i. pendahuluan

advertisement
1
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanah merupakan faktor produksi pertanian yang penting. Keseimbangan
tanah dengan kandungan bahan organik, mikro organisme dan aktivitas biologi
serta keberadaan unsur-unsur hara dan nutrisi sangat penting untuk keberlanjutan
pertanian ke depan, begitu juga dengan kesehatan manusia mempunyai hubungan
langsung dengan kesehatan tanah (Departemen Pertanian, 2009).
Biogas sudah cukup dikenal di masyarakat, mengenai manfaat yang
dihasilkan, biogas merupakan gas metan yang diproduksi dari kegiatan fermentasi
anaerobik dari bahan organik yang dapat dijadikan bahan bakar. Disamping gas
metan yang dihasilkan untuk bahan bakar, dihasilkan pula campuran padatan dan
cairan yang keluar dari lobang pengeluaran degester yang dinamakan slude. Yang
biasanya digunakan untuk pupuk organik.
Menurut
Soenandar dan Tjachjono (2012) selain sebagai organisme
pengurai, genus Trichoderma dapat berfungsi sebagai agen hayati dan stimulator
pertumbuhan tanaman, biakan cendawan Trichoderma sp. berperan sebagai
biofungisida yang dapat menghambat pertumbuhan beberapa cendawan penyebab
penyakit tanaman seperti Rigidiforus lignosus, Fusarium oxysporum, Rizoconia
solani dan Sclerotium rolfsii, selain itu biakan Trichoderma dapat sebagai
biodekomposer yang dapat mendekomposisi limbah organik menjadi kompos.
Produk biofungisida biasanya diformulasikan dalam bentuk padat.
Formulasi dilakukan dengan mencampurkan konidia jamur Trichoderma sp ke
dalam media pembawa. Trichoderma sp akan mengalami tidur (dormansi) jika
2
kondisi lingkungan kering dan memiliki pH netral (6-7), untuk itu media
pembawa yang biasa digunakan kaolin yaitu tepung kapur pegunungan memiliki
pH netral (7) dan dikondisikan keadaan kering. Karena kaolin tidak mudah
didapatkan dipasaran. Hal ini yang melatar belakangi pemanfaatkan sludge padat
sisa instalasi pembuatan biogas yang mana jika proses fermentasi didalam
degester sempurna akan keluar sludge yang memiliki pH netral, biasanya sludge
keluar dari digester masih dalam keadaan basah, maka perlu dikering anginkan
terlebih dahulu. Pemakaian sludge yang memiliki kandungan hara dibutuhkan
oleh tanaman sehingga selain sebagai pembawa (carier) Trichoderma sp
dimanfaatkan pula untuk pupuk, kandungan pupuk organik tersebut tidak setara
dengan standar pupuk organik SNI.
B. Permasalahan Penelitian
Salah satu permasalahan yang dihadapi banyak petani adalah kesehatan
dan kesuburan tanah yang semakin menurun, ini ditunjukkan dengan gejala-gejala
sebagai berikut, tanah cepat kering, retak-retak bila kurang air, lengket bila diolah,
lapisan olah dangkal, asam dan padat, produksi sulit meningkat bahkan cenderung
menurun. Kerusakan tanah akibat dari perilaku budidaya yang
konvensional
menggunakan pupuk anorganik dan pestisida kimia yang berlebihan masih terus
digunakan.
Sebagian besar lahan pertanian intensif menurun produktivitasnya dan
telah mengalami degradasi lahan, terutama terkait dengan sangat rendahnya
kandungan karbon organik dalam tanah, yaitu 2%. Padahal untuk memperoleh
produktivitas optimal dibutuhkan karbon organik sekitar 2,5% (Kloepper, 1993).
3
Pupuk organik adalah pupuk yang tersusun dari materi makhluk hidup,
seperti pelapukan sisa-sisa tanaman, hewan, dan manusia (Sutanto, 2002). Pupuk
organik dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk memperbaiki sifat
fisik, kimia, dan biologi tanah. Pupuk organik mengandung banyak bahan organik
(Suriadikarta dan Setyorini, 2006). Sumber bahan organik dapat berupa kompos,
pupuk hijau, pupuk kandang, sisa panen (jerami, brangkasan, tongkol jagung,
bagas tebu, dan sabut kelapa), limbah ternak, limbah industri yang menggunakan
bahan pertanian, dan limbah sampah kota.
Pupuk organik sangat bermanfaat bagi peningkatan produksi pertanian
baik
kualitas
maupun
kuantitas,
mengurangi
pencemaran
lingkungan,
meningkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan dan berperan sebagai pengikat
butiran primer menjadi butir sekunder tanah dalam pembentukan pupuk. Keadaan
ini memengaruhi penyimpanan, penyediaan air, aerasi tanah, dan suhu tanah
(Kloepper, 1993).
Hasil samping dari instalasi pembuatan biogas yang berupa lumpur atau
yang dikenal dengan sebutan sludge mengandung banyak unsur hara yang dapat
dimanfaatkan menjadi pupuk untuk tanaman (Sri, 2012). Menurut Energigas
Sweden (2011) residu dari proses pembuatan biogas dapat digunakan sebagai
pupuk yang tidak mengandung kontaminan logam berat, infeksi mikoorganisme
atau residu obat-obatan atau pestisida dan lain-lain.
Trichoderma yang telah dilaporkan sebagai agensia hayati seperti T.
harzianum, T. viridae, dan T. konigii yang berspektrum luas pada berbagai
tanaman pertanian. Biakan jamur Trichoderma dalam media aplikatif seperti
dedak dapat diberikan ke areal pertanaman dan berlaku sebagai biodekomposer,
4
mendekomposisi limbah organik (rontokan dedaunan dan ranting tua) menjadi
kompos yang bermutu, serta dapat berlaku sebagai biofungisida, Trichoderma
dapat menghambat pertumbuhan beberapa jamur penyebab penyakit pada
tanaman antara lain Rigidiforus lignosus, Fusarium oxysporum, Rizoctonia solani,
Sclerotium rolfsii, dll (Riri, 2011).
Trichoderma sp pada tanaman bermanfaat untuk mencegah penyakit akar
dan busuk pangkal batang yang dapat menyebabkan layu tanaman (Maspary,
2011). Umrah et al. (2009), memperoleh hasil Trichoderma sp yang mempunyai
antagonisitas tertinggi terhadap P. palmivora secara in vitro. Heltina (2009)
menarik kesimpulan Jamur Trichoderma asperellum TNJ-63 dapat digunakan
sebagai bioabsorben logam berat Pb dalam bentuk Pb+2. Susilo et al. (2005)
menyampaikan bahwa perlakuan penyemprotan Trichoderma sp. pada tanaman
padi umur 15 dan 30 hari setelah tanam (hst) mampu menekan perkembangan
penyakit hawar pelepah daun padi masing-masing sebesar 17,01 dan 10,73%,
tetapi tidak mampu meningkatkan produksi padi. Penambahan T. harzianum
mempunyai potensi sebagai agensia pengendali hayati Fusarium ozysporum
f.sp.zingiberi yang perlu dikembangkan. Beberapa artikel juga banyak yang
memanfaatkanTrichoderma, diantaranya membuat kompos jerami dengan
Trichoderma (Urip, 2012).
Sludge adalah pengkondisi tanah yang baik. Sludge menambah humus dan
mendukung aktivitas mikrobiologi tanah, sehingga meningkatkan daya ikat air
tanah.Sludge bebas patogen. Fermentasi kohe di reaktor biogas akan membunuh
organisme yang menyebabkan penyakit pada tanaman (Handhaka, 2013).
5
Kualitas lumpur sisa proses pembuatan biogas lebih baik daripada kotoran
ternak yang langsung dari kandang. Hal ini disebabkan karena pada proses
fermentasi dalam digester terjadi perombakan anerobik bahan organik. Dengan
demikian, konsentrasi N, P dan K akan meningkat. Keadaan seperti yang
membuat sludge sudah menjadi pupuk organik yang dapat dipisahkan menjadi
pupuk organik padat dan pupuk organik cair (Simamora, 2006).
Sludge biogas dalam artikel yang dimunculkan dalam web Vinkoert
(2011), residu fermentasi kotoran sapi
dihasilkan dari proses pembangkitan
biogas dapat di jadikan bahan baku untuk pupuk organik, maupun salah satu
bahan baku untuk pupuk semi organik. Dalam artikel yang ditulis MasterAdmin
(2011), yang berjudul ”Pembuatan Pupuk Cair dari Limbah Biogas” ditarik
kesimpulan bahwa Kandungan Nitrogen (N), Phospor (P) dan Kalium (K) pada
slurry dan pupuk organik cair sudah sesuai dengan standar SNI 19-7030-2004
tentang pengomposan. Penambahan EM-4, dedak dan variasi pengenceran slurry
berpengaruh terhadap perbedaan kandungan Nitrogen (N), Phospor (P 2O5) dan
Kalium (K2O) pada slurry dan pupuk organik.
Salah
satu
pengendalian
hama
dan
penyakit
tanaman
dengan
menggunakan agen hayati indigenous dalam formulasi biofungisida. Seperti yang
dijual dipasaran untuk dapat menyimpan spora jamur lebih lama banyak
menggunakan kaolin untuk cariernya dan dapat bertahan hingga 1 tahun. Hal ini
jika masyarakat ingin melakukan penyimpanan beberapa waktu saja harus
mencari kaolin yang tidak dapat dicari dengan mudah atau murah. Untuk itu perlu
dicoba formulasi dengan media carier yang berbeda, yaitu campuran antara sludge
dan arang sekam dan inokulum Trichoderma harzianum pada jagung. Yang mana
6
bahan-bahan diatas (sludge) merupakan sisa, dan arang sekam mudah dibuat
sendiri atau membeli dengan harga murah.
C.
Batasan Masalah
Dilihat dari latar Latar belakang dan permasalahan penelitian yang ada,
penelitian ini hanya dibatasi pada pemanfaatan sludge produk samping instalasi
pembuatan biogas ditambah arang sekam
dijadikan pupuk organik sebagai
pembawa Trichoderma harzianum.
D.
Keaslian Penelitian
Berdasarkan studi literatur, penelitian terhadap Sludge dan Trichoderma
sp dengan judul Pembuatan Pupuk Organik dengan memanfaatkan Sludge
Pembuatan Biogas Sebagai Media Pembawa Trichoderma harzianum adalah asli.
E.
Tujuan Penelitian:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan dari dosis
Trichoderma harzianum terhadap peningkatan kandungan unsur hara (NPK) dan
perkembangan konidia (konidiospora) pada sludge (lumpur) sisa proses intalasi
pembuatan biogas ditambah arang sekam sebagai pupuk organik media pembawa
Trichoderma harzianum.
F.
Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan:
1.
Memperoleh media pembawa baru untuk menyimpan Trichoderma
harzianum mudah dan murah.
2.
Masyarakat dapat memanfaatkan/meniru/mengembangkan produk ini sebagai
alternatif media pembawa Trichoderma harzianum di pasaran.
7
3.
Lingkungan akan terjaga kelestariaanya (terutama tanah dan air) tidak
tercemari bahan anorgnik, jika bahan ini digunakan untuk pertanian.
Download