1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit infeksi parasit yang merupakan masalah kesehatan di banyak negara di seluruh dunia. Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa dengan genus Plasmodium. Penyakit malaria ditularkan melalui gigitan nyamuk jenis tertentu yaitu nyamuk dari jenis Anopheles. Plasmodium berghei merupakan parasit darah yang termasuk dalam Subkingdom Protozoa dari filum Apicomplexa (Levine 1995). Plasmodium berghei dapat ditemukan atau dapat menginfeksi hewan rodensia (Thomas 1983). Pada hewan rodensia seperti tikus dan mencit, protozoa ini dapat menyebabkan malaria. Secara analisa molekuler, terdapat persamaan antara parasit malaria pada manusia (P.falciparum) dengan P.berghei pada tikus, sehingga P.berghei sering digunakan sebagai model pada penelitian malaria. Disamping itu, parasit ini analog dengan parasit malaria pada manusia dalam aspek penting seperti struktur, fisiologi dan siklus hidupnya (Carter dan Diggs 1977). Setiap tahun 300-500 juta kasus malaria menyebabkan 2 juta kematian (WHO 2005). Salah satu negara yang memiliki masalah utama terhadap penyakit malaria adalah Indonesia. Di wilayah tropis seperti Indonesia, malaria merupakan penyakit yang cukup banyak diderita. Penyakit ini pada umumnya menyerang penduduk yang tinggal di pedesaan yang merupakan sebagian besar penduduk Indonesia (Nuchsan 1994). Jumlah kasus yang dilaporkan pada tahun 2009 sebanyak 1.143.024 orang. Jumlah ini mungkin lebih besar dari keadaan yang sebenarnya karena lokasi yang endemis malaria adalah desa-desa yang terpencil dengan sarana transportasi yang sulit dan akses pelayanan kesehatan yang rendah (Depkes RI 2010). Penderita yang terinfeksi malaria pada dua dekade terakhir meningkat dua kali, terutama disebabkan oleh munculnya strain P. falciparum yang resisten terhadap obat malaria yang tersedia terutama klorokuin dan turunannya (Trape et al. 2002). Di Indonesia, kasus ini masih sering terjadi karena wabah yang tidak diduga dan juga ditemukan resistensi terhadap obat yang sering digunakan. Resistensi adalah kemampuan strain parasit untuk tetap hidup, berkembangbiak, dan menimbulkan gejala penyakit, walaupun diberi pengobatan terhadap parasit dalam dosis standar atau dosis yang lebih tinggi yang dapat ditoleransi. 2 Menurut Marleta et al. (1996), cara pengobatan yang tidak tepat menyebabkan sensitivitas parasit terhadap obat malaria menurun. Keadaan ekonomi masyarakat yang kurang, pendidikan/pengetahuan yang rendah, serta klorokuin yang mudah didapatkan di toko obat menyebabkan masyarakat melakukan pengobatan sendiri (jika terasa gejala panas dan sakit kepala) dengan cara yang tidak tepat. Oleh karena itu, diperlukan suatu penelitian atau studi mengenai aktivitas antimalaria yang berasal dari tanaman obat sebagai sumber baru obat antimalaria (Mustofa et al. 2007). Tanaman akar kayu kuning dengan nama ilmiah Coscinium fenestratum (Gaertn.) Colebr., masyarakat Thailand menyebutnya “Hamm” merupakan tanaman semak yang merambat yang memiliki batang silindrikal, kayu kuning dan getah kuning (Rojsanga dan Gritsanapan 2005). Tanaman ini digunakan sebagai obat tradisional di sebelah timur laut Thailand. Batang dari tanaman ini disebut sebagai agen detoksifikasi dan dapat digunakan untuk menyeimbangkan tekanan darah, menurunkan gula darah, dan kolesterol dalam darah (Rojsanga dan Gritsanapan 2005). Selain itu, masyarakat Thailand juga menggunakan akar tanaman tersebut dengan cara memotong dan merebus lalu airnya diminum untuk mengobati kolik dan sakit perut (Tran dan Ziegler 2001). Di beberapa daerah di Indonesia, penduduk terutama suku asli telah menggunakannya untuk obat penyakit tertentu, misalnya suku Sakai di Bengkalis (Provinsi Riau) menggunakan akarnya sebagai obat kencing manis dan sakit kuning. Suku Anak Dalam di Sumatra Selatan juga menggunakannya untuk pengobatan penyakit kuning, suku Punan Lisun dan suku Punan Bekatan di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur mengobati malaria dan sakit pinggang dengan akar tanaman ini (Sangat et al. 2000 dan Rahayu 2005). Akar tanaman kayu kuning sudah digunakan secara tradisional untuk mengobati berbagai penyakit termasuk malaria. Namun, informasi mengenai pengaruh pemberian infusa akar tanaman kayu kuning terhadap diferensial leukosit penderita malaria masih terbatas. Karena itu, diperlukan penelitian aktivitas akar tanaman kayu kuning terhadap diferensial leukosit pada penderita malaria ini yang nantinya dapat memberikan tambahan informasi yang berguna dalam pengobatan penyakit ini. 3 1.2. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh infusa air akar tanaman Kayu Kuning dilihat dari gambaran diferensial leukosit mencit yang diinfeksi Plasmodium berghei. 1.3. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui respon mencit yang diinfeksi P. berghei dan diberi infusa akar tanaman Kayu Kuning terhadap respon kekebalan dilihat dari gambaran leukosit, serta untuk menemukan alternatif obat antimalaria dari kekayaan alam flora Indonesia.