BAB II LANDASAN TEORI II.1 Corporate Social Responsibility II.1.1 Definisi Corporate Social Responsibility Dalam perkembangannya, CSR tidak memiliki definisi tunggal. Menurut CSR Indonesia (www.csrindonesia.com) definisi CSR adalah suatu tindakan atau konsep yang dilakukan oleh perusahaan (sesuai kemampuan perusahaan tersebut) sebagai bentuk tanggung jawab mereka terhadap sosial/lingkungan sekitar dimana perusahaan itu berada. Contoh bentuk dari tanggung jawab itu bermacam-macam, mulai dari melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perbaikan lingkungan, pemberian beasiswa untuk anak tidak mampu, pemberian dana untuk pemeliharaan fasilitas umum, sumbangan untuk desa/fasilitas masyarakat yang bersifat sosial dan berguna untuk masyarakat banyak, khususnya masyarakat yang berada di sekitar perusahaan tersebut berada. CSR merupakan fenomena strategi perusahaan yang mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan stakeholder-nya. CSR timbul sejak era dimana kesadaran akan sustainability perusahaan jangka panjang adalah lebih penting daripada sekedar profitabilitas. Menurut Corporate Forum for Community Development disingkat dengan CFCD (www.csr.cfcdcenter.or.id), CSR merupakan komitmen dan upaya perusahaan yang beroperasi secara legal dan etis, untuk meminimalkan risiko kehadiran perusahaan, berkontribusi terhadap Pembangunan Sosial, Ekonomi dan Lingkungan serta pembangunan berkelanjutan guna meningkatkan kualitas hidup pemangku kepentingan. Definisi CSR tersebut dibuat untuk merumuskan definisi CSR, agar diperoleh pemahaman yang sama bagi calon peserta Indonesian CSR Award 2011. Menurut Ketua 10 CFCD Thendri Supriatno (Sukendar, 2009), peran CSR sangat penting tidak hanya bagi masyarakat, juga untuk perusahaan itu sendiri. CSR dapat mencegah dampak sosial lebih buruk, akibat gesekan dengan komunitas sekitar. CSR perlu dilaksanakan secara sadar sebagai bentuk kepedulian dan tanggung jawab sosial perusahaan dan juga merupakan bagian pembangungan citra perusahaan. Selain itu, menurut Untung (2008:1), CSR merupakan komitmen suatu perusahaan atau dunia bisnis untuk berkontribusi dalam pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dengan memperhatikan tanggung jawab sosial perusahaan dan menitikberatkannya pada aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. World Business Council on Sustainable Development (WBCSD) merupakan suatu asosiasi global yang terdiri dari sekitar 200 perusahaan yang secara khusus bergerak dibidang sustainable development. WBCSD menyatakan bahwa: CSR merupakan komitmen dari bisnis/perusahaan untuk berperilaku etis dan berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, seraya meningkatkan kualitas hidup karyawan dan keluarganya, komunitas lokal dan masyarakat luas. Sampai saat ini memang tidak ada definisi tunggal mengenai pengertian CSR, namun dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa CSR merupakan komitmen dan upaya perusahaan sebagai bentuk pertanggungjawaban untuk meningkatkan kualitas hidup pemangku kepentingan, seperti: stakeholder maupun masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung. Perusahaan tidak hanya melakukan tanggung jawab terhadap dampak dari kegiatan produksinya tapi perusahaan juga mempunyai kekuatan yang besar untuk merubah ekonomi, lingkungan, dan sosial secara mendunia. 11 II.1.2 Manfaat Corporate Social Responsibility CSR menjadi sebuah kewajiban baru standar bisnis yang harus dipenuhi oleh perusahaan apabila menginginkan perusahaan tersebut berlanjut. CSR akan menjadi strategi bisnis yang mutlak dalam perusahaan untuk menjaga atau meningkatkan daya saing melalui reputasi dan loyalitas atau citra perusahaan. Kedua hal tersebut akan menjadi keunggulan perusahaan yang sulit ditiru oleh para pesaingnya. Dampak baik yang dihasilkan CSR dapat dirasakan oleh pihak-pihak yang terkait secara langsung maupun tidak langsung, antara lain bagi perusahaan itu sendiri, masyarakat dan juga pemerintah. II.1.3 Konsep Corporate Social Responsibility Istilah Triple Bottom Line (Wibisono, 2007:32-37) dipopulerkan oleh John Elkington dalam bukunya Cannibals with Forks: The triple bottom-line of 21st Century Business pada tahun 1997. Dalam bukunya Elkington memberi pandangan bahwa perusahaan yang ingin berkelanjutan haruslah memperhatikan Profit, People, and Planet (3P). yaitu: 1. Profit (Keuntungan) Profit merupakan unsur terpenting dan menjadi tujuan utama dari setiap kegiatan usaha. Tidak heran apabila fokus utama dari seluruh kegiatan dalam perusahaan adalah mengejar profit atau mendongkrak harga saham setinggi-tingginya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Inilah bentuk tanggung jawab ekonomi yang paling esensial terhadap pemegang saham. 12 2. People (Masyarakat Pemangku Kepentingan) Menyadari bahwa masyarakat merupakan salah satu stakeholders penting bagi perusahaan, karena dukungan dari masyarakat sekitar sangat diperlukan bagi keberadaan, kelangsungan hidup, dan perkembangan perusahaan. Sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan masyarakat, perusahaan perlu berkomitmen untuk berupaya memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada mereka. Selain itu juga perlu disadari bahwa kegiatan operasional perusahaan berpotensi memberikan dampak kepada masyarakat. Oleh sebab itu, perusahaan perlu untuk melakukan berbagai kegiatan yang menyentuh kebutuhan masyarakat. Intinya, apabila perusahaan ingin tetap eksis dan akseptabel maka perusahaan harus menyertakan juga tanggung jawab yang bersifat sosial. 3. Planet (Lingkungan) Apabila perusahaan ingin tetap bertahan dalam persaingan industri dan akseptabel di bidangnya, maka perusahaan harus menyertakan tanggung jawab kepada lingkungan. Hal ini bertujuan untuk menanggulangi dampak yang mungkin timbul dari kegiatan operasional perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung. Lingkungan adalah sesuatu yang terikat dengan seluruh bidang kehidupan. Semua kegiatan yang dilakukan mulai dari bangun tidur hingga terlelap di malam hari berhubungan dengan lingkungan. Air yang diminum, udara yang dihirup, seluruh peralatan yang digunakan, semuanya berasal dari lingkungan. Lingkungan dapat menjadi teman atau musuh, tergantung bagaimana memperlakukannya. 13 II.1.4 Pelaku Corporate Social Responsibility Wibisono (2007,70-73) mengkategorikan perilaku perusahaan dalam mengimplementasikan CSR menjadi 4 peringkat : 1. 2. 3. 4. Hitam (oleh Elkington dianalogikan sebagai ulat) Sistem ekonomi yang didominasi korporasi berperingkat hitam ini pasti akan menghabiskan kapital alam dan sosial. Mereka menjalankan bisnis semata-mata untuk kepentingannya sendiri dan tidak peduli pada aspek lingkungan, dan sosial sekelilingnya. Akhir dari aktivitas usahanya adalah kolaps atau tutup. Merah (oleh Elkington dianalogikan sebagai belalang) Korporasi model ini mirip dengan peringkat hitam, mereka memiliki model bisnis yang bersifat degenaratif dan tidak sustainable. Mereka memiliki kecenderungan mengeksploitasi sumber daya melampaui daya dukung ekologi, sosial, dan ekonomi serta secara kolektif menghasilkan dampak negatif di tingkat regional bahkan global. Mungkin mereka mempraktekkan CSR, namun memandangnya hanya sebagai komponen biaya yang akan mengurangi keuntungannya. Perusahaan dalam kategori ini umumnya berasal dari peringkat hitam yang mengimplementasikan CSR setelah mendapat tekanan dari stakeholders-nya, misalnya masyarakat atau LSM, sehingga dengan terpaksa memperhatikan isu lingkungan dan sosial. Model ini hanya akan menancapkan stigma negatif pada perusahaan dan kurang berimbas pada pembentukan citra positif perusahaan. Biru (oleh Elkington dianalogikan sebagai kupu-kupu) Mereka adalah perusahaan yang menganggap praktek CSR akan memberikan dampak positif terhadap usahanya, karena mereka menilai CSR sebagai investasi bukan biaya. Korporasi jenis ini memiliki komitmen kuat terhadap agenda-agenda CSR. Oleh karenanya, kelompok ini secara sukarela dan sungguh-sungguh mempraktekkan CSR karena meyakini bahwa investasi sosial ini akan berbuah pada lancarnya operasional perusahaan, disamping citra dan reputasi yang positif juga layak mereka dapatkan. Hijau (oleh Elkington dianalogikan sebagai lebah madu) CSR ditempatkan pada strategi inti dan jantung bisnis mereka. Bagi mereka, CSR tidak dianggap sebagai suatu keharusan, namun merupakan suatu kebutuhan. CSR bukan lagi sebagai liabilities tetapi ekuitas. Mereka percaya, ada nilai tukar atas aspek lingkungan dan aspek sosial terhadap aspek ekonomi. Karenanya mereka meyakini bahwa usahanya hanya dapat sustain apabila disamping memiliki modal finacial mereka juga harus memiliki modal sosial. Korporasi ini merupakan korporasi yang menumbuhkan (regenerative), karena korporasi ini memiliki model bisnis berdasarkan inovasi terus menerus, menerapkan prinsip-prinsip erika bisnis, manajemen pengelolaan sumber daya alam yang strategik dan 14 sustainable, serta kapasitas untuk meneruskan keberlanjutan usaha. Hasilnya, perusahaan ini tidak hanya mendapat citra positif, tapi juga kepercayaan dan dukungan penuh dari masyarakat. Saat ini korporasi yang berperingkat hijau memang masih sangat langka. II.I.5 Pelaksanaan Corporate Social Responsibility di Indonesia Pelaksanaan CSR di Indonesia sendiri masih dilakukan secara sukarela. Sebagian perusahaan sudah ada yang melakukan kegiatan CSR tetapi masih ada juga sebagian perusahaan yang belum melakukan kegiatan CSR. Banyak perusahaan yang beranggapan bahwa melakukan kegiatan CSR hanya akan menambahkan beban dan biaya tambahan yang harus dikeluarkan perusahaan tanpa memdapatkan keuntungan yang setimpal, tetapi ada juga perusahaan yang menyadari pentingnya melakukan kegiatan CSR terhadap keberlanjutan perusahaan. Cara pandang perusahaan yang berbeda-beda tersebut terjadi akibat adanya implementasi CSR diperusahaan yang pada umumnya dipengaruhi oleh 3 faktor (Wibisono, 2007:71), yaitu: 1. Terkait dengan komitmen pimpinannya Perusahaan yang mempunyai pimpinan yang tidak tanggap dengan masalah sosial, tidak perlu diharapkan akan memperdulikan aktivitas sosial. 2. Menyangkut ukuran dan kematangan perusahaan Perusahaan besar akan mempunyai potensi yang lebih besar dalam memberi kontribusi dibandingkan dengan perusahaan kecil. 3. Regulasi dan sistem perpajakan yang diatur pemerintah Semakin besar insentif pajak yang diberikan, maka akan lebih berpotensi memberikan semangat kepada perusahaan dalam melakukan kontribusi terhadap masyarakat. 15 Di Indonesia terdapat peraturan yang mengatur hal-hal yang terkait dengan CSR. Dalam Undang-undang no.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dibahas mengenai peraturan yang berhubungan dengan perseroan terbatas. Pada ayatnya yang pertama dikatakan bahwa, “Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.” II.2 Sustainability Reporting Menurut Sukada (2007:32), Sustainability reporting adalah dokumen yang dibuat oleh perusahaan berkaitan dengan kinerja aspek ekonomi, lingkungan, dan sosialnya sebagai alat kontrol manajemen kepada pemangku kepentingan internal maupun alat akuntabilitas (terutama) kepada pemangku kepentingan eksternal. Laporan tersebut hanya dapat dikatakan sustainable manakala kinerja yang dilaporkannya dalam kurun waktu tertentu sudah berkelanjutan atau menunjukkan kecenderungan membaik. Perusahaan perlu menyusun sustainability report karena laporan pelaksanaan yang berkesinambungan sangat diperlukan dalam me-manage pengaruh perusahaan pada sustainable development. CSR memiliki hubungan yang erat dengan sustainability development, dimana terdapat pendapat bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya harus berdasarkan keputusan yang tidak hanya pada aspek profit saja, tetapi juga harus didasari aspek sosial dan aspek lingkungan. Tantangan dari sustainable development sangat banyak, dan mendapatkan pengakuan yang sangat luas bahwa perusahaan tidak hanya bertanggung jawab tapi juga mempunyai kekuatan yang besar untuk mengubah segalanya. 16 II.2.1 Pedoman G3 Global Reporting Initiative Guidelines Bagi perusahaan yang melakukan CSR, perusahaan tersebut harus membuat laporan mengenai kegiatan CSR-nya. Dalam pembuatan laporan tersebut terdapat perbedaan teknik pelaporan dalam laporan tahunnya. Perbedaan ini disebabkan karena perusahaan tidak lagi hanya mempunyai kewajiban melaporkan aktivitas finansialnya saja tetapi juga aktivitas-aktivitas lainnya yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial perusahaan. G3 Global Reporting Initiative Guidelines (GRI) (www.globalreporting.com) merupakan suatu lembaga yang independen dan multi stakeholder process. GRI merupakan pedoman yang paling banyak dijadikan rujukan dalam CSR Reporting. GRI sendiri dibentuk pada tahun 1997 oleh Coalition for Environmentally Responsible Economies (CERES) dan United Nation Environmentally Programme (UNEP). Misi dari GRI adalah mengembangkan dan menyebarluaskan pedoman sustainability reporting secara global serta dalam pembuatan sustainability reporting semua perusahaan berpartisipasi secara rutin sehingga sebanding dengan financial reporting. Dalam Elliot (2006:645), GRI memiliki misi untuk mengembangkan pedoman pelaporan sustainability global untuk dapat digunakan oleh organisasi-organisasi sukarela dalam melaporkan tiga elemen yang terkait dalam kegiatan mereka baik dari produksi maupun jasa, yaitu: 1. Ekonomi, merupakan indikator yang meliputi nilai ekonomi yang dapat memberikan manfaat langsung bagi perusahaan dan dampak dari kondisi ekonomi yang akan berpengaruh pada keberlanjutan usaha secara keseluruhan. Dimensi ekonomi meliputi informasi keuangan dan non-keuangan. 17 2. Sosial, merupakan indikator yang berfokus pada kepedulian perusahaan terhadap kesejahteraan karyawan dan masyarakat. Dimensi sosial meliputi informasi mengenai kesehatan dan keselamatan manusia. 3. Lingkungan, merupakan indikator yang berfokus pada kepedulian perusahaan terhadap lingkungan hayati seperti ekosistem. Dimensi lingkungan meliputi dampak buruk pada udara, air, tanah, keanekaragaman hayati, dan kesehatan manusia dari dampak produksi organisasi baik produk maupun jasa. Dalam pedoman GRI diatur mengenai prinsip-prinsip dalam pelaporan yang harus dipenuhi serta isi dan bentuk dari laporannya. Prinsip-prinsip CSR berdasarkan ISO 26000: 2010 Guidance on Social Responsibility : • Akuntabilitas Akuntabilitas membuktikan bahwa organisasi bersangkutan melakukan segala sesuatu dengan benar. Organisasi seharusnya menerima bahkan mendorong penyelidikan mendalam atas dampak operasionalnya. • Transparansi Sebuah organisasi seharusnya menyatakan transparan terhadap seluruh keputusan dan aktivitasnya yang memiliki dampak atas masyarakat dan lingkungan. Maka transparansi yang dilakukan adalah “clear, accurate and complete” atas seluruh kebijakan, keputusan dan aktivitas. • Perilaku etis Sebuah organisasi harus berperilaku etis sepanjang waktu, dengan menegakkan kejujuran, kesetaraan dan integritas. Perilaku etis dilakukan melalui pengembangan 18 struktur tata kelola yang mendorong perilaku etis, membuat, dan mengaplikasikan standar perilaku etis, dan terus menerus meningkatkan standar perilaku etis. • Penghormatan kepada kepentingan Stakeholder Sebuah organisasi harus menghormati dan menanggapi kepentingan seluruh stakeholder-nya. Semua itu dapat dilakukan dengan cara mengidentifikasi, menanggapi kebutuhan, mengenali hak-hak legal dan kepentingan yang sah, serta mengenali kepentingan yang lebih luas terkait dengan pembangunan berkelanjutan. • Kepatuhan kepada hukum Sebuah organisasi harus menerima bahwa kepatuhan pada hukum adalah suatu kewajiban. Semua itu dapat dilakukan dengan patuh kepada semua regulasi, memastikan bahwa seluruh aktivitasnya sesuai dengan kerangka hukum yang relevan, patuh pada seluruh aturan yang dibuatnya sendiri secara adil dan imparsial, mengetahui perubahan-perubahan dalam regulasi, dan secara periodik memeriksa kepatuhannya. • Penghormatan kepada Norma Perilaku International Di negara-negara dimana hukum nasionalnya atau implementasinya tidak mencukupi untuk melindungi kondisi lingkungan dan sosialnya, sebuah organisasi harus berusaha untuk mengacu kepada norma perilaku internasional. • Penegakan HAM Setiap organisasi harus menghormati HAM, serta mengakui betapa pentingnya HAM serta sifatnya yang universal. Cara yang harus dilakukan adalah apabila ditemukan situasi HAM tidak terlindungi, organisasi tersebut harus melindungi HAM, dan tidak mengambil kesempatan dari situasi tersebut dan apabila tidak ada 19 regulasi HAM di tingkat nasional, maka organisasi harus mengacu kepada standar HAM internasional. II.3 Pengungkapan Corporate Social Responsibility Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan yang sering disebut juga sebagai CSR merupakan proses pengkomunikasian dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi organisasi terhadap kelompok khusus yang berkepentingan dan terhadap masyarakat secara keseluruhan. Pengungkapan ada yang bersifat wajib (mandatory), yaitu pengungkapan informasi wajib dilakukan oleh perusahaan yang didasarkan pada peraturan atau standar tertentu, dan ada yang bersifat sukarela (voluntary) yang merupakan pengungkapan informasi melebihi persyaratan minimum dari peraturan yang berlaku. Pengungkapan CSR di Indonesia telah diatur oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) yang menyarankan kepada perusahaan untuk mengungkap tanggung jawab mengenai sosial dan lingkungan. Sebagaimana dinyatakan oleh Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.1 (Revisi 2009) paragraf keduabelas: Entitas dapat pula menyajikan, terpisah dari laporan keuangan, laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement), khususnya bagi industri dimana faktor lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi industri yang menganggap karyawan sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting. Laporan tambahan tersebut di luar ruang lingkup Standar Akuntansi Keuangan. Alasan utama mengapa suatu pengungkapan diperlukan adalah agar pihak investor dapat melakukan suatu kesimpulan dalam pengambilan keputusan investasi. Berkaitan dengan keputusan investasi, investor memerlukan tambahan informasi yang 20 tidak hanya informasi tambahan tapi juga informasi non-keuangan. Kebutuhan itu didorong oleh adanya perubahan manajerial yang menyebabkan terjadinya perluasan kebutuhan investor akan informasi baru yang mampu menginformasikan hal-hal yang bersifat kualitatif yang berkaitan dengan perusahaan. Informasi kualitatif dipandang memiliki nilai informasi yang mampu menjelaskan fenomena yang terjadi, bagaimana fenomena tersebut dapat terjadi, dan tindakan apa yang akan diambil oleh manajemen terhadap fenomena tersebut. Informasi kualitatif ini dapat diungkapkan dalam laporan tahunan (annual report) perusahaan. Dalam melakukan pengungkapan CSR perusahaan bebas untuk menentukan format laporan yang akan dibuatnya. Namun yang terpenting adalah tidak adanya manipulasi seperti yang sering terjadi pada laporan keuangan. Informasi yang dilaporkan dalam laporan tersebut harus mampu menggambarkan keadaan yang sebenarnya. II.4 Ukuran Perusahaan Menurut Salaf (2010), ukuran perusahaan adalah rata-rata total penjualan bersih untuk tahun yang bersangkutan sampai beberapa tahun. Dalam hal ini penjualan lebih besar daripada biaya variabel dan biaya tetap, maka akan diperoleh jumlah pendapatan sebelum pajak. Sebaliknya jika penjualan lebih kecil daripada biaya variabel dan biaya tetap maka perusahaan akan menderita kerugian. Ukuran perusahaan merupakan variabel penduga yang banyak digunakan untuk menjelaskan variasi pengungkapan dalam laporan tahunan perusahaan. Ukuran perusahaan bisa didasarkan pada jumlah aktiva, jumlah tenaga kerja, volume penjualan dan kapitalisasi pasar. Pada dasarnya ukuran perusahaan dapat dibagi tiga kategori, 21 yaitu: perusahaan besar, perusahaan menengah, dan perusahaan kecil. Dalam penelitian ini yang dijadikan sebagai tolak ukur dalam variabel ukuran perusahaan adalah aktiva yang dilihat berdasarkan total aktiva karena total aktiva dapat mewakili seberapa besar perusahaan tersebut. II.5 Profitabilitas Profitabilitas merupakan suatu kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan dan pertumbuhan yang baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Profitabilitas suatu perusahaan biasanya dilihat dari laporan laba rugi yang menunjukkan laporan hasil kinerja perusahaan. Rasio profitabilitas merupakan perbandingan antara laba perusahaan dengan investasi atau ekuitas yang digunakan untuk memperoleh laba tersebut. Rasio profitabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva, maupun modal sendiri. Dalam Gibson (2011:301), analisis profitabiltas menjadi perhatian penting bagi pemegang saham karena mereka memperoleh pendapatan dalam bentuk dividen. Selanjutnya, keuntungan yang meningkat dapat menyebabkan naiknya harga pasar, yang menyebabkan terjadinya capital gain. Semakin tinggi profitabilitas perusahaan semakin tinggi efisiensi perusahaan tersebut dalam memanfaatkan fasilitas perusahaan. Profitabilitas merupakan faktor yang membuat manajemen menjadi bebas dan flexibel untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial kepada pemegang saham. Hubungan antara profitabilitas dan tingkat pengungkapan pertanggungjawaban sosial adalah bahwa semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan maka semakin besar pengungkapan informasi sosial. Dengan kepedulian terhadap masyarakat tersebut maka 22 diharapkan manajemen dapat membuat perusahaan menjadi profitable, sehingga dalam penelitian ini ratio profitabilitas yang digunakan diukur dengan menggunakan rumus: • Net Profit Margin (NPM) NPM = Net Income Net sales NPM digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba dari setiap pendapat/penjualan yang diperoleh perusahaan. • Return on Assets (ROA) ROA = Net Income Average total Assets ROA digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari keseluruhan investasi yang ditanamkan dalam bentuk asset. II.6 Likuiditas Likuiditas merupakan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban lancarnya yang diukur dengan menggunakan perbandingan antara aktiva lancar dengan kewajiban lancar. Hal tersebut dilakukan untuk menunjukkan kemampuan perusahaan untuk mendanai kegiatan operasional perusahaan dan melunasi kewajiban jangka pendeknya. Rasio likuiditas dapat dipandang dari dua sisi. Di satu sisi rasio likuiditas yang tinggi menunjukkan kuatnya kondisi keuangan perusahaan. Perusahaan semacam ini akan cenderung untuk melakukan pengungkapan informasi yang lebih luas kepada pihak luar. Tetapi di pihak lain, likuiditas dapat juga dipandang sebagai ukuran kinerja manajemen dalam mengelola keuangan perusahaan. Dari sisi ini, perusahaan dengan 23 likuiditas yang rendah justru cenderung mengungkapkan lebih banyak informasi kepada pihak ekternal sebagai upaya untuk menjelaskan lemahnya kinerja manajemen. Ratio likuiditas dapat diukur dengan menggunakan rumus: Current Assets Current Ratio (CR) = Current Liabilities Ratio tersebut digunakan untuk memberikan gambaran mengenai kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya pada saat ditagih. Apabila semakin tinggi tingkat likuiditasnya, maka semakin baik kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya. II.7 Penelitian Terdahulu Kartika (2010) yang meneliti karakteristik perusahaan dan pengungkapan tanggung jawab sosial (studi empiris pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia). Penelitian tersebut membandingkan ukuran perusahaan, tipe industri, profitabilitas, basis perusahaan, dan likuiditas. Perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian tersebut adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar dalam BEI periode 2006-2008. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ukuran perusahaan dan tipe industri mempunyai pengaruh yang signifikan sedangkan profitabilitas, basis perusahaan, dan likuiditas tidak mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pengungkapan sosial. Saran yang diberikan untuk penelitian selanjutnya bahwa sebaiknya melakukan perpanjangan periode penelitian dan memperluas objek penelitian dengan mengamati setiap sektor industri, sehingga dapat memberikan hasil yang berbeda. 24 Felicia (2011) yang meneliti pengaruh karakteristik perusahaan terhadap luas pengungkapan CSR pada perusahaan industri pertambangan yang terdaftar di BEI periode 2008-2010. Perusahaan yang dijadikan sebagai sampel merupakan perusahaan pertambangan dengan standar yang digunakan adalah standar GRI. Felicia memilih perusahaan industri pertambangan sebagai sampel karena perusahaan tersebut memiliki hubungan dengan alam sehingga akan memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap lingkungan, sosial, dan sumber daya manusia apabila perusahaan tidak melakukan tanggung jawab sosial. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap pengungkapan CSR, namun tingkat leverage berpengaruh negatif sedangkan kepemilikan manajemen tidak memiliki pengaruh terhadap luas pengungkapan CSR. Saran yang diberikan untuk penelitian selanjutnya bahwa sebaiknya perusahaan yang dijadikan sampel adalah perusahaan yang memiliki laporan keberlanjutan terpisah dari laporan keuangan dan sudah menggunakan stardar GRI sebagai acuan laporan keberlanjutan, serta menambahkan variabel-variabel lain yang memiliki pengaruh signifikan dan menggunakan industri lain yang memiliki potensi merusak lingkungan. Sembiring (2003) yang meneliti pengaruh karakteristik perusahaan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial: studi empiris pada perusahaan yang tercatat (gopublic) di Bursa efek Jakarta. Penelitian tersebut bertujuan untuk menguji pengaruh ukuran perusahaan, profitabilitas, profil, ukuran dewan komisaris dan tingkat leverage terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Kesimpulan yang didapat dari penelitian tersebut bahwa ukuran perusahaan, profil, dan ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan, 25 sedangkan profitabilitas dan tingkat leverage berpengaruh negatif terhadap pengungkapan CSR. Saran yang diberikan untuk penelitian selanjutnya bahwa periode penelitian harus lebih panjang dari pada penelitian sebelumnya dan variabel yang digunakan harus ditambahkan atau menggunakan variabel lain. Penelitian ini merupakan replika dari penelitian Kartika (2010). Tetapi ada perbedaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang. Penelitian terdahulu menggunakan perusahaan manufaktur periode 2006-2008, sedangkan penelitian sekarang menggunakan perusahaan industri bahan dasar dan kimia periode 2008-2010. Alasan penelitian ini tidak menggunakan perusahaan manufaktur sebagai sampel karena perusahaan manufaktur tergolong perusahaan low profil, sehingga tidak akan memberikan pengaruh yang besar apabila perusahaan membuat laporan keuangan atau tidak. Perusahaan industri bahan dasar dan kimia dipilih sebagai sampel karena perusahaan tersebut memiliki potensi merusak lingkungan yang lebih besar dari pada perusahaan manufaktur, serta didasari karena penelitian dengan menggunakan perusahaan bahan dasar dan kimia jarang ditemui. Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh ukuran perusahaan, profitabilitas, dan liquiditas terhadap pengungkapan CSR. II.8 Kerangka Pemikiran II.8.1 Identifikasi Variabel CSR merupakan bentuk tanggung jawab dari perusahaan yang dapat diukur melalui aspek ekonomi, lingkungan, dan sosial. Pengungkapan CSR sangat penting dilakukan oleh perusahaan, karena hasil dari pengungkapan tersebut akan berpengaruh terhadap perusahaan di kemudian hari. Timbulnya pengungkapan CSR didasari akibat 26 adanya dampak negatif dari produksi perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar. Tahap dalam kegiatan penelitian ini terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, dan penyelesaian. Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan ditentukan variabelvariabel yang akan diteliti seperti: ukuran perusahaan, profitabilitas, likuiditas, dan CSR. Hubungan antara variabel-variabel dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar II.1 Model Penelitian II.8.2 Pengembangan Hipotesis Ukuran perusahaan merupakan variabel yang banyak digunakan untuk menjelaskan pengungkapan sosial yang dilakukan oleh perusahaan dalam pembuatan laporan keuangannya. Secara umum perusahaan besar akan mengungkapkan informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan perusahaan yang lebih kecil. Perusahaan yang lebih besar akan melakukan aktivitas yang lebih banyak dari perusahaan kecil, sehingga dampak yang disebabkan oleh perusahaan besar juga lebih besar terhadap lingkungan 27 sekitarnya. Oleh karena itu, perusahaan besar lebih cenderung melakukan pengungkapan CSR. Hal ini juga didukung penelitian yang dilakukan oleh Sembiring (2003) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara ukuran perusahaan terhadap jumlah pengungkapan CSR. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dibuat hipotesis sebagai berikut: H1 = Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap pengungkapan CSR. Perusahaan dituntut untuk dapat meningkatkan profitabilitas dalam menjalankan perusahaannya agar dapat bertahan dalam masa kritis maupun ketika perusahaan menghadapi persaingan global yang semakin ketat. Profitabilitas merupakan faktor yang membuat manajemen menjadi bebas dan fleksibel untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial kepada pemegang saham. Oleh karena itu, investor jangka panjang akan sangat membutuhkan analisa profitabilitas ini. Dalam penelitian Kartika (2010), profitabilitas tidak mempunyai pengaruh positif terhadap pengungkapan sosial perusahaan. Menurutnya, besar kecil laba perusahaan tidak dapat dijadikan acuan terhadap luasnya pengungkapan sosial perusahaan. Hal tersebut dapat dikarenakan baik perusahaan yang memiliki laba yang kecil maupun laba yang besar cenderung untuk berusaha memberikan pengungkapan sosial sesuai yang dibutuhkan oleh masyarakat terutama investor. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dibuat hipotesis sebagai berikut: H2 = Profitabilitas berpengaruh negatif terhadap pengungkapan CSR. Likuiditas perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam mendanai operasional perusahaan dan melunasi kewajiban jangka pendeknya. Berdasarkan Kartika (2010), perusahaan yang memiliki rasio likuiditas tinggi cenderung melakukan 28 pengungkapan informasi yang lebih luas kepada pihak luar karena ingin menunjukkan bahwa perusahaan tersebut kredibel tetapi di lain pihak, ada pula yang menyatakan bahwa perusahaan dengan likuiditas rendah justru akan mengungkapkan lebih banyak informasi kepada pihak eksternal untuk menjelaskan lemahnya kinerja manajemen. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dibuat hipotesis sebagai berikut: H3 = Likuiditas berpengaruh positif terhadap pengungkapan CSR. 29