10 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Corporate Social Responsibility II

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1 Corporate Social Responsibility
II.1.1 Definisi Corporate Social Responsibility
Dalam perkembangannya, CSR tidak memiliki definisi tunggal. Menurut CSR
Indonesia (www.csrindonesia.com) definisi CSR adalah suatu tindakan atau konsep yang
dilakukan oleh perusahaan (sesuai kemampuan perusahaan tersebut) sebagai bentuk
tanggung jawab mereka terhadap sosial/lingkungan sekitar dimana perusahaan itu
berada. Contoh bentuk dari tanggung jawab itu bermacam-macam, mulai dari
melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perbaikan
lingkungan, pemberian beasiswa untuk anak tidak mampu, pemberian dana untuk
pemeliharaan fasilitas umum, sumbangan untuk desa/fasilitas masyarakat yang bersifat
sosial dan berguna untuk masyarakat banyak, khususnya masyarakat yang berada di
sekitar perusahaan tersebut berada. CSR merupakan fenomena strategi perusahaan yang
mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan stakeholder-nya. CSR timbul sejak era
dimana kesadaran akan sustainability perusahaan jangka panjang adalah lebih penting
daripada sekedar profitabilitas.
Menurut Corporate Forum for Community Development disingkat dengan CFCD
(www.csr.cfcdcenter.or.id), CSR merupakan komitmen dan upaya perusahaan yang
beroperasi secara legal dan etis, untuk meminimalkan risiko kehadiran perusahaan,
berkontribusi terhadap Pembangunan Sosial, Ekonomi dan Lingkungan serta
pembangunan berkelanjutan guna meningkatkan kualitas hidup pemangku kepentingan.
Definisi CSR tersebut dibuat untuk merumuskan definisi CSR, agar diperoleh
pemahaman yang sama bagi calon peserta Indonesian CSR Award 2011. Menurut Ketua
10
CFCD Thendri Supriatno (Sukendar, 2009), peran CSR sangat penting tidak hanya bagi
masyarakat, juga untuk perusahaan itu sendiri. CSR dapat mencegah dampak sosial lebih
buruk, akibat gesekan dengan komunitas sekitar. CSR perlu dilaksanakan secara sadar
sebagai bentuk kepedulian dan tanggung jawab sosial perusahaan dan juga merupakan
bagian pembangungan citra perusahaan. Selain itu, menurut Untung (2008:1), CSR
merupakan komitmen suatu perusahaan atau dunia bisnis untuk berkontribusi dalam
pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dengan memperhatikan tanggung jawab
sosial perusahaan dan menitikberatkannya pada aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.
World Business Council on Sustainable Development (WBCSD) merupakan
suatu asosiasi global yang terdiri dari sekitar 200 perusahaan yang secara khusus
bergerak dibidang sustainable development. WBCSD menyatakan bahwa:
CSR merupakan komitmen dari bisnis/perusahaan untuk berperilaku
etis dan berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi yang
berkelanjutan, seraya meningkatkan kualitas hidup karyawan dan
keluarganya, komunitas lokal dan masyarakat luas.
Sampai saat ini memang tidak ada definisi tunggal mengenai pengertian CSR,
namun dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa CSR merupakan
komitmen dan upaya
perusahaan sebagai
bentuk pertanggungjawaban untuk
meningkatkan kualitas hidup pemangku kepentingan, seperti: stakeholder maupun
masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung. Perusahaan tidak hanya
melakukan tanggung jawab terhadap dampak dari kegiatan produksinya tapi perusahaan
juga mempunyai kekuatan yang besar untuk merubah ekonomi, lingkungan, dan sosial
secara mendunia.
11
II.1.2 Manfaat Corporate Social Responsibility
CSR menjadi sebuah kewajiban baru standar bisnis yang harus dipenuhi oleh
perusahaan apabila menginginkan perusahaan tersebut berlanjut. CSR akan menjadi
strategi bisnis yang mutlak dalam perusahaan untuk menjaga atau meningkatkan daya
saing melalui reputasi dan loyalitas atau citra perusahaan. Kedua hal tersebut akan
menjadi keunggulan perusahaan yang sulit ditiru oleh para pesaingnya. Dampak baik
yang dihasilkan CSR dapat dirasakan oleh pihak-pihak yang terkait secara langsung
maupun tidak langsung, antara lain bagi perusahaan itu sendiri, masyarakat dan juga
pemerintah.
II.1.3 Konsep Corporate Social Responsibility
Istilah Triple Bottom Line (Wibisono, 2007:32-37) dipopulerkan oleh John
Elkington dalam bukunya Cannibals with Forks: The triple bottom-line of 21st Century
Business pada tahun 1997. Dalam bukunya Elkington memberi pandangan bahwa
perusahaan yang ingin berkelanjutan haruslah memperhatikan Profit, People, and Planet
(3P). yaitu:
1. Profit (Keuntungan)
Profit merupakan unsur terpenting dan menjadi tujuan utama dari setiap kegiatan
usaha. Tidak heran apabila fokus utama dari seluruh kegiatan dalam perusahaan
adalah mengejar profit atau mendongkrak harga saham setinggi-tingginya, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Inilah bentuk tanggung jawab ekonomi
yang paling esensial terhadap pemegang saham.
12
2. People (Masyarakat Pemangku Kepentingan)
Menyadari bahwa masyarakat merupakan salah satu stakeholders penting bagi
perusahaan, karena dukungan dari masyarakat sekitar sangat diperlukan bagi
keberadaan, kelangsungan hidup, dan perkembangan perusahaan. Sebagai bagian
yang tidak terpisahkan dengan masyarakat, perusahaan perlu berkomitmen untuk
berupaya memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada mereka. Selain itu juga
perlu disadari bahwa kegiatan operasional perusahaan berpotensi memberikan
dampak kepada masyarakat. Oleh sebab itu, perusahaan perlu untuk melakukan
berbagai kegiatan yang menyentuh kebutuhan masyarakat. Intinya, apabila
perusahaan ingin tetap eksis dan akseptabel maka perusahaan harus menyertakan
juga tanggung jawab yang bersifat sosial.
3. Planet (Lingkungan)
Apabila perusahaan ingin tetap bertahan dalam persaingan industri dan akseptabel di
bidangnya, maka perusahaan harus menyertakan tanggung jawab kepada lingkungan.
Hal ini bertujuan untuk menanggulangi dampak yang mungkin timbul dari kegiatan
operasional perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung. Lingkungan
adalah sesuatu yang terikat dengan seluruh bidang kehidupan. Semua kegiatan yang
dilakukan mulai dari bangun tidur hingga terlelap di malam hari berhubungan
dengan lingkungan. Air yang diminum, udara yang dihirup, seluruh peralatan yang
digunakan, semuanya berasal dari lingkungan. Lingkungan dapat menjadi teman atau
musuh, tergantung bagaimana memperlakukannya.
13
II.1.4 Pelaku Corporate Social Responsibility
Wibisono
(2007,70-73)
mengkategorikan
perilaku
perusahaan
dalam
mengimplementasikan CSR menjadi 4 peringkat :
1.
2.
3.
4.
Hitam (oleh Elkington dianalogikan sebagai ulat)
Sistem ekonomi yang didominasi korporasi berperingkat hitam ini pasti
akan menghabiskan kapital alam dan sosial. Mereka menjalankan bisnis
semata-mata untuk kepentingannya sendiri dan tidak peduli pada aspek
lingkungan, dan sosial sekelilingnya. Akhir dari aktivitas usahanya adalah
kolaps atau tutup.
Merah (oleh Elkington dianalogikan sebagai belalang)
Korporasi model ini mirip dengan peringkat hitam, mereka memiliki model
bisnis yang bersifat degenaratif dan tidak sustainable. Mereka memiliki
kecenderungan mengeksploitasi sumber daya melampaui daya dukung
ekologi, sosial, dan ekonomi serta secara kolektif menghasilkan dampak
negatif di tingkat regional bahkan global. Mungkin mereka mempraktekkan
CSR, namun memandangnya hanya sebagai komponen biaya yang akan
mengurangi keuntungannya. Perusahaan dalam kategori ini umumnya
berasal dari peringkat hitam yang mengimplementasikan CSR setelah
mendapat tekanan dari stakeholders-nya, misalnya masyarakat atau LSM,
sehingga dengan terpaksa memperhatikan isu lingkungan dan sosial. Model
ini hanya akan menancapkan stigma negatif pada perusahaan dan kurang
berimbas pada pembentukan citra positif perusahaan.
Biru (oleh Elkington dianalogikan sebagai kupu-kupu)
Mereka adalah perusahaan yang menganggap praktek CSR akan
memberikan dampak positif terhadap usahanya, karena mereka menilai
CSR sebagai investasi bukan biaya. Korporasi jenis ini memiliki komitmen
kuat terhadap agenda-agenda CSR. Oleh karenanya, kelompok ini secara
sukarela dan sungguh-sungguh mempraktekkan CSR karena meyakini
bahwa investasi sosial ini akan berbuah pada lancarnya operasional
perusahaan, disamping citra dan reputasi yang positif juga layak mereka
dapatkan.
Hijau (oleh Elkington dianalogikan sebagai lebah madu)
CSR ditempatkan pada strategi inti dan jantung bisnis mereka. Bagi
mereka, CSR tidak dianggap sebagai suatu keharusan, namun merupakan
suatu kebutuhan. CSR bukan lagi sebagai liabilities tetapi ekuitas. Mereka
percaya, ada nilai tukar atas aspek lingkungan dan aspek sosial terhadap
aspek ekonomi. Karenanya mereka meyakini bahwa usahanya hanya dapat
sustain apabila disamping memiliki modal finacial mereka juga harus
memiliki modal sosial. Korporasi ini merupakan korporasi yang
menumbuhkan (regenerative), karena korporasi ini memiliki model bisnis
berdasarkan inovasi terus menerus, menerapkan prinsip-prinsip erika
bisnis, manajemen pengelolaan sumber daya alam yang strategik dan
14
sustainable, serta kapasitas untuk meneruskan keberlanjutan usaha.
Hasilnya, perusahaan ini tidak hanya mendapat citra positif, tapi juga
kepercayaan dan dukungan penuh dari masyarakat. Saat ini korporasi yang
berperingkat hijau memang masih sangat langka.
II.I.5 Pelaksanaan Corporate Social Responsibility di Indonesia
Pelaksanaan CSR di Indonesia sendiri masih dilakukan secara sukarela. Sebagian
perusahaan sudah ada yang melakukan kegiatan CSR tetapi masih ada juga sebagian
perusahaan yang belum melakukan kegiatan CSR. Banyak perusahaan yang beranggapan
bahwa melakukan kegiatan CSR hanya akan menambahkan beban dan biaya tambahan
yang harus dikeluarkan perusahaan tanpa memdapatkan keuntungan yang setimpal,
tetapi ada juga perusahaan yang menyadari pentingnya melakukan kegiatan CSR
terhadap keberlanjutan perusahaan. Cara pandang perusahaan yang berbeda-beda
tersebut terjadi akibat adanya implementasi CSR diperusahaan yang pada umumnya
dipengaruhi oleh 3 faktor (Wibisono, 2007:71), yaitu:
1. Terkait dengan komitmen pimpinannya
Perusahaan yang mempunyai pimpinan yang tidak tanggap dengan masalah sosial,
tidak perlu diharapkan akan memperdulikan aktivitas sosial.
2. Menyangkut ukuran dan kematangan perusahaan
Perusahaan besar akan mempunyai potensi yang lebih besar dalam memberi
kontribusi dibandingkan dengan perusahaan kecil.
3. Regulasi dan sistem perpajakan yang diatur pemerintah
Semakin besar insentif pajak yang diberikan, maka akan lebih berpotensi
memberikan semangat kepada perusahaan dalam melakukan kontribusi terhadap
masyarakat.
15
Di Indonesia terdapat peraturan yang mengatur hal-hal yang terkait dengan CSR.
Dalam Undang-undang no.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dibahas mengenai
peraturan yang berhubungan dengan perseroan terbatas. Pada ayatnya yang pertama
dikatakan bahwa, “Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau
berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan.”
II.2 Sustainability Reporting
Menurut Sukada (2007:32), Sustainability reporting adalah dokumen yang dibuat
oleh perusahaan berkaitan dengan kinerja aspek ekonomi, lingkungan, dan sosialnya
sebagai alat kontrol manajemen kepada pemangku kepentingan internal maupun alat
akuntabilitas (terutama) kepada pemangku kepentingan eksternal. Laporan tersebut
hanya dapat dikatakan sustainable manakala kinerja yang dilaporkannya dalam kurun
waktu tertentu sudah berkelanjutan atau menunjukkan kecenderungan membaik.
Perusahaan perlu menyusun sustainability report karena laporan pelaksanaan yang
berkesinambungan sangat diperlukan dalam me-manage pengaruh perusahaan pada
sustainable development. CSR memiliki hubungan yang erat dengan sustainability
development, dimana terdapat pendapat bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan
aktivitasnya harus berdasarkan keputusan yang tidak hanya pada aspek profit saja, tetapi
juga harus didasari aspek sosial dan aspek lingkungan. Tantangan dari sustainable
development sangat banyak, dan mendapatkan pengakuan yang sangat luas bahwa
perusahaan tidak hanya bertanggung jawab tapi juga mempunyai kekuatan yang besar
untuk mengubah segalanya.
16
II.2.1 Pedoman G3 Global Reporting Initiative Guidelines
Bagi perusahaan yang melakukan CSR, perusahaan tersebut harus membuat
laporan mengenai kegiatan CSR-nya. Dalam pembuatan laporan tersebut terdapat
perbedaan teknik pelaporan dalam laporan tahunnya. Perbedaan ini disebabkan karena
perusahaan tidak lagi hanya mempunyai kewajiban melaporkan aktivitas finansialnya
saja tetapi juga aktivitas-aktivitas lainnya yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial
perusahaan.
G3 Global Reporting Initiative Guidelines (GRI) (www.globalreporting.com)
merupakan suatu lembaga yang independen dan multi stakeholder process. GRI
merupakan pedoman yang paling banyak dijadikan rujukan dalam CSR Reporting. GRI
sendiri dibentuk pada tahun 1997 oleh Coalition for Environmentally Responsible
Economies (CERES) dan United Nation Environmentally Programme (UNEP). Misi dari
GRI adalah mengembangkan dan menyebarluaskan pedoman sustainability reporting
secara global serta dalam pembuatan sustainability reporting semua perusahaan
berpartisipasi secara rutin sehingga sebanding dengan financial reporting.
Dalam Elliot (2006:645), GRI memiliki misi untuk mengembangkan pedoman
pelaporan sustainability global untuk dapat digunakan oleh organisasi-organisasi
sukarela dalam melaporkan tiga elemen yang terkait dalam kegiatan mereka baik dari
produksi maupun jasa, yaitu:
1. Ekonomi, merupakan indikator yang meliputi nilai ekonomi yang dapat memberikan
manfaat langsung bagi perusahaan dan dampak dari kondisi ekonomi yang akan
berpengaruh pada keberlanjutan usaha secara keseluruhan. Dimensi ekonomi
meliputi informasi keuangan dan non-keuangan.
17
2. Sosial, merupakan indikator yang berfokus pada kepedulian perusahaan terhadap
kesejahteraan karyawan dan masyarakat. Dimensi sosial meliputi informasi
mengenai kesehatan dan keselamatan manusia.
3. Lingkungan, merupakan indikator yang berfokus pada kepedulian perusahaan
terhadap lingkungan hayati seperti ekosistem. Dimensi lingkungan meliputi dampak
buruk pada udara, air, tanah, keanekaragaman hayati, dan kesehatan manusia dari
dampak produksi organisasi baik produk maupun jasa.
Dalam pedoman GRI diatur mengenai prinsip-prinsip dalam pelaporan yang harus
dipenuhi serta isi dan bentuk dari laporannya. Prinsip-prinsip CSR berdasarkan ISO
26000: 2010 Guidance on Social Responsibility :
• Akuntabilitas
Akuntabilitas membuktikan bahwa organisasi bersangkutan melakukan segala
sesuatu dengan benar. Organisasi seharusnya menerima bahkan mendorong
penyelidikan mendalam atas dampak operasionalnya.
• Transparansi
Sebuah organisasi seharusnya menyatakan transparan terhadap seluruh keputusan
dan aktivitasnya yang memiliki dampak atas masyarakat dan lingkungan. Maka
transparansi yang dilakukan adalah “clear, accurate and complete” atas seluruh
kebijakan, keputusan dan aktivitas.
• Perilaku etis
Sebuah organisasi harus berperilaku etis sepanjang waktu, dengan menegakkan
kejujuran, kesetaraan dan integritas. Perilaku etis dilakukan melalui pengembangan
18
struktur tata kelola yang mendorong perilaku etis, membuat, dan mengaplikasikan
standar perilaku etis, dan terus menerus meningkatkan standar perilaku etis.
• Penghormatan kepada kepentingan Stakeholder
Sebuah organisasi harus menghormati dan menanggapi kepentingan seluruh
stakeholder-nya. Semua itu dapat dilakukan dengan cara mengidentifikasi,
menanggapi kebutuhan, mengenali hak-hak legal dan kepentingan yang sah, serta
mengenali kepentingan yang lebih luas terkait dengan pembangunan berkelanjutan.
• Kepatuhan kepada hukum
Sebuah organisasi harus menerima bahwa kepatuhan pada hukum adalah suatu
kewajiban. Semua itu dapat dilakukan dengan patuh kepada semua regulasi,
memastikan bahwa seluruh aktivitasnya sesuai dengan kerangka hukum yang
relevan, patuh pada seluruh aturan yang dibuatnya sendiri secara adil dan
imparsial, mengetahui perubahan-perubahan dalam regulasi, dan secara periodik
memeriksa kepatuhannya.
• Penghormatan kepada Norma Perilaku International
Di negara-negara dimana hukum nasionalnya atau implementasinya tidak
mencukupi untuk melindungi kondisi lingkungan dan sosialnya, sebuah organisasi
harus berusaha untuk mengacu kepada norma perilaku internasional.
• Penegakan HAM
Setiap organisasi harus menghormati HAM, serta mengakui betapa pentingnya
HAM serta sifatnya yang universal. Cara yang harus dilakukan adalah apabila
ditemukan situasi HAM tidak terlindungi, organisasi tersebut harus melindungi
HAM, dan tidak mengambil kesempatan dari situasi tersebut dan apabila tidak ada
19
regulasi HAM di tingkat nasional, maka organisasi harus mengacu kepada standar
HAM internasional.
II.3 Pengungkapan Corporate Social Responsibility
Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan yang sering disebut juga
sebagai CSR merupakan proses pengkomunikasian dampak sosial dan lingkungan dari
kegiatan ekonomi organisasi terhadap kelompok khusus yang berkepentingan dan
terhadap masyarakat secara keseluruhan. Pengungkapan ada yang bersifat wajib
(mandatory), yaitu pengungkapan informasi wajib dilakukan oleh perusahaan yang
didasarkan pada peraturan atau standar tertentu, dan ada yang bersifat sukarela
(voluntary) yang merupakan pengungkapan informasi melebihi persyaratan minimum
dari peraturan yang berlaku.
Pengungkapan CSR di Indonesia telah diatur oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)
yang menyarankan kepada perusahaan untuk mengungkap tanggung jawab mengenai
sosial dan lingkungan. Sebagaimana dinyatakan oleh Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK) No.1 (Revisi 2009) paragraf keduabelas:
Entitas dapat pula menyajikan, terpisah dari laporan keuangan,
laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value
added statement), khususnya bagi industri dimana faktor lingkungan hidup
memegang peranan penting dan bagi industri yang menganggap karyawan
sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting.
Laporan tambahan tersebut di luar ruang lingkup Standar Akuntansi
Keuangan.
Alasan utama mengapa suatu pengungkapan diperlukan adalah agar pihak
investor dapat melakukan suatu kesimpulan dalam pengambilan keputusan investasi.
Berkaitan dengan keputusan investasi, investor memerlukan tambahan informasi yang
20
tidak hanya informasi tambahan tapi juga informasi non-keuangan. Kebutuhan itu
didorong oleh adanya perubahan manajerial yang menyebabkan terjadinya perluasan
kebutuhan investor akan informasi baru yang mampu menginformasikan hal-hal yang
bersifat kualitatif yang berkaitan dengan perusahaan. Informasi kualitatif dipandang
memiliki nilai informasi yang mampu menjelaskan fenomena yang terjadi, bagaimana
fenomena tersebut dapat terjadi, dan tindakan apa yang akan diambil oleh manajemen
terhadap fenomena tersebut. Informasi kualitatif ini dapat diungkapkan dalam laporan
tahunan (annual report) perusahaan.
Dalam melakukan pengungkapan CSR perusahaan bebas untuk menentukan
format laporan yang akan dibuatnya. Namun yang terpenting adalah tidak adanya
manipulasi seperti yang sering terjadi pada laporan keuangan. Informasi yang dilaporkan
dalam laporan tersebut harus mampu menggambarkan keadaan yang sebenarnya.
II.4 Ukuran Perusahaan
Menurut Salaf (2010), ukuran perusahaan adalah rata-rata total penjualan bersih
untuk tahun yang bersangkutan sampai beberapa tahun. Dalam hal ini penjualan lebih
besar daripada biaya variabel dan biaya tetap, maka akan diperoleh jumlah pendapatan
sebelum pajak. Sebaliknya jika penjualan lebih kecil daripada biaya variabel dan biaya
tetap maka perusahaan akan menderita kerugian.
Ukuran perusahaan merupakan variabel penduga yang banyak digunakan untuk
menjelaskan variasi pengungkapan dalam laporan tahunan perusahaan. Ukuran
perusahaan bisa didasarkan pada jumlah aktiva, jumlah tenaga kerja, volume penjualan
dan kapitalisasi pasar. Pada dasarnya ukuran perusahaan dapat dibagi tiga kategori,
21
yaitu: perusahaan besar, perusahaan menengah, dan perusahaan kecil. Dalam penelitian
ini yang dijadikan sebagai tolak ukur dalam variabel ukuran perusahaan adalah aktiva
yang dilihat berdasarkan total aktiva karena total aktiva dapat mewakili seberapa besar
perusahaan tersebut.
II.5 Profitabilitas
Profitabilitas merupakan suatu kemampuan perusahaan untuk menghasilkan
keuntungan dan pertumbuhan yang baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek.
Profitabilitas suatu perusahaan biasanya dilihat dari laporan laba rugi yang menunjukkan
laporan hasil kinerja perusahaan. Rasio profitabilitas merupakan perbandingan antara
laba perusahaan dengan investasi atau ekuitas yang digunakan untuk memperoleh laba
tersebut. Rasio profitabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan
laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva, maupun modal sendiri.
Dalam Gibson (2011:301), analisis profitabiltas menjadi perhatian penting bagi
pemegang saham karena mereka memperoleh pendapatan dalam bentuk dividen.
Selanjutnya, keuntungan yang meningkat dapat menyebabkan naiknya harga pasar, yang
menyebabkan terjadinya capital gain. Semakin tinggi profitabilitas perusahaan semakin
tinggi efisiensi perusahaan tersebut dalam memanfaatkan fasilitas perusahaan.
Profitabilitas merupakan faktor yang membuat manajemen menjadi bebas dan
flexibel untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial kepada pemegang saham.
Hubungan antara profitabilitas dan tingkat pengungkapan pertanggungjawaban sosial
adalah bahwa semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan maka semakin besar
pengungkapan informasi sosial. Dengan kepedulian terhadap masyarakat tersebut maka
22
diharapkan manajemen dapat membuat perusahaan menjadi profitable, sehingga dalam
penelitian ini ratio profitabilitas yang digunakan diukur dengan menggunakan rumus:
•
Net Profit Margin (NPM)
NPM
=
Net Income
Net sales
NPM digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk mendapatkan
laba dari setiap pendapat/penjualan yang diperoleh perusahaan.
•
Return on Assets (ROA)
ROA
=
Net Income
Average total Assets
ROA digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan
laba dari keseluruhan investasi yang ditanamkan dalam bentuk asset.
II.6 Likuiditas
Likuiditas merupakan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban
lancarnya yang diukur dengan menggunakan perbandingan antara aktiva lancar dengan
kewajiban lancar. Hal tersebut dilakukan untuk menunjukkan kemampuan perusahaan
untuk mendanai kegiatan operasional perusahaan dan melunasi kewajiban jangka
pendeknya.
Rasio likuiditas dapat dipandang dari dua sisi. Di satu sisi rasio likuiditas yang
tinggi menunjukkan kuatnya kondisi keuangan perusahaan. Perusahaan semacam ini
akan cenderung untuk melakukan pengungkapan informasi yang lebih luas kepada pihak
luar. Tetapi di pihak lain, likuiditas dapat juga dipandang sebagai ukuran kinerja
manajemen dalam mengelola keuangan perusahaan. Dari sisi ini, perusahaan dengan
23
likuiditas yang rendah justru cenderung mengungkapkan lebih banyak informasi kepada
pihak ekternal sebagai upaya untuk menjelaskan lemahnya kinerja manajemen. Ratio
likuiditas dapat diukur dengan menggunakan rumus:
Current Assets
Current Ratio (CR)
=
Current Liabilities
Ratio tersebut digunakan untuk memberikan gambaran mengenai kemampuan
perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya pada saat ditagih. Apabila semakin
tinggi tingkat likuiditasnya, maka semakin baik kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajibannya.
II.7 Penelitian Terdahulu
Kartika (2010) yang meneliti karakteristik perusahaan dan pengungkapan
tanggung jawab sosial (studi empiris pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia). Penelitian tersebut membandingkan ukuran perusahaan, tipe
industri, profitabilitas, basis perusahaan, dan likuiditas. Perusahaan yang dijadikan
sampel dalam penelitian tersebut adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar dalam
BEI periode 2006-2008. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ukuran perusahaan
dan tipe industri mempunyai pengaruh yang signifikan sedangkan profitabilitas, basis
perusahaan, dan likuiditas tidak mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan
terhadap pengungkapan sosial. Saran yang diberikan untuk penelitian selanjutnya bahwa
sebaiknya melakukan perpanjangan periode penelitian dan memperluas objek penelitian
dengan mengamati setiap sektor industri, sehingga dapat memberikan hasil yang
berbeda.
24
Felicia (2011) yang meneliti pengaruh karakteristik perusahaan terhadap luas
pengungkapan CSR pada perusahaan industri pertambangan yang terdaftar di BEI
periode 2008-2010. Perusahaan yang dijadikan sebagai sampel merupakan perusahaan
pertambangan dengan standar yang digunakan adalah standar GRI. Felicia memilih
perusahaan industri pertambangan sebagai sampel karena perusahaan tersebut memiliki
hubungan dengan alam sehingga akan memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap
lingkungan, sosial, dan sumber daya manusia apabila perusahaan tidak melakukan
tanggung jawab sosial. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ukuran perusahaan
berpengaruh positif terhadap pengungkapan CSR, namun tingkat leverage berpengaruh
negatif sedangkan kepemilikan manajemen tidak memiliki pengaruh terhadap luas
pengungkapan CSR. Saran yang diberikan untuk penelitian selanjutnya bahwa sebaiknya
perusahaan yang dijadikan sampel adalah perusahaan yang memiliki laporan
keberlanjutan terpisah dari laporan keuangan dan sudah menggunakan stardar GRI
sebagai acuan laporan keberlanjutan, serta menambahkan variabel-variabel lain yang
memiliki pengaruh signifikan dan menggunakan industri lain yang memiliki potensi
merusak lingkungan.
Sembiring (2003) yang meneliti pengaruh karakteristik perusahaan terhadap
pengungkapan tanggung jawab sosial: studi empiris pada perusahaan yang tercatat (gopublic) di Bursa efek Jakarta. Penelitian tersebut bertujuan untuk menguji pengaruh
ukuran perusahaan, profitabilitas, profil, ukuran dewan komisaris dan tingkat leverage
terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Kesimpulan yang didapat
dari penelitian tersebut bahwa ukuran perusahaan, profil, dan ukuran dewan komisaris
berpengaruh positif terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan,
25
sedangkan
profitabilitas
dan
tingkat
leverage
berpengaruh
negatif
terhadap
pengungkapan CSR. Saran yang diberikan untuk penelitian selanjutnya bahwa periode
penelitian harus lebih panjang dari pada penelitian sebelumnya dan variabel yang
digunakan harus ditambahkan atau menggunakan variabel lain.
Penelitian ini merupakan replika dari penelitian Kartika (2010). Tetapi ada
perbedaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang. Penelitian terdahulu
menggunakan perusahaan manufaktur periode 2006-2008, sedangkan penelitian
sekarang menggunakan perusahaan industri bahan dasar dan kimia periode 2008-2010.
Alasan penelitian ini tidak menggunakan perusahaan manufaktur sebagai sampel karena
perusahaan manufaktur tergolong perusahaan low profil, sehingga tidak akan
memberikan pengaruh yang besar apabila perusahaan membuat laporan keuangan atau
tidak. Perusahaan industri bahan dasar dan kimia dipilih sebagai sampel karena
perusahaan tersebut memiliki potensi merusak lingkungan yang lebih besar dari pada
perusahaan manufaktur, serta didasari karena penelitian dengan menggunakan
perusahaan bahan dasar dan kimia jarang ditemui. Penelitian ini dilakukan untuk melihat
pengaruh ukuran perusahaan, profitabilitas, dan liquiditas terhadap pengungkapan CSR.
II.8 Kerangka Pemikiran
II.8.1 Identifikasi Variabel
CSR merupakan bentuk tanggung jawab dari perusahaan yang dapat diukur
melalui aspek ekonomi, lingkungan, dan sosial. Pengungkapan CSR sangat penting
dilakukan oleh perusahaan, karena hasil dari pengungkapan tersebut akan berpengaruh
terhadap perusahaan di kemudian hari. Timbulnya pengungkapan CSR didasari akibat
26
adanya dampak negatif dari produksi perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungan
sekitar.
Tahap dalam kegiatan penelitian ini terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, dan
penyelesaian. Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan ditentukan variabelvariabel yang akan diteliti seperti: ukuran perusahaan, profitabilitas, likuiditas, dan CSR.
Hubungan antara variabel-variabel dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai
berikut:
Gambar II.1 Model Penelitian
II.8.2 Pengembangan Hipotesis
Ukuran perusahaan merupakan variabel yang banyak digunakan untuk
menjelaskan pengungkapan sosial yang dilakukan oleh perusahaan dalam pembuatan
laporan keuangannya. Secara umum perusahaan besar akan mengungkapkan informasi
yang lebih banyak dibandingkan dengan perusahaan yang lebih kecil. Perusahaan yang
lebih besar akan melakukan aktivitas yang lebih banyak dari perusahaan kecil, sehingga
dampak yang disebabkan oleh perusahaan besar juga lebih besar terhadap lingkungan
27
sekitarnya. Oleh karena itu, perusahaan besar lebih cenderung melakukan pengungkapan
CSR. Hal ini juga didukung penelitian yang dilakukan oleh Sembiring (2003) yang
menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara ukuran perusahaan terhadap jumlah
pengungkapan CSR. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dibuat hipotesis sebagai
berikut:
H1 = Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap pengungkapan CSR.
Perusahaan dituntut untuk dapat meningkatkan profitabilitas dalam menjalankan
perusahaannya agar dapat bertahan dalam masa kritis maupun ketika perusahaan
menghadapi persaingan global yang semakin ketat. Profitabilitas merupakan faktor yang
membuat
manajemen
menjadi
bebas
dan
fleksibel
untuk
mengungkapkan
pertanggungjawaban sosial kepada pemegang saham. Oleh karena itu, investor jangka
panjang akan sangat membutuhkan analisa profitabilitas ini. Dalam penelitian Kartika
(2010), profitabilitas tidak mempunyai pengaruh positif terhadap pengungkapan sosial
perusahaan. Menurutnya, besar kecil laba perusahaan tidak dapat dijadikan acuan
terhadap luasnya pengungkapan sosial perusahaan. Hal tersebut dapat dikarenakan baik
perusahaan yang memiliki laba yang kecil maupun laba yang besar cenderung untuk
berusaha memberikan pengungkapan sosial sesuai yang dibutuhkan oleh masyarakat
terutama investor. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dibuat hipotesis sebagai berikut:
H2 = Profitabilitas berpengaruh negatif terhadap pengungkapan CSR.
Likuiditas perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam mendanai
operasional perusahaan dan melunasi kewajiban jangka pendeknya. Berdasarkan Kartika
(2010), perusahaan yang memiliki rasio likuiditas tinggi cenderung melakukan
28
pengungkapan informasi yang lebih luas kepada pihak luar karena ingin menunjukkan
bahwa perusahaan tersebut kredibel tetapi di lain pihak, ada pula yang menyatakan
bahwa perusahaan dengan likuiditas rendah justru akan mengungkapkan lebih banyak
informasi kepada pihak eksternal untuk menjelaskan lemahnya kinerja manajemen.
Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dibuat hipotesis sebagai berikut:
H3 = Likuiditas berpengaruh positif terhadap pengungkapan CSR.
29
Download