (Ross, Westerfield, dan Jordan, 2006: 3) yang dapat diukur dengan rumusan sebagai berikut: Struktur Modal= hutang jangka panjang modal 2. Variabel eksogen (variabel bebas), yang menjadi variabel eksogen adalah: a. Struktur aktiva menunjukkan besarnya komposisi / proporsi aktiva tetap dari total aktiva keseluruhan yang dimiliki perusahaan. Untuk menghitung struktur aktiva digunakan rumus sebagai berikut: Struktur Aktiva = aktiva tetap total aktiva b. Pajak merupakan perbandingan antara taksiran beban pajak dengan laba sebelum pajak. Semakin besar (banyak) hutang yang digunakan maka semakin tinggi nilai perusahaan, karena bunga hutang yang dibayarkan dapat mengurangi pajak yang dibayar oleh perusahaan. Pajak = taksiran beban pajak EBT c. Ukuran perusahaan adalah variabel yang mengukur besarnya perusahaan, dalam penelitian ini diukur dengan total aktiva dari tiap-tiap perusahaan yang diteliti. 84 d. Intensitas modal adalah perbandingan dari total aktiva dibagi dengan penjualan yang diukur dengan rumusan sebagai berikut: Intensitas Modal= total aktiva penjualan e. Harga saham yang digunakan adalah harga saham rata-rata bulanan (closing price) dari tiap-tiap perusahaan yang menjadi objek penelitian. f. Profitabilitas adalah kemampuan laba suatu perusahan yang diukur dengan ROA. Rumus untuk menghitung ROA adalah: EAT ROA= total aktiva g. Tingkat pertumbuhan perusahaan. Tingkat pertumbuhan perusahaan dapat dihitung dengan menggunakan perubahan total asset (total aktiva) atau perubahan total sales (penjualan) (Titman dan Wessels, 1988 dalam Darminto, 2007). Dalam penelitian ini, untuk menghitung tingkat pertumbuhan digunakan rumus sebagai berikut: Pn-Po I= Po Keterangan: I = Indeks kenaikan Pn = Jumlah penjualan pada tahun n Po = Jumlah penjualan pada tahun dasar 85 BAB IV PENEMUAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Pengertian dan Sejarah Manufaktur Kata manufaktur berasal dari bahasa Latin manus factus yang berarti dibuat dengan tangan. Kata manufacture muncul pertama kali tahun 1576, dan kata manufacturing muncul tahun 1683. Manufaktur, dalam arti yang paling luas, adalah proses merubah bahan baku menjadi produk. Proses ini meliputi perancangan produk, pemilihan material, dan tahap-tahap proses dimana produk tersebut dibuat. Pada konteks yang lebih modern, manufaktur melibatkan pembuatan produk dari bahan baku melalui bermacam-macam proses, mesin dan operasi, mengikuti perencanaan yang terorganisasi dengan baik untuk setiap aktivitas yang diperlukan. Mengikuti definisi ini, manufaktur pada umumnya adalah suatu aktivitas yang kompleks yang melibatkan berbagai variasi sumber daya dan aktivitas sebagai berikut (Ubaya, 2009): a. Perancangan Produk - Pembelian – Pemasaran b. Mesin dan perkakas - Manufacturing – Penjualan c. Perancangan proses - Production control – Pengiriman d. Material - Support services - Customer service 86 2. Perkembangan Industri Manufaktur di Indonesia Sejak Orde Baru, perkembangan industri telah mengubah struktur perekonomian Indonesia. Antara tahun 1970-an dan tahun 2000-an, peranan sektor industri meningkat pesat, meninggalkan sektor pertanian. Hingga akhir tahun 2007, peranan sektor industri manufaktur telah mencapai sekitar 28 persen dari produk domestik bruto. Walaupun begitu, sektor industri manufaktur tumbuh jauh lebih lamban sesudah krisis 1997. Sejak krisis ekonomi Asia sampai 2007, pertumbuhan sektor industri manufaktur hanya meningkat dengan laju satu digit. Perkembangan yang lambat itu jauh berbeda dengan masa sebelum krisis, ketika sektor industri manufaktur tumbuh dua digit. Masalahnya antara lain kandungan impor bahan baku dan bahan antara sektor industri yang tinggi, berkisar 28 persen. Di samping itu, penguasaan dan penerapan teknologi lemah. Faktor yang juga berpengaruh adalah kualitas sumber daya manusia rendah dan kurang keterkaitan antara industri skala besar dan usaha kecil menengah. Namun, krisis ekonomi yang melanda sebagian besar negara Asia disekitar tahun 1996-1998 mengguncangkan segalanya. Perekonomian terguncang sangat dahsyat. Krisis ini telah berdampak sangat negatif terhadap sektor industri, yang mengakibatkan beberapa sektor industri tumbuh negatif dan beberapa sektor stagnan, walaupun ternyata masih ada beberapa sektor industri yang masih dapat tumbuh. Beberapa kalangan bahkan menilai telah terjadi proses "deindustrialisasi". 87 Pertumbuhan industri yang sangat pesat selama sekitar dua dasawarsa sebelumnya seakan tak berdaya menghadapi gejolak eksternal yang timbul, runtuh tak berdaya, diterjang angin krisis perekonomian. Industri yang telah dibangun dengan terencana dalam 5 periode Pelita (Pembangunan Lima Tahun) seakan mundur jauh ke belakang, kembali ke posisi sebelumnya. Sektor industri yang dinyatakan telah mencapai tahap tinggal landas (take off), tiba-tiba menjadi kehilangan keseimbangan. Perkembangan selanjutnya, sektor industri manufaktur ternyata tidak berkembang cukup baik. Pengalaman menunjukkan bahwa kebijakan proteksi yang berlebihan, terutama pada kurun waktu 1970-an sampai awal 1980-an telah mengakibatkan high cost economy (ekonomi biaya tinggi). Hasibuan (1993) dalam Zulkieflimansyah (2006) mencoba menjelaskan kegagalan penerapan strategi di Indonesia. Analisanya adalah sebagai berikut : a. Bahan baku dan tenaga kerja yang tersedia bukan siap pakai. Hal ini dapat menimbulkan external diseconomies. Sumber-sumber ekonomi tersebut belum tentu memiliki kualitas yang baik. Sebagian besar tenaga kerja di Indonesia masih berpendidikan rendah. Karenanya kualitas tenaga kerja perlu ditingkatkan terlebih dahulu dan ini memerlukan biaya yang tidak sedikit. b. Karena pasar yang dilayani oleh produsen dalam negeri adalah pasar domestik tanpa ada persaingan dari barang-barang impor, maka setiap produk yang dihasilkan tidak dikaitkan dengan kemampuan bersaing di pasar internasional. Tidak heran kalau tingkat daya saing global dari 88 barang produksi Indonesia masih sangat rendah dibandingkan dengan negara-negara lain, khususnya negara-negara maju. c. Tingkat ketergantungan terhadap barang impor ternyata tidak menjadi lebih rendah. Sebagai contoh untuk membuat barang-barang konsumsi memerlukan komponen, spare parts, bahan baku, mesin dan alat-alat produksi yang semuanya masih harus diimpor. d. Diharapkan kesempatan kerja akan berkembang dengan luas. Akan tetapi, ini tentu tergantung pada teknologi yang digunakan dalam proses produksi. Kalau teknologi padat karya yang dipilih, harus diperhatikan jangan sampai mengorbankan tingkat efisiensi, produktivitas dan daya saing. e. Nilai tambah pada umumnya dapat ditingkatkan, tetapi di pihak lain beberapa industri dapat mempunyai nilai tambah yang negatif bila dibandingkan dengan nilai tambah dari industri yang sama di pasar internasional. f. Tingkat proteksi yang tinggi cenderung membentuk sikap angkuh produsen dalam negeri. Struktur pasar didominasi oleh produsen. g. Walaupun potensi permintaan di pasar dalam negeri cukup besar, tetapi masih ada hal-hal lain yang lebih menentukan apakah potensi tersebut dapat terealisasi, yaitu jenis barang dan jumlah yang diperlukan konsumen dan dapat dibuat di dalam negeri, teknologi yang dipakai, target pemakai dan politik harga yang diterapkan. Sektor industri nonmigas selama tahun 2000-2004 mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 6% per tahun. Angka pertumbuhan ini lebih 89 tinggi bila dibandingkan dengan pertumbuhan sektor ekonomi yaitu sekitar 4,6% per tahun. Peran sektor industri terhadap perekonomian nasional meningkat yaitu dari 23,8% pada tahun 2000 menjadi sebesar 24,6 % pada tahun 2004. Hampir sekitar 60% output sektor industri ternyata didominasi oleh industri padat tenaga kerja, dimana mata rantainya relatif pendek, sehingga penciptaan nilai tambah juga relatif kecil. Akan tetapi karena besarnya populasi unit usaha maka kontribusinya terhadap perekonomian menjadi sangat penting. Pengembangan usaha kecil dan koperasi sebagai basis ekonomi kerakyatan juga menjadi langkah strategis yang harus terwujud nyata. Begitu pula, upaya meningkatkan daya saing yang harus terus berlangsung. Daya saing Indonesia makin merosot dan berada di peringkat bawah. World Competitiveness Report menyebutkan, tahun 1998 Indonesia menempati peringkat ke-40 dari 49 negara. Pada tahun 2008, merosot ke urutan 59 dari 60 negara. Penyebab daya saing rendah antara lain kualitas pelayanan birokrasi rendah, tingginya bahan baku impor, kualitas infrastruktur buruk, dan biaya investasi tinggi. Padahal, sejak tahun 1982, keunggulan komparatif Indonesia meningkat dengan pertumbuhan rata-rata 19 persen per tahun hingga tahun 1994. Dengan kata lain, industri manufaktur bisa berkembang lebih baik lagi, bila semua kendala tersebut dihilangkan. 3. Kebijakan Industri Indonesia Pemerintah mulai menerapkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RMJP) periode 25 tahunan yang dimulai pada tahun 2004 dengan industri 90 manufaktur sebagai dasarnya. Sektor industri ini keberadaannya sangat bergantung pada ketersediaan Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang tidak terampil. Kedepannya industri ini perlu direstrukturisasi dan diperkuat kemampuannya sehingga mampu menjadi industri kelas dunia. Pengembangan industri dalam jangka panjang diarahkan pada penguatan daya saing, pendalaman rantai pengolahan di dalam negeri serta dengan mendorong tumbuhnya pola jejaring industri dalam format klaster yang sesuai pada kelompok industri. : a. Industri Agro. b. Industri Alat Angkut. c. Industri Telematika. d. Basis Industri Manufaktur. e. Industri Kecil dan Menengah Tertentu. Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (Peraturan Presiden No. 7/2005), fokus pembangunan industri pada jangka menengah (2004-2009) adalah penguatan dan penumbuhan klaster-klaster industri inti, yaitu : a. Industri Makanan dan Minuman. b. Industri Pengolah Hasil Laut. c. Industri Tekstil dan Produk Tekstil. d. Industri Alas Kaki. e. Industri Kelapa Sawit. 91 f. Industri Barang Kayu (Termasuk Rotan dan Bambu). g. Industri Karet dan Barang Karet. h. Industri Pulp dan Kertas. i. Industri Mesin Listrik dan Peralatan Listrik. j. Industri Petrokimia. Pengembangan 10 klaster industri inti tersebut, secara komprehensif dan integratif, didukung industri terkait (related industries) dan industri penunjang (supporting industries). 4. Kontribusi Industri terhadap Ekonomi Sektor industri merupakan komponen utama dalam pembangunan ekonomi nasional. Sektor ini tidak saja berpotensi mampu memberikan kontribusi ekonomi yang besar melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu memberikan kontribusi yang besar dalam transformasi kultural bangsa ke arah modernisasi kehidupan masyarakat yang menunjang pembentukan daya saing nasional. Selama dua dasawarsa sebelum krisis ekonomi, peran sektor industri terhadap perekonomian nasional hampir mencapai 25%. Ambillah industri pengolahan sebagai contoh. Sejak pertengahan tahun 1980-an, peranan sektor industri ini meningkat sangat tajam, melebihi peranan sektor migas dan pertanian. Perkembangan yang sangat menakjubkan tidak hanya terjadi di dalam negeri, tetapi juga dalam perdagangan internasional. Pada tahun 1996, pangsa nilai ekspor non migas mencapai 76,44% dari seluruh nilai ekspor Indonesia. Sekitar 61,14% diantaranya berasal dari ekspor barang industri. Kemajuan ekonomi yang 92 diraih Indonesia pada saat itu, menyebabkan Bank Dunia memasukkan Indonesia sebagai salah satu Negara Ajaib di Asia Timur (The East Asian Miracle) (Zulkieflimansyah, 2006). Peran industri dalam PDB menunjukkan kenaikan yang sangat berarti. Pada tahun 1965, sektor industri hanya menyumbang PDB sebesar Rp 35,6 miliar. Tetapi pada tahun 1967 naik menjadi Rp 37,5 miliar dan setahun kemudian menjadi Rp 40,8 miliar. Bila dihitung atas harga dasar tahun 1960, kenaikan ini sebesar 8,8%. Kenaikan sumbangan sektor industri tidak hanya bersumber dari industri besar dan sedang, tetapi juga dari industri kecil. Pada tahun 1965 industri besar dan sedang menyumbang Rp 22,7 miliar dan industri kecil Rp 12,9 miliar. Sedangkan pada akhir tahun 1968 sumbangan industri besar dan sedang mencapai Rp 26,7 miliar dan industri kecil Rp 14,1 miliar. Peningkatan peran sektor industri ini terutama disebabkan oleh semakin meningkatkan pemanfaatan kapasitas terpasang. Relatif tidak terjadi perubahan yang berarti pada struktur industri selama kurun waktu 2000-2004. Cabang industri yang memberikan keterkaitan yang kecil, sehingga terjadi penurunan peranan, seperti yang terjadi di industri makanan, minuman, dan tembakau turun dari 33,8% pada tahun 2000 menjadi 28,1% pada tahun 2004. Industri barang kayu dan hasil hutan lainnya juga turun dari 6,1% pada tahun 2000 menjadi 5,6% pada tahun 2004, dan untuk industri kertas dan barang cetakan turun dari 6,0% pada tahun 2000 menjadi 5,3% pada tahun 2004. Untuk cabang industri yang mempunyai tingkat keterkaitan yang kuat, peranannya meningkat, seperti industri pupuk, kimia, 93 dan barang dari karet meningkat dari 12,9% pada tahun 2000 menjadi 16,9% pada tahun 2004, industri alat angkut, mesin, dan peralatan naik dari 20,7% pada tahun 2000 menjadi 22,5% pada tahun 2004. B. Deskriptif Analisis 1. Deskriptif Data Sampel Berdasarkan pengambilan sampel secara purposive sampling maka dapat diperoleh populasi sebagai berikut: a. Perusahaan industri manufaktur yang terdaftar secara berturut-turut di Bursa Efek Jakarta (Bursa Efek Indonesia) dan mengeluarkan laporan keuangan per 31 Desember pada tahun 2003, 2004, 2005, 2006, 2007 dan 2008 berjumlah 142 perusahaan yang terbagi dalam 19 klasifikasi industri perusahaan manufaktur. b. Dari 19 klasifikasi industri tersebut diambil sampel 2 perusahaan dari tiaptiap kelompok. c. Dari sampel tersebut, terdapat 11 perusahaan yang mempunyai ROA dan atau laba usaha yang negatif 3 tahun secara berturut-turut, sehingga perusahaan tersebut tidak memenuhi syarat dalam penelitian ini. Berdasarkan keterangan-keterangan tersebut, maka diperoleh sampel penelitian sebanyak 27 perusahaan. Daftar nama-nama perusahaan tersebut disajikan dalam tabel 4.1 dibawah ini. 94 Tabel 4.1 Sampel Data Penelitian No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 Kode AKPI ALMI ARNA ASII FASW GGRM GJTL HMSP IKBI INDF INDR INTP JPRS KAEF KLBF LTLS MLPL MTDL PBRX RDTX TBLA TCID TIRT TOTO TRST UNIC UNVR Emiten Argha Karya Prima Industri Tbk Alumindo Light Metal Inds.Tbk Arwana Citra Mulia Tbk Astra Internasional Tbk Fajar Surya Wisesa Tbk Gudang Garam Tbk Gajah Tunggal Tbk HM Sampoerna Tbk Sumi Indo Kabel Tbk Indofood Sukses Makmur Tbk Indorama Syntetics Tbk Indocement Tunggal Perkasa Tbk Jaya Pari Steel Tbk Kimia Farma Tbk Kalbe Farma Tbk Lautan Luas Tbk Multipolar Corporation Tbk Metrodata Electronics Tbk Pan Brothers Tex Tbk Roda Vivatex Tbk Tunas Baru Lampung Tbk Mandom Indonesia Tbk Tirta Mahakam Resource Tbk Surya Toto Indonesia Tbk Trias Sentosa Tbk Unggul Indah Cahaya Tbk Unilever Indonesia Tbk Sumber: data diolah 2. Analisis Data Penelitian Data-data yang diperoleh dari variabel abserved/indicator yang diteliti diantaranya adalah: a. Struktur Modal 95 Struktur modal perusahaan adalah campuran antara hutang jangka panjang dan modal perusahaan yang digunakan untuk membiayai operasinya (Ross, Westerfield, dan Jordan, 2006: 3, Van Horne dan Machowicz 2007: 232). Semakin besar rasio struktur modal, menunjukkan bahwa perusahaan memiliki resiko yang cukup tinggi. Hal ini dikarenakan perusahaan lebih banyak memanfaatkan hutang. Tetapi kalau dengan merubah struktur modal ternyata nilai perusahaan berubah, maka akan diperoleh struktur modal yang terbaik. Struktur modal yang dapat memaksimumkan nilai perusahaan, atau harga saham, adalah struktur modal yang terbaik. Pada tahun 2004 sampai 2008, terjadi kenaikan dan penuruan struktur modal pada industri manufaktur, dimana data tersebut dapat dilihat pada tabel 4.2 dibawah ini. 96 Tabel 4.2 Struktur Modal Perusahaan Manufaktur Tahun 2004-2008 STRUKTUR MODAL NO KODE 1 AKPI 0.887926 0.835456 0.859237 0.499867 0.475109 2 ALMI 0.524719 0.098585 0.049276 0.063087 0.133553 3 ARNA 0.493306 0.436907 0.663416 0.877903 1.599323 4 ASII 0.423206 0.735314 0.510729 0.377136 0.350624 5 FASW 1.210894 1.428770 1.615811 1.490136 1.315694 6 GGRM 0.031787 0.039137 0.053463 0.061394 0.061889 7 GJTL 1.993902 2.147221 1.823487 1.889857 1.764748 8 HMSP 0.545494 0.436254 0.221362 0.159354 0.202479 9 IKBI 0.010319 0.016226 0.017581 0.017998 0.017453 10 INDF 1.525108 1.308989 0.862001 0.827821 0.786549 11 INDR 0.554252 0.737575 0.654136 0.752693 0.819181 12 INTP 0.858665 0.719644 0.456398 0.333374 0.124615 13 JPRS 0.050497 0.039342 0.030590 0.026172 0.005108 14 KAEF 0.040783 0.038613 0.043530 0.049721 0.049892 15 KLBF 0.713003 0.393673 0.140845 0.108230 0.107591 16 LTLS 0.670250 0.546586 0.557239 0.135919 0.857082 17 MLPL 1.408224 1.194208 1.800217 2.224900 2.069229 18 MTDL 0.219174 0.160698 0.151560 0.113500 0.100084 19 PBRX 0.068279 0.142578 0.320914 0.737676 0.727195 20 RDTX 0.057611 0.057477 0.372783 0.356061 0.255186 21 TBLA 1.098708 1.177279 0.850582 1.044117 0.885316 22 TCID 0.042619 0.044522 0.039770 0.043124 0.042637 23 TIRT 0.886475 0.570180 0.096336 0.792522 1.005652 24 TOTO 2.047991 1.483219 0.948682 0.764119 0.503362 25 TRST 0.556447 0.602447 0.497894 0.493795 0.451555 26 UNIC 0.855904 0.679803 0.710257 0.177782 0.172745 27 UNVR 0.061325 0.072190 0.081033 0.078435 0.070933 Min 0.010319 0.016226 0.017581 0.017998 0.005108 Max 2.047991 2.147221 1.823487 2.224900 2.069229 0.660625 0.597885 0.534412 0.536915 0.553881 Rata-Rata Sumber: data diolah 2004 2005 2006 2007 2008 97 Grafik 4.1 dibawah ini menunjukkan terjadinya kenaikan dan penurunan struktur modal perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Grafik 4.1 Struktur Modal Perusahaan Manufaktur tahun 2004-2008 2.500000 2.000000 Series1 1.500000 Series2 1.000000 Series3 0.500000 Series4 0.000000 Series5 Pada tabel 4.2 diatas menunjukkan perusahaan yang memiliki struktur modal paling kecil pada tahun 2004, 2005, 2006, dan 2007 adalah IKBI (Sumi Indo Kabel Tbk) sebesar 0.010319, 0.016226, 0.017581, dan 0.017998 dan pada tahun 2008 adalah JPRS (Jaya Pari Steel Tbk) sebesar 0.005108. Sedangkan perusahaan yang memiliki struktur modal paling besar pada tahun 2004 adalah TOTO (Surya Toto Indonesia Tbk) sebesar 2.047991, pada tahun 2005 dan 2006 adalah GJTL (Gajah Tunggal Tbk) sebesar 2.147221 dan 1.823487 dan pada tahun 2007 dan 2008 adalah MLPL (Multipolar Corporation Tbk) sebesar 2.2249 dan 2.069229. Sedangkan nilai rata-rata struktur modal perusahaan manufaktur pada tahun 2004, 2005, 2006, 2007, dan 2008 sebesar 0.660625, 0.597885, 0.534412, 0.536915, dan 0.553881. Hal ini dapat 98 diinterpretasikan bahwa rata-rata perusahaan manufaktur dalam memenuhi kebutuhan dana perusahaan, menggunakan hutang (jangka panjang) dengan kisaran nilai sebesar 50% dari modal sendiri. b. Struktur Aktiva Struktur aktiva yang diukur oleh proporsi aktiva tetap terhadap total aktiva, memiliki hubungan yang positif terhadap struktur modal. Artinya apabila struktur aktiva mengalami peningkatan maka semakin tinggi pula jumlah utang dan semakin tinggi pula struktur modal perusahaan. Karena Perusahaan yang struktur aktivanya memiliki perbandingan aktiva tetap yang lebih tinggi akan cenderung menggunakan hutang lebih banyak karena aktiva tetap yang ada dapat digunakan sebagai jaminan hutang (Weston dan Brigham, 1993). Data mengenai struktur aktiva perusahaan manufaktur dapat dilihat pada tabel 4.3 dibawah ini. 99 Tabel 4.3 Struktur Aktiva Perusahaan Manufaktur Tahun 2004-2008 STRUKTUR AKTIVA NO KODE 1 AKPI 0.582305 0.572079 0.557701 0.528095 0.515981 2 ALMI 0.364217 0.376468 0.231385 0.212566 0.204728 3 ARNA 0.744782 0.721021 0.726569 0.738881 0.718836 4 ASII 0.218371 0.187938 0.224935 0.222410 0.232700 5 FASW 0.838038 0.813866 0.808098 0.722128 0.706008 6 GGRM 0.336446 0.330543 0.314779 0.267917 0.271682 7 GJTL 0.502482 0.425019 0.437798 0.386737 0.397866 8 HMSP 0.186029 0.201051 0.188855 0.224631 0.253996 9 IKBI 0.397250 0.309812 0.247537 0.217730 0.275933 10 INDF 0.383670 0.408556 0.399722 0.273625 0.256778 11 INDR 0.535081 0.508295 0.557628 0.548383 0.550722 12 INTP 0.794314 0.741425 0.800046 0.756531 0.722448 13 JPRS 0.104838 0.117420 0.115617 0.071632 0.039853 14 KAEF 0.351804 0.349282 0.320186 0.285082 0.293067 15 KLBF 0.164000 0.185417 0.221504 0.234352 0.225739 16 LTLS 0.309878 0.295547 0.288165 0.296043 0.269617 17 MLPL 0.280412 0.352666 0.287493 0.185909 0.199613 18 MTDL 0.089714 0.052691 0.042362 0.038715 0.043462 19 PBRX 0.152995 0.156552 0.225785 0.190695 0.234806 20 RDTX 0.766373 0.812745 0.881914 0.880095 0.870815 21 TBLA 0.366073 0.393059 0.384279 0.335854 0.316727 22 TCID 0.449266 0.441606 0.450890 0.431567 0.439146 23 TIRT 0.509662 0.408287 0.278090 0.335454 0.379307 24 TOTO 0.506944 0.552437 0.494851 0.475900 0.460079 25 TRST 0.686981 0.671674 0.703988 0.649290 0.641527 26 UNIC 0.333451 0.398154 0.337983 0.351954 0.669103 27 UNVR 0.369719 0.389256 0.372820 0.412459 0.012800 Min 0.089714 0.052691 0.042362 0.038715 0.012800 Max 0.838038 0.813866 0.881914 0.880095 0.870815 0.419448 0.413810 0.403740 0.380542 0.377901 Rata-Rata Sumber: data diolah 2004 2005 2006 2007 2008 100 Tabel 4.3 menunjukkan perusahaan yang memiliki struktur aktiva paling kecil pada tahun 2004, 2005, 2006 dan 2007 adalah MTDL (Metrodata Electronics Tbk) sebesar 0.89714, 0.052691, 0.0423623, dan 0.0387154 dan pada tahun 2008 adalah UNVR (Unilever Indonesia Tbk) sebesar 0.0128004. Sedangkan perusahaan yang memiliki struktur aktiva paling besar pada tahun 2004 dan 2005 adalah FASW (Fajar Surya Wisesa Tbk) sebesar 0.8380378 dan 0.8138655. Pada tahun 2006, 2007, dan 2008 adalah RDTX (Roda Vivatex Tbk) sebesar 0.8819138, 0.8800951, dan 0.8708153. Sedangkan nilai rata-rata struktur aktiva perusahaan manufaktur tahun 2004, 2005, 2006, 2007, dan 2008 sebesar 0.4194479, 0.4138098, 0.40374, 0.380542, dan 0.3779014. Hal ini menunjukkan rata-rata asset perusahaan manufaktur diinvestasikan dalam bentuk harta tetap (seperti tanah, bangunan, mesin, kendaraan dll) sebesar 30%-40% dari total harta yang dimiliki perusahaan manufaktur. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, terjadi penurunan rasio struktur aktiva perusahaan manufaktur. c. Pajak Pajak perusahaan dalam penelitian ini dihitung dari perbandingan antara taksiran beban pajak dengan laba sebelum pajak. Semakin besar (banyak) hutang yang digunakan maka semakin tinggi nilai perusahaan, karena bunga hutang yang dibayarkan dapat mengurangi pajak yang dibayar oleh perusahaan. Keuntungan penggunaan hutang di dalam suatu 101 perusahaan adalah pajak karena beban bunga yang dibayarkan perusahaan merupakan pengurangan pajak atau penghematan pajak. Data mengenai jumlah pajak perusahaan manufaktur, dapat dilihat pada tabel 4.4. 102 Tabel 4.4 Pajak Perusahaan Manufaktur Tahun 2004-2008 Pajak NO KODE 2004 1 AKPI 0.953862 1.372560 0.363856 0.384627 0.333536 2 ALMI -0.780070 0.319916 0.315372 0.313899 0.356226 3 ARNA 0.328123 0.313175 0.448237 0.204017 0.297810 4 ASII 0.202988 0.228228 0.235150 0.250359 0.278761 5 FASW 0.628007 0.532826 0.318992 0.316760 0.303638 6 GGRM 0.303118 0.302380 0.370415 0.344194 0.338313 7 GJTL 0.673845 0.110663 0.492425 0.352620 0.278998 8 HMSP 0.348877 0.345841 0.334413 0.320338 0.297586 9 IKBI 0.427624 0.358264 0.328557 0.303081 0.299694 10 INDF 0.371358 0.442563 0.385259 0.337416 0.329621 11 INDR 0.283674 0.251817 0.303832 0.316102 0.282912 12 INTP 0.371377 0.313715 0.312452 0.307111 0.298628 13 JPRS 0.302249 0.303513 0.292907 0.297397 0.300863 14 KAEF 0.332171 0.359549 0.349539 0.367176 0.385123 15 KLBF 0.254897 0.305782 0.298807 0.299499 0.305296 16 LTLS 0.151770 0.178247 0.144354 0.168267 0.248709 17 MLPL 0.231734 0.135917 0.255949 0.198694 0.852524 18 MTDL 0.404935 0.444804 0.278574 0.305038 0.355673 19 PBRX 0.316296 0.573577 0.698075 0.163780 0.353660 20 RDTX 0.262636 0.199280 0.135543 0.146728 0.228973 21 TBLA 0.442718 0.658709 0.330718 0.291524 0.280927 22 TCID 0.310043 0.310328 0.299610 0.308095 0.339592 23 TIRT 0.276777 0.306061 0.720556 0.621336 0.000000 24 TOTO 0.352921 0.326248 0.321867 0.320914 0.298886 25 TRST 0.272777 0.318808 0.054316 0.234350 0.196327 26 UNIC 0.262867 0.357512 0.669247 0.277414 0.326037 27 UNVR 0.305036 0.302470 0.301751 0.304559 0.300200 Min -0.780070 0.110663 0.054316 0.146728 0.000000 Max 0.953862 1.372560 0.720556 0.621336 0.852524 0.318245 0.369361 0.346695 0.298344 0.313649 Rata-Rata Sumber: data diolah 2005 2006 2007 2008 103 Tabel 4.4 menunjukkan perusahaan yang memiliki pajak paling kecil pada tahun 2004 adalah ALMI (Alumindo Light Metal Inds.Tbk) sebesar -0.78007, pada tahun 2005 adalah GJTL (Gajah Tunggal Tbk) sebesar 0.110663, pada tahun 2006 adalah TRST (Trias Sentosa Tbk) sebesar 0.054316, pada tahun 2007 adalah RDTX (Roda Vivatex Tbk) sebesar 0.146728 , dan pada tahun 2008 adalah TIRT (Tirta Mahakam Resource Tbk) sebesar 0. Sedangkan perusahaan yang memiliki pajak paling besar pada tahun 2004 dan 2005 adalah AKPI (Argha Karya Prima Industri Tbk) sebesar 0.953862 dan 1.37256, pada tahun 2006 dan 2007 adalah TIRT (Tirta Mahakam Resource Tbk) sebesar 0.720556 dan 0.621336, dan pada tahun 2008 adalah MLPL (Multipolar Corporation Tbk) sebesar 0.852524. Sedangkan jumlah rata-rata pajak perusahaan manufaktur tahun 2004, 2005, 2006, 2007, dan 2008 sebesar 0.318245, 0.369361, 0.346695, 0.298344, dan 0.313649. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa rata-rata perusahaan manufaktur mempunyai beban pajak sebesar 30% dari laba perusahaan. Semakin kecil beban pajak perusahaan, menunjukkan perusahaan mempunyai hutang yang besar. Karena biaya bunga hutang bisa dipergunakan untuk mengurangi penghasilan yang dikenakan pajak (bersifat tax deductible). 104 d. Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan total aktiva yang dimiliki perusahaan (Titman dan Wessels,1988 dalam Rudiano, Firdaus, Dan Garnia 2007). Adapaun data mengenai total aktiva perusahaan manufaktur dapat dilihat pada tabel 4.5. 105 Tabel 4.5 Ukuran Perusahaan Tahun 2004-2008 (dalam Jutaan Rupiah) Total Aktiva 2006 2007 2008 KODE 1 AKPI 1,425,757 1,463,009 1,460,273 1,544,670 1,584,372 2 ALMI 931,927 805,745 1,249,710 1,370,928 1,595,213 3 ARNA 295,971 364,794 478,778 630,587 651,019 4 ASII 39,145,053 61,166,666 57,929,290 63,519,598 67,628,000 5 FASW 2,628,415 2,881,808 3,421,892 3,769,588 3,810,044 6 GGRM 20,591,389 22,128,851 21,733,034 23,928,968 23,816,801 7 GJTL 6,341,117 7,479,373 7,276,025 8,454,693 8,491,913 8 HMSP 11,699,265 11,934,600 12,659,804 15,680,542 15,403,996 9 IKBI 445,145 548,245 590,296 589,322 626,714 10 INDF 15,673,356 14,788,084 16,112,493 29,527,466 31,821,883 11 INDR 4,937,424 5,503,482 5,352,243 5,874,702 5,917,062 12 INTP 9,771,012 10,536,380 9,598,280 10,016,028 10,376,708 13 JPRS 245,437 204,990 189,384 268,790 457,713 14 KAEF 1,173,438 1,177,603 1,261,225 1,386,739 1,351,136 15 KLBF 4,231,054 4,633,399 4,624,619 5,138,213 5,452,935 16 LTLS 1,426,798 1,608,866 1,830,516 2,135,084 2,753,153 17 MLPL 4,872,881 5,480,658 7,479,242 9,783,410 9,503,772 18 MTDL 611,042 666,604 740,800 1,162,251 1,061,535 19 PBRX 127,475 390,216 553,846 833,093 790,548 20 RDTX 321,769 364,828 533,788 583,454 583,761 21 TBLA 1,352,092 1,451,439 2,049,163 2,457,120 2,708,719 22 TCID 472,364 545,695 672,197 725,197 795,784 23 TIRT 808,567 856,924 570,117 553,388 527,256 24 TOTO 708,561 847,605 908,168 913,995 919,475 25 TRST 1,911,757 2,104,464 2,020,478 2,138,991 2,137,060 26 UNIC 2,890,880 2,698,410 2,747,039 2,623,497 1,353,473 27 UNVR 3,647,098 3,842,351 4,626,000 5,333,406 6,222,151 127,475 204,990 189,384 268,790 457,713 39,145,053 61,166,666 57,929,290 63,519,598 67,628,000 5,136,557 6,165,744 6,246,989 7,442,360 7,716,378 Min Max RataRata Sumber: data diolah 2004 2005 NO 106 Tabel 4.5 menunjukkan perusahaan yang mempunyai total aktiva paling kecil pada tahun 2004 adalah PBRX (Pan Brothers Tex Tbk) sebesar 127,475. Pada tahun 2005, 2006, 2007 dan 2008 adalah JPRS (Jaya Pari Steel Tbk) sebesar 204,990, 189,384, 268,790 dan 457,713. Sedangkan perusahaan yang mempunyai total aktiva paling besar pada tahun 2004, 2005, 2006, 2007, dan 2008 adalah ASII (Astra Internasional Tbk) sebesar 39,145,053, 61,166,666, 57,929,290, 63,519.598 dan 67,628,000. Sedangkan jumlah rata-rata total aktiva perusahaan manufaktur pada tahun 2004, 2005, 2006, 2007 dan 2008 sebesar 5,136,557, 6,165,744, 6,246,988, 7,442,360 dan 7,716,377. Berdasarkan hasil, dapat diinterpretasikan bahwa dalam kurun waktu tersebut, rata-rata total aktiva perusahaan manufaktur terjadi peningkatan. Semakin besar total aktiva, menunjukkan semakin besar pula ukuran perusahaan tersebut. e. Intensitas Modal Intensitas modal adalah rasio antara total aktiva dengan penjualan (Commanor dan Wilson, 1967, Porter, 1979). Data mengenai intensitas modal perusahaan manufaktur dapat dilihat pada tabel 4.6. 107 Tabel 4.6 Intensitas Modal Tahun 2004-2008 Intensitas Modal NO KODE 1 AKPI 1.505747 1.394568 1.256856 1.150137 4.086593 2 ALMI 0.700579 0.590227 0.634475 0.590441 2.521486 3 ARNA 1.364192 1.179807 1.388293 1.243810 4.315442 4 ASII 0.871363 0.990848 1.043618 0.905057 3.105051 5 FASW 1.841877 1.912927 2.021104 1.419382 4.560491 6 GGRM 0.847672 0.890592 0.825118 0.849798 3.448859 7 GJTL 0.931479 1.547242 1.329992 1.269501 4.590973 8 HMSP 0.662972 0.485027 0.428491 0.526410 1.895428 9 IKBI 0.456058 0.385023 0.308354 0.370537 1.470017 10 INDF 0.874701 0.788082 1.059916 3.597262 11 INDR 1.254159 1.190944 1.258025 1.233814 4.363866 12 INTP 2.116996 1.884069 1.517436 1.367629 5.055673 13 JPRS 0.646009 0.542793 0.556668 0.621038 1.657816 14 KAEF 0.609265 0.648305 0.575977 0.586201 2.933394 15 KLBF 0.839026 0.789209 0.761687 0.733516 3.127978 16 LTLS 0.836544 0.742601 0.758524 0.787117 2.863495 17 MLPL 1.943760 0.731658 0.821860 0.943424 3.645142 18 MTDL 0.484658 0.443248 0.452734 0.428403 1.623174 19 PBRX 0.414271 0.354258 0.388226 0.513162 1.856051 20 RDTX 1.801769 2.303789 3.794558 4.108397 13.302060 21 TBLA 1.135248 1.189084 1.716218 1.332345 2.662990 22 TCID 0.590004 0.603135 0.706364 0.712141 2.408365 23 TIRT 1.079723 0.923269 0.810820 0.716531 3.681081 24 TOTO 1.241210 1.187335 1.096604 1.020925 3.623090 25 TRST 2.116895 1.947352 1.673886 1.429290 4.733098 26 UNIC 1.041077 0.916211 0.941589 0.873919 1.538046 27 UNVR 0.405918 0.384538 0.408108 0.425145 1.642921 Min 0.405918 0.354258 0.308354 0.370537 1.470017 Max 2.116996 2.303789 3.794558 4.108397 13.302060 1.059747 0.998005 1.044812 1.008074 3.492957 Rata-Rata Sumber: data diolah 2004 2005 2006 0.734337 2007 2008 108 Tabel 4.6 menunjukkan perusahaan yang mempunyai intensitas modal paling kecil pada tahun 2004 adalah UNVR (Unilever Indonesia Tbk) sebesar 0.405918. Pada tahun 2005 adalah PBRX (Pan Brothers Tex Tbk) sebesar 0.354258. dan pada tahun 2006, 2007 dan 2008 adalah IKBI (Sumi Indo Kabel Tbk) sebesar 0.308354 dan 1.470017. Sedangkan perusahaan yang mempunyai intensitas modal paling besar pada tahun 2004 adalah INTP (Indocement Tunggal Perkasa Tbk) sebesar 2.116996. Dan pada tahun 2005, 2006, 2007 dan 2008 adalah RDTX (Roda Vivatex Tbk) sebesar 2.303789, 3.794558, 4.108397 dan 13.492957. Sedangkan nilai rata-rata intensitas modal perusahaan manufaktur tahun 2004, 2005, 2006, 2007 dan 2008 sebesar 1.059747, 0.998005, 1.044812, 1.008074 dan 3.492957. Hal ini dapat diinterpretasikan selama kurun waktu 5 tahun terakhir terjadi kenaikan dan penurunan intensitas modal perusahaan manufaktur. Semakin kecil rasio intensitas modal maka akan semakin baik, karena terjadi peningkatan penjualan yang pada akhirnya akan memaksimalkan laba perusahaan. 109 f. Harga Saham Harga saham yang digunakan dalam penelitian ini adalah harga saham rata-rata bulanan (closing price) dari tiap-tiap perusahaan yang menjadi objek penelitian. Apabila harga saham perusahaan meningkat, maka semakin tinggi harga saham, maka semakin tinggi pula kemakmuran pemegang saham. Kemakmuran pemegang saham juga merefleksikan kemakmuran perusahaan, artinya perusahaan mempunyai modal yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Adapun data mengenai harga saham perusahaan manufaktur dapat dilihat pada tabel 4.7. 110 Tabel 4.7 Harga Saham Tahun 2004-2008 (dalam Rupiah) Harga Saham NO KODE 1 AKPI 637.50 355.42 396.67 404.58 316.67 2 ALMI 321.25 402.92 586.25 1,105.83 710.00 3 ARNA 266.67 259.58 253.33 307.08 331.67 4 ASII 6,512.50 10,666.67 11,779.17 18,629.17 26,450.00 5 FASW 714.58 1,026.67 1,024.17 1,505.00 1,760.00 6 GGRM 13,662.50 13,045.83 10,108.33 10,062.50 7,916.67 7 GJTL 567.92 672.50 590.00 542.08 405.00 8 HMSP 5,483.33 8,762.50 8,258.33 13,483.33 13,633.33 9 IKBI 385.83 385.00 608.75 935.00 913.33 10 INDF 743.75 955.83 1,094.17 1,937.92 2,691.67 11 INDR 510.83 542.08 451.67 630.83 660.00 12 INTP 2,050.00 3,183.33 4,633.33 6,400.00 7,433.33 13 JPRS 610.00 1,057.50 912.50 1,880.00 286.67 14 KAEF 180.83 171.25 149.17 265.00 246.33 15 KLBF 460.42 680.00 1,289.17 1,303.33 1,076.67 16 LTLS 295.00 538.33 448.75 462.08 415.00 17 MLPL 304.58 198.75 125.00 119.75 88.67 18 MTDL 85.00 82.92 72.50 178.75 153.00 19 PBRX 369.17 360.00 361.67 437.92 261.67 20 RDTX 810.42 821.67 911.67 1,015.00 1,340.00 21 TBLA 189.17 223.33 203.75 502.08 530.00 22 TCID 3,210.42 4,468.75 5,097.92 7,487.50 7,583.33 23 TIRT 135.83 141.25 95.00 106.42 93.33 24 TOTO 5,100.00 6,000.00 6,254.17 6,250.00 8,000.00 25 TRST 211.25 170.00 138.75 194.92 183.67 26 UNIC 2,210.42 2,718.75 2,675.00 2,633.33 2,391.67 27 UNVR 3,520.83 4,075.00 4,687.50 6,416.67 6,866.67 Min 85.00 82.92 72.50 106.42 88.67 Max 13,662.50 13,045.83 11,779.17 18,629.17 26,450.00 1,835.19 2,295.03 2,340.99 3,155.41 3,434.75 Rata-Rata Sumber: data diolah 2004 2005 2006 2007 2008 111 Tabel 4.7 menunjukkan perusahaan yang mempunyai harga saham paling kecil pada tahun 2004, 2005 dan 2006 adalah MTDL (Metrodata Electronics Tbk) sebesar 85.00, 82.92 dan 72.50. Pada tahun 2007 adalah TIRT (Tirta Mahakam Resource Tbk) sebesar 106.42. Dan pada tahun 2008 adalah MLPL (Multipolar Corporation Tbk) sebesar 88.67. Sedangkan perusahaan yang mempunyai harga saham paling besar pada tahun 2004 dan 2005 adalah GGRM (Gudang Garam Tbk) sebesar 13,662.50 dan 13,045.83, pada tahun 2006, 2007 dan 2008 adalah ASII (Astra Internasional Tbk) sebesar 11,779.17, 18,629.17 dan 26,450.00. Sedangkan jumlah rata-rata harga saham perusahaan manufaktur pada tahun 2004, 2005, 2006, 2007 dan 2008 sebesar 1,835.19, 2,295.03, 2,340.99, 3,155.41 dan 3,434.75. Harga saham mencerminkan nilai perusahaan. Jika harga saham naik, menunjukkan nilai perusahaan tersebut meningkat. Dari nilai rata-rata harga saham perusahaan manufaktur yang menunjukkan peningkatan dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, dapat dikatakan nilai perusahaan manufaktur terjadi peningkatan. 112 g. Profitabilitas (ROA) Rasio probabilitas adalah hasil bersih dari serangkaian kebijakan dan keputusan. Rasio probabilitas menunjukkan pengaruh gabungan dari likuiditas, pengelolaan aktiva, dan pengelolaan hutang terhadap hasilhasil dari operasi. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan ROA untuk mengukur probabilitas perusahaan. ROA atau pengembalian atas total aktiva adalah rasio antara laba bersih terhadap total aktiva yang digunakan untuk mengukur tingkat pengembalian atas total aktiva setelah bunga dan pajak (Van Horne dan Wachowizc, 2007, Higgins, 2004: 35, Ross, Westerfield, dan Jordan, 2006: 65). Data mengenai profitabilitas (ROA) perusahaan manufaktur dapat dilihat pada tabel 4.8. 113 Tabel 4.8 Profitabilitas (ROA) Tahun 2004-2008 ROA NO KODE 1 AKPI 0.004658 0.007707 0.009986 0.014847 0.014322 2 ALMI 0.038426 0.046361 0.066584 0.023142 0.017847 3 ARNA 0.084917 0.097093 0.059013 0.068877 0.023648 4 ASII 0.138089 0.089220 0.064080 0.102634 0.033255 5 FASW 0.001783 0.002022 0.029729 0.032356 0.022929 6 GGRM 0.086940 0.085393 0.046373 0.060328 0.014113 7 GJTL 0.075405 0.046372 0.016273 0.010744 0.016780 8 HMSP 0.170254 0.199677 0.278874 0.231116 0.068731 9 IKBI 0.016487 0.043318 0.075172 0.131451 0.021913 10 INDF 0.024686 0.008386 0.041037 0.033202 0.012033 11 INDR 0.009319 0.003707 0.003377 0.003705 0.001094 12 INTP 0.011874 0.070203 0.061761 0.098211 0.036334 13 JPRS 0.254587 0.166272 0.141490 0.154641 0.066736 14 KAEF 0.066263 0.044860 0.034879 0.037634 0.008142 15 KLBF 0.106521 0.135131 0.146300 0.137342 0.031484 16 LTLS 0.036387 0.032585 0.016212 0.033568 0.023083 17 MLPL 0.004746 0.011079 0.006038 0.006267 0.000793 18 MTDL 0.020053 0.024463 0.028045 0.024504 0.010432 19 PBRX 0.060671 0.026398 0.017601 0.029574 0.005286 20 RDTX 0.037887 0.057929 0.064779 0.059683 0.014826 21 TBLA 0.012170 0.004223 0.025808 0.039569 0.047339 22 TCID 0.174637 0.170177 0.148941 0.153382 0.054085 23 TIRT 0.012450 0.011798 0.002256 0.001424 -0.036400 24 TOTO 0.036523 0.074190 0.087765 0.061682 0.011975 25 TRST 0.015152 0.007807 0.012840 0.008297 0.018539 26 UNIC 0.056648 0.018104 0.004106 0.012656 0.052277 27 UNVR 0.401465 0.374897 0.372156 0.368367 0.113015 Min 0.001783 0.002022 0.002256 0.001424 -0.036400 Max 0.401465 0.374897 0.372156 0.368367 0.113015 0.072555 0.068866 0.068943 0.071822 0.026097 Rata-Rata Sunber: data diolah 2004 2005 2006 2007 2008 114 Tabel 4.8 menunjukkan perusahaan yang memiliki ROA paling kecil pada tahun 2004 dan 2005 adalah FASW (Fajar Surya Wisesa Tbk) sebesar 0.001783 dan 0.002022. Pada tahun 2006, 2007 dan 2008 adalah TIRT (Tirta Mahakam Resource Tbk) sebesar 0.002256, 0.001424 dan 0.036400. Sedangkan perusahaan yang memiliki ROA paling besar pada tahun 2004, 2005, 2006, 2007 dan 2008 adalah UNVR (Unilever Indonesia Tbk) sebesar 0.401465, 0.374897, 0.372156, 0.368367 dan 0.113015. Sedangkan nilai rata-rata ROA perusahaan manufaktur tahun 2004, 2005, 2006, 2007 dan 2008 sebesar 0.072555, 0.068866, 0.068946, 0.071822 dan 0.026097. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa terjadi penurunan ROA pada perusahaan manufaktur selama lima tahun terakhir. Semakin kecil nilai ROA menunjukkan penurunan profitabilitas (laba bersih) yang diperoleh perusahaan manufaktur. h. Tingkat Pertumbuhan Tingkat pertumbuhan perusahaan diukur dengan menggunakan tingkat penjualan perusahaan. Adapun pertumbuhan yang dimiliki perusahaan manufaktur selama 5 tahun dari tahun 2004-2008, adalah: 115 Tabel 4.9 Tingkat Pertumbuhan Tahun 2004-2008 Tingkat Pertumbuhan Penjualan NO KODE 1 AKPI 2 2005 2006 2007 0.120947 0.107934 0.107494 0.155946 0.287604 ALMI 0.477669 0.026252 0.442834 0.178808 0.105725 3 ARNA 0.122681 0.425158 0.115363 0.470070 0.228155 4 ASII 0.425570 0.374138 -0.100815 0.264373 0.473414 5 FASW 0.181455 0.055682 0.123857 0.568617 0.518601 6 GGRM 0.049890 0.022874 0.060045 0.069065 0.065446 7 GJTL 0.188162 -0.289909 0.131718 0.217361 0.205013 8 HMSP 0.202490 0.394371 0.200725 0.008213 0.119123 9 IKBI 0.676393 0.458839 0.344410 -0.169191 0.153755 10 INDF 0.002636 0.047221 0.169303 0.269659 0.516922 11 INDR 0.181457 0.173812 -0.079338 0.119153 0.231695 12 INTP 0.110115 0.211645 0.131067 0.157828 0.386255 13 JPRS 0.532672 -0.005975 -0.099158 0.272179 2.194497 14 KAEF 0.060343 -0.056884 0.205503 0.080340 -0.002201 15 KLBF 0.745397 0.164218 0.034170 0.153727 0.120812 16 LTLS 0.355315 0.270254 0.113883 0.124014 0.369861 17 MLPL 3.217676 1.988004 0.214885 0.139525 0.195312 18 MTDL 0.335137 0.192847 0.088022 0.658019 0.402040 19 PBRX 0.164572 2.579691 0.295148 0.137979 0.484527 20 RDTX -0.000006 -0.113251 -0.111695 0.009547 0.371964 21 TBLA 0.664407 0.024875 -0.021822 0.544563 1.941751 22 TCID 0.256540 0.130091 0.051799 0.070095 0.248097 23 TIRT 0.837282 0.239397 -0.242425 0.098388 -0.301550 24 TOTO 0.215044 0.250514 0.160102 0.081020 0.138021 25 TRST 0.138267 0.196640 0.116943 0.239825 0.428846 26 UNIC 0.307486 0.060634 -0.009417 0.028978 0.158390 27 UNVR 0.106011 0.112113 0.134416 0.106717 0.193106 Min -0.000006 -0.289909 -0.242425 -0.169191 -0.301550 Max 3.217676 2.579691 0.442834 0.658019 2.194497 0.395393 0.297822 0.095445 0.187215 0.379081 Rata-Rata Sumber: data diolah 2004 2008 116 Tabel 4.9 menunjukkan perusahaan yang mempunyai tingkat pertumbuhan paling kecil pada tahun 2004 adalah RDTX (Roda Vivatex Tbk) sebesar -0.000006, pada tahun 2005 adalah GJTL (Gajah Tunggal Tbk) sebesar -0.289909, pada tahun 2006 dan 2008 adalah TIRT (Tirta Mahakam Resource Tbk) sebesar -0.242425dan -0.301550, dan pada tahun 2007 adalah IKBI (Sumi Indo Kabel Tbk) sebesar -0.169191. Sedangkan perusahaan yang mempunyai tingkat pertumbuhan paling besar pada tahun 2004 adalah MLPL (Multipolar Corporation Tbk) sebesar 3.217676, pada tahun 2005 adalah PBRX (Pan Brothers Tex Tbk) sebesar 2.579691, pada tahun 2006 adalah ALMI (Alumindo Light Metal Inds.Tbk) sebesar 0.442834, pada tahun 2007 adalah MTDL (Metrodata Electronics Tbk) sebesar 0.658019, dan pada tahun 2008 adalah JPRS (Jaya Pari Steel Tbk) sebesar 2.194497. Sedangkan nilai rata-rata tingkat pertumbuhan perusahaan manufaktur tahun 2004, 2005, 2006, 2007 dan 2008 sebesar 0.395393, 0.297822, 0.095445, 0.187215 dan 0.379081. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa terjadi kenaikan dan penurunan penjualan perusahaan manufaktur. Penurunan penjualan akan mengakibatkan laba perusahaan akan semakin kecil, sebaliknya kenaikan penjualan, perusahaan akan berpeluang memperoleh laba yang besar. 117 C. Pengujian dan Pembahasan Hipotesis 1. Pengujian Hipotesis Pengujian pertama dilakukan dengan uji t, untuk mengetahui apakah terjadi trimming antara variabel eksogen terhadap variabel endogen, yaitu pengaruh variabel struktur aktiva, pajak, ukuran perusahaan, intensitas modal, harga saham, ROA, dan tingkat pertumbuhan terhadap struktur modal. Diperoleh hasil output perhitungan dengan SPSS sebagai berikut: Tabel 4.10 Pengaruh Variabel Struktur Aktiva, Pajak, Ukuran Perusahaan, Intensitas Modal, Harga Saham, ROA, dan Tingkat Pertumbuhan terhadap Struktur Modal Model Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B 1 (Constant) Std. Error .294 .151 STRUKTURAKTIVA .715 .233 PAJAK .302 UKURANPERUSAHAAN INTENSITASMODAL HARGASAHAM ROA TINGKATPERTUMBUHANPENJUALAN Beta t Sig. 1.949 .054 .273 3.075 .003 .233 .101 1.294 .198 1.801E-8 .000 .383 3.200 .002 -.014 .033 -.036 -.409 .683 -5.114E-5 .000 -.378 -3.031 .003 -1.522 .638 -.213 -2.387 .018 .104 .095 .086 1.088 .279 a. Dependent Variabel: STRUKTURMODAL Sumber: data diolah Langkah berikutnya adalah melakukan pemeriksaan validitas model yang dibagi dalam tiga indikator, yaitu trade off theory, pecking order theory dan signaling theory dengan melihat koefisien jalur yang dihitung. Jika tidak signifikan, maka terjadi trimming. Dalam output SPSS pada tabel 4.10 menunjukkan bahwa: 118 a. Pengujian indikator trade off theory dengan hasil sebagai berikut: 1). Variabel struktur aktiva dengan nilai t hitung sebesar 3.075 > t tabel sebesar 1.9788 atau nilai alpha lebih kecil dari 0.05 (0.003 < 0.05), dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini tidak terjadi trimming sehingga model layak digunakan. 2). Variabel pajak dengan nilai t hitung sebesar 1.294 < t tabel sebesar 1.9788 atau nilai alpha lebih besar dari 0.05 (0.198 > 0.05), dapat disimpulkan bahwa Ho diterima dan Ha ditolak. Hal ini terjadi trimming sehingga model tidak layak digunakan dan harus dibuang dari model. 3). Varabel ukuran perusahaan dengan nilai t hitung sebesar 3.200 > t tabel sebesar 1.9788 atau nilai alpha lebih kecil dari 0.05 (0.002 < 0.05), dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini berarti tidak terjadi trimming sehingga model layak digunakan. 4). Variabel intensitas modal dengan nilai t hitung sebesar -0.409 > t tabel sebesar -1.9788 atau nilai alpha lebih besar dari 0.05 (0.683 > 0.05), dapat disimpulkan bahwa Ho diterima dan Ha ditolak. Hal ini terjadi trimming sehingga model tidak layak digunakan dan harus dibuang dari model. b. Pengujian indikator pecking order theory dengan hasil sebagai berikut: 1). Variabel harga saham dengan nilai t hitung sebesar -3.031< t tabel sebesar -1.9788 atau nilai alpha lebih kecil dari 0.05 (0.003 < 0.05), 119 dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini tidak terjadi trimming sehingga model layak digunakan. 2). Variabel ROA dengan nilai t hitung sebesar -2,387 < t tabel sebesar 1.9788 atau nilai alpha lebih kecil dari 0,05 (0,018 < 0,05), dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini tidak terjadi trimming sehingga model layak digunakan. 3). Variabel tingkat pertumbuhan penjualan dengan nilai t hitung sebesar 1.088 < t tabel sebesar 1.9788 atau nilai alpha lebih besar dari 0,05 (0.279 > 0.05), dapat disimpulkan bahwa Ho diterima dan Ha ditolak. Hal ini terjadi trimming sehingga model tidak layak digunakan dan harus dibuang dari model. c. Pengujian signaling theory dengan hasil sebagai berikut: 1). Variabel ROA dengan nilai t hitung sebesar -2,387 < t tabel sebesar 1.9788 atau nilai alpha lebih kecil dari 0,05 (0,018 < 0,05), dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini tidak terjadi trimming sehingga model layak digunakan. 2). Variabel tingkat pertumbuhan penjualan dengan nilai t hitung sebesar 1.088 < t tabel sebesar 1.9788 atau nilai alpha lebih besar dari 0,05 (0.279 > 0.05), dapat disimpulkan bahwa Ho diterima dan Ha ditolak. Hal ini terjadi trimming sehingga model tidak layak digunakan dan harus dibuang dari model. Jadi variabel yang harus dikeluarkan dari model (terjadi trimming) pada indikator trade off theory yaitu variabel pajak dan intensitas modal, 120 sedangkan variabel yang harus dikeluarkan dari model (terjadi trimming) untuk indikator pecking order theory dan signaling theory adalah tingkat pertumbuhan penjualan. Oleh karena itu perhitungan diulang kembali dengan cara menghilangkan jalur, yang menurut hasil pengujian ternyata tidak signifikan. Selain dilakukan perhitungan uji t, juga dilakukan perhitungan matriks korelasi masing-masing variabel. Perhitungan ini dilakukan untuk mencari pengaruh langsung dan tidak langsung dari variabel eksogen terhadap variabel endogen. Pengaruh langsung diperoleh dari koefisien Beta dari kolom standardized coefficient dengan mengkuadratkan nilai koefisien tersebut, sedangkan untuk pengaruh tidak langsung diperoleh dari matriks korelasi. Korelasi ini merupakan hubungan antar variabel yang menunjukkan pengaruh dari suatu variabel eksogen terhadap variabel endogen melalui hubungan korelasional yang lemah. Adapun hasil dari perhitungan SPSS adalah: Tabel 4.11 Pengaruh Struktur Aktiva, Ukuran Perusahaan, Harga Saham dan ROA terhadap Struktur Modal Model 1 Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Std. Error (Constant) .448 .110 STRUKTURAKTIVA .625 .208 1.770E-8 UKURANPERUSAHAAN HARGASAHAM ROA Beta t Sig. 4.053 .000 .239 3.000 .003 .000 .377 3.151 .002 -5.284E-5 .000 -.390 -3.153 .002 -1.591 .610 -.222 -2.606 .010 a. Dependent Variabel: STRUKTURMODAL Sumber: data diolah 121 Tabel 4.12 Matriks Korelasi Variabel Struktur Aktiva, Ukuran Perusahaan, Harga Saham, ROA dan Struktur Modal Correlations STRUKTUR STRUKTUR UKURAN HARGA MODAL AKTIVA PERUSAHAAN SAHAM .028 -.214 .002 .744 .013 .000 135 135 135 135 135 ** 1 -.195 * -.134 -.185 .024 .121 .032 135 135 ** .064 .000 .463 135 135 135 ** 1 1 Sig. (2-tailed) N STRUKTUR Pearson Correlation AKTIVA UKURAN PERUSAHAAN .259 .259 Sig. (2-tailed) .002 N 135 135 135 Pearson Correlation .028 -.195 * 1 Sig. (2-tailed) .744 .024 N 135 135 * -.134 Sig. (2-tailed) .013 .121 .000 N 135 135 135 * .064 HARGA SAHAM Pearson Correlation Pearson Correlation ROA ** Pearson Correlation MODAL ROA STRUKTUR -.214 -.364 ** -.185 .737 .737 * -.364 ** .313 * ** .000 135 135 ** 1 .313 Sig. (2-tailed) .000 .032 .463 .000 N 135 135 135 135 135 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). Sumber: data diolah Setelah dilakukan pengujian berdasar data empirik dengan melihat dari nilai variabel-variabel yang signifikan, maka dapat dibuat konstruksi model pada gambar berikut: 122 Struktur Aktiva (X1) Struktur Modal Ukuran Perusahaan (X3) Gambar 4.1 Konstruksi Model Penelitian Berdasarkan Variabel yang Signifikan pada Indikator trade off theory Harga Saham (X5) Struktur Modal ROA (X6) Gambar 4.2 Konstruksi Model Penelitian Berdasarkan Variabel yang Signifikan pada Indikator pecking order theory ROA Struktur Modal (X6) Gambar 4.3 Konstruksi Model Penelitian Berdasarkan Variabel yang Signifikan pada Indikator signaling theory 123 2. Pembahasan Hipotesis Pembahasan hipotesis ini maksudnya adalah melakukan interpretasi atas hasil analisis berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, yaitu dengan mencari pengaruh langsung dan tidak langsung antar variabel. Lalu melihat variabel mana saja yang paling dominan, dalam arti yang memberikan pengaruh paling besar atau paling kuat terhadap variabel endogen. a. Pengaruh langsung dan tidak langsung untuk indikator trade off theory terhadap struktur modal: Besar pengaruh langsung antara struktur aktiva (X1) terhadap struktur modal (Y) adalah ρ YX1 kali ρYX1 = 0.239 × 0.239 = 0.0571 atau sebesar 5.71%. Pengaruh tidak langsung struktur aktiva (X1) terhadap struktur modal (Y) melalui hubungan korelasional total aktiva (X3) adalah ρ YX1 kali rX1X3 kali ρ YX3 = (0.239) (-0.195) (0.377) = -0.0176 atau sebesar -1.76%. Pengaruh total struktur aktiva (X1) terhadap struktur modal (Y) adalah 0.0571 + (-0.0176) = 0.0395 atau sebesar 3.95%. Besar pengaruh langsung antara total aktiva (X3) terhadap struktur modal (Y) adalah ρ YX3 kali ρYX3 = 0.377 × 0.377 = 0.1421 atau sebesar 14.21%. Pengaruh tidak langsung total aktiva (X3) terhadap struktur modal (Y) melalui hubungan korelasional struktur aktiva (X1) adalah ρYX3 kali rX3X1 kali ρ YX1 = (0.377) (-0.195) (0.239) = -0.0176 atau sebesar -1.76%. pengaruh total X3 terhadap Y adalah 0.1421 + (-0.0176) = 0.1245 atau sebesar 12.45%. 124 Dari kedua variabel tersebut yaitu variabel struktur aktiva dan variabel ukuran perusahaan (total aktiva) diketahui bahwa variabel yang memiliki pengaruh paling dominan adalah ukuran perusahaan (total aktiva) sebesar 12.45%. Secara bersama-sama terdapat pengaruh gabungan antara X 1 dan X3 (sebagai variabel indikator trade off theory) terhadap struktur modal (Y) = 0.0395 + 0.1245 = 0.164 atau sebesar 16.4%. b. Pengaruh langsung dan tidak langsung untuk indikator pecking order theory: Besar pengaruh langsung antara harga saham (X5) terhadap struktur modal (Y) adalah ρYX5 kali ρ YX5 = -0.390 × -0.390 = 0.1521 atau sebesar 15.21%. Pengaruh tidak langsung X5 terhadap Y melalui hubungan korelasional ROA (X6) adalah ρYX5 kali r X5X6 kali ρ YX6 = (-0.390) (0.313) (-0.222) = 0.0271 atau sebesar 2.71%. Pengaruh total harga saham (X5) terhadap struktur modal (Y) adalah 0.1521 + 0.0271 =0.1792 atau sebesar 17.92%. Besar pengaruh langsung ROA (X6) terhadap struktur modal (Y) adalah ρ YX6 kali ρ YX6 = -0.222 × -0.222 = 0.0493 atau sebesar 4.93%. Pengaruh tidak langsung X6 terhadap Y melalui hubungan korelasional harga saham (X5) adalah ρ YX6 kali r X6X5 kali ρ YX5 = (-0.222) (0.313) (- 0.390) = 0.0271 atau sebesar 2.71%. Pengaruh total ROA (X6) terhadap struktur modal (Y) adalah 0.0493 + 0.0271 = 0.0764 atau sebesar 7.64%. Dari kedua variabel tersebut yaitu variabel harga saham (X5) dan variabel ROA (X6) diketahui bahwa variabel yang memiliki pengaruh 125 paling dominan adalah harga saham sebesar 17.92%. Secara bersama-sama terdapat pengaruh gabungan antara X5 dan X6 (sebagai variabel indikator pecking order theory) terhadap struktur modal (Y) = 0.1792 + 0.0764 = 0.2555 atau sebesar 25.55%. c. Pengaruh langsung untuk indikator signaling theory: Besar pengaruh langsung ROA (X6) terhadap struktur modal (Y) adalah ρYX6 kali ρ YX6 = -0.222 × -0.222 = 0.0493 atau sebesar 4.93%. Dengan demikian, dari ketiga indikator tersebut yaitu trade off theory, pecking order theory dan signaling theory diketahui bahwa indikator yang memiliki pengaruh paling dominan terhadap struktur modal adalah indikator pecking order theory sebesar 25.55%. Berikut ini disajikan tabel dan diagram yang menunjukkan pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen dan pengaruh indikator trade off theory, pecking order theory dan signaling theory terhadap struktur modal: Tabel 4.13 Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Variabel Struktur Aktiva, Ukuran Perusahaan, Closing Price dan ROA terhadap Struktur Modal Variabel Struktur Aktiva Ukuran Perusahaan Closing Price ROA Lain-Lain Total Pengaruh Langsung 5.71% 14.21% 15.21% 4.93% - Pengaruh tidak Langsung -1.76% -1.76% 2.71% 2.71% - Pengaruh Total 3.95% 12.45% 17.92% 7.64% 58.04% 100% 126 Struktur Aktiva, 3.95% Ukuran Perusahaan, 12.45% LainLain, 58.04% Closing Price 17.92% ROA, 7.64% Diagram 4.1 Pengaruh Total Variabel Stuktur Aktiva, Ukuran Perusahaan, Closing Price, dan ROA terhadap Struktur Modal Tabel 4.14 Pengaruh Trade Off Theory, Pecking Order Theory dan Signaling Theory terhadap Struktur Modal Indikator Variabel Struktur Aktiva Ukuran Perusahaan Closing Price ROA Pengaruh Total Trade Off Theory Pecking Order Theory Signaling Theory 3.95% 12.45% 16.40% 17.92% 7.64% 25.55% 4.93% 4.93% D. Interpretasi Faktor-faktor determinan struktur modal, seperti struktur aktiva, pajak, ukuran perusahaan (total aktiva), intensitas modal, harga saham, profitabilitas (ROA), dan tingkat pertumbuhan penjualan, setelah dilakukan penelitian terhadap 27 perusahaan manufaktur menunjukkan terdapat tiga variabel yang tidak memiliki pengaruh (baik langsung maupun tidak langsung) terhadap struktur modal yakni pajak, intensitas modal dan tingkat pertumbuhan penjualan. 127 Hasil ini dapat diinterpretasikan bahwa untuk variabel pajak yang merupakan gambaran dari besarnya beban yang dikeluarkan perusahaan dengan tidak adanya pengaruh variabel tersebut terhadap struktur modal, mengartikan bahwa ternyata perusahaan yang tergabung dalam kelompok manufaktur, mengenai penentuan struktur modal tidak terlalu mempertimbangkan faktor beban ataupun manfaat dari pajak, hasil ini konsisten dengan penelitian Pudji Astuty (2005). Begitu juga dengan variabel intensitas modal dan pertumbuhan penjualan. Kedua variabel ini yang merupakan gambaran rasio total aktiva dengan tingkat penjualan menunjukkan tidak adanya pengaruh terhadap struktur modal. Variabel lain, yaitu struktur aktiva, ukuran perusahaan, harga saham, dan ROA menunjukkan bahwa kempat variabel tersebut mempunyai pengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap struktur modal. Hal ini konsisten dengan penelitian sebelumnya dalam beberapa variabel, dimana dari beberapa penelitian sebelumnya, variabel yang selalu konsisten dengan memiliki pengaruh terhadap struktur modal adalah struktur aktiva, ukuran perusahaan (total aktiva), dan profitabilitas (ROA). Sedangkan variabel lain tidak konsisten dengan penelitian sebelumnya, hal ini dikarenakan adanya perbedaan penelitian, baik dari objek yang diteliti maupun dari waktu penelitian. Mengenai struktur aktiva dan ukuran perusahaan dapat diinterpretasikan pula, adanya pengaruh tersebut, menunjukkan bahwa perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta dalam pembentukan struktur modalnya (pengambilan keputusan berhutang) sangat memperhatikan struktur aktiva karena dapat digunakan sebagai jaminan (agunan). Variabel ini memiliki hubungan yang 128 positif terhadap struktur modal yang ditunjukkan dengan koefisien beta sebesar 0.239. Hal ini sesuai dengan trade off theory (balance theory), dimana semakin besar aktiva (berupa aktiva tetap) maka memungkinkan perusahaan untuk mendapatkan pinjaman karena bisa dijadikan jaminan. Begitu juga dengan variabel ukuran perusahaan, perusahaan besar akan lebih mudah mendapatkan pinjaman daripada perusahaan kecil, karena perusahaan besar memiliki biaya kebangkrutan lebih rendah dan biaya pengadaan yang lebih rendah untuk menggunakan sekuritas hutang dibandingkan dengan perusahaan kecil. Variabel ukuran perusahaan memiliki hubungan yang positif terhadap struktur modal yang ditunjukkan dengan koefisien beta sebesar 0.377. Hal ini sesuai dengan trade off theory (balance theory), dimana semakin besar ukuran perusahaan (berupa total aktiva) maka memungkinkan perusahaan untuk mendapatkan pinjaman karena memiliki biaya kebangkrutan yang lebih rendah. Selanjutnya untuk variabel harga saham dan ROA dapat diinterpretasikan, adanya pengaruh kedua variabel tersebut terhadap struktur modal, menunjukkan bahwa perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta dalam pembentukan struktur modalnya (pengambilan keputusan berhutang) nilai perusahaannya yang dicerminkan dari harga saham. Variabel ini memiliki hubungan yang negatif terhadap struktur modal yang ditunjukkan dengan koefisien beta sebesar -0.390. Hal ini sesuai dengan pecking order theory, dimana semakin tinggi harga saham, maka semakin tinggi pula kemakmuran pemegang saham. Kemakmuran pemegang saham juga merefleksikan kemakmuran perusahaan, artinya perusahaan mempunyai modal yang cukup untuk memenuhi 129 kebutuhannya, sehingga dalam memenuhi kebutuhannya operasionalnya perusahaan tidak memerlukan hutang. Dapat dikatakan, semakin tinggi harga saham, maka semakin kecil hutang perusahaan. Begitu juga dengan variabel ROA, yang dinyatakan memiliki hubungan terbalik dengan struktur modal yang ditunjukan dengan koefisien beta sebesar -0.222. Hal ini sesuai dengan pecking order theory, dimana perusahaan yang memiliki tingkat keuntungan tinggi, menggunakan hutang yang relatif kecil. Karena tingkat keuntungan yang tinggi memungkinkan perusahaan untuk memperoleh sebagian besar pendanaan dari laba ditahan, sehingga meminimalkan hutang. Akan tetapi, hubungan ROA yang negatif terhadap struktur modal tidak sesuai dengan signaling theory. Menurut signaling theory, ROA mempunyai hubungan yang positif dengan struktur modal. Karena tingginya tingkat profit membawa pada kebangkrutan yang lebih rendah dan insentif yang lebih tinggi untuk menggunakan tax shield sehingga menyebabkan tingginya tingkat hutang. 130 BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, maka dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan (yang mana hal ini merupakan jawaban dari perumusan masalah) sebagai berikut: 1. Berdasarkan hasil pengujian dengan path analysis, untuk indikator trade off theory menunjukkan terdapat dua variabel yang mempunyai pengaruh baik langsung maupun tidak langsung terhadap struktur modal yaitu struktur aktiva dan ukuran perusahaan (total aktiva). Namun dua variabel lain yaitu pajak dan intensitas modal tidak mempunyai pengaruh terhadap struktur modal. Dengan nilai pengaruh langsung dan tidak langsung variabel struktur aktiva menunjukkan hasil masing-masing sebesar 5.71% dan -1.76%. Selanjutnya untuk ukuran perusahaan, pengaruh langsungnya meunjukkan hasil sebesar 14.21%, sementara pengaruh tidak langsungnya (melalui variabel struktur aktiva) sebesar -1.76%. 2. Pada indikator pecking order theory menunjukkan terdapat dua variabel yang mempunyai pengaruh baik langsung maupun tidak langsung terhadap struktur modal yaitu harga saham dan profitabilitas (ROA). Namun satu variabel lain yaitu tingkat pertumbuhan penjualan tidak mempunyai pengaruh terhadap struktur modal perusahaan. Dengan nilai pengaruh langsung dan tidak langsung variabel harga saham menunjukkan hasil masing-masing sebesar 15.21% dan 131 2.71%. Selanjutnya untuk ROA, pengaruh langsungnya menunjukkan hasil sebesar 4.93%, sementara pengaruh tidak langsungnya (melalui variabel harga saham) sebesar 2.71%. 3. Pada indikator signaling theory menunjukkan bahwa hanya variabel ROA menunjukkan adanya pengaruh terhadap struktur modal. Sedangkan variabel tingkat pertumbuhan penjualan tidak berpengaruh terhadap struktur modal perusahaan. Pengaruh variabel ROA menunjukkan hasil sebesar 4.93%. 4. Ketiga indikator tersebut, dapat diketahui bahwa pengaruh total dari masingmasing indikator tersebut adalah indikator trade off theory sebesar 16.4% (pengaruh total variabel struktur aktiva + pengaruh total variabel ukuran perusahaan), indikator pecking order theory sebesar 25.55% (pengaruh total variabel harga saham + pengaruh total variabel ROA), dan indikator signaling theory sebesar 4.93% (pengaruh total variabel ROA). Hasil tersebut, indikator yang paling dominan mempengaruhi struktur modal adalah pecking order theory. Hasil tersebut konsisten dengan penelitian Maurin Sitorus (2005), Synthia A. Sari (2006), Tri Martiningsih (2007) dan Ari Christianti (2008) yang menyatakan berlakunya pecking order theory dalam keputusan pendanaan perusahaan public di Indonesia. 132 B. Implikasi Berdasakan kesimpulan yang telah diuraikan, maka penulis mencoba mengemukakan implikasi yang mungkin bermanfaat: 1. Bagi perusahaan, adanya pengaruh dari struktur aktiva dan ukuran perusahaan terhadap struktur modal, menunjukkan bahwa perusahaan kecil kemungkinan akan lebih susah dalam memperoleh pinjaman. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, perusahaan kecil diharapkan selalu memperbaiki kinerja perusahaan yang pada gilirannya akan menaikkan nilai perusahaan yang dapat dicerminkan dari harga saham yang tinggi. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan sumber dana, persahaan tidak perlu berhutang karena sudah tercukupi dari modal sendiri. 2. Bagi investor, dalam melakukan investasi pada suatu perusahaan, sebaiknya investor memperhatikan kondisi kinerja keuangan yang bisa dilihat dari rasiorasio keuangannya. Hal ini agar memperoleh keuntungan yang diharapkan dan terhindar dari kerugian yang besar. 3. Bagi akademisi, perlu dilakukan penelitian selanjutnya mengenai sumber pendanaan perusahaan, yakni dengan menambah variabel-variabel dan konstruksi baru dengan analisis jalur. 133 DAFTAR PUSTAKA Asnawi, Said Kelana dan Wijaya, Chandra. “Metode Penelitian Keuangan: Prosedur, Ide, dan Kontrol”, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2006. Astuti, Dewi. “Manajemen Keuangan Perusahaan”, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004. Astuty, Pudji. “Pengaruh Pecking Order, Balance, dan Kebijakan Makro terhadap Pengambilan Keputusan Leverage Perusahaan Industri Go Public di BEJ Periode 1991-2001”, Disertasi, Universitas Borobudur, Jakarta, 2005. Atmaja, Lukas Setia. “Teori dan Praktek Manajemen Keuangan”, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2008. Brigham dan Houston. “Dasar-Dasar Manajemen Keuangan”, Buku 1, Edisi 10, Salemba Empat, Jakarta, 2006. Brealey, Myers, and Marcus. “Fundamentals of Corporate Finance”, Edisi 3, McGraw-Hill, New York, 2001. Frensidy, Budi. “Rasio Utang Yang Optimal”, artikel diakses tanggal 1 Februari 2009, dari http://web.bisnis.com/kolom/2id1334.html ____________. ”Utang ada di Tangan Manajemen”, artikel diakses tanggal Februari 2009, dari http://web.bisnis.com/kolom/2id1521.html 1 Ghozali, Imam. “Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS”, Badan Penerbit-Undip, Semarang, 2007. Hamid, Abdul. “Buku Panduan Penulisan Skripsi”, FE UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2007. Higgins, Robert C. “Analysis for Financial Management”, McGraw-Hill, New York, 2004. Husnan, Suad. “Manajemen Keuangan: Teori dan Penerapan (Keputusan Jangka Panjang)”,BPFE, Yogyakarta, 2000. Husnan, Suad dan Pudjiastuti, Enny. “Dasar-Dasar Manajemen Keuangan”, Edisi Empat, UPP AMP YKPN, Yogyakarta, 2004. Keown dkk. “Dasar-Dasar Manajemen Keuangan”, Salemba Empat, Jakarta, 2000. 134 Khodijah, Siti. “Analisis Faktor-Faktor Determinan Struktur Modal dan PER serta Pengaruhnya Terhadap Harga Saham (Studi Empiris Perusahaan Jakarta Index dengan Pendekatan Path Analysis)”, Skripsi, FE UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2006. Moeljadi. “Manajemen Keuangan: Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif”, Jilid 1, Bayumedia Publishing, Malang, 2006. Nasarudin, Indo Yama. “Pengaruh Return On Equity (ROE) dan Earning Growth Rate (EGR) Terhadap Price to Book Value (PBV): Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Antar variable dalam Analisis Jalur”, Vol.3, No.2, Laporan Penelitian, FE UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2004. Nasarudin, Indo Yama dan Fauzan, Hemmy. “Pengantar Bisnis dan Manajemen”, UIN Jakarta Press, Jakarta, 2006. Rakhmawati, Mira Ceria. “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Pada Perusahaan Otomotif yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta”, Skripsi, FEUII, Yogyakarta, 2008. Riyanto, Bambang. “Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan”, BPFE, Yogyakarta, 2001. Rodoni, Ahmad dan Sholihah, Maratush. “Pengujian Empiris Balance Theory, Pecking Order Theory dan Signaling Theory pada Struktur Modal Perusahaan di Indonesia”, Vol.5, No.1, Laporan Penelitian, FE UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2006. Ross, Weterfield, dan Jaffe. “Corporate Finance”, McGraw-Hill, New York, 2002. Ross, Westerfield, dan Jordan. “Fundamentals of Corporate Financial”. 7th edition, McGraw-Hill, New York, 2006. Rudianto, Firdaus, dan Garnia. “Pengaruh Struktur Aktiva dan Ukuran Perusahaan terhadap Struktur Modal serta Dampaknya Terhadap Harga Saham Perusahaan pada Industri Tekstil dan Produk Tekstil Lainnya”, Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi V, Program Studi MMT-ITS, Surabaya, 2007. Sarwono, Jonathan. “Analisis Jalur untuk Riset Bisnis dengan SPSS”, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2007. Sjahrial, Dermawan. “Manajemen Keuangan”, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2008. Sriwardany. “Pengaruh Pertumbuhan Perusahaan terhadap Keijaksanaan Strutur Modal dan Dampaknya Terhadap Perubahan Harga Saham pada Perusahaan Manufaktur Tbk”, Thesis, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2006. 135 Ubaya, Tm. “Sejarah Manufaktur”, artikel diakses tanggal 29 Mei 2009, dari http://tm.ubaya.ac.id/index.php?option=com_conten&view=article&id=198&ite mid=27 Van Horne, James C. dan Wachowicz, John M., Jr. “Prinsip-Prinsip Manajemen Keuangan”, Buku 2, Edisi 12, Salemba Empat, Jakarta, 2007. Warsono. ”Manajemen Keuangan Perusahaan”, Bayumedia Publishing, Malang, 2003. Widoatmodjo, Sawidji. “Cara Sehat Investasi diPasar Modal: Pengantar menjadi Investor Profesional”, PT Elek Media Komputindo, Jakarta, 2005. Zulkieflimansyah. “Sejarah Panjang Industri Nasional”, artikel diakses tanggal 29 Mei 2009, dari http://zulkieflimansyah.com/in/sejarah-panjang-industrinasional.html Publikasi: Laporan Keuangan dari Indonesia Capital Market Directory (ICMD) tahun 2007 yang diterbitkan oleh Institute of Economic and Financial Research. http://www.yahoofinance.com http://www.idx.co.id 136