BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kreitner dan Kinicki (2011: 176) menyebutkan bahwa 81% organisasi menjadikan masalah mempertahankan pegawai sebagai aspek kritis dalam bisnis di samping masalah ekonomi yang menghadang dunia di tahun 2008 sebab perputaran pegawai dapat mengganggu keberlanjutan perusahaan dan sangat merugikan. Dengan kata lain, tingkat perputaran pegawai dipercaya sebagai salah satu aspek sumber daya manusia (SDM) yang penting untuk diperhatikan dalam organisasi. Tingkat perputaran pegawai harus dikurangi dan ditekan karena perputaran pegawai (khususnya yang bersifat sukarela dan dilakukan oleh pegawai yang kompeten) berdampak negatif pada kinerja organisasi terutama kinerja proksimal, yaitu hasil yang terkait dengan pekerjaan seperti produktivitas, kepuasan konsumen, dan tingkat absensi (Park dan Shaw, 2013). Jumlah perputaran pegawai yang signifikan juga diyakini dapat berpengaruh negatif pada efektivitas organisasional. Dalam literatur lainnya, Boys (1980) menyebutkan bahwa kerugian akibat perputaran pegawai dapat bersifat riil (berupa biaya administrasi, biaya rekrutmen dan seleksi, dan lain-lain) maupun masih berupa potensi (misalnya berupa biaya peluang karena pegawai baru yang menggantikan tidak sebagus pegawai yang pergi sehingga dalam jangka pendek akan dapat menurunkan kualitas, produktivitas, atau kedua-duanya). Lebih lanjut Boys (1980) 1 menyatakan bahwa hal ini berlaku sama baik di sektor privat maupun sektor publik. Suatu tindakan biasanya diawali dengan adanya niatan atau intensi. Dalam Mahdi et al. (2012) disebutkan bahwa intensi adalah determinan langsung dari perilaku yang sebenarnya. Dalam hal ini, intensi keluar merupakan sinyal awal terjadinya perputaran pegawai dan merupakan faktor penentu dari perputaran pegawai yang sebenarnya. Oleh karena itu, penting bagi sebuah organisasi mengetahui intensi keluar karyawannya untuk mencegah terjadinya perputaran pegawai yang dapat berdampak negatif pada kinerja organisasi. Barak et al. (2001) menyatakan bahwa banyak penelitian yang menggunakan intensi keluar daripada perputaran pegawai yang aktual sebagai variabel karena dua alasan. Alasan pertama adalah terdapat bukti yang mengindikasikan bahwa karyawan biasanya membuat keputusan secara sadar untuk melakukan suatu tindakan sebelum benar-benar keluar dari pekerjaannya. Selanjutnya, disebutkan pula bahwa pernyataan ini juga didukung oleh teori sikapperilaku yang dikemukakan oleh Fishbein dan Ajzen (1975) yang berpegangan bahwa intensi seseorang untuk melakukan tindakan yang spesifik merupakan determinan langsung dari perilaku tersebut. Alasan kedua adalah bahwa bertanya tentang intensi keluar kepada karyawan dalam sebuah studi cross-sectional lebih praktis dibandingkan menelusuri mereka melalui riset longitudinal untuk melihat jika mereka benar-benar meninggalkan organisasi. Terlebih lagi, perputaran pegawai yang aktual lebih sulit untuk diprediksi karena kemungkinan terdapat 2 banyak faktor lainnya yang memengaruhi perilaku perputaran pegawai seperti misalnya alternatif pekerjaan. Salah satu faktor yang berkorelasi dengan intensi keluar adalah konflik antara pekerjaan dan keluarga. Hal ini sejalan dengan studi yang dilakukan oleh Boyar et al. (2003) yang menyatakan bahwa konflik pekerjaan dan keluarga berhubungan secara positif dan signifikan dengan intensi keluar. Penelitian yang dilakukan oleh Blomme et al. (2010) pada karyawan yang bekerja di industri hospitality yakni perhotelan juga menunjukkan hasil serupa. Konflik pekerjaan dan keluarga merupakan sebuah bentuk konflik antarperan dengan adanya tekanan-tekanan peran dari domain pekerjaan dan domain keluarga yang saling bertentangan dalam beberapa hal (Greenhaus dan Beutell, 1985). Konflik ini dapat terjadi dua arah yaitu pekerjaan mencampuri keluarga (konflik pekerjaan-keluarga) dan keluarga mencampuri pekerjaan (konflik keluarga-pekerjaan). Kedua arah konflik tersebut secara umum dianggap sebagai dua buah konstruk yang berbeda tetapi saling berhubungan (Frone et al., 1992; Netemeyer et al., 1996; Allen et al., 2000). Penelitian ini hanya berfokus pada konflik pekerjaan-keluarga. Hal ini disebabkan konflik pekerjaan-keluarga merupakan konflik yang memiliki hubungan lebih kuat dengan beberapa keluaran pekerjaan dan lebih umum dirasakan dibandingkan dengan konflik keluarga-pekerjaan (Kinnunen dan Mauno, 1998). Selain itu, sebagian besar pekerja menganggap bahwa keluarga lebih penting daripada pekerjaan sehingga konflik pekerjaan-keluarga yang dirasakan lebih tinggi dibandingkan dengan konflik keluarga-pekerjaan 3 (Netemeyer et al., 1996). Oleh karena itu, domain pekerjaan cenderung lebih diperhatikan oleh organisasi dan lebih memudahkan organisasi untuk mengatasi konflik pekerjaan-keluarga karena domain pekerjaan lebih mudah dikontrol dalam upaya untuk meminimalisasi konflik tersebut (Frone et al., 1997 dalam Boyar et al., 2003). Dalam dunia kerja, konflik pekerjaan-keluarga merupakan salah satu sumber penyebab stres yang umum (Demerouti et al., 2001). Salah satu konsekuensi dari konflik pekerjaan-keluarga adalah burnout. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Mazerolle et al. (2008) serta Lambert et al. (2010) yang menyatakan bahwa konflik pekerjaan-keluarga berkorelasi positif dengan burnout pada pekerjaan. Sementara itu, Lee dan Ashforth (1996) menyebutkan bahwa burnout diasosiasikan dengan adanya kecenderungan yang lebih besar untuk meninggalkan organisasi. Banyak penelitian yang telah mendokumentasikan bahwa burnout akan mengakibatkan karyawan memiliki keinginan/intensi keluar dari organisasi, antara lain adalah penelitian yang dilakukan oleh Afshin et al. (2012); Choi, et al. (2012); serta Muhammad dan Hamdy (2005). Muhammad dan Hamdy (2005) juga menyebutkan bahwa adanya dukungan dari supervisor baik secara emosional maupun praktikal sangat penting dalam membantu karyawan bertahan dalam situasi kerja yang penuh tekanan. Dukungan dari atasan langsung berperan untuk meminimalisasi terjadinya konsekuensi negatif atas pekerjaan antara lain intensi keluar. Penelitian lain yang dilakukan oleh Adebayo (2011) juga menyebutkan bahwa perilaku supervisor yang partisipatif dan demokratis berpengaruh signifikan pada intensi keluar. 4 Sementara itu, Thanacoody et al. (2009) melakukan penelitian tentang pengaruh burnout dan dukungan atasan langsung pada hubungan antara konflik pekerjaan-keluarga dan intensi keluar terhadap 114 petugas kesehatan yang menangani pasien pengidap penyakit kanker. Hasilnya secara jelas menunjukkan bahwa burnout memediasi hubungan antara konflik pekerjaan-keluarga dan intensi keluar. Lebih lanjut, hubungan tersebut lebih kuat ketika dukungan atasan langsung yang dirasakan rendah dibandingkan ketika dukungan atasan langsung yang dirasakan tinggi. Sektor publik seringkali dikatakan memiliki tingkat perputaran pegawai yang rendah, terutama ketika dibandingkan dengan sektor privat (Hwang dan Kuo, 2006). Akan tetapi, Hwang dan Kuo (2006) menjelaskan bahwa sektor publik memiliki sistem yang berbeda dari sektor privat seperti untuk rekrutmen, pelatihan, remunerasi, dan lain-lain. Sehingga, beberapa faktor tersebut hendaknya menjadi pertimbangan bahwa tingkat perputaran pegawai yang rendah di sektor publik belum tentu menghasilkan kinerja organisasi yang lebih baik dibandingkan sektor privat. Pegawai yang tinggal belum tentu memiliki komitmen dan motivasi yang kuat untuk bekerja dan memberikan yang terbaik untuk organisasi. Oleh karena itu, penelitian tentang intensi keluar di sektor publik menarik untuk dilakukan. Salah satu organisasi sektor publik di Indonesia adalah Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, selanjutnya disingkat BPK-RI, yang merupakan satu-satunya lembaga pemeriksa eksternal keuangan negara. BPK-RI adalah salah satu lembaga publik yang melayani rakyat dengan fungsi utama berbasis pada 5 SDM, yakni pemeriksa/auditor. Park dan Shaw (2013) menyatakan bahwa perputaran pegawai berdampak lebih signifikan pada industri berbasis SDM (misal: industri jasa) daripada industri yang tidak berbasis SDM. Hal ini didukung juga dengan beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya antara lain oleh Arthur (1994); Guthrie dan Datta (2008); serta Shaw et al. (2012). Selain itu, dinyatakan bahwa perputaran pegawai berdampak kuat dan negatif pada kinerja organisasi yang cenderung memiliki sistem SDM berbasis komitmen, yakni pekerjaan yang menekankan adanya hubungan psikologis antara tujuan organisasional dan pegawai itu sendiri serta bersifat manajerial, dibandingkan dengan sistem berbasis kendali yang menekankan efisiensi SDM dan memiliki pekerjaan berdasarkan aturan dan prosedur yang spesifik. Hal ini disebabkan organisasi telah menginvestasikan dana lebih untuk memberikan pelatihan, tunjangan, dan program-program pengembangan pegawai lainnya. Sistem SDM BPK-RI terutama terkait pemeriksanya cenderung mengarah kepada sistem berbasis komitmen. Auditor merupakan salah satu profesi yang memiliki tingkat stres tinggi (Herda dan Lavelle, 2012). Auditor menghadapi tekanan pekerjaan akibat adanya tuntutan akan ketelitian dan skeptisme profesional dalam kaitannya dengan tanggung jawab mereka untuk menghasilkan laporan audit yang berkualitas (Utami dan Supriyadi, 2013). Selanjutnya, disebutkan bahwa beberapa atribut terkait dengan karir seorang auditor dapat membawanya dalam lingkungan kerja yang penuh tekanan. Sebagai contoh adalah pada saat musim sibuk, tuntutan menyelesaikan tugas sebelum berakhirnya batas waktu audit sering membuat 6 auditor harus bekerja lebih dari 10 jam per hari. Kondisi seperti inilah yang sering mengakibatkan munculnya konflik dalam pekerjaan, keluarga, dan aktivitas personal lainnya. Kondisi serupa diindikasikan dialami juga oleh para pemeriksa BPK-RI. Pada masa sibuk pemeriksaan (biasanya di awal dan di akhir tahun anggaran), pemeriksa akan menghadapi tuntutan pekerjaan yang sangat tinggi baik pada saat perencanaan, pelaksanaan, maupun pelaporan pemeriksaan. Tidak jarang pemeriksa harus bekerja lembur di kantor dan bahkan meninggalkan keluarga dalam waktu yang cukup lama baik di dalam kota maupun di luar kota. Hal ini menyebabkan waktu untuk keluarga tersita oleh pekerjaan dan bisa berujung pada konflik pekerjaan-keluarga. Oleh karena itu, dapat dikatakan pula bahwa profesi auditor merupakan profesi yang rentan mengalami konflik pekerjaan-keluarga. Hal ini kemudian dapat mengakibatkan burnout bagi auditor dan sebagaimana telah disebutkan sebelumnya dapat berpotensi menimbulkan intensi keluar. Namun demikian, burnout dan intensi keluar terkadang menjadi melemah apabila supervisor/atasan langsung memberikan dukungan dalam pekerjaannya sehingga pegawai merasa termotivasi kembali untuk bekerja. Sebagai gambaran awal, berdasarkan data internal BPK-RI berupa daftar pegawai yang mengundurkan diri sebelum pensiun pada tahun 2009-2014 per 11 Februari 2014, diketahui bahwa 91 dari 148 pegawai (61,49%) yang mengajukan pengunduran diri adalah pemeriksa dan 20 orang diantaranya (21,98%) mengajukan pengunduran diri tersebut karena alasan keluarga. Oleh karena itu, 7 permasalahan pegawai terkait konflik pekerjaan-keluarga perlu diperhatikan oleh BPK-RI agar dapat mencegah munculnya intensi keluar. Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, penulis tertarik untuk mengangkatnya sebagai topik penelitian dengan judul “Pengaruh Konflik Pekerjaan-Keluarga pada Intensi Keluar dengan Burnout dan Dukungan Atasan Langsung Sebagai Pemediasi dan Pemoderasi: Studi pada Pemeriksa BPK-RI”. Penelitian ini mengacu pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Thanacoody et al. (2009). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Thanacoody et al. (2009) antara lain adalah responden yang dijadikan subjek penelitian. Penelitian ini dilakukan pada pemeriksa BPK-RI sedangkan penelitian Thanacoody et al. (2009) dilakukan pada petugas kesehatan yang menangani pasien pengidap kanker. Namun meskipun berbeda, karakteristik pekerjaan antara petugas kesehatan dan pemeriksa sifatnya sama, yakni berbasis jasa SDM. Selain itu, perbedaan lainnya terletak pada sebagian instrumen penelitian yang digunakan. 1.2. Rumusan Masalah Pemeriksa/auditor merupakan salah satu profesi yang rentan menimbulkan konflik pekerjaan-keluarga. Tuntutan penyelesaian tugas sebelum batas waktu berakhir membuat pemeriksa seringkali harus bekerja lembur sehingga menyita waktu untuk keluarga. Selain itu, pekerjaan tersebut juga terkadang mengharuskan pemeriksa meninggalkan keluarga untuk beberapa lama. Jika konflik tersebut 8 dirasakan terus menerus, hal ini dapat mengakibatkan burnout pada pekerjaan. Dalam kondisi demikian, pemeriksa dapat memiliki intensi/keinginan untuk meninggalkan organisasi. Intensi keluar tersebut merupakan sinyal awal terjadinya perputaran pegawai yang aktual. Akan tetapi, burnout yang dirasakan akibat lingkungan kerja yang penuh tekanan dapat berkurang apabila terdapat dukungan dalam pekerjaan tersebut, salah satunya dari atasan langsung. Atasan langsung yang bersedia mendengarkan permasalahan pekerjaan, memberikan motivasi dalam bekerja, serta memfasilitasi pekerjaan dapat membantu pemeriksa mengatasi burnout yang dialaminya. Hal ini kemudian dapat mencegah munculnya intensi untuk meninggalkan organisasi. 1.3. Pertanyaan Penelitian Pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini adalah: a. Apakah konflik pekerjaan-keluarga berpengaruh positif pada intensi keluar? b. Apakah konflik pekerjaan-keluarga berpengaruh positif pada burnout? c. Apakah burnout berpengaruh positif pada intensi keluar? d. Apakah burnout memediasi hubungan antara konflik pekerjaan-keluarga dan intensi keluar? e. Apakah dukungan atasan langsung memoderasi hubungan antara burnout dan intensi keluar? f. Apakah dukungan atasan langsung memoderasi kekuatan pengaruh tidak langsung konflik pekerjaan-keluarga pada intensi keluar yang dimediasi oleh burnout? 9 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: a. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh konflik pekerjaan-keluarga pada intensi keluar. b. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh konflik pekerjaan-keluarga pada burnout. c. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh burnout pada intensi keluar. d. Untuk menguji dan menganalisis peran burnout sebagai pemediasi dalam hubungan antara konflik pekerjaan-keluarga dan intensi keluar. e. Untuk menguji dan menganalisis peran dukungan atasan langsung sebagai pemoderasi dalam hubungan antara burnout dan intensi keluar. f. Untuk menguji dan menganalisis peran dukungan atasan langsung sebagai pemoderasi dalam hubungan antara konflik pekerjaan-keluarga dan intensi keluar yang dimediasi oleh burnout. 1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi beberapa pihak sebagai berikut. a. Bagi BPK-RI Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi BPK-RI dengan memberikan masukan untuk merumuskan kebijakan bidang SDM yang dapat meminimalisasi terjadinya konflik pekerjaan-keluarga dan burnout untuk mencegah timbulnya intensi keluar. Kebijakan tersebut penting untuk 10 diterapkan mengingat perputaran pegawai akan berpengaruh signifikan pada kinerja organisasi publik berbasis SDM semacam BPK-RI yang menempatkan pemeriksa sebagai salah satu aset utama organisasi. b. Bagi Pengembangan Ilmu Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan bukti empiris atas topik yang diteliti sehingga dapat menjadi informasi bagi penelitian selanjutnya, terutama terkait manajemen SDM di sektor publik. 1.6. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini hanya akan berfokus pada hubungan antara konflik pekerjaan-keluarga dan intensi keluar dengan burnout sebagai pemediasi dan dukungan atasan langsung sebagai pemoderasi, tidak pada faktor lainnya. Hasil penelitian ini juga terbatas pada lingkungan BPK-RI saja, belum tentu berlaku sama untuk organisasi lainnya, baik sektor publik maupun privat. Studi ini sifatnya cross-sectional, yaitu hanya berlaku pada kurun waktu tertentu, sehingga hasil penelitian ini belum tentu sama jika dilakukan dalam waktu-waktu lainnya karena memungkinkan terdapat kondisi lain yang memengaruhi faktor-faktor tersebut untuk berubah. 1.7. Sistematika Penulisan Laporan hasil penelitian ini terbagi dalam lima bab sebagai berikut. 11 BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dipaparkan mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Bab ini memuat tentang teori-teori dan hasil penelitian sebelumnya yang relevan, pengembangan hipotesis yang akan diuji, serta kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini. BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab ini akan diuraikan mengenai desain penelitian, variabel penelitian, sampel, sumber dan teknik pengumpulan data, definisi operasional, instrumen penelitian, pengujian instrumen yang akan dilakukan, juga prosedur analisis yang akan digunakan untuk menguji hipotesis, serta gambaran umum subjek penelitian. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi tentang pendistribusian kuesioner penelitian, hasil pengujian instrumen, penyajian data statistik deskriptif, hasil pengujian hipotesis, serta pembahasan mengenai data dan hasil pengujian yang dilakukan. BAB V PENUTUP Bab ini menjelaskan tentang simpulan hasil penelitian, keterbatasan yang dihadapi, serta saran untuk organisasi dan penelitian selanjutnya. 12