HASIL DAN PEMBAHASAN Penilaian Kualitas Mikrobiologis Jumlah S. aureus, E. coli, Salmonella spp.dan Total Mikroba pada Daging Segar Kontaminasi awal bakteri akan menentukan populasi bakteri pada produk olahan selanjutnya. Indikator kontaminasi awal pada daging segar diantaranya dapat dilihat dari jumlah Total Plate Count (TPC) atau total mikroba, S. aureus, E.coli dan Salmonella spp. karena ketiga bakteri tersebut terdapat secara alami pada daging sapi segar dan dapat menimbulkan penyakit apabila keberadaannya melebihi batas normal untuk dikonsumsi. Berdasarkan hasil penelitian, total mikroba pada daging segar adalah 7,20 log cfu/g, S. aureus berjumlah 6.16 log cfu/g dan jumlah E.coli adalah 3 log cfu/g. Populasi total mikroba, E. coli dan S. aureus pada daging sapi segar melebihi batas maksimum cemaran mikroba pada daging segar menurut SNI No. 01-0366-2000 yaitu 1x104 cfu/g untuk Total Plate Count (TPC) , 5x101 cfu/g untuk E. coli dan 1x101 cfu/g untuk S. aureus. Hal tersebut menunjukkan bahwa daging sudah terkontaminasi pada awal pemotongan. Pada daging segar yang diuji tidak mengandung Salmonella spp. hal ini sesuai dengan batas maksimum SNI No. 010366-2000 yaitu negatif untuk Salmonella spp. Jumlah dan jenis mikroorganisme yang mencemari daging ditentukan oleh tingkat pengendalian higienis yang dilaksanakan selama penanganan, diawali saat penyembelihan ternak dan pembersihan karkas hingga sampai ke konsumen. Pertumbuhan mikroorganisme berhubungan erat dengan kualitas daging segar. Peningkatan jumlah mikroorganisme pembusuk berpengaruh terhadap daya tahan atau masa simpan daging. Daging segar dibeli di Pasar Anyar Bogor, daging sapi tersebut didatangkan dari RPH kota Bogor. Besarnya populasi E.coli menunjukkan bahwa pada saat pemotongan, pekerja di Rumah Potong Hewan (RPH) kota Bogor tidak menerapkan sanitasi yang baik dan memadai karena E. coli merupakan bakteri indikator sanitasi. Hal ini dapat terjadi karena penggunaan air yang tidak mengalir pada saat melakukan pembersihan daging yang sudah dipotong sehingga terkontaminasi dari bakteri yang berasal dari jeroan maupun dari air yang telah terkontaminasi sebelumnya dengan bakteri koliform. 29 Populasi S. aureus yang besar menandakan bahwa adanya kontaminasi dari pekerja dan peralatan yang digunakan untuk pemotongan. Pekerja RPH kota Bogor tidak menerapkan sanitasi yang baik dan memadai, hal ini dapat dilihat dari selama kegiatan pemotongan pekerja RPH tidak mengenakan pakaian tertutup, sepatu bot, sarung tangan dan masker yang memadai. Peralatan yang digunakan seperti pisau tidak dibersihkan sesuai dengan standar sanitasi yang baik, pisau hanya dicuci dengan air yang digunakan untuk membersihkan jeroan sehingga terjadi kontaminasi silang pada daging. Pada penelitian ini tidak ditemukan Salmonella spp, membuktikan bahwa karkas tidak terkontaminasi oleh kotoran ternak yang terinfeksi. Salmonella sp. termasuk dalam famili Enterobacteriaceae. Bakteri ini berbentuk batang pendek, Gram negatif, anaerobik fakultatif dan memiliki flagella peretrikat. Salmonellae merupakan bakteri Gram berbentuk batang pendek dan tidak membentuk spora (Jay,2000). Genus ini banyak tersebar di alam, manusia dan hewan sebagai habitat utamanya. Bakteri genus Salmonella merupakan bakteri penyebab infeksi dan tersebar dalam pangan akibat kontaminasi dari kotoran yang terinfeksi (Fardiaz,1989). Total Mikroba pada Bakso Total mikroba pada bakso dengan perlakuan tanpa pemberian substrat antimikroba dan dengan perlakuan pemberian substrat antimikroba. Hasil yang didapatkan untuk total mikroba bakso selama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 3. 30 Tabel 3. Pengaruh Pemberian Substrat Antimikroba dan Lama Simpan terhadap Populasi Total Mikroba Bakso SBS** (%) Lama Penyimpanan (jam) 0 9 18 Rataan ------------------(log cfu/g)---------------------0 5.78 ± 1.03 8.56 ± 1.04 8.54 ± 0.33 7.63±0.8 100 5.22 ± 0.24 7.35 ± 1.08 7.96 ± 1.09 6.84±0.81 Rataan 5.22 ± 0.40a 7.95 ± 0.85b 8.25 ± 0.41b Keterangan : *huruf superskrip yang berbeda pada baris dan kolom menunjukan hasil nyata pada taraf uji 5% **SBS: Supernatan Bebas Sel (sebagai substrat antimikroba) Hasil pengamatan pada penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara perlakuan penambahan substrat antimikroba dan lama penyimpanan (P>0,05) terhadap total mikroba dalam bakso yang disimpan pada suhu ruang. Populasi total mikroba pada bakso jam ke-0, sesuai dengan standar yang ditetapkan SNI 01-3818-1995 yaitu 1x105 log cfu/g sedangkan pada lama simpan 9 jam, populasi total mikroba meningkat sebesar 2,73 log cfu/ g. Hal tersebut menandakan bahwa populasi total mikroba tidak dapat dipertahankan sampai lama simpan 9 jam. Lama simpan memiliki pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap total mikroba, hal ini dapat terlihat dari jumlah mikroba yang semakin lama penyimpanan semakin meningkat. Hal ini disebabkan pengaruh dari suhu penyimpanan yakni disimpan dalam suhu ruang (±280C) yang menguntungkan bakteri untuk dapat tumbuh dan berkembang secara pesat. Menurut Fardiaz (1992) suhu dimana suatu makanan disimpan sangat besar pengaruhnya terhadap jasad renik yang dapat tumbuh serta kecepatan pertumbuhannya. Jenis bakteri yang dapat tumbuh pada suhu ruang adalah bakteri mesofilik, menurut Soeparno (1992) bakteri ini dapat tumbuh baik pada temperatur 25-400C. Grafik pertumbuhan populasi total mikroba dapat dilihat pada Gambar 7. 31 Total Mikroba (Log 10 cfu/g) 9 8 7 6 5 4 3 2 0% 1 100% 0 0 9 18 Lama Simpan (Jam) Gambar 7. Rataan Populasi Total Mikroba pada Bakso Sapi Selama Penyimpanan Penyimpanan bakso pada suhu ruang selama penyimpanan 18 jam terus menunjukkan total mikroba yang semakin tinggi sehingga telah melebihi batas cemaran yang telah ditetapkan SNI. Hal ini disebabkan pada penyimpanan 18 jam, bakteri melakukan pembelahan sel yang sangat cepat. Menurut Fardiaz (1992) pada fase logaritma sel jasad renik membelah dengan cepat dan konstan, dimana pertumbuhan jumlahnya mengikuti kurva logaritmik. Kecepatan pertumbuhan pada fase ini sangat dipengaruhi oleh medium tempat tumbuhnya seperti pH, kandungan nutrien, kondisi lingkungan termasuk suhu dan kelembaban udara. Jumlah Escherichia coli pada Bakso E. coli merupakan bakteri yang digunakan sebagai indikator sanitasi. E. coli merupakan bakteri Gram negatif, tumbuh optimal pada suhu 370C, tetapi dapat tumbuh pada kisaran suhu 15-450C (Wilshaw et al.,2000; Supardi dan Sukamto,1999). Hasil yang didapatkan untuk pengujian Escherichia coli dapat dilihat pada Tabel 4. 32 Tabel 4. Pengaruh Pemberian Substrat Antimikroba dan Lama Simpan terhadap Populasi E.coli Bakso SBS** (%) Lama Penyimpanan (jam) 0 9 18 Rataan ----------------(log cfu/g)---------------------0 3.00 ± 0.00 3.18 ± 0.31 4.54 ± 1.62 3.57±0.64 100 3.00± 0.00 3.00 ± 0.00 4.02 ± 1.16 3.34±0.39 Rataan 3.00± 0.00a 3.09 ± 0.12a 4.28 ± 0.36b Keterangan : * huruf superskrip yang berbeda pada baris dan kolom menunjukan hasil nyata pada taraf uji 5% **SBS: Supernatan Bebas Sel (sebagai substrat antimikroba) Berdasarkan Tabel 4. dapat diketahui bahwa lama penyimpanan juga dapat mempengaruhi populasi E. coli pada bakso secara nyata (P<0,05). Lama simpan 9 jam dapat meningkatkan populasi E. coli sebesar 0,09 log cfu/g dan pada lama simpan 18 jam E. coli bertambah lagi sebesar 1,19 log cfu/g. Populasi E. coli pada lama simpan 9 jam masih termasuk ke dalam standar E. coli pada SNI 01-3818-1995 yaitu 1 X 103 koloni/g. Hal ini disebabkan sinergisme antara asam laktat, asam asetat serta bakteriosin dari hasil metabolisme Lactobacillus plantarum 1A5 sehingga dapat menghambat E. coli. Namun pada lama penyimpanan 18 jam, bakteri berada pada fase pertumbuhan yang sangat cepat terjadi peningkatan sebesar 1,19 log cfu/g atau sebesar 38,5%. Hal ini dapat terjadi karena kondisi lingkungan yang mendukung untuk berkembang biak yaitu ada pada suhu optimum dengan penyimpanan temperatur ruangan. E.coli merupakan bakteri mesofil yang tumbuh pada kisaran suhu 7-500C dengan suhu optimum pertumbuhannya adalah 370C. Grafik pertumbuhan Escherichia coli dapat dilihat pada Gambar 8. 33 Populasi E.coli (Log 10 cfu/g) 5 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 0% 100% 0 9 18 Lama Simpan (Jam) Gambar 8. Rataan Populasi E.coli pada Bakso Sapi Penyimpanan Keberadaan E.coli merupakan salah satu indikator sanitasi buruk dalam proses produksi pangan. E.coli merupakan kelompok Gram negatif, memiliki lapisan membran luar yang dapat menyebabkan dinding sel bakteri Gram negatif kaya akan lipida (11-22%). Lipida tersebut membentuk struktur yang khas yang disebut sebagai lipopolisakarida (LPS). Fungsi LPS adalah sebagai penahan yang berarti bahwa LPS akan menahan enzim yang terletak diluar lapisan peptidoglikan sehingga tidak akan meninggalkan sel, sebagai penahan impermiabel terhadap enzim yang berperan dalam pertumbuhan dinding sel, LPS bersifat sebagai toksin yang merupakan bagian dari sel dan hanya dilepaskan sewaktu lisis (Lay dan Hastowo,1992). Proses penghambatan E. coli juga dipengaruhi oleh pH yang rendah. Nilai pH rendah disebabkan substrat antimikroba mengandung diasetil. Diasetil adalah produk dari beberapa spesies bakteri asam laktat dalam jumlah yang banyak, terutama melalui metabolisme sitrat. Beberapa studi menunjukkan bahwa diasetil merupakan zat antibakterial untuk melawan Gram positif (pH 5.0) dan bakteri Gram negatif. Pada penelitian terbaru menyatakan bahwa diasetil ini dengan kombinasi panas akan lebih bersifat bakterisidal daripada tanpa kombinasi. Disamping itu diasetil mempunyai aroma yang kuat,sehingga pemakaiannya pada produk dari bahan dasar susu sangat terbatas, karena flavor dari diasetil tidak terlalu diharapkan. Diasetil termasuk zat yang mudah menguap, sehingga banyak kehilangan daya efektivitasnya dalam produk makanan yang akan diharapkan mempunyai waktu penyimpanan yang panjang. Pada kondisi jumlah diasetil yang menurun akan berubah menjadi acetoin 34 dan hal ini diikuti dengan menurunnya daya efek antibakterial. Akibatnya zat ini sulit dipakai pada produk makanan memakai cara vakum karena aktivitas antibakterial yang dihasilkannya akan segera berkurang oleh aktivitas beberapa enzim penting yang ada didalamnya (Ray, 1992). Diasetil lebih efektif menghambat bakteri Gram negatif dibandingkan Gram positif. Diasetil juga dapat mengintervensi arginin pada Gram negatif, dimana Gram negatif dapat dihambat oleh 200 µg/ml diasetil, sedangkan bakteri Gram positif memerlukan 300 µg/ml dan E.coli membutuhkan pH optimum 6-7 untuk pertumbuhan (Lay dan Hastowo,1992). Hasil dari metabolisme E.coli adalah gas H2 dan CO2 , dimana CO2 memiliki efek antimikroba ganda yang menciptakan kondisi aerobik dan bersifat antibakteri karena menghambat dekarboksilasi enzimatik dan akumulasi CO2 dalam lipid bilayer membran yang berakibat terganggunya permeabilitas membran. Gas CO2 secara efektif menghambat pertumbuhan berbagai mikroba terutama bakteri Gram negatif (Surono,2004). Jumlah Staphylococcus aureus pada Bakso S. aureus merupakan bakteri indikator sebagai tanda adanya kontaminasi dari pekerja maupun alat yang digunakan. Staphylococcus aureus adalah bakteri Gram positif yang bersifat anaerobik fakultatif, non motil dan katalase serta koagulase positif. Sel-sel bakteri ini merupakan bakteri patogen dan dapat menyebabkan keracunan pangan sehingga perlu diketahui keberadaan dalam bahan pangan atau produk olahannya. Hasil yang didapatkan untuk pengujian Staphylococcus aureus dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Pengaruh Pemberian Substrat Antimikroba dan Lama Simpan terhadap Populasi S. aureus Bakso (log cfu/g) SBS** (%) Lama Penyimpanan (jam) 0 9 18 --------------------(log cfu/g)---------------------0 3.25 ± 0.43a 6.08 ± 0.46b 6.88 ± 0.95b 100 3.00± 0.00a 3.51 ± 0.57a 6.37 ± 0.39b Keterangan :* huruf superskrip yang berbeda pada baris dan kolom menunjukan hasil nyata pada taraf uji 5% **SBS: Supernatan Bebas Sel (sebagai substrat antimikroba) 35 Populasi S. aureus dipengaruhi oleh interaksi antara pemberian substrat antimikroba dan lama simpan (P<0,05). Kualitas mikrobiologis S. aureus bakso pada penyimpanan 9 jam tidak berbeda nyata dengan kualitas mikrobiologis S. aureus bakso penyimpanan 0 jam, sehingga substrat antimikroba Lactobacillus plantarum 1A5 terbukti mampu menghambat pertumbuhan S. aureus hingga 9 jam. Namun karena sejak awal populasi S. aureus pada daging segar dan bakso 0 jam telah melebihi populasi yang ditetapkan dalam SNI No. 01-0366-2000 yaitu 1x101 cfu/g untuk S. aureus daging segar dan SNI 01-3818-1995 yaitu 1x102 cfu/g untuk S.aureus bakso, sehingga populasi S. aureus pada bakso telah melebihi ambang batas maksimum yang ditetapkan dalam SNI. Bakteri S. aureus tergolong dalam bakteri Gram positif. Substrat antimikroba lebih dapat menghambat Gram positif dilihat dari penghambatan S. aureus dibandingkan dengan E. coli. Reaksi penghambatan ini disebabkan substrat antimikroba mengandung asam organik yang dapat menghambat pertumbuhan S.aureus. Menurut Permanasari (2008) isolat bakteri Lactobacillus plantarum 1A5 menghasilkan senyawa antimikroba berupa asam organik. Substrat antimikroba mengandung asam-asam organik diantaranya asam laktat. L. plantarum mampu merombak senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana dengan hasil akhirnya yaitu asam laktat. Menurut Buckle et al. (1978) asam laktat dapat menghasilkan pH yang rendah pada substrat sehingga menimbulkan suasana asam. L. plantarum dapat meningkatkan keasaman sebesar 1,5 sampai 2,0% pada substrat (Sarles et al., 1956). Asam laktat yang dihasilkan oleh Lactobacillus plantarum 1A5 merupakan bakteri homofermentatif yang dapat menyebabkan pH turun dan bentuk tidak terdisosiasi dari molekul asam organik, dimana pH eksternal yang rendah dapat menyebabkan asidifikasi sel sitoplasma, sementara itu asamyang terdisosiasi menjadi lipofilik, yang dapat berdifusi kedalam membran. Asam yang terdisosiasi akan melumpuhkan elektro kimia proton gradien atau dengan permeabilitas sel membran yang akan mengganggu sistem transport substrat (Surono,2004). Haines dan Harmon (1973) menemukan bahwa asam laktat menghambat pertumbuhan S. aureus hanya pada awal tetapi tidak pada akhir pertumbuhan. Perbedaan stuktur dinding sel bakteri Gram positif dan Gram negatif mempengaruhi daya hambat suatu antimikroba. Bakteri Gram positif memiliki satu 36 lapisan tebal peptidoglikan, sedangkan bakteri Gram negatif terdiri dari tiga lapisan. Struktur dinding sel bakteri Gram positif relatif lebih sederhana sehingga memudahkan senyawa anti mikroba untuk masuk kedalam sel dan menemukan sasaran untuk bekerja sedangkan bakteri Gram negatif mempunyai struktur yang lebih kompleks yaitu lapisan luar berupa lipoprotein, lapisan tengah berupa polisakarida dan lapisan dalam adalah peptidoglikan (Pelczar dan Chan,1988). Sensitivitas suatu bakteri terhadap substrat antimikroba dipengaruhi oleh lapisan peptidoglikan yang menyusun dinding sel (McKane dan Kandel,1985). Efek penghambatan juga disebabkan oleh substrat antimikroba yang menghasilkan senyawa metabolit. H2O2 dapat menghambat pertumbuhan S. aureus dimana H2O2 berfungsi sebagai prekursor bagi pembentukan radikal bebas yang bersifat bakterisidal seperti senyawa radikal bebas superoksida (O2) dan hidroksil (OH) yang dapat merusak DNA. Efek dari senyawa H2O2 adalah terjadi oksidasi pada sel bakteri yaitu gugus sulfihidril dari protein sel sehingga mendenaturasi jumlah enzim dan terjadinya peroksidasi dan lipid membran yang dapat meningkatkan permeabilitas membran (Lay dan Hastowo,1992). Grafik pertumbuhan Populasi S.aureus (Log 10 cfu/g) Staphylococcus aureus dapat dilihat pada Gambar 9. 8 7 6 5 4 3 2 0% 1 100% 0 0 9 18 Lama Simpan (Jam) Gambar 9. Rataan Populasi S.aureus pada Bakso Sapi Selama Penyimpanan 37 Banyaknya jumlah populasi S.aureus disebabkan S. aureus mengalami fase adaptasi. Pada fase adaptasi S. aureus mulai menyesuaikan dengan substrat dan kondisi lingkungan di sekitarnya dan belum terjadi pembelahan sel karena beberapa enzim mungkin belum disintesis. Jumlah sel pada fase ini tetap, namun kadang kala menurun. Lamanya fase ini bervariasi, dapat cepat atau lambat tergantung dengan kecepatan penyesuaian dengan lingkungannya. Lamanya fase adaptasi ini dipengaruhi oleh medium dan lingkungan pertumbuhan serta jumlah inokulum (Fardiaz,1992). Pada penyimpanan 18 jam populasi meningkat pada konsentrasi 100%. Hal ini disebabkan oleh S. aureus mengalami fase pertumbuhan logaritmik. Pada fase ini S. aureus membelah dengan cepat dan konstan, dimana pertambahan jumlahnya mengikuti kurva logaritmik. Pada fase ini kecepatan pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh medium tempat tumbuhnya seperti pH dan kandungan nutrien (Fardiaz,1992). Pada S. aureus terdapat asam teikoat yang berfungsi sebagai pengatur dinding sel sewaktu pertumbuhan atau pembelahan sel. Sewaktu pertumbuhan sel, enzim otolisin akan merusak dinding sel yang lama untuk diganti dengan dinding sel yang baru. Daya kerja dari enzim otolisin ini harus diatur, oleh karena kerusakan dapat terjadi pada dinding sel yang baru tumbuh, sehingga akan menyebabkan lisis. Asam teikoat berfungsi untuk mengatur otolisin sehingga enzim ini bekerja secara bersama-sama dengan sintesis dinding sel (Lay dan Hastowo,1992). S. aureus dapat tumbuh pada aw optimum 0,990-0,995 dan memiliki suhu optimum untuk pertumbuhan yaitu 35-380C (Jay,2000). Keberadaan S. aureus perlu diwaspadai dalam produk daging karena S. aureus dapat memproduksi enterotoksin yang tahan panas (Fardiaz,1992). Jumlah Staphylococcus yang tinggi (106 cfu/g) dapat menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan intoksikasi pangan dan diperkirakan sekitar 106 sel organisme S. aureus yang terdapat dalam setiap gram makanan dapat menyebabkan gejala keracunan. Makanan yang menyebabkan keracunan setidaknya mengandung 0,01-0,25 µg enterotoksin (Buckle et al.,1987). 38 Kualitatif Salmonella spp. pada Bakso Salmonella spp. merupakan bakteri Gram negatif yang dapat menyebabkan gastroenteritis, demam enterik, septikimia, dan diare (Mckane dan Kandel,1985). Hasil yang didapatkan untuk pengujian Salmonella spp. secara kualitatif dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Pengaruh Pemberian Substrat Antimikroba dan Lama Simpan Terhadap Populasi Salmonella spp. Deskripsi Perlakuan LB SCB BSA LIA TSIA Hasil Atas Bawah Gas H2 S Atas Bawah Gas H 2S + - - Merah kuning + - ungu ungu - - Negatif + + - Merah kuning + - ungu ungu - - Negatif + - - Merah kuning + - ungu ungu - - Negatif + + - Merah kuning + - ungu ungu - - Negatif + - - Kuning kuning + - ungu kuning + - Negatif + + + Merah merah + - ungu kuning + - Negatif 0 Jam Kontrol 0 Jam Perlakuan 9 Jam Kontrol 9 Jam Perlakuan 18 Jam Kontrol 18 Jam Keterangan : LB : Lactose Broth SCB : Selenite Cystine Broth TSIA : Triple Sugar Iron Agar LIA : Lysine Indole Agar BSA : Bismuth Sulfit Agar Berdasarkan Tabel 6. diketahui bahwa bakso yang diproduksi tidak mengandung Salmonella spp. Hal ini membuktikan bahwa sejak awal tidak ada kontaminasi Salmonella spp. dan tidak adanya kontaminasi selama penyimpanan berlangsung. Populasi Salmonella spp. yang terdapat pada bakso sesuai dengan syarat mutu pada SNI 01-3818-1995 bahwa tidak boleh terdapat cemaran Salmonella spp. Bakteri Salmonella spp. dapat dihambat pada nilai pH lebih rendah dari 4.4 untuk asam laktat dan 5.4 untuk asam asetat (Gopert dan Hicks, 1969). Media LB (Lactose Broth) pada semua sampel yang diuji menunjukkan kekeruhan (positif), hal ini disebabkan Salmonella tidak memfermentasi laktosa sedangkan bakteri lain umumnya memfermentasi laktosa sedangkan bakteri lain 39 umumnya memfermentasi laktosa menghasilkan gas dan asam. Tahap pengkayaan selektif menggunakan media SCB (Selenite Cystine Broth), media tersebut secara selektif memperkaya jumlah Salmonella yang berasal dari sampel. Pada media SCB menunjukkan hasil yang positif yang berupa kekeruhan merah bata. Tahap selanjutnya, digunakan media spesifik untuk isolasi Salmonella spp. yaitu BSA (Bismuth Sulfit Agar). Koloni tipikal pada BSA berwarna coklat, abu-abu atau hitam, terkadang berwarna kilau metalik (BAM,2007). Konformasi biokimia pada TSIA (Triple Sugar Iron Agar) ditandai dengan terbentuknya warna merah pada bagian atas karena adanya reaksi basa yang dideteksi dengan adanya indikator fenol red, warna kuning dan hitam pada bagian dasar akibat reaksi asam dan terbentuknya H2S serta adanya gas pada agar. Terbentuknya H2S ditandai dengan warna hitam karena kandungan natrium tiosulfat pada agar direduksi oleh H2S yang kemudian bereaksi dengan garam besi menghasilkan warna hitam. Konformasi biokimia pada LIA ditandai dengan adanya koloni warna hitam pada agar miring serta media agar yang pada awalnya berwarna ungu dan tidak berubah warna (Difco Laboratories,1998) Antimikroba yang bekerja dalam menghambat pertumbuhan Salmonella spp. adalah asam organik. Efek antimikroba dari asam organik merupakan akibat dari penurunan nilai pH dan juga bentuk tidak terdisiosiasi dari molekul asam organik (Widiasih,2008). Bakteri Gram negatif memiliki dinding sel dengan kandungan lipid tinggi yaitu 11-22 % (Fardiaz,1992), sehingga asam yang tidak terdisiosiasi dapat menembus dinding sel dan bersifat antimikroba untuk pertumbuhan Salmonella spp. Hal ini membuktikan bahwa antimikroba yang dihasilkan efektif dalam menghambat bakteri gram negatif. Sumber mikroorganisme dari hewan meliputi mikrobia yang ada pada permukaan tubuh hewan, mikrobia yang ada pada saluran pernafasan dan mikrobia yang ada pada saluran pencernaan. Produk ternak yang terkontaminasi feces mengandung banyak mikroorganisme saluran pencernaan, misalnya : Salmonella. Ternak yang terkena Salmonellosis dapat mengkontaminasi pangan di sekitarnya. Namun dengan jalan penanganan dan proses yang baik dan memenuhi standard, maka jarang mikroorganisme tersebut menyebabkan Salmonellossis pada manusia yang mengkonsumsi daging ternak yang disembelih (Kisworo,2003). 40