BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori-teori Dasar/Umum Dalam persaingan bisnis, setiap perusahaan berlomba – lomba untuk meningkatkan penjualan dan menghasilkan profit, memperluas pangsa pasar, serta meraih konsumen baru. Hal tersebut tidak terlepas dari kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan tersebut. Pemasaran adalah suatu sosial dan managerial yang membuat individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan lewat penciptaan dan pertukaran timbal balik produk dan nilai dengan orang lain ( Kotler & Armstrong, 2001 : 7 ). Dalam meningkatkan penjualan perusahaan, diperlukan stretegi pemasaran yang berguna untuk mensukseskan kegiatan pemasaran di perusahaan tersebut. Menurut Kotler, strategi pemasaran adalah logika pemasaran, dimana unit bisnis berharap untuk mencapai tujuan pemasarannya ( 2008 : 58 ). Untuk mencapai strategi pemasaran yang baik, dibentuklah komponen – komponen Marketing Mix ( bauran pemasaran ). Marketing Mix ( bauran pemasaran ) adalah kumpulan alat pemasaran taktis, terkendali yang dipadukan perusahaan untuk menghasilkan respon yang di inginkan dari pasar sasaran ( 2008 : 62 ). Bauran pemasaran terdiri dari komponen 4P yang dapat mensukseskan program pemasaran di perusahaan tersebut. Komponen dari Marketing Mix adalah : Product ( produk ), Price ( harga ), Place ( pendistribusian ), dan Promotion ( pemasaran ). 2.1.1 Produk 2.1.1.1 Definisi Produk Menurut Kotler dan Armstrong, produk adalah semua hal yang dapat ditawarkan kepada pasar untuk menarik perhatian, akuisisi, penggunaan, atau konsumsi yang 9 10 dapat memuaskan suatu keinginan atau kebutuhan (2008:266). Produk mencakup lebih dari sekedar barang – barang yang berwujud (tangible), tetapi juga berbentuk persepsi dari konsumen. Dalam arti luas, produk meliputi obyek fisik, jasa, acara, orang, tempat, organisasi, ide, atau bahkan bauran entitas – entitas ini. Menurut Kotler (2007:4), membagi produk dalam lima level, yakni : 1. Core Benefit, yakni level fundamental dimana pelanggan membeli jasa atau keuntungan yang fundamental. 2. Generic Produk, yakni merupakan versi mendasar dari sebuah produk. 3. Expected Product, yakni seperangkat atribut dan persyaratan yang biasanya diharapkan oleh pelanggan dan di setujui atau diterima oleh pelanggan ketika akan membeli produk tersebut. 4. Augmented Product, yakni penambahan jasa atau keuntungan terhadap produk yang membedakan perusahaan tersebut dengan kompetitornya. 5. Potential Product, yakni argumentasi dan transportasi dari suatu produk yang akan dilakukan di masa yang akan datang. 2.1.1.2 Atribut Produk Pengembangan suatu produk atau jasa melibatkan pendefinisian manfaat yang akan ditawarkan produk dan jasa tersebut. Manfaat ini dikomunikasikan dan dihantarkan oleh atribut produk. Menurut Kotler dan Armstrong (2008:272), terdapat beberapa macam atribut produk, yakni : 1. Kualitas Produk, yakni salah satu sarana positioning utama pemasar. Kualitas memiliki dampak langsung pada kinerja produk atau jasa. Oleh karena itu kualitas berhubungan erat dengan nilai dan kepuasan pelanggan. 2. Fitur Produk, yakni sebuah produk dapat ditawarkan dalam beragam fitur, model dasara, model tanpa tambahan apapun, merupakan titik awal. 11 Perusahaan dapat menciptakan tingkat model yang lebih tinggi dengan menambahkan lebih banyak fitur. 3. Gaya dan Desain Produk, yakni cara lain untuk menambah nilai pelanggan adalah melalui gaya dan desain produk yang berbeda. Desain adalah konsep yang lebih besar daripada gaya. Gaya hanya menggambarkan penampilan produk. Gaya bisa menarik atau bahkan membosankan. 2.1.1.3 Klasifikasi Produk Klasifikasi produk bisa dilakukan atas berbagai macam sudut pandang. Menurut Fandy Tjiptono (2008:98), produk dapat di klasifikasikan ke dalam dua kelompok, yakni : 1. Barang Barang merupakan produk yang berwujud fisik. Sehingga bisa dilihat, di sentuh, dirasa, dipegang, disimpan, dipindahkan, dan perlakuan fisik lainnya. Ditinjau dari aspek daya tahan, terdapat dua macam barang, yaitu : a. Barang Tidak Tahan Lama Barang yang tidak tahan lama adalah barang berwujud yang biasanya habis di konsumsi dalam satu atau beberapa kali pemakaian. b. Barang tahan Lama Barang tahan lama adalah barang berwujud yang biasanya bisa bertahan lama dengan banyak pemakaian. 2. Jasa ( services ) Jasa merupakan aktivitas, manfaat atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual kepada pelanggan. 12 2.1.1.4 Pengertian Kualitas Produk Menurut Kotler dan Armstrong (2008:272), kualitas produk adalah salah satu sarana positioning utama pmasar. Kualitas memiliki dampak langsung pada kinerja produk atau jasa. Oleh karena itu, kualitas berhubungan erat dengan nilai dan kepuasan pelanggan. Dalam arti yang lebih sempit, kualitas dapat di definisikan sebagai “bebas dari kerusakan”. Akan tetapi, sebagian besar perusahaan yang berpusat pada pelanggan, melangkah jauh melampaui definisi sempit ini. Dari pernyataan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa kualitas suatu produk erat dengan baik buruknya suatu produk. Kualitas suatu produk , mejadi salah satu pertimbangan konsumen dalam memilih produk yang akan dibeli. Oleh karena itu, perusahaan dituntut untuk bisa memproduksi barang atau jasa yang berkualitas, sehingga dapat bersaing dengan kompetitor. Jika kualitas produk sesuai harapan, maka konsumen akan membeli produk tersebut. 2.1.1.5 Dimensi Kualitas Produk Menurut Irawan (2002:45-51), dimensi produk dibagi menjadi enam dimensi, yakni : 1. Performance (kinerja) : dimensi yang paling dasar dan berhubungan dengan fungsi utama dari suatu produk. Setiap produk memiliki kinerja tergantung nilai fungsional yang perusahaan berikan. Kepuasan atas karakteristik utama operasinya produk. 2. Reliability (reliabilitas): dimensi kualitas produk yang kedua. Dimensi kinerja dan reliability sepintas mirip tetapi memiliki perbedaan yang jelas. Reliability lebih menunjukan probabilitas produk gagal menjalankan fungsinya. 13 3. Feature (fitur) : yaitu dimensi kualitas produk ketiga, dimensi ini dapat dikatakan sebagai aspek sekunder. Karakteristik sekunder yang melengkapi fungsi dasar produk. 4. Durability (daya tahan) : menunjukan suatu pengukuran terhadap siklus produk, baik secara teknis maupun waktu. Produk disebut awet kalau sudah banyak digunakan, atau sudah lama sekali digunakan. 5. Conformance (kesesuaian) : dimensi ini menunjukan seberapa jauh suatu produk dapat menyamai standart atau spesifikasi tertentu. 6. Design (desain) : dimensi yang unik. Dimensi ini banyak menawarkan aspek emosional dalam mempengaruhi kepuasan konsumen. Emotional factor adalah faktor kepuasan konsumen yang timbul pada saat seseorang mengkonsumsi. Sedangkan menurut Garvin (1987, 1988), yang dikutip dari Tjiptono dan Chandra (2007: 130-131), dikemukakan delapan dimensi kualitas produk, yakni : 1. Kinerja (peformance), yaitu karakteristik operasi pokok dari produk inti (core product) yang dibeli. 2. Fitur atau ciri – ciri tambahan (features), yaitu karakteristik sekunder atau pelengkap. 3. Reliabilitas (reliability), yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan atau gagal dipakai. 4. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to spesification), yaitu sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar – standar yang telah ditetapkan sebelumnya. 5. Daya Tahan (durability), berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat terus digunakan. 14 6. Serviceability, meliputi penanganan keluhan secara memuaskan. Layanan yang diberikan tidak hanya sebatas sebelum penjualan, tetapi juga selama proses penjualan dan purna jual. 7. Estetika, yaitu daya tarik produk terhadap panca indera, misalnya : bentuk fisik, model, desain yang artistik, dan sebagainya. 8. Kualitas yang di persepsikan (percieved quality), yaitu citra dan reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya. 2.2 Teori-teori Khusus 2.2.1 Pengertian Keputusan Pembelian Konsumen Menurut Schifman dan Kanuk ( 2007 : 485 ) keputusan adalah seleksi terhadap dua pilihan alternatif atau lebih. Dengan kata lain, pilhan alternatif haris tersedia bagi seseorang ketika mengambil keputusan. Jika seseorang mempunyai pilihan antara melakukan pembelian atau tidak, orang itu berada dalam posisi mengambil keputusan. Keputusan adalah suatui reaksi terhadap beberapa solusi alternatif yang dilakukan secara sadar dengan menganalisa kemungkinan – kemungkinan dari alternatif tersebut bersama dengan konsekuensinya. Setiap keputusan akan membuat pilihan terakhir, dapat berupa tindakan atau opini. Itu semua bermula ketika kita perlu untuk melakukan sesuatu, tetapi tidak tahu apa yang harus dilakukan. 2.2.2 Proses Keputusan Pembelian Menurut Hawkins ( 1992 ) dan Engel ( 1990 ) yang di kutip oleh Fandy Tjiptono ( 2008 : 20 ),pengambilan keputusan konsumen sangat bervariasi, ada yang sederhana, ada juga yang kompleks. 15 Proses pengambilan keputusan yang luas merupakan jenis pengambilan keputusan yang paling lengkap. Bermula dari pengenalan masalah konsumen yang dapat dipecahkan melalui pembelian beberapa produk. Untuk keperluan ini, konsumen mencari informasi tentang produk atau merek tertentu dan mengevaluasi seberapa baik masing – masing alternatif tersebut dapat memecahkan masalahnya. Evaluasi produk atau merek, akan mengarah pada keputusan pembelian. Proses pengambilan keputusan terbatas terjadi bila konsumen mengenal masalahnya, kemudian mengevaluasi beberapa alternatif produk atau merek berdasarkan pengetahuan yang dimiliki tanpa berusaha ( atau hanya melakukan sedikit usaha ) mencari informasi baru tentang produk atau merek tersebut. Proses pengambilan keputusan yang bersifat kebiasaan merupakan proses yang paling sederhana. Konsumen mengenal masalahnya, kemudian langsung mengambil keputusan untuk membeli merek favourite / kegemarannya ( tanpa evaluasi alternatif ). Menurut Kotler ( 2008 : 179 ), terdapat 5 tahapan proses pembelian, yakni : 1. Pengenalan kebutuhan adalah tahapan pertama proses keputusan pembeli, dimana konsumen menyadari suatu masalah atau kebutuhan. 2. Pencarian informasi adalah tahap proses keputusan pembeli, dimana konsumen ingin mencari informasi lebih banyak, konsumen mungkin hanya memperbesar perhatian atau melakukan pencarian informasi secara aktif. 16 3. Evaluasi alternatif adalah tahap proses keputusan pembeli, dimana konsumen menggunakan informasi untuk mengevaluasi merek alternatif dlam sekelompok pilihan. 4. Keputusan pembelian keputusan pembeli tentang merek mana yang di beli. 5. Perilaku pasca pembelian tahap proses keputusan pembelian dimana konsumen mengambil tindakan selanjutnya setelah pembelian, berdasarkan kepuasan mereka atau ketidakpuasan mereka. Gambar 2.1 Sumber : Kotler ( 2008 : 179 ) 17 Sedangkan Schiffman dan Kanuk ( 2007 : 491 – 507 ), menggambarkan model sederhana dalam pengambilan keputusan konsumen menjadi tiga komponen utama, yakni, Usaha Pemasaran INPUT 1. 2. 3. 4. Produk Promosi Harga Saluran Distribusi Lingkungan Sosial Budaya 1. 2. 3. Keluarga Sumber Informasi Sumber Non Komersial Kelas Sosial Sub-budaya dan Budaya 4. 5. Pengambilan Keputusan Konsumen PROSES Pengenalan Kebutuhan Bidang Psikologi Penyelidikan sebelum Pembelian Evaluasi Alternatif 1. 2. 3. 4. 5. Motivasi Persepsi Pengetahuan Kepribadian Sikap Pengalaman Perilaku Setelah Keputusan Pembelian OUTPUT 1. 2. Percobaan Pembelian ulang Evaluasi Setelah Pembelian 18 Gambar 2.2 – Model Schiffman dan Kanuk Keterangan : Input Didalam model pengambilan keputusan, komponen input merupakan eksternal yang disajikan dalam bentuk informasi tentang produk tertentu dan mempengaruhi nilai – nilai dan sikap dan perilaku konsumen. Berdasarkan fakto – faktor inilah organisasi menggunakan aktivitas bauran pemasaran untuk mengkomunukasikan manfaat produk dan jasa kepada konsumen potensial, dan pengaruh faktor sosial budaya terhadap keputusan pembelian konsumen, 1. Aktivitas Bauran pemasaran Aktivitas bauran pemasaran oleh perusahaan berusaha untuk menjangkau, memberitahu, dan membujuk konsumen untuk membeli dan menggunakan produk. Masukan ini dapat berbentuk bauran pemasaran yang berisi : produk itu sendiri (termasuk kemasan, ukuran, dan jaminannya), usaha – usaha promosi (iklan, direct selling, personal selling, dll), kebijakan harga, dan saluran distribusinya akan memindahkan produk dari konsumn ke produsen. 2. Sosial Budaya Lingkungan sosial budaya juga mempunyai pengaruh yang besar pada konsumen, yang berisi pengaruh – pengaruh yang tidak komersial tidak luas. Contohnya, pendapat teman, anggita keluarga, editorial, surat kabar, dan lainnya. Pengaruh dari kelas sosial dan sub- budaya meskipun tidak begitu nampak namun merupakan faktor masukan yang paling penting yang mempengaruhi bagaimana konsumen menguji dan menerima atau menolak produk. 19 Proses Komponen proses dalam model pengambilan keputusan, terdiri dari tiga tahap, yakni: 1. Mengenali adanya kebutuhan (need regocnition) Adanya kebutuhan yang dirasakan konsumen pada saat menghadapi masalah. Terdapat dua tipe pengenalan kebutuhan konsumen : a. Keadaan aktual ; dimana mereka mempunyai masalah ketika suatu produk tidak dapat memuaskan kebutuhan, misalnya jam tangan yang tidak menunjukan waktu dengan tepat. b. Keadaan yang diinginkan ; dimana merek memerlukan sesuatu yang baru yang dapat menuju proses keputusan. Kebutuhan itu bisa bersifat biogenic atau (kebutuhan yang terpendam sampai ia terangsang dari luar oleh iklan atau melihat suatu produk). 2. Pencarian informasi sebelum pembelian (prepurchase search) Dimulai ketika konsumen merasakan adanya kebutuhan yang mungkin dapat dipenuhi oleh pembelian suatu produk. Konsumen akan memerlukan adanya informasi yang akan menjadi dasar dalam pemilihan. Pengalaman masa lalu yang diingat kembali mungkin juga memberikan informasi yang mampu membuat pilihan saat ini, sebelum mencari ke sumber lain. Jika konsumen tidak memiliki pengalaman, mereka akan mencari informasi dari lingkungan luar untuk dasar pilihannya, misalnya saran daru teman, saudara, rekan kerja atau perwakilan penjualan. 3. Evaluasi alternatif (evaluation of alternatives) Untuk melakukan evaluasi alternatif, konsumen cenderung menggunakan dua jenis informasi yaitu : 20 a. Daftar merek – merek yang direncanakan akan dipilih b. Kriteria yang akan digunakan untuk mengevaliasi setiap merek Model terakhir tentang proses evaluasi konsumen adalah orientasi kognitif, yaitu memandang konsumen sebagai pembuat pertimbangan mengenai produk terutama berdasarkan pertimbangan sadar dan rasional. Output Ouput dari model keputusan pembelian konsumen meliputi dua pendekatan, yaitu perilaku pembelian (purchase behaviour) dan evaluasi setelah pembelian (post purchase evaluation). Tujuan kedua aktivitas ini adalah untuk,meningkatkan kepuasan konsumen. 1. Perilaku Pembelian a. Pembelian coba – coba ( trial purchase ) Adalah jika konsumen membeli suatu produk untuk pertama kalinya dan dalam jumlah sedikit dari biasanya. Pembelian ini merupakan tahap penyelidikan dalam perilaku pembelian, dimana konsumen mengevaluasi produk dengan mencoba langsung. b. Pembelian berulang – ulang ( repeat purchase ) Jika konsumen merasakan bahwa produk yang telah dicoba lebih memuaskan dari merek lain, maka konsumen akan mengulangi pembelian yang biasanya dalam jumlah yang lebih besar, karena konsumen sudah lebih yakin terhadap produk tersebut. c. Evaluasi setelah pembelian ( post purchase evaluation ) Pada saat konsumen menggunakan produk, khususnya selama pembelian coba – coba, konsumen akan mengevaluasi produk tersebut 21 sesuai dengan yang diharapkannya. Ada tiga hasil yang mungkin dalam evalusi ini, yaitu ; a. Sesuai harapan b. Lebih dari yang diharapkan c. Dibawah yang diharapkan Komponen paling penting dalam evaluasi setelah pembelian adalah mengurangi ketidak pastian atau keraguan tentang produk yang telah di pilih. Analisa setelah pembelian diantarannya adalah konsumen berusaha meyakinkan diri bahwa pilihannya adalah pilihan paling bijak. Tingkat analisa setelah pembelian yang konsumen lakukan tergantung pada pentingnya kebutuhan produk dan pengalaman dalam menggunakan produk. Jika produk mengecewakan, konsumen akan mencari alternatif lain yang sesuai. Jadi evaluasi ini setelah pembelian merupakan feed back berupa pengalaman konsumen dalam mempengaruhi keputusan di masa akan datang. Keputusan membeli sebenarnya meliputi mengapa dan bagaimana sikap sesorang dalam perilaku konsumen. Menurut Swastha dan Handoko (2008:102), setiap keputusan mencakup beberapa komponen, yakni: 1. Keputusan tentang jenis produk Dalam hal ini perusahaan harus memusatkan perhatiannya pada kebutuhan dan keinginan konsumen akan produk, sehingga dapat memaksimalkan daya tariknya. 22 2. Keputusan tentang bentuk produk Dalam hala ini keputusan mencakup kriteria dan atribut – atribut yang terdapat dalam produk yang akan dibelinya. 3. Keputusan tentang merek Konsumen harus mengambil keputusan tentangmerek mana yang akan dibelinya. Keputusan tentang merek ini sangatlah subyektif tergantung dari selera dan keinginan konsumen.perusahaan harus mengetahui konsumen dalam memilih suatu merek. 4. Keputusan tentang agen penjual Konsumen harus menentukan tempat dimana dia akan membeli produk tersebut. Dalam hal ini perusahaan harus mengetahui dimana konsumen dalam memilih agen – agen penjualan yang dipilihnya. 5. Keputusan tentang jumlah produk Pembelian mungkin dilakukan melebihi satu unit. Konsumen akan menentukan seberapa banyak dia akan membeli produk tersebut. Perusahaan harus menyediakan produk dalam jumlah yang cukup, sesuai dengan kebutuhan konsumen. 6. Keputusan tentang waktu pembelian Konsumen dapat mengambil keputusan tentang kapan suatu produk akan dibeli. Hal ini dipengaruhioleh waktu dan bagaimana konsumen dalam memperoleh dan membelanjakan uang yang dimilikinya. Perusahaan harus mengetahui waktu – waktu yang tepat ketika konsumen akan membeli suatu produk. 23 7. Keputusan tentang cara pembayaran Konsumen harus mengambil metode atau cara pembayaran produk yang dibeli, apakah secara tunai atau secara cicilan. Keputusan tersebut akan mempengaruhi keputusan tentang penjual dan jumlah pembeliannya. Dalam hal ini, perusahaan harus mengetahui keinginan pembeli terhadap cara pembayarannya. Kemudian, menurut Kotler dan Armstrong (2003:220), terdapat empat perilaku keputusan pembelian konsumen, yakni : 1. Perilaku membeli yang kompleks Konsumen menjalankan perilaku pembelian yang kompleks ketika benar – benar terlibat dalam pembelian dan mempunyai pandangan berbeda antara produk yang satu dengan yang lain. Konsumen mungkin sangat terlibat ketika produknya berharga mahal, beresiko, jarang dibeli, dan sangat menonjolkan ekspresi diri. Biasanya konsumen harus banyak belajar mengenai kategori produk tersebut. Disimpulkan bahwa perilaku membeli yang kompleks melibatkan perilaku membeli konsumen dalam berbagai situasi bercirikan keterlibatan mendalam konsumen dalam membeli. Dan adanya perbedaan pandangan yang signifikan antara merek satu dan yang lain. 2. Perilaku membeli karena kebiasaan Perilaku membeli karena kebiasaan terjadi dalam kondisi keterlibatan konsumen yang rendah dan kecilnya perbedaan merek. Konsumen tidakmencari informasi secara eksentif mengenai suatu merek, mengevaluasi sifat – sifat merek tersebut dan mengambil keputusan yang berarti merek apa yang akan dibeli. Sebaliknya mereka menerima informasi secara pasif ketika menonton televisi atau membaca majalah. Pengulangan iklan menciptakan 24 pengenalan merek, dan bukan keyakinan pada merek. Konsumen tidak membentuk sikap yang kuat terhadap suatu merek. Karena mereka tidak terlalu terlibat dalam produk. Konsumen tidak akan mengevaluasi pilihan, bahkan setelah membeli. Jadi, proses membeli melibatkan keyakinan merek yang terbentuk karena pengetahuan pasif, diikuti dengan perilaku membeli yang belum tentu diikuti oleh evaluasi. Hal tersebut karena pembeli produk dengan keterlibatan rendah, tidak kuat kuat komitmennya dengan merek apapun. Dalam pemasaran produk – produk semacam ini sering kali menggunakan harga dan dan promosi penjualan untuk merangsang konsumen agar mau mencoba produk. 3. Perilaku pembelian pengurangan disonansi Perilaku pembelian pengurangan disonansi terjadi ketika konsumen mempunyai keterlibatan tinggi dengan pembelian yang mahal, tidak sering atau beresiko, namun melihat sedikit perbedaan antar merek. Setelah pembelian, konsumen akan mengalami disonansi setelah pembelian ( post purcahase dissonance) ketika menyadarikekurangan tertentu dari produk yang telah dibeli atau mendengar hal yang lebih baik dari merek yang tidak dibelinya. Untuk mengatasi disonansi tersebut, komunikasi pasca penjualan dari pemasar sebaiknya memberikan bukti dan dukungan kepada konsumen agar merasa tepat dan nyaman dengan pilihan merek yang telah dilakukannya. 4. Perilaku membeli yang mencari variasi Konsumen melaksanakan perilaku membeli yang mencari variasi (variety – seeking buyung behaviour) yang bercirikan rendahnya keterlibatan konsumen namun perbedaan merek dianggap cukup berarti, sehingga konsumen 25 cenderung mudah berpindah merek. Strategi pemasaran pada kategori produk tersebut akan berbeda dengan pemimpin pasar atau merek minoritas. Pemimpin pasar akan berusaha merangsang perilaku pembelian kebiasaan dengan penggunaan secara luas, mempertahankan rak penuh dengan produknya, dan menjalankan iklan berkala untuk mengingatkan. Perusahaan pesaing akan merangsang pencarian variasi dengan menawarkan harga yang rendah, penawaran khusus, kupon, sampel gratis, dan iklan yang memperlihatkan berbagai alasan untuk mencoba sesuatu yang baru. Pada keadaan tersebut, strategi harga yang tepat seperti diskon merupakan salah satu pilihan yang dapat dipertimbangakan. 2.2.3 Peran Keputusan Pembelian Pembelian suatu produk merupakan suatu proses dari seluruh tahapan dalam proses pembelian konsumen. Keputusan konsumen ditentukan berdasarkan persepsi konsumen tentang produk tersebut. Menurut Kotler ( 1996 ) yang dikutip Fandy Tjiptono ( 2008 : 20 ), terdapat 5 peranan dalam pembelian, yakni : 1. Pemrakarsa ( initiator ) : orang yang pertama kali menyadari adanya keinginan atau kebutuhan yang belum terpenuhi dan mengusulkan ide untuk membeli suatu barang atau jasa tertentu. 2. Pemberi pengaruh ( influencer ) : orang yang pandangan, nasehat, atau pendapatnya mempengaruhi keputusan pembelian. 3. Pengambil keputusan ( decider ) : orang yang menentukan keputusan pembelian, misalnya apakah jadi membeli? apa yang dibeli? Bagaimana cara membeli? atau dimana membelinya? 26 4. Pembeli ( buyer ) : orang yang melakukan pembelian faktual. 5. Pemakai ( user ) : orang yang mengkonsumsi atau menggunakan barang atau jasa yang di beli. 2.3 Kerangka Berfikir Gambar 2.3