REFERAT Dry Eye Syndrome

advertisement
REFERAT
Dry Eye Syndrome
Disusun Oleh : KELOMPOK 5
Muhammad Guruh Susanto
1102010180
Pembimbing :
dr. Diantinia, Sp.M
KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT MATA
RSUD SOREANG KABUPATEN BANDUNG
UNIVERSITAS YARSI
MEI 2015
PENDAHULUAN
Sindrom mata kering adalah suatu gangguan pada permukaan mata yang
ditandai dengan ketidakstabilan produksi dan fungsi dari lapisan air mata.
Angka kejadian Sindroma Mata Kering ini lebih banyak pada wanita dan
cenderung meningkat sesuai dengan peningkatan usia. Banyak diantara penyebab
sindrom mata kering mempengaruhi lebih dari satu komponen film air mata atau
berakibat perubahan permukaan mata yang secara sekunder menyebabkan film air
mata menjadi tidak stabil.
Ciri histopatologik termasuk timbulnya bintik-bintik kering pada kornea dan
epitel konjungtiva, pembentukan filamen, hiangnya sel goblet konjungtiva,
pembesaran abnormal sel epitel non-goblet, peningkatan stratifikasi sel, dan
penambahan keratinasi.
Pasien dengan mata kering paling sering mengeluh tentang sensasi gatal
atau berpasir. Gejala umum lainnya adalah gatal, sekresi mukus berlebihan, tidak
mampu menghasilkan air mata, sensasi terbakar, fotosensitivitas, merah, sakit, dan
sulit menggerakkan palpebra. Pada kebanyakan pasien, ciri paling luar biasa pada
pemeriksaan mata adalah tampilan yang nyata-nyata normal. Ciri yang paling
khas pada pemeriksaan slitlamp adalah terputus atau tiadanya meniskus air mata
di tepian palpebra inferior. Benang-benang mukus kental kekuning-kuningan
kadang-kadang terlihat dalam fornix conjungtivae inferior. Pada konjungtiva bulbi
tidak tampak kilauan yang normal dan mungkin menebal, edema dan hiperemik.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
2
Kompleks lakrimalis terdiri atas glandula lakrimalis, glandulae lakrimalis
aksesori, kanalikuli, sakus lakrimalis, dan duktus nasolakrimalis.
Glandula lakrimalis terdiri atas struktur dibawah ini:
1.
Bagian orbita
Berbentuk kenari yang teretak didalam foss lakrimalis di segmen
temporal atas anterior dari orbita, dipisahkan dari bagian palpebra oleh
kornu lateralis dari muskulus levator palpebrae. Untuk mencapai
bagian ini dari kelenjar secara bedah, harus diiris kulit, muskulus
orbikuaris okuli, dan septum orbitale.
2. Bagian Palpebra
Bagian palpebra yang lebih kecil terletak tepat di atas segmen
temporal dari forniks konjungtivae superior. Duktus sekretorius
lakrimalis,
yang
bermuara
kira-kira
sepuluh
lubang
kecil,
menghubungkan bagian orbital dan palpebrae glandula lakrimalis
dengan forniks konjungtivae superior. Pembuangan bagian palpebrae
dari kelenjar memutuskan semua saluran penghubung dan dengan
demikian mencegah kelenjar itu bersekresi.
Glandula lakrimalis aksesori (glandula Krause dan Wolfring)
terletk di dalam substansia propia di konjungtiva palpebrae.
Air mata mengalir dari lakuna lakrimalis melalui punktum
superior dan inferior dan kanalikuli ke sakus lakrimalis, yang terletak
di dalam fossa lakrimalis. Duktus nasolakrimalis berlanjut kebawah
dari sakus dan bermuara ke dalam meatus inferior dari rongga nasal,
lateral terhadap turbinatum inferior. Air mata diarahkan kedalam
punktum oleh isapan kapiler dan gaya berat dan berkedip. Kekuatan
gabungan dari isapan kapiler dan gaya berat berkedip. Kekuatan
gabungan dari isapan kapiler dalam kanalikuli, gaya berat dan dan
kerja memompa dari otot Horner, yang merupan perluasan muskulus
orbikularis okuli ke titik di belakang sakus lakrimalis, semua
cenderung meneruskan aliran air mata ke bawah melalui duktus
nasolakrimalis ke dalam hidung.
3. Pembuluh Darah dan Limfe
3
Pasokan darah dari glandula lakrimalis bersal dari arteria
lakrimalis. Vena yang mengalir pergi dari kelenjar bergabung dengan
vena oftalmika. Drenase lime menyatu dengan pembuluh limfe
konjungtiva untuk mengalir ke dalam limfonodus pra-aurikula.
4. Persarafan
Pasokan saraf ke glandula lakrimalis adalah melalui:
a) Nervus lakrimalis (sensoris), sebuah cabang dari divisi trigeminus.
b) Nervus petrosus superfisialis magna (sekretoris), yang datang dari
nukleus salivarius superior.
c) Nervus simpatis yang menyertai arteria lakrimalis dan nervus
lakrimalis.
2.2 Fisiologi
Sistem Sekresi Air Mata
Volume terbesar air mata dihasilkan oleh kelenjar lakrimalis yang terletak
di fossa glandulae lacrimalis yang terletak di kuadran temporal atas orbita.
Kelenjar yang berbentuk kenari ini dibagi oleh kornu lateral aponeurosis levator
menjadi lobus orbita yang lebih besar dan lobus palpebra yang lebih kecil,
masing-masing dengan sistem duktulus yang bermuara ke forniks temporal
4
superior. Persarafan kelenjar utama datang dari nucleus lacrimalis di pons melalui
nervus intermedius dan menempuh suatu jaras rumit cabang maxillaris nervus
trigeminus.
Kelenjar lakrimal assesorius, walaupun hanya sepersepuluh dari massa
kelenjar utama, mempunyai peranan penting. Struktur kelenjar Krause dan
Wolfring identik dengan kelenjar utama, namun tidak memiliki ductulus.
Kelenjar-kelenjar ini terletak di dalam konjungtiva, terutama di forniks superior.
Sel-sel goblet uniseluler, yang juga tersebar di konjungtiva, mensekresi
glikoprotein dalam bentuk musin. Modifikasi kelenjar sebasea meibom dan zeis di
tepian palpebra memberi lipid pada air mata. Kelenjar Moll adalah modifikasi
kelenjar keringat yang ikut membentuk tear film.
Sekresi kelenjar lakrimal dipicu oleh emosi atau iritasi fisik dan
menyebabkan air mata mengalir melimpah melewati tepian palpebra (epifora).
Kelenjar lakrimal assesorius dikenal sebagai ”pensekresi dasar”. Sekret yang
dihasilkan normalnya cukup untuk memelihara kesehatan kornea. Hilangnya sel
goblet, berakibat mengeringnya korena meskipun banyak air mata dari kelenjar
lakrimal.
Air mata membentuk lapisan tipis setebal 7-10 µm yang menutup epitel
kornea dan konjungtiva. Fungsi lapisan ultra tipis ini adalah
1. Membuat kornea menjadi permukaan optik yang licin dengan meniadakan
ketidakteraturan minimal di permukaan epitel.
Tear film adalah komponen penting dari “the eye’s optical system”. Tear
film dan permukaan anterior kornea memiliki mekanisme untuk
memfokuskan refraksi sekitar 80%. Bahkan sebuah perubahan kecil pada
kestabilan dan volume tear film akan sangat mempengaruhi kualitas
penglihatan (khususnya pada sensitivitas pada kontras). “Tear break up”
menyebabkan aberasi optik yang akan menurunkan kualitas fokus
gambaran yang didapatkan retina. Oleh karena itu, ketidakteraturan pada
5
tear film preocular merupakan penyebab munculnya gejala visual fatigue
dan fotofobia.
2. Membasahi dan melindungi permukaan epitel kornea dan konjungtiva
yang lembut.
Pergerakan kelopak mata dapat menimbulkan gaya ± 150
dyne/cm yang
pada
tear
film
mempengaruhi tear film. Lapisan musin
dapat
mempengaruhi
keratokonjungtivitis,
mengurangi
epitel
efek
yang
permukaan.
perubahan
lapisan
dapat
Pada
musin
menyebabkan epitel permukaan semakin mudah rusak
akibat gaya tersebut yang menyebabkan deskuamasi
epithelial dan menginduksi apoptosis.
3. Menghambat pertumbuhan mikroorganisme dengan pembilasan mekanik
dan efek antimikroba.
Permukaan okuler adalah permukaan mukosa yang paling sering terpapar
lingkungan. Bagian ini selalu terpapar suhu yang ekstrim, angin, sinar UV,
alergen dan iritan. Tear film harus memiliki stabilitas untuk menghadapi
paparan lingkungan tersebut. Komponen tear film yang berfungsi untuk
perlindungan adalah IgA, laktoferin, lisozim dan enzim peroksidase yang
dapat melawan infeksi bakteri maupun virus. Lapisan lipid mengurangi
penguapan komponen akuos akibat perubahan lingkungan. Selanjutnya,
tear flim dapat membersihkan partikel, iritan dan alergen akibat paparan
lingkungan.
4. Menyediakan substansi nutrien yang dibutuhkan kornea.
Karena kornea merupakan struktur yang avaskuler, epitel kornea
bergantung pada growth factors yang terdapat pada tear film dan mendapat
nutrisi dari tear film. Tear film menyediakan elektolit dan oksigen untuk
epitel kornea sedangkan glukosa yang dibutuhkan kornea berasal dari
difusi dari aqueous humor. Tear film terdiri dari ± 25 g/mL glukosa, kirakira 4% dari konsentrasi glukosa pada darah,
yaitu konsentrasi yang
dibutuhkan oleh jaringan non-muskular. Antioksidan yang terdapat pada
tear film juga mengurangi radikal bebas akibat pengaruh lingkungan. Tear
6
film juga mengandung growth factor yang penting untuk regenerasi dan
penyembuhan epitel kornea.
Gambar.1. Lapisan tear film
(Sumber: http://tearscience.com/image )
Lapisan-Lapisan Tear Film
Lapisan air mata melapisi permukaan okuler normal. Pada
dasarnya, lapisan air mata terdiri dari 3 lapisan yang terdiri dari:
a. Lapisan
tipis
superfisial
(0.11um)
diproduksi
oleh
kelenjar
meibomian dan fungsi utamanya adalah menahan evaporasi air
mata dan mempertahankan penyebaran air mata
b. Lapisan tengah, lapisan tebal (lapisan aqueous, 7um) diproduksi
oleh kelenjar lakrimalis utama ( untuk refleks menangis), seperti
halnya kelenjar lakrimalis asesoris dari kelenjar Krause dan
Wolfring.
c. Lapisan terdalam, lapisan musin hidrofilik diproduksi oleh sel-sel
goblet
konjunctiva
dan
epitel
permukaan
okuler
dan
berhubungan dengan permukaan okuler melalui ikatan jaringan
longgar dengan glikokalik dari epitel konjunctiva. Adanya musin
yang bersifat hidrofilik membuat lapisan aqueous menyebar ke
epitel kornea.
7
Gambar 2. Tear film layer
(Sumber: http://lasik1.com/322208 )
Gambar 3. Normal tear film structure and components
(sumber: Steven C. et al, 2004 )
8
Volume air mata normal diperkirakan 7 ± 2 µL di setiap mata. Albumin
mencakup 60% dari protein total air mata; sisanya globulin dan lisozim yang
berjumlah sama banyak. Terdapat IgA, IgG, dan IgE. Yang paling banyak adalah
IgA, yang berbeda dari IgA serum karena bukan berasal dari transudat serum saja;
IgA juga diproduksi oleh sel-sel plasma dalam kelenjar lakrimal. Pada keadaan
alergi tertentu, seperti konjungtivitis vernal, konsentrasi IgE dalam cairan mata
meningkat.
Lisozim air mata menyusun 21-25% protein total, bekerja secara sinergis
dengan gammaglobulin dan faktor antibakteri non-lisozim lain, membentuk
mekanisme pertahanan penting terhadap infeksi. Enzim air mata lain juga bisa
berperan dalam diagnosis berbagai kondisi klinis tertentu, mis., hexoseaminidase
untuk mendiagnosis penyakit Tay-Sachs.(vaughan)
2.3 Disfungsi Tear Film
Abnormalitas kuantitas maupun kualitas tear film terjadi akibat
1. Perubahan jumlah tear film.
2. Perubahan komposisi tear film.
3. Penyebaran tear film yang tidak merata akibat permukaan kornea yang
irregular.
Perubahan jumlah dan komposisi tear film dapat terjadi karena defisiensi
aqueous, difisiensi musin atau sebaliknya kelebihan aqueous dan musin dan /atau
abnormalitas lipid (disfungsi kelenjar meibom). Contohnya, peningkatan
osmolaritas tear film terlhat pada pasien dengan keratoconjunctivitis sicca atau
pada blefaritis dan pada orang yang menggunakan lensa kontak. Penyebaran air
mata yang tidak merata dapat terjadi bersamaan dengan permukaan kornea atau
limbus yang tidak rata (inflamasi, jaringan parut, perubahan distropi) atau
penggunaan lensa kontak yang tidak benar. Dapat juga terjadi akibat gangguan
pada kelopak mata akibat kelainan kongenital, disfungsi kelopak mata neurogenik,
atau disfungsi mekanisme berkedip.
9
DRY EYE SYNDROME
1. Definisi
Sindrom mata kering, atau keratoconjunctivitis sicca (KCS) adalah
penyakit mata dimana jumlah atau kualitas produksi air mata berkurang atau
penguapan film air mata meningkat. Terjemahan dari "keratoconjunctivitis sicca"
dari bahasa Latin adalah "kekeringan kornea dan konjungtiva".
2. Etiologi
Banyak diantara penyebab sindrom mata kering mempengaruhi lebih dari
satu komponen film air mata atau berakibat perubahan permukaan mata yang
secara sekunder menyebabkan film air mata menjadi tidak stabil. Ciri
histopatologik termasuk timbulnya bintik-bintik kering pada kornea dan epitel
konjungtiva, pembentukan filamen, hilangnya sel goblet konjungtiva, pembesaran
abnormal sel epitel non-goblet, peningkatan stratifikasi sel, dan penambahan
keratinasi.
A. Kondisi ditandai hipofungsi kelenjar lakrimal
1. Kongenital
10
a. Dysautonomia familier (sindrom Riley-Day)
b. Aplasia kelenjar lakrimal (alakrima kongenital)
c. Aplasia nervus trigeminus
d. Dysplasia ektodermal
2. Didapat
a. Penyakit sistemik
1) Sindrom sjorgen
2) Sklerosis sistemik progresif
3) Sarkoidosis
4) Leukimia, limfoma
5) Amiloidosis
6) Hemokromatosis
b.
c.
Infeksi Trachoma
Cedera
1) Pengangkatan kelenjar lakrimal
2) Iradiasi
3) Luka bakar kimiawi
d. Medikasi
1) Antihistamin
2) Antimuskarinik: atropin, skopolamin
3) Anestetika umum: halothane, nitrous oxide
4) Beta-adregenik blocker: timolol, practolol
e. Neurogenik-neuroparalitik (fasial nerve palsy)
B. Kondisi ditandai defisiensi musin
1. Avitaminosis A
2. Sindrom steven-johnson
3. Pemfigoid okuler
4. Konjungtivitis menahun
5. Luka bakar kimiawi
6. Medikasi-antihistamin, agen muskarin, agen Beta-adregenic blocker
C. Kondisi ditandai defisiensi lipid:
1. Parut tepian palpebra
2. Blepharitis
D. Penyebaran defektif film air mata disebabkan:
1. Kelainan palpebra
a. Defek, coloboma
b. Ektropion atau entropion
c. Keratinasi tepian palpebra
d. Berkedip berkurang atau tidak ada
1) Gangguan neurologik
2) Hipertiroid
3) Lensa kontak
4) Obat
5) Keratitis herpes simpleks
11
6) Lepra
e. Lagophthalmus
1) Lagophthalmus nocturna
2) Hipertiroidi
3) Lepra
2. Kelainan konjungtiva
a. Pterygium
b. Symblepharon
3. Proptosis
3. Epidemiologi
Mata kering merupakan salah satu gangguan yang sering pada mata,
terutama pada orang yang usianya lebih dari 40 tahun dan 90% terjadi pada
wanita..
4. Manifestasi Klinis
Pasien dengan mata kering paling sering mengeluh tentang sensasi gatal
atau berpasir (benda asing). Gejala umum lainnya adalah gatal, sekresi mukus
berlebihan, tidak mampu menghasilkan air mata, sensasi terbakar, fotosensitivitas,
merah, sakit, dan sulit menggerakkan palpebra. Pada kebanyakan pasien, ciri
paling luar biasa pada pemeriksaan mata adaah tampilan yang nyata-nyata normal.
Ciri yang paling khas pada pemeriksaan slitlamp adalah terputus atau tiadanya
meniskus air mata di tepian palpebra inferior. Benang-benang mukuskental
kekuning-kuningan kadang-kadang terlihat dalam fornix conjungtivae inferior.
Pada konjungtiva bulbi tidak tampak kilauan yang normal dan mungkin menebal,
beredema dan hiperemik.
Epitel kornea terlihat bertitik halus pada fissura interpalpebra. Sel-sel
epitel konjungtiva dan kornea yang rusak terpulas dengan bengal rose 1% dan
defek pada epitel kornea terpulas dengan fluorescein. Pada tahap lnjut
keratokonjungtivitis sicca tampak filamen-filamen dimana satu ujung setiap
filamen melekat pada epitel kornea dan ujung lain bergerak bebas. Pada pasien
dengan sindrom sjorgen, kerokan dari konjungtiva menunjukkan peningkatan
jumlah sel goblet. Pembesaran kelenjar lakrimal kadang-kadang terjadi pada
12
sindrom sjorgen. Diagnosis dan penderajatan keadaan mata kering dapat diperoleh
dengan teliti memakai cara diagnostik berikut:
A. Tes Schirmer
Tes ini dilakukan dengan mengeringkan film air mata dan
memasukkan strip Schirmer (kertas saring Whatman No. 41) kedalam
cul de sac konjungtiva inferior pada batas sepertiga tengah dan
temporal dari palpebra inferior. Bagian basah yang terpapar diukur 5
menit setelah dimasukkan. Panjang bagian basah kurang dari 10 mm
tanpa anestesi dianggap abnormal.
Bila dilakukan tanpa anestesi, tes ini mengukur fungsi kelenjar
lakrimal utama, yang aktivitas sekresinya dirangsang oleh iritasi kertas
saring itu. Tes Schirmer yang dilakukan setelah anestesi topikal
(tetracaine 0.5%) mengukur fungsi kelenjar lakrimal tambahan
(pensekresi basa). Kurang dari 5 mm dalam 5 menit adalah abnormal.
Tes Schirmer adalah tes saringan bagi penilaian produksi air mata.
Dijumpai hasil false positive dan false negative. Hasil rendah kadangkadang dijumpai pada orang normal, dan tes normal dijumpai pada
mata kering terutama yang sekunder terhadap defisiensi musin.
Gambar 4. Test Fluoresin
(Sumber : http://webeye.ophth.uiowa.edu/233120#/fluoresin-test )
B. Tear film break-up time
13
pengukuran tear film break-up time kadang-kadang berguna untuk
memperkirakan kandungan musin dalam cairan air mata. Kekurangan
musin mungkin tidak mempengaruhi tes Schirmer namun dapat
berakibat tidak stabilnya film air mata. Ini yang menyebabkan lapisan
itu mudah pecah. Bintik-bitik kering terbentuk dalam film air mata,
sehingga memaparkan epitel kornea atau konjungtiva. Proses ini pada
akhirnya merusak sel-sel epitel, yang dapat dipulas dengan bengal
rose. Sel-sel epitel yang rusak dilepaskan kornea, meninggalkan
daerah-daerah kecil yang dapat dipulas, bila permukaan kornea
dibasahi flourescein.
Tear film break-up time dapat diukur dengan meletakkan secarik
keras berflourescein pada konjungtiva bulbi dan meminta pasien
berkedip. Film air mata kemudian diperiksa dengan bantuan saringan
cobalt pada slitlamp, sementara pasien diminta agartidak berkedip.
Waktu sampai munculnya titik-titik kering yang pertama dalam lapisan
flourescein kornea adalah tear film break-up time. Biasanya waktu ini
lebih dari 15 detik, namun akan berkurang nyata oleh anestetika lokal,
memanipulasi mata, atau dengan menahan palpebra agar tetap terbuka.
Waktu ini lebih pendek pada mata dengan defisiensi air pada air mata
dan selalu lebih pendek dari normalnya pada mata dengan defisiensi
musin.
14
Gambar 5. Indeks Perlindungan Okular
( Sumber : http://www.systane.ca )
C. Tes Ferning Mata
Sebuah tes sederhana dan murah untuk meneliti mukus konjungtiva
dilakukan dengan mengeringkan kerokan konjungtiva di atas kaca
obyek bersih. Arborisasi (ferning) mikroskopik terlihat pada mata
normal.
Pada
pasien
konjungtivitis
yang
meninggakan
parut
(pemphigoid mata, sindrom stevens johnson, parut konjungtiva difus),
arborisasi berkurang atau hilang.
D. Sitologi Impresi
Sitologi impresi adalah cara menghitung densitas sel goblet pada
permukaan konjungtiva. Pada orang normal, populasi sel goblet paling
tinggi di kuadran infra-nasal. Hilangnya sel goblet ditemukan pada
ksus keratokonjungtivitis sicc, trachoma, pemphigoid mata cicatrix,
sindrom stevens johnson, dan avitaminosis A.
E. Pemulasan Flourescein
Menyentuh konjungtiva dengan secarik
kertas
kering
berflourescein adalah indikator baik untuk derajat basahnya mata, dan
meniskus air mata mudah terlihat. Flourescein akan memulas daerahdaerah tererosi dan terluka selain defek mikroskopik pada epitel
kornea.
F. Pemulasan Bengal Rose
Bengal rose lebih sensitif dari flourescein. Pewarna ini akan
memulas semua sel epitel non-vital yang mengering dari kornea
konjungtiva.
15
Gambar 6. Pewarnaan Bengal rose
Sumber : ( http://www.uptodate.com/bengalrosetest)
G. Penguji Kadar Lisozim Air Mata
Penurunan konsentrasi lisozim air mata umumnya terjadi pad awal
perjalanan sindrom Sjorgen dan berguna untuk mendiagnosis penyakit
ini. Air mata ditampung pada kertas Schirmer dan diuji kadarnya. Cara
paling umum adalah pengujian secara spektrofotometri.
H. Osmolalitas Air Mata
Hiperosmollitas air mata telah dilaporkan pada keratokonjungtivitis
sicca dan pemakaian kontak lens dan diduga sebagai akibat
berkurangnya sensitivitas kornea. Laporan-laporan menyebutkan
bahwa
hiperosmolalitas
adalah
tes
paling
spesifik
bagi
keratokonjungtivitis sicca. Keadaan ini bahkan dapat ditemukan pada
pasien dengan Schirmer normal dan pemulasan bengal rose normal.
I. Lactoferrin
Lactoferrin dalam cairan air mata akan rendah pada pasien dengan
hiposekresi kelenjar lakrimal. Kotak penguji dapat dibeli dipasaran.
5. Terapi
Pasien harus mengerti bahwa mata kering adalah keadaan menahun dan
pemulihan pemulihan total sukar terjadi, kecuali pada kasus ringan, saat
perubahan epitel pada kornea dan konjungtiva masih reversibel. Air mata buatan
16
adalah terapi yang kini dsering digunakan. Salep berguna sebagai pelumas jangka
panjang, terutama saat tidur.
Fungsi utama pengobatan ini adalah penggantian cairan. Pemulian musin
adalah tugas yang lebih berat. Tahun-tahun belakangan ini, ditambahkan polimer
larut air dengan berat molekul tinggi pada air mata buatan, sebagai usaha
memperbaiki
dan
memperpanjang
lama
pelembaban
permukaan.agen
mukomimetik lain termasuk Na-hialuronat dan larutan dari serum pasien sendiri
sebagai tetesan mata. Jika mukus itu kental, seperti pada sindrom Sjorgen, agen
mukolitik (mis, acetylcystein 10%) dapat menolong.

Topikal cyclosporine A

Topikal corticosteroids

Topikal/sistemik omega-3 fatty acids: Omega-3 fatty acids menghambat
sintesis dari mediator lemak dan memblok produksi dari IL-1 and TNFalpha. Pasien dengan kelebihan lipid dalam air mata memerlukan instruksi
spesifik untuk menghilangkan lipid dari tepian palpebrae. Mungkin
diperlukan antibiotika topikal atau sistemik. Vitamin A topikal mungkin
berguna untuk memulihkan metaplasia permukaan mata.
Semua pengawet kimiawi dalam air mata buatan akan menginduksi
sejumlah toksisitas kornea. Benzalkonium chlorida adalah peparat umum yang
paling merusak. Pasien yang memerlukan beberapa kali penetesan sebaiknya
memakai larutan tanpa bahan pengawet. Bahan pengawet dapat pula
menimbulkan reaksi idiosinkrasi. Ini paling serius dengan timerosal.
Pasien dengan mata kering oleh sembarang penyebab lebih besar
kemungkinan terkena infeksi. Blepharitis menahun sering terdapat dan harus
diobati dengan memperhatikan higiene dan memakai antibiotika topikal. Acne
rosacea sering terdapat bersamaan dengan keratokonjungtivitis sicca, dan
pemgobatan dengan tetrasklin sistemik ada manfaatnya.
17
Tindakan bedah pada mata kering adalah pemasangan sumbatan pada
punktum yang bersifat temporer (kolagen) atau untuk waktu lebih lama (silikon),
untuk menahan sekret air mata. Penutupan puncta dan kanalikuli secara permanen
dapat dilakukan dengn terapi themal (panas), kauter listrik atau dengan laser.
6. Komplikasi
Pada awal perjalanan keratokonjungtivitis sicca, penglihata sedikit
terganggu. Dengan memburuknya keadaan, ketidaknyamanan sangat menggangu.
Pada kasus lanjut, dapat timbul ulkus kornea, penipisan kornea, dan perforasi.
Kadang-kadang terjadi infeksi bakteri sekunder, dan berakibat parut dan
vaskularisasi pada kornea, yang sangat menurunkan penglihatan. Terapi dini dapat
mencegah komplikasi-komplikasi ini.
7. Prognosis
Secara umum, prognosis untuk ketajaman visual pada pasien dengan
sindrom mata kering baik.
18
DAFTAR PUSTAKA
1.
Vaugan, Daniel, Taylor Asbury, Paul Riordan-Eva; alih bahasa : Jan
Tamboyang, Braham U. Pendit; editor Y. Joko Suyono. Palpebra dan
Apparatus lakrimalis dalam Oftalmologi Umum, edisi 14. Jakarta: 2000.
Hal 94. Widya Medika
2. Skuta, Gregory L et al. American Academy of Ophtalmology : Orbit
Eyelids and Lacrimal System . San Fransisco: 2011 . American Academi
3.
of Ophtalmology
Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata, edisi ketiga. Jakarta: 2008. Balai
Penerbit FKUI.
4.
Plugfelder, Stephen C et al. Dry Eye and Ocular Surface Disorders. New
5.
york : 2004. Marcell Decker.
Mc Fadden, murray. Dry eye Syndrome. Diakses dari http://lasik1.com
6.
pada tanggal 16maret 2013.
Anonim. The Definitive Source for Dry Eye Information on Internet.
2008. Diakses dari http://dryeye.org pada tanggal 16maret 2013
7.
Anonim. The Anatomy of Evaporative Dry Eye. Diakses dari:
http://tearscience.com pada tanggal 16 maret 2013
8. Sastrawan D, dkk. Standar Pelayanan Medis Mata. Departemen Ilmu
19
Kesehatan Mata RSUP M. Hoesin. Palembang , 2007 dkk
9. http://emedicine.medscape.com/article/1210417-overview diakses tanggal
17maret 2013
20
Download