TROMBOSITOSIS ESENSIAL Savita Handayani Divisi Hematologi Onkologi Medik Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU / RSUP.H.Adam Malik Medan PENDAHULUAN Trombositosis primer / esensial (ET) sering ditemukan secara tidak sengaja pada pemeriksaan hematologi pada penderita yang asimtomatis. Trombositosis esensial pertama kali dilaporkan oleh di Guglielmo pada tahun 1920 dan Epstein dan Goedel pada tahun 1934. Pada saat itu, trombositosis esensial merupakan bagian dari penyakit mieloproliferatif yang lain (Polisitemia vera,Lekemi mielositik kronik,Mielofibrosis dengan mieloid metaplasia). (1,2) Pada tahun1960,trombositosis esensial ditentukan sebagai suatu penyakit mieloproliferatif yang berbeda. Trombositosis esensial adalah suatu kelainan klonal sel induk hematopoietik multipotensial, termasuk kelainan mieloproliferatif dengan ekspresi fenotipe predominan pada jalur megakariosit dan trombosit.(1,3). Gangguan ini bersifat permanen dan umumnya peningkatan jumlah trombosit secara perlahan-lahan. Penanda molekuler spesific belum ada, diagnosis ditegakkan pertama kali dengan mengeluarkan penyebab-penyebab trombositosis reaktif dan membedakannya dengan gangguan myeloproleperatif lain.(3) EPIDEMIOLOGI Trombositosis esensial diperkirakan terdapat pada 30 orang dari 100.000 populasi, dengan rata-rata usia 65 – 70 tahun, tetapi penyakit ini bisa terjadi pada semua umur, dan perbandingan antara perempuan dan pria adalah 2 : 1.(4) PATOFISIOLOGI Trombopoetin merupakan hormon kunci dalam pengaturan diferensiasi dan proliferasi megakariosit.Trombopoietin mempengaruhi pertumbuhan megakariosit mulai dari sel induk sampai produksi trombosit. Walaupun demikian beberapa sitokin-sitokin lain (interleukin 1, 1 interleukin 6, interleukin 11) juga berperan dalam proses ini, yang kemungkinan berkerja sinergi dengan trombopoietin., (1,5) Trombosit matur berperan penting dalam regulasi kadar trombopoietin plasma. trombosit mempunyai reseptor terhadap trombopoietin (c-mpl) dan memobilisasi trombopoetin dari plasma.(1) Pada keadaan normal, pengaturan produksi trombosit dari megakariosit disumsum tulang melibatkan pengikatan trombopoetin bebas diplasma dengan megakariosit. Hal inilah yang merangsang aktifnya megakariositopoetik untuk memproduksi trombosit.(5). Pada keadaan trombositopeni, terjadi peningkatan kadar trombopoietin plasma karena berkurangnya pengikatan trombopoietin oleh trombosit. Peningkatan kadar trombopoietin plasma ini akan merangsang megakariopoiesis.Sebaliknya pada keadaan tombositosis, deplesi plasma trombopoietin akan menurunkan megakariopoiesis. Mekanisme regulasi ini mengatur produksi trombosit. Pada ET kadar trombopoetin bisa normal atau tinggi. Peningkatan kadar trombopoetin bisa berhubungan dengan reseptor trombopoetin (c-MPLl) abnormal pada trombosit dan megakariosit yang abnormal , ikatan trombopoetin dan reseptor trombopoetin (c-MPL) inilah yang merangsang pertumbuhan dan proliferasi. (6) Terjadinya disregulasi kadar trombopoietin plasma pada ET diduga disebabkan karena : Produksi trombopoieitin yang berlebihan dan/atau Abnormalitas pengikatan dan pemakainan trombopoietin oleh trombosit dan megakariosit. Hal ini dibuktikan dengan menurunnya ekspresi c-mpl pada trombosit pada penderita trombositosis esensial . (1,7) Mutasi somatik tunggal protein tirosin kinase JAK2 terlihat bertanggung jawab terhadap berbagai gambaran trombositosis klonal termasuk trombositosis esensial. Data terakhir memperlihatkan bahwa JAK2 ini berperan terhadap berkurangnya c-MPL.(7) Mekanisme lain yang berperan dalam terjadinya trombositosis pada ET adalah(1,2) : Peningkatan jumlah colony-forming unit megakaryocyte (CFU-MEG) Peningkatan pertumbuhan megakariosit tanpa adanya stimulasi faktor pertumbuhan yang diduga disebabkan adanya : - megakariopoiesis otonom, atau - peningkatan sensitivitas klon trombosit abnormal terhadap aktivitas megakaryocyte colony-stimulating activity 2 Penurunan efek inhibisi platelet inhibiting factor (TGF-1) Defek microenvirontment Beberapa patofisiologi yang terlihat pada pasien dengan trombositosis esensial : 1. Adanya perubahan endovaskular pada pasien dengan eritromialgia. Perubahan ini meliputi pembengkakan vaskular dengan penyempitan lumenyang disebabkan proliferasi otot polos dengan vakuolisasi, pembengkakan sitoplasma, deposisi material interseluler dan fragmentasi lamina elastika interna. 2. Perubahan arsitektur dan fungsi trombosit yang meliputi heterogenitas ukuran, perubahan ultrastruktur, peningkatan jumlah protein spesifik trombosit, peningkatan tromboksan dan ekspresi epitop pada permukaan trombosit 3. Perubahan genetika berperan penting dalam regulasi ekspresi trombopoetin 4. Terdapat hubungan terbalik antara peningkatan jumlah trombosit dengan faktor von willebrand multimers . (5) Pada trombosis esensial , trombosis merupakan manifestasi klinis mayor. Walaupun jarang, manifestasi hemoragis juga dapat muncul pada trombositosis esensial. Mekanisme terjadinya trombosis dan hemoragis masih belum jelas. Trombosis diduga disebabkan karena : Peningkatan massa trombosit disertai hiperagregabilitas trombosit. Aktivasi hemostasis oleh lekosit polimorfonuklear. Hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan elastase, mieloperoksidase , ekspresi CD11b dan LAP (leucocyte alkaline phosphatase) antigen pada permukaan lekosit yang menyebabkan kerusakan endotel (peningkatan trombomodulin dan faktor von Willebrand antigen) dan hiperkoagulasi (peningkatan kompleks trombinantitrombin, fragmen protrombin 1+2, D-dimer) pada penderita Trombositemi esensial .(3) Perdarahan diduga disebabkan karena 1. abnormalitas fungsi trombosit. 2. Trombosis dengan infark yang mengalami ulserasi. 3. Komsumsi faktor koagulasi. 4. Peningkatan jumlah trombosit yang menyebabkan produksi prostasiklin berlebihan (PGI2) yang akan menekan pelepasan granul trombosit dan agregasi. (5) MANIFESTASI KLINIS Sepertiga pasien ET mempunyai gambaran klinis yang silent. 50% pasien ET minimal mengalami sekali episode trombosis dalam waktu 9 tahun setelah diagnosis ditegakkan. (5) 3 Gambaran klinis ET terutama adalah vaskuler occlusive events dan hemorrages. a.Manifestasi vaskuler occlusive events Vaskular occlusive events termasuk kejadian trombosis yang utama yang melibatkan cerebrovaskuler, koroner dan sirkulasi arteri perifer. Trombosis arteri besar merupakan penyebab utama kematian yang berkaitan dengan penyakit ini atau bisa juga menyebabkan gangguan neurologi berat, jantung atau arteri perifer. Deep Vein Thrombosis (DVT) juga merupakan gambaran serius yang mengancam jiwa karena risiko emboli paru atau berhubungan dengan hati (Budd Chiari Syndrome) atau trombosis portal. Vaskuler occlusive events juga dapat terjadi pada pembuluh darah kecil dimana ini menyebabkan berbagai gejala klinis. ( orphanet). Mikrovaskuler trombus ini dapat menyebabkan erythromelalgia, sakit kepala, paraesthesia , iskemik digital atau nekrosis. Fenomena mikrovaskuler ini dapat terjadi pada jumlah trombosit paling rendah 400.000/µl. (4,5,6) Extramedullary hematopoesis dapat terjadi pada hati atau splen. Splenomegali terlihat pada 20% - 50% pasien, walaupun pembesaran nya ringan sampai sedang dan biasanya tidak progresif. Hepatomegali dapat dilihat pada 15% - 20% pasien, tetapi extramedular hematopoesis pada hati tidak biasa dan kemungkinan diagnosis CMPD atau CIMF harus dipikirkan.(6) b.Manifestasi hemorrages Pada pasien dengan jumlah trombosit 1.000.000 – 1.500.000/ml, risiko untuk perdarahan meningkat. Perdarahan paling sering pada kulit dengan manifestasi memar, hematom subkutan, ekimosis. Selain itu juga sering epistaksis ,perdarahan gusi, atau saluran cerna , biasanya tidak berat kecuali pada pasien yang mendapatkan aspirin atau antikoagulan lainnya. Ptekie tidak pernah terlihat.(4,6). Keseluruhan risiko perdarahan dan trombosis pada pasien trombositosis esensial adalah 0,33% per pasien pertahun dan 6,6% per pasien pertahun dibandingkan populasi kontrol yaitu 0% dan 1,2%. Perdarahan pada banyak kasus biasanya karna Von Willebrand Syndrom yang didapat dan biasanya membaik dengan penurunan trombosit 4 (6). KRITERIA DIAGNOSTIK Dalam mendiagnosis ET , trombositosis reaktif dan kelainan myeloid kronik lain harus disingkirkan (9). Pada tahun 1986, kriteria diagnosis pertama utuk ET diusulkan oleh kelompok studi polisitemia vera. Kriteria yang paling baru dimodifikasi oleh WHO pada tahun 2008 dalam rangka penemuan mutasi JAK2V617. Baru-baru ini BCSH ( The British Committe for Standart in Haematology ) mengusulkan modifikasi kriteria diagnostik, seperti yang ditunjukkan tabel berikut (9,10) Pemeriksaan Laboratorium Darah tepi menunjukkan jumlah trombosit yang meningkat dengan berbagai tingkat variasi anisositosis. Marfologi trombosit bervariasi mulai dari ukuran normal , granulasi dengan bentuk yang beragam Pemeriksaan sumsum tulang (aspirasi dan biopsi trephine) diperlukan untuk menegakkan ET berdasarkan kriteria WHO, namun pada pasien usia tua dengan penanda marker klonal nya telah terdeteksi ( JAK2V617 atau MPL 5151L/K) tanpa kecurigaan MDS atau mielofibrosis primer, pemeriksaan sumsum tulang bisa tidak dilakukan. Namun tetap dianjurkan pemeriksaan sumsum tulang bila ditemui gambaran atipikal atau jika selama 5 waktu pengobatan terjadi perubahan manajemaen pengobatan seperti perubahan terapi sitoreduktif atau jka curiga transformasi. Pemeriksaan sumsum tulang gambarannya normoseluler atau hiperseluler moderat, megakariosit meningkat dan pada umumnya tunggal. Bila ditemukan dominan megakariosit dengan ukuran besar dengan inti hyperlobated (staghorn ) yang menunjukkan peningkatan emperilopolesis . Eritropoesis dan granulopoesis umumnya normal, cadangan besi bisa menurun dan granulasi siderotic normal. (10) DIAGNOSIS BANDING Pada keadaan ditemukan peningkatan jumlah trombosit ( ≥ 450.000/mm 3 ), terlebih dahulu harus disingkirkan hal ini bukanlah disebabkan keadaan trombositosis reaktif Dibawah ini adalah tabel etiologi trombositosis (10) Pada trombositosis sekunder (reaktif) sering ditemukan adanya penyakit dasar dan tidak ditemukan adanya keadaan trombosis/hemoragis serta splenomegali. Disamping itu fungsi trombosit, gambaran darah tepi dan sumsum tulang dalam batas normal (5). 6 Selanjutnya harus dibedakan antara trombositosis esensial dengan gangguan mieloproliferatif lainnya seperti polisitemia vera, mielofibrosis primer,dan lainnya. 7 PENATALAKSANAAN Manajemen penatalaksanaan ET adalah berdasarkan pertimbangan tingkat risiko untuk terjadinya komplikasi trombosis. Faktor risiko trombosis adalah (8) : Usia Risiko trombosis Adanya risiko kardiovaskuler (diabetes, hipertensi, merokok, hiperlipidemia) Adanya mutasi JAK2 V617F stratifikasi risiko tromboemboli pada pasien ET Risiko rendah : usia < 40 tahun Tidak ada riwayat trombosis Risiko intermediate : usia 40-60 tahun Tidak ada riwayat trombosis Risiko tinggi : usia > 60 tahun Riwayat trombosis atau hemoragis atau Jumlah trombosit > 1.500.00/mm3 . TERAPI FARMAKOLOGI 1. Obat Antitrombosit Sejumlah penelitian acak besar menunjukkan penurunan kejadian trombosis pada pasien ET yang mendapat aspirin (11) . Bukti baru-baru ini merekomendasikan aspirin pada semua pasien ET kecuali yang kontraindikasi. Dosis yang dianjurkan adalah aspirin dosis rendah, yaitu 40 – 100mg/hari(11). Mengenai antiplatelet baru seperti clopidogrel dan plasugrel, bisa digunakan sebagai alternatif pengganti aspirin, namun masih belum jelas (10,11) 8 2.Obat Cytoreductive a. Hydroxycarbamide (Hydroxiurea / HC) HC adalah antimetabolit yang terutama bekerja pada sel-sel pada S. Kerjanya dengan menghambat sintesis dengan cara menghambat aktivitas enzim ribonucleoside difosfat reduktase , enzim ini mengurangi katalisis ribonukleotida (4,11) HC merupakan terapi pilihan pertama pada trombositosis esensial degan risiko tinggi. Hal ini disebabkan oleh efektifitas serta jarangnya timbul efek samping (5). Efek samping biasanya ringan, reversibel , termasuk penekanan pada sumsum tulang, gangguan saluran cerna ( anoreksia, mual, muntah dan diare ) dan perubahan kulit (ruam, ulserasi pada kaki, dan alopecia) . (11) Komplikasi biasanya jarang termasuk demam , pneumonitis , azoospermia dan peningkatan fungsi hati akut , sementara terapi berkepanjangan dapat menyebabkan berbagai toksisitas kulit, seperti actinic keratosis , sel skuamosa karsinoma , dan perubahan kuku , seperti onychodystrophy dan melanonychia . Bukti teratogenik lemah , meskipun demikian kehamilan pada saat pengobatan harus dihindari .(11) . Efek leukaemogenesis masih belum jelas. Dosis yang digunakan adalah 15mg/kgBB. (5) b. Interferon Alpha (IFNα) IFNα secara langsung menghambat trombopoetin (TPO) , yang menginduksi pertumbuhan megakariost melalui penekanan TPO yang menginduce signal yang merangsang SOCS . Studi baru-baru ini menunjukkan bahwa IFNα pada pasien ET menurunkan jumlah trombosit sampai <600.000/mm3 dalam 3 bulan dengan dosis sekitar 3 juta IU/ hari. IFNα tidak berefek teratogenik dan tidak melalui plasenta , sehingga menjadi pilihan pada pasien ET yang berkeinginan / sedang hamil . Efek samping yang sering terjadi adalah demam, flu like symptoms, kelelahan, mialgia, depresi , hepatitis , dan pneumonitis . Setidaknya 20 % dari pasien tidak dapat mentoleran efek samping yang ditimbulkan obat ini. Tidak ditemukan efek leukomogenik pada pemberian IFNα. (5,8,12). Meskipun adanya efek samping dan harga yang mahal, IFNα merupakan pilihan terapi terutama pada penderita ET usia muda. (5) 9 c. Anagrelide Anagrelide merupakan obat oral senyawa imidazo (2,1-b) quinazolin-2-one dengan efek inhibisi agregasi trombosit melalui penghambatan cyclic nucleotide phosphodiesterase dan phospholipase A2 (11) . Anagrelide telah terbukti dapat dijadikan sebagai terapi alternatif pada ET. Dosis dimulai dengan 2mg/hari (terbagi dalam 2-4 dosis) dan dapat ditingkatkan 0,5 mg/hari setiap 7 hari sampai tercapai target jumlah trombosit dengan dosis maksimal 10mg/hari. Normalisasi jumlah trombosit diperlukan untuk meminimalkan efek trombohemoragis selama terapi (5) Efek samping yang paling serius adalah efek kardiak , termasuk palpitasi (27 %), takikardi atau aritmia lain (< 10 %) dan gagal jantung kongestif (2%). Efek vasodilatasi anagrelide menimbulkan sakit kepala (> 1/3 penderita), retensi cairan dan edema (24 %), dizziness (15 %), hipotensi postural. Efek samping yang lebih jarang adalah efek gastrointestinal (nausea, nyeri abdomen, diare), rash. Anagrelide tidak bersifat leukomogenik Anagrelide di lisensikan di eropa sebagai terapi lini kedua pada pasien ET risiko tinggi yang refrakter atau intoleran dengan terapi lini pertama. d. Busulfan Busulfan merupakan obat alkilating , pada sejumlah kasus berhasil mengendalikan jumlah trombosit. Manifestasi oklusi vaskuler bisa diatasinya namun gejala perdarahan tidak. Efek samping yang ditimbulkan adalah toksisitas pada paru ( displasia bronkopulmonalis pulmonar fibrosis), ini biasanya pada dosis berkisar antara 500-5700mg, dengan rata-rata dosis 3000 mg, dan onset timbulnya efek ini 8 bulan – 10 tahun setelah dosis terakhir busulfan, dengan rata-rata onset 4 tahun setelah pengobatan. Efek ini bisa menjadi lebih cepat menimbulkan gangguan paru atau kematian walaupun diberikan prednison 50-100mg prednison.(11) Berbagai dosis Busulfan dapat diberikan , misalnya 60 µg/kg BB/ hari/oral (maksimal 4 mg) terus menerus sampai jumlah trombosit berkurang < 400.000/mm 3. Dosis dihentikan sampai jumlah trombosit meningkat diatas normal, dosis yang terus menerus menimbulkan cytopenia. Alternatifnya adalah dosis intermiten , misalnya 20-25 mg dengan interval 4-6 minggu.(11) 10 e. Pipobroman Pipobroman adalah turunan bromida piperazine , yang bertindak sebagai kompetitor metabolisme basa pirimidin dan merupakan obat alkilating . Telah digunakan dalam pengobatan ET selama lebih dari 30 tahun . Pada penelitian diprancis pasien yang diobati dengan Hydroksiurea tingkat tranformasi untuk AML adalah 7,3 % ,10,7 % dan 16, 6 % setelah 10 , 15 dan 20 tahun dan untuk pasien yang diobati dengan pipobroman tingkat tranformasi untuk AML adalah 14,6 % , 34 % dan 49,4 % . Data ini menunjukkan bahwa pipobroman harus digunakan dengan hati-hati .(11) f. Fosfor radioaktif ( P32 ) . P32 telah digunakan untuk pengobatan MPN sejak tahun 1930-an . Isotop yang memiliki masa paruh 14,3 hari ini adalah beta emitor murni dan memiliki jangkauan maksimum pada jaringan 8 mm . Hal ini efektif dalam mengontrol jumlah darah dengan beberapa efek samping akut dan tidak ada komplikasi hematologis . Dosis biasanya adalah 150-300 MBq . Dosis ini dapat diulang setelah 3 bulan , ketika trombosit jumlah normal , sampai jumlah trombosit jumlah eritrosit atau < 400.000/mm3 dan rejimen ini digunakan lagi ketika ambang batas ini terlampaui. Bukti yang banyak menunjukkan bahwa P32 bersifat leukomogenik, dan biasanya ini timbul pada orang tua (11) g. Obat kemoterapi Miscellaneous Obat alkylating CCNU ( 1 - ( 2 - chlorethyl ) - sikloheksil - nitrosourea ), MCNU ( Methyl - 6 [ 3 - ( 2 - chlorethyl ) - 3 - nitrosoureido ] -6 - deoksi - D ) glucopyranoside ),urasil mustard , thiotepa dan kombinasi klorambusil dan carboquone ,semuanya telah terbukti ampuh dalam mengendalikan jumlah trombosit pada sebagian kecil pasien dengan ET. Pada umumnya, insiden tranformasi Leukimia sangat kecil pada terapi ini, namun sekitar 31% dilaporkan carboquone pada pasien ET menimbulkan leukimia tranformasi. Pirimetamin , inhibitor reduktase dihydrofolate , juga ditampilkan dalam satu seri fektif dalam mengendalikan jumlah trombosit pada pasien ET.. Tak satu pun dari obat ini pada berbagai percobaan besar dapat ,menentukan komplikasi jangka panjang.(11) 11 h. JAK2 Inhibitors Penemuan mutasi JAK2 V617F merevolusi untuk kriteria diagnosis ET dan juga menawarkan sasaran terapi yang potensial. Sejumlah JAK2 Inhibitors sedang dalam uji klinis . Banyak studi melibatkan pasien dengan risiko menengah dan tinggi , myelofibrosis tapi datanya belum diterbitkan. 12 Dibawah ini adalah skema manajemen ET berdasakan kategori risiko Beberapa pilihan terapi pada pasien ET bila refrakter atau intolerance dengan hydroxiurea 13 ET pada kehamilan ET merupakan suatu MPN yang banyak ditemukan pada wanita usia reproduktif dan pada banyak kehamilan seperti yang disebutkan pada berbagai literatur. Studi yang terbaru menyebutkan adanya JAK2 V617F meningkatkan risiko abortus. Strategi pengobatan ET pada kehamilan dipengaruhi oleh status penyakit pasien dan riwayat obstetri sebelumnya. Tabel dibawah ini menunjukkan faktor risiko komplikasi selama kehamilan (11) Pengobatan aspirin, cytoreductive dan LMWH harus diberikan pada pasien dengan adanya faktor-faktor diatas selama kehamilan. Pasien ET dengan risiko tinggi harus kita berikan cytoreductive. IFNα adalah obat cytoreductive pilihan. Tidak ada laporan tentang efek teratogenik atau efek jelek yang ditimbulkan obat ini pada pengobatan ET pada kehamilan, namun IFNα dapat menurunkan kesuburan oleh karna itu lebih baik dicegah pemberiannya pada wanita yang sulit hamil (11,12). 14 Sedikit laporan mengenai penggunaan HU pada pasien ET dengan kehamilan, dan pada umumnya tanpa komplikasi fetal, namun HU kontraindikasi selama masa pembuahan dan kehamilan karna efek teratogniknya. Anagrelide juga tidak direkomendasikan pada kehamilan karna dapat melalui sawar plasenta. Dikatakan risiko tinggi pada pasien ET hamil adalah : a. Riwayat tromboemboli atau perdarahan sebelumnya pada ibu. b. Komplikasi berat pada kehamilan ( abortus ≥ 3x pada trimester satu atau ≥ 1x pada trimester dua atau tiga, BBLR, KJDK, pre eklampsia, kelahiran prematur ) c. Peningkatan jumlah trombosit selama hamil > 1.000.000/mm3 Aspirin dosis kecil aman pada kehamilan. Semua pasien ET harus mendapatkan aspirin dengan dosis 50-100mg/hari selama kehamilan dan 6 minggu post partum. LMWH aman selama kehamilan. Risiko untuk terjadinya Heparin induce trombocytopenia dan osteopenia sangat rendah dengan penggunaan LMWH. Pada pasien dengan risiko rendah atau normal selama kehamilan LMWH diberikan 2 minggu sebelum melahirkan setelah aspirin dihentikan, kemudian aspirin dan LMWH dilanjutkan sampai 6 minggu setelah melahirkan. Pada pasien risiko tinggi, aspirin dan LMWH diberikan sejak awal kehamilan. Dalteparin 5000 IU atau enoxaparin 40 mg diberikan satu kali sehari, kemudian dosis dapat ditingkatkan per 12 jam setelah kehamilan 16-20 minggu, kemudian dosis diturunkan satu kali sehari setelah post partum sampai 6 post partum (11,12). Cytoreduktive kita berikan pada pasien risiko tinggi, dengan pilihan adalah IFNα dengan dosis sama seperti pada pasien ET tidak hamil. Pemeriksaan rutin selama kehamilan harus dilakukan. Pemeriksaan darah lengkap dilakukan tiap 4 minggu sampai umur kehamilan 24 minggu, kemudian 2 minggu sekali sampai melahirkan. Pemeriksaan uterine-arteri dopler scan diperiksakan pada kehamilan 12, 20, 26, 30, 34 dan 38 minggu. Bila pada minggu ke 20 dan 24 pada pemeriksaan uterin artery dopler menunjukkan bilateral notching ini mengindikasikan adanya dysfungsi plasenta 15 (12) Tindakan sectio cesaria, epidural atau spinal anastesia tidak kontraindikasi pada pasien ET, namun aspirin harus dihentikan 2 minggu sebelum tindakan dan LMWH 12 jam sebelum tindakan tersebut. Heparin dan Warfarin aman pada ibu menyusui, namun obat cytoreductive masih kontraindikasi pada ibu menyusui.(11,12) Operasi pada pasien ET Risiko trombosis vena dan arteri pada pasien ET bisa meningkat 5 kali lipat oleh tindakan operasi. Risiko kejadian trombosis arteri meningkat post operasi sekitar 3-8% tapi sekitar 10,5% risiko perdarahan dapat terjadi dikarnakan kombinasi hubungan fungsi trombosit yang abnormal, obat-obat anti platelet dan antikoagulan. Target platelet pre-operatif adalah < 400.000/mm3 . Obat antiplatelet dihentikan 7-10 hari sebelum tindakan dan post-operatif pemberian LMWH sebagai tromboprofilaksis sangat direkomendasikan. (10,11) 16 RESPON TERAPI Target terapi pada pasien ET yang diobati dengan cytoreductif adalah menghilangnya gejala dan jumlah trombosit yang normal. (11) Dibawah ini adalah respon terapi pengobatan ET PROGNOSIS Penyebab utama morbiditas dan mortalita penderita ET adalah trombosis dan perdarahan (sekitar 40% terjadi pada pasien). Pada beberapa kasus, ET mengalami tranfoemasi menjadi penyakit myeloproliperatif lain. Penggunaan hidroksiurea, obat-obat alkilating dan fosfor radioaktif berperan dalam konversi menjadi leukemia. Kelangsungan hidup pasien ET tidak berbeda dengan populasi normal pada usia yang sama. 17 KESIMPULAN Trombositosis esensial merupakan kelainan mieloproliferatif yang disebabkan kelainan klonal sel induk hematopoietik multipoten dengan ekspresi fenotipe predominan pada jalur megakariosit dan trombosit. Dalam menegakkan diagnosis, perlu disingkirkan adanya penyebab trombositosis lain. Pengelolaan Trombositosis esensial berdasarkan stratifikasi risiko trombosis.. Pemberian obat-obat sitoreduksi (hidroksiurea, busulfan, IFN , anagrelide, dll) dapat diberikan pada penderita dengan risiko tinggi. 18 DAFTAR PUSTAKA 1. Schafer AI. Thrombocytosis and Essential Thrombocythemia. In : Beutler E, Coller BS, Lichtman MA, Kipps TJ, Seligsohn U, eds. William Hematology, 6th ed. New York : McGraw – Hill, 2001 : 1541-1549. 2. Levine SP. Thrombocytosis. In : Lee GR, Foester J, Lukens J, Parakevas F, Greer JP, Rodgers GM. eds.Wintrobe’s Clinical Hematology, 10th ed. Volume 2. Philadelphia : Lippincott Williams and Wilkins, 1999 : 1648-1655. 3. Griesshammer M, Lengfelder E, Döhner K, et Al. Essential Thrombocythemia – Clinical Significance, Diagnosis, and Treatment. Dtsch Arztebl 2007; 104(34–35): A 2341–6 4. Brière JB. Review : Essential thrombocythemia. Orphanet Journal of Rare Diseases 2007, 2:3(1-17) 5. Wahid I, Trombositosis Esensial dalam Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam, Edisi V, Jilid II, Hal 1220, Interna Publishing, 2006 6. Sanchez A, Ewton A. Essential Thrombocythemia, A review of Diagnostic and Pathologic Features. Arch Pathol Lab Med Vol 130, August 2006 : 1144 – 1149. 7. Green AR. The Pathogenesis and Management of Essential Thrombocythaemia. Haematologica 1999 ;84: 36-39 8. Tefferi A. Prognosis and treatment of essential thrombocythemia available at www.uptodate.com 9. Okoli S, Harrison C.Emerging treatments for essential thrombocythemia. Journal of Blood Medicine 2011:2 151-159. 10. Beer PA, Erber WN, Campbell PJ, et AL. How I treat essential thrombocythemia. Blood 2011:117:1472-1482 11. Harrison CN, Bareford D, Butt N, et Al. Guideline for investigation and management of adults and children presenting with a thrombocytosis. British Journal of Haemotology, 149,352-375. 12. Griesshammer M, Struve S, Harrison C. Essential Thrombocythemia/Polycytemia vera and pregnancy: The need for a observational study in Europe. 19 20